Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Awareness Masyarakat Muslim Kota Bogor Terhadap Produk Olahan Pangan Halal

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI AWARENESS

MASYARAKAT MUSLIM KOTA BOGOR

TERHADAP PRODUK OLAHAN PANGAN HALAL

PRAMONO WIDAGDO

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Awareness Masyarakat Muslim Kota Bogor Terhadap Produk Olahan Pangan Halal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Pramono Widagdo


(4)

(5)

ABSTRAK

PRAMONO WIDAGDO. Faktor-faktor yang Memengaruhi Awareness

Masyarakat Muslim Kota Bogor Terhadap Produk Olahan Pangan Halal. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan LAILY DWI ARSYIANTI.

Kota Bogor memiliki potensi dan peluang yang cukup besar bagi pemasaran produk pangan halal. Hal ini mengingat jumlah penduduk muslim Kota Bogor yang mencapai 91.96% dari total penduduknya serta persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk konsumsi makanan masyarakat Kota Bogor mencapai 44.62% dari total pengeluaran rumah tangga pada tahun 2011. Pola perilaku masyarakat dalam mengonsumsi produk pangan halal akan menjadi ukuran tingkat permintaan (demand side) terhadap produk tersebut. Dalam teori ekonomi dasar dijelaskan bahwa peningkatan permintaan produk pangan halal akan berpengaruh terhadap peningkatan usaha penyedia (supply side) produk pangan halal. Oleh karena itu, pengetahuan tentang demand side sangat bermanfaat dan sebagai prasyarat utama dalam melihat peluang usaha yang akan dikembangkan. Demand side ini dapat terbentuk karena awareness masyarakat terhadap pangan halal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat awareness dan faktor-faktor yang memengaruhi awareness masyarakat muslim terhadap pangan halal. Penelitian dilakukan dengan meninjau persepsi dari 174 orang masyarakat muslim di Kota Bogor melalui kuesioner. Analisis faktor dilakukan dengan menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) sedangkan tingkat awareness dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi halal awareness secara langsung adalah tingkat halal self-efficacy dan peran label/sertifikasi halal sedangkan yang berpengaruh secara tidak langsung adalah tingkat ketakwaan, tingkat literasi halal, serta health reason.

Kata kunci: awareness, Kota Bogor, Structural Equation Modeling, pangan halal, persepsi.

ABSTRACT

PRAMONO WIDAGDO. Analysis of Factors that Affect Muslim Society Awareness to Halal Processed Food Product in Bogor City. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM and LAILY DWI ARSYIANTI.

Bogor City has potential and opportunities for the marketing of halal processed food products. This is because the Muslim population of Bogor city reached 91.96% of the total population and the percentage of the average expenditure per capita for food consumption in a month reached 44.62% of total household expenditure in 2011. The pattern of people behavior in the consumption of halal food products will be the measure of the level of demand to the product. In basic economic theory explained that the increase in demand for halal food products will affect the supply side of halal processed food products. Therefore, do know of the demand side is very useful and be the main prerequisite in view of the business opportunities. Demand side can be formed due to public awareness of halal food. This study proposed to analyze the level of awareness and the factors that affect the


(6)

Muslim society awareness to halal processed food products. The study was conducted by reviewing the perceptions of 174 Muslims in the city of Bogor through questionnaires. Structural Equation Modeling (SEM) is used to analyze the factors that affect the level of halal awareness, while the level of awareness were analyzed using descriptive analysis. The results showed that the factors that directly affect halal awareness is level of halal self-efficacy and the role of labels/halal certification while that affect is the level of God consciousness (taqwa), halal literacy rate, and health reason.

Keywords: awareness, Bogor City, halal food, perception, Structural Equation Modeling.


(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI AWARENESS

MASYARAKAT MUSLIM KOTA BOGOR

TERHADAP PRODUK OLAHAN PANGAN HALAL


(8)

(9)

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Memengaruhi Awareness Masyarakat Muslim Kota Bogor Terhadap Produk Olahan Pangan Halal

Nama : Pramono Widagdo NIM : H54100025

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MA.Ec Pembimbing I

Laily Dwi Arsyianti, SE. MSc. Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MA.Ec. Ketua Departemen


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Awareness Masyarakat Muslim Kota Bogor Terhadap Produk Olahan Pangan Halal dapat diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad

Salallahi ‘Alaihi Wasalam karena berkat jasa beliau kita dapat merasakan nikmat Islam sampai hari ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MA.Ec dan Ibu Laily Dwi Arsyianti, SE, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih kepada Bapak (Setyo Adi Ngadenan), Ibu (Tinasih), Kakak (Prihantono Waluyo Hutomo), Adik (Annisa Nurul Hasanah) atas doa, dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada responden yang telah membantu dalam penelitian ini, dosen-dosen Ekonomi Syariah atas ilmu yang telah dibagi kepada penulis, kepada sahabat Zulpi Mirza, Ahmad Nur Fadhian, Dani Arwan, Putri Eka Ayuni S, dan teman-teman Ekonomi Syariah 47 untuk semua kenangan yang telah diberikan. Terakhir penulis sampaikan juga terima kasih kepada teman-teman SES-C FEM IPB.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Halal Haram dalam Al Quran dan Sunnah 3

Kriteria Pangan Halal dalam Islam 4

Sertifikasi dan Labelisasi Halal MUI 5

Konsep Halal Awareness 7

Konsep Literasi Halal 8

Konsep Halal Self Efficacy 8

Tinjauan Penelitian Terdahulu 8

Kerangka Pemikiran 9

METODE PENELITIAN 10

Lokasi dan Waktu Penelitian 10

Jenis dan Sumber Data 11

Metode Pengambilan Sampel 11

Metode Analisis Data 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Karakteristik Umum Responden 16

Persepsi Responden 18

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Halal Awareness 23

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29


(12)

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 33

RIWAYAT HIDUP 50

DAFTAR TABEL

1 Definisi operasional variabel 13

2 Variabel laten dan variabel indikator 14

3 Sebaran daerah domisili responden 15

4 Karakteristik umum responden 16

5 Persepsi responden terhadap tingkat kepentingan pangan halal 16 6 Persepsi responden terhadap kriteria pangan halal 17

7 Hasil uji quality criteria 23

8 Hasil analisis inner model 25

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 10

2 Persepsi responden terhadap indikator Ketakwaan 17 3 Persepsi responden terhadap Halal Self Efficacy 18

4 Persepsi responden literasi halal 19

5 Persepsi responden terhadap alasan kesehatan/Health Reason 19 6 Persepsi responden terhadap peran label/sertifikasi halal MUI 20 7 Persepsi responden terhadap tingkat Halal Awareness 21

8 Asumsi model awal penelitian 22

9 Model terbaik 22

10 Model awal penelitian 24

11 Model akhir penelitian 24

12 Hasil bootstraping 26

13 Pola hubungan antara variabel K, LH, HSE, dan HA 26

14 Pola hubungan variabel HR, HL, dan HA 27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jumlah penduduk kota Bogor berdasarkan umur 2013 32

2 Hasil uji validitas dan reliabilitas 33

3 Hasil Outer dan Inner Model SEM-PLS 36

4 Hasil perhitungan total skor 38


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kehalalan pangan merupakan aspek yang penting bagi umat Islam. Hal ini dikarenakan konsumsi pangan halal sangat erat kaitannya dengan kepatuhan seorang muslim kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:

"Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu”.(Q.S.Al-Baqarah 2: 168). Dalam ayat tersebut Allah telah memerintahkan manusia untuk hanya mengonsumsi makanan yang halal dan baik. Hal ini menunjukkan bahwa mengonsumsi pangan halal dapat menjadi salah satu ukuran ketakwaan seorang muslim.

Jumlah populasi muslim telah mencapai seperempat dari total populasi dunia dan diperkirakan akan meningkat 30% di tahun 2025 (Roberts 2010). Kondisi ini mendorong banyak negara mulai mengembangkan paradigma baru yang memberikan perhatian terhadap halal product, halal treat, dan sistem syariah. Hal ini menjadikan produk bersertifikat halal memiliki peluang pasar yang besar. Potensi pasar pangan halal global dapat tumbuh hingga 500 miliar USD di tahun 2010 (Dagha dalam Salman dan Siddiqui 2011). Permintaan terhadap produk halal di pasar global diperkirakan akan meningkat terus dengan pertumbuhan 20%-30% per tahun (Yudhoyono dalam Endang 2009).

Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2010 (BPS 2010), di Indonesia sendiri tercatat sebanyak 207 176 162 penduduk memeluk Agama Islam. Jumlah ini setara dengan 87.18% dari total penduduk Indonesia. Kabupaten dan Kota Bogor merupakan daerah paling padat penduduk di Jawa Barat dengan jumlah muslim terbanyak, yaitu mencapai 96.67% dari total penduduknya. Kota Bogor sendiri sampai dengan tahun 2012 memiliki jumlah muslim sebanyak 877 498 orang atau sekitar 91.96% dari total penduduknya (Kota bogor dalam angka 2013). Di sisi lain persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk konsumsi makanan masyarakat Kota Bogor mencapai 44.62% dari total pengeluaran rumah tangga pada tahun 2011 (Kota bogor dalam angka 2013). Persentase ini lebih tinggi dari tahun 2010 yang hanya sekitar 36.7% dari total pengeluaran rumah tangga. Kondisi ini menjadi potensi dan peluang yang cukup besar bagi produk-produk pangan bersertifikat halal dalam memenuhi kebutuhan pangan halal masyarakat muslim Kota Bogor.

Sertifikat halal yang diterbitkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) menjadi satu-satunya indikator resmi kehalalan suatu produk pangan. Menurut data yang dirilis oleh LPPOM MUI pada bulan Februari 2014, selama lima tahun terakhir baru 37 820 produk yang telah memiliki sertifikasi halal MUI dari 210 382 produk yang beredar atau hanya 18%1. Artinya, masih banyak produk pangan di Indonesia yang belum terjamin aspek kehalalannya. Dengan demikian masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim belum sepenuhnya terlindungi dari pangan yang tidak halal.

1

Disampaikan oleh LPPOM MUI dalam seminar Halal is Scientific (HASSASIN) Forum Bina Islami Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 12 Oktober 2014


(14)

2

Mengingat sertifikasi halal di Indonesia belum bersifat mengikat secara hukum (voluntary), upaya penyediaan produk pangan halal (supply side) sangat dipengaruhi oleh permintaan masyarakat terhadap produk tersebut (demand side). Permintaan ini sangat bergantung pada pola perilaku konsumsi masyarakat yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tingkat awareness atau kepedulian individu terhadap produk olahan pangan halal dapat membentuk perilaku konsumsi individu tersebut. Oleh karena itu menjadi penting untuk mengetahui tingkat awareness

masyarakat muslim terhadap pangan halal dan mengetahui apa saja faktor yang dapat memengaruhi awareness masyarakat muslim terhadap produk olahan pangan halal yang diambil dari studi kasus Kota Bogor.

Perumusan Masalah

Kota Bogor memiliki potensi dan peluang yang cukup besar bagi pemasaran produk pangan halal. Hal ini mengingat jumlah penduduk muslim Kota Bogor yang mencapai 91.96% dari total penduduknya serta persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk konsumsi makanan masyarakat Kota Bogor mencapai 44.62% dari total pengeluaran rumah tangga pada tahun 2011. Akan tetapi LPPPOM MUI sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang dalam memberikan sertifikasi halal baru mengeluarkan sebanyak 37 820 sertifikat halal atau sekitar 18% dari total produk yang beredar di Indonesia. Hal ini dikarenakan sertifikasi halal di Indonesia masih bersifat voluntary sehingga penyediaan produk pangan halal masih sangat bergantung pada tingkat permintaannya.

Pola perilaku masyarakat dalam mengonsumsi produk pangan halal akan menjadi ukuran tingkat permintaan (demand side) terhadap produk tersebut. Dalam teori ekonomi dasar dapat dijelaskan bahwa peningkatan permintaan produk pangan halal akan berpengaruh terhadap peningkatan usaha penyedia (supply side) produk pangan halal. Oleh karena itu, pengetahuan tentang demand side sangat bermanfaat dan sebagai prasyarat utama dalam melihat peluang usaha yang akan dikembangkan.

Demand side ini dapat terbentuk karena awareness masyarakat terhadap pangan halal. Dengan demikian berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana tingkat awareness masyarakat muslim Kota Bogor terhadap produk olahan pangan halal?

2. Bagaimana pemahaman masyarakat muslim Kota Bogor terkait produk olahan pangan halal?

3. Apa saja faktor yang memengaruhi awareness masyarakat muslim Kota Bogor terhadap produk olahan pangan halal?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini, antara lain :

1. Mengidentifikasi tingkat awareness masyarakat muslim Kota Bogor terkait produk olahan pangan halal.

2. Mengidentifikasi pemahaman masyarakat muslim Kota Bogor terhadap produk olahan pangan halal.


(15)

3 3. Menganalsis faktor-faktor yang memengaruhi awareness masyarakat muslim

Kota Bogor terhadap produk olahan pangan halal. Manfaat Penelitian

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi penulis ataupun bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan. Adapun manfaat tersebut antara lain:

1. Bagi peneliti

Sarana untuk mengaplikasikan teori-teori manajemen produk halal yang penulis dapatkan dalam perkuliahan, serta sebagai salah satu media untuk mengenalkan urgensi pangan halal kepada masyarakat.

2. Bagi masyarakat dan pelaku usaha

Dapat mengetahui konsep pangan halal dan sertifikasi halal pada produk pangan sehingga pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan halal awareness

masyarakat dan pelaku usaha terhadap produk pangan. Selain itu hal ini juga dapat menjadi salah satu strategi pemasaran bagi dunia usaha yang bergerak di bidang pangan.

3. Bagi pemerintah

Sebagai referensi dalam menyusun kebijakan terkait regulasi pangan halal dan sertifikasi halal.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji tingkat awareness masyarakat terhadap pangan halal dan faktor-faktor yang memengaruhinya dengan melakukan survei persepsi kepada 174 orang masyarakat muslim Kota Bogor yang tersebar dalam lima kecamatan, yaitu Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Selatan, Bogor Utara, Bogor Tengah, dan Tanah Sareal.

TINJAUAN PUSTAKA

Halal Haram dalam Al Quran dan Sunnah

Awal yang ditetapkan dalam Islam ialah asal segala sesuatu yang diciptakan Allah, baik berupa benda maupun kemanfaatan yang dapat diambil oleh manusia adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram kecuali ada dalil yang secara tegas mengharamkannya. Jika tidak ada nash yang sah mengharamkan (hadistnya lemah) atau tidak ada nash yang tegas menunjukkan haram, maka hal tersebut akan kembali ke hukum awalnya yaitu mubah. Ulama-ulama mendasarkan ketetapan ini dengan berdasarkan dalil-dalil Al Quran antara lain:

Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi dan kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Q.S. Al Baqarah: 29).

“Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal demikian itu


(16)

4

benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.” (Q.S.Al Jatsiyah: 13).

Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin. Tetapi di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu atau petunjuk dan tanpa Kita yang memberi penerangan.”(Q.S. Luqman: 20).

Namun demikian hukum ini tidak berlaku dengan sesuatu yang berhubungan dengan ibadah. Ibadah merupakan urusan agama yang suci yang tidak dapat dibuat-buat begitu saja kecuali melalui wahyu yang datang dari Allah. Imam Ahmad dan ulama-ulama fiqih lainnya berpendapat bahwa asal ibadah adalah tauqif dari Allah. Tidak disyariatkan suatu ibadah kecuali datangnya dari Allah.

Kriteria Pangan Halal dalam Islam

Seorang muslim wajib untuk mengetahui kehalalan dan keharaman pangan yang dikonsumsi. Karena ketidaktahuan terhadap pangan tersebut dapat mengakibatkan seseorang mengonsumsi pangan yang haram. Mengonsumsi pangan yang haram dapat berakibat buruk bagi kaum muslimin. Dari sisi rohani mengonsumsi pangan yang haram dapat berakibat pada tertolaknya ibadah dan akan dimasukkan ke dalam neraka. Sementara dari jasmani mengonsumsi pangan yang haram akan berakibat buruk bagi tubuh. Yaqub (2008) membagi kriteria pangan halal ke dalam 5 bagian, yaitu:

Thayyib

At-Thayyib adalah sesuatu yang suci, enak, dan tidak berbahaya pada tubuh dan akal. Dan at-thayyib berarti sesuatu yang terhindar dari al-khabits (sesuatu yang membahayakan tubuh dan akal, tidak suci dan tidak enak). Para ulama berbeda pendapat tentang kriteria al-Mustathib (yang memiliki otoritas dalam menentukan sesuatu itu baik) dan al-Mustakhbits (yang memiliki otoritas sesuatu itu buruk). Pendapat pertama al-Mustathib dan al-Mutakhbits adalah bangsa Arab, jadi sesuatu yang dinilai baik oleh bangsa Arab adalah halal, dan sesuatu yang dinilai buruk oleh bangsa Arab adalah haram. Sementara pendapat kedua yang al-Mustathib dan al-Mutakhbits adalah manusia secara keseluruhan.

Tidak membahayakan/dharar

Al-Dharar adalah sesuatu yang dilakukan manusia berupa hal yang tidak disukai atau menyakitkan, baik menimpa pada akalnya, keturunannya, hartanya, jiwanya, dan agamanya. Setiap yang membahayakan manusia, maka haram menggunakannya, baik untuk makan, minum, berobat, dan bersolek.

Tidak Najis

Najis adalah sesuatu yang dipandang jijik dan mengahalangi sahnya sholat, dan tidak ada keringanan di dalamnya. Najis merupakan salah satu kriteria haram makanan, minuman, obat dan alat kosmetika. Babi serta turunannya dan khamar serta turunannya termasuk golongan najis. Keharaman babi dan khamar termaktub di dalam Al Quran dan hadis. Seiring dengan perkembangan zaman produk turunan dari babi dan khamar semakin bervariasi. Kaum muslimin harus waspada terhadap


(17)

5 produk turunan tersebut, sebab keharamannya sama seperti keharaman babi dan khamar. Para ulama sepakat bahwa setiap benda yang najis tidak dapat disucikan dengan istihalal (perubahan sesuatu benda dari sifat/hakikat yang satu ke sifat/hakikat yang lain) kecuali khamar yang berubah sendiri menjadi cuka, darah hewan yang berubah menjadi susu, dan darah kijang yang berbuah minyak kasturi. Namun demikian ulama Hanafiyah berpendapat setiap benda najis dapat disucikan dengan Istihalal secara mutlak, baik terjadi dengan sendirinya maupun campur tangan manusia dengan syarat adanya bala (kesulitan yang menimpa secara umum). Tidak memabukkan/iskar

Iskar (memabukkan) adalah salah satu kriteria yang menentukan keharaman, baik terdapat pada minuman-minuman yang bersifat cairan seperti khamar dan

nabidz yang memabukkan atau benda-benda yang padat seperti narkotika dan zat-zat adiktif lainnya. Setiap yang memabukkan, apapun jenisnya cair atau padat, mentah atau matang, berasal dari perasan anggur atau bahan lainnya, adalah haram. Mayoritas ulama dari kalangan ahli fiqih Hijaz, ahli hadis, dan ulama-ulama Hanafiyah. Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa kadar haram pada minuman-minuman yang memabukkan adalah sedikit maupun banyak selagi memiliki potensi memabukkan. Minuman tersebut haram meskipun ketika dikonsumsi tidak sampai memabukkan.

Tidak mengandung organ manusia

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, sebagian orang mulai berpendapat bahwa organ manusia dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pangan, obat dan kosmetika. Sebagian orang memanfaatkan bagian tubuh manusia sebagai pengembang makanan, kesuburan air susu, obat, kecantikan, dan lainnya. Kandungan organ manusia yang terdaapat pada pangan menjadi salah satu kriteria haram. Al Quran surat Al-Isra (17:70) menjadi dalil pengharaman produk yang mengandung organ manusia. Surat tersebut menerangkan bahwa Allah telah memuliakan anak-anak Adam. Makna “memuliakan” dalam ayat tersebut adalah tidak menghukumi najis kepada manusia, baik muslim maupun kafir, baik hidup maupun mati. Memuliakan juga berarti dilarang untuk memanfaatkan bagian tubuh manusia baik untuk pangan, obat, dan kosmetika.

Sertifikasi dan Labelisasi Halal MUI

Sertifikasi halal MUI merupakan sertifikasi halal pertama dan satu-satunya yang terdapat di Indonesia. Sertifikat halal dikeluarkan oleh MUI untuk memberikan jaminan status kehalalan produk pangan yang beredar di masyarakat. Produk yang telah memiliki sertifikat halal/berlabel halal dapat dipastikan produk tersebut halal dan aman dikonsumsi masyarakat. Hal ini dikarenakan untuk memperoleh sertifikat halal, perusahaan yang bersangkutan harus menerapkan sistem jaminan halal. Sistem jaminan halal sendiri memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut (halalmui.org):

1. Kebijakan halal

Manajemen tertinggi perusahaan harus menetapkan kebijakan halal dan mensosialisasikannya kepada stakeholder perusahaan.


(18)

6

2. Tim Manajemen Halal

Manajemen tertinggi harus menetapkan tim manajemen halal yang mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis dan memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang yang jelas.

3. Pelatihan dan Edukasi

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Pelatihan harus dilaksanakan minimal setahun sekali atau lebih sering jika diperlukan dan harus mencakup kriteria kelulusan untuk menjamin kompetensi personal.

4. Bahan

Bahan tidak boleh berasal dari: babi dan turunannya, khamr (minuman beralkohol), turunan khamr yang diperoleh hanya dengan pemisahan secara fisik. darah, bangkai, dan bagian dari tubuh manusia.

5. Produk

Merek/nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan. Produk retail dengan nama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi.

6. Fasilitas Produksi

Lini produksi dan perlatan pembantu tidak boleh digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk yang mengandung babi atau turunannya.

7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis (seleksi bahan baru, pembelian bahan, pemerikasaan bahan datang, produksi dan lain-lain disesuaikan dengan proses bisnis perusahaan yang menjamin semua bahan, produk, dan fasilitas produksi yang digunakan memenuhi kriteria. 8. Kemampuan Telusur (Traceability)

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang disetujui dan dibuat di fasilitas yang memenuhi kriteria fasilitas produksi.

9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang terlanjur dibuat dari bahan dan fasilitas yang tidak memenuhi kriteria.

10. Audit Internal

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH yang dilakukan secara terjadwal setidaknya enam bulan sekali. Hasil audit internal disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap kegiatan yang diaudit dari pihak LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala setiap enam bulan sekali.


(19)

7 11. Kaji Ulang Manajemen

Manajemen Puncak harus melakukan kajian terhadap efektivitas pelaksanaan SJH satu kali dalam satu tahun atau lebih sering jika diperlukan. Hasil evaluasi harus disampaikan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk setiap aktivitas.

Selain dengan adanya penerapan sistem jaminan halal, untuk memperoleh sertifikat halal perusahaan yang bersangkutan akan diaudit oleh auditor LPPOM MUI langsung ke perusahaan untuk memeriksa kesesuain bahan yang digunakan pada saat registrasi dan saat produksi. Audit yang dilakukan meliputi semua fasilitas produk yang akan disertifikasi.

Pemeriksaan lebih lanjut sampel produk akan diteliti di laboratorium. Tes laboratorium dilakukan untuk produk daging, produk olahan daging, dan produk-produk tertentu yang beresiko jika diperlukan. Tes ini dilakukan untuk memeriksa ada tidaknya kandungan babi dalam produk. Analis kandungan alkohol juga dilakukan pada produk-produk tertentu jika diperlukan.

Konsep Halal Awareness

Menurut Randolph (2003), kata awareness atau kesadaran berarti pengetahuan atau pemahaman tentang subjek atau situasi tertentu. Kata awareness

dalam konteks halal secara harfiah berarti memiliki ketertarikan khusus, pengalaman, atau informasi yang cukup terkait isu makanan halal, minuman dan produk halal lainnya. Kesadaran menggambarkan persepsi manusia dan reaksi kognitif terkait apa yang mereka makan, minum dan gunakan. Secara subjektif, kesadaran adalah konsep relatif dimana seseorang mungkin sebagian sadar atau mungkin sadar sepenuhnya mengenai masalah yang berhubungan dengan aspek halal atau hal-hal apa yang diizinkan oleh Allah SWT. Kesadaran atas sesuatu merupakan bagian dasar dari eksistensi manusia. Di atas semuanya adalah kesadaran diri (self-awareness). Kesadaran diri berarti sadar sebagai seorang individu dengan pikiran pribadi tentang keadaan sesuatu yang berhubungan dengan halal. Oleh karena itu, kesadaran halal dapat dikonseptualisasikan sebagai proses mendapatkan informasi dalam rangka meningkatkan tingkat kesadaran terhadap apa yang diperbolehkan bagi Muslim untuk dimakan, diminum, dan digunakan (Ambali dan Bakar 2013).

Menurut Sumarwan (2003) konsumen muslim akan memilih dan mengkonsumsi makanan halal. Mereka bukan saja harus mengkonsumsi makanan yang aman secara fisik, tetapi juga makanan yang aman secara keyakinan, yaitu makanan yang halal. Halal atau tidak merupakan suatu keamanan pangan yang sangat mendasar untuk umat Islam. Konsumen Islam cenderung memilih produk yang telah dinyatakan halal dibandingkan dengan produk yang belum dinyatakan halal oleh lembaga berwenang (LPPOM MUI). Hal tersebut dikarenakan, produk makanan dan kosmetik yang telah dinyatakan halal cenderung lebih aman dan terhindar dari kandungan zat berbahaya.


(20)

8

Konsep Literasi Halal

Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Sesungguhnya yang Halal itu jelas

dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya, dan barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya. Ingatlah setiap raja memiliki larangan dan ingatlah bahwa larangan Allah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”. [Bukhari no. 52, Muslim no. 1599]

Hadist ini adalah dasar utama konsep literasi halal. Berdasarkan hadist ini semuanya dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang halal atau sesuatu yang haram sedangkan sisanya menjadi sesuatu yang meragukan. Dengan demikian untuk menghapus keraguan diperlukan pengetahuan. Islam memerintahkan semua pemeluknya untuk mempelajari ilmu agama; salah satunya adalah pengetahuan tentang halal dan haram. Dengan mempelajari ilmu agama mengenai sifat hukum, Muslim dapat mengurangi hal-hal yang diragukan dan membedakan hal-hal yang diperbolehkan dan yang dilarang. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks perilaku konsumsi halal, literasi halal dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk membedakan diperbolehkan (halal) dan dilarang (haram) barang dan jasa yang berasal dari pemahaman dari hukum Islam (syariah) (Salehudin 2010).

Konsep Halal Self Efficacy

Self efficacy merupakan salah satu bentuk pengaturan diri manusia. Self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Albert Bandura. Self efficacy menurut Bandura (1986) yaitu persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu. Sedangkan halal self efficacy sendiri dapat didefinisikan persepsi atau keyakinan individu terhadap tingkat kemampuan mereka dalam memahami hukum halal-haram dan membedakan antara mana produk yang halal dan yang halal-haram (Salehudin dan Mukhlis 2012).

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian Salehudin dan Mukhlish (2012) yang berjudul Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi, dan Temuan di Lapangan. Penelitian ini menganalisis pengaruh sikap, norma subjektif, halal self efficacy, dan literasi halal terhadap halal involvement dan halal purchase. Hasil penelitian menunjukkan variabel sikap secara konsisten signifikan dalam menjelaskan halal involvement. Selain itu, variabel ini juga mempengaruhi halal purchase secara tidak langsung melalui hubungan antara halal involvement dan halal purchase. Selain itu penelitian juga menemukan hubungan antara halal literacy terhadap halal self efficacy dan halal


(21)

9

involvement. Penelitian dilakukan dengan sebuah studi kuasi-eksperimen pada 150 orang partisipan dengan menggunakan metode policy capturing.

Penelitian Ambali dan Bakar (2013) yang berjudul Halal Food and Products in Malaysia: People’s Awareness and Policy Implication. Penelitian ini menganalisis tingkat kesadaran tentang mengonsumsi produk halal di kalangan umat Islam di Shah Alam, Malaysia. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kesadaran untuk mengonsumsi produk halal ditentukan oleh sejumlah faktor potensial yaitu: religious belief, halal exposures, role played by ḥalāl certification via ḥalāl logo/label and health related reasons. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian adalah SEM-PLS (Partial Least Square).

Penelitian Jusmaliani (2009) yang berjudul Pengaruh Komitmen Beragama dalam Perilaku Konsumsi Makanan Halal. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa semakin tinggi komitmen beragama seseorang, akan semakin kuat pula putusan untuk mengkonsumsi makanan halal. Penelitian ini menggunakan uji korelasi Pearson.

Penelitian Salman dan Siddiqui (2011) yang berjudul An exploratory study for measuring consumers awareness and perceptions towards halal food in Pakistan. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa agama adalah sumber utama dari keimanan bagi konsumen muslim, keimanan erat kaitannya dengan komitmen dalam beragama, orang yang sangat religius belum tentu memiliki kesadaran yang tinggi tentang makanan halal, dan sikap terhadap makanan halal erat kaitannya dengan gagasan keimanan. Penelitian ini menggunakan uji Cronbach’s Alpha, Confirmatory Factor Analysis, dan Pearson Products Correlation Matrix

Penelitian Helmi (2012) yang berjudul Analisis faktor-faktor yang memengaruhi keinginan untuk membeli produk organik berlabel halal. Hasil dari penelitian menyimpulkan tingkat kesadaran terhadap kesehatan memiliki hubungan positif yang sangat kuat dengan keinginan untuk membeli produk organik berlabel halal. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda.

Hasil dari penelitian Iranita (2013) yang berjudul Pengaruh Labelisasi Halal Produk Kemasan terhadap Keputusan Pembelian pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa labelisasi halal pada produk dapat memengaruhi keputusan pembelian konsumen.

Kerangka Pemikiran

Permintaan masyarakat terhadap pangan halal dan produk pangan bersertifikat halal menjadi faktor penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pangan halal. Mengingat sertifikasi halal di Indonesia masih bersifat sukarela. Permintaan ini salah satunya dipengaruhi oleh awareness

masyarakat terhadap pangan halal. Adapun awareness masyarakat dapat dipengaruhi beberapa faktor. Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana pengaruh dari faktor ketawaan, literasi halal, halal self-efficacy, peran halal label, dan health reason sebagai faktor independen terhadap tingkat awareness masyarakat terhadap pangan halal sebagai faktor dependen. Adapun kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(22)

10

Gambar 1. Kerangka pemikiran

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Bogor. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive sampling) berdasarkan pertimbangan bahwa mayoritas Kota Bogor berpenduduk muslim, persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk konsumsi makanan masyarakat Kota Bogor cukup besar, yaitu 44.62% serta wacana terkait pembentukan Kota Bogor sebagai Kota Halal2. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Juli sampai dengan September 2014.

2 2Disampaikan oleh Kepala Dinas Pertanian Kota Bogor, Herlien Krinaningsih terkait penerbitan Perda

mengenai Kota Halal oleh Pemkot Bogor, Senin (15/03/2010). Berita tersedia pada: http://metro.news.viva.co.id/news/read/136554-bogor_akan_jadi_kota_halal_pertama

Awareness masyarakat terhadap produk olahan pangan halal

Ketakwaan Literasi Halal Halal

Self-Efficacy

Peran Halal

Label

Health Reason

Mayoritas masyarakat kota Bogor adalah muslim

Diperlukan upaya pemenuhan kebutuhan pangan halal dan bersertifikat halal

Baru 18% produk yang bersertifikat halal

Policy (Kebijakan LPPOM MUI)


(23)

11 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner yang diajukan kepada responden. Kuesioner dibagikan kepada masyarakat Kota Bogor yang beragama Islam dengan cara disebar secara langsung maupun dalam jaringan (online) menggunakan email dan aplikasi kuesioner online. Data sekunder dikumpulkan dari literatur-literatur yang relevan dan dari instansi seperti Badan Pusat Statistik (BPS), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta sumber lainnya yang dapat membantu ketersediaan data.

Metode Pengambilan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai karakteristik tertentu dan mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel. Sampel merupakan bagi kecil dari populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat muslim Kota Bogor sedangkan sampel yang diambil ialah sebanyak 174 orang dan dipilih secara sengaja atau

purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampling yang digunakan jika peneliti memiliki pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampelnya (Riduwan 2010). Pertimbangan atau screening yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah masyarakat yang berdomisili di enam kecamatan yang terdapat di Kota Bogor, berpendidikan terakhir minimal SMP, dan berusia minimal 16 tahun dan maksimal 65 tahun. Jumlah tersebut telah sesuai dengan persyaratan atas alat analisis yang digunakan, yaitu Structural Equation Modelling (SEM). Menurut Firdaus dan Farid (2008), persyaratan jumlah responden yang digunakan untuk analisis SEM sebaiknya antara 100 – 200 responden.

Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan dua alat analisis yaitu analisis deskriptif, dan

Partial Least Square-Structural Equation Model (PLS-SEM). Software yang digunakan adalah SmartPLS versi 2.0 untuk PLS-SEM dan Microsoft Excel 2013 untuk tabulasi data.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah analisis yang menggambarkan suatu data yang akan dibuat baik sendiri maupun secara kelompok. Tujuan analisis deskriptif untuk membuat gambaran secara sistematis data yang faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki atau diteliti (Riduwan 2009). Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan karakteristik sosial-ekonomi responden, tingkat awareness responden, dan tingkat pemahaman responden terkait pangan halal. Selain itu analisis deskriptif juga digunakan untuk menginterpretasikan hasil analisis.

Skala Likert

Menurut Riduwan (2009) skala Likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur


(24)

12

dijabarkan menjadi dimensi. Dimensi dijabarkan menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pernyataan atau pernyataan yang perlu dijawab responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk penyataan atau dukungan sikap. Skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah empat dan disesuaikan dengan masing-masing item kuesioner.

Uji Validitas

Menurut Idrus (2009) valid bermakna kemampuan butir dalam mendukung konstruk dalam instrumen. Suatu instrumen dinyatakan valid (sah) apabila instrumen tersebut betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu atribut dapat dilihat pada tabel Corrected Item-Total Correlation

menggunakan SPSS versi 16. Suatu atribut dikatakan valid jika nilai Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari r-tabel yaitu 0.361 untuk n sebanyak 30 responden dan taraf kesalahan 5%. Jumlah responden pada uji validitas ini sebanyak 64 orang dengan jumlah pernyataan sebanyak 38 butir.

Uji Reliabilitas

Idrus (2009) menyatakan bahwa reliabilitas merupakan tingkat keajekan instrumen saat digunakan kapan saja dan oleh siapa saja sehingga akan cenderung menghasilkan data yang sama atau hampir sama dengan sebelumnya. Ada beberapa metode untuk mengukur reliabilitas kuesioner salah satunya dengan metode Alpha Cronbach menggunakan software SPSS versi 16. Koefisien reliabilitas yang dianggap baik adalah nilai yang lebih besar dari 0.7.

Analisis Structural Equation Modeling (SEM)

Structural Equation Model (SEM) merupakan gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu analisis faktor (factor analysis) yang dikembangkan di ilmu psikologi dan psikometri dan model persamaan simultan (simultaneous equation modeling) yang dikembangkan di ekonometrika (Ghozali 2005). Terdapat dua tipe SEM yang sudah dikenal secara luas yaitu covariate-based structural equation modeling (CB-SEM) dan partial least square path modeling (PLS-SEM). CB-SEM bertujuan untuk menguji hubungan kausalitas (sebab-akibat). Sementara PLS-SEM untuk menguji hubungan prediktif antar konstruk dengan melihat apakah ada hubungan atau pengaruh antar konstruk. Pemodelan dalam PLS-SEM dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Model Pengukuran (Outer model)

Model ini menspesifikasi hubungan antar variabel laten dengan indikator-indikatornya atau dapat dikatakan bahwa outer model mendefinisikan bagaimana setiap indikator merefleksikan variabel latennya. Uji yang dilakukan pada outer model :

a. Convergent Validity. Nilai convergen validity adalah nilai loading factor pada variabel laten dengan indikator-indikatornya. Nilai yang diharapkan >0.7.

b. Discriminant Validity. Nilai ini merupakan nilai cross loading factor

yang berguna untuk mengetahui apakah konstruk memiliki diskriminan yang memadai yaitu dengan cara membandingkan nilai loading pada konstruk


(25)

13 yang dituju harus lebih besar dibandingkan dengan nilai loading dengan konstruk yang lain.

c. Composite Reliability. Data yang memiliki composite reliability >0.8 mempunyai reliabilitas yang tinggi.

d. Average Variance Extracted (AVE). Nilai AVE yang diharapkan >0.5. e. Cronbach Alpha. Uji reliabilitas diperkuat dengan Cronbach Alpha. Nilai

diharapkan >0.6 untuk semua konstruk. 2. Model Persamaan (Inner Model)

Uji pada model struktural dilakukan untuk menguji hubungan antara konstruk laten. Ada beberapa uji untuk model struktural yaitu :

a. R Square pada konstruk endogen. Nilai R Square adalah koefisien determinasi pada konstruk endogen. Nilai R square sebesar 0.67 (kuat), 0.33 (moderat) dan 0.19 (lemah).

b. Estimate for Path Coefficients, merupakan nilai koefisen jalur atau besarnya hubungan/pengaruh konstruk laten. Dilakukan dengan prosedur

Bootstrapping.

Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini menggunakan enam variabel sabagai variabel laten yang akan ditentukan model terbaiknya dan dianalisis pengaruh antarvariabel. Adapun definisi dari tiap-tiap variabel dapat dilihat pada Tabel 1. Tiap-tiap variabel laten direfleksikan oleh beberapa variabel indikator seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Definisi operasional variabel Variabel Laten Definisi

Ketakwaan (K)

Dalam Al-Quran Allah SWT mengemukakan beberapa sifat orang bertakwa:

“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Q.S. Al-Baqarah: 2-4)

Berdasarkan tafsir ayat diatas, dapat dijabarkan ciri-ciri orang yang bertakwa, antara lain: beriman kepada Allah, beriman kepada hari kemudian, beriman kepada malaikat, beriman kepada kitab-kitab suci Allah, beriman kepada para nabi dan rasul, memiliki kepekaan sosial terhadap kaum dhuafa, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat. Literasi Halal (LH) Pemahaman dari individu untuk membedakan pangan

yang halal dan yang haram.

Halal Self Efficacy

(HSE)

Keyakinan individu terhadap kemampuan mereka dalam membedakan makanan dan minuman yang halal dan haram


(26)

14

Health Reason

(HR)

Persepsi individu terhadap aspek kesehatan pangan halal Peran

label/sertifikasi halal

Persepsi individu terhadap peran dari label/sertifikasi halal MUI

Halal Awareness

(HA)

Kesadaran atau kepedulian individu terhadap pangan halal. Kecenderungan untuk selalu memastikan aspek kehalalan pangan yang akan dikonsumsinya


(27)

15 Tabel 2. Variabel laten dan variabel indikator

Variabel Laten

Kode Variabel Indikator Sumber

Ketakwaan K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8

Intensitas sholat 5 waktu Intensitas sholat sunnah Membayar zakat fitrah Membayar zakat mal

Intensitas membaca Al Quran Menjalankan puasa Ramadhan Menjalankan puasa sunnah Mengeluarkan infak dan sedekah

Q.S. Al Baqarah: 2-4 Halal Self Efficacy HSE1 HSE2 HSE3 HSE4 HSE5

Larangan dalam Islam mengonsumsi pangan tidak halal

Mengonsumsi pangan halal merupakan bentuk ketaatan Mengonsumsi pangan tidak halal adalah dosa

Mengonsumsi halal membentuk perilaku yang baik

Semua pangan hukumnya boleh kecuali yang diharamkan

Q.S. Al

Baqarah: 168, Kriteria Halal Haram untuk pangan, obat dan

kosmetika menurut Al-Quran dan Hadits

(Yaqub 2013) Halal Haram dalam Islam (Qardhawi 2004) Literasi Halal LH1 LH2 LH3 LH4 LH5 LH6

Pengetahuan terkait kategori pangan (halal haram subhat)

Pengetahuan terkait pangan halal Pengetahuan terkait pangan tidak halal

Pengetahuan terkait kriteria pangan halal

Pengetahuan terkait bahan tambahan Pengetahuan terkait pangan berbahaya

Kriteria Halal Haram untuk pangan, obat dan

kosmetika menurut Al-Quran dan Hadits (Yaqub 2013) Health Reason HR1 HR2 HR3 HR4

Pangan halal melambangkan pangan aman dan higienis

Mengonsumsi pangan halal dapat menjaga kesehatan

Pangan tidak halal memiliki efek buruk bagi kesehatan

Campuran bahan dalam pangan halal tidak membahayakan kesehatan

Halal Food and Products in Malaysia: People’s Awareness and Policy Implication

(Ambali dan Bakar 2013) Peran label /sertifikasi halal HL1 HL2

Label halal MUI sebagai indikator pangan halal

Label halal MUI mempermudah dalam identifikasi pangan

Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya


(28)

16

HL3 HL4 HL5

Label halal MUI membantu konsumen lebih selektif

Label halal MUI memengaruhi persepsi konsumen

Sertifikasi dan labelisasi halal bertujuan melindungi konsumen

dalam Pemasaran (Sumarwan 2002) Halal Awareness HA1 HA2 HA3 HA4 HA5 HA6 HA7 HA8 HA9 HA10

Aspek halal sebagai pertimbangan utama memilih pangan

Intensitas memerhatikan kehalalan produk

Tingkat kepedulian terhadap cara mendapatkan dan proses pengolahan pangan

Tingkat kepedulian terhadap isu pangan halal

Tingkat kepercayaan pada label halal MUI

Intensitas membaca label halal MUI pada produk pangan

Intensitas membeli produk pangan berlabel halal MUI

Tingkat kekhawatiran terhadap produk pangan tanpa label halal MUI Menceritakan kepada orang lain terkait produk pangan tanpa label halal MUI

Hanya membeli dan mengonsumsi produk pangan dengan label halal MUI Perilaku komunitas muslim perkotaan dalam mengonsumsi produk halal (Puslitbang Kehidupan Kegamaan, KEMENAG RI 2013)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Umum Responden

Kota Bogor terbagi menjadi 6 kecamatan yaitu Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Tengah dan Tanah Sareal. Mayoritas responden berdomisili di kecamatan Bogor Barat yaitu sebanyak 61 orang (35.06%). Sebaran daerah domisili responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran daerah domisili responden

Kecamatan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Bogor Barat Bogor Utara Bogor Timur Bogor Selatan Bogor Tengah 61 26 20 21 16 35.06% 14.94% 11.49% 12.07% 9.20%


(29)

17

Tanah Sareal 30 17.24%

Total 174 100.%

Mayoritas responden berusia 21-30 tahun yaitu sebanyak 91 orang (52.30%). Responden wanita lebih banyak dari responden pria yaitu sebanyak 100 orang atau 57.47% dari total responden. Sebagian besar responden (108 orang atau 62.07%) berprofesi sebagai pelajar dan mahasiswa. Sebanyak 89 orang atau 51.15% menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SMA. Mayoritas responden memiliki penghasilan dibawah 1 juta yaitu sebanyak 105 orang atau 60,34%.. Karakteristik umum responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik umum responden

Karakteristik Jumlah (Orang) Persentase (%) Jenis kelamin Pria Wanita 74 100 42.53% 57.47% Usia 16-20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 61-65 tahun 49 91 17 13 2 2 28.16% 52.30% 9.77% 7.47% 1.15% 1.15% Pekerjaan

Pegawai Negeri Sipil Pegawai Swasta Wirausahawan Ibu Rumah Tangga Buruh

Profesional

Pelajar & Mahasiswa Lainnya 11 21 11 9 3 7 108 4 6.32% 12.07% 6.32% 5.17% 1.72% 4.02% 62.07% 2.30% Pendidikan Terakhir SMP SMA Diploma Sarjana Master Doktor 6 89 10 55 11 3 3.45% 51.15% 5.75% 31.61% 6.32% 1.72% Penghasilan <1 juta 1-5 juta 6-10 juta >10 juta 105 57 4 8 60.34% 32.76% 2.30% 4,60%


(30)

18

Persepsi Responden

Persepsi Responden Terhadap Tingkat Kepentingan Pangan Halal

Tabel 5 menunjukkan persepsi responden terhadap tingkat kepentingan pangan halal. Sebanyak 148 orang atau 85% menyatakan bahwa mengonsumsi pangan halal sangat penting. Hal ini mengindikasikan bahwa mengonsumsi pangan halal menjadi prioritas utama masyarakat muslim Kota Bogor

Tabel 5 Persepsi responden terhadap tingkat kepentingan pangan halal Tingkat Kepentingan Jumlah (Orang) Persentase (%) Sangat Penting

Penting Tidak Penting

Sangat Tidak Penting

148 18 1 7 85.06% 10.34% 0.57% 4.02%

Total 174 100%

Persepsi Responden Terhadap Kriteria Pangan Halal

Tabel 7 menunjukkan persepsi responden terhadap kriteria pangan halal. Sebanyak 141 orang atau 81% responden menyatakan kriteria pangan halal adalah tidak ada kandungan babi dan turunannya. Sebanyak 70.11% responden juga menyatakan bahwa pangan halal adalah yang tidak mengandung alkohol. Hal ini mengindikasikan sebagian besar masyarakat muslim sudah memiliki pengetahuan dasar mengenai hal apa saja yang diharamkan dalam Al-Quran. Sebanyak 140 orang atau 80.46% responden menyatakan kriteria pangan halal adalah yang memiliki label halal MUI. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sertifikasi halal MUI sebagai determinasi pangan halal cukup tinggi.

Tabel 6 Persepsi responden terhadap kriteria pangan halal Kriteria Pangan Halal Total

Responden

Jumlah (Orang)

Persentase (%) Tidak mengandung babi dan

turunannya

Tidak mengandung alkohol Tidak rusak dan kadaluwarsa

Tidak mengandung racun/zat berbahaya

Ada label halal MUI Ada tulisan “halal” Bukan produk ilegal

174 174 174 174 174 174 174 141 122 73 76 140 61 66 81.03% 70.11% 41.95% 43.68% 80.46% 35.06% 37.93%

Persepsi Responden Terhadap Tingkat Ketakwaan (Aktivitas Ibadah)

Penelitian ini menggunakan 8 indikator untuk mengukur ketakwaan responden, yaitu:menjalankan sholat 5 waktu (K1), menjalankan sholat sunnah (K2), membayar zakat fitrah (K3), membayar zakat mal (K4), membaca Al-Quran (K5), menjalankan puasa Ramadhan (K6), menjalankan puasa sunnah (K7), dan membayar infak dan sedekah (K8).


(31)

19

Gambar 2. Persepsi responden terhadap indikator Ketakwaan

Berdasakan gambar diatas dan perhitungan total skor diketahui bahwa secara keseluruhan tingkat ketakwaan responden sudah baik. Sebagian besar responden memberikan pernyataan selalu pada indikator sholat 5 waktu yaitu 80.5% atau 140 orang. Hal tersebut ditemukan juga pada indikator membayar zakat fitrah tiap tahun 153 orang atau 87.9% dan menjalankan puasa Ramadhan 159 atau 91.4%. Hal ini dikarenakan ibadah sholat 5 waktu, membayar zakat fitrah dan menjalankan puasa Ramadhan merupakan ibadah wajib.

Persepsi Responden Terhadap Halal Self Efficacy

Gambar 3. Persepsi responden terhadap Halal Self Efficacy 0,6% 1,7% 0,6%

27,0%

1,1% 0,6% 4,0% 1,7% 1,7%

44,3%

2,9%

27,0%

35,6%

0,6%

58,0%

25,9% 17,2%

46,6%

8,6%

23,0% 41,4%

7,5%

29,9%

50,6% 80,5%

7,5%

87,9%

23,0% 21,8%

91,4% 8,0%

21,8%

K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8

Per

sen

tase

(

%

)

Indikator

Tidak Pernah Jarang Sering Selalu

5,2% 2,9% 3,4% 2,9% 2,3%

0,0% 1,1% 1,7% 1,1% 6,9%

9,8% 14,9% 23,6% 23,6%

41,4%

85,1% 81,0%

71,3% 72,4%

49,4%

HSE1 HSE2 HSE3 HSE4 HSE5

P

er

sen

tase (%

)

Indikator


(32)

20

Halal Self Efficacy diukur dengan menggunakan 5 indikator, yaitu: larangan dalam Islam untuk mengonsumsi makanan yang tidak halal (HSE1), bentuk ketaatan dalam mengonsumsi pangan halal (HSE2), mengonsumsi pangan yang tidak halal adalah dosa (HSE3), mengonsumsi pangan yang halal akan membentuk perilaku yang baik (HSE4), dan hukum pangan boleh kecuali ada dalil yang mengaharamkan (HSE5). Berdasarkan gambar diatas dan perhitungan total skor tingkat Halal Self Efficacy responden secara keseluruhan sudah baik. Sebagian besar responden memberikan jawaban sangat setuju kepada 5 indikator yang digunakan.

Persepsi Responden Terhadap Tingkat Literasi Halal

Untuk mengukur tingkat literasi halal responden digunakan 6 indikator, yaitu: kategori hukum halal haram pangan (LH1), pangan halal adalah pangan yang boleh dikonsumsi muslim (LH2), pangan yang tidak halal dapat dikonsumsi saat darurat (LH3), cara memperoleh, cara memproses, dan cara menyajikan menjadi kriteria halal (LH4), bahan emulsifier belum pasti halal (LH5), dan pangan yang bersifat berbahaya dapat menjadikan pangan tersebut haram (LH6).

Gambar 4. Persepsi responden literasi halal

Gambar diatas dan perhitungan total skor menunjukkan tingkat literasi halal responden secara keseluruhan sudah baik. Sebagian besar responden memberikan pernyataan positif kepada 6 indikator.

Persepsi Responden Terhadap Alasan Kesehatan/Health Reason

Untuk mengukur persepsi responden terhadap alasan kesehatan/Health reason digunakan 4 indikator, yaitu: pangan halal merupakan pangan yang aman, higienis, dan berkualitas (HR1), pangan halal dapat menjaga kesehatan (HR2), pangan yang tidak halal berpengaruh buruk terhadap kesehatan (HR3), dan bahan campuran yang terdapat pada pangan halal tidak membahayakan (HR4). Gambar dan perhitungan total skor menunjukkan persepsi responden terhadap alasan kesehatan secara keseluruhan sudah baik. Mayoritas responden memberikan pernyataan sangat setuju kepada 4 indikator yang digunakan.

1,1% 1,7% 2,3% 1,7% 0,6% 0,6%

2,9% 2,3% 17,8% 1,1% 5,7% 12,6%

56,3%

32,2%

58,6%

42,0%

76,4% 59,8%

39,7%

63,8%

21,3%

55,2%

17,2%

27,0%

LH1 LH2 LH3 LH4 LH5 LH6

Per

sen

tase

(

%

)

Indikator


(33)

21

Gambar 5. Persepsi responden terhadap alasan kesehatan/Health Reason

Persepsi Responden Terhadap Peran Label/Sertifikasi Halal MUI

Untuk mengukur persepsi responden terhadap peran label/sertifikasi halal MUI digunakan 5 indikator, yaitu: Label halal MUI sebagai indikator pangan halal (HL1), label halal MUI mempermudah dalam identifikasi pangan (HL2), label halal MUI membantu konsumen lebih selektif (HL3), label halal MUI memengaruhi persepsi konsumen (HL4), dan sertifikasi dan labelisasi halal bertujuan melindungi konsumen (HL5). Berdasarkan gambar dan perhitungan total skor tingkat kepercayaan responden terhadap peran label/sertifikasi halal MUI dalam menentukan kehalalan pangan sudah baik. Dari 5 indikator yang digunakan, mayoritas responden memberikan pernyataan yang positif.

Gambar 6. Persepsi responden terhadap peran label/sertifikasi halal MUI Persepsi Responden Terhadap Tingkat Halal Awareness

Berdasarkan Gambar 4 dan perhitungan total skor diketahui bahwa sebagian besar repsonden memberikan pernyataan positif yang mengindikasikan tingkat

1,1% 1,1% 1,1% 1,1%

2,9% 5,7% 4,0% 6,9%

39,7% 35,6%

31,6%

47,1%

56,3% 57,5% 63,2% 44,8%

HR1 HR2 HR3 HR4

P

er

sen

tase (%

)

Indikator

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju

Setuju Sangat Setuju

1,1% 1,1% 1,1% 1,1% 1,1%

5,7% 2,3% 1,7% 2,9% 2,3%

60,3%

44,8% 50,0% 47,7% 37,9%

32,8%

51,7% 47,1% 48,3% 58,6%

HL1 HL2 HL3 HL4 HL5

Per

sen

tase

(

%

)

Indikator


(34)

22

awareness masyarakat terhadap pangan halal cukup tinggi. Namun demikian 44

(25.3%) responden menyatakan “Jarang” pada indikator HA9 (Menceritakan kepada orang lain ketika menemukan produk yang tidak mencantumkan label halal MUI). Hal ini dilatarbelakangi status sertifikasi halal MUI di Indonesia masih

voluntary (tidak mengikat), sehingga kepedulian untuk mengingatkan orang lain mungkin tidak sebesar ketika aturan sertifikasi tersebut bersifat mengikat (wajib). Selain itu faktor demografi Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim juga dapat memengaruhi, seperti hasil penelitian Salman dan Siddiqui (2011).

HA1 HA2 HA3

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju Tidak Pernah Jarang Sering Selalu Tidak Peduli Kurang Peduli Peduli Sangat Peduli

HA4 HA5 HA6

Tidak Peduli Kurang Peduli Peduli

Sangat Peduli

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju Tidak Pernah Jarang Sering Selalu

HA7 HA8 HA9

Tidak Pernah Jarang Sering Selalu

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju Tidak Pernah Jarang Sering Selalu HA10

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju Setuju

Sangat Setuju

0,0% 0,0% 0,6% 0,0% 0,0% 1,1% 0,6% 1,1% 2,9% 1,7%

2,9% 5,2% 8,0% 4,6% 9,8% 3,4% 2,9% 7,5%

25,3%

11,5% 23,6%

32,8%

48,9%

46,6% 47,1% 48,3% 52,9% 50,0%

50,0%

57,5% 73,6%

62,1%

42,5%

48,9% 43,1% 47,1% 43,7% 41,4%

21,8%

29,3%

HA1 HA2 HA3 HA4 HA5 HA6 HA7 HA8 HA9 HA10

Per sen tase ( % ) Indikator


(35)

23 Gambar 7. Persepsi responden terhadap tingkat Halal Awareness

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Halal Awareness Model Penelitian

Analisis SEM dengan pendekatan Partial Least Square bertujuan untuk mencari model yang sesuai (exploratory research). Oleh karena itu dilakukan pemodelan terlebih dahulu dengan melihat nilai T-statistik pada setiap jalur hubungan antarvariabel laten.

Gambar 8. Asumsi model awal penelitian

Suatu variabel dianggap memiliki hubungan atau pengaruh terhadap variabel lain apabila memiliki nilai T-statistik lebih besar dari nilai T-tabel. Nilai T-tabel pada taraf nyata 5% adalah 1.96. Asumsi model awal yang menjadi hipotesis penelitian adalah semua variabel (K, LH, HSE, HR, dan HL) berpengaruh langsung terhadap variabel HA seperti pada Gambar 8. Setelah dilakukan uji model didapat hasil nilai T-statistik masing-masing variabel tidak memenuhi kriteria (<1.96) sehingga harus membuat ulang model dengan nilai terbaik. Model yang paling baik setelah dilakukan uji nilai T-statistik adalah seperti yang terlihat pada Gambar 9.


(36)

24

Gambar 9. Model terbaik

Analisis Outer Model

Setelah dilakukan uji model didapat model yang paling baik seperti pada Gambar 9. Kemudian diperlukan uji quality criteria dengan menggunakan beberapa parameter, antara lain: loading factor, average varian extracted, cross loading, cronbach alpha, composite reliability. Uji ini dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas model. Hasil uji pada Tabel 8 menunjukkan bahwa secara keseluruhan model telah memenuhi standar quality criteria. Hal ini mengindikasikan bahwa model ini memiliki validitas dan reliabilitas yang baik.

Tabel 7. Hasil uji quality criteria

No Parameter Keterangan Rule of Thumb Hasil Estimasi

1 Loading

Factor Kekuatan indikator dalam merefleksikan laten (validitas konvergen untuk indikator)

≥ 0,7 untuk

confirmatory research

0.5 – 0.6 masih diterima

exploratory research

Semua

indikator valid kecuali K4 dan K8 (lihat Gambar 10) 2 Average Variance Extracted (AVE) Validitas konvergen untuk konstruk ≥ 0.5 K LH HSE HR HL HA 0.4422 0.4544 0.7175 0.6570 0.7155 0.4607 3 Cross

Loading

Validitas diskriminasi

Indikator loading > seluruh Cross loading

Semua indikator memiliki nilai


(37)

25 indikator

loading >

Cross loading

4 Cronbach’s

Alpha Reliabilitas

≥ 0.7 untuk confirmatory Research ≥ 0.6 untuk exploratory research

K LH HSE HR HL HA

0.7653 0.7607 0.9004 0.8256 0.9003 0.8712

5 Composite

Reliability Reliabilitas

≥ 0.7 untuk confirmatory Research ≥ 0.6 untuk exploratory research

K LH HSE HR HL HA

0.8211 0.8324 0.9267 0.8844 0.9261 0.8945

Gambar 10. Model awal penelitian

Gambar 10 menunjukkan nilai loading factor dari tiap-tiap variabel indikator. Nilai loading factor menunjukkan seberapa besar variabel indikator merefleksikan variabel latennya. Data menunjukkan bahwa semua indikator telah memiliki nilai

loading factor yang baik (>0.5), kecuali pada indikator K4 (mengeluarkan zakat mal setiap mencapai nisab) dengan nilai loading factor sebesar 0.152 dan indikator K8 (mengeluarkan infak dan sedekah setiap bulan) dengan nilai loading factor

sebesar 0.484. Hal ini mengindikasikan K4 dan K8 belum cukup merefleksikan variabel K (Ketakwaan). Ini terjadi dikarenakan mayoritas responden berpenghasilan <1juta (dibawah nisab). Dengan demikian K4 dan K8 harus di drop out dari model dan tidak diikutkan dalam pengolahan data selanjutnya.


(38)

26

Gambar 11. Model akhir penelitian Analisis Inner Model

Analisis inner model dilakukan dengan menggunakan dua parameter yaitu R2 (koefisien determinasi) variabel laten endogen dan hasil estimasi Path coefficients

(T-value dan nilai koefisien). Tabel 9 menunjukkan hasil R2 untuk variabel LH adalah 0.1895. Hal ini menunjukkan bahwa variabilitas laten LH dapat dijelaskan oleh variabilitas laten K sebesar 18.95%. Hasil R2 untuk variabel adalah HSE adalah 0.2045 sehingga dapat dikatakan variabilitas laten HSE dapat dijelaskan oleh variabilitas laten K dan LH sebesar 20.45%. Hasil R2 untuk variabel HL adalah 0.3078 sehingga dapat dikatakan variabilitas laten HL dapat dijelaskan oleh variabilitas laten HR sebesar 30.78%. Hasil R2 untuk variabel HA adalah 0.3006 sehingga dapat dikatakan variabilitas laten HA dapat dijelaskan oleh variabilitas laten K, LH, HSE, HR, dan HL sebesar 30.06% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Tabel 8. Hasil analisis inner model

No Parameter Keterangan Rule of Thumb Hasil Estimasi

1

R2 variabel laten endogen Variabilitas konstruk endogen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas konstruk eksogen

0.67 = kuat 0.33 = moderat 0.19 = lemah

R2 untuk LH = 0.1895

R2 untuk HSE = 0.2045

R2 untuk HL = 0.3078

R2 untuk HA = 0.3006 2 Estimasi Path Coefficients Mengukur signifikansi pengaruh dan besarnya pengaruh konstruk laten Pengaruh signifikan jika T-statistik > T-tabel T-tabel pada alpha 5% = 1.96

Nilai T-statistik K  LH = 4.3747 LH  HSE = 4.2456

HSE  HA = 2.2750


(39)

27 HL  HA = 6.2810 Nilai koefisien K  LH = 0.4353 LH  HSE = 0.4523

HSE  HA = 0.2072

HR  HL = 0.5548 HL  HA = 0.4462 Nilai T-statistik digunakan sebagai acuan untuk mengukur signifikansi model penelitian dengan menguji hipotesis pada setiap jalur hubungan antarvariabel laten. Estimasi nilai T-statistik diperoleh melalui metode bootstrapping. Gambar 12 merupakan hasil bootstrapping yang menunjukkan bahwa semua indikator berpengaruh signifikan terhadap masing-masing variabel latennya karena memiliki nilai T-statistik diatas 1.96. Hal ini berarti jika terjadi perubahan pada indikator-indikator tersebut maka akan berpengaruh terhadap masing-masing variabel latennya.

Gambar 12. Hasil bootstraping

Nilai T-statistik menunjukkan variabel K memiliki pengaruh signifikan positif terhadap variabel LH dengan nilai T-statistik sebesar 4.3747. Variabel LH memiliki pengaruh signifikan positif variabel HSE dengan nilai T-statistik sebesar 4.2456. Kemudian variabel HSE memiliki pengaruh signifikan positif terhadap variabel HA dengan nilai T-statistik sebesar 2.2750. Besarnya pengaruh laten eksogen terhadap laten endogen dapat dilihat dari nilai koefisien pada tiap jalur (path coefficients). K memiliki pengaruh positif terhadap LH dengan nilai sebesar 0.4353. Dapat diinterpretasikan bahwa ketika terjadi peningkatan intensitas


(40)

28

aktivitas ibadah individu 1% maka akan meningkatkan tingkat pemahaman individu terkait pangan halal sebesar 43.53%. Pengaruh LH terhadap HSE memiliki nilai koefisien yang positif sebesar 0.4523, artinya ketika terjadi peningkatan tingkat pemahaman individu terkait pangan halal sebesar 1% maka akan meningkatkan keyakinan individu sebesar 45.23%. HSE memiliki pengaruh positif terhadap HA dengan nilai sebesar 0.2072. Ketika terjadi peningkatan keyakinan individu terhadap pangan halal maka akan meningkatkan awareness individu terhadap pangan halal sebesar 20.72%. Pola hubungan ini bila digambarkan akan terlihat seperti pada Gambar 13.

Gambar 13. Pola hubungan antara variabel K, LH, HSE, dan HA

Gambar di atas menunjukkan bahwa ketakwaan individu tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat halal awareness nya. Individu dengan tingkat ketakwaan tinggi belum tentu memiliki tingkat kesadaran (aware) yang tinggi tentang pangan halal (Salman dan Siddiqui 2011). Tingkat ketakwaan individu berpengaruh terhadap tingkat literasi atau pehamaman nya terkait pangan halal. Tafsir Ibnu Katsir surat Al Hadid ayat 28 menyebutkan bahwa Allah SWT memberikan petunjuk kepada orang beriman yang dengannya dapat melihat dan melepaskan diri dari kebutaan dan kebodohan, serta memberikan ampunan kepada orang beriman.

Pola ini juga menunjukkan bahwa tingkat awareness individu tidak terbentuk dengan spontan. Diperlukan peran literasi halal dan halal self efficacy dalam upaya pembentukan awareness terhadap pangan halal. Artinya ketika individu muslim memiliki tingkat pemahaman yang tinggi terhadap pangan halal (literasi halal) maka ia dapat memiliki keyakinan yang tinggi terhadap kemampuannya dalam memahami hukum halal-haram (halal self efficacy). Pada akhirnya pehamanan dan keyakinan ini dapat menimbulkan awareness individu terhadap pangan halal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salehudin dan Mukhlish (2012).

Di lain sisi variabel HR memiliki pengaruh signifikan positif terhadap variabel HL dengan nilai T-statisik sebesar 5.7745 dan nilai koefisien sebesar 0.5548. Dapat diinterpretasikan ketika keyakinan masyarakat bahwa pangan halal adalah pangan sehat meningkat sebesar 1% maka terjadi peningkatan frekuensi masyarakat yang aware dengan label/sertifikasi halal sebesar 55.48%. Kemudian variabel HL berpengaruh signifikan positif terhadap variabel HA dengan nilai T-statistik sebesar 5.8929 dan nilai koefisien sebesar 0.4462. Artinya ketika masyarakat yang aware dengan label/sertifikasi halal meningkat 1% masyarakat yang aware dengan pangan halal juga akan meningkat sebesar 44.62%. Pola hubungan dapat dilihat pada Gambar 14.

Ketakwa an

Literasi Halal

Halal Self Efficacy

Halal Awarenes

s

Health Reason

Label/sertifikasi halal

Halal Awareness


(41)

29 Gambar 14. Pola hubungan variabel HR, HL, dan HA

Pola hubungan di atas menunjukkan bahwa individu muslim yang peduli dengan pangan yang sehat akan lebih cenderung memilih produk yang telah memiliki sertifikasi halal dari MUI. Hal ini dikarenakan pada proses sertifikasi halal dilakukan pula penjaminan terhadap higienitas dan kebersihan produk yang menjamin produk aman bagi kesehatan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Helmi (2012) yang menyatakan bahwa tingkat kesadaran terhadap kesehatan memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap keinginan untuk membeli produk berlabel halal. Individu yang telah memiliki tingkat kepercayaan dan kepedulian yang tinggi terhadap sertifikat halal MUI memiliki tingkat awareness yang tinggi pula terhadap pangan halal. Semakin positif sikap individu muslim terhadap label sertifikasi halal pada suatu produk pangan, maka semakin besar kecenderungan individu tersebut untuk memeriksa atau mencari informasi tentang kehalalan pangan yang akan dikonsumsinya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Salehudin dan Mukhlis (2012) serta Ambali dan Bakar (2013).

Dengan demikian berdasarkan hasil temuan di atas faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap tingkat halal awareness individu muslim adalah peran

label/sertifikasi halal dan tingkat halal self efficacy individu. Faktor yang berpengaruh tidak langsung antara lain aktivitas ibadah, literasi halal, dan health reason.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarakan pemaparan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Secara keseluruhan tingkat awareness masyarakat Kota Bogor terhadap pangan halal sudah baik.

2. Pangan yang tidak mengandung babi dan turunannya, tidak mengandung alkohol, serta yang memiliki sertifikasi halal MUI menjadi kriteria utama yang dipilih oleh responden. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat telah memiliki pemahaman dasar terkait bahan pangan yang diharamkan dalam Islam serta telah memiliki kepercayaan terhadap sertifikasi halal MUI sebagai determinasi kehalalan pangan.

3. Adapun faktor yang memengaruhi halal awareness secara langsung adalah tingkat kemampuan memahami hukum halal/haram (halal self efficacy) dan peran label/sertifikasi halal sedangkan yang berpengaruh secara tidak langsung adalah tingkat ketakwaan, tingkat literasi halal, serta health reason. Tingkat ketakwaan individu memengaruhi tingkat literasi, tingkat literasi memengaruhi

tingkat halal-self efficacy, tingkat halal-self efficacy memengaruhi tingkat

halal awareness individu tersebut. Begitu juga dengan health reason individu berpengaruh terhadap peran label/sertifikasi halal dan peran label/sertifikasi halal berpengaruh terhadap tingkat halal awareness individu tersebut.


(42)

30

Saran

1. Untuk dapat mengembangkan produk pangan halal diperlukan peran media untuk mempublikasikan pentingnya konsumsi pangan halal baik dari hukum Islam maupun alasan kesehatan. Media juga diharapkan dapat bekerja sama dengan MUI untuk mempublikasikan produk pangan apa saja yang telah mendapat sertifikasi halal dan pentingnya sertifikasi produk pangan.

2. Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu masih ada variabel indikator yang belum cukup merefleksikan variabel latennya. Dalam penelitian belum dijelaskan apakah ada pengaruh karakteristik demografi responden terhadap tingkat halal awareness nya.

DAFTAR PUSTAKA

Al Quran. Jakarta (ID): CV Darus Sunnah

Ambali AR, Bakar AN. 2013. Halal food and products in Malaysia: People’s awareness and policy implications. Intelectual Dicourse [internet]. [diunduh 2014 Agt 11]. Tersedia pada: http://journals.iium.edu.my.

Ayuni PE. 2014. Keterkaitan Antara Karakter Ideal Wirausahawan dalam Perspektif Islam dengan Keberhasilan Usaha : Survei Persepsi Wirausahawan UMKM di Bogor[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Satistik. 2010. Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut. [Internet]. [diunduh 2014 Jul 17]. Tersedia pada: http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Bogor Barat Dalam Angka 2014. Jumlah warga berdasarkan usia. [diunduh 2015 Feb 10]. Tersedia pada http://bogorkota.bps.go.id/publikasi/bogor-barat-dalam-angka-2014

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Bogor Timur Dalam Angka 2014. Jumlah warga berdasarkan usia. [diunduh 2015 Feb 10]. Tersedia pada http://bogorkota.bps.go.id/publikasi/bogor-timur-dalam-angka-2014

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Bogor Tengah Dalam Angka 2014. Jumlah warga berdasarkan usia. [diunduh 2015 Feb 10]. Tersedia pada http://bogorkota.bps.go.id/publikasi/bogor-tengah-dalam-angka-2014

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Bogor Utara Dalam Angka 2014. Jumlah warga berdasarkan usia. [diunduh 2015 Feb 10]. Tersedia pada http://bogorkota.bps.go.id/publikasi/bogor-utara-dalam-angka-2014

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Bogor Selatan Dalam Angka 2014. Jumlah warga berdasarkan usia. [diunduh 2015 Feb 10]. Tersedia pada http://bogorkota.bps.go.id/publikasi/bogor-selatan-dalam-angka-2014

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Tanah Sareal Dalam Angka 2014. Jumlah warga berdasarkan usia. [diunduh 2015 Feb 10]. Tersedia pada http://bogorkota.bps.go.id/publikasi/tanah-sareal-dalam-angka-2014

Bandura A. (1994). Self Efficacy. Di dalam Ramachaudran VS, Friedman H, editor. Encyclopedia of human behavior Volume 4. Encyclopedia of Mental Health.


(43)

31 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kota Bogor Dalam Angka 2013. Komposisi pengeluaran rumah tangga 2011. [diunduh 2014 Jul 17]. Tersedia pada http://bogorkota.bps.go.id/publikasi/kota-bogor-dalam-angka-2013.

Firdaus M, Harmini, Afendi FM. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor (ID): IPB Press.

Ghozali I. 2008. Structural Equation Modelling Metode Alternatif dengan Partial Least Square. Edisi 2. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Helmi L. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keinginan untuk Membeli Produk Makanan Organik Berlabel Halal [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Indonesia International Halal Exhibition - Halal Indonesia 2006. 7 - 29 April 2006. Jakarta. Malaysian Science and Technology Information Centre Portal. http://www.mastic.gov.my/servlets/sfs.

Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta (ID): Penerbit Erlangga.

Iranita. 2013. Pengaruh Labelisasi Halal Produk Kemasan Terhadap Keputusan pembelian Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji [tesis]. [diunduh 2014 Okt 13]. Tersedia pada: http://riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/jurnal-ira

halal1.pdf#page=1&zoom=auto,0,388.

Jusmaliani. 2009. Peluang Usaha Produk Halal di Pasar Global: Pengaruh Komitmen Beragama dalam Perilaku Konsumsi Makanan Halal. Jakarta (ID): P2E-LIPI.

[MUI] Majelis Ulama Indonesia. 2013. Direktori Produk Halal 2013-2014. [Internet]. [diunduh pada 2014 Jul 17]. Tersedia pada http://simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/diektori%20produk %20halal-2013.pdf.

[MUI] Majelis Ulama Indonesia. Persyaratan Sertifikasi Halal. [Internet]. [diunduh

pada 2014 Jul 17]. Tersedia pada

http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/go_to_section/39/1328/p age.

[Kementerian Agama RI]. Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI. 2013. Perilaku Komunitas Muslim Perkotaan dalam Mengonsumsi Produk Halal. Karim MA, editor. Jakarta (ID): Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Qardhawi Y. 2000. Halal dan Haram dalam Islam. Surabaya (ID): PT Bina Ilmu. Randolph G. (2003). Surgical anatomy of recurrent laryngeal nerve. Di dalam

Randolph G, editor. Surgery of the thyroid and parathyroid glands. Philadelphia: Saunders

Riduwan. 2010. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung (ID): ALFABETA Riduwan, Sunarto. 2011. Pengantar Statistik untuk Penelitian Pendidikan, Sosial,

Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung (ID): ALFABETA.

Roberts J. 2010. “Young, connected and Muslim”,Marketing Week [internet]. [diunduh 2014 Agt 11]. Tersedia pada: http://www.marketingweek.co.uk/in-depth-analysis/cover-stories/young-connected-and-muslim/3014934.article


(1)

46

Berilah tanggapan Anda terhadap pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda centang (√) pada kolom yang paling sesuai dengan diri Anda.

Aktivitas Ibadah

Kode Item

K1 Intensitas sholat lima waktu setiap hari

Tidak pernah Jarang Sering Selalu

K2 Intensitas sholat sunnah (sholat dhuha, rawatib, qiyamul lail) setiap hari Tidak pernah Jarang Sering Selalu

K3 Mengeluarkan zakat fitrah setiap tahun

Tidak pernah Jarang Sering Selalu K4 Mengeluarkan zakat maal setiap mencapai nisab

Tidak pernah Jarang Sering Selalu K5 Intensitas membaca Al-Quran setiap hari

Tidak pernah Jarang Sering Selalu K6 Intensitas puasa Ramadhan

Tidak pernah Jarang Sering Selalu K7 Intensitas puasa sunah setiap bulan

Tidak pernah Jarang Sering Selalu K8 Intensitas infak dan sedekah setiap bulan

Tidak pernah Jarang Sering Selalu

Keyakinan tentang Pangan Halal

Kode Pernyataan

RB1 Agama Islam melarang Anda untuk mengonsumsi pangan yang tidak halal. Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

RB2

Mengonsumsi pangan halal adalah bentuk ketaatan Anda kepada ajaran Islam

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju RB3 Mengonsumsi pangan yang tidak halal adalah dosa

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju RB4 Mengonsumsi pangan halal akan membentuk perilaku yang baik


(2)

47

RB5 Semua pangan hukumnya boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

Pengetahuan tentang Pangan Halal

Kode Pernyataan

HE1 Berdasarkan kategori halal-haramnya, ada 3 jenis kriteria pangan, yaitu halal, haram, dan syubhat

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju HE2 Pangan yang halal adalah pangan yang boleh di konsumsi oleh umat Islam Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju HE3 Pangan yang tidak halal boleh dikonsumsi pada kondisi darurat

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

HE4

Cara memperoleh, cara memproses, dan cara menyajikan pangan menjadi kriteria pangan halal

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

HE5

Bahan tambahan pada produk pangan (emulsifier, pengental,dll) belum tentu halal

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

HE6

Pangan yang bersifat berbahaya bagi tubuh dapat menjadikan pangan tersebut haram


(3)

48

Aspek Kesehatan

Kode Pernyataan

HR1 Pangan halal melambangkan pangan yang aman, higienis, dan berkualitas Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju HR2 Anda meyakini dapat tetap sehat dengan mengonsumsi pangan halal

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju HR3 Pangan yang diharamkan dalam Islam memilki efek buruk bagi kesehatan

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

HR4

Pangan halal menjamin campuran bahan didalamnya tidak membahayakan kesehatan

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

Label Halal/Sertifikasi Halal

Kode Pernyataan

HL1 Label halal MUI menjadi indikator kehalalan suatu pangan

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju HL2 Label halal mempermudah Anda mengidentifikasi status kehalalan pangan Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju HL3 Label halal membantu Anda untuk lebih selektif dalam memilih pangan

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

HL4

Label halal memengaruhi persepsi Anda terhadap pangan yang akan Anda konsumsi

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

HL5

Sertifikasi dan labelisasi halal bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

Halal Awareness

Kode Pernyataan/Pertanyaan

HA1 Aspek halal menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih pangan Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju


(4)

49

HA2

Saat membeli produk pangan, seberapa sering Anda akan memerhatikan kehalalan produk tersebut?

Tidak pernah Jarang Sering Selalu

HA3

Dalam memilih produk pangan, bagaimana tingkat kepedulian Anda terhadap cara mendapatkan dan proses pengolahan pangan?

 Tidak Peduli Kurang Peduli Peduli Sangat Peduli HA4 Bagaimana kepedulian Anda terhadap isu isu pangan halal?

 Tidak Peduli Kurang Peduli Peduli Sangat Peduli

HA5

Dalam memilih produk pangan, Anda memprioritaskan kepercayaan pada produk pangan dengan label halal MUI dibandingkan label lainnya (label Depkes, dll)

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

HA6

Seberapa sering anda membaca label halal MUI saat membeli produk pangan kemasan?

Tidak pernah Jarang Sering Selalu

HA7

Seberapa sering Anda membeli produk pangan yang memiliki label halal dari MUI?

Tidak pernah Jarang Sering Selalu

HA8

Anda selalu mengkhawatirkan produk pangan yang tidak ada label halal MUI pada kemasannya

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

HA9

Ketika anda menemukan produk yang tidak mencantumkan label halal MUI seberapa sering anda menceritakan kepada orang lain (keluarga, teman, kerabat) agar mereka berhati-hati dalam belanja

Tidak pernah Jarang Sering Selalu

HA10

Anda hanya akan membeli dan mengonsumsi produk pangan yang memiliki label halal MUI

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju Terimakasih atas kesediaan dan kerjasama Saudara


(5)

50

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 12 April 1992 dari ayah Setyo Adi Ngadenan dan Ibu Tinasih. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 12 Bandar Lampung pada tahun 2010 dan lulus seleksi masuk Intitut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN dengan Program Studi Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam berbagai kegiatan akademik dan non-akademik. Penulis pernah menjadi staf divisi Medina di Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) FEM IPB, staf divisi Sharia Education di Sharia Economics Student Club (SES-C) FEM IPB, dan ketua Coast Perkusi FEM IPB.


(6)