Analisis Peran Ekonomi Usahatani Cabai Di Petani Kabupaten Bogor, Jawa Barat

ANALISIS PERAN EKONOMI USAHATANI CABAI DI
PETANI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

ZELLA AULIA ANGGRIANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Peran
Ekonomi Usahatani Cabai di Petani Kabupaten Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Zella Aulia Anggriani
NIM H34110061

ABSTRAK
ZELLA AULIA ANGGRIANI. Analisis Peran Ekonomi Usahatani Cabai di
Petani Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI.
Harga bulanan cabai di Indonesia cenderung berfluktuasi secara tajam.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pendapatan usahatani cabai
dan kontribusinya pada pendapatan rumahtangga petani. Data dikumpulkan dari
30 petani berdasarkan pemilihan sampel secara purposive. Data yang diperoleh
dianalisis dengan metode statistik deskriptif. Berdasarkan hasil analisis pada harga
rata-rata cabai, pendapatan yang bersumber dari kegiatan usahatani cabai
memberikan kontribusi lebih dari 50 persen dari total pendapatan rumahtangga
petani. Namun pada harga terendah, pendapatan usahatani cabai hanya
menyumbang sebesar 30.55 persen terhadap total pendapatan rumahtangga petani.
Implikasi dari temuan ini adalah bahwa fluktuasi harga cabai sangat menentukan
pendapatan rumahtangga petani.

Kata Kunci : cabai, kontribusi, struktur biaya

ABSTRACT
ZELLA AULIA ANGGRIANI. The Chili Farming Role Analysis of Farmers in
Bogor Regency. Supervised by NUNUNG KUSNADI.
Monthly price of chili in Indonesia tend to fluctuate sharply. This study
aimed to analyze the income and its contribution to farmer household income.
Data collected from 30 farmers conducted on the basis of a purposively selected
sample. The data were analyzed using descriptive statistic methods. The results
showed that the average price of chili, income of chili accounts for more than 50
percent of farmers household income. However at the lowest prices, earnings
accounted for only 30.55 percent of farmers household income. The implication of
these finding is that the fluctuations in the prices of chili largely determine
household income of farmers.
Keywords: chili, contribution, cost structure

ANALISIS PERAN EKONOMI USAHATANI CABAI DI
PETANI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

ZELLA AULIA ANGGRIANI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah
usahatani, dengan judul Analisis Peran Ekonomi Usahatani Cabai di Petani
Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nunung Kusnadi, MS selaku

pembimbing, serta Yanti Nuraeni Muflikh, Sp. M. Agribus selaku Dosen
Pembimbing Akademik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr
Ir Harianto, MS selaku dosen penguji utama sidang skripsi dan Siti Jahroh, PhD
selaku dosen penguji perwakilan Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada petani cabai di Kecamatan
Ciawi, Kabupaten Bogor yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan informasi terkait pertanyaan penelitian, Pihak Kecamatan Ciawi dan
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor atas bantuannya untuk mendapatkan data
sekunder. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ayah Yusri Effendi, Ibu
Rita Yulianingsih, Adik Dhea Almaydha, Adik Muhammad Taufiq Aldhean, dan
seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan doa yang tak pernah
henti.Terimakasih kepada Agil Setyawan yang senantiasa memberikan semangat
dan menemani selama penelitian. Terimakasih kepada sahabat, Ika Yuliani
Fatmahadi, Raudhotul Jannah, Siska Wulansari, Tika Cahyanti yang telah
memberikan semangat moril dan doa. Terimakasih kepada teman-teman agribisnis
48 yang telah memberikan dukungan. Terimakasih kepada teman-teman sepembimbing yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Zella Aulia Anggriani


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Ruang Lingkup
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Cabai
Peran Usaha Agribisnis Cabai
Permasalahan dalam Usahatani Cabai
Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Cabai
Jenis Biaya pada Usahatani Cabai
R/C Usahatani Cabai
Kontribusi Pendapatan Usahatani terhadap Total Pendapatan
Rumahtangga Petani

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani
Biaya Usahatani
Pendapatan Usahatani
Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
Kontribusi Pendapatan Usahatani terhadap Total Pendapatan
Rumahtangga Petani
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel
Metode Penarikan Contoh
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Keragaan Usahatani
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Perbandingan Penerimaan dan Biaya (R/C-ratio)
Analisis Kontribusi Pendapatan
Indeks Diversifikasi
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


xiii
xiv
xiv
1
1
4
5
5
6
6
6
7
8
9
9
10
11
12
12

12
13
14
14
14
15
17
17
17
17
18
18
18
19
20
20
21

Karakteristik Wilayah
Kondisi Geografi

Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
Karakteristik Petani Responden
Jenis Kelamin
Usia
Tingkat pendidikan
Pengalaman Budidaya
Jumlah Tanggungan Keluarga
Penguasaan Lahan
Status Kepemilikan Lahan
Lama Budidaya
Pekerjaan di Luar Usahatani
ANALISIS USAHATANI CABAI MERAH KERITING
Gambaran Umum Usahatani Cabai Merah Keriting di Kecamatan Ciawi
Persiapan Lahan
Persemaian
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
Hama dan Penyakit
Biaya Usahatani Cabai Merah Keriting

Bibit
Pupuk, Kapur dan Pestisida
Tali Rapia
Mulsa Plastik
Karung
Tenaga Kerja
Sewa Lahan
Penyusutan Peralatan
Penerimaan Usahatani Cabai Merah Keriting di Kecamatan Ciawi
Kontribusi Pendapatan Usahatani Cabai pada Pendapatan
Rumahtangga Petani
Dampak Harga Cabai Terhadap Pendapatan Rumahtangga Petani
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

21

21
22
23
24
24
24
25
26
26
26
27
27
27
27
28
28
29
29
30
30
31
32
33
33
34
34
34
35
35
36
38
38
40
41
41
42
42
44
49

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Indonesia tahun 2003 2013a
Luas penggunaan lahan dan persentasenya di Kecamatan Ciawi tahun
2014
Jumlah penduduk Kecamatan Ciawi menurut umur dan jenis kelamin
tahun 2014
Jenis pekerjaan masyarakat di Kecamatan Ciawi tahun 2014
Jumlah kepala keluarga berdasarkan jenis usahatani tahun 2014 di
Kecamatan Ciawi
Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di
Kecamatam Ciawi
Jenis kelamin petani responden di Kecamatan Ciawi tahun 2015
Jumlah petani responden berdasarkan kriteria usia di Kecamatan Ciawi
tahun 2015
Jumlah petani responden berdasarkan tingkat pendidikan formal di
Kecamatan Ciawi tahun 2015
Jumlah petani responden berdasarkan pengalaman budidaya di
Kecamatan Ciawi tahun 2015
Jumlah petani responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di
Kecamatan Ciawi tahun 2015
Jumlah petani responden berdasarkan luas penguasaan lahan cabai di
Kecamatan Ciawi tahun 2015
Jumlah petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan di
Kecamatan Ciawi tahun 2015
Jumlah petani responden berdasarkan jenis pekerjaan di luar usahatani
cabai di Kecamatan Ciawi tahun 2014
Komponen biaya usahatani cabai merah keriting per musim tanam per
satu hektar di Kecamatan Ciawi
Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar per musim tanam
usahatani cabai merah keriting di Kecamatan Ciawi tahun 2015
Penyusutan alat-alat pertanian per musim tanam usahatani cabai merah
keriting di Kecamatan Ciawi tahun 2015
Penerimaan kotor usahatani cabai merah keriting per musim tanam per
hektar di Kecamatan Ciawi tahun 2015 (000)
Pendapatan usahatani cabai merah keriting per musim tanam per hektar
di Kecamatan Ciawi tahun 2015
Nilai R/C rasio usahatani cabai merah keriting di Kecamatan Ciawi
tahun 2015

2
21
22
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
27
32
35
36
36
37
38

21 Sumber penerimaan rumahtangga petani per luasan lahan per tahun di
Kecamatan Ciawi tahun 2015
22 Indeks Diversifikasi Usahatani petani di Kecamatan Ciawi Januari 2014
– Februari 2015
23 Dampak harga pada pendapatan rumahtangga petani di Kecamatan
Ciawi tahun 2015

39
40
41

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Produksi cabai di Jawa Barat tahun 2014
Jumlah rumahtangga usaha hortikultura menurut jenis tanaman
hortikultura semusim pada tahun 2013
Rata-rata harga bulanan cabai Bulan September 2010 – Maret 2015
Kerangka pemikiran operasional

2
3
4
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Perkembangan konsumsi cabai di Indonesia tahun 2002-2013
Produksi cabai di Kabupaten Bogor tahun 2014
Biaya usahatani cabai merah keriting di Kecamatan Ciawi
Dokumentasi

44
45
46
48

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang penting untuk
dikembangkan. Berdasarkan data Badan Pusat Stasistik Indonesia (2015), Produk
Domestik Bruto atas dasar harga berlaku pada subsektor hortikultura mengalami
peningkatan dengan angka rata-rata sebesar 9.82 persen dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2014. Hal tersebut menunjukkan bahwa subsektor hortikultura
memiliki potensi untuk dikembangkan. Pengembangan subsektor hortikultura
merupakan upaya dalam penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan
dan pengendalian inflasi serta stabilisasi harga komoditas strategis. Pekerjaan
pada subsektor ini merupakan sumber pendapatan bagi petani baik petani berskala
kecil, menengah maupun besar.
Komoditas hortikultura terbagi dalam beberapa kelompok, diantaranya
kelompok tanaman sayuran (vegetable), buah (fruits), tanaman berkhasiat obat
(medicinal plants) dan tanaman hias (ornamental plants) (Direktorat Jenderal
Hortikultura 2013). Cabai merupakan salah satu komoditas kelompok tanaman
sayuran yangsering mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah. Hal ini
disebabkan harga cabai yang mengalami penurunan dan kenaikan secara tajam
(Badan Pusat Statistik 2011). Terjadinya fluktuasi harga pada cabai karena
kekuatan supply dan demand di pasar. Kekuatan supply ditentukan oleh tanaman
cabai yang ditanam secara musiman, sedangkan kekuatan demand ditentukan oleh
konsumsi cabai rumahtangga yang harus selalu tersedia walaupun jumlahnya
sedikit. Selain itu, konsumsi cabai akan meningkat pada hari-hari besar seperti
hari raya.
Perkembangan konsumsi cabai rumahtangga di Indonesia menunjukkan pola
yang terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan dan atau jumlah
penduduk1. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan
peningkatan konsumsi cabai dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2014 relatif
berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan sebesar 0.77 persen per
tahun (Lampiran 1). Peningkatan konsumsi cabai sejalan dengan peningkatan
produksi cabai segar di Indonesia. Perkembangan produksi cabai segar di
Indonesia dari tahun 2003 hingga 2013 menunjukkan pola yang cenderung
meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 5.22 persen per tahun.
Peningkatan produksi cabai ini dipengaruhi oleh luas panen cabai yang juga
meningkat setiap tahunnya. Empat provinsi utama yang menjadi penyumbang
hasil cabai di Indonesia diantaranya ialah Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Namun daerah penghasil cabai terbesar di Indonesia
yang menjadi sentra penghasil cabai adalah Jawa Barat karena letaknya yang
merupakan dataran tinggi. Berikut ini merupakan data luas panen, produksi dan
produktivitas cabai di Indonesia dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2013.

1

Kementerian Pertanian. 2014. Buletin Konsumsi Pangan Volume 5 Nomor 2 Tahun 2014
[Internet]. [diunduh pada 19 Desember 2014]. Tersedia pada:
http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1Buletin_Konsumsi_TWII_2014.pdf

2
Tabel 1 Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Indonesia tahun 2003 2013a
Tahun
Luas Panen (ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
2003
176 264
1 066 722
6.05
2004
194 588
1 100 514
5.66
2005
187 236
1 058 023
5.65
2006
204 747
1 185 057
5.79
2007
204 048
1 128 791
5.53
2008
211 566
1 153 060
5.45
2009
233 904
1 378 727
5.89
2010
237 105
1 328 864
5.60
2011
239 770
1 483 079
6.19
2012
242 366
1 656 615
6.84
2013
249 232
1 726 382
6.93
a

Gabungan cabai rawit dan cabai besar
Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)

Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik (2014), Jawa
Barat memberikan sumbangan produksi cabai yang terbesar dibandingkan
provinsi lainnya pada tahun 2009 sampai 2013. Walaupun terjadi penurunan
produksi yang terjadi pada tahun 2012, namun pada tahun 2013 produksi
mengalami peningkatan lagi. Hal ini membuktikan bahwa Provinsi Jawa Barat
memiliki komoditas potensial yang harus selalu ditingkatkan produksinya.
100%
90%
80%
70%
60%
50%

29 provinsi

40%

Jawa Timur

30%

Sumatera Utara

20%

Jawa Tengah

10%

Jawa Barat

0%
29 provinsi

2009
32.19

2010
35.99

2011
34.34

2012
33.81

2013
34.36

Jawa Timur

17.67

16.08

17.23

20.75

19.07

Sumatera Utara

11.23

14.78

15.73

14.84

11.52

Jawa Tengah

16.02

14.67

12.43

12.99

13.35

Jawa Barat

22.89

18.48

20.27

17.62

21.70

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)

Gambar 1 Produksi cabai di Jawa Barat tahun 2014

3

Jumlah Rumahtangga

Produksi cabai segar nasional mayoritas dihasilkan oleh rumahtangga petani
di Indonesia. Rumahtangga pertanian adalah rumahtangga dimana satu atau lebih
anggota rumahtangga tersebut melakukan kegiatan yang menghasilkan produk
pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar untuk
memperoleh pendapatan/keuntungan atas risiko sendiri. Usaha pertanian tersebut
dapat merupakan usaha milik sendiri, bagi hasil, maupun milik orang lain dengan
menerima upah, dalam hal ini termasuk jasa di bidang pertanian (Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian 2014). Berdasarkan hasil sensus pertanian yang
dilakukan pada tahun 2013, sebanyak 1 116 476 rumahtangga mengusahakan jenis
cabai rawit atau sebesar dua puluh persen dari total jumlah rumahtangga yang
melakukan usahatani hortikultura semusim.2 Kemudian cabai besar dihasilkan
oleh 574 872 rumahtangga dan menempati urutan kedua rumahtangga usahatani
terbesar setelah cabai rawit. Tanaman hortikultura semusim lainnya hanya
diusahakan olehrumahtangga dibawah enam persen. Hal ini menunjukkan bahwa
banyak petani yang menggantungkan kehidupannya pada usahatani cabai. Data
jumlah rumahtangga yang mengusahakan cabai berdasarkan hasil dari sensus
pertanian dapat dilihat pada Gambar 2.
1200000
1000000
800000
600000
400000
200000
0

Jenis Usaha Hortikultura
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

Gambar 2 Jumlah rumahtangga usaha hortikultura menurut jenis tanaman
hortikultura semusim pada tahun 2013
Usahatani cabai menjadi salah satu kegiatan pertanian yang memiliki peran
bagi perekonomian rumahtangga petani. Usahatani cabai yang diusahakan oleh
mayoritas produsen rumahtangga menunjukkan bahwa kegiatan usahatani tersebut
berperan penting sebagai sumber pendapatan petani. Terjadinya penurunan dan
peningkatan harga cabai secara tajam dapat menyebabkan ketidakpastian pada
hasil pendapatan kegiatan usahatani cabai, sedangkan pendapatan merupakan
salah satu variabel penting dalam mengukur kesejahteraan petani. Oleh karena itu
penting untuk menganalisis peran ekonomi usahatani cabai terhadap pendapatan
rumahtangga petani.
2

Badan Pusat Statistik. 2013. Sensus Pertanian [Internet]. [diunduh pada 20 Desember 2014].
Tersedia pada: http://st2013.bps.go.id/dev2/index.php/site/topik?kid=3&kategori=TanamanHortikultura

4
Rumusan Masalah
Perkembangan harga cabai apabila dilihat secara rata-rata per tahun tidak
menunjukkan perubahan yang sangat besar. Namun apabila dilihat secara bulanan,
harga cabai cenderung berfluktuasi. Harga cabai biasanya lebih rendah pada
bulan-bulan on-season (Januari-Agustus). Hal ini disebabkan karena pada bulanbulan tersebut merupakan saat dimana petani melakukan panen serentak sehingga
jumlah pasokan sangat melimpah. Kemudian, harga cabai mulai melambung
tinggi pada bulan-bulan off-seasons (Oktober-Desember). Pada saat off-season
petani sudah tidak memanen cabai lagi pada bulan tersebut. Selain itu,
peningkatan harga cabai juga disebabkan oleh permintaan cabai dalam jumlah
besar pada hari-hari besar seperti hari raya keagamaan dan tahun baru. Akibat
ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran menyebabkan harga
yang berfluktuasi setiap bulannya (BPS 2014).
Harga cabai merah keriting dan cabai merah biasa mengalami fluktuasi
harga selama lima tahun terakhir. Pada komoditas cabai merah keriting, harga
tertinggi tejadi pada Desember 2014 yaitu Rp70 237 sedangkan harga terendah
terjadi pada September 2011 yaitu Rp14 206 per kilogram. Sementara untuk cabai
merah biasa, harga terendah dalam lima tahun terakhir terjadi pada Juli 2011 yaitu
Rp14 896, sedangkan harga tertinggi terjadi pada Desember 2014 yaitu Rp70 755.
Harga cabai merah keriting dan cabai merah biasa cenderung akan mengalami
peningkatan pada September sampai dengan Desember dan mengalami penurunan
pada Januari sampai dengan April setiap tahunnya. Perubahan harga cabai dapat
terjadi dalam waktu dekat, sedangkan kegiatan usahatani membutuhkan waktu
yang cukup lama dalam proses penanaman hingga panen. Sehingga petani tidak
dapat mengantisipasi perubahan harga yang terjadi. Berikut merupakan data ratarata harga cabai merah keriting dari September 2010 sampai dengan Maret 2015.

80000.00
70000.00
60000.00
50000.00
40000.00
30000.00
20000.00
10000.00
0.00

cabe merah biasa
cabe merah keriting
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

Harga

Rata-rata harga bulanan Cabai Sep 2010 - Mar 2015

Bulan
Sumber: Kementerian Perdagangan (2015)

Gambar 3 Rata-rata harga bulanan cabai Bulan September 2010 – Maret 2015

5
Fluktuasi harga yang terjadi pada komoditi cabai sangat merugikan petani
karena dapat mempengaruhi pendapatan yang dihasilkan. Salah satu alasan
penting untuk terus melakukan kegiatan usahatani cabai adalah kontribusi
pendapatan usahatani pada rumahtangga petani. Apabila kontribusi pendapatan
usahatani cabai terhadap total pendapatan rumahtangga petani besar, maka
fluktuasi harga dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup petani. Oleh karena
itu dalam rangka memperhatikan kesejahteraan petani, maka perlu dilakukan
penelitian bagaimana peran usahatani cabai dalam memberikan kontribusi
pendapatan rumahtangga dan menganalisis dampak fluktuasi harga terhadap
pendapatan usahatani cabai.
Salah satu pemasok yang membudidayakan cabai di Jawa Barat adalah
Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor menyimpan berbagai potensi alam yang
berlimpah diantaranya yaitu potensi pertaniannya. Pertanian di Kota Bogor terdiri
dari pertanian tanaman pangan, sayuran dan hortikultura serta perkebunan. Daerah
pertanian hortikultura seperti sayuran yaitu cabai tersebar di hampir semua
wilayah, tetapi komoditas tersebut hanya terkonsentrasi tersebar pada wilayah
tertentu. Pada tahun 2013 produksi cabai besar di Kabupaten Bogor mencapai 22
323 kuintal dengan luas panen sebesar 312 Ha. Sementara produksi cabai rawit
mencapai 9 634 kuintal dengan luas panen sebesar 188 Ha.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana struktur biaya dan tingkat pendapatan usahatani cabai di
Kabupaten Bogor, Jawa Barat?
2. Bagaimana struktur penerimaan rumahtangga petani yang
mengusahakan cabai di Kabupaten Bogor, Jawa Barat?
3. Bagaimana kontribusi pendapatan usahatani cabai pada pendapatan
rumahtangga petani di Kabupaten Bogor, Jawa Barat?
4. Bagaimana dampak fluktuasi harga terhadap pendapatan usahatani
cabai di Kabupaten Bogor, Jawa Barat?
Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis struktur biaya usahatani cabai dan tingkat pendapatan
usahatani cabai di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
2. Menganalisis struktur penerimaan rumahtangga petani yang
mengusahakan cabai di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
3. Menganalisis kontribusi pendapatan usahatani cabai pada pendapatan
rumahtangga petani di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
5. Menganalisis dampak fluktuasi harga cabai terhadap pendapatan
usahatani cabai di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

6
1.

2.

3.

Petani Cabai merah keriting sebagai masukan dan tambahan informasi
dalam upaya peningkatan produksi serta pendapatan usahatani yang
lebih tinggi.
Pemerintah daerah sebagai tambahan informasi dan masukan dalam
upaya penyusunan strategi dan kebijakan pertanian yang lebih baik
dan peningkatan kasejahteraan para petani cabai Kecamatan Ciawi
Kabupaten Bogor.
Sebagai informasi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian
lebih lanjut pada bidang yang sama.
Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan dalam lingkup regional yaitu Kecamatan Ciawi,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Komoditas yang akan diteliti adalah cabai
merah keriting sesuai dengan jenis cabai yang dibudidayakan oleh petani.
Penelitian ini dilakukan pada satu kali musim panen terakhir yang dilakukan oleh
petani. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik
deskriptif mengenai keragaan usahatani, analisis pendapatan usahatani
berdasarkan pendekatan penerimaan dan biaya usahatani, analisis efisiensi
usahatani dilihat dari R/C rasio. Selain itu juga dianalisis kontribusi pendapatan
usahatani cabai pada pendapatan rumahtangga petani dan analisis dampak
fluktuasi harga. Pendapatan rumahtangga yang dimaksudkan merupakan
penerimaan atau pendapatan kotor dari berbagai usahatani yang dilakukan petani
serta yang bersumber dari luar usahatani selama satu tahun. Selain itu, untuk dapat
menganalisis dampak fluktuasi harga pada pendapatan, maka dianalisis
menggunakan data riil dari lokasi penelitian. Analisis yang dilakukan
menggunakan beberapa asumsi agar dapat memudahkan dalam proses analisis
yang dilakukan.

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Cabai
Cabai termasuk ke dalam jenis tanaman hortikultura sayuran semusim.
Tanaman jenis ini dapat berbentuk perdu, semak, rumput, atau pohon akar
tunggang dengan akar samping yang dangkal serta memiliki banyak cabang pada
bagian batangnya. Daunnya panjang, berwarna hijau tua dengan ujung yang
runcing (oblongus acutus). Cabai memiliki bunga sempurna dengan benang sari
yang saling lepas. Bentuknya seperti terompet kecil dan umumnya berwarna
putih, walau ada juga yang berwarna ungu. Bentuk pertumbuhannya tegak
pendek, menjulang, atau menjalar dengan hasil berupa umbi, bunga, buah atau biji
(Fazlurrahman 2012).
Buah cabai yang masih muda berwarna hijau, tetapi ada pula yang putih
kekuningan. Buah tua umumnya berwarna merah atau kuning. Di dalam ruangan
buah terdapat banyak biji dan daging buahnya berupa keping-keping tidak berair.
Buah cabai mengandung zat capsicin yang pedas dan merangsang. Di dalamnya

7
juga terdapat minyak atheris yang memberi rasa pedas dan panas. Selain itu, buah
cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C yang baik bagi kesehatan.
Pada umumnya tanaman cabai jenis cabai merah keriting dapat ditanam di
daerah dataran tinggi maupun di dataran rendah, yaitu 500 – 1200 m di atas
permukaan laut, yang terdapat di seluruh Indonesia terutama di Pulau Jawa.
Pengembangan tanaman cabai merah, lebih diarahkan ke areal pengembangan
dengan ketinggian sedikit di bawah 800 m di atas permukaan laut. Terutama
lokasi yang air irigasinya mengalir sepanjang tahun (Siregar 2011).
Pada musim penghujan umumnya tanaman cabai rentan akan berbagai
macam penyakit. Diantaranya ialah tanaman cabai akan mudah layu akibat tanah
yang becek atau kebanyakan air akibat hujan. Bunga tanaman cabai akan mudah
gugur ketika sedang terkena hujan. Oleh karena itu tanaman cabai biasa ditanam
pada awal kemarau atau pada akhir musim penghujan (Fazlurrahman 2012).
Peran Usaha Agribisnis Cabai
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan yang sangat luas
dimana mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah pada sektor
pertanian. Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam
perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sektor tersebut adalah salah satu
sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Peranan
sektor pertanian terhadap PDB Indonesia mengalami pertumbuhan dari 14.5
persen pada tahun 2008 menjadi 15.3 persen pada tahun 2009, sehingga sektor
pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB
setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26.4 persen (Siregar 2011).
Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki peran
penting dan strategis. Salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan
dikonsumsi oleh masyarakat ialah cabai. Cabai banyak digunakan sebagai bahan
bumbu masakan sehari-hari oleh masyarakat Indonesia. Beragamnya jenis
masakan nusantara yang menggunakan cabai sebagai bahan baku membuat
kebutuhan akan cabai semakin besar (Fazlurrahman 2012).
Cabai merupakan produk hortikultura sayuran yang digolongkan ke dalam
tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Menurut Siregar
(2011), diantara ketiga jenis cabai tersebut, cabai merah merupakan jenis yang
paling banyak diperdagangkan dalam masyarakat. Cabai merah terdiri dari cabai
merah besar dan cabai merah keriting. Sedangkan menurut Fazzlurrahman (2012),
cabai rawit merupakan salah satu jenis cabai yang banyak dikonsumsi karena
dapat meningkatkan selera makan.
Permintaan terhadap cabai semakin meningkat hal ini karena terdapat
kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran yang terus meningkat. Hal
tersebut merupakan salah satu perubahan dari pola hidup sehat yang telah menjadi
salah satu gaya hidup masyarakat (Siregar 2011). Berbeda dengan Septianita
(2010) yang melihat daya tarik agribisnis cabai merah selain nilai keuntungan
yang berlipat apabila saat panen yang tepat, sarana produksi yang mudah didapat
serta prospek penjualan bisa dijual secara eceran maupun dalam jumlah besar.
Aufa et al. (2011) menjelaskan bahwa pembangunan hortikultura diharapkan
mampu memberi manfaat berupa nilai tambah yang besar bagi produsen dan
industri pengguna, sedangkan bagi konsumen juga dapat memperbaiki

8
keseimbangan gizi dalam pola makanan. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat
disimpulkan bahwa tanaman cabai merupakan sebuah usaha yang sangat
menguntungkan dilihat dari permintaan yang semakin meningkat dan nilai jual
yang tinggi.
Permasalahan dalam Usahatani Cabai
Kegiatan usahatani cabai pada umumnya memiliki risiko yang sering
dihadapi oleh petani. Fazlurrahman (2012) dalam penelitiannya yang berjudul
Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsicum Frutescens) Petani Mitra
PT. Indofood Fritolay Makmur dan Petani Nonmitra Di Desa Cigedug Kecamatan
Cigedug Kabupaten Garut juga menjelaskan beberapa permasalahan/kendala yang
dihadapi petani. Permasalahan utama antara lain risiko gagal panen, tidak adanya
kepastian jual, harga yang berfluktuasi, kemungkinan rendahnya margin usaha,
dan lemahnya akses pasar. Musim penghujan merupakan salah satu faktor pada
budidaya yang menyebabkan penurunan jumlah produksi cabai rawit.
Fluktuasi harga merupakan sebuah kondisi tidak stabil, bervariasi dan sulit
diperkirakan sedangkan harga merupakan nilai yang terbentuk akibat adanya
permintaan dan penawaran dalam jumlah tertentu dalam sebuah mekanisme pasar.
Fluktuasi harga pertanian merupakan sebuah kondisi harga pada komoditi
pertanian dimana terjadi ketidakstabilan dengan selisih yang besar pada waktu
yang berdekatan. Terjadinya fluktuasi ini sulit di perkirakan oleh berbagai pihak
baik petani, pedagang, maupun pemerintah. Dampak negatif dari adanya kenaikan
harga produk pertanian dirasakan oleh petani maupun pedagang. Namun
seringkali petani merasakan kerugian terbesar sebab lemahnya posisi tawar para
petani untuk ikut serta dalam mekanisme penentuan harga pasar.
Berbeda dengan Fazlurrahman, risiko lain yang dihadapi petani dijelaskan
oleh Taufik (2010) dalam hukum permintaan dan penawaran, jika banyak barang
yang ditawarkan maka harga akan turun. Sama hal nya dengan komoditas cabai
merah, pada saat panen raya harganya turun drastis sehingga petani terpaksa
menjual hasil panennya dengan harga yang rendah. Pada saat penawaran tinggi,
maka dapat menyebabkan harga cabai melambung tinggi.
Siregar (2011) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pendapatan
Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting
di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor menjelaskan bahwa
permasalahan lain yang dihadapi pada cabang usahatani cabai merah keriting
dapat didekati dari produktivitas tanaman, dimana peningkatan produktivitas
dapat dilakukan dengan meningkatkan produksinya. Selain itu penggunaan inputinput juga dapat mempengaruhi produksi. Apabila produktivitas belum optimal
maka diduga dapat mempengaruhi kondisi pendapatan petani cabai merah
keriting.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdahulu sangat jelas sekali bahwa
permasalahan yang seringkali di hadapi oleh petani adalah fluktuasi harga.
Fluktuasi tersebut dapat terjadi pada saat panen raya yaitu dimana jumlah pasokan
melimpah sehingga harga turun drastis. Ketidakpastian akan harga komoditi cabai
menyebabkan pengaruh pada pendapatan rumahtangga petani. Oleh karena itu
dibutuhkan posisi tawar petani yang kuat untuk melindungi petani dari harga yang
berfluktuasi.

9
Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Cabai
Sebagai pelaku usahatani, petani mengharapkan keuntungan dari usaha yang
dilakukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Septianita
(2010) bagi petani dan pemilik faktor produksi, analisis pendapatan mempunyai
arti penting karena akan memberikan bantuan dalam mengukur kegiatan
usahataninya pada saat ini berhasil atau tidak.Oleh karena itu maka menarik untuk
dilakukan penelitian besar pendapatan yang didapat dalam usahatani cabai merah
dan bagaimana hubungan tingkat pendapatan usahatani cabai merah terhadap
kelayakan hidup minimum petani (Septianita 2010).
Untuk melihat dampak dari adanya ketidakpastian yang dihadapi petani
maka perlu dilakukan suatu analisis terhadap pendapatan petani cabai untuk
melihat sejauh mana kegiatan usahatani cabai tersebut memberikan keuntungan
pada petani. Disamping mempengaruhi pendapatan, produktivitas yang tidak
optimal juga sangat erat kaitannya dengan penggunaan faktor produksi.
Penggunaan faktor produksi perlu diperhatikan agar tidak terjadi penggunaan
yang berlebihan yang dapat merugikan petani (Siregar 2011).
Menurut Taufik (2010) pendapatan usahatani cabai dipengaruhi oleh
besarnya biaya yang dikeluarkan petani serta kemampuan pada penanganan pasca
panen. Kegiatan pasca panen dilakukan untuk meningkatkan nilai jual, daya
simpan, menyediakan bahan baku industry dan meningkatkan pendapatan petani.
Berbeda dengan Taufik, Aufa et al. (2011) melihat bahwa pendapatan usahatani
cabai dapat dibedakan dari cara bertanamnya. Budidaya tanaman secara organik
dan nonorganik ternyata menimbulkan tingkat pendapatan yang berbeda. Selain
itu, pola kemitraan juga menjadi faktor yang menentukan tingkat pendapatan yang
didapat oleh petani. Pada penelitian milik Fazlurrahman (2012) dijelaskan bahwa
kemitraan merupakan salah satu alternative bagi petani agar mendapat tingkat
keuntungan yang diinginkan karena mendapat kepastian harga pada hasil
produksinya.
Jenis Biaya pada Usahatani Cabai
Fazlurrahman (2012) dengan judul Pendapatan Usahatani Cabai Rawit
Merah (Capsicum freutescens) membedakan analisis pendapatan antara petani
mitra PT. Indofood Fritolay Makmur dan petani non mitra di Desa Cigedug
Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Biaya yang dikeluarkan oleh petani
berbeda diantara petani yang bermitra maupun petani nonmitra. Hal ini
bergantung pada jumlah penggunaan faktor-faktor input seperti pupuk dan obatobatan. Selain jumlah yang mempengaruhi, jenis dari input tersebut juga turut
mempengaruhi. Selain itu perbedaan biaya yang dikeluarkan juga untuk
penggunaan tenaga kerja, perawatan dan proses pemanenan yang dilakukan.
Penggunaan tenaga kerja luar keluarga baik petani mitra maupun non mitra secara
berturut-turut paling banyak digunakan pada kegiatan pemanenan, pemeliharaan,
pengolahan lahan dan pemupukan tambahan. Dari hasil analisis diketahui bahwa
pendapatan usahatani petani mitra lebih besar dari pada petani non mitra. Hal ini
disebabkan pada tingkat efisiensi petani dalam menanam cabai.
Berbeda dengan Taufiq (2010) dalam analisisnya yang berjudul Analisis
Pendapatan Usahatani dan Penanganan Pascapanen Cabai Merah. Analisis ini

10
dilakukan untuk mengetahui kegiatan usahatani dan penanganan pascapanen cabai
merah untuk meningkatan nilai jual dan daya simpan dalam upaya menunjang
penyediaan bahan baku industri dan meningkatkan pendapatan petani. Analisis
menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan
bahwa komoditas cabai merah berciri komersial dan memiliki nilai ekonomi
cukup tinggi. Dalam analisisnya diketahui bahwa penggunaan faktor produksi
seperti mulsa plastik, jerami dan sekam mempengaruhi tingkat pendapatan
usahatani yang didapatkan. Penanganan pascapanen cabai yang masih sederhana
menyebabkan tingkat kerusakan yang cukup tinggi, mencapai 40%. Oleh karena
itu, penanganan pascapanen cabai merah perlu diperbaiki mulai dari panen,
pengemasan, pengangkutan hingga penyimpanan untuk meningkatkan daya
simpan, nilai jual produk, dan pendapatan petani.
Penelitian selanjutnya yaitu dilakukan oleh Nining Mayanti Siregar (2011)
yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen, Kecamatan
Ciawi, Kabupaten Bogor. berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa upaya
peningkatan pendapatan usahatani cabai merah keriting dapat dilakukan dengan
memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi
cabai merah keriting. Faktor yang dapat meningkatkan produksi diantaranya ialah
pupuk, benih dan penggunaan tenaga kerja. Sementara untuk faktor produksi
seperti pestisida dan nutrisi apabila dilakukan penambahan maka akan
menyebabkan penurunan jumlah produksi dan peningkatan jumlah produksi.
R/C Usahatani Cabai
Penelitian usahatani yang dilakukan oleh Fazlurrahman (2012)
memperlihatkan bahwa pendapatan petani mitra lebih tinggi dibandingkan dengan
petani non mitra. Nilai R/C rasio atas biaya total petani mitra sebesar 3.69
sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total petani nonmitra di Desa Cigedug adalah
sebesar 2.43. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usahatani pada petani
mitra lebih efisien daripada petani nonmitra. Nilai R/C tersebut juga menunjukkan
bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses usahatani cabai dapat
tertutupi oleh pendapatan yang dihasilkan. Dengan kemitraan yang dijalankan,
membuat petani mendapatkan kepastian terhadap harga cabai. Petani mitra
mendapat harga yang tetap, sedangkan petani nonmitra mengikuti perubahan
harga cabai yang berfluktuasi. Oleh sebab itu petani nonmitra memiliki nilai R/C
yang lebih rendah.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fazlurrahman, Taufiq
(2010) menganalisis cara lain yang dapat meningkatkan pendapatan yaitu dengan
penggunaan faktor produksi berupa mulsa, jerami dan sekam. Penggunaan mulsa
tersebut dapat meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp10.38 juta/ha, jerami
padi sebesar Rp7.34/ha juta dan mulsa sekam Rp3.64 juta/ha. Namun hanya mulsa
plastic dan sekam yang layak secara ekonomi dengan nilai B/C masing-masing
1.68 dan 1.27. Penanganan pasca panen pada tahap panen, pengemasan dan
pengangkutan dapat meningkatkan pendapatan petani.
Siregar (2011) menunjukkan usahatani cabai merah keriting yang dilakukan
oleh petani responden di Desa Citapen secara umum dikatakan menguntungkan
dan layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dilihat pada nilai R/C atas biaya tunai

11
dan R/C atas biaya total menunjukkan nilai lebih dari satu yaitu sebesar 2.65 dan
2.46. Penerimaan ini berarti dapat menutupi biaya yang dikeluarkan oleh petani.
Selain itu faktor yang apat mempengaruhi produksi cabai ialah penggunaan benih,
pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja.
Berdasarkan penelitian yang terdahulu dapat disimpulkan bahwa usahatani
cabai layak untuk diusahakan dilihat dari nilai R/C yang didapatkan. Namun,
untuk mengetahui manfaat tersebut perlu dianalisis bagaimana kontribusinya pada
pendapatan rumahtangga petani sehingga diketahui peran serta dari usahatani
cabai.
Kontribusi Pendapatan Usahatani terhadap Total Pendapatan Rumahtangga
Petani
Penelitian mengenai kontribusi pendapatan usahatani cabai terhadap total
pendapatan rumahtangga belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun, penelitian
yang berkaitan dengan kontribusi pendapatan dilakukan pada komoditas buncis
dan kacang panjang oleh Septianita dengan judul Analisis Perbandingan
Kontribusi Pendapatan Usahatani Kacang Panjang (Vigna sinensis) dan Buncis
(Phaseolus vulgaris) Terhadap Pendapatan Petani di Desa Batumarta VII Kec.
Madang Suku III Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur.
Pada penelitian milik Septianita (2010) mengenai kontribusi pendapatan
kacang panjang dan buncis menunjukkan rata-rata pendapatan keluarga yang
diperoleh oleh petani contoh di Desa Batumarta VII terdiri dari petani contoh
yang mengusahakan kacang panjang sebesar Rp6 680 556 yang terdiri dari
pendapatan usahatani kacang panjang Rp4 047 223 atau 60.58 persen dan luar
usahatani Rp2 633 333 atau 39.42 persen. Sedangkan untuk petani contoh yang
mengusahakan buncis diketahui pedapatan keseluruhan petani dari usahatani
buncis dan luar usahatani sebesar Rp12 020 499 yang terdiri dari pendapatan
usahatani kacang panjang Rp5 533 333 atau 53.97 persen dan luar usahatani Rp5
533 333 atau 46.03 persen. Dari penelitian milik Septianita dapat ditarik
kesimpulan bahwa sumber utama pendapatan petani masih berada di sektor
pertanian dengan besaran kontribusi sektor pertanian melebihi 50,00 persen.
Ruauw et al. (2010) juga melakukan penelitian yang berkaitan dengan
kontribusi pendapatan yang berjudul Kontribusi Usahatani Kelapa terhadap
Pendapatan Keluarga Petani di Desa Naha dan Desa Beha Kecamatan Tabukan
Utara Kabupaten Kepulauan Sangihe. Dari hasil penelitian di Desa Naha
didapatkan kesimpulan bahwa ternyata sumber pendapatan yang memberikan
kontribusi pendapatan terbesar pada total pendapatan rumahtangga petani berasal
dari luar usahatani yaitu sebesar 66.98 persen. Hal ini disebabkan pada
kepemilikan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan di Desa Beha sehingga
petani bekerja di luar sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan keluarga
petani. Sedangkan di Desa Beha, kontribusi terbesar terhadap pendapatan petani
berasal dari usahatani kelapa yaitu sebesar 48.61 persen.

12

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani
Ilmu usahatani pada dasarnya merupakan sebuah ilmu untuk memperhatikan
cara-cara petani dalam memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja,
modal, waktu, pengelolaan) yang terbatas jumlahnya untuk mencapai tujuannya
(Sokertawi et al. 1984). Ilmu usahatani merupakan setiap organisasi dari alam,
kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
Soekartawi et al. (1984) menambahkan bahwa tujuan berusahatani adalah
memaksimalkan
keuntungan
atau
meminimumkan
biaya.
Konsep
memaksimumkan keuntungan merupakan sebuah cara dimana sumberdaya yang
jumlahnya sangat terbatas dialokasikan sebaik mungkin untuk mendapatkan
keuntungan yang maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya
merupakan sebuah cara untuk menghasilkan produksi suatu barang dengan tingkat
biaya seminimum mungkin.
Usahatani di Indonesia memiliki beberapa ciri, diantaranya lahan yang
sempit, permodalan terbatas, keterampilan dan manajemen petani rendah,
produktivitas dan efisiensi rendah dan pendapatan yang rendah, dll. Ciri tersebut
mempengaruhi corak usahatani di Indonesia yaitu lebih kepada subsisten yang
merupakan kegiatan usahatani yang tujuan berproduksinya untuk memenuhi
kebutuhan keluarga petani. Menurut Hernanto (1988), terdapat empat unsur pokok
yang selalu ada dalam sebuah usahatani atau yang sering disebut dengan faktorfaktor produksi. Unsur-unsur tersebut terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal dan
pengelolaan atau manajemen. Empat faktor produksi penting dalam kegiatan
usahatani, yaitu :
1. Lahan
Lahan pada dasarnya merupakan sebuah tempat dimana
diselenggarakan kegiatan produksi pertanian seperti bercocok tanam dan
pemeliharaan hewan ternak serta ikan. Selain itu lahan juga sebagai
pemukiman keluarga petani. Luasan lahan sifatnya sangat terbatas
dibandingkan dengan faktor produksi lainnya. Lahan merupakan unsur
produksi yang tidak dapat dipindah-pindahkan tempatnya. Pengertian
dapat dipindahkan hanya terjadi yaitu seperti diperjualbelikan sehingga
terjadi pergantian pemilik.
Klasifikasi lahan dapat digolongkan menjadi lahan sawah/basah,
lahan darat/kering, lahan tegal, lahan lebak dan pasang surut. Selain
klasifikasi lahan, terdapat juga klasifikasi berdasarkan kepada status.
Status penguasaan lahan dapat berupa lahan milik sendiri ataupun lahan
milik oranglain. Lahan usahatani dapat diperoleh dengan berbagai cara
yaitu membeli lahan, menyewa lahan, bagi hasil atau sakap, menggadai
lahan dan meminjam lahan dengan hak pakai dan hak guna usaha
(HGU).
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja sering diartikan sebagai sumberdaya manusia yang
melakukan usaha. Penggunaan tenaga kerja bergantung pada kegiatan

13
usahatani yang sifatnya tidak tetap dan disesuaikan dengan keadaan
alam. Hal ini menyebabkan kebutuhan tenaga kerja yang bervariasi dari
waktu ke waktu.Di dalam usahatani, tenaga kerja diperlukan untuk
menyelesaikan berbagai kegiatan dalam rangka kegiatan usahatani. Jenis
tenaga kerja pada usahatani yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja
ternak dan tenaga kerja mesin. Sumber tenaga kerja terdiri dari tenaga
kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Upah tenaga kerja
dapat berbentuk uang tunai maupun natura (benda: makan, rokok,
produk, dll).
3. Modal
Modal sering diartikan sebagai sumberdaya fisik yang dapat
membantuproduktivitas tenaga kerja dan juga menciptakan kekayaan
usahatani. Pengelompokan modal usahatani dapat dibedakan menjadi
asset tetap dan asset kerja. Asset tetap terdiri dari lahan, bangunan,
mesin, tanaman di lapangan dan ternak kerja. Sedangkat asset
kerja/variabel terdiri dari uang tunai, sarana produksi seperti bibit,
pupuk, pestisida yang tersimpan dalam gudang, stok produksi dan
piutang. Cara memperoleh modal dapat bermacam-macam yaitu modal
berasal dari milik sendiri dan modal berasal dari luar (sewa, hutang,
kredit).
4. Manajemen
Manajemen merupakan sebuah kegiatan pengelolaan yang sangat
penting dijalankan dalam usahatani. Manajemen dapat dibagi kedalam
empat proses yaitu perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan
pengawasan. Pentingnya manajemen dilakukan karena dapat
mempengaruhi tingkat pendapatan yang dihasilkan apabila dilakukan
dengan baik.
Biaya Usahatani
Biaya usahatani merupakan semua pengeluaran baik dalam bentuk uang
tunai maupun barang untuk menghasilkan suatu produk dalam satu periode
produksi dalam kegiatan usahatani. Soekartawi et al. (1984) mendefinisikan biaya
usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap didefinisikan
sebagai biaya yang dikeluarkan tidak habis terpakai dalam satu kali periode
produksi. Biaya tetap relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh terhadap
besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak, penyusutan alat produksi,
bunga pinjaman, sewa lahan dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel
didefinisikan sebagai pengeluaran yang jumlahnya berubah tergantung pada
jumlah produksi. Biaya variabel meliputi biaya input produksi yang digunakan
dan upah tenaga kerja.
Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Nilai
barang dan jasa yang digunakan untuk keperluan usahatani baik dibayar dengan
benda maupun kredit tetap harus diperhitungkan dalam pengeluaran. Pengeluaran
tunai merupakan pengeluaran yang dibayarkan secara tunai oleh petani,
sedangkan pengeluaran tidak tunai merupakan pengeluaran yang dibayarkan
secara tidak tunai oleh petani. Apabila di dalam usahatani digunakan berbagai
peralatan, maka dihitung nilai penyusutannya dan dianggap sebagai pengeluaran
tidak tunai. Selain itu sewa lahan atas lahan sendiri, penggunaan tenaga kerja

14
dalam keluarga dan bibit dari hasil produksi sebelumnya masuk ke dalam biaya
diperhitungkan.
Pendapatan Usahatani
Analisis pendapatan dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi
sekarang dari sebuah kegiatan usahatani dan untuk menggambarkan keadaan yang
akan datang sehingga petani dapat mengambil keputusan terbaik. Analisis
pendapatan dapat memberikan manfaat bagi petani berupa pengetahuan apakah
kegiatan usahatani yang dijalani menguntungkan atau tidak. Menurut Soekartawi
et al (1984), keuntungan atau profit adalah pendapatan yang diterima oleh
seseorang dari penjualan produk barang maupun produk jasa yang dikurangi
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam membiayai produk barang maupun
produk jasa tersebut. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income)
didefinisikan sebagai nillai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu,
baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumya
selama satu tahun. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran
total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan
bersih usahatani mengukur berapa besar imbalan yang diperoleh oleh keluarga
petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan
modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani.
Menurut Hernanto (1988), besarnya pendapatan yang akan diperoleh petani
dari suatu kegiatan usahatani yang diusahakannya tergantung dari beberapa faktor
yang mempengaruhinya seperti luasan lahan, tingkat produksi, identitas
pengusaha, pertanaman dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Harga dan
produktivitas merupakan sumber dari faktor ketidakpastian, sehingga bila harga
dan produksi berubah maka pendapatan yang diterima petani juga berubah
(Soekartawi, 1990).
Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui kelayakan usahatani dengan
membandingkan antara total penerimaan dengan total biaya. Rasio R/C ini
menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan untuk memproduksi tiap satuan produksi. Hasil dari perhitungan ini
dapat dijadikan acuan bagi keputusan petani apakah akan melanjutkan usahatani
tersebut atau tidak. Usahatani yang dilakukan telah efisien apabila nilai R/C lebih
besar dari pada 1 (R/C>1). Hal ini berarti setiap Rp1.00 biaya yang dikeluarkan
akan memberikan penerimaan lebih dari Rp1.00. Sebaliknya jika nilai rasio R/C
lebih kecil dari pada satu (R/C