Analisis Pendapatan Petani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat

ANALISIS PENDAPATAN PETANI BAYAM DI DESA
CIARUTEUN ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG
KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

PRATICA DEWI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan
Petani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Pratica Dewi
NIM H34100058

ABSTRAK
PRATICA DEWI. Analisis Pendapatan Petani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir
Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat. Dibimbing oleh ANNA
FARIYANTI.
Bayam dikenal sebagai King of Vegetables dan digemari oleh seluruh
lapisan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat pendapatan
petani bayam, tingkat efisiensi usahatani, imbalan terhadap tenaga kerja dan
imbalan terhadap modal. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif, analisis
pendapatan petani, dan R/C rasio. Hasil menunjukkan bahwa pendapatan petani
lahan luas lebih tinggi daripada petani lahan sempit baik pada musim tanam
terakhir musim kemarau maupun musim hujan. Sementara itu, pendapatan petani
lahan sempit dan petani lahan luas pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan
musim kemarau karena harga jual bayam yang tinggi. R/C rasio dari usahatani

bayam besar dari satu. Nilai R/C rasio tersebut mengindikasikan bahwa usahatani
bayam efisien untuk dilakukan. Berdasarkan hasil imbalan terhadap tenaga kerja
dan modal dapat disimpulkan bahwa pilihan petani untuk melakukan usahatani
bayam di Desa Ciaruteun Ilir sudah tepat.
Kata kunci : analisis pendapatan petani, analisis R/C rasio, bayam

ABSTRACT
PRATICA DEWI. Spinach Farmer’s Income Analysis in Ciaruteun Ilir Village,
Cibungbulang Subdistrict, Bogor District, West Java. Supervised by ANNA
FARIYANTI.
Spinach is known as The King of Vegetables and loved by the whole
society. The purpose of this research is to analyze spinach farmer’s income, level
of farm efficiency, return to labor and return to capital. The data were analyzed
using descriptive methods, farmer’s income analysis, and R/C ratio. The result
showed that income of large farmers were greater than small farmers in dry and
rainy last cropping season. Meanwhile, the income of small farmers and large
farmers in the rainy season was higher than in the dry season because of the high
price of spinach. R/C ratio of spinach farming was greater than one. The R/C ratio
indicates that spinach farming were efficient. From the return to labor and return
to capital can be concluded that options for the farmers who grew the spinach in

Ciaruteun Ilir Village was right.
Keywords : farmer’s income analysis, R/C ratio analysis, spinach

ANALISIS PENDAPATAN PETANI BAYAM DI DESA
CIARUTEUN ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG
KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

PRATICA DEWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Analisis Pendapatan Petani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir
Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat
: Pratica Dewi
: H34100058

Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Petani
Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa
Barat. Shalawat dan salam senantiasa pula disampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW sebagai pemimpin terbaik bagi umat manusia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku
dosen pembimbing, Tintin Sarianti, SP, MM dan Siti Jahroh PhD selaku dosen
penguji yang memberikan saran membangun dalam perbaikan skripsi ini.
Terimakasih pula penulis sampaikan kepada Tri Arifin Darsono dan rekan-rekan
yang memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi. Selain itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada warga Desa Ciaruteun Ilir, khususnya keluarga Bapak
Hidayat dan staf pegawai Desa Ciaruteun Ilir atas bantuan beserta arahannya
selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, serta seluruh keluarga atas segala doa,
dukungan, dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.


Bogor, Juli 2014
Pratica Dewi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

6

Tujuan Penelitian

8

Manfaat Penelitian

8

Ruang Lingkup Penelitian

8


TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Pendapatan Usahatani
Return to Labor dan Return to Capital
KERANGKA PEMIKIRAN

9
9
12
12

Kerangka Pemikiran Teoritis

13

Konsep Fungsi Produksi

13

Konsep Usahatani


14

Konsep Pendapatan Usahatani

16

Konsep Biaya Usahatani

16

Konsep Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

18

Konsep Return to Labor dan Return to Capital

18

Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN


18
21

Lokasi dan Waktu Penelitian

21

Jenis dan Sumber Data

21

Metode Pengumpulan Data

21

Metode Analisis dan Pengolahan Data

22


Analisis Pendapatan Usahatani

22

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

23

Return to Labor dan Return to Capital

24

Uji Beda Pendapatan Total Petani Bayam

24

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

26

Karakteristik Wilayah

26

Gambaran Umum Karakteristik Petani Responden

27

Gambaran Umum Usahatani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir

30

Penggunaan Sarana Produki

30

Teknik Budidaya Bayam

37

ANALISIS PENDAPATAN PETANI BAYAM

41

Penerimaan Usahatani

41

Biaya Usahatani

42

Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio

46

Return to Labor dan Return to Capital

51

SIMPULAN DAN SARAN

52

Simpulan

52

Saran

52

DAFTAR PUSTAKA

53

LAMPIRAN

55

RIWAYAT HIDUP

67

DAFTAR TABEL
1 Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku di Indonesia
tahun 2007-2010
2 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman sayuran di
Indonesia tahun 2011-2012
3 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman bayam di
Indonesia tahun 2008-2012
4 Perkembangan rata-rata harga produsen sayuran di Indonesia
tahun 2008-2012
5 Produksi sayuran bayam menurut Kabupaten di Jawa Barat
6 Susunan penduduk Desa Ciaruteun Ilir menurut jenis pekerjaan
tahun 2013
7 Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan
8 Karakteristik petani responden berdasarkan status usaha
9 Karakteristik petani responden berdasarkan status kepemilikan
lahan
10 Karekteristik petani responden berdasarkan golongan usia
11 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan
12 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman bertani
13 Karakteristik petani responden berdasarkan jumlah anggota
keluarga
14 Jumlah kebutuhan rata-rata pupuk per hektar berdasarkan
golongan petani responden lahan sempit dan lahan luas di Desa
Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014
15 Jumlah kebutuhan rata-rata pestisida dan herbisida per hektar
golongan petani responden lahan sempit dan lahan luas di Desa
Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014
16 Jumlah kebutuhan rata-rata tenaga kerja (HOK) per hektar
berdasarkan golongan petani responden lahan sempit dan lahan
luas di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014
17 Penerimaan rata-rata petani bayam (rupiah) per hektar
berdasarkan golongan petani responden lahan sempit dan lahan
luas di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014
18 Biaya rata-rata usahatani bayam (rupiah) per hektar berdasarkan
golongan petani responden lahan sempit dan lahan luas di Desa
Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014
19 Pendapatan rata-rata usahatani bayam (rupiah) per hektar
berdasarkan golongan petani responden lahan sempit dan lahan
luas di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014
20 Struktur pendapatan per hektar untuk musim tanam terakhir
musim kemarau dan musim hujan berdasarkan golongan petani
responden lahan sempit dan lahan luas di Desa Ciaruteun Ilir
periode tanam tahun 2013-2014
21 Analisis R/C rasio untuk musim tanam terakhir musim kemarau
dan musim hujan berdasarkan golongan petani responden lahan
sempit dan lahan luas di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam tahun
2013-2014

1
2
4
4
5
26
27
27
28
28
29
29
30

32

33

35

41

43

47

49

50

22 Return to labor (Rp) dan return to capital (%) untuk musim
tanam terakhir musim kemarau dan musim hujan berdasarkan
golongan petani responden lahan sempit dan lahan luas di Desa
Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014

51

DAFTAR GAMBAR
1 Kurva produk total, produk rata-rata, dan produk marginal
2 Kurva fixed dan variable cost
3 Kerangka pemikiran operasional analisis pendapatan petani
bayam di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat
4 Proses pengolahan tanah yang dilakukan petani
5 Proses penyebaran benih yang dilakukan oleh petani bayam
6 Kobak (tempat penampungan air)
7 Bayam yang akan dijual kepada pedagang pengumpul

13
17

20
37
38
40
40

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1 Analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per hektar golongan
petani responden lahan sempit pada musim tanam terakhir musim
kemarau di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam bulan SeptemberOktober 2013
55
2 Kondisi aktual analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per
0.15 hektar golongan petani responden lahan sempit pada musim
tanam terakhir musim kemarau di Desa Ciaruteun Ilir periode
tanam bulan September-Oktober 2013
56
3 Analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per hektar golongan
petani responden lahan sempit pada musim tanam terakhir musim
hujan di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam bulan Februari-Maret
2014
57
4 Kondisi aktual analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per
0.15 hektar golongan petani responden lahan sempit pada musim
tanam terakhir musim hujan di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam
bulan Februari-Maret 2014
58
5 Analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per hektar golongan
petani responden lahan luas pada musim tanam terakhir musim
kemarau di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam bulan SeptemberOktober 2013
59
6 Kondisi aktual analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per
0.43 hektar golongan petani responden lahan luas pada musim
tanam terakhir musim kemarau di Desa Ciaruteun Ilir periode
tanam bulan September-Oktober 2013
60

7 Analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per hektar golongan
petani responden lahan luas pada musim tanam terakhir musim
hujan di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam bulan Februari-Maret
2014
8 Kondisi aktual analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per
0.43 hektar golongan petani responden lahan luas pada musim
tanam terakhir musim hujan di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam
bulan Februari-Maret 2014
9 Uji statistik

61

62
63

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hortikultura memegang peranan yang penting dan strategis bagi
perekonomian nasional karena merupakan subsektor yang potensial.
Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor
pertanian maupun perekonomian nasional yang dapat dilihat dari nilai Produk
Domestik Bruto (PDB), jumlah rumah tangga yang mengandalkan sumber
pendapatan dari sub sektor hortikultura, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan
pendapatan masyarakat (Direktorat Jenderal Hortikultura 2012).
Komoditas hortikultura memegang bagian terpenting dari keseimbangan
pangan sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang
baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh
lapisan masyarakat. Jumlah penduduk Indonesia yang besar sebagai konsumen
produk hortikultura yang dihasilkan petani merupakan pasar yang sangat potensial.
Produk hortikultura ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat
dalam jumlah dan persyaratan mutu yang diinginkan dari tahun ke tahun.
Indonesia sendiri memiliki banyak potensi seperti lahan subur yang sangat
luas, iklim memungkinkan untuk panen sepanjang tahun, dan tenaga kerja yang
efisien. Keadaan ekonomi yang semakin membaik menjadikan konsumsi beras
semakin berkurang digantikan sayur, buah, daging, dan telur (Pardede 2013).
Keuntungan bertanam hortikultura di antaranya pendapatan setiap satuan luas
lahan bisa mencapai 120 kali bertanam padi. Kondisi di Indonesia, padi dengan
luas panen 13.4 juta hektar memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 2.5
persen, sedangkan hortikultura dengan luas panen 1.8 juta hektar memberikan
kontribusi terhadap PDB sebesar 1.5 persen.
Subsektor hortikultura ini terdiri dari sayuran, buah-buahan, tanaman hias,
dan obat-obatan. Menurut data Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), nilai PDB
dari subsektor hortikultura dari Tahun 2007 hingga 2010 cenderung mengalami
peningkatan setiap tahunnya.
Tabel 1 Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku di Indonesia tahun
2007-2010
No

Komoditas

1
Buah-buahan
2
Sayuran
3
Tanaman hias
4
Biofarmaka
Total

2007
43 362
25 587
4 741
4 105
76 795

Nilai PDB (milyar rupiah)
2008
2009
47 060
48 437
28 205
30 506
5 085
5 494
3 853
3 897
84 203
88 334

2010
45 482
31 244
3 665
6 174
86 565

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2012).

Berdasarkan Tabel 1, sayuran merupakan salah satu tanaman hortikultura
yang menyumbang pendapatan terbesar pada PDB Indonesia dari tahun ke tahun,
berperan penting, dan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Hal ini

2
dikarenakan sayuran adalah produk hortikultura yang banyak diperjualbelikan
dalam kehidupan sehari-hari dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Selain
penyumbang PDB, luas panen sayuran di Indonesia cenderung mengalami
peningkatan yang berdampak pula pada peningkatan produksi dan
produktivitasnya. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya permintaan terhadap
komoditas sayuran.
Tabel 2 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman sayuran di Indonesia
tahun 2011-2012
N
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Luas panen (ha)
Komoditas

Bawang merah
Bawang putih
Bawang daun
Bayam
Kangkung
Kentang
Kol/Kubis
Petsai/Sawi
Wortel
10 Lobak

Produksi (ton)

Tahun
Tahun
Growth
Growth
(%)
(%)
2011
2012
2011
2012
93 667 99 519
6.25 893 124
964 195
7.96
1 828
2 632
43.98
14 749
17 630 119.53
55 611 58 427
5.06 526 774
596 805 1 13.29
46 882 46 211
- 1.43 160 513
155 070 - 3.39
55 704 53 352
- 4.22 355 466
320 093 - 9.95
59 882 65 989
10.20 955 488 1 094 232 14.52
65 323 64 277
- 1.60 1 363 741 1 450 037
6.33
61 538 61 059
- 0.78 580 969
594 911
2.40
33 228 29 331 -11.73 526 917
465 527 -11.65
1 813
2 269
25.15
27 279
39 048 43.14

Produktivitas (ton/ha)
Tahun
Growth
(%)
2011 2012
9.54 9.69
1.61
8.07 6.70 - 16.98
9.47 10.21
7.83
3.42 3.36 - 1.99
6.38 6.00 - 5.98
15.96 16.58
3.92
20.88 22.56
8.06
9.44 9.74
3.20
15.86 15.87
0.09
15.05 17.21
14.37

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2013).

Tabel 2 menunjukkan bahwa luas panen, produksi, dan produktivitas
beberapa hortikultura sayuran di Indonesia cenderung mengalami peningkatan
berdasarkan pertumbuhan untuk masing-masing komoditas sayuran tersebut.
Peningkatan ini mengindikasikan bahwa sayuran sangat berpotensi untuk
dikembangkan di masa yang akan datang sebagai salah satu sumber pangan
nasional. Kebutuhan sayuran setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan
peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita. Peningkatan
konsumsi sayuran dapat tercermin dari perubahan pola pikir hidup sehat. Dewasa
ini masyarakat semakin memahami pentingnya hidup sehat dengan cara
mengkonsumsi makanan yang sehat pula, seperti sayur-sayuran. Kesadaran akan
gizi menyebabkan masyarakat cenderung mengurangi konsumsi makanan
berlemak tinggi yang dominan berasal dari bahan hewani dan beralih
mengkonsumsi sayuran.
Berdasarkan Tabel 2, luas panen beberapa komoditas hortikultura pada
tahun 2011 hingga tahun 2012 mengalami peningkatan namun terdapat pula
komoditas yang mengalami penurunan seperti wortel, kangkung, kubis, bayam,
dan sawi. Meskipun terjadi penurunan luas panen, beberapa sayuran tersebut
mengalami peningkatan produksi. Penurunan produksi terjadi pada sayuran wortel,
kangkung, dan bayam. Terkait produktivitas, sayuran wortel mengalami
peningkatan produktivitas, sedangkan sayuran bayam dan kangkung mengalami
penurunan produktivitas.
Komoditas sayuran yang kaya akan nutrisi dengan masa tanam yang relatif
singkat dan memiliki nilai tambah dengan produk turunan yang beragam adalah
sayuran bayam. Sayuran yang mendapat julukan sebagai “King of Vegetables” ini

3
memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan sayuran lainnya (Rukmana
1994). Tanaman bayam sebagai sayuran daun sudah lama dikenal dan digemari
oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya yang enak, lunak, memberikan
rasa dingin dalam perut, kaya vitamin yang dapat diproduksi secara murah dengan
jumlah tak terbatas, pasokannya sinambung, dan mengandung serat yang sangat
berguna untuk membantu proses pencernaan makanan dalam lambung.
Tanaman bayam dari sudut masyarakat awam merupakan komoditas
sederhana karena mudah didapat setiap saat dengan harga murah dan
pengolahannya untuk makanan sederhana. Namun tanaman bayam ini memiliki
banyak kelebihan dibandingkan sayuran lain khususnya sayuran daun yaitu
tanaman bayam mampu beradaptasi pada beragam ekosistem seperti kondisi
kering, kisaran keasaman, dan salinitas tanah yang diluar normal maupun struktur
dan tekstur tanah yang beragam (Hadisoeganda 1996). Berdasarkan kemampuan
adaptasi yang tinggi tersebut, tidak mengherankan apabila tanaman bayam dinilai
sebagai tanaman sederhana tetapi multiguna baik sebagai sumber pangan,
tanaman hias, zat pewarna alami, penyedia serat, obat-obatan nabati, pakan ternak,
maupun sebagai bahan organik penyubur tanah.
Produk turunan bayam yang beragam menjadikan bayam sebagai tanaman
yang memiliki prospek bisnis yang cerah. Contohnya adalah keripik bayam yang
banyak dikembangkan oleh Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia dan
tepung biji bayam. Tepung biji bayam ini mengandung nutrisi tinggi dan banyak
dimanfaatkan sebagai makanan berenergi tinggi oleh industri pengolahan hasil
berupa produk makanan bayi, produk serelia untuk sarapan siap saji, terigu bahan
roti, dan pengolahan secara sederhana dapat dimanfaatkan untuk campuran
berbagai macam bubur makanan serta makanan olahan lainnya. Peningkatan
pemanfaatan bahan baku bayam ini menjadikan bayam unggul dibandingkan
sayuran daun lainnya.
Beragam spesies bayam mampu hidup pada beragam habitat. Ada jenisnya
yang hidup di air dan ada jenis bayam lain yang mampu hidup pada habitat yang
lebih kering. Tanaman bayam memiliki siklus hidup yang relatif singkat, mampu
menghasilkan biji yang sangat banyak dan ukurannya kecil sehingga memiliki
daya sebar yang luas. Biji bayam tidak mengalami masa istirahat, apabila
mendapat habitat yang memenuhi syarat tumbuh biji tersebut maka akan segera
berkecambah dan tumbuh menjadi tanaman.
Harga jual dari sayuran daun ini relatif lebih mahal pada musim hujan
karena penawarannya yang rendah di pasar. Deputi Bidang Statistik Produksi
Badan Pusat Statistik yaitu Adi Lumaksono menyatakan bahwa pada bulan
Februari 2014 bayam menyumbang inflasi sebesar 0.02 persen (setelah beras, ikan
segar, dan cabai rawit) karena curah hujan yang tinggi menyebabkan pasokan
bayam turun dan sebanyak 31 kota IHK mengalami kenaikan harga. Peluang ini
dapat dimanfaatkan oleh sejumlah petani yang tanggap terhadap kondisi musim
tanam yaitu dengan melakukan upaya perawatan intensif bayam agar hasil panen
yang diperoleh dapat memenuhi kekurangan pasokan bayam di pasar.
Monograf No 4 tahun 1996 yang diterbitkan oleh Badan Penelitian
Tanaman Sayuran menjelaskan bahwa bayam merupakan sayuran penyangga
petani di Indonesia. Menurut Hadisoeganda (1996) menyatakan bahwa budidaya
bayam khusus untuk bayam sayur cabut, kemudahan mendapatkan benih, syarat
tumbuh yang mudah, tenaga dan biaya hemat, masa tanam sampai panen yang

4
singkat, serta hasil yang selalu tertampung pasar memberikan motivasi kuat
kepada petani untuk selalu menanam bayam kapan saja dan dimana saja.
Bayam sudah cukup dikenal oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia.
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pemenuhan akan kebutuhan
pangan yang bergizi, bayam merupakan salah satu komoditi sayuran yang dapat
diandalkan bagi pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral yang relatif mudah
dan murah. Namun demikian, tanaman bayam yang mempunyai prospek sebagai
tanaman sumber vitamin dan mineral yang andal, belum diusahakan dalam skala
luas. Luas panen bayam di Indonesia pada dua tahun terakhir yang mengalami
penurunan, tentunya akan berdampak terhadap produksi dan produktivitas dari
bayam yang dihasilkan oleh para petani di Indonesia.
Tabel 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman bayam di Indonesia
tahun 2008-2012

Luas panen (ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)

Tahun
Growth 2012
over 2011 (%)
2008
2009
2010
2011
2012
44 711 44 975 48 844 46 882 46 211
-1.43
163 817 173 750 152 334 160 513 155 070
-3.39
3.66
3.86
3.12
3.42
3.36
-1.99

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2013).

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa luas panen, produksi, dan
produktivitas bayam berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada dua tahun terakhir
diketahui bahwa luas panen, produksi, dan produktivitas bayam mengalami
penurunan dengan masing-masing sebesar 1.43 persen, 3.39 persen, dan 1.99
persen. Penurunan produksi bayam dikarenakan cuaca yang tidak menentu
sehingga bayam rentan terhadap serangan hama dan penyakit dan adanya
pengalihan profesi dari petani gurem di Indonesia (Reforma Agraria Sensus
Pertanian 2013). Penurunan luas panen, produksi, dan produktivitas bayam ini
berbanding terbalik dengan harga bayam yang berlaku di Indonesia yang
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan oleh
perkembangan rata-rata harga produsen bayam yang semakin meningkat
dibandingkan sayuran lainnya. Adapun perkembangan rata-rata harga produsen
sayuran di Indonesia tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Perkembangan rata-rata harga produsen sayuran di Indonesia tahun 20082012
Rata-rata harga produsen (Rp/kg)

N
O

Komoditas

1
2
3
4
5
6
7

Bawang merah
Bayam
Kangkung
Kentang
Kol/Kubis
Petsai/Sawi
Wortel

2008
11 558
2 944
2 462
4 737
3 135
3 194
4 470

2009
10 953
3 363
2 814
5 759
3 386
3 897
5 188

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013).

Tahun
2010
11 757
3 823
2 991
6 157
3 589
4 240
5 163

2011
12 923
4 158
3 251
6 622
3 684
4 462
5 148

Growth 2012
over 2008 (%)
2012
12 816
2.80
4 424
10.77
3 452
8.86
6 733
9.43
4 248
8.00
4 670
10.18
6 574
10.75

5
Tabel 4 menunjukkan bahwa sayuran bayam memiliki perkembangan ratarata harga produsen tertinggi pada tahun 2008-2012 yaitu sebesar 10.77 persen.
Angka ini menunjukkan pertumbuhan harga produsen bayam yang lebih tinggi
dibandingkan sayuran lainnya. Harga produsen merupakan harga transaksi antara
petani (penghasil) dan pembeli (pedagang pengumpul/ tengkulak). Peningkatan
harga produsen ini mengindikasikan bahwa terjadi kenaikan harga yang
dibayarkan pedagang pengumpul/tengkulak kepada petani. Hal tersebut secara
tidak langsung memberikan potensi terhadap peningkatan penerimaan petani.
Peningkatan penerimaan petani bayam belum tentu sejalan dengan pendapatan
yang diterima oleh petani bayam. Hal ini dikarenakan semakin naiknya harga
input pertanian seperti benih, pupuk (pengurangan subsidi pupuk), dan obatobatan dari tahun ke tahun, sehingga dibutuhkan analisis pendapatan petani untuk
mengetahui tingkat pendapatan yang diperoleh petani dari fakta kenaikan harga
produsen bayam.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah utama pengahasil bayam.
Hal yang mendukung Provinsi Jawa Barat cocok untuk pengembangan tanaman
sayuran bayam yaitu memiliki iklim, tekstur tanah, dan cuaca yang baik. Salah
satu sentra penghasil bayam di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Berdasarkan
Tabel 5, Kabupaten Bogor memberi kontribusi terbesar dibandingkan dengan
kabupaten lainnya di Jawa Barat. Produksi bayam di Kabupaten Bogor mengalami
peningkatan pada tahun 2008 – 2009, kemudian mengalami penurunan pada tahun
2009 – 2010. Namun pada tahun 2011, produksi bayam mengalami peningkatan
cukup besar hingga tahun 2012 yaitu sebesar 167 244 ton.
Tabel 5 Produksi sayuran bayam menurut kabupaten di Jawa Barat (ton)
No

Kabupaten

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bandung
Garut
Tasikmalaya
Ciamis
Cirebon
Sumedang
Indramayu
Subang
Purwakarta
Karawang
Bekasi
Bandung Barat

2008
17 116
6
234
1 618
1 267
1 850
960
0
0
97
501
862
812
14 150
820

2009
29 940
119
1 027
972
2 104
2 167
464
43
29
302
722
1 850
741
13 853
705

Tahun
2010
7 884
133
558
802
929
1 658
662
0
36
179
225
1 539
214
8 137
652

2011
20 531
266
655
1 065
931
1 053
800
68
6
54
234
1 964
162
13 079
775

2012*)
167 244
2 543
3 119
24 275
11 176
13 884
6 515
590
120
667
1 750
15 701
1 537
100 545
8 914

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012).

Salah satu sentra daerah produksi komoditas bayam di Kabupaten Bogor
adalah Kecamatan Cibungbulang, tepatnya Desa Ciaruteun Ilir. Sebagian besar
penduduk di Desa Ciarateun Ilir ini berprofesi sebagai petani bayam dan
mengandalkan bayam sebagai komoditas yang menghasilkan sumber pendapatan
bagi penduduk setempat. Namun seringkali dijumpai permasalahan dalam
pengembangan produksi sayuran bayam di daerah ini. Beberapa isu utama
diantaranya adalah kurangnya lahan dan kepemilikan usaha, kondisi antarmusim

6
yang mempengaruhi produksi bayam, dan banyaknya serangan hama dan penyakit
terlebih lagi cuaca Indonesia yang akhir-akhir ini mengalami kondisi buruk
berupa intensitas curah hujan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan
banyaknya terjadi kondisi gagal panen yang merugikan banyak petani. Masalahmasalah tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan para petani dalam
meningkatkan pendapatannya.
Desa Ciaruteun Ilir yang menjadi daerah sentra produksi bayam dapat
menjadi salah satu indikator keberhasilan usahatani bagi petani di Kecamatan
Cibungbulang, akan tetapi hal di atas belum mampu menggambarkan pendapatan
keluarga petani secara keseluruhan. Indikator lain yang diperlukan untuk menilai
keberhasilan usahatani adalah tingkat pendapatan petani. Pendapatan tersebut
dapat diperoleh oleh para petani melalui penganekaragaman usahatani maupun
pendapatan lain di luar usahatani.

Perumusan Masalah
Kecamatan Cibungbulang Provinsi Jawa Barat terbagi menjadi 15 desa
yaitu Desa Cemplang, Desa Ciaruteun Ilir, Desa Ciaruteun Udik, Desa Cibatok 1,
Desa Cibatok 2, Desa Cijujung, Desa Cimanggu , Desa Cimanggu 2, Desa Dukuh,
Desa Galuga, Desa Girimulya, Desa Leuweung Kolot, Desa Situ Ilir, Desa Situ
Udik, dan Desa Sukamaju. Desa Ciareteun Ilir merupakan salah satu desa yang
turut memberikan kontribusi terhadap sektor pertanian daerah karena memiliki
komoditas unggulan yaitu komoditas bayam.
Petani sayuran di Desa Ciaruteun Ilir menanam sayuran dengan sistem yang
bermacam-macam. Beberapa diantaranya ada yang melakukan sistem tumpangsari,
rotasi tanaman, maupun penanaman bayam secara monokultur. Sistem penanaman
tumpangsari yaitu petani mengusahakan dua atau lebih komoditas dalam waktu
yang bersamaan pada satu lahan. Contoh tanaman lain yang ditanam bersamaan
dengan penanaman tanaman bayam yaitu bunga pepaya. Beberapa petani
melakukan sistem tumpangsari ini karena hasil yang didapatkan petani menjadi
lebih banyak karena bunga pepaya memiliki harga jual yang tinggi yaitu dapat
dijual dengan harga Rp10 000 per kilogram. Bunga pepaya dapat dipanen dalam
jangka waktu tiga minggu dan tanaman ini sangat membantu pemasukan petani
jika harga jual bayam rendah.
Penanaman sistem rotasi yaitu ketika suatu jenis sayur selesai dipanen
kemudian komoditas selanjutnya yang ditanam adalah jenis sayuran lain.
Mayoritas petani melakukan sistem penanaman ini dengan menggilir tanaman
bayam dengan tanaman kangkung karena merupakan sayuran daun yang memiliki
masa tanam yang relatif sama. Selanjutnya petani yang menerapkan sistem
monokultur yaitu petani yang menerapkan sistem satu tanaman dibudidaya setiap
musim tanamnya yaitu tanaman bayam saja. Penanaman bayam dilakukan terusmenerus baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Hasil produksi sayuran
terutama sayuran bayam yang diperoleh oleh petani bayam di Desa Ciaruteun Ilir
akan dijual sesaat setelah dipanen dalam keadaan segar karena sayur tergolong
jenis hortikultura yang mudah layu dan membusuk.
Daerah Ciaruteun Ilir meskipun memiliki potensi yang besar dalam produksi
sayuran bayam, namun petani masih menjumpai berbagai permasalahan jika

7
dilihat dari segi pendapatan petani. Permasalahan yang terjadi diantaranya yaitu
luasan lahan pertanian yang mampu digarap petani. Petani di lokasi penelitian
seringkali menanam sayuran bayam dalam skala pertanian yang kecil dan
terpencar-pencar. Mayoritas petani mengusahakan sayuran bayam di lahan sempit
(berukuran kecil), yaitu lahan kurang dari 0.25 hektar dan tidak cukup banyak
petani yang mengusahakan bayam pada lahan luas. Hal tersebut akan berpengaruh
terhadap besar kecilnya pendapatan yang akan diterima petani.
Penerimaan petani lahan luas di lokasi penelitian lebih tinggi dibandingkan
petani lahan sempit. Hal ini dikarenakan beberapa petani lahan luas memiliki
pekerjaan rangkap sebagai pedagang pengumpul sehingga menerima harga jual
bayam yang lebih tinggi dibandingkan petani lahan sempit yang mayoritas
menjual hasil panennya pada pedagang pengumpul di sekitar desa saja. Harga jual
bayam yang diterima petani lahan sempit lebih rendah dibandingkan petani lahan
luas yang langsung menjual hasil panennya ke pasar. Selain itu dari segi biaya,
biaya input yang dikeluarkan oleh petani lahan luas lebih murah dibandingkan
petani lahan sempit. Petani lahan luas seringkali membeli input pertanian seperti
benih, pupuk, pestisida, herbisida, maupun kebutuhan tali dalam jumlah banyak
(borongan) sehingga petani lahan luas menerima harga yang lebih murah. Hal ini
berbeda dengan petani lahan sempit yang membeli input pertanian dalam jumlah
sedikit atau eceran sehingga harga input yang dibayarkan petani lahan sempit
menjadi lebih mahal.
Penyebab lain yang menimbulkan adanya keterbatasan pendapatan yang
diterima petani adalah kondisi antar musim tanam yaitu musim kemarau dan
musim penghujan. Pendapatan petani bayam lebih tinggi pada musim hujan
dibandingkan musim kemarau. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Aldila (2013) untuk komoditas jagung manis, menunjukkan bahwa
pendapatan petani pada musim hujan lebih tinggi daripada musim kemarau karena
adanya pengaruh risiko musim tanam. Kondisi cuaca yang kini tidak menentu
dapat mengundang serangan hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit
yang tinggi menyebabkan petani harus semakin banyak mengeluarkan biaya untuk
membeli obat dan pestisida. Akibat dari masalah di atas yaitu hasil produksi yang
diperoleh petani menjadi tidak maksimal baik kuantitas maupun kualitasnya.
Komoditas hortikultura jenis sayuran merupakan jenis komoditas yang
bernilai jual tinggi bila dibudidayakan dengan baik terlebih bila kualitasnya bagus.
Penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati (2006) untuk komoditas bawang daun
menunjukkan bahwa sayuran memerlukan faktor produksi yang lebih intensif
dibandingkan buah dan tanaman pangan lainnya. Oleh karena itu, penerimaan
yang besar dalam usahatani menjadi tidak berarti bila biaya input yang diperlukan
dalam jumlah yang besar pula, sehingga dibutuhkan pengelolaan usahatani yang
tertata dengan baik. Hal yang harus dilakukan oleh para petani adalah
memperoleh rasio yang cukup lebar antara pendapatan usahatani dibandingkan
total biaya produksi yang dikeluarkan petani. Semakin lebar atau besar rasio yang
didapatkan petani maka semakin tepatlah pemilihan dalam menggunakan
sumberdaya pada usahatani yang dilakukan para petani. Selain itu apabila petani
menerima imbalan terhadap faktor produksi usahatani bayam seperti modal dan
tenaga kerja yang lebih tinggi daripada biaya imbangannya maka pilihan petani
untuk melakukan usahatani bayam sudah tepat.

8
Seperti yang telah dijelaskan di atas, Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah
satu sentra produksi bayam di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Oleh
karena itu, Desa Ciaruteun Ilir ini mampu menggambarkan pendapatan petani
sayuran bayam untuk menjawab permasalahan yang diuraikan di atas.
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Apakah usahatani bayam di Desa Ciaruteun Ilir sudah menguntungkan petani
baik petani lahan sempit maupun lahan luas pada musim kemarau dan musim
penghujan dilihat dari analisis pendapatan usahatani? Apakah usahatani
sayuran bayam sudah efisien dari segi biaya?
2. Bagaimana imbalan bagi faktor-faktor produksi terutama tenaga kerja dan
modal di Desa Ciaruteun Ilir?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
penelitan ini yaitu :
1. Menganalisis pendapatan petani bayam di Desa Ciaruteun Ilir berdasarkan
kondisi antar musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan pada
golongan petani lahan sempit dan petani lahan luas.
2. Menganalisis tingkat efisiensi biaya usahatani bayam.
3. Menganalisis imbalan tenaga kerja (return to labor) dan imbalan modal (return
to capital) pada usahatani bayam.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi
semua pihak yang terkait, yaitu :
1. Bagi petani bayam, diharapkan dapat menjadi masukan, tambahan informasi,
dan bahan pertimbangan guna pengembangan produksi, peningkatan
produktivitas, dan pendapatan usahatani bayam.
2. Bagi masyarakat dan para pelaku kegiatan agribisnis, diharapkan dapat menjadi
bahan pertimbangan dan masukan dalam mengambil sebuah keputusan.
3. Bagi penulis, sebagai sarana penerapan teori yang diperoleh saat kuliah
terhadap permasalahan yang terjadi pada masyarakat.
4. Bagi para peneliti, sebagai rujukan dan informasi untuk penelitian selanjutnya
pada bidang yang berkaitan dengan penelitian ini.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dan dibatasi oleh :
1. Komoditas yang diteliti adalah sayuran bayam dan objek penelitian adalah
petani lahan sempit dan petani lahan luas di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

9
2. Analisis yang digunakan adalah pendapatan petani, R/C rasio, return to labor,
dan return to capital. Analisis ini terbatas pada dua musim tanam sayuran
bayam, yaitu musim tanam terakhir pada musim kemarau periode tanam bulan
September-Oktober 2013 dan musim tanam terakhir pada musim penghujan
periode tanam bulan Februari-Maret 2014.

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian dengan topik pendapatan usahatani bukanlah suatu hal yang
baru. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan beberapa laporan penelitian
terdahulu sebagai rujukan, referensi, dan pedoman. Referensi yang digunakan
berasal dari jurnal, artikel ilmiah, laporan penelitian, dan skripsi. Berdasarkan
referensi yang telah dibahas maka dapat diperoleh kesimpulan atas beberapa
konsep yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini.

Analisis Pendapatan Usahatani
Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani sudah banyak
dilakukan dan bertujuan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang
diperoleh petani dalam usahatani dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan.
Melalui analisis pendapatan usahatani, para petani dapat mengetahui gambaran
keadaan aktual usahatani sehingga dapat dilakukannya evaluasi perencanaan
kegiatan usahatani di masa mendatang. Penelitian terdahulu mengenai analisis
pendapatan usahatani diantaranya dilakukan oleh Sumiyati (2006), Osin (2010),
Ekaningtias (2011), Auliya (2012), dan Cempaka (2013).
Para peneliti melakukan analisis yang beragam dalam menentukan kategori
petani. Cempaka (2013) menganalisis pendapatan petani berdasarkan dua
kelompok yaitu petani lahan sempit dan petani lahan luas. Petani lahan sempit
adalah petani yang luas lahannya berada di bawah rata-rata luas lahan seluruh
responden, sedangkan petani lahan luas adalah petani yang luas lahan garapannya
sama atau lebih dari rata-rata luas lahan seluruh petani responden. Penelitian
Cempaka (2013) menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan petani responden adalah
1 595 m2, yaitu luas lahan petani sempit < 1 595 m2 dan petani luas ≥ 1 595 m2.
Analisis usahatani yang dilakukan oleh Osin (2010) dibedakan berdasarkan dua
kategori, yaitu berdasarkan rata-rata luasan lahan 0.4 hektar dan luas lahan satu
hektar. Hal yang sama juga dilakukan oleh Auliya (2012) yang menganalisis
pendapatan usahatani berdasarkan rata-rata luasan lahan 0.5 hektar dan satu hektar.
Lain halnya dengan Sumiyati (2006) dan Ekaningtias (2011) tidak membagi
petani berdasarkan golongan tertentu seperti luasan lahan melainkan
mengkonversi satuan luas lahan yang sama yaitu per hektar.
Musim tanam yang digunakan oleh para peneliti juga beragam dalam
melakukan analisis usahatani. Sumiyati (2006), Osin (2010), dan Auliya (2012)
menganalisis pendapatan usahataninya selama satu musim tanam terakhir.
Komoditas yang diteliti juga berbeda-beda yaitu Sumiyati (2006) menganalisis
komoditas bawang daun, Osin (2010) menganalisis kembang kol, sedangkan

10
Auliya (2012) menganalisis kentang dan kubis. Ekaningtias (2011) menganalisis
pendapatan usahatani bayam Jepang (Horenso) selama tiga musim tanam terakhir,
begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Cempaka (2013) yang
menganalisis pendapatan usahatani komoditas sayuran di Kecamatan Ciwidey
yang dominan ditanam oleh petani yaitu salederi, bawang daun, kembang kol,
kentang, cabai, dan petsai pada tiga musim tanam terakhir.
Penelitian pendapatan usahatani sayuran menunjukkan keragaan usahatani
sayuran yang berbeda-beda pada tiap komoditas dan pada tiap lokasi yang berbeda.
Hasil penelitian Sumiyati (2006) menggambarkan bahwa petani di Desa
Sindangjaya menanam komoditas bawang daun pada umumnya dan cenderung
diusahakan pada lahan yang berukuran sempit dan terpencar-pencar dengan waktu
penanaman dan pemanenan yang berbeda-beda untuk setiap petani responden.
Petani di Desa Sindangjaya menanam bawang daun secara khusus pada sebagian
lahan dan sisanya digunakan petani untuk melakukan sistem penanaman
tumpangsari dengan tanaman lain berupa tanaman wortel dan daun mint.
Penelitian yang dilakukan oleh Cempaka (2013) menunjukkan bahwa pada
umumnya petani di Kecamatan Ciwidey juga terdiri dari petani lahan sempit
dimana dari 35 petani responden ada 11 orang petani dikategorikan sebagai petani
luas dan sebanyak 24 orang dikategorikan petani sempit. Petani responden pada
penelitian Cempaka (2013) ini pada umumnya menjadikan pekerjaan berusahatani
sayuran sebagai mata pencaharian utama dengan persentase sebesar 88.57 persen.
Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekaningtias (2011),
menunjukkan bahwa petani responden yang membudidayakan tanaman Horenso
disebar berdasarkan karakteristik petani responden baik berdasarkan usia, tingkat
pendidikan, keikutsertaan penyuluhan, pengalaman usahatani, dan kepemilikan
lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani Horenso merupakan
petani non pemilik lahan yang rata-rata berpengalaman selama 4-6 tahun.
Auliya (2012) menggambarkan bahwa petani di Desa Cikandang
merupakan petani kentang yang sekaligus mengusahakan tanaman kubis.
Cocoknya lahan pertanian di daerah Cikandang memberikan keuntungan bagi
petani yang membudidayakan kedua komoditas tersebut.
Berdasarkan hasil analisis biaya, penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati
(2006) menunjukkan bahwa komponen biaya produksi terbesar yang dikeluarkan
petani adalah pengeluaran biaya untuk bibit sebesar 56.52 persen dari total biaya,
kemudian biaya produksi terbesar kedua adalah tenaga kerja terutama tenaga kerja
luar keluarga yaitu sebesar 16.97 persen dari biaya total. Penelitian ini
membuktikan bahwa sayuran memang merupakan komoditas yang memerlukan
biaya input yang lebih intensif dibandingkan buah, tanaman palawija, dan padi
karena didapat biaya total rata-rata per hektar per musim tanam pada tanaman
bawang daun adalah Rp27 040 198 sedangkan pendapatan atas biaya total dalah
Rp31 753 163.
Penelitian pendapatan usahatani padi sawah yang dilakukan oleh Tuti
(2007) menunjukkan bahwa rata-rata biaya produksi per hektar selama satu tahun
(dua kali musim tanam) yaitu Rp12 413 935 dengan pendapatan rata-rata per
hektar per tahun sebesar Rp23 758 118. Perbandingan penelitian antara Sumiyati
(2006) dan Tuti (2007) ini menunjukkan bahwa sayuran memerlukan biaya
produksi yang tinggi dibandingkan dengan tanaman padi. Namun meskipun biaya
input yang dikeluarkan petani tinggi, pendapatan yang diperoleh juga tinggi

11
dibandingkan dengan tanaman padi dalam kurun waktu sama dan satuan luas
lahan yang sama.
Ukuran efisiensi usahatani dapat menggunakan analisis R/C rasio dan
perhitungannya akan beragam tergantung skala usahatani serta komoditas yang
diusahakan oleh petani. Berdasarkan penelitian pendapatan usahatani terdahulu,
seluruh kegiatan usahatani efisien bila nilai R/C rasio yang diperoleh besar dari
satu. Hasil analisis Sumiyati (2006) menunjukkan bahwa usahatani petani
responden pada kondisi optimal lebih menguntungkan dibandingkan pada kondisi
aktual. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C pada kondisi optimal sebesar 8.13 lebih
besar dibandingkan nilai R/C pada kondisi aktual sebesar 2.32 per musim tanam
terakhir. Oleh karena itu usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya dapat
memberikan keuntungan bagi petani walaupun tingkat produksinya rendah yaitu
20.82 ton per hektar jika dibandingkan dengan tingkat produksi idealnya yaitu 40
ton per hektar.
Perhitungan efisiensi dilakukan oleh setiap peneliti yang menganalisis
pendapatan usahatani karena analisis pendapatan selalu diikuti dengan analisis
efisiensi. Analisis R/C rasio yang dilakukan Osin (2010) menunjukkan bahwa R/C
rasio atas biaya total yang diperoleh petani dengan luasan lahan satu hektar adalah
sebesar 2.6 per musim tanam sedangkan R/C rasio atas biaya total yang diperoleh
petani kembang kol dengan luasan lahan 0.4 hektar adalah sebesar 2.5 per musim
tanam. Oleh karena itu luasan lahan yang sempit juga masih efisien untuk
dilakukan usahatani kembang kol. Auliya (2012) juga melakukan analisis R/C
rasio untuk melihat efisiensi usahatani kentang dan kubis di Desa Cikandang.
Usahatani kentang dan kubis menunjukkan nilai R/C > 1 menurut rata-rata luasan
lahan 0.5 hektar dan satu hektar baik dlihat dari nilai R/C atas biaya tunai maupun
nilai R/C atas biaya total. Akan tetapi nilai R/C menurut rata-rata luasan lahan
satu hektar lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata luasan lahan 0.5 hektar.
Hal ini menyimpulkan bahwa petani lahan luas lebih efisien daripada petani lahan
sempit.
Terdapat persamaan dan perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian
pendapatan usahatani terdahulu. Persamaannya pada analisis pendapatan
usahatani yang terdiri dari penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C rasio.
Perbedaannya adalah komoditas yang diteliti serta waktu dan lokasi penelitian.
Komoditas yang diteliti pada penelitian ini yaitu komoditas sayuran bayam di
Desa Ciareteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini
menghitung return to labor dan return to capital yang berbeda analisisnya dengan
referensi penelitian terdahulu kecuali pada penelitian yang dilakukan oleh
Cempaka (2013).
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa setiap komoditas yang diusahakan oleh para petani
adalah menguntungkan untuk diusahakan dalam usahatani sehingga para petani
mampu memperoleh pendapatan dari kegiatan usahatani terlebih lagi bila
usahatani merupakan mata pencaharian utama bagi petani. Hal yang membedakan
jumlah pendapatan yang diperoleh petani yaitu jenis komoditas yang diusahakan
karena beda komoditas maka beda pula biaya yang dikeluarkan, perlakuan
usahataninya, dan penerimaan yang diterima petani. Tingkat produksi yang
diperoleh petani juga dipengaruhi oleh luas lahan yang dimiliki para petani serta
pendapatan petani pun tentunya ikut dipengaruhi oleh faktor produksi usahatani

12
dan harga jual. Agroklimat yang mendukung di wilayah Indonesia memberikan
keuntungan bagi petani dalam melakukan kegiatan usahatani berbagai jenis
sayuran termasuk sayuran bayam dan sayuran merupakan high value comodity
yaitu meskipun biaya produksi tinggi namun dapat menciptakan pendapatan yang
tinggi pula.

Return to Labor dan Return to Capital
Return to Labor atau imbalan bagi tenaga kerja dihitung berdasarkan
penerimaan/ nilai total produksi dari usahatani sayuran bayam dikurangi dengan
semua biaya produksi kecuali biaya tenaga kerja. Return to Capital atau imbalan
bagi modal dihitung berdasarkan penerimaan/ nilai total produksi dari usahatani
sayuran bayam dikurangi dengan semua biaya produksi kecuali biaya modal.
Analisis mengenai perhitungan dari return to labor dan return to capital
ini pernah dilakukan oleh Cempaka (2013). Cempaka (2013) menganalisis
imbalan bagi faktor-faktor produksi pada usahatani sayuran di Desa Panundaan,
Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Hasil analisis Cempaka
menunjukkan bahwa rata-rata return to labor atau imbalan bagi tenaga kerja
petani sayuran di Desa Panundaan pada petani lahan luas adalah sebesar Rp 84
200 dan petani lahan sempit adalah sebesar Rp75 623, sedangkan rata-rata return
to capital atau imbalan bagi modal pada petani lahan luas adalah sebesar 148.02
persen dan petani lahan sempit adalah sebesar 90.43 persen.
Hasil penelitian Cempaka (2013) menunjukkan bahwa nilai rata-rata
return to labor petani luas maupun petani sempit lebih tinggi daripada nilai upah
rata-rata tenaga kerja di Desa Panundaan yaitu sebesar Rp30 000 per hari. Hal ini
megindikasikan bahwa pilihan petani responden untuk melakukan kegiatan
usahatani sayuran sudah tepat daripada menjadi buruh tani. Sementara itu, hasil
perhitungan return to capital menunjukkan bahwa pilihan petani responden untuk
menginvestasikan modalnya pada kegiatan usahatani yang dilakukan sudah tepat,
karena nilai return to capital lebih besar dari nilai suku bunga pinjaman yang
berlaku, yakni 15.97 persen.
Berdasarkan hasil kedua perhitungan yang dilakukan Cempaka (2013)
dapat diambil kesimpulan bahwa usahatani sayuran di daerah penelitian secara
ekonomis menguntungkan. Hal ini dikarenakan usahatani sayuran mampu
memberikan imbalan yang besar bagi faktor produksi tenaga kerja dan modal
yang telah dipergunakan dalam menyelenggarakan usahatani sayuran.

KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian pendapatan usahatani bayam ini dilandasi oleh teori-teori yang
digunakan sebagai landasan untuk menyajikan hasil penelitian. Adapun teori yang
digunakan dalam pembahasan hasil penelitian adalah berupa konsep fungsi
produksi, konsep usahatani, konsep biaya usahatani, R/C rasio, dan konsep return
to labor dan return to capital.

13
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi.
Masukan seperti lahan, pupuk, modal, tenaga kerja, dan sebagainya
mempengaruhi besar-kecilnya produksi yang diperoleh (Soekartawi et al. 2002).
Informasi harga dan biaya dapat dimanfaatkan jika bentuk fungsi produksi
diketahui untuk menentukan kombinasi masukan terbaik maupun mengetahui
pengaruh kebijakan pemerintah terhadap penggunaan masukan dan terhadap
produksi. Namun hal ini sulit dilakukan oleh petani karena adanya faktor
ketidaktentuan terkait cuaca, hama, dan penyakit tanaman. Data yang digunakan
untuk pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar, pendugaan fungsi
produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan, data
harga, dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat
diketahui secara pasti, serta setiap petani pada usahataninya mempunyai sifat yang
khusus.
Pada dasarnya fungsi produksi dapat dinyatakan secara sistematis maupun
dengan kurva produksi. Kurva produksi menggambarkan hubungan fisik faktor
produksi dan hasil produksinya, dengan asumsi hanya satu produksi yang berubah
dan faktor produksi lainnya dianggap tetap (cateris paribus). Terdapat produk
total, produk rata-rata, dan produk marjinal pada kurva produksi. Produk total
(TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika
jumlah semua input kecuali satu faktor bernilai konstan, maka produksi total akan
berubah menurut jumlah faktor variabel yang digunakan. Sementara itu, jika
produk total dibagi dengan jumlah unit faktor variabel yang digunakan untuk
memproduksinya, maka akan dihasilkan produk rata-rata (AP). Produk marjinal
(MP) adalah perubahan dalam produk total sebagai akibat penambahan
penggunaan input variabel sebanyak satu unit (Lipsey et al. 1995). Adapun kurva
produksi total digambarkan sebagai berikut :

TP = Produk total
AP = Produk rata-rata
MP = Produk marjinal
y = Output
x = Input

Gambar 1 Kurva produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal
Sumber: Lipsey et al. (1995) (dimodifikasi)

14
Gambar 1 menunjukkan bahwa kurva produk total pada saat penggunaan
input sebesar 0 sampai dengan x1 akan meningkat dengan laju peningkatan yang
meningkat, dimana penggunaan input sebesar x1 akan menyebabkan produktivitas
rata-rata maksimum. Sementara itu, kurva produk total pada saat penggunaan
input sebesar x1 sampai dengan x2 juga akan meningkat tetapi laju peningkatannya
semakin menurun. Kemudian penggunaan input yang lebih besar dari x2 justru
akan menyebabkan kurva produk total menurun sehingga produk marjinal bernilai
negatif. Oleh karena itu, penggunaan input yang akan menghasilkan produksi
optimum adalah sebesar antara x1 dan x2, dimana jumlah penggunaan inp

Dokumen yang terkait

Analisis efektivitas pembiayaan sistem syariah terhadap petani agribisnis sayuran pada program upk ikhtiar yayasan peramu bogor (Studi kasus petani sayuran Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor)

3 17 118

Dampak Fragmentasi Lahan terhadap Biaya Produksi dan Biaya Transaksi Petani Pemilik (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat).

0 13 83

Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Caisim: Pendekatan Stochastic Production Frontier (Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor)

1 9 213

Analisis Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Kemangi di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Bogor

10 58 85

Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

0 4 110

Analisis Efisiensi Usahatani Ubi Jalar Di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor

2 8 105

“Laskar bayam” : membangun kemandirian desa, melalui produk keripik dan stick bayam dengan model pelatihan produk inovatif untuk petani bayam kakap di ciaruteun ilir, kec. Cibungbulang, kab. Bogor

0 8 29

Peran Kelompoktani terhadap Efisiensi Produksi Kemangi di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Bogor

0 13 145

Pengaruh Peran Kelompok Tani Dan Keaktifan Anggota Terhadap Efisiensi Produksi Bayam Di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang.

0 5 1

Peranan Serikat Petani Indonesia dalam Pengembangan Komunitas Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Bogor

1 9 79