Studi anatomi, struktur sekretori, dan histokimia Aglaonema simplex: Tumbuhan anti diare di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi

STUDI ANATOMI, STRUKTUR SEKRETORI, DAN
HISTOKIMIA Aglaonema simplex: TUMBUHAN OBAT ANTI
DIARE DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS JAMBI

DEVIANA NOVITASARI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Anatomi,
Struktur Sekretori, dan Histokimia Aglaonema simplex: Tumbuhan Obat Anti
Diare di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Deviana Novitasari
NIM G34100081

ABSTRAK
DEVIANA NOVITASARI. Studi anatomi, struktur sekretori, dan histokimia
Aglaonema simplex: Tumbuhan anti diare di Taman Nasional Bukit Duabelas
Jambi. Dibimbing oleh YOHANA C SULISTYANINGSIH dan DORLY.
Diare merupakan penyakit abnormalitas jumlah cairan pada feses serta
terjadinya peningkatan frekuensi defekasi. Suku Anak Dalam (SAD) yang berada
di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi biasa menggunakan tumbuhan selimpot
merah dan selimpot hijau (Aglaonema simplex) untuk mengobati penyakit diare.
Penelitian ini bertujuan mempelajari struktur anatomi seluruh organ penyusun
tanaman, mengidentifikasi struktur sekretori yang ada, dan menguji kandungan
senyawa pada struktur sekretori selimpot merah dan selimpot hijau yang
dimanfaatkan sebagai obat diare. Pengamatan struktur anatomi, sekretori, dan uji
histokimia dilakukan terhadap sediaan mikroskopis organ akar, rimpang, batang,
pelepah, tangkai daun, dan helai daun. Selimpot merah dan selimpot hijau

memiliki struktur anatomi akar, rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai
daun yang relatif sama. Kerapatan stomata pada selimpot hijau lebih tinggi
dibandingkan selimpot merah. Selimpot merah dan selimpot hijau memiliki kristal
rafid dan kristal drus yang tersebar pada bagian rimpang, batang, pelepah, tangkai
daun, dan helai daun. Selimpot merah dan selimpot hijau pada bagian rimpang,
batang, pelepah, tangkai daun dan helai daun memiliki struktur sekretori berupa
sel idioblas. Sel idioblas pada rimpang, batang, pelepah, dan tangkai daun
dijumpai pada bagian epidermis dan korteks, sedangkan pada helai daun sel
idioblas ditemukan di sekitar jaringan palisade. Sel idioblas yang ditemukan
pada bagian rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, helai daun selimpot merah
dan selimpot hijau mengandung senyawa fenol, alkaloid, dan terpenoid.
Kata kunci: Aglaonema simplex, diare, sel idioblas, uji histokimia

ABSTRACT
DEVIANA NOVITASARI. Study on anatomy, secretory structure, and
histochemistry of Aglaonema simplex: A herb for diarrhea medication at Bukit
Duabelas
National
Park,
Jambi.

Supervised
by
YOHANA
C
SULISTYANINGSIH and DORLY.
Diarrhea is described as an abnormality in fluid content in the feces as well
as increasing of the defecation frequency. Anak Dalam tribe (SAD), an indigenous
people that live in Bukit Duabelas National Park, Jambi province used to utilize
selimpot merah and selimpot hijau (Aglaonema simplex) to treat diarrhea. This
study aimed to analyze the anatomical structure of the entire parts of plant, to
identify the type of secretory structure, and to examine metabolite compounds
accumulated in the secretory structure of selimpot merah and selimpot hijau.
Observations on the anatomy, secretory structure, and histochemistry were
conducted in all parts of the plant i.e.: root, rhizomes, stem, leaf sheath, petiole,
and leaf blade. All parts of plant observed showed that the anatomical structure of
selimpot merah and selimpot hijau is similar but the stomatal density in the leaf
blade of selimpot hijau is higher than that of selimpot merah. The type of
secretory structure found in all parts of selimpot merah and selimpot hijau is
idioblast cell. The idioblast cells in the rhizomes, stem, leaf sheath, and petiole
are spread on the epidermis and the cortex area, while in the leaf blade, they are

found around the palisade tissue. The idioblast cells located in the rhizomes, stem,
leaf sheath, petiole, and leaf blade of selimpot merah and selimpot hijau contain
phenolic compounds, alkaloids, and terpenoids.
Keyword : Aglaonema simplex, diarrhea, idioblast cell, histochemistry

STUDI ANATOMI, STRUKTUR SEKRETORI, DAN
HISTOKIMIA Aglaonema simplex: TUMBUHAN OBAT ANTI
DIARE DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS JAMBI

DEVIANA NOVITASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan
penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak
bulan Februari hingga September 2014 di Laboratorium Anatomi dan Morfologi
Tumbuhan Depertemen Biologi, FMIPA, IPB, dan Laboratorium Mikroteknik
Departemen Biologi, FMIPA, IPB dengan judul Studi Anatomi, Struktur Sekretori,
dan Histokimia Aglaonema simplex: Tumbuhan Obat Anti Diare di Taman
Nasional Bukit Duabelas Jambi.
Terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing Dr Yohana C
Sulistyaningsih, MSi dan Dr Dorly, MSi atas segala bimbingan, arahan, ilmu, dan
saran selama kegiatan penelitian dan penulisan ini. Ungkapan terimakasih penulis
sampaikan kepada Prof Dr Diah Ratnadewi, DEA selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tulisan ini. Terima kasih penulis
sampaikan kepada Bapak Sunaryo sebagai teknisi di Laboratorium Anatomi dan
Morfologi Tumbuhan Departemen Biologi, FMIPA, IPB yang telah membantu
menyediakan alat dan bahan penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan

kepada kak Sinta, kak Evi, kak Darius, kak Ari, Cahaya, Fifi, Fai sebagai teman
seperjuangan atas kesetiaan, dukungan, dan bantuannya selama bekerja di
laboratorium; serta Yuri, Siti, Lia, Mei, kak Miun, Lia, Octa dan semua teman
Biologi 47 atas kebersamaan.
Ungkapan terima kasih terutama disampaikan kepada kedua orang tua, Fajar,
dan adik, beserta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungannya
hingga penulis bisa menyelesaikan strata satu. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Deviana Novitasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2


Bahan

2

Alat

2

Prosedur

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Morfologi Selimpot Merah dan Selimpot Hijau

4


Struktur Anatomi Selimpot Merah dan Selimpot Hijau

4

Keberadaan dan Tipe Stomata Selimpot Merah dan Selimpot Hijau

8

Struktur Sekretori Selimpot Merah dan Selimpot Hijau

9

Uji Histokimia Sel Idioblas Selimpot Merah dan Selimpot Hijau
SIMPULAN DAN SARAN

11
15

Simpulan


15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1 Ukuran, kerapatan, dan indeks stomata selimpot merah dan selimpot
hijau
2 Ukuran dan kerapatan sel idioblas pada selimpot merah dan selimpot
hijau

3 Kandungan senyawa pada sel idioblas berdasarkan hasil uji histokimia

8
10
11

DAFTAR GAMBAR
1 Perawakan selimpot merah dan selimpot hijau
4
2 Struktur anatomi akar, rimpang, batang selimpot merah dan hijau
6
3 Struktur anatomi pelepah, tangkai daun, helai daun selimpot merah dan
selimpot hijau
7
4 Tipe stomata pada daun selimpot merah dan selimpot hijau
8
5 Sebaran stomata pada epidermis daun selimpot merah dan selimpot hijau
9
6 Pengujian histokimia sel idioblas pada selimpot merah
12
7 Pengujian histokimia sel idioblas pada selimpot hijau
13

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diare adalah penyakit yang diindikasikan dengan keadaan abnormal jumlah
cairan pada feses serta terjadinya peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali
sehari atau lebih dari normalnya. Penyakit diare sekitar 90% disebabkan oleh agen
infeksi berupa virus, bakteri, parasit dan 10% disebabkan oleh keracunan
makanan (Fauci 2008).
Daun jambu biji mengandung senyawa tanin dan flavonoid yang terbukti
memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri penyebab diare yaitu
Staphylococcus aureus ATCC 25923 (Darsono dan Stephanie 2003). Kandungan
senyawa kimia berupa saponin, flavonoid, alkaloid, tanin pada daun salam dapat
menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare dan menekan pergerakan usus
( Nuratmi et al. 1999). Daun sapu jagad mengandung senyawa kimia berupa fenol,
terpenoid, dan steroid yang mempunyai efek antimikroba terhadap Escherichia
coli (Hamidya et al. 2006). Tumbuhan obat tersebut diduga memiliki struktur
khusus penghasil sekresi yang disebut struktur sekretori. Hasil dari sekresi
struktur sekretori dapat berupa minyak esensial, resin, lateks, garam mineral, dan
berbagai macam senyawa kimia (Dickison 2000). Komponen senyawa aktif yang
berperan sebagai obat tersimpan pada berbagai organ seperti akar, batang, kulit
batang, dan daun (Ogundare 2007).
Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan salah satu kawasan hutan
hujan tropis dataran rendah di Provinsi Jambi yang menyediakan
keanekaragaman tumbuhan obat. Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
merupakan tempat tinggal Suku Anak Dalam (SAD). Suku Anak dalam telah
memanfaatkan 101 jenis tumbuhan, 27 jenis cendawan, dan 9 jenis hewan sebagai
bahan obat. Sebayak 22 jenis telah diteliti kandungan kimianya, meliputi senyawa
alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol (Deptan 2010; Sasmita et al.
2011). SAD biasa mengolah rimpang dan akar selimpot merah dan selimpot hijau
dengan cara direbus untuk mengobati penyakit diare (Komunikasi pribadi,
Tumenggung Tarip 2013).
Tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau termasuk ke dalam famili
Araceae dengan nama spesies Aglaonema simplex. Habitat alami A. simplex
berada di lantai hutan sekunder dan primer yang lembab, terlindung, dengan
ketinggian 250–700 m dpl. Tumbuhan A. simplex dapat dikenali dari ciri
utamanya, yaitu berbatang basah; tinggi dapat mencapai 100 cm; berbatang putih
keabuan; helai daun berbentuk elips, berwarna hijau polos; memiliki seludang
bunga berwarna hijau kekuningan, panjang tongkol 5 –7 cm dengan buah masak
berwarna merah. Beberapa varietas dari A. simplex dimanfaatkan sebagai tanaman
hias (Asih dan Agung 2012). Erlinawati (2010) melaporkan bahwa A. simplex
merupakan tumbuhan yang dominan ditemukan di gunung Watuwila, Sulawesi
Tenggara. A. simplex yang ditemukan memiliki ukuran batang 2,5 - 6 cm; tangkai
daun 4 -15 cm; dan panjang helai daun 10 - 40 cm serta lebar 4 -16 cm.
Tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh SAD merupakan hasil dari
pengalaman dan pengetahuan yang telah diwariskan suku tersebut secara turun
temurun. Kajian ilmiah terhadap tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan obat

2

tersebut belum banyak dilakukan. Penelitian mengenai struktur sekretori yang
berperan dalam sintesis maupun akumulasi senyawa metabolit pada tumbuhan
selimpot merah dan selimpot hijau belum pernah dilakukan. Informasi mengenai
struktur sekretori serta metabolit yang dihasilkan diharapkan dapat digunakan
untuk pengembangan serta pemanfaatan tumbuhan ini secara lebih baik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari struktur anatomi seluruh organ
tumbuhan, mengidentifikasi struktur sekretori, dan menguji kandungan senyawa
metabolit pada struktur sekretori selimpot merah dan selimpot hijau yang
digunakan sebagai obat antidiare.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari–September 2014.
Pembuatan sayatan sampel dilakukan di Laboratorium Zoologi-LIPI, Cibinong.
Pengamatan anatomi, struktur sekretori dan uji histokimia dilakukan di
Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikroteknik,
Departemen Biologi, FMIPA, IPB.
Bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan adalah selimpot merah (Aglaonema
simplex) dan selimpot hijau (A. simplex) yang diperoleh dari Kawasan Taman
Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Bahan kimia yang digunakan adalah alkohol,
HNO3, safranin, reagen kupri asetat, reagen wagner, reagen asam tartarat, reagen
sudan IV, reagen ferric trichloride, sodium karbonat, kloroks, dan gliserin.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mikrotom putar RV240, hotplate, oven, mikrotom beku, waterbath, mikroskop Olympus BX51 yang
dilengkapi dengan kamera optilab.
Prosedur
Koleksi dan Identifikasi Tumbuhan. Sampel tumbuhan selimpot merah
dan selimpot hijau diambil seluruh bagiannya secara lengkap, kemudian dibuat
herbarium. Tumbuhan tersebut diidentifikasi nama lokalnya dengan bantuan
kepala Suku Anak Dalam, selanjutnya untuk mengetahui nama ilmiahnya
dilakukan identifikasi di Herbarium Bogoriense, LIPI, Bogor. Pengamatan
struktur anatomi dilakukan pada 3 ulangan tumbuhan selimpot hijau dan 2
ulangan tumbuhan selimpot merah

3
Pengamatan Morfologi. Tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau
diamati morfologi akar, rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai
daunnya berdasarkan Tjitrosoepomo (2009).
Pembuatan Sediaan Mikroskopis. Sediaan paradermal daun dibuat dalam
bentuk semi permanen dengan metode sediaan utuh (Sass 1951). Helai daun yang
telah difiksasi dalam alkohol 70%, dicuci dengan akuades lalu direndam dalam
larutan HNO3 50% hingga daun cukup lunak, kemudian dibilas dengan akuades.
Proses pengerikan sisi adaksial dan abaksial daun menggunakan silet. Hasil
sayatan direndam dalam larutan sodium hipoklorit (bayclin) selama 3-5 menit,
kemudian dibilas dengan akuades lalu diwarnai dengan safranin 1% selama 2-3
menit, dan ditempelkan pada gelas objek dengan media gliserin 30%. Parameter
yang diamati pada sayatan paradermal daun adalah ukuran, tipe, indeks, dan
kerapatan stomata. Nilai kerapatan stomata (KS) dan indeks stomata (IS)
diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah stomata
Kerapatan Stomata =
luas bidang pandang (mm²)
Indeks Stomata =

Jumlah stomata
x 100
jumlah stomata + jumlah sel epidermis

Pengamatan Struktur Sekretori dan Pengujian Histokimia. Sampel
helai daun selimpot merah dan selimpot hijau disayat melintang setebal 15µm
menggunakan mikrotom beku sedangkan sampel akar, rimpang, batang, pelepah,
tangkai daun selimpot merah dan selimpot hijau disayat dengan silet. Hasil
sayatan diuji dengan beberapa reagen.
Uji Kandungan Fenol. Uji kandungan fenol pada sel atau jaringan
menggunakan ferric trichloride. Sampel direndam dalam larutan 10% ferric
trichloride dan ditambahkan beberapa butir natrium karbonat lalu dibiarkan
selama 15 menit pada suhu kamar. Senyawa fenol akan bereaksi dengan ion besi
menghasilkan deposit berwarna hijau gelap atau hitam (Johansen 1940).
Uji Kandungan Terpenoid. Uji kandungan terpenoid dilakukan
menggunakan pereaksi tembaga asetat. Sayatan sampel direndam dalam tembaga
asetat 5% selama semalam. Kemudian sayatan diletakkan di atas gelas obyek.
Keberadaan terpenoid pada sel atau jaringan ditandai dengan warna kuning
kecoklatan (Martin et al. 2002).
Uji Kandungan Minyak. Sayatan sampel direndam dalam alkohol 70%
selama 1 menit, kemudian diwarnai dengan reagen sudan IV 0,03% dan
dipanaskan dalam water bath pada suhu 40ºC selama 30 menit. Selanjutnya
sampel dicuci lagi dengan alkohol 70%. Sayatan sampel diletakkan pada gelas
obyek, selanjutnya ditutup dengan gelas penutup. Kandungan minyak ditandai
dengan terbentuknya warna kuning hingga jingga (Boix et al. 2013).
Uji Kandungan Alkaloid. Sayatan sampel ditetesi dengan reagen Wagner
di atas gelas obyek. Adanya kandungan senyawa alkaloid pada sel atau jaringan
ditandai dengan warna merah kecoklatan. Sebagai kontrol negatif, sampel
direndam dengan 5% asam tartarat dalam alkohol 95% selama 48 jam pada suhu
kamar, selanjutnya direaksikan dengan reagen Wagner (Furr dan Mahlberg 1981).
Struktur sekretori ke dua tanaman diamati pada bagian akar, rimpang,
batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun meliputi letak, ukuran, dan

4

kerapatannya. Kerapatan struktur sekretori (KSS) ditentukan dengan rumus
sebagai berikut:
Jumlah trikoma / sel idioblas
KSS =
Luas bidang pandang (mm²)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi Selimpot Merah dan Selimpot Hijau
Tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau termasuk ke dalam famili
Araceae dengan nama spesies Aglaonema simplex. Selimpot merah dan selimpot
hijau berperawakan herba. Kedua tumbuhan selimpot ini terdiri atas organ akar,
rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun. Selimpot merah dan
selimpot hijau memiliki ciri morfologi yang relatif sama, mulai dari akar
berbentuk serabut dan berwarna putih; batang berbentuk silinder; helai daun
berbentuk lonjong, ujung meruncing, pangkal daun berlekuk, tepian rata,
permukaan licin, dengan susunan tulang daunnya menyirip. Karakter pembeda
antara selimpot merah dan selimpot hijau terletak pada bagian pelepah, tangkai
daun, dan helai daun sisi abaksial selimpot merah berwarna merah, sedangkan
pada selimpot hijau berwarna hijau (Gambar 1).

a

b

Gambar 1 Tampilan selimpot merah (a) dan selimpot hijau (b). Bar berukuran 10 cm.

Struktur Anatomi Tumbuhan Selimpot Merah dan Selimpot Hijau
Akar tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau memiliki kesamaan
dalam hal struktur anatominya. Jaringan penyusun akar dari arah luar berturutturut adalah epidermis, korteks, dan silinder pusat. Epidermis tersusun uniseriat.
Sebagian sel-sel penyusun korteks selimpot merah dan selimpot hijau terdiri atas
sel-sel yang berisi butir pati. Silinder pusat kedua tumbuhan tersusun atas
perisikel; ikatan pembuluh dengan tipe poliark dengan susunan xilem dan floem
berseling; dan empulur (Gambar 2).
Rimpang selimpot merah dan selimpot hijau memiliki struktur anatomi yang
relatif sama. Rimpang kedua tumbuhan tersusun atas epidermis, korteks, dan
silinder pusat. Jaringan epidermis yang dijumpai pada kedua selimpot memiliki
sel berbentuk poligonal dengan tepian rata dan terdiri dari 1 lapisan. Bagian
korteks pada rimpang selimpot merah dan selimpot hijau tersusun atas jaringan
parenkima. Pada umumnya sel parenkima yang terdapat di daerah korteks sebelah

5
dalam berisi butir pati. Butir pati yang ditemukan pada rimpang memiliki 2
bentuk yaitu bulat dan lonjong. Selain pati, pada jaringan parenkima juga
ditemukan kristal rafid dan kristal drus. Berkas pembuluh pada rimpang selimpot
merah dan selimpot hijau termasuk tipe amfivasal.
Struktur anatomi batang selimpot merah dan selimpot hijau secara
keseluruhan relatif sama dengan struktur anatomi rimpangnya. Batang kedua
selimpot tersusun atas epidermis, korteks, dan silinder pusat. Seperti pada
rimpang, pada jaringan parenkima batang terdapat sel-sel berisi butir pati, namun
jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan pada rimpang. Struktur
anatomi rimpang dan batang memiliki banyak kesamaan, hal ini disebabkan
rimpang merupakan batang yang terdapat dalam tanah, bercabang-cabang, tumbuh
mendatar, dan dari ujungnya dapat tumbuh tunas baru (Tjitrosoepomo 2009).
Pelepah selimpot merah dan selimpot hijau secara anatomi relatif sama.
Struktur pelepah terdiri dari epidermis; korteks yang tersusun oleh jaringan
kolenkima dan jaringan parenkima; dan berkas pembuluh yang menyebar di
seluruh jaringan, sehingga bagian korteks dan silinder pusatnya tidak dapat
dibedakan (Gambar 3). Struktur parenkima pada pelepah kedua selimpot memiliki
banyak ruang udara, tipe parenkima demikian dikenal dengan aerenkima.
Perbedaan struktur anatomi pelepah kedua tumbuhan selimpot ini hanya terletak
pada keberadaan pigmen antosian yang terdapat pada jaringan parenkima selimpot
merah.
Selimpot merah dan selimpot hijau memiliki struktur anatomi yang relatif
sama antara bagian tangkai daun dengan bagian pelepah. Struktur anatomi tangkai
daun kedua selimpot terdiri atas epidermis uniseriat; korteks yang tersusun atas
jaringan kolenkima tipe angular dan jaringan parenkima; dan berkas pembuluh
yang menyebar di seluruh jaringan, sehingga bagian korteks dan silinder pusatnya
tidak dapat dibedakan. Pada tangkai daun kedua selimpot juga dijumpai jaringan
parenkima yang berupa aerenkima. Aerenkima yang terdapat pada bagian pelepah
memiliki ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan pada tangkainya (Gambar
3). Pada jaringan parenkima yang tersebar dari daerah korteks hingga ke silinder
pusat ditemukan sel-sel yang mengandung butir pati, kristal drus, kristal rafid, dan
pigmen antosian (Gambar 3). Butir pati diidentifikasi dengan pengamatan
menggunakan larutan yodium, dengan pereaksi ini butir pati tampak berwarna
biru keunguan.
Struktur anatomi helai daun pada selimpot merah dan selimpot hijau secara
keseluruhan relatif sama. Jaringan penyusun helai daun terdiri atas epidermis,
parenkima palisade, parenkima bunga karang, dan berkas pembuluh. Kedua
selimpot memiliki jaringan mesofil yang terdiri dari satu lapis parenkima palisade
di sisi atas dan parenkima bunga karang yang memiliki ruang antar sel besar di
sisi bawah (Gambar 3). Susunan daun seperti ini disebut sebagai daun dorsiventral
yaitu parenkima palisade di salah satu sisi dan parenkima bunga karang di sisi lain.
Pada helai daun pigmen antosian ditemukan pada jaringan epidermis bawah.
Keberadaan kristal drus dan kristal rafid pada daun dapat ditemukan pada
jaringan bunga karang. Juliarni et al. (1999) melaporkan bahwa 6 kultivar
Colocasia esculenta yang merupakan anggota famili Araceae, memiliki jumlah
lapisan jaringan palisade bervariasi antara 2 – 4 lapis, selain itu dijumpai juga
penonjolan epidermis berupa papil pada sisi adaksial dan abaksial daunnya.

6

Keberadaaan kristal rafid dan kristal drus tersebar merata di seluruh bagian
tubuh selimpot merah dan selimpot hijau mulai dari rimpang, batang, pelepah,
tangkai daun, dan helai daun. Konsentrasi kalsium yang terakumulasi
menyebabkan pembentukan kristal kalsium oksalat. Keanekaragaman bentuk dan
lokasi kristal bersifat spesifik pada setiap tumbuhan sehingga dapat digunakan
dalam klasifikasi taksonomi (Esau 1977). Kristal rafid dan drus juga ditemukan
pada umbi, tangkai, dan daun famili Araceae lain, misalnya Colocasia esculenta.
Keberadaan kristal ini berperan dalam sistem pertahanan terhadap predator.
Predator yang memakan umbi C.esculenta akan merasa gatal dan panas pada
bagian mulut dan kerongkongan akibat pecahnya sel idioblas yang berisi kristal
rafid dan drus, sehingga kristal tersebut keluar dari sel dan melukai jaringan
mukosa (Wang 1983).

a

b

a

b

c

d

e

f

Gambar 2 Struktur anatomi akar, rimpang dan batang selimpot merah dan selimpot hijau.
Akar selimpot merah (a) dan selimpot hijau (b); rimpang selimpot merah (c) dan selimpot
hijau (d); batang selimpot merah (e) dan selimpot hijau (f). Ep: epidermis, Kr: korteks,
Xl: xilem, Fl: floem, Bp: berkas pembuluh. Bar berukuran 100 µm.

7

a

b

c

d

f

e

g

h

i

Gambar 3 Struktur anatomi pelepah, tangkai dan helai daun selimpot merah dan selimpot
hijau. Pelepah selimpot merah (a), dan selimpot hijau (b); tangkai selimpot merah (c), dan
selimpot hijau (d); helai daun selimpot merah (e), dan selimpot hijau (f). (Ep: epidermis,
Ae: aerenkima, Kl: kolenkima, Bp: berkas pembuluh Kt: kutikula, Ps: jaringan palisade,
Bk: jaringan bunga karang, An: antosian, Pt: pati, Krr: kristal rafid, Krd: kristal drus). Bar
berukuran 100 µm

8

Keberadaan dan Tipe Stomata
Selimpot merah dan selimpot hijau memiliki epidermis daun berbentuk
poligonal dengan 5-6 sisi, berdinding tipis dengan tepian rata pada sisi abaksial
maupun adaksialnya. Stomata pada kedua selimpot ini dijumpai pada sisi adaksial
dan abaksial daun serta bertipe paratetrasitik (Gambar 4). Erlinawati dan Eka
(2012) melaporkan, pada spesies lain anggota famili Araceae yaitu Alocasia
brancifolia, A. flemingiana, dan A. kerinciensis, stomata bertipe tetrasitik. Helai
daun selimpot merah memiliki stoma dengan ukuran (panjang x lebar) yang tidak
berbeda antara sisi adaksial dan abaksial, sedangkan pada selimpot hijau ukuran
stoma pada sisi abaksial lebih besar (Tabel 1).

a

b

Gambar 4 Tipe stomata pada daun. Selimpot merah (a), dan selimpot hijau (b). (Ep:
epidermis, St: stoma). Bar berukuran 50µm.

Tabel 1 Ukuran, kerapatan, dan indeks stomata selimpot hijau dan selimpot merah
Jenis
Tumbuhan

Posisi

Lebar
stomata
(µm)
26.7 ± 1.1
28.4 ± 1.1

Kerapatan
stomata
(mm -²)
8.0 ± 1.5
36.0 ± 2.0

Indeks
stomata

Adaksial
Abaksial

Panjang
stomata
(µm)
32.5 ± 1.1
34.5 ± 0.8

Selimpot
hijau
Selimpot
merah

Adaksial
Abaksial

33.0 ± 0.8
33.1 ± 0.7

27.2 ± 0.4
25.5 ± 0.4

4.0 ± 0.3
29.0 ± 2.0

1 ± 0.3
7 ± 1.2

2 ± 0.3
7 ± 2.0

Kedua tumbuhan selimpot memiliki nilai kerapatan stomata yang berbeda
antara permukaan adaksial dan abaksial daunnya. Selimpot hijau memiliki nilai
kerapatan stomata 4 kali lebih tinggi pada sisi abaksial daun dibandingkan pada
sisi adaksial pada selimpot merah, nilai kerapatan stomata pada sisi abaksial
daunnya 7 kali lebih tinggi daripada sisi adaksial (Tabel 1). Kerapatan stomata
dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Willmer 1983). Salah satu
faktor lingkungan yang mempengaruhi kerapatan stomata yaitu intensitas cahaya
matahari. Tumbuhan yang terpapar sinar matahari langsung pada intensitas
cahaya tinggi memiliki kerapatan stomata yang lebih tinggi dibandingkan
tumbuhan yang ternaungi (Batos et al. 2010). Nilai kerapatan stomata yang lebih
tinggi pada bagian abaksial ini seiring dengan nilai indeks stomanya. Daun
selimpot hijau memiliki nilai indeks stomata 3 kali lebih tinggi pada bagian

9
abaksialnya, sedangkan pada daun selimpot merah nilai indeks stomata pada sisi
abaksialnya 7 kali lebih tinggi daripada sisi adaksial. Sebaran stomata pada sisi
adaksial dan sisi abaksial epidermis selimpot merah dan selimpot hijau disajikan
pada Gambar 5.

a

b

c

d

Gambar 5 Sebaran stomata pada epidermis daun. Sisi adaksial selimpot merah (a), dan
selimpot hijau (b); sisi abaksial selimpot merah (c), dan selimpot hijau (d). Bar
berukuran 50 µm.

Struktur Sekretori pada Selimpot Merah dan Selimpot Hijau
Hasil pengamatan pada organ-organ tumbuhan selimpot merah dan selimpot
hijau menunjukkan bahwa struktur sekretori pada rimpang, batang, pelepah,
tangkai daun, dan helai daun berupa sel idioblas. Pada akar selimpot merah dan
selimpot hijau tidak ditemukan struktur sekretori. Sel idioblas adalah suatu sel
yang berbeda ukuran, bentuk, maupun isi kandungannya dari sel lain di dalam
satu jaringan (Esau 1977). Ukuran sel idioblas bervariasi pada organ yang sama,
maupun di antara organ-organ yang berbeda, namun variasi ukuran tergolong
rendah. Idioblas pada tiap organ tersebar pada lokasi yang berbeda. Tipe idioblas
dibedakan berdasarkan lokasi dan bentuk selnya. Pada epidermis dijumpai 2 tipe
sel idioblas. Idioblas berbentuk bulat disebut idioblas 1 dan idioblas bentuk
lonjong disebut idioblas 2. Selain pada jaringan epidermis di korteks ditemukan
idioblas dengan ukuran yang berbeda disebut idioblas 3. Pada daun ditemukan
juga idioblas pada jaringan palisade, karena perbedaan lokasinya sel ini disebut
idioblas 4.
Pada selimpot merah, idioblas yang terdapat pada epidermis bagian rimpang,
batang, pelepah, dan tangkai daun memiliki nilai kerapatan yang berbeda.
Kerapatan idioblas 1 dua kali lebih tinggi daripada idioblas 2. Idioblas 2 dengan
ukuran (panjang) paling besar terdapat pada organ rimpang, sedangkan nilai
kerapatan paling tinggi ditemukan pada tangkai daun. Idioblas 3 yang terdapat
pada korteks memiliki ukuran diameter paling besar, namun untuk nilai
kerapatannya tergolong paling rendah jika dibandingkan dengan idioblas yang lain.

10

Idioblas 4 pada jaringan palisade memiliki ukuran diameter paling rendah diantara
idioblas yang lain, akan tetapi nilai kerapatannya paling tinggi (Tabel 2).
Pada organ rimpang, batang, pelepah, dan tangkai daun selimpot hijau
ukuran diameter idioblas 3 yang terdapat pada korteks lebih besar dibandingkan
idioblas 1 pada epidermis, namun nilai kerapatan idioblas 1 lebih tinggi dibanding
idioblas 3. Idioblas 2 yang terdapat pada epidermis batang memiliki ukuran
(panjang) paling besar sedangkan untuk nilai kerapatan paling tinggi ditemukan
pada tangkai daun. Idioblas 4 pada jaringan palisade memiliki ukuran diameter
paling rendah diantara idioblas yang lain, namun nilai kerapatannya paling tinggi.
(Tabel 2).
Tabel 2 Ukuran dan kerapatan sel idioblas pada selimpot merah dan selimpot
hijau
Tumbuhan
Selimpot
merah

Organ
Rimpang

Batang

Pelepah

Tangkai
daun

Selimpot
hijau

Helai
Daun
Rimpang

Batang

Pelepah

Tangkai
daun
Helai
Daun

Ukuran (µm)
Kerapatan
(mm-²)
Panjang
Lebar
55.0 ± 4.6
121.5 ± 11.4 28.8 ± 3.2 24.6 ± 0.8
3.7 ± 0,6
58.3 ± 4.9
116.0 ± 12.3
28.0 ± 3.1 23.7 ± 3.9
3.7 ± 0.6
57.3 ± 6.0
116.0 ± 12.4
24.5 ± 4.7 27.6 ± 2.6
4.0 ± 2.0
59.3 ± 5.7
117.5 ± 12.9
22.0 ± 5.5 28.9 ± 3.5
3.0 ± 1.0

Struktur
sekretori
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3

Diameter
36.1 ± 3.8
44.5 ± 3.2
33.2 ± 2.5
44.9 ± 4.9
29.5 ± 6.8
33.9 ± 5.7
29.8 ± 5.7
32.5 ± 4.3

Idioblas 4

22.3 ± 3.1

-

-

68.0 ± 6.0

Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3

30.4 ± 3.1
48.1 ± 7.2
32.6 ± 5.6
43.5 ± 8.0
33.2 ± 7.4
33.5 ± 6.4
35.3 ± 4.2
35.1 ± 7.9

113.8 ± 10.3
114.8 ± 21.7
109.5 ± 16.1
114.0 ± 14.6
-

29.3 ± 5.4
28.8 ± 4.0
25.5 ± 3.3
24.3 ± 6.5
-

58.0 ± 1.7
23.7 ± 1.3
4.0 ± 0.0
65.0 ± 6.9
22.8 ± 3.3
2.3 ± 0.6
57.7 ± 4.0
26.3 ± 4.7
3.0 ± 1.0
60.3 ± 3.8
27.4 ± 1.9
3.7 ± 0.6

Idioblas 4

22.5 ± 1.1

-

-

69.7 ± 7.6

11
Uji Histokimia Sel Idioblas pada Selimpot Merah dan Selimpot Hijau
Kandungan senyawa pada sel idioblas dapat diketahui dengan menggunakan
uji histokimia. Reaksi warna yang terbentuk dengan menggunakan reagen tertentu
dapat menunjukkan senyawa yang terkandung dalam sel idioblas. Hasil uji
histokimia menunjukkan sel idioblas yang terdapat pada rimpang, batang, pelepah,
tangkai daun dan helai daun tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau
mengandung fenol, terpenoid, dan alkaloid. Senyawa lipofil hanya dijumpai pada
sel idioblas tipe 3 pada rimpang dan batang. Hasil pengujian histokimia pada
rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun selimpot merah dan
selimpot hijau disajikan pada Tabel 3, Gambar 6 dan Gambar 7.
Tabel 3 Kandungan senyawa pada sel idioblas berdasarkan hasil uji histokimia
Tumbuhan

Organ

Selimpot
merah

Rimpang

Batang

Pelepah

Tangkai
daun

Selimpot
hijau

Helai
daun
Rimpang

Batang

Pelepah

Tangkai
daun
Helai
daun

Struktur
sekretori
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3

Uji kandungan senyawa
fenol
terpenoid alkaloid lipofil
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

Idioblas 4

+

+

+

-

Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3
Idioblas 1
Idioblas 2
Idioblas 3

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
-

Idioblas 4

+

+

+

-

Keterangan : + (senyawa terdeteksi)

- (senyawa tidak terdeteksi)

12

d

c

g

h

Gambar 6 Pengujian histokimia sel idioblas pada selimpot merah. Rimpang
dengan uji fenol (a), terpenoid (b), alkaloid (c), lipofil (d); batang dengan uji
fenol (e), terpenoid (f), alkaloid (g), lipofil (h); pelepah dengan uji fenol (i),
terpenoid (j), alkaloid (k); tangkai daun dengan uji fenol (l), terpenoid (m),
alkaloid (n); daun dengan uji fenol (o), terpenoid (p), alkaloid (q). Bar
berukuran 50 µm. Pengamatan menggunakan mikroskop cahaya tipe
Olympus BX51.

13

b

c

g

l

d

h

m

Gambar 7 Pengujian histokimia sel idioblas pada selimpot hijau. Rimpang dengan
uji fenol (a), terpenoid (b), alkaloid (c), lipofil (d); batang dengan uji fenol
(e), terpenoid (f), alkaloid (g), lipofil (h); pelepah dengan uji fenol (i),
terpenoid (j), alkaloid (k); tangkai daun dengan uji fenol (l), terpenoid (m),
alkaloid (n); daun dengan uji fenol (o), terpenoid (p), alkaloid (q). Bar
berukuran 50 µm. Pengamatan menggunakan mikroskop cahaya tipe
Olympus BX51.

14

Hasil uji histokimia menunjukkan adanya kandungan senyawa metabolit
sekunder. Metabolit sekunder merupakan senyawa organik yang berperan dalam
interaksi ekologis antara tumbuhan dengan lingkungannya. Sebagian besar
metabolit sekunder ditimbun dalam jaringan sekretori, vakuola, atau sitosol sel
parenkima (Wagner et al. 2004). Metabolit sekunder seperti senyawa terpenoid
dan lipofilik berperan dalam mekanisme pertahanan terhadap serangga dan hewan
herbivora (Boix et al. 2013).
Siang et al (2010) melaporkan bahwa daun A. simplex mengandung
senyawa fenol yaitu 15-hidroksipurpurin-7-lakton dimetil ester yang diisolasi dari
derivat klorofil a dan b. Anggota famili Araceae lain yaitu Rhaphidophora aurea
dan Rhaphidophora pinnata mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, dan
senyawa fenol (Arulpriya dan Lalitha 2013; Musfria et al. 2014). Iranbakhsh et al.
(2006) melaporkan adanya sel idioblas yang mengandung senyawa alkaloid pada
akar, batang, tangkai, dan daun tanaman Datura stramonium. Pada tanaman
Peganum harmala L., sel idioblas mengandung alkaloid berupa senyawa
serotonin (Khafagi 2007), sedangkan pada Catharanthus roseus, sel idioblas
digunakan sebagai tempat akumulasi alkaloid berupa senyawa vindolin (Facchini
2001). Pada tumbuhan Sambucus racemosa dijumpai sel idioblas yang
mengakumulasi senyawa tanin (Zobel 1985). Beberapa spesies tumbuhan
mengandung senyawa tanin yang terdapat pada bagian akar, batang, dan semua
bagian yang mengandung lignin serta berfungsi sebagai pelindung kulit kayu
(Clinton 2009). Sel idioblas yang mengandung senyawa fenolik dan minyak
esensial dijumpai pada daun Cissus verticillata (Lino et al. 2007).
Keberadaan senyawa fenol, terpenoid, dan alkaloid pada idioblas yang
berada di organ rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun selimpot
merah dan selimpot hijau diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
penyebab diare. Golongan senyawa fenol pada tumbuhan memiliki sifat
antimikroba (Pelzar dan Chan 1998). Senyawa alkaloid juga memiliki
kemampuan sebagai antimikroba (Robinson 1991). Tanin dan flavonoid
merupakan senyawa turunan fenol yang berperan penting dalam pengobatan diare.
Senyawa tanin akan memecah protein tannate yang ada di saluran pencernaan
sehingga dapat menurunkan sekresi cairan dari usus halus yang menimbulkan efek
konstipasi (Clinton 2009). Menurut Bylka et al. (2004) senyawa flavonoid
termasuk senyawa antibakteri, selain itu senyawa ini dapat menghambat sekresi
klorida ke dalam lumen intestinal sehingga dapat mengurangi jumlah cairan yang
masuk (Defrin et al. 2010). Salah satu tanaman obat antidiare adalah jambu biji.
Ekstrak daun jambu biji dari kultivar daging buah merah, putih, dan kuning
mengandung senyawa tanin dan flavonoid. Ekstrak ketiga daun jambu ini dapat
menghasilkan zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC
25923 pada konsentrasi 10%, 20%, dan 30% (Darsono dan Stephanie 2003).

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Selimpot merah dan selimpot hijau memiliki struktur anatomi akar, rimpang,
batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun yang relatif sama. Selimpot merah
dan selimpot hijau mengandung kristal rafid dan kristal drus yang tersebar pada
bagian rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun. Kedua tumbuhan
ini memiliki stomata bertipe paratetrasitik. Kerapatan stomata pada selimpot hijau
lebih tinggi dibandingkan pada selimpot merah. Selimpot merah dan selimpot
hijau memiliki struktur sekretori berupa sel idioblas yang terdapat pada bagian
rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun. Sel idioblas pada organ
rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dijumpai pada bagian epidermis dan
korteks, pada helai daun sel idioblas ditemukan di sekitar jaringan palisade. Sel
idioblas yang berada pada rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun
ke dua tanaman mengandung senyawa fenol, alkaloid, dan terpenoid. Senyawa
lipofil hanya dijumpai pada sel idioblas yang berada pada rimpang dan batang.

Saran
Penelitian lebih lanjut mengenai manfaat selimpot merah dan selimpot hijau
sebagai tumbuhan obat antidiare perlu didukung dengan uji aktivitas anti bakteri
dan analisis fitokimia secara kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA
[Deptan] Departemen Kehutanan. 2010. Informasi Taman Nasional Bukit
Duabelas. Jambi (ID): Balai Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi.
Arulpriya P, Lalitha P. 2013. Determination of proximate and metabolite
composition of aerial roots of Rhaphidophora aurea (Linden ex Andre)
twined over two different host trees. J Scientific & Engineering Research.
4:59-64
Asih NPS, Agung K. 2012. Araceae di Pulau Bali. Jakarta (ID): LIPI Pr
Batos B, Vilotic D, Orlovic S, Miljkovic D. 2010. Inter and intra-population
variation of leaf stomatal traits of Quercus robus in northern Serbia. Arch
Biol Sci. 62:1125-1136
Boix YF, Victoria CP, Defaveri ACA, Arruda RDCDO, Sato A, Lage CLS. 2013.
Glandular trichomes of Rosmarinus officinalis L.: Anatomical and
phytochemical analyses of leaf volatiles. Plant Biosyst. 145(4): 848-856
Bylka WE, Matlawska I, Pilewski NA. 2004. Natural flavonoids as antimicrobial
agents. JANA. 7(2): 21-28
Clinton C. 2009. Plant tannins: a novel approach to treatment of ulcerative colitis.
NMJ. 1(3): 1- 4

16

Darsono FL, Stephanie DA. 2003. Aktivitas antimikroba ekstrak daun jambu biji
dari beberapa kultivar terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923
dengan hole-plate diffusion method. Berk Penel Hayati. 9: 49-51
Defrin DP, Santun BR, Lelly Y. 2010. Efek anti diare ekstrak air umbi sarang
semut (Myrmecodia pendens) pada mencit putih (Mus musculus). Ippm
UNISBA. Edisi khusus “ Eksakta” 54-71
Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. Amerika Serikat (US): Academic
Pr.
Erlinawati I, Eka FT. 2012. Leaf surface comparison of three genera of Araceae
in Indonesia. Buletin Kebun Raya. 16(2): 25-30
Erlinawati I. 2010. The diversity of terrestrial Araceae in Watuwila complex,
south-east of Sulawesi. Berk. Penel. Hayati. 15: 131-137
Esau K. 1977. Anatomy of Seed Plants 2nd edition. New York (US): J Wiley
Facchini PJ. 2001. Alkaloid biosynthesis in plants: biochemistry, cell biology,
molecular regulation, and metabolic engineering application. Annu. Rev.
Plant Physiol. 52: 29-66
Fauci AS. 2008. Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th Edition. New
York (US): McGraw-Hill.
Furr Y, Mahlberg PG. 1981. Histochemical analysis of laticifer and glandular
trichomes in Cannabis sativa. J Nat Prod. 44(2):153-159
Hamidy YM, Ira S, Inayah, Dasni S, Dafit F. 2006. Efek antimikroba ekstrak
metanol daun sapu jagad (Isotoma longifolia) terhadap Escherichia coli.
J Sains Tek. 12: 91 – 96
Iranbakhsh A, Oshagi MA, Majd M. 2006. Distribution atropine and scopolamine
in different organs and stages of development in Datura stramonium L.
(Solanaceae): Structure and ultrastructure of biosynthesing cells. Acta Bio
Cracov Series Bot. 48(1): 13-18
Juliarni, Purwanti E, Sulistyaningsih YC, Dorly. 1999. Anatomical study of leaf
of taro (Colocasia esculenta (L). Schott)) from Bogor, West Java,
Indonesia. Jpn.J.Crop.Sci. 68(2): 200-201
Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique. New York (US): McGraw-Hill.
Khafagi IK. 2007. Generation of alkaloid containing idioblast during cellular
morphogenesis of Peganum harmala L. cell suspension cultures. Am J
Plant Physiol. 2(1) : 17-26.
Lino M, Sales TDP, Alexandre FSO, Queiroz MGRD, Gomes PB, Silveira ER,
Ferreira JM, Sousa FCFD, Brito SMDRC, Amaral JDF. 2007. Antidiabetic activity of a fraction from Cissus verticillata and tyramine, its
main bioactive constituent, in alloxan induced diabetic rats. Am J Pharm
Toxic. 2(4):178-188.
Martin, Tholl D, Gershenzon J, Bohlmann J. 2002. Methyl jasmonate induces
traumatic resin ducts, terpenoid resin biosynthesis, and terpenoid
accumulation in developing xylem of norway spruce stem. Plant Physiol
129: 1003-1018
Musfria, Urip H, Maratua PN, Syafruddin I. 2014. Cytotoxic activity, proliferation
inhibition and apoptosis induction of Rhaphidophora pinnata chloroform
fraction to mcf-7 cell line. J Pharm Tech Res. 6:1327-1333

17
Nuratmi B, Winarno MW, Sundari S. 1999. Khasiat daun salam (Eugenia
polyantha Wight) sebagai antidiare pada tikus putih. Media Litbangkes.
Edisi khusus “ Obat Asli Indonesia” 8: 3-4
Ogundare AO. 2007. Antimicrobial effect of Tithonia diversifolia and Jatropha
gossypifolia leaf extracts. Sci.Res. 2(2): 145-150
Pelzar JM, Chan ECS. 1998. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Volume ke-2.
Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta
(ID): UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.
Robinson T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung
(ID):ITB Pr
Sasmita K, Mulyani W, Priyantoro B, David, Marpaung JP, Algopeng Z. 2011.
Pengenalan Tumbuhan Obat Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi,
Indonesia. Jambi (ID): Balai Taman Nasional Bukit Duabelas.
Sass JE. 1951. Botanical Microtehnique. Iowa: Iowa State Coll Pr.
Siang HL, Patrycja S, Fadzly AK, Hubert VDB, Georges W, Hong BL. 2010.
The neovessel occlusion efficacy of 151-hydroxypurpurin-7-lactone
dimethyl ester induced with photodynamic therapy. Photocem. Photobiol.
86: 397–402
Tjitrosoepomo G. 2009. Morfologi Tumbuhan. Yogjakarta (ID): Gadjah Mada Pr.
Wagner GJ, Wang E, Shepherd RW. 2004. New approaches for studying and
exploting an old protuberence, the plant trichome. Ann Bot. 93: 3-11.
Wang JK. 1983. Taro: A Review of Colocasia esculenta and its Potential. United
States of America (US): Hawaii Pr
Willmer CM. 1983. Stomata. London (GB): Longman.
Zobel AM. 1985. Localization of phenolic compounds in tannin secreting cells
from Sambuscus racemosa L. Shoot. Ann bot. 57(6): 801-810

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tuban pada tanggal 13 November 1991 dari Ayah
Darmoko dan Ibu Ngatini. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 2 Tuban dan pada tahun yang sama diterima
di Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur ujian seleksi masuk IPB
(USMI).
Penulis pernah melaksanakan studi lapang mengenai Stratifikasi Vegetasi
Berdasarkan Ketinggian Tempat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP) pada tahun 2012 serta praktik lapangan dalam bidang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit pada Hewan Ternak Di Wilayah Dinas Pertanian
Kabupaten Tuban-Jawa Timur pada bulan Juli sampai Agustus 2013.
Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan
yaitu sebagai anggota divisi INFOKOM, Himpunan Mahasiswa Biologi
(Himabio) IPB (2012/2013). Selain itu penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan
kampus diantaranya yaitu, staf divisi konsumsi Lomba Cepat Tepat Biologi
(LCTB) IPB (2011); anggota divisi konsumsi Pesta Sains Nasional FMIPA IPB
(2012); divisi konsumsi Biologi on Experiment (BOX) (2012); staf divisi
konsumsi BOX (2013). Penulis pernah menjadi asisten praktikum Biologi Dasar
periode semester ganjil dan genap 2013/2014, asisten praktikum Anatomi dan
Morfologi Tumbuhan periode semester ganjil 2014/2015, asisten praktikum
Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan periode semester ganjil 2014/2015,
dan asisten praktikum Mikroteknik periode semester ganjil 2014/2015.