Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Subsektor Industri Alas Kaki Dan Implikasi Kebijakan Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN TENAGA
KERJA PADA SUBSEKTOR INDUSTRI ALAS KAKI DAN IMPLIKASI
KEBIJAKAN BAGI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

NADIA NURUL NISA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang
Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja pada Subsektor Industri Alas Kaki dan
Implikasi Kebijakan Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur adalah benar karya
saya denganarahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
InstitutPertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Nadia Nurul Nisa
NIM H14110029

ABSTRAK
NADIA NURUL NISA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga
Kerja pada Subsektor Industri Alas Kaki dan Implikasi Kebijakan Bagi
Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN
HUTAGAOL.
Provinsi Jawa Timur merupakan daerah sentra industri alas kaki yang
merupakan industri padat karya. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktorfaktor yang dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri
alas kaki di Jawa Timur serta memberikan rekomendasi kebijakan kepada
Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengenai ketenagakerjaan. Penelitian ini
menggunakan metode panel data dan data yang digunakan adalah 11
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang terdapat industri alas kaki dengan
periode analisis tahun 2001-2012. Hasil penelitian menunjukkan jumlah produksi
dan jumlah unit industri berpengaruh positif, sedangkan Upah Minimum

Kabupaten/Kota (UMK), investasi asing, dan investasi domestik memiliki
pengaruh yang negatif. Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu mendorong
penyerapan tenaga kerja dengan menerapkan kebijakan antara lainmenetapkan
upah minimum berdasarkan klasifikasi industri, mengarahkan investasi untuk
pendirian perusahaan baru, penyediaan bahan baku alas kaki dari dalam negeri,
memudahkan pengurusan izin usaha, serta pembebasan pajak sementara bagi
perusahaan baru.
Kata kunci:Industri alas kaki, Investasi, Panel data, Tenaga kerja, UMK

ABSTRACT
NADIA NURUL NISA. The factors affecting workers absorbent on footwear
industry subsector and policy implication to East Java province
government.Supervised by MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL.
East Java Province is a center of footwear industry that has labour intensive.
The objective of this research is to analyse factors that affect labour absorbtion in
East Java Province and to give some policy recommendation to goverment of East
Java Province about labour. This research used data panel method. The data span
from 2001-2012 and was collected from 11 district in East Java Province that have
footwear industry. The result showed that production and industry unit had
positive effect. Otherwise, district minimum wage (UMK), foreign investment,

and domestic investment had negative effect. The goverment of East Java
Province needs to increase the absorption of labour with a couple of policies, such
as determining minimum wage based on industry classification, aiming the
investment to build new company, supplying footwear input from domestic,
simplifying the business license making, and giving tax holiday for new company.
Key words: footwear industry, investment, panel data, UMK, workers

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN TENAGA
KERJA PADA SUBSEKTOR INDUSTRI ALAS KAKI DAN IMPLIKASI
KEBIJAKAN BAGI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

NADIA NURUL NISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) di Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir.Manuntun Parulian Hutagaol, MS selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dari awal hingga akhir serta
saran untuk menyempurnakan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu
RantiWiliasih, S.P, M.Si selaku dosen komisi pendidikan atas saran dan
masukannya kepada penulis.
3. Seluruh petugas Pusat Data dan Informasi Badan Pusat Statistik (BPS) serta
Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) yang telah banyak

membantu dalam proses pengumpulan data.
4. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Syahrudin dan Ibunda Wahyu E.
susilowati, Eyang Putri, adik-adik Bagas dan Rhafa, serta segenap keluarga
besar yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi, dan
dukungan baik moril maupun materil serta doa bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Nadia Nurul Nisa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

7


Manfaat Penelitian

7

Ruang Lingkup Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Permintaan Tenaga Kerja

8
8

Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

11

Kerangka Pemikiran Penelitian


13

Hipotesis Penelitian

15

METODE PENELITIAN

15

Jenis dan Sumber Data

15

Metode Analisis dan Pengolahan Data

16

Model Penelitian


16

Analisis Regresi untuk Data Panel

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

21

Gambaran Umum Perkembangan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Timur

21

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

24

Implikasi Kebijakan untuk Meningkatkan Penyerapan Tenaga Kerja pada
Subsektor Industri Alas Kaki di Jawa Timur


29

SIMPULAN DAN SARAN

32

Simpulan

32

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN


35

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan
2000 menurut lapangan usaha (miliar rupiah), 2007-2012
2. Jumlah perusahaan alas kaki di Indonesia, 2007-2012
3. Jumlah penduduk di Pulau Jawa (jiwa)
4. Jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa (ribu jiwa)
5. Kerangka identifikasi autokorelasi
6. Penduduk Jawa Timur usia 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan
7. Persentase penduduk Jawa Timur usia 15 tahun ke atas menurut
lapangan kerja utama
8. Hasil estimasi fakor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja
subsektor industri alas kaki di Jawa Timur

1
3
4
5
20
22
23
26

DAFTAR GAMBAR
1. Total ekspor produk industri alas kaki Indonesia ke seluruh dunia,
2007-2011 (Ribu USD)
2. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Jawa Timur 2010-2013
3. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur
menurut lapangan usaha 2013 (%)
4. Pengaruh upah minimum terhadap tenaga kerja
5. Kerangka pemikiran konseptual
6. Jumlah tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur

2
5
6
11
14
24

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square)
2 Hasil pengujian dengan metode FEM (Fixed Effect Model)
3 Hasil pengujian dengan metode REM (Random Effect Model)
4 Hasil pengujian Chow Test
5 Hasil pengujian Hausman Test
6 Uji normalitas
7 Hasil uji multikolinearitas

35
36
37
38
39
40
40

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang.Pembangunan
ekonomi yang dilaksanakan oleh negara berkembang bertujuan untuk
memeratakan pembangunan ekonomi dan hasilnya kepada seluruh masyarakat,
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja,
pemerataan pendapatan, mengurangi perbedaan kemampuan antar daerah, struktur
perekonomian yang seimbang (Wicaksono 2010).
Salah satu ukuran pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara
dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya.Ukuran pendapatan nasional yang
sering digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB). PDB adalah total nilai
atau harga pasar (market price) dari seluruh barang dan jasa akhir (final good and
services) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu.
PDB merupakan indikator kondisi perekonomian suatu negara, jika PDB
meningkat maka dapat dikatakan perekonomian negara tersebut meningkat dari
tahun sebelumnya.
Tabel 1 Produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000
menurut lapangan usaha (miliar rupiah), 2007-2012
Lapangan Usaha

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Pertanian

271 509.3

284 619.1

295 883.8

304 777.1

315 036.8

328 279.7

Pertambangan

171 278.4

172 496.3

180 200.5

187 152.5

190 143.2

193 115.7

Industri
Pengolahan

538 084.6

557 764.4

570 102.5

597 134.9

633 781.9

670 190.6

47 823.0

47 662.7

46 934.9

47 199.3

46 757.8

45 450.6

490 261.6

510 101.7

523 167.6

549 935.6

587 024.1

624 740.0

13 517.0

14 994.4

17 136.8

18 050.2

18 899.7

20 080.7

121 808.9

131 009.6

140 267.8

150 022.4

159 122.9

170 884.8

340 437.1

363 818.2

368 463.0

400 474.9

437 472.9

473 110.6

142 326.7

165 905.5

192 198.8

217 980.4

241 303.0

265 383.7

183 659.3

198 799.6

209 163.0

221 024.2

236 146.6

253 022.7

181 706.0

193 049.0

205 434.2

217 842.2

232 659.1

244 869.9

1964327.3

2082456.1

2178850.4

2314458.8

2464566.1

2618938.4

a. Industri Migas
b. Industri tanpa
Migas
Listrik, Gas, dan
Air
Bangunan
Perdagangan
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan,
Persewaan, dan
Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
TOTAL

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2007-2012
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah PDB Indonesia meningkat setiap
tahunnya yang mengindikasikan bahwa perekonomian Indonesia semakin
membaik setiap tahunnya.Sektor industri pengolahan menjadi kontributor utama
dalam jumlah PDB Indonesia.Hal tersebut dapat diartikan bahwa sektor industri
merupakan sektor yang dapat diunggulkan di Indonesia.Tingginya kontribusi PDB

2
dari sektor industri menunjukkan bahwa tenaga kerja di sektor ini terserap secara
maksimal.Sektor industri dapat menyerap banyak tenaga kerja karena sebagian
besar industri di Indonesia masih mengandalkan pekerjaan tangan manusia atau
industri padat karya.
Sektor industri merupakan sektor yang sangat penting seperti yang
disampaikan oleh Dumairy (1996), yang menyebutkan bahwa sektor industri
dianggap sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam
memajukan sebuah perekonomian. Produk-produk industri selalu memiliki terms
of trade yang lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih
besar dibandingkaan produk-produk sektor lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh
adanya variasi produk yang sangat beragam di sektor industri dan dapat
memberikan manfaat yang tinggi kepada pemakainya. Pelaku usaha lebih suka
bergelut dalam bidang industri karena proses produksi serta penanganan
produknya lebih bisa dikendalikan oleh manusia, tidak terlalu tergantung pada
alam seperti musim dan keadaan cuaca.

Total Ekspor (Juta USD)

3500.00

3319.16

3000.00
2514.41

2500.00
2000.00
1500.00

1897.65
1652.64

1746.79

1000.00
500.00
0.00
2007

2008

2009

2010

2011

Tahun

Sumber: Kementerian Perindustrian RI, 2007-2011
Gambar 1 Total ekspor produk industri alas kaki Indonesia ke seluruh dunia,
2007-2011 (Ribu USD)
Sektor industri terbagi menjadi industri migas dan industri non-migas.Salah
satu subsektor dalam industri non-migas ialah industri alas kaki. Alas kaki berupa
sepatu atau sandal merupakan jenis barang yang diperlukan dan merupakan
kebutuhan pokok bagi setiap orang. Pangsapasarnya pun terdiri dari semua
kalangan, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Semakin meningkatnya
jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup masyarakat menyebabkan
permintaan alas kaki semakin meningkat.
Selain sebagai kebutuhan pokok, industri alas kaki juga merupakan suatu
sektor yang sangat potensial.Potensi industri ini terlihat dari jumlah ekspor yang
meningkat setiap tahunnya serta jumlah perusahaan di industri alas kaki yang
semakin meningkat.Berdasarkan data yang diperoleh Kementerian Perindustrian,
sektor alas kaki merupakan 10 besar produk utama ekspor Indonesia ke pasar
dunia. Semakin meningkatnya permintaan pasar internasional terhadap output
sektor alas kaki menyebabkan nilai ekspor yang semakin meningkat dalam

3
beberapa tahun terakhir. Peningkatan nilai ekspor dapat dilihat dalam Gambar 1
yang menunjukkan nilai ekspor pada tahun 2008 hingga 2009 mengalami
penurunan yang disebabkan oleh banyaknya negara tujuan ekspor alas kaki yang
terkena dampak krisis ekonomi pada tahun 2008.Semakin stabilnya perekonomian
negara tujuan ekspor alas kaki Indonesia setelah krisis ekonomi menyebabkan
nilai ekspor alas kaki meningkat pada tahun 2009 hingga tahun 2012. Jumlah unit
usaha dalam industri besar dan sedang alas kaki hingga tahun 2012 mencapai 378
unit yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Namun jumlah perusahaan
yang memproduksi alas kaki tidak menyeluruh terdapat di semua provinsi,
perusahaan-perusahaan tersebut hanya terdapat di Sumatera Utara, Sumatera
Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa
Timur, dan Bali.
Tabel 2Jumlah perusahaan alas kaki di Indonesia, 2007-2012
Tahun

Sumatera
Utara

Sumatera
Barat

DKI
Jakarta

Jawa
Barat

Jawa
Tengah

Yogyakarta

Jawa
Timur

Banten

Bali

2007

5

3

48

160

4

1

190

61

3

2008

6

2

36

131

7

1

180

57

2

2009

5

2

33

119

8

0

175

63

2

2010

5

1

33

124

6

0

177

56

0

2011

5

1

28

116

5

0

203

46

1

2012

5

1

31

114

5

0

208

53

0

Sumber: Sakernas Badan Pusat Statistik 2012 (diolah)
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa perusahaan yang memproduksi
alas kaki hampir tersebar di seluruh Pulau Jawa, sebagian Pulau Sumatera, dan
terdapat beberapa unit di Pulau Bali. Berdasarkan data di atas selama kurun waktu
lima tahun terhitung sejak 2007 hingga 2012, jumlah perusahaan di industri alas
kaki semakin menurun di semua provinsi. Bahkan sejak tahun 2009, perusahaan
alas kaki sudah tidak ada di provinsi Yogyakarta.Akan tetapi tidak demikian pada
industri alas kaki di Jawa Timur. Walaupun jumlah industri alas kaki sempat
menurun hingga tahun 2009, industri alas kaki di provinsi ini terus meningkat
hingga tahun 2012.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa industri alas kaki
berpusat di Pulau Jawa dan Provinsi Jawa Timur merupakan daerah yang paling
banyak terdapat perusahaan yang memproduksi alas kaki dan menjadi sentra
industri alas kaki di Indonesia.
Jawa timur merupakan provinsi yang sangat strategis karena menjadi salah
satu daerah yang menghubungkan antara pulau jawa dengan wilayah-wilayah lain
di Indonesia. Posisi yang strategis menjadikan perekonomian di Jawa Timur dapat
berkembang dengan pesat.Hal tersebut dibuktikan dengan tingkat Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur yang tinggi dan menjadi
penyumbang terbesar kedua terhadap PDB Nasional tahun 2013 setelah Provinsi
DKI Jakarta.Jawa Timur berkontribusi sebesar 15.02% sedangkan Jakarta sebesar
16.58% (BPS2013).
Pada tahun 2012 jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur mencapai angka
38 juta jiwa yang menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah
penduduk terbanyak kedua di Pulau Jawa setelah Jawa Barat. Akan tetapi

4
berdasarkan data dari BPS Provinsi Jawa Timur, jumlah pengangguran meningkat
yang semula sebanyak 819 ribu jiwa pada tahun 2012 menjadi 871 ribu jiwa
penganggur pada tahun 2013. Peningkatan jumlah pengangguran disebabkan oleh
banyaknya sektor ekonomi yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja
dari tahun ke tahun. Beberapa sektor yang mengalami penurunan penyerapan
tenaga kerja antara lain sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi.
Menghadapi fenomena tersebut perlu diketahui faktor-faktor yang dapat
memengaruhi penyerapan tenaga kerja, khususnya penyerapan tenaga kerja di
industri pengolahan alas kaki di Jawa Timur.Hasil penelitian ini diharapkan
mampu menjadi rekomendasi bagi pemerintah provinsi terkait guna membuat
kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong penyerapan tenaga kerja.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang telah disebutkan bahwa Jawa Timur
merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak kedua di Pulau Jawa seperti yang
terlihat pada Tabel 3.Berdasarkan tabel tersebut terbukti bahwa jumlah penduduk
di Jawa Timur menempati posisi kedua setelah Jawa Barat dengan jumlah
penduduk sebesar lebih dari 37 juta jiwa pada tahun 2010.Selama selang waktu 10
tahun penduduk Jawa Timur bertambah sebanyak lebih dari 2 juta jiwa. Besarnya
jumlah penduduk menjadi indikator tersedianya tenaga kerja yang memadai,
namun jika tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan akan
menimbulkan masalah pengangguran.
Tabel 3Jumlah penduduk di Pulau Jawa (jiwa)
Provinsi
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Sumber: Badan Pusat Statistik 2014

2000
8389443
35729537
31228940
3122268
34783640
8098780

2010
9607787
43053732
32382657
3457491
37476757
10632166

Pengangguran merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan.
Berdasarkan data statistik BPS Jawa Timur, jumlah pengangguran meningkat
yang semula sebanyak 819 ribu jiwa pada tahun 2012 menjadi 871 ribu jiwa di
tahun 2013. Peningkatan jumlah pengangguran disebabkan oleh banyaknya sektor
ekonomi yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja dari tahun ke
tahun.Meningkatnya jumlah pengangguran secara tidak langsung akan berdampak
pada jumlah penduduk miskin di Jawa Timur. Hal tersebut dibuktikan dengan
banyaknya jumlah penduduk miskin di Jawa Timur yang terbesar di Pulau
Jawa.Padahal berdasarkan data statistik BPS jumlah penduduk di Jawa Barat lebih
banyak daripada jumlah penduduk di Jawa Timur, namun pemerintah provinsi
Jawa Barat berhasil menekan jumlah penduduk miskin di wilayahnya. Meskipun
jumlah penduduk miskin di Jawa Timur semakin menurun dari tahun ke tahun,
akan tetapi berdasarkan Tabel 4 hingga tahun 2012 jumlah penduduk miskin di

5
Jawa Timur masih menempati posisi pertama sebagai provinsi yang memiliki
jumlah penduduk miskin terbanyak di Pulau Jawa.
Tabel 4Jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa (ribu jiwa)
Tahun

2007

2008

2009

DKI Jakarta
405.7
379.6
323.2
Jawa Barat
5457.9
5322.4
4983.6
Jawa Tengah
6557.2
6189.6
5725.7
DIY Yogyakarta
633.5
616.3
585.8
Jawa Timur
7155.3
6651.3
6022.6
Banten
886.2
816.7
788.1
Sumber: Badan Pusat Statistik 2012 (diolah)

2010

2011

2012

312.2
4773.7
5369.2
577.3
5529.3
758.2

363.42
4648.63
5107.36
560.88
5356.21
690.49

366.8
4421.5
4863.4
562.1
4960.5
648.3

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa masalah kemiskinan dan
pengangguran merupakan masalah yang cukup kompleks di Jawa Timur.Padahal
data dari BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur
merupakan yang tertinggi di Pulau Jawa, karena sejak tahun 2010 laju
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur menjadi yang tertinggi bahkan melampaui
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terhitung sejak tahun 2010 hingga 2013 secara
berurut besar laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur ialah 6.68%,
7.22%, 7.27%, dan 6.55%. Adapun laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak
tahun 2010 hingga 2013 secara berurut ialah 6.14%, 6.35%, 6.28%, dan 5.90%
seperti yang terlihat pada Gambar 2. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi
seharusnya dapat menjadi gambaran bahwa masalah pengangguran dan
kemiskinan dapat teratasi.

Pertumbuhan Ekonomi (%)

8
7

7.27

7.22
6.68
6.14

6.35

6.28

6

6.55
5.9

5
4
Jawa Timur

3

Indonesia
2
1
0
2010

2011

2012

2013

Tahun

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
Gambar 2Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Jawa Timur 2010-2013
Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu memaksimalkan sektor-sektor
andalan dalam menyerap tenaga kerja. Jawa Timur memiliki tiga sektor andalan
(leading sector) yaitu sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, dan sektor

6
pertanian. Sektor pertanian pada awalnya merupakan sektor andalan utama
provinsi Jawa Timur, karena sektor ini dapat menyerap banyak tenaga kerja dan
akan mengurangi angka pengangguran. Meskipun dapat menyerap banyak tenaga
kerja, namun sektor pertanian tidak banyak memberikan kontribusi terhadap
perekonomian Jawa Timur.
Berdasarkan sensus yang dilakukan BPS, selama kurun waktu sepuluh tahun
terakhir luas lahan pertanian di Jawa Timur semakin mengalami penyusutan. Hal
tersebut dapat terlihat dari jumlah rumah tangga usaha pertanian yang berkurang
sebesar 2.11% selama satu dasawarsa terakhir, yakni dari 6.3 juta rumah tangga
pada tahun 2003 menjadi 4.89 juta rumah tangga pada tahun 2013.
Berkurangnya lahan pertanian disebabkan oleh kurangnya perhatian
pemerintah terhadap sektor pertanian, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang
mengolah lahan pertaniannya dan lebih memilih menjualnya untuk
dialihfungsikan sebagai sektor industri. Akibatnya, saat ini mayoritas
pengangguran berasal dari sektor pertanian karena petani yang menjual lahannya
tidak lagi memiliki mata pencaharian.
Sektor industri pengolahan saat ini merupakan sektor utama setelah sektor
perdagangan yang berperan dalam menopang perekonomian Jawa Timur.Sektor
industri pengolahan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan sektor
industri pengolahan dapat dilihat dari besarnya kontribusi sektor tersebut terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi Jawa Timur. Distribusi PDRB
menurut lapangan usaha dapat dilihat secara lebih rinci pada Gambar 3 berikut.
Pertanian

5.94

Pertambangan
8.09

14.91

31.34

2

26.6
4.74

Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Bersih
Konstruksi
Perdagangan
Keuangan

1.29

Jasa-Jasa

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur2013
Gambar 3Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur
menurut lapangan usaha 2013 (%)
Gambar 3 menunjukkan bahwa industri pengolahan memberikan kontribusi
terbesar kedua setelah sektor perdagangan sebesar 26.6%. Besarnya kontribusi
terhadap PDRB menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan merupakan
sektor yang berkembang di Jawa Timur. Salah satu subsektor dari sektor industri
pengolahan ialah subsektor industri alas kaki. Seperti yang telah dijelaskan pada
uraian sebelumnya, Provinsi Jawa Timur yang merupakan sentra industri alas kaki
Indonesia menjadikan industri ini semakin berkembang dan bertambah dari tahun
ke tahun. Jumlah perusahaan alas kaki di Jawa Timur merupakan yang terbanyak

7
di Indonesia.Industri alas kaki yang masih berbasis pada pekerjaan tangan
manusia atau padat karya menjadikan industri ini banyak menyerap tenaga kerja
sehingga diharapkan dapat menekan angka pengangguran.
Berdasarkan fakta dan uraian di atas khususnya terkait dengan upaya
penyerapan tenaga kerja dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja
pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur?
2. Kebijakan apa yang perlu dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk
meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dan perumusan masalah di atas, maka dapat disimpulkan
beberapa tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja
pada subsektor industri alas kaki di Jawa Timur.
2. Merumuskan rekomendasi kebijakan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur
agar penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki meningkat.
Manfaat Penelitian
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan pemahaman yang lebih mengenai ketenagakerjaan di Jawa
Timur.
2. Memberikan rekomendasi kebijakan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur
untuk menanggulangi permasalahan ketenagakerjaan, serta memberikan
rekomendasi kebijakan guna mendukung industri alas kaki di Jawa Timur.
3. Berguna sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang mengambil fokus
permasalahan mengenai ketenagakerjaan.
Ruang Lingkup Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah jumlah tenaga kerja di Indonesia selama
periode 2001 hingga 2012 dengan menganalisis variabel bebas yang diduga dapat
memengaruhi penyerapan tenaga kerja antara lain Upah Minimum Kabupaten
(UMK), Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN), jumlah unit industri, dan jumlah produksi. Dalam penelitian ini
menggunakan data panel Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini
fokus pada industri besar sedang subsektor industri alas kaki.

8

TINJAUAN PUSTAKA
Tenaga Kerja
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah
tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang
ketenagakerjaan, ketetapan usia kerja penduduk Indonesia adalah 15 tahun.
Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua golongan
yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dipilah pula ke dalam dua
kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Kelompok yang
termasuk dalam angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja
yang bekerja, mempunyai pekerjaan namun sementara sedang tidak bekerja, dan
yang mencari pekerjaan. Adapun yang termasuk kelompok bukan angkatan kerja
ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak
mempunyai pekerjaan, dan tidak sedang mencari pekerjaan seperti pelajar,
pengurus rumah tangga, serta seseorang yang menerima pendapatan tapi bukan
merupakan imbalan langsung atas pekerjaannya seperti pensiunan. Adapun yang
dimaksud dengan bukan tenaga kerja ialah penduduk yang memiliki usia di bawah
15 tahun.
Tenaga kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rata-rata jumlah
pekerja per hari yang digunakan sebagai input produksi tahun tertentu pada tiap
perusahaan yang bergerak di industri alas kaki di Jawa Timur.

Teori Permintaan Tenaga Kerja
Teori permintaan tenaga kerja adalah teori yang menjelaskan seberapa
banyak suatu perusahaan akan mengerjakan tenaga kerja dengan berbagai tingkat
upah pada suatu periode tertentu. Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya
didasarkan pada teori neoklasik, dimana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa
seorang pengusaha tidak dapat memengaruhi harga (price taker). Dalam
memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa banyak jumlah
karyawan yang dapat dipekerjakan.
Fungsi permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan (derived
demand) dari jumlah dan harga output. Teori Cobb-Douglas mengasumsikan
bahwa suatu proses menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L)
dan modal (K) (Nicholson 2007), dengan fungsi produksi adalah:
Q = f(L,K)
Sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan yang
terdapat pada teori neoklasik adalah:
π = TR – TC, adapun TR = P .Q
Penentuan penyerapan tenaga kerja diasumsikan terdapat dua input yang
digunakan, yaitu kapital (K) dan tenaga kerja (L). Nicholson (2007)

9
mengasumsikan tenaga kerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan
kepada pekerja (w) sedangkan kapital diukur dengan tingkat suku bunga (v).
TC = v.K + w.L
Ketiga persamaan di atas disubstitusi ke dalam persamaan keuntungan
perusahaan sehingga diperoleh:
π =(P.Q) – (v.K+w.L)
Jika ingin mendapatkan keuntungan maksimim, maka turunan pertama
fungsi di atas harus sama dengan nol (π’=0), sehingga didapatkan:
wL = P.Q – v.K
L = P.Q –v.K/w
Keterangan:
L = Permintaan tenaga kerja
w = Upah tenaga kerja
P = Harga jual barang per unit
K = Kapital (investasi)
v = Tingkat suku bunga
Q = Output
Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa permintaan tenaga
kerja merupakan fungsi dari tingkat upah (w), harga jual pasar (P), kapital
(investasi), output (pendapatan), dan tingkat suku bunga (v).
Industri
Industri merupakan suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat
kegiatan produktif seperti mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau
barang setengah jadi (Dumairy 1997). Sektor industri digolongkan menjadi
industri besar, sedang, kecil, serta industri rumah tangga dilihat dari jumlah
tenaga kerja yang dipekerjakan. Jika tenaga kerja yang digunakan di atas 99 orang
maka termasuk ke dalam industri besar, antara 20-99 orang termasuk dalam
industri sedang, untuk industri kecil tenaga kerja yang digunakan antara 5-19
orang, sedangkan untuk industri rumah tangga jumlah tenaga kerja yang
digunakan kurang dari 5 orang.
Negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu mengatasi
masalah perekonomian, dengan asumsi bahwa sektor industri dapat memimpin
sektor-sektor perekonomian lainnya menuju pembangunan ekonomi. Oleh sebab
itu negara berkembang seperti Indonesia saat ini sedang gencar dalam
pengembangan berbagai industri. Perkembangan industri diharapkan mampu
membuka lapangan kerja baru guna mengurangi jumlah pengangguran yang
semakin meningkat. Akan tetapi, perkembangan industri tidak selalu berdampak
pada perluasan kesempatan kerja.
Industri terbagi menjadi industri padat karya dan industri padat modal.
Industri padat modal adalah industri yang dibangun dengan modal yang besar
serta kegiatan operasionalnya ditunjang oleh mesin-mesin dengan teknologi
tinggi. Industri ini hanya membutuhkan sedikit tenaga kerja untuk kegiatan
operasionalnya (labor saving). Sedangkan industri padat karya merupakan industri

10
yang menitikberatkan pada sejumlah besar tenaga kerja dalam pembangunan dan
kegiatan operasionalnya. Jenis industri padat karya merupakan industri yang dapat
memperluas kesempatan kerja karena sangat membutuhkan banyak tenaga kerja
dalam kegiatan produksinya (labor using).
Industri di Indonesia terutama di Jawa Timur mengalami perkembangan
yang sangat pesat, karena sebagian besar beranggapan sektor industri dapat
mendorong perekonomian dan membuka lapangan kerja baru. Akan tetapi,
perkembangan teknologi saat ini membuat sebagian besar industri mulai beralih
pada industri yang padat modal. Pada industri padat modal, perusahaan hanya
perlu memberikan upah kepada sedikit pekerja sehingga biaya produksi dapat
ditekan. Namun inilah yang menjadi permasalahan dalam tenaga kerja, karena
perkembangan industri dan teknologi dapat menciptakan banyak pengangguran
akibat pengurangan jumlah pekerja yang digantikan oleh mesin berteknologi
tinggi.
Industri Alas Kaki
Pada penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah industri alas kaki
besar dan sedang di Provinsi Jawa Timur.Industri alas kaki yang dimaksud
mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2005
dan 2009. Berdasarkan KBLI 2005-5 digit, penelitian ini menggunakan kode
19201, 19202, 19203, dan 19209. Adapun pada KBLI 2009-5 digit, penelitian ini
menggunakan kode 15201, 15202, 15203, dan 15209. Industri alas kaki yang
dimaksud berdasarkan kode tersebut antara lain industri alas kaki untuk keperluan
sehari-hari, industri sepatu olahraga, industri sepatu teknik lapangan, dan industri
alas kaki lainnya.
Industri Alas Kaki untuk Keperluan Sehari-hari
Kelompok ini mencakup usaha pembuatan alas kaki keperluan sehari-hari
dari kulit dan kulit buatan, karet, kanvas dan kayu, seperti: sepatu harian, sepatu
santai, sepatu sandal, sandal kelom, dan selop. Termasuk juga usaha pembuatan
bagian-bagian dari alas kaki tersebut seperti: atasan, sol dalam, sol luar, penguat
depan, penguat tengah, penguat belakang, lapisan, dan aksesoris.
Industri Sepatu Olahraga
Kelompok ini mencakup usaha pembuatan sepatu untuk olahraga dari kulit
dan kulit buatan, karet, dan kanvas seperti: sepatu sepak bola, sepatu atletik,
sepatu senam, sepatu jogging, dan sepatu balet. Termasuk juga usaha pembuatan
bagian-bagian dari sepatu olahraga tersebut seperti: atasan, sol dalam, sol luar,
lapisan, dan aksesoris.
Industri Sepatu Teknik Lapangan / Keperluan Industri
Kelompok ini mencakup usaha pembuatan sepatu termasuk pembuatan
bagian-bagian dari sepatu untuk keperluan teknik lapangan / industri dari kulit,
kulit buatan, karet, dan plastik seperti: sepatu tahan kimia, sepatu tahan panas,
sepatu pengaman.

11
Industri Alas Kaki Lainnya
Kelompok ini mencakup usaha pembuatan alas kaki dari kulit dan kulit
buatan, karet, kanvas, dan plastik yang belum termasuk golongan manapun,
seperti sepatu kesehatan dan sepatu lainnya seperti: sepatu dari gedebog (pelepah
batang pisang) dan eceng gondok.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja menurut Afrida (2003) merupakan hubungan antara
tingkat upah dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh suatu industri atau
perusahaan.Permintaan tenaga kerja dapat pula diartikan sebagai penyerapan
tenaga kerja oleh industri dan perusahaan. Jumlah tenaga kerja yang diminta di
pasar tenaga kerja ditentukan oleh faktor-faktor seperti: UMK, jumlah total
produksi, perkembangan PMDN, perkembangan PMA, dan jumlah unit industri.
Upah Minimum
Tingkat upah akanmemengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi suatu
perusahaan. Suatu perusahaan akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga
kerja tergantung dari tingkat upahnya. Upah minimum adalah suatu penerimaan
bulanan terendah (minimum) sebagai imbalan dari pengusaha yang diberikan
kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan dan
dinyatakan dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau
peraturan undang-undang serta dibayarkan atas dasar perjanjian kerja antara
pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan bagi pekerja dan juga
keluarganya.
Upah
S
W1
W*

D
L1

L* L2

Tenaga Kerja

Sumber: Nicholson, 2007
Gambar4 Pengaruh upah minimum terhadap tenaga kerja
Pada Gambar 4 di atas menunjukkan bahwa dalam penyerapan tenaga kerja
tingkat keseimbangan dari tingkat upah dan tenaga kerja ditunjukkan oleh
pertemuan antara kurva supply dan demand. Gambar tersebut menjelaskan tingkat
keseimbangan upah berada pada W* dan keseimbangan tenaga kerja berada pada
L*. Jika upah minimum berada di atas tingkat keseimbangan W1, akan terjadi
kelebihan penawaran tenaga kerja (excess supply of labor) menggambarkan hanya
L1 yang akan mendapatkan pekerjaan dengan jumlah pekerja yang tersedia

12
sebesar L2. Kelebihan penawaran ini menyebabkan turunnya tenaga kerja yang
akandipekerjakan dari tingkat keseimbangan L* ke L1. L1 secara otomatis
menunjukkan tingkat keseimbangan yang baru setelah adanya kebijakan upah
minimum.
Hukum permintaan tenaga kerja pada hakikatnya adalah semakin rendah
upah dari tenaga kerja maka semakin banyak permintaan terhadap tenaga kerja
tersebut. Apabila upah yang diminta besar, maka perusahaan akan mencari tenaga
kerja lain yang upahnya lebih rendah.
Jumlah Perusahaan
Banyaknya jumlah perusahaan merupakan indikator tersedianya lapangan
pekerjaan, karena setiap perusahaan akan membutuhkan tenaga kerja yang
digunakan dalam proses produksinya. Peningkatan jumlah perusahaan akan
berdampak pada meningkatnya kesempatan kerja yang tersedia karena terdapat
banyak perusahaan baru yang membutuhkan para tenaga kerja.
Menurut Fudjaja (2002), jumlah perusahaan industri menjadi salah satu
faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut dapat dilihat
ketika terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang bergerak dibidang industri
akan menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja untuk sektor
industri itu sendiri.
Jumlah Nilai Produksi
Teori produksi merupakan suatu aktivitas yang memberikan nilai guna suatu
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sebuah fungsi produksi
dapat berbentuk tabel atau matematis yang menunjukkan jumlah output
maksimum yang dapat dihasilkan berdasarkan suatu kelompok input sesuai
dengan teknologi yang tersedia. Fungsi produksi Cobb-Douglas selalu dinyatakan
dalam bentuk berikut :
Q = f (K,L,R,T)
Keterangan :
Q = jumlah produksi
K = modal
L = tenaga kerja
R = kekayaan alam
T = teknologi
Formasi dari fungsi Cobb Douglas dapat dituliskan dalam bentuk seperti
berikut (Karib 2012):
Q = AKαLβ
Keterangan :
Q = tingkat output
A = konstanta
K = kapital yang digunakan
L = tenaga kerja yang digunakan
α = elastisitas output terhadap pertumbuhan faktor produksi kapital
β = elastisitas output terhadap pertumbuhan faktor produksi tenaga kerja

13
Untuk mempermudah maka dianggap hanya tenaga kerja (L) saja yang
berubah dalam sebuah fungsi produksi, sedangkan input lainnya dianggap
konstan. Sehingga secara matematis dapat ditulis
Q = f (K,L)
Sehingga didapat :
Q = f (L)
Pada penelitian ini produksi dianggap memiliki pengaruh terhadap
perubahan penyerapan tenaga kerja sehingga persamaannya dapat diubah menjadi:
L = f (Q)
Investasi
Pada suatu industri, dengan asumsi faktor produksi yang lain konstan, maka
semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga
kerja. Investasi bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas yang
lebih tinggi sehingga keuntungan perusahaan semakin besar. Investasi berasal
dari dua sumber, antara lain:
a. Investasi Asing
Investasi asing atau Penanaman Modal Asing (PMA) adalah salah satu
bentuk penghimpunan modal guna menunjang proses pembangunan
ekonomi yang bersumber dari luar negeri. Salvatore (1997) menjelaskan
bahwa PMA terdiri atas:
i. Investasi portofolio (portofolio investment), yaitu investasi yang hanya
melibatkan aset-aset finansial saja, seperti obligasi dan saham, yang
didenominasikan atau ternilai dalam mata uang nasional. Kegiatan
investasi portofolio biasanya berlangsung melalui lembaga keuangan
seperti perbankan dan perusahaan dana investasi.
ii. Investasi asing langsung (foreign direct investment), merupakan PMA
yang meliputi investasi ke dalam aset-aset nyata berupa pembangunan
pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian
tanah untuk keperluan produksi, dan lain sebagainya.
b. Investasi Dalam Negeri
Investasi dalam negeri dikenal juga dengan istilah Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) yang merupakan bentuk upaya menambah modal
guna menunjang pembangunan nasional maupun wilayah melalui investor
dalam negeri.Modal yang diperoleh dari dalam negeri ini dapat berasal dari
pihak swasta ataupun dari pemerintah.
Kerangka Pemikiran Penelitian
Permasalahan dalam perekonomian di Jawa Timur adalah masalah
ketenagakerjaan dan pengangguran. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh
negara berkembang mempunyai tujuan untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut antara lain menciptakan pembangunan ekonomi, meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan,
dan menanggulangi kemiskinan.
Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia khususnya di Jawa Timur
hingga kini masih merupakan tantangan yang harus diselesaikan, mengingat

14
semakin bertambahnya angkatan kerja baru setiap tahunnya yang memasuki pasar
tenaga kerja. Penyediaan lapangan kerja baru harus menjadi fokus perhatian
pemerintah, karena masalah ketenagakerjaan yang paling mendasar adalah jumlah
ketersediaan lapangan kerja yang tidak cukup menampung jumlah angkatan kerja
yang ada.
Sektor industri merupakan sektor unggulan yang menjadi salah satu
penyumbang utama PDRB Provinsi Jawa Timur. Tingginya jumlah angkatan kerja
belum mampu diserap secara optimal oleh sektor industri.Dalam penelitian ini
fokus penelitian hanya pada subsektor industri alas kaki. Terdapat beberapa faktor
yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri alas kaki,
antara lain Upah Minimum Kabupaten (UMK), Penanaman Modal Asing (PMA),
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), jumlah unit industri, dan jumlah
produksi. Jika faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja pada
subsektor industri alas kaki sudah diketahui, rekomendasi kebijakan untuk
pemerintah Jawa Timur mengenai penyerapan tenaga kerja pada subsektor
industri alas kaki dapat diberikan. Alur kerangka pemikiran dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Permasalahan Ekonomi di Jawa Timur

Ketenagakerjaan
(pengangguran)
Sektor Industri
Subsektor Industri Alas Kaki

Faktor yang
mempengaruhi
Penyerapan Tenaga
Kerja pada Subsektor
Industri Alas Kaki

Gambaran Penyerapan
Tenaga Kerja pada
Subsektor Industri Alas
Kaki

Jumlah
Produksi

Investasi
Domestik

Investasi
Asing

UMK

Rekomendasi Kebijakan

Gambar 5Kerangka pemikiran konseptual

Jumlah Unit
Industri

15
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori-teori ekonomi, hipotesis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1.
Upah Minimum Kabupaten (UMK) berpengaruh negatif terhadap
penyerapan tenaga kerja. Artinya, setiap kenaikan UMK akan mengurangi
jumlah tenaga kerja yang terserap pada subsektor industri alas kaki di Jawa
Timur.
2.
Jumlah nilai produksi perusahaan berpengaruh positif terhadap penyerapan
tenaga kerja. Artinya, peningkatan produksi akan berdampak pada
peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap pada subsektor industri alas
kaki di Jawa Timur.
3.
Perkembangan investasi domestik (PMDN) berpengaruh positif terhadap
penyerapan tenaga kerja. Artinya, peningkatan PMDN akan berdampak
pada peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap pada subsektor industri
alas kaki di Jawa Timur.
4.
Perkembangan investasi asing (PMA) berpengaruh positif terhadap
penyerapan tenaga kerja. Artinya, peningkatan PMA akan berdampak pada
peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserappada subsektor industri alas
kaki di Jawa Timur.
5.
Jumlah unit industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja.
Artinya, peningkatan jumlah unit industri akan berdampak pada peningkatan
jumlah tenaga kerja yang terserap pada subsektor industri alas kaki di Jawa
Timur.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder. Data diperoleh dari
beberapa sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM), dan Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan
Kependudukan (Disnakertransduk) Provinsi Jawa Timur, selain itu sumber data
yang digunakan juga melalui penelusuran internet dan literatur terkait.
Bentuk data yang digunakan berupa data panel yaitu penggabungan data
time series dan data cross section. Data time series merupakan data untuk melihat
perkembangan dari waktu ke waktu, data diambil dari tahun 2001 sampai 2012.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan data Survei Angkatan
Kerja Nasional (SAKERNAS), yang dapat dilakukan pada selang 2 tahun dari
tahun yang ingin diobservasi. Oleh sebab itu, ketersediaan data hanya hingga
tahun 2012. Data cross section merupakan data yang diambil dari beberapa
wilayah pada tahun tersebut, wilayah yang diambil yaitu 11 Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur. Kabupaten/Kota yang dijadikan sample merupakan
kabupaten/kota yang memiliki subsektor industri alas kaki. Dalam penelitian ini,
data yang diambil merupakan data dari industri besar sedang pada subsektor
industri alas kaki. Data yang diperlukan dalam penelitian yaitu jumlah tenaga
kerja di subsektor industri alas kaki, upah minimum kabupaten/kota, jumlah

16
investasi asing dan domestik di subsektor industri alas kaki, dan jumlah unit
industri yang bergerak di subsektor industri pengolahan alas kaki.
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis
regresi berganda. Teknik estimasi variabel dependen yang digunakan adalah
analisis panel data, diharapkan dengan menggunakan metode ini dapat diketahui
pengaruh UMK, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN), jumlah unit industri, dan jumlah nilai produksi terhadap
penyerapan tenaga kerja pada sektor industri alas kaki di Jawa Timur. Pengolahan
data dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6.
Model Penelitian
Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear berganda
dengan lima variabel bebas. Variabel independennya adalah jumlah tenaga kerja
yang terserap pada subsektor industri alas kaki. Adapun variabel dependennya
antara lain UMK, investasi asing (PMA), investasi domestik (PMDN), jumlah unit
industri, dan jumlah nilai produksi. Sehingga model awal yang digunakan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
TKit= α + β1 UMKit + β2PRODit+ β3PMDNit + β4PMAit +β5INDit + εit
Keterangan:
TKit
= Jumlah tenaga kerja subsektor industri alas kaki pada kabupaten/kota
i tahun t (jiwa)
UMKit
= Upah minimum kabupaten/kota i pada tahun ke-t (Rupiah)
PRODit = Jumlah nilai produksi industri alas kaki pada kabupaten/kota i tahun
t (Rupiah)
PMDNit = Perkembangan invsestasi domestik industri alas kaki pada
kabupaten/kota i tahun t (Rupiah)
PMAit
= Perkembangan invsestasi asing industri alas kaki pada
kabupaten/kota i tahun t (USD)
INDit
= Jumlah unit industri alas kaki kabupaten/kota i tahun t (unit)
εit
= error pada periode t
α
= Intersep
β
= Koefisien regresi yang diperkirakan
i
= cross section 11 kabupaten/kota di Jawa Timur
t
= Deret waktu (time series, 2001-2012)
Data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut memiliki satuan yang
berbeda. Oleh sebab itu, untuk memudahkan dalam pengolahan data dan
interpretasi hasil akhir, kelima variabel ini akan diubah bentuknya sehingga
menjadi bentuk satuan yang sama, yaitu dalam persentase. Seluruh variabel akan
diubah menjadi bentuk logaritma natural sehingga koefisien hasil regresi
diinterpretasikan sebagai elastisitas. Dengan model tersebut, diharapkan bahwa
hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterpretasikan.

17
Sesuai dengan keterangan di atas, maka model tersebut secara
ekonometrikaakan menjadi:
LNTKit = α + β1 LNUMKit + β2LNPRODit+ β3LNPMDNit + β4LNPMAit +
β5LNINDit + εit
Keterangan:
LNTKit
= Jumlah tenaga kerja subsektor industri alas kaki pada
kabupaten/kota i tahun t (%)
LNUMKit = Upah minimum kabupaten/kota i pada tahun ke-t (%)
LNPRODit = Jumlah nilai produksi industri alas kaki pada kabupaten/kota i
tahun t (%)
LNPMDNit = Perkembangan invsestasi domestik industri alas kaki pada
kabupaten/kota i tahun t (%)
LNPMAit = Perkembangan invsestasi asing industri alas kaki pada
kabupaten/kota i tahun t (%)
LNINDit = Jumlah unit industri alas kaki kabupaten/kota i tahun t (%)
εit
= error pada periode t
α
= Intersep
β
= Koefisien regresi yang diperkirakan
i
= cross section 11 kabupaten/kota di Jawa Timur
t
= Deret waktu (time series, 2001-2012)
Analisis Regresi untuk Data Panel
Data panel menurut Gujarati (2004) merupakan suatu data cross section
(individu/sektor) yang disusun berdasarkan runtun waktu (time series). Struktur
data panel menggabungkan antara data sektoral atau individu dan runtun waktu
yang biasanya berdiri sendiri menjadi sebuah kesatuan data.
Terdapat dua keuntungan penggunaan model data panel dibandingkan data
time seriesatau cross sectionsaja menurut Firdaus (2011) antara lain:
1.
Pengkombinasian data time series dan cross section dalam data panel
membuat jumlah observasi menjadi lebih besar. Dengan menggunakan
model data panel marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua
dimensi (individu dan waktu) sehingga parameter yang diestimasi akan
lebih akurat dibanding dengan model lain. Secara teknis data panel dapat
memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah
serta meningkatkan derajat kebebasan yaitu dengan kata lain meningkatkan
efisiensi.
2.
Penggunaan data panel dapat mengurangi masalah identifikasi. Data panel
lebih baik dalam mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi
dalam data cross section atau time series saja. Data panel dapat mengontrol
heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat
secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.
Bentuk Model Regresi dengan Data Panel
Data panel adalah salah satu set observasi yang terdiri dari beberapa
individu pada suatu periode tertentu. Observasi tersebut merupakan pasangan yit

18
(variabel terikat) dengan xit (variabel bebas) dimana i menunjukkan individu, t
menunjukkan waktu, dan j menunjukkan variabel bebas yang dinyatakan dalam
sebuah persamaan berikut:
yit = α + βxjit + ɛit
i = urutan provinsi
t = tahun
Selain harus memenuhi asumsi klasik seperti non-autokorelasi,
homoskedastisitas, dan non-multikolinearitas, terdapat beberapa asumsi tambahan
untuk model regresi data panel, yaitu tidak terdapatnya hubungan (korelasi)
antara: (1) Individu satu denganindividu lainnya; (2) α dan ɛit; dan (3) ɛit dan xit.
Ada tiga macam model estimasi data panel yaitu Pooled Least Square, Fixed
Effect Model, dan Random Effect Model.
1.
Pooled Least Square
Jika semua asumsi tersebut terpenuhi maka metode Ordinary Least
Square (OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi model untuk data panel
yang disebut dengan Pooled Estimation. Metode ini mengasumsikan bahwa
intersep α dan slope β konstan, berlaku untuk seluruh individu.
2.
Fixed Effect Model (FEM)
Fixed Effect Model memasukkan unsur variabel dummy sehingga
intersept bervariasi antar individu maupun antar unit waktu. FEM lebih tepat
digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu atau apabila
syarat (3) dilanggar, yaitu terdapat korelasi antara ɛit dan xit. Menurut Juanda
(2009), dalam membedakan intersep dapat digunakan peubah dummy,
sehingga metode ini juga dikenal dengan model Least Square Dummy
Variable (LSDV).
3.
Random Effect Model (REM)
Pada REM intersep diintegrasikan ke dalam komponen error εit
sehingga menjadi cross section error (αi), time series error (αt), dan
combination error (αit). Random Effect akan lebih tepat digunakan jika
memang benar bahwa tidak ada hubungan antara ɛit dan xit. Karena jika ɛit
dan xit berkorelasi maka estimasi menggunakan REM akan bias.
Pemilihan Model Terbaik
Berdasarkan asumsi model yang sudah dijelaskan sebelumnya akan
dilakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan Uji Chow untuk
memilih antara Pooled Model dan Fixed Effect Model (FEM), serta Uji Hausman
untuk menentukan lebih tepat menggunakan Random Effect Model (REM) atau
Fixed Effect Model (FEM).
1.
Chow Test
Chow Test atau sebutan lainnya pengujian F Statistic adalah pengujian
untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau
Fixed Effect. Seperti yang telah diketahui, terkadang asumsi bahwa setiap
unit cross section memiliki perilaku yang s