Analisis Sebaran, Pertumbuhan, Perkembangan, Dan Histokimia Struktur Sekretori Pada Tumbuhan Jawer Kotok (Coleus Scutellarioides)

ANALISIS SEBARAN, PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN,
DAN HISTOKIMIA STRUKTUR SEKRETORI PADA
TUMBUHAN JAWER KOTOK (Coleus scutellarioides)

ANITA APRILIA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sebaran,
Pertumbuhan, Perkembangan, dan Histokimia pada Tumbuhan Jawer Kotok
(Coleus scutellarioides) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Anita Aprilia
NIM G34110037

ABSTRAK
ANITA APRILIA. Analisis Sebaran, Pertumbuhan, Perkembangan, dan
Histokimia Struktur Sekretori pada Tumbuhan Jawer Kotok (Coleus
scutellarioides). Dibimbing oleh YOHANA CECILIA SULISTYANINGSIH dan
HILDA AKMAL.
Tumbuhan jawer kotok (Coleus scutellarioides) berpotensi sebagai
tanaman obat. Senyawa metabolit yang digunakan sebagai obat umumnya
terakumulasi pada struktur sekretori. Penelitian ini bertujuan menganalisis
struktur, sebaran, dan perkembangan struktur sekretori serta mengetahui
akumulasi senyawa metabolit. Penelitian dilakukan pada helai daun, tangkai daun,
dan batang. Analisis jenis, sebaran, dan kerapatan struktur sekretori menggunakan
sayatan paradermal dan transversal, kandungan metabolit sekunder dengan uji
histokimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa helai daun tumbuhan jawer
kotok memiliki struktur sekretori berupa trikoma kelenjar kapitat dan peltat.

Tangkai daun dan batang memiliki trikoma kelenjar kapitat. Sel idioblas
ditemukan pada jaringan mesofil daun. Trikoma kapitat mengandung alkaloid,
fenol, flavonoid, dan terpenoid, trikoma peltat mengandung alkaloid, flavonoid,
dan terpenoid. Pertumbuhan struktur sekretori masih terjadi hingga fase dewasa
pertumbuhan organ, sedangkan perkembangan struktur sekretori terdiri atas fase
pre-sekretori, sekretori, dan pos-sekretori. Pertumbuhan dan perkembangan sel
diikuti penurunan kerapatan yang terjadi pada setiap fase pertumbuhan.
Kecenderungan akumulasi alkaloid, fenol, terpenoid, dan senyawa lipofil tertinggi
dijumpai pada fase pertumbuhan dewasa, sedangkan flavonoid terdapat pada fase
muda.
Kata kunci: Coleus scutellarioides, histokimia, perkembangan, struktur sekretori

ABSTRACT
ANITA APRILIA. Analysis of Distribution, Growth, Development, and
Histochemistry Secretory Structure of Jawer Kotok (Coleus scutellarioides).
Supervised by YOHANA CECILIA SULISTYANINGSIH and HILDA AKMAL.
Jawer kotok (Coleus scutellarioides) has potency as a medicinal plant. The
metabolite substances that has medicinal value commonly are accumulated in
secretory stuctures. The aim of this research are to analyze the secretory structures
distribution, growth, and their development, and to identify metabolite substance

produced by those structures. Samples are leaves, petioles, and stem. Distribution
and density were analyzed using longitudinal and transversal section, whereas
metabolite accumulation in the tissue was analysed using histochemistry. Three
types of secretory stuctures were found in jawer kotok. They were consisted of
capitate and peltate glandular trichomes that are found on leaves, while petioles
and stem have capitate glandular trichomes. Another secretory structure, idioblast
cells were found in mesophyll tissue of leaves. Capitate trichomes contain
alkaloid, phenol, flavonoid, and terpenoid compound. Peltat trichomes contain
alkaloid, flavonoid, and terpenoid. Secretory structures growth still occurred until
mature phase of growth, whereas their development consisted of pre-secretory,
secretory, and post-secretory phase. Growth and development of secretory
structure are followed by decreasing of their density. Great quantities of alkaloids,
phenols, terpenoids, and liphophilics compound are on mature organs, whereas
flavonoids compound on young organs.
Keywords: Coleus scutellarioides, histochemistry, development, secretory structure

ANALISIS SEBARAN, PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN,
DAN HISTOKIMIA STRUKTUR SEKRETORI PADA
TUMBUHAN JAWER KOTOK (Coleus scutellarioides)


ANITA APRILIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Judul Skripsi : Analisis Sebaran, Pertumbuhan, Perkembangan, dan Histokimia
Struktur Sekretori pada Tumbuhan Jawer Kotok

(Coleus

scutellerioides)

Nama

: Anita Aprilia

NIM

: 034110037

Disetujui oleh

mY
DrYohana C. Sulistyaningsih, MSi

Dra Hilda

Pembimbing I

Tanggal Lulus:

Pembimbing II


O 2 MAR 2016
"

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan karya ilmiah ini. Penelitian
yang berjudul Analisis Sebaran, Pertumbuhan, Perkembangan, dan Histokimia
Struktur Sekretori pada Tumbuhan Jawer Kotok (Coleus scutellarioides) ini
dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Desember 2015.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Yohana C
Sulistyaningsih, MSi selaku pembimbing karya ilmiah. Tidak lupa kepada Dra
Hilda Akmal, MSi selaku pembimbing 2 karya ilmiah dan pembimbing akademik
yang telah memberi arahan selama penulis berada di IPB. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Dr Ir Gayuh Rahayu sebagai dosen penguji yang telah
memberi arahan dan saran terkait karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada program beasiswa Bidikmisi dari DIKTI yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk mengenyam pendidikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikannya hingga jenjang Strata 1 (S1). Terima kasih kepada Bapak
Sunaryo sebagai teknisi di laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan yang

telah membantu menyiapkan alat-alat dan bahan-bahan kimia penunjang
penelitian. Terima kasih juga kepada Nadya, Ratna, Deraya, Risma, Kak Evi, dan
Kak Darius yang telah setia menemani dan membantu selama penelitian. Tidak
lupa penulis sampaikan terima kasih kepada keluarga Biologi 48 yang telah setia
menemani dan mendukung penulis dalam menyelesaikan studi S1 Biologi.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu, bapak, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2016
Anita Aprilia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2


Waktu dan Tempat

2

Bahan dan Alat

2

Persiapan Bahan Penelitian

3

Analisis Struktur Sekretori

3

Analisis Histokimia

5


HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Sebaran Struktur Sekretori

6

Pertumbuhan dan Perkembangan Struktur Sekretori

10

Analisis Histokimia

14

SIMPULAN

18


DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Keberadaan struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok
2 Kerapatan struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok
3 Tingkat akumulasi metabolit sekunder helai daun tumbuhan jawer kotok
4 Tingkat akumulasi metabolit sekunder tangkai daun tumbuhan jawer kotok
5 Tingkat akumulasi metabolit sekunder batang tumbuhan jawer kotok

7
9
16
17
17

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi titik-titik pengamatan tumbuhan jawer kotok
2 Struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok
3 Pertumbuhan trikoma kelenjar pada helai daun tumbuhan jawer kotok
4 Pertumbuhan trikoma kelenjar pada tangkai daun tumbuhan jawer kotok
5 Pertumbuhan trikoma kelenjar pada batang tumbuhan jawer kotok
6 Pertumbuhan sel idioblas pada helai daun tumbuhan jawer kotok
7 Hasil uji histokimia struktur sekretori tumbuhan jawer kotok

4
6
10
11
12
13
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi reagen Wagner
2 Kriteria kategori akumulasi metabolit sekunder pada struktur sekretori

22
22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian besar tanaman di Indonesia mengandung berbagai macam
metabolit sekunder, baik yang telah diketahui maupun yang belum diketahui jenis
metabolit sekunder dan khasiatnya. Metabolit sekunder merupakan salah satu
bahan dasar dalam pembuatan obat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
tanaman daerah tropis mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan
sebagai obat (Sukara 2000). Komponen metabolit sekunder yang berperan sebagai
obat umumnya tersimpan pada berbagai organ seperti akar, batang, kulit batang,
dan daun (Ogundare 2007).
Struktur sekretori umumnya merupakan penghasil metabolit sekunder,
yaitu senyawa kimia yang mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi
sebagai pelindung tumbuhan dari gangguan herbivora dan hama penyakit.
Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan diantaranya senyawa
terpenoid, steroid, kumarin, flavonoid, dan alkaloid. Struktur ini dapat berupa
trikoma kelenjar, kelenjar nektar, saluran minyak, saluran getah, saluran lendir,
dan kelenjar tumbuhan pemakan serangga (Dickison 2000).
Sebagian besar spesies dari Lamiaceae mengandung minyak atsiri yang
bermanfaat dalam bidang pengobatan dan digunakan sebagai bahan tambahan
makanan (Lorenzi dan Matos 2008). Anggota Famili tersebut diantaranya Coleus,
Lavandula, Leonotis, Leonurus, Orthosiphon, Salvia, Rosmarinus, dan lain-lain
(Backer dan Van Den Brink 1963). Beberapa anggota Lamiaceae yang telah
diteliti struktur sekretorinya yaitu Mentha arvensis L. (Sharma et al. 2003),
Lavandula pinnata L. (Huang et al. 2008), Rosmarinus officinalis L. (Boix et al.
2011), dan Isodon rubescens (Liu dan Liu 2012). Kandungan minyak atsiri
struktur sekretori pada Coleus belum pernah diteliti.
Coleus (Lamiaceae) merupakan herba bercabang banyak yang tergolong
tumbuhan aromatik. Coleus memiliki batang berbentuk persegi dengan permukaan
tumbuhan berbulu halus dengan kisaran pertumbuhan tinggi tumbuhan maksimal
sekitar 30-60 cm. Tumbuhan ini dapat hidup pada kondisi suhu yang hangat pada
ketinggian 300-1.800 mdpl. Kondisi lahan yang subur dengan pengairan yang
cukup akan mengoptimalkan pertumbuhan tumbuhan tersebut (Soni dan Singhai
2012). Salah satu spesies Coleus adalah jawer kotok (C. scutellarioides). Jawer
kotok tumbuh di daerah tropis hingga subtropis, termasuk di Indonesia. Nama lain
dari spesies ini diantaranya Plectranthus scutellarioides dan Solenostomon
scutellarioides (PIER 2012). Harmanto (2007) menyatakan bahwa tumbuhan
tersebut bisa dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena warna dan bentuk
daunnya yang menarik.
Daun tumbuhan jawer kotok mengandung alkaloid, flavonoid, dan saponin
(Heryana 1987). Winarto (2007) melaporkan bahwa batang dan daun jawer kotok
banyak mengandung minyak atsiri (karvakrol, eugenol dan etil saisilat), fenol,
tanin, lemak, dan fitosterol. Rahmawati (2008) melaporkan bahwa di beberapa
wilayah di Indonesia, tumbuhan jawer kotok telah banyak digunakan dalam
pengobatan secara tradisional, baik untuk pengobatan luka dalam maupun luar.
Penggunaan tumbuhan ini sebagai obat luka dapat dilakukan dengan cara

2
membubuhkan gerusan daun pada bagian yang terluka. Tumbuhan yang berasal
dari Genus yang sama dengan kandungan metabolit sekunder serupa dan banyak
dimanfaatkan sebagai tanaman obat, diantaranya Coleus forskohlii (Khatun et al
2011) dan Plectranthus amboinicus Lour Spreng (Kaliappan dan Viswanathan
2009).
Kajian ilmiah tentang analisis sebaran, pertumbuhan, perkembangan, dan
histokimia struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok belum pernah dilakukan.
Menurut Turner et al. (2000b), perkembangan struktur sekretori terbagi menjadi
beberapa fase, yaitu inisiasi struktur sekretori, pre-sekretori, sekretori, dan possekretori. Masing-masing fase berkaitan dengan pola pertumbuhan dan
perkembangan struktur sekretori seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan
organ tanaman. Kajian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai informasi penggunaan
bagian organ tumbuhan jawer kotok sebagai alternatif bahan pengobatan
tradisional di kalangan masyarakat. Hal ini didasarkan pada perkembangan
akumulasi kandungan metabolit sekunder pada struktur sekretori yang terdapat
pada tumbuhan jawer kotok, sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan
tumbuhan tersebut melalui strategi pemanenan yang tepat berdasarkan pola
pertumbuhannya.

Tujuan Penelitian
Penelitian jawer kotok (C. scutellarioides) bertujuan menganalisis struktur,
sebaran, pertumbuhan, dan perkembangan struktur sekretori serta mengetahui
akumulasi metabolit sekunder pada struktur sekretori melalui uji histokimia.

METODE
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan
Desember 2015. Penanaman dan pemeliharaan tanaman dilakukan di Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor. Pembuatan sayatan
sampel, pengamatan struktur sekretori, serta uji histokimia dilakukan di
Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, Laboratorium Mikroteknik,
dan Laboratorium Terpadu, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan tumbuhan yang digunakan yaitu helai daun, tangkai daun, dan
batang tumbuhan jawer kotok. Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan
preparat mikroskopis meliputi larutan HNO3 50%, safranin 1%, dan gliserin 30%.
Bahan kimia yang digunakan untuk uji histokimia meliputi sudan IV 0.03 %
dalam alkohol 70%, larutan kupri asetat 5% dalam akuades, asam tartarat 5%

3
dalam alkohol 95%, larutan Wagner (KI+I2) dalam akuades, AlCl3 5% dalam
alkohol 85%, FeCl3 10%, dan natrium karbonat.
Alat yang digunakan antara lain mikroskop cahaya tipe CH20 yang
dilengkapi dengan mikrometer, mikroskop cahaya Olympus BX51, mikroskop
floresen, dan kamera optilab.
Persiapan Bahan Penelitian
Tumbuhan sampel diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat (Balittro), Kota Bogor. Tumbuhan diperbanyak dengan menggunakan teknik
perbanyakan vegetatif stek batang. Media yang digunakan adalah tanah, pupuk
kandang, dan arang sekam dengan perbandingan 3:1:1 dan dimasukkan ke dalam
polybag berwarna hitam berukuran 10/5 cm x 15 cm x 0,05 mm. Tanaman stek
dalam polybag selanjutnya diletakkan pada kondisi lembap dan dinaungi dengan
plastik di dalam rumah kaca. Tanaman hasil perbanyakan dipindahkan ke dalam
media tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 yang dimasukkan ke
dalam polybag berukuran 28/14 cm x 29 cm x 0,04 mm setelah stek berumur
sekitar sekitar satu bulan, lalu diletakkan dengan kondisi terbuka di dalam rumah
kaca. Tanaman dipanen ketika berumur tiga bulan. Bagian tanaman yang diteliti
adalah helai daun, tangkai daun, dan batang.
Bahan untuk sayatan paradermal difiksasi terlebih dahulu di dalam etanol
70% sebelum dibawa ke laboratorium, sedangkan untuk pengamatan struktur
sekretori dan histokimia sampel dibawa ke laboratorium dalam keadaan segar.
Analisis Struktur Sekretori
Pembuatan Sediaan Mikroskopik untuk Pengamatan Struktur Sekretori
Sampel penelitian diambil sebanyak 3 ulangan dengan masing-masing
ulangan digunakan sebanyak 3 tanaman. Masing-masing tanaman diambil bagian
helai daun, tangkai daun, dan batang pada setiap titik pengamatan (Gambar 1).
Analisis struktur sekretori menggunakan dua jenis sediaan mikroskopik, yaitu
sayatan transversal dan paradermal organ.
Sayatan transversal organ dibuat dalam keadaan segar untuk mengetahui
keberadaan struktur sekretori pada masing-masing organ yang diamati. Struktur
sekretori diamati bentuk, ukuran, letak, dan tipenya di bawah mikroskop.
Sayatan paradermal dibuat dalam bentuk sediaan semi permanen dengan
pewarnaan safranin 1% mengikuti metode wholemount (Sass 1951). Sampel
organ tumbuhan yang telah difiksasi dalam etanol 70% dicuci dengan akuades lalu
dilunakkan dalam larutan HNO3 30%. Setelah permukaan sampel lunak, dicuci
dengan akuades, lalu disayat tipis dengan silet untuk memperoleh lapisan
epidermis. Hasil sayatan diwarnai dengan safranin 1% selama 5 menit, kemudian
diletakkan di gelas obyek yang telah diberi media gliserin 30%, ditutup dengan
gelas penutup.
Sebaran Struktur Sekretori
Sebaran struktur sekretori meliputi informasi mengenai keberadaan dan
kerapatan struktur sekretori. Sebaran struktur sekretori diamati pada helai daun,

4
tangkai daun, dan batang pada masing-masing titik pengamatan. Pengamatan
keberadaan struktur sekretori dilakukan terhadap sayatan transversal, sedangkan
pengamatan kerapatan struktur sekretori dilakukan terhadap sayatan paradermal
organ. Pengamatan mikroskopik kerapatan struktur sekretori dilakukan pada 5
bidang pandang pada masing-masing titik pengamatan. Kerapatan struktur
sekretori ditentukan dengan rumus (Lestari 2006) sebagai berikut:

Primordia (P)

Muda (M)

Dewasa I (DI)

Dewasa II (DII)

Tua (T)

Gambar 1 Lokasi titik pengamatan tumbuhan jawer kotok. P, pucuk apikal; M,
ruas ke-2/3; DI, ruas ke-4/5; DII, ruas ke-7/8; T, ruas ke-10/11
Pertumbuhan Struktur Sekretori
Pertumbuhan struktur sekretori diamati berdasarkan peningkatan ukuran
struktur sekretori berupa panjang, lebar, maupun diameter struktur sekretori.
Pengukuran tersebut dilakukan terhadap sayatan transversal pada helai daun,
tangkai daun, dan batang pada masing-masing titik pengamatan.
Panjang struktur sekretori diperoleh dengan melakukan pengukuran
terhadap sel kepala sekretori pada trikoma kelenjar secara vertikal, sedangkan
lebar struktur sekretori diperoleh dengan pengukuran struktur sel kepala pada
trikoma kelenjar secara horizontal. Pengukuran diameter struktur sekretori
dilakukan pada struktur sekretori berbentuk bulat. Pengukuran struktur sekretori
dilakukan terhadap 10 buah struktur sekretori pada tiap jenis struktur yang
dijumpai.

5
Perkembangan Struktur Sekretori
Pengamatan perkembangan struktur sekretori dilakukan berdasarkan
proses perubahan struktur sekretori dari awal pembentukan hingga mengalami
penuaan. Pengamatan dilakukan pada tahap-tahap perkembangan struktur
sekretori, misalnya fase inisiasi struktur sekretori, pre-sekretori, sekretori, dan fase
pos-sekretori pada trikoma kelenjar. Pengamatan dilakukan terhadap sayatan
transversal pada helai daun, tangkai daun, dan batang pada masing-masing titik
pengamatan.

Analisis Histokimia
Jenis kandungan metabolit sekunder dianalisis dengan menggunakan uji
histokimia yang terdiri atas uji alkaloid, uji fenol, uji terpenoid, uji flavonoid, dan
uji keberadaan senyawa lipofil. Sayatan transversal untuk uji histokimia
menggunakan sampel tanaman segar dan diamati pada bagai helai daun, tangkai
daun, dan batang tanaman.
Uji Alkaloid. Sampel disayat tipis, lalu direndam dalam pereaksi Wagner
(Lampiran 1) selama 2 hari. Sayatan sampel diletakkan di atas gelas objek dan
diamati di bawah mikroskop. Hasil positif ditunjukkan dengan warna merah
kecoklatan. Sebagai kontrol negatif, sayatan direndam di dalam asam tartarat 5%
dalam alkohol 95% selama 48 jam untuk melarutkan alkaloid, kemudian
diletakkan pada gelas objek dan ditetesi pereaksi yang sama, lalu diamati di
bawah mikroskop (Furr dan Mahlberg 1981).
Uji Fenol. Sampel disayat tipis, lalu direndam dengan larutan FeCl3 10%, diberi
natrium karbonat, setelah itu didiamkan selama 15 menit. Sampel diletakkan di
atas gelas objek dan diamati di bawah mikroskop. Hasil positif ditunjukkan
dengan warna hijau tua-kehitaman (Johansen 1940).
Uji Terpenoid. Sampel disayat tipis, lalu direndam dalam tembaga asetat 5%
selama satu malam, kemudian diletakkan di atas gelas objek dan diamati di bawah
mikroskop. Keberadaan terpenoid ditandai dengan warna kuning kecoklatan
(Harborne 1987).
Uji Flavonoid. Sampel disayat tipis, lalu direndam dalam pewarna AlCl3 5%
dalam alkohol 85%. Sayatan sampel diamati di bawah mikroskop fluoresen
dengan filter UV. Kandungan senyawa flavonoid ditandai dengan pendaran
berwarna kuning, hijau, atau biru (Guerin et al. 1971).
Uji Keberadaan Senyawa Lipofil. Sampel disayat tipis, lalu direndam dalam
larutan alkohol 70% selama 1 menit. Tahap selanjutnya, sampel diwarnai dengan
larutan sudan IV, lalu dipanaskan dalam water bath 40°C selama 30 menit,
diletakkan di atas gelas objek, lalu diamati di bawah mikroskop. Hasil positif
ditunjukkan dengan warna jingga (Boix et al. 2011).
Tingkat Akumulasi Metabolit Sekunder. Tingkat akumulasi metabolit sekunder
pada struktur sekretori menunjukkan tahap perkembangan struktur sekretori
selama fase pertumbuhan organ, ditentukan berdasarkan banyak sedikitnya
akumulasi metabolit sekunder yang teramati pada struktur sekretori di masingmasing titik pengamatan.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebaran Struktur Sekretori
Jenis Struktur Sekretori
Hasil pengamatan pada tumbuhan jawer kotok menunjukkan bahwa
struktur sekretori ditemukan pada helai daun, tangkai daun, dan batang tumbuhan.
Struktur sekretori yang dijumpai berupa trikoma kelenjar dan sel idioblas.
Trikoma kelenjar yang dijumpai terdiri atas 2 tipe, yaitu trikoma kelenjar kapitat
dan peltat yang tersebar di seluruh permukaan helai daun, tangkai daun, maupun
batang tumbuhan. Kedua jenis trikoma ini dibedakan berdasarkan struktur dan sel
sekretorinya (Ascensão et al. 1995).
Trikoma kelenjar umumnya dibentuk oleh sel basal, sel tangkai, dan sel
kepala (Fahn 1979). Sel kepala pada trikoma kelenjar kapitat terdiri atas beberapa
ukuran dan bentuk, diantaranya pendek, panjang, uniseluler, atau multiseluler.
Namun, trikoma kelenjar kapitat yang terdiri atas sel basal, sel tangkai pendek
yang memiliki 1-2 sel kepala adalah trikoma yang paling sering dijumpai pada
tumbuhan Lamiaceae (Liu dan Liu 2012). Trikoma kelenjar peltat terdiri atas sel
basal, 1 sel tangkai, dan sel kepala yang terdiri atas 4-18 sel (Ascensão dan Pais
1998). Trikoma jenis ini memiliki selubung sel kepala yang berkembang di atas
sel kepala pada fase matangnya (Liu dan Liu 2012).

A

E

Gambar 2

B

D

C

F

Struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok. Trikoma
kelenjar kapitat: tipe 1 (A), tipe 2 (B), dan tipe 3 (C);
trikoma kelenjar peltat tipe 1 (D), tipe 2 (E), dan sel idioblas
(F). Bar: 20 µm

7
Jenis trikoma kelenjar yang ditemukan pada permukaan adaksial maupun
abaksial helai daun jawer kotok terdiri atas trikoma kelenjar kapitat tipe 1 dan 2
serta trikoma kelenjar peltat tipe 1 dan 2. Trikoma kelenjar yang ditemukan pada
tangkai daun dan batang terdiri atas trikoma kapitat tipe 1, 2, dan 3 (Tabel 1).
Trikoma kelenjar kapitat tipe 1, 2, dan 3 memiliki struktur sel yang berbeda
(Gambar 2). Trikoma kelenjar kapitat tipe 1 tersusun atas sel basal, sel tangkai,
dan 1 sel kepala, sedangkan trikoma kelenjar kapitat tipe 2 tersusun atas sel basal,
sel tangkai, dan 2 sel kepala. Trikoma kelenjar kapitat tipe 3 tersusun atas sel
basal, sel tangkai, dan 1 sel kepala berbentuk lonjong. Trikoma kelenjar peltat tipe
1 memiliki sel basal, sel tangkai, dan 4 sel kepala yang diselubungi oleh selubung
sel kepala berwarna transparan. Trikoma kelenjar peltat tipe 2 memiliki sel basal,
sel tangkai, dan 4 sel kepala yang diselubungi oleh selubung sel kepala berwarna
cokelat tua.
Tabel 1 Keberadaan struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok
Organ tumbuhan

Trikoma kelenjar kapitat

1
Helai daun
+
Tangkai daun
+
Batang
+
Keterangan: (+) Ada, (-) Tidak ada

2
+
+
+

3
+
+

Trikoma kelenjar
peltat
1
2
+
+
-

Idioblas
+
-

Secara umum, trikoma kelenjar yang ditemukan pada helai daun, tangkai
daun, maupun batang memiliki jenis yang sama. Lavandula pinnata L.
(Lamiaceae) memiliki 4 jenis trikoma, terdiri atas trikoma kapitat dengan sel
kepala tunggal, trikoma kapitat dengan 2 sel kepala, trikoma kapitat berkepala 1
sel dengan sel tangkai panjang, dan trikoma peltat dengan 8 sel kepala (Huang et
al. 2008). Isodon rubescens dari Famili yang sama memiliki 2 jenis trikoma
kelenjar yang terdiri atas trikoma kelenjar kapitat yang memiliki 2 sel kepala dan
trikoma kelenjar peltat yang memiliki 4 sel kepala (Liu dan Liu 2012).
Sel idioblas adalah suatu sel yang berbeda ukuran, bentuk, maupun isi
kandungannya dari sel lain di dalam satu jaringan. Struktur sekretori berupa sel
idioblas umumnya berupa sel tunggal (Esau 1977). Sel idioblas berbentuk bulat
ditemukan pada jaringan mesofil tumbuhan jawer kotok. Struktur tersebut tidak
ditemukan pada jaringan tangkai daun maupun batang. Bosabalidis (2014)
melaporkan pada tumbuhan Teucrium polium (Lamiaceae), juga ditemukan sel
idioblas pada jaringan mesofilnya.
Kerapatan Struktur Sekretori
Kerapatan struktur sekretori pada helai daun, tangkai daun, maupun batang
tanaman jawer kotok menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangan organ
pada titik pengamatan, yakni titik primordia, muda, dewasa 1, dewasa 2, dan tua,
nilai kerapatannya semakin rendah (Tabel 2). Kerapatan trikoma kelenjar pada
permukaan adaksial daun lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan abaksial
daun. Trikoma kelenjar kapitat tipe 1 memiliki kerapatan tertinggi jika
dibandingkan dengan jenis trikoma kelenjar yang lain, baik pada helai daun,
tangkai daun, maupun batang tumbuhan. Trikoma kelenjar kapitat tipe 2 memiliki

8
nilai kerapatan yang lebih rendah dari trikoma kelenjar kapitat tipe 1, tetapi masih
lebih tinggi jika dibandingkan dengan trikoma kelenjar tipe lain pada helai daun,
tangkai daun, maupun batang tumbuhan. Trikoma kelenjar kapitat tipe 3 pada
batang memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
keberadaannya pada tangkai daun. Trikoma kelenjar peltat tipe 1 dan 2 yang
dijumpai pada daun memiliki nilai kerapatan yang rendah jika dibandingkan
dengan jenis trikoma kelenjar kapitat 1 dan 2 pada helai daun.
Penurunan nilai kerapatan dari titik pengamatan primordia hingga titik tua
terjadi pada struktur sekretori berupa trikoma kelenjar kapitat tipe 1, 2, dan 3,
serta trikoma peltat tipe 2. Trikoma kelenjar kapitat, baik tipe 1, 2, atau 3
mengalami penurunan nilai kerapatan yang tajam pada titik primordia menuju titik
dewasa I. Penurunan nilai kerapatan pada trikoma kelenjar tipe tersebut
dilanjutkan dengan penurunan yang tidak terlalu tajam pada titik pengamatan
berikutnya. Trikoma kelenjar peltat tipe 2 mengalami penurunan kerapatan yang
tidak terlalu tajam pada setiap fase pertumbuhannya. Berbeda dengan tipe trikoma
yang lain, trikoma kelenjar peltat tipe 1 memiliki nilai kerapatan yang rendah pada
titik primordia, lalu meningkat pada titik muda dan titik dewasa 1, namun kembali
menurun pada titik dewasa 2 hingga tua. Hal ini menunjukkan bahwa trikoma
jenis tersebut masih dapat mulai muncul pada titik muda. Penelitian yang
dilakukan oleh Turner et al. (2000a) menunjukkan bahwa trikoma kelenjar peltat
yang dijumpai pada Mentha X piperita memiliki pola pertumbuhan yang tidak
seragam pada satu titik pengamatan, karena waktu inisiasi kemunculan yang
berbeda antara trikoma yang satu dengan yang lain pada jenis yang sama.
Kerapatan trikoma kelenjar peltat tipe 1 dan 2 menunjukkan nilai
0,00/mm2 pada bagian abaksial daun pada titik tua. Hal ini yang menunjukkan
bahwa kedua jenis trikoma tersebut sudah tidak ditemukan kembali pada titik tua.
Hal ini disebabkan oleh kerusakan struktur saat memasuki titik tua yang diawali
dengan degradasi selubung sel kepala. Penelitian tentang perkembangan trikoma
kelenjar peltat pada Mentha arvensis L. (Lamiaceae) yang dilakukan oleh Sharma
et al. (2003) menunjukkan, trikoma peltat akan mengalami kerusakan selubung sel
kepala sekretori saat memasuki fase penuaan struktur sekretori seiring dengan
penuaan organ tumbuhan. Pola degradasi selubung sel kepala ini tidak terjadi pada
trikoma kapitat. Sel idioblas mulai ditemukan pada titik muda dan mengalami
peningkatan kerapatan pada titik dewasa 1 Kerapatan sel idioblas kembali
menurun setelah memasuki titik dewasa II. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
kerapatan pada titik dewasa 2 dan tua yang nilainya lebih kecil dari kerapatan
pada titik dewasa 1. Struktur ini belum ditemui pada titik primordia.
Liu et al. (2012) menyatakan bahwa kerapatan trikoma kelenjar pada
Lamiaceae akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia organ. Hal
ini merupakan mekanisme adaptasi tumbuhan karena daun pada fase awal
pertumbuhan membutuhkan proteksi lebih tinggi untuk melindungi diri dari
pemangsa. Struktur sekretori umumnya mampu mensekresikan zat yang bersifat
toksik untuk herbivora. Faktor lain yang mempengaruhi penurunan kerapatan
struktur sekretori adalah penambahan luas permukaan yang terjadi pada seluruh
organ tumbuhan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masing-masing
organ (Valkama et al. 2004). Struktur sekretori umumnya sudah dapat mulai
ditemukan pada awal perkembangan organ tumbuhan.

9
Tabel 2 Kerapatan struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok
Kerapatan (mm-2)
Organ

SS

Primordia

Muda

Dewasa I

Dewasa II

Tua

Ad

Ab

Ad

Ab

Ad

Ab

Ad

Ab

Tk. 1

42,17 ± 0,27

24,10 ± 0,26

30,12 ± 0,00

24,10 ± 0,26

18,07 ± 0,00

18,07 ± 0,00

12,05 ± 0,00

12,04 ± 0,51

12,05 ± 0,00

Helai

Tk. 2

30,12 ± 0,54

18,07 ± 0,26

18,07 ± 0,00

18,07 ± 0,00

12,05 ± 0,00

12,04 ± 0,26

12,05 ± 0,00

6,02 ± 0,00

6,02 ± 0,00

daun

Tp. 1

12,05 ± 0,06

12,05 ± 0,26

18,07 ± 0,00

18,07 ± 0,00

12,05 ± 0,00

6,02 ± 0,26

6,02 ± 0,00

1,73 ± 0,00

0,00 ± 0,00

Tp. 2

12,05 ± 0,00

12,05 ± 0,26

6,02 ± 0,00

12,05 ± 0,26

6,02 ± 0,00

6,02 ± 0,00

6,02 ± 0,00

0,91 ± 0,21

0,00 ± 0,00

Tk. 1

48,19 ± 0,00

44,18 ± 0,58

28,11 ± 0,58

20,08 ± 0,58

18,07 ± 1,00

Tk. 2

36,14 ± 0,00

30,12 ± 0,00

20,08 ± 0,58

12,05 ± 0,00

10,04 ± 0,58

Tk. 3

30,12 ± 0,00

22,09 ± 0,58

14,06 ± 0,58

4,02 ± 0,58

2,01 ± 0,58

Tk. 1

51, 20 ± 0,71

40,16 ± 1,53

18,07 ± 0,00

18,07 ± 0,00

8,03 ± 0,58

Tk. 2

39,16 ± 0,71

32,13 ± 0,58

14,06 ± 0,51

14,06 ± 0,58

6,02 ± 0,00

Tk. 3

36,14 ± 1,41

22,09 ± 0,58

10,04 ± 0,19

10,04 ± 0,58

2,01 ± 0,58

Idioblas

0,00 ± 0,00

0,062 ± 0,10

2,49 ± 1,15

1,87 ± 0,53

1,03 ± 0,06

Tangkai
daun

Batang
Helai
daun

Keterangan: Ab: Abaksial, Ad: Adaksial, SS: Struktur Sekretori Tk: Trikoma kapitat, Tp: Trikoma peltat

10
Pertumbuhan dan Perkembangan Struktur Sekretori

A

Panjang trikoma (�m)

Pertumbuhan Struktur Sekretori
Pertumbuhan Trikoma Kelenjar pada Helai Daun
Perkembangan struktur sekretori terjadi seiring dengan proses
pertumbuhan yang terjadi pada organ tumbuhan. Pertumbuhan struktur tersebut
dapat ditunjukkan dengan pertambahan ukuran panjang dan lebar trikoma kelenjar
pada setiap titik pengamatan. Pertumbuhan trikoma kelenjar pada helai daun
(Gambar 3) menunjukkan kecenderungan yang berbeda pada pertambahan
panjang dan lebarnya. Trikoma kelenjar kapitat tipe 1 dan 2 serta trikoma kelenjar
peltat tipe 2 memiliki kemiripan pola pertumbuhan dari segi ukuran panjang dan
lebarnya. Pertumbuhan trikoma kelenjar tipe tersebut mengalami peningkatan
yang tajam dari titik primordia menuju titik muda dan berangsur melambat pada
titik pengamatan berikutnya hingga titik tua. Trikoma peltat tipe 1 mengalami
peningkatan pertambahan panjang dan lebar yang tajam pada titik primordia
menuju titik muda. Pola pertumbuhan pada trikoma tipe ini kembali menurun
pada titik dewasa 2 menuju titik tua.
50
40

Tk. 1

30

Tk. 2
Tp. 1

20

Tp. 2

10
0

Fase pertumbuhan

B

Lebar trikoma (�m)

60
50
Tk. 1

40

Tk. 2

30

Tp. 1

20

Tp. 2

10
0

Fase pertumbuhan
Gambar 3 Pertumbuhan trikoma kapitat (Tk) dan peltat (Tp) pada helai
daun tumbuhan jawer kotok. Panjang (A) dan lebar (B) trikoma

11
Pertumbuhan Trikoma Kelenjar pada Tangkai Daun
Pertumbuhan trikoma kelenjar pada tangkai daun dan batang memiliki
kecenderungan pertumbuhan yang sama. Trikoma kelenjar kapitat tipe 1, 2, dan 3
mengalami peningkatan ukuran, baik pada lebar maupun panjangnya secara
bertahap dari titik primordia menuju titik tua. Pertumbuhan trikoma kelenjar pada
tangkai daun (Gambar 4) menunjukkan peningkatan ukuran tajam pada titik
primordia menuju titik muda pada trikoma kelenjar tipe 1, 2, dan 3, lalu
dilanjutkan dengan peningkatan ukuran yang tidak terlalu tajam pada titik-titik
berikutnya hingga titik tua.
25
Panjang trikoma (�m)

A

20
Tk. 1
15

Tk. 2

10

Tk. 3

5
0

Fase pertumbuhan
25
Lebar trikoma (�m)

B

20
Tk. 1

15

Tk. 2
10

Tk. 3

5
0

Fase pertumbuhan
Gambar 4 Pertumbuhan trikoma kelenjar kapitat (Tk) pada helai daun
tumbuhan jawer kotok. Panjang (A) dan lebar (B) trikoma

12
Pertumbuhan Trikoma Kelenjar pada Batang
Pertumbuhan trikoma kelenjar pada batang (Gambar 5) berupa trikoma
kelenjar kapitat tipe 1 dan 2 memiliki kecenderungan yang sama, yaitu mengalami
peningkatan ukuran yang tajam pada struktur panjang dan lebarnya pada titik
dewasa II menuju titik tua. Trikoma kelenjar kapitat tipe 3 mengalami
peningkatan ukuran panjang yang tajam pada titik dewasa II menuju titik tua,
sedangkan peningkatan ukuran lebar yang tajam terdapat pada titik primordia
menuju titik muda. Hal ini menunjukkan bahwa trikoma kelenjar kapitat tipe 3
masih dapat tumbuh optimal pada titik tua.

A

Panjang trikoma (�m)

25
20
Tk. 1
Tk. 2
Tk. 3

15
10
5
0

Fase pertumbuhan
25
Lebar trikoma (�m)

B
20
Tk. 1
15

Tk. 2
Tk. 3

10
5
0

Fase pertumbuhan
Gambar 5

Pertumbuhan trikoma kelenjar kapitat (Tk) pada helai daun
tumbuhan jawer kotok. Panjang (A) dan lebar (B) trikoma

13

Diameter idioblas (�m)

Pertumbuhan Sel Idioblas pada Jaringan Mesofil
Sel idioblas mengalami pertumbuhan berupa peningkatan ukuran diameter
pada beberapa titik pengamatan. Sel idioblas baru ditemukan pada titik
pengamatan muda dan ukurannya terus bertambah pada titik pengamatan dewasa
1 dan dewasa 2, lalu ukuran diameternya kembali menurun setelah memasuki titik
tua (Gambar 6).

8
6
4
2
0

Fase pertumbuhan
Gambar 6 Grafik pertumbuhan sel idoblas pada helai daun tumbuhan
jawer kotok
Pengamatan terhadap pertumbuhan struktur sekretori berupa trikoma
kelenjar maupun sel idioblas menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangan
organ, maka ukuran struktur sekretori yang teramati semakin bertambah. Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan struktur sekretori masih terjadi hingga titik
pengamatan tua. Turner et al. (2000b) menyatakan bahwa pertumbuhan struktur
sekretori akan terus terjadi seiring dengan perkembangan struktur sekretori dalam
perannya mengakumulasi metabolit sekunder pada tumbuhan.
Perkembangan Struktur Sekretori
Struktur trikoma kelenjar kapitat maupun peltat pada tumbuhan jawer
kotok menunjukkan beberapa fase perkembangan pada masing-masing titik
pengamatan, mulai dari primordia, muda, dewasa 1, dewasa 2, maupun tua. Titik
primordia pada trikoma kelenjar kapitat maupun peltat menunjukkan fase presekretori, yaitu fase awal perkembangan struktur trikoma kelenjar. Titik muda
sampai dewasa 2 menunjukkan fase sekretori, karena pada fase ini trikoma
kelenjar mengalami peningkatan ukuran dari segi panjang maupun lebarnya secara
bertahap, diikuti dengan pematangan struktur untuk menghasilkan senyawa
metabolit sekunder. Fase pos-sekretori ditemukan pada trikoma kelenjar peltat
tipe 1 dan 2 yang telah mengalami degradasi pada selubung sel kepalanya. Fase
ini tidak terjadi pada trikoma kelenjar kapitat. Hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan trikoma kelenjar kapitat masih dapat berlangsung pada titik
tersebut. Pola perkembangan struktur sekretori berupa sel idioblas menunjukkan
kecenderungan yang sama. Sel idioblas baru ditemukan pada titik muda,
berbentuk bulat, dan mengalami peningkatan diameter hingga pada titik

14
pengamatan dewasa. Diameter struktur ini kembali menurun ketika memasuki
titik tua. Fase inisiasi sel trikoma kelenjar dari jaringan meristem tidak ditemukan
selama pengamatan struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok.
Secara umum, Turner et al. (2000b) menyatakan bahwa perkembangan
struktur sekretori, dalam hal ini trikoma kelenjar, diawali dengan inisiasi sel
trikoma kelenjar dari jaringan meristem. Proses ini berlanjut pada fase presekretori, yaitu saat struktur sekretori mulai berkembang dan menjadi struktur
trikoma kelenjar lengkap yang terdiri atas sel basal, sel tangkai, serta sel sekretori.
Fase perkembangan kembali berlanjut pada fase sekretori, yaitu saat struktur
trikoma kelenjar telah mampu mengakumulasi metabolit sekunder dengan optimal,
ditandai dengan peningkatan ukuran secara bertahap. Fase selanjutnya dari
perkembangan trikoma kelenjar yaitu fase pos-sekretori, pada trikoma peltat
khususnya adalah penyusutan serta degradasi pada selubung sel kepala. Menurut
Sharma et al. (2003), fase degradasi ini tidak terjadi pada trikoma kapitat. Hal ini
dapat disebabkan oleh perbedaan struktur sel kepala pada trikoma kelenjar kapitat
yang tidak memiliki selubung seperti yang terdapat pada trikoma peltat.

Analisis Histokimia
Struktur sekretori berupa trikoma kelenjar pada tumbuhan jawer kotok
mengandung beberapa macam metabolit sekunder, yaitu alkaloid, fenol, flavonoid,
dan terpenoid, sedangkan sel idioblas mengandung senyawa lipofil (Gambar 7).
Kandungan senyawa metabolit sekunder setiap tipe trikoma kelenjar pada
tumbuhan jawer kotok berbeda-beda. Perkembangan akumulasi senyawa
metabolit sekunder organ helai daun, tangkai daun, dan batang pada tumbuhan
jawer kotok disajikan pada Tabel 3, 4, dan 5.
. Trikoma kelenjar kapitat tipe 1 dan 2 pada helai daun menunjukkan hasil
positif pada uji kandungan alkaloid, fenol, flavonoid, dan terpenoid, sedangkan
trikoma kapitat tipe tersebut pada batang dan tangkai daun menunjukkan hasil
positif pada uji fenol, flavonoid, dan terpenoid. Uji kandungan senyawa alkaloid
pada trikoma tipe tersebut menunjukkan hasil negatif. Trikoma kelenjar kapitat
tipe 3 dan trikoma kelenjar peltat tipe 1 menunjukkan hasil positif pada uji
kandungan alkaloid, flavonoid, dan terpenoid. Uji kandungan fenol pada trikoma
kelenjar tipe tersebut menunjukkan hasil negatif. Trikoma kelenjar peltat tipe 2
menunjukkan hasil negatif pada semua uji yang dilakukan. Sel idioblas yang
ditemukan pada jaringan mesofil menunjukkan hasil positif pada uji senyawa
lipofil. Senyawa lain yang umumnya dapat disekresikan oleh sel idioblas
diantaranya senyawa lendir (Pakravan et al. 2007), protein (Ueda et al. 2006),
tanin (Zobel 1985), dan lain-lain.
Tingkat akumulasi senyawa metabolit sekunder berbeda-beda pada setiap
fase perkembangan struktur sekretori (Lampiran 2). Akumulasi senyawa metabolit
tertinggi pada fase dewasa tumbuhan jawer kotok untuk senyawa alkaloid dan
terpenoid (Tabel 3, 4, dan 5). Akumulasi senyawa flavonoid tertinggi pada fase
muda. Senyawa fenol masih terakumulasi banyak pada fase dewasa pada helai
daun (Tabel 3), sedangkan senyawa metabolit selanjutnya telah menurun pada
fase tua. Sel idioblas pada jaringan mesofil diketahui mengandung senyawa lipofil.
Akumulasi tertinggi senyawa lipofil pada tumbuhan ini terdapat pada fase tumbuh

15
dewasa I. Diameter senyawa lipofil pada sel idioblas menurun dan mengalami
penyusutan pada fase dewasa II dan tua. Hal ini juga dipengaruhi oleh kerapatan
sel idioblas pada fase dewasa II yang telah berkurang.
A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M

N

S

T

A1

B1

P

O

U

C1

G1

V

Q

W

D1

E1

R

X

F1

H1

Gambar 7 Hasil uji histokimia struktur sekretori tumbuhan jawer kotok. Trikoma
kelenjar kapitat tipe 1 (A-F), trikoma kelenjar kapitat tipe 2 (G-L),
trikoma kelenjar kapitat tipe 3 (M-R), trikoma peltat tipe 1 (S-X),
trikoma peltat tipe 2 (A1-F1), dan sel idioblas (G1-H1). Kontrol air (A,
G, M, S, A1, G1), alkaloid (B, H, N, T, B1), kontrol alkaloid (C, I, O,
U, C1), fenol (D, J, P, V, D1), terpenoid (E, K, Q, W, E1), flavonoid
(F, L, R, X, F1), dan senyawa lipofil (H1)
Analisis perkembangan akumulasi senyawa metabolit sekunder pada helai
daun, tangkai daun, maupun batang tumbuhan jawer kotok menunjukkan

16
kecenderungan yang relatif sama. Hasil pengamatan yang telah dilakukan
mengindikasikan bahwa ada hubungan antara tingkat perkembangan organ
tumbuhan dengan kandungan metabolit sekunder yang dikandungnya. Kandungan
metabolit sekunder pada struktur sekretori akan meningkat dari titik primordia
menuju titik dewasa, namun akan kembali menurun ketika memasuki pengamatan
pada titik tua. Peningkatan akumulasi senyawa metabolit sekunder tertinggi
diperoleh ketika organ tumbuhan masih muda hingga mengalami maturasi,
tergantung pada jenis kandungan metabolit sekunder yang diuji.
Tabel 3 Tingkat akumulasi metabolit sekunder helai daun tumbuhan jawer kotok
Hasil pengujian
Alkaloid
Primordia
Muda
Dewasa I
Dewasa II
Kapitat tipe 1
+
+
++
+++
Kapitat tipe 2
+
++
++
+++
Peltat tipe 1
+
+
++
+++
Peltat tipe 2
Fenol
Kapitat tipe 1
+
+
+
++
Kapitat tipe 2
+
++
++
++
Peltat tipe 1
Peltat tipe 2
Terpenoid
Kapitat tipe 1
+
++
+++
++
Kapitat tipe 2
+
+
+++
++
Peltat tipe 1
+
+
+
++
Peltat tipe 2
Flavonoid
Kapitat tipe 1
+++
++
+
Kapitat tipe 2
+++
++
+
Peltat tipe 1
+++
++
+
Peltat tipe 2
Senyawa lipofil
Jar. Mesofil
+
++
+
Keterangan: Jar.: Jaringan, (-) Tidak ada; (+) sedang; (++) banyak; (+++) sangat banyak
Trikoma
Kelenjar

Tua
++
++
++
+++
+++
+
+
++
+

Peningkatan akumulasi ini dipengaruhi oleh perkembangan struktur
sekretori. Pengamatan terhadap akumulasi senyawa metabolit sekunder pada
struktur sekretori yang dijumpai pada jawer kotok menunjukkan bahwa titik
optimal untuk menampung dan menghasilkan struktur sekretori dijumpai pada
titik dewasa. Menurut Sharma et al. (2003), perkembangan akumulasi metabolit
sekunder struktur sekretori pada trikoma kelenjar Mentha arvensis L. terdiri atas
tiga fase, yaitu fase pre-sekretori, fase sekretori, dan pos-sekretori. Pada fase presekretori terjadi pembentukan struktur sekretori, namun belum diikuti dengan
akumulasi kandungan metabolit sekunder. Memasuki fase sekretori, struktur
sekretori mulai aktif menampung akumulasi senyawa metabolit secara optimal.
Perkembangan organ tumbuhan yang terus-menerus mengakibatkan penuaan
jaringan, sehingga struktur sekretori mulai mengalami masa akhir dari akumulasi
senyawa metabolit sekunder. Proses ini terjadi pada fase pos-sekretori.

17
Tabel 4 Tingkat akumulasi metabolit sekunder tangkai daun tumbuhan jawer kotok
Trikoma
Kelenjar
Kapitat tipe 1
Kapitat tipe 2
Kapitat tipe 3

Primordia
+

Muda
++

Kapitat tipe 1
Kapitat tipe 2
Kapitat tipe 3

+
+
-

++
+
-

Kapitat tipe 1
Kapitat tipe 2
Kapitat tipe 3

+
+
+

+
+
+

Kapitat tipe 1
Kapitat tipe 2
Kapitat tipe 3

-

+++
+++
+++

Korteks

-

-

Hasil pengujian
Alkaloid
Dewasa I
Dewasa II
+++
++
Fenol
+++
++
++
+++
Terpenoid
++
+++
++
+++
+++
++
Flavonoid
++
+
++
+
++
+
Senyawa lipofil
-

Tua
+
+
+
+
+
-

Tabel 5 Tingkat akumulasi metabolit sekunder batang tumbuhan jawer kotok
Trikoma
Kelenjar
Kapitat tipe 1
Kapitat tipe 2
Kapitat tipe 3

Primordia
+

Muda
++

Kapitat tipe 1
Kapitat tipe 2
Kapitat tipe 3

+
+
-

++
+
-

Kapitat tipe 1
Kapitat tipe 2
Kapitat tipe 3

+
+
+

+
+
+

Kapitat tipe 1
Kapitat tipe 2
Kapitat tipe 3

-

+++
+++
+++

Korteks

-

-

Hasil pengujian
Alkaloid
Dewasa I
Dewasa II
+++
++
Fenol
+++
++
++
+++
Terpenoid
++
+++
++
+++
+++
++
Flavonoid
++
+
++
+
++
+
Senyawa lipofil
-

Tua
+
+
+
+
+
-

Proses akumulasi senyawa metabolit sekunder berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan struktur sekretori. Venkatachalam et al. (1984)
melalui penelitiannya pada Salvia officinalis (Lamiaceae) menyatakan bahwa
kerapatan trikoma kelenjar semakin menurun seiring dengan peningkatan luas
permukaan organ tumbuhan. Hal ini juga diikuti dengan kondisi sel sekretori yang
semakin matang, sehingga akan menunjukkan kandungan akumulasi senyawa
metabolit yang optimal pada fase dewasa pertumbuhannya. Werker (1993) yang
meneliti perkembangan struktur sekretori pada Ocimum basilicum L. (Lamiaceae)
menyatakan bahwa perbandingan perkembangan akumulasi metabolit jika dilihat

18
dari posisi percabangan maupun luas permukaan organ menunjukkan kondisi yang
sama, yaitu presentase kandungan metabolit akan terus meningkat dari awal fase
pertumbuhan hingga posisi daun dewasa, namun akumulasi pada organ dewasa
akan lebih besar presentasenya jika dibandingkan dengan organ tua, karena fase
tua adalah fase saat struktur sekretori sudah mulai terdegradasi.

SIMPULAN
Helai daun tumbuhan jawer kotok memiliki struktur sekretori berupa
trikoma kelenjar kapitat dan peltat. Tangkai daun dan batang memiliki trikoma
kelenjar kapitat. Sel idioblas ditemukan pada jaringan mesofil daun. Trikoma
kapitat mengandung alkaloid, fenol, flavonoid, dan terpenoid, sedangkan trikoma
peltat mengandung alkaloid, flavonoid, dan terpenoid. Pertumbuhan struktur
sekretori masih terjadi hingga fase dewasa pertumbuhan organ, sedangkan
perkembangan struktur sekretori yang teramati terdiri atas fase pre-sekretori,
sekretori, dan pos-sekretori. Pertumbuhan dan perkembangan struktur sekretori
diikuti dengan penurunan nilai kerapatan struktur sekretori yang terjadi pada
setiap fase pertumbuhan. Akumulasi alkaloid, fenol, dan terpenoid, dan senyawa
lipofil cenderung tertinggi pada fase pertumbuhan dewasa, sedangkan flavonoid
terdapat pada fase muda.

DAFTAR PUSTAKA
Ascensão L, Marques N, Pais MS. 1995. Glandular trichomes on vegetative and
reproductive organs of Leonotis leonurus (Lamiaceae). Ann. Bot. 75: 619-626.
Ascensão L, Pais MS. 1998. The leaf capitate trichomes of Leonotis leonurus:
histochemistry, ultrastructure, and secretion. Ann. Bot. 81: 263-271.
Backer CA, Van Den Brink RCB. 1963. Flora of Java. Volume ke-2. Groningen
(NL): NVP Noordhoff.
Boix YF, Victorio CP, Defaveri ACA, Arruda R do carno de aliveira, Sato A,
Lage CLS. 2011. Glandular trichomes of Rosmarinus officinalis L.:
anatomical and phytochemical analyses of leaf volatiles. Plant
Biosystems.145 (4): 848-856.
Bosabalidis AM. 2014. Idioblastic mucilage cells in Teucrium polium leaf:
anatomy and histochemistry. Modern Phytomorphology.5: 49–52.
Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. Tokyo (JP): Academic Pr.
Esau K. 1977. Anatomy of Seed Plants 2nd edition. New York (US): J Wiley.
Fahn A. 1979. Secretory tissues in plants. London (GB): Academic Pr.
Furr Y, Mahlberg PG. 1981. Histochemical analysis of laticifers and glandular
trichomes in Cannabis sativa. J Nat Prod. 44 (2): 153-159.

19
Guerin HP, Delaveau PG, Paris RR. 1971. Localization histochimiques: procédés
simples de localization de pigments flavoniques. Application á quelques
phanerogrames. Bull. Soc. Bot. Fr. 118: 29-36.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, Penerjemah; Niksolihin S, editor.
Bandung (ID): Penerbit Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari:
Phytochemical methods. Ed ke-2.
Harmanto N. 2007. Herbal untuk Keluarga: Jus Herbal Sehat dan Menyehatkan.
Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.
Heryana S. 1987. Pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia daun iler (Coleus
antropurpureus Benth.) [skripsi]. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran.
Huang SS, Kirchoff BK, Liao JP. 2008. The capitate and peltate glandular
trichomes of Lavandula pinnata L. (Lamiaceae): histochemistry,
ultrastructure, and secretion. Journal of the Torrey Bot Soc. 135 (2): 155167.
Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique. New York (US): McGraw-Hill Pr.
Kaliappan ND, Viswanathan PK. 2009. Pharmacognostical studies on the leaves
of Plectranthus amboinicus (Lour) Spreng. IJGP. 2 (3): 182-184.
Khatun S, Cakilcioglu U, Chatterjee NC. 2011. Phytochemical constituents vis-avis histochemical localization of forskolin in a medicinal plant Coleus
forskohlii Briq. J. Med. Plant. Res. 5 (5): 711-718.
Lestari EG. 2006. Hubungan antara kerapatan stomata dengan ketahanan
kekeringan pada somaklon Gajahmungkur, Towuti, dan IR64. 7 (1): 44-48.
Liu M, Liu J. 2012. Structure and histochemistry of the glandular trichomes on the
leaves os Isodon rubescens (Lamiaceae).Afr. J. Biotechnol.11(17): 40694078.
Liu M, Liu Z, Zhou J. 2012. Morphology and histochemistry of the glandular
trichomes of Isodon rubescens (Hemsley) H. Hara [Lamiaceae]: a promising
medicinal plant of China. J. Med. Plants Res. 6 (8): 1455-1460.
Lorenzi H, Matos FJA. 2008. Plantas medicinalis no Brazil; nativas e exotias.
Sao Paulo (BR): Instituto Plantarum.
Ogundare AO. 2007. Antimicrobial effect of Tithonia diversifolia and Jatropha
gossypifolia leaf extracts. Sci. Res. 2 (2): 145-150.
Pakravan M, Abedinzadeh H, Safacepur J. 2007. Comparative studies on
mucilage cells in different organs in some species of Malva, Althea, and
Alcea. Pak. J. Biol. Sci. 10: 2603–2605.
PIER [Pacific Island and Ecosystems at Risk]. 2012. Plectranthus scutellarioides
(L.) R. Br. Lamiaceae [Internet]. (diperbaharui 2012 Mar 26, diunduh 2016
Jan
11]).
Tersedia
pada:
http://www.hear.org/pier/species/plectranthus_scutellarioides.htm.
Rahmawati F. 2008. Isolasi dan karakterisasi senyawa antibakteri ekstrak daun
jawer kotok (C. scutellarioides [L] Benth.)[tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. Iowa (US): Iowa State Coll Pr.
Sharma S, Sangwan S, Sangwan RS. 2003. Developmental process of essential oil
glandular trichome collapsing in menthol mint. Current Science. 84 (4): 544550.

20
Soni H, Singhai AK. 2012. Recent updates of the genus Coleus: a review. Asian J
Pharm Clin Res. 5 (1): 12-17.
Sukara E, 2000. Sumber daya alam hayati dan pencarian bahan baku obat
(Bioprospecting). Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan
Aromatik. Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor: 31-37.
Turner GW, Gershenzon J, Croteau RB. 2000a. Distribution of Peltate Glandular
Trichomes on Developing Leaves of Peppermint. Plant Physiol. 124: 655663.
Turner GW, Gershenzon J, Croteau RB. 2000b. Development of peltate glandular
trichomes of Peppermint. Plant Physiol. 124: 665-679.
Ueda H, Nishiyama C, Shimada T, Koumoto Y, Hayashi Y, Kondo M, Takahashi
T, Ohtomo I, Nishimura M, Hara-Nishimura I. 2006. AtVAM3 is required
for normal specification of idioblasts, myrosin cells. Plant Cell Physiol. 47:
164–175.
Valkama E, Salminen JP, Koricheva J, Pihlaja K. 2004. Changes in leaf trichomes
and epicuticular flavonoids during leaf development in three birch taxa.
Annals of Botany. 94: 233-242.
Venkatachalam KV, Kjonaas R, Croteau R. 1984. Development and Essential Oil
Content of Secretory Glands of Sage (Salvia officinalis). Plant. Physiol. 76:
148-150.
Werker E, Putievsky E