Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DAYA SAING
PRODUK OLAHAN ROTAN INDONESIA
DI KAWASAN ASEAN DAN TIONGKOK

DWI LAKSONO RAHARJO

ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang
Memengaruhi Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN
dan Tiongkok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Dwi Laksono Raharjo
NIM H14100095

ABSTRAK
DWI LAKSONO RAHARJO. Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing
Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok. Dibimbing
oleh IDQAN FAHMI.
Daya saing ekspor komoditi merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk mengukur kemajuan perekonomian negara. Penelitian ini
bertujuan menganalisis daya saing produk olahan rotan Indonesia di kawasan
ASEAN dan Tiongkok dengan melihat keunggulan komparatif beserta faktorfaktor yang memengaruhinya. Periode analisis yang digunakan pada penelitian ini
yaitu dari tahun 2001 sampai 2012 dengan menggunakan metode Revealed
Comparative Advantage (RCA), dan menggunakan pendekatan data panel melalui
E-views 6. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komoditi produk olahan rotan
memiliki daya saing yang tinggi di negara Malaysia dan Singapura. Adapun
faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan ialah GDP per
kapita Indonesia, harga ekspor komoditi ke negara tujuan, harga ekspor pesaing,
nilai tukar rupiah, volume ekspor produk olahan rotan, jumlah produksi produk

olahan rotan dan dummy dibukanya ekspor rotan berpengaruh signifikan terhadap
daya saing produk olahan rotan Indonesia.
Kata Kunci: Daya Saing, Panel Data, Revealed Comparative Advantage (RCA),
Rotan.

ABSTRACT
DWI LAKSONO RAHARJO. Factors Affecting the Competitiveness of
Indonesian Rattan Processed Products in the ASEAN Region and China.
Supervised by IDQAN FAHMI
Commodity export competitiveness is one of the indicators used to measure
the economic progress of a country. This study analyzes the competitiveness of
Indonesian rattan processed products in the ASEAN region and China to see the
comparative advantages and the factors that affect it. The period of analysis used
in this study is from 2001 to 2012 using the method of Revealed Comparative
Advantage (RCA) and using a panel data approach with the help of E-views 6.
The results of this study indicate that the commodity of rattan processed products
have a comparative advantage in Malaysia and Singapore. In terms of the factors
that affect the competitiveness of rattan processed products, GDP per capita of
Indonesia, the export price of the commodity to the destination countries, the
export price of competitors, the real exchange rate, the production level of rattan

processing industry, the export volume of rattan processing industry, and the
dummy of the opening of rattan export have a significant influence on the
competitiveness of Indonesian rattan processed products.
Keywords: Competitiveness, Panel Data, Rattan, Revealed Comparative
Advantage (RCA)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DAYA SAING
PRODUK OLAHAN ROTAN INDONESIA DI KAWASAN
ASEAN DAN TIONGKOK

DWI LAKSONO RAHARJO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah perdagangan,
dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Produk Olahan Rotan
Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini terdapat
banyak kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang
penulis miliki. Namun pada akhirnya, penelitian ini berhasil penulis selesaikan
atas bantuan, doa, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Pujo Widodo dan Elly Artiningsih, atas doa, kasih
sayang, dorongan moral dan materi bagi penulis untuk menyelesaikan
penelitian ini. Kakak serta seluruh keluarga besar yang memberikan semangat

dan dukungan tanpa henti.
2. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. selaku dosen
pembimbing yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan saran
serta kritik selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan
dengan baik.
3. Sahara, Ph.D. selaku Dosen Penguji dan Ranti Wiliasih, SP, M.si. selaku
Komisi Pendidikan, yang telah memberikan saran, kritikan dan ilmu yang
bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. Seluruh dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu serta pengalaman selama penulis
menjadi mahasiswa.
5. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Kausar, Fida, Nanda, Yosep, Rizki dan
Raissa) atas kerja sama, semangat, dan dukungan kepada penulis selama ini.
6. Sahabat-sahabat penulis Tri Susandari, Selly Efriani, Elis Maisari, Fitria
Permata Sari, Meliana, Fithri Tyas, Dwiki Abimanyu, Gialdy Putra, Raditya
Anggoro, Andri Sukrudin, Nindya, Penny, Ar, Uke, Tika, Amel dan Linda,
atas semua semangat dan dukungannya selama ini.
7. Seluruh Keluarga Ilmu Ekonomi angkatan 47 dan HIPOTESA atas momen
dan pelajaran hidup yang sangat berharga.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Dwi Laksono Raharjo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA
METODE


5
11

Jenis dan Sumber Data

11

Metode Analisis dan Pengolahan Data

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Nilai Ekspor Produk Olahan Rotan Indonesia

17

Perkembangan Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia

18


Hasil Estimasi Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia

20

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

25

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN


28

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan Sumber Data
2 Selang Nilai Statistika Durbin Watson
3 Nilai RCA Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan
Tiongkok Periode 2001-2012
4 Hasil Estimasi Panel Data Model Daya Saing Produk Olahan Rotan
Indonesia dengan Pendekatan Fixed Effect

11
16
19
20

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4

Nilai Ekspor Produk Olahan Rotan Indonesia ke ASEAN dan Tiongkok
Negara Pengekspor Industri Rotan Olahan
Kerangka Pemikiran
Nilai Ekspor Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan
Tiongkok

2
3
10
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Analisis Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia
Menggunakan Metode RCA Periode 2001-2012
2 Variabel-variabel dalam Model Daya Saing Produk Olahan Rotan
Indonesia Periode 2001-2012
3 Hasil Estimasi Model Fixed Effect Method (FEM)
4 Hasil Uji Chow
5 Hasil Uji Normalitas
6 Matriks Korelasi Antar Variabel

28
31
34
35
36
37

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dikenal memiliki keragaman sumber daya alam yang melimpah.
Potensi untuk mengembangkan sumber daya alam tersebut pun mempunyai peluang
pasar yang besar, karena itu dengan keragaman sumber daya yang dimiliki, sektor
industri di Indonesia akan mampu memaksimalkan bahan baku yang ada guna
meningkatkan daya saing ekonomi. Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam
yang beragam pastinya memiliki peluang serta potensi yang tinggi untuk menciptakan
sistem industrialisasi yang baik dengan cara mengembangkan industri-industri yang
sudah ada, mulai dari industri hulu ke industri hilir hingga ke konsumen akhir.
Pertumbuhan sektor industri yang seimbang antara industri hulu dan industri hilir dapat
dijadikan pondasi perekonomian yang kuat untuk membangun sistem industrialisasi
yang memiliki daya saing tinggi.
Salah satu sub sektor industri yang memiliki potensi cukup besar untuk
dikembangkan di Indonesia serta memiliki pasar yang potensial baik di pasar domestik
maupun pasar internasional adalah sektor industri pengolahan rotan. Secara ekonomi,
produksi rotan cukup menjanjikan untuk terus dikembangkan dan dapat dijadikan
sebagai sumber baru perolehan devisa negara. Rotan Indonesia mempunyai posisi yang
dominan di pasar dunia serta menguasai 80% bahan baku rotan dunia. Iklim tropis yang
dimiliki Indonesia membuat komoditi rotan dapat tumbuh secara alami dan tersebar di
pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dengan potensi produksi
rotan Indonesia sekitar 622 000 ton/tahun (Departemen Perdagangan 2008). Selain di
Indonesia, komoditi rotan dapat pula dijumpai di Philipina, Thailand, Malaysia, India,
Vietnam, Madagaskar, dan Maroko. Potensi terbesar untuk komoditi rotan saat ini
terdapat di Indonesia karena memiliki kawasan hutan tropis seluas ± 133 84 juta hektar
yang merupakan kawasan hutan tropis terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan Zaire
(Departemen Kehutanan 2009).
Dalam upaya meningkatkan daya jual rotan maka dalam pemanfaatannya rotan
mentah harus diolah terlebih dahulu menjadi produk olahan rotan. Di pasaran
internasional harga ekspor rotan mentah dan setengah jadi Indonesia masih jauh lebih
rendah dibandingkan dengan harga ekspor hasil industri produk olahan rotan. Oleh
karena itu ekspor hasil industri mebel dan kerajinan rotan lebih menguntungkan
dibandingkan dengan ekspor rotan mentah (Asmindo 2009).
Saat ini muncul sebuah kesepakatan antar negara-negara ASEAN (Association of
Southeast Asian Nation) dan Tiongkok yang membahas tentang liberalisasi perdagangan
dimana tercantum dalam ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area). ACFTA
merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan Tiongkok untuk
mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi
hambatan perdagangan (Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional 2010). ACFTA
sendiri resmi diberlakukan mulai 1 Januari 2010. ACFTA tentu memberikan banyak
peluang bagi industri pengolahan rotan Indonesia, dimana salah satunya adalah dapat
meningkatkan pemasaran produk di kawasan ASEAN dan Tiongkok. Selain itu, arus
investasi yang masuk ke Indonesia akan semakin mudah. Transfer teknologi dari negara
anggota juga akan semakin cepat sehingga menjadikan proses produksi industri
pengolahan rotan di Indonesia akan semakin efisien serta memiliki daya saing yang

2
lebih tinggi di pasar internasional. Pada sisi lain ACFTA juga menyebabkan produk
serupa dari negara-negara ASEAN dan Tiongkok akan lebih mudah masuk ke Indonesia
dengan harga yang semakin murah.
Nilai ekspor produk olahan rotan Indonesia ke negara ASEAN dan Tiongkok
pada rentang tahun 2005 hingga 2012 mengalami fluktuasi yang cenderung meningkat.
Nilai perdagangan ekspor produk olahan rotan Indonesia tertinggi terhadap ASEAN dan
Tiongkok terjadi pada tahun 2012 dengan nilai sebesar 26 630 805 US$ dan nilai
terendah terjadi pada tahun 2006 dengan nilai sebesar 13 993 687 US$. Penurunan nilai
ekspor produk olahan rotan terjadi pada tahun 2006 yang disebabkan oleh dibukanya
aliran ekspor rotan mentah oleh pemerintah secara besar-besaran atas dikeluarkannya
SK Menteri Perdagangan (No.12/M-Dag/6/2005). Hal ini membuat industri pengolahan
rotan Indonesia kekurangan bahan baku karena harga jual yang diberikan ekspor luar
negeri lebih menguntungkan dibandingkan harga jual produsen lokal. Peningkatan nilai
ekspor produk olahan rotan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2011 hingga 2012,
dimana pada tahun 2010 telah diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas ACFTA.
Akhir tahun 2011, pemerintah menarik kebijakan ekspor rotan yang lama dan
menurunkan SK Menteri Perdagangan (No.35/M-Dag/PER/11/2011) yang baru
berisikan tentang pelarangan ekspor rotan mentah. Kebijakan tersebut dibuat untuk
menumbuhkembangkan kembali industri pengolahan rotan nasional sebagai negara
produsen terbesar bahan baku rotan mentah dunia sehingga nilai ekspor produk olahan
rotan Indonesia akan kembali meningkat.

Sumber: UNComtrade 2014 (diolah)
Gambar 1 Nilai Ekspor Produk Olahan Rotan Indonesia ke ASEAN dan Tiongkok
2005-2012
Perumusan Masalah
Melalui pembentukan kerjasama ekonomi dan integrasi ekonomi antar negaranegara anggota ASEAN termasuk didalamnya Indonesia, Malaysia, Philipina,
Singapura, Thailand, Vietnam lalu Tiongkok akan memperoleh keuntungan pasar yang
semakin luas. Peluang pasar tersebut pun dapat pula menjadi ancaman yang besar bagi
Indonesia jika tidak dapat mengelola pasar dengan baik, akses sumber bahan baku dan

3
para pelaku ekonomi lainnya. Dengan adanya pasar ACFTA, Indonesia, Malaysia,
Philipina, Singapura, Thailand dan Vietnam akan menghadapi kompetitor-kompetitor
yang besar pada sub sektor produk ekspor masing-masing negara tersebut. Adanya
negara lain yang juga merupakan pengekspor produk rotan serupa akan membuat
Indonesia memiliki tantangan baru agar dapat bersaing di pasar internasional,
khususnya Asia Tenggara sebagai dampak pemberlakuan ACFTA. Setelah
diberlakukannya larangan ekspor bahan baku rotan mentah ke pasar internasional yang
dikeluarkan oleh pemerintah, menjadikan Indonesia memiliki peluang besar untuk
memajukan industri pengolahan rotan agar mampu menguasasi perdagangan produk
olahan rotan di pasar Internasional karena sebagai produsen utama bahan baku rotan.
Menurut data Council of Asia Pacific Furniture Associations (CAFA), Indonesia
tidak termasuk dalam lima besar pengekspor meubel ke Vietnam, Thailand, Singapura,
Philipina, dan Malaysia sepanjang tahun 2010 dan semester I-2011. Nama Indonesia
juga tidak muncul sebagai lima besar pengekspor meubel dan produk olahan rotan ke
Taiwan dan Korea Selatan, padahal Indonesia merupakan produsen bahan baku rotan
dunia. Hal tersebut dapat dikarenakan Indonesia sebagai produsen utama bahan baku
rotan dunia belum mampu menguasi pasar ekspor meubel dan produk olahan rotan
internasional.
Faktanya Tiongkok menjadi negara terbesar dalam industri pengolahan rotan
dunia walaupun tidak memiliki bahan baku rotan dan hanya mengandalkan bahan baku
rotan yang berasal dari Indonesia. Sebanyak 27 000 ton rotan mentah yang diekspor ke
Tiongkok dari Indonesia dijadikan sebagai bahan baku utama untuk memproduksi
produk-produk olahan rotan melalui industri pengolahannya yang ketika dipasarkan
memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan rotan mentah. Lebih dari itu,
volume ekspor industri pengolahan rotan di Tiongkok jauh lebih tinggi dibandingkan
Indonesia yang merupakan negara pemasok sumber bahan baku industri rotan.
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa Tiongkok mengekspor 2 259 ton produk
olahan dari industri rotan dalam bentuk furniture. Di saat yang bersamaan, Indonesia
hanya mampu mengekspor 536 ton produk hasil olahan industri rotan dalam negeri
Indonesia.

Sumber : UNComtrade 2011
Gambar 2 Negara Pengekspor Industri Rotan Olahan Tahun 2010
Pada lain sisi, potensi untuk mengembangkan produk olahan rotan terkendala
oleh beberapa faktor, yaitu kualitas produk olahan rotan Indonesia yang masih rendah,
desain produk yang kurang inovatif serta proses produksi yang tidak efisien. Apabila hal

4
tersebut terus menerus terjadi maka kemungkinan besar dapat menyebabkan rendahnya
daya saing produk olahan rotan Indonesia sehingga produk tersebut tidak mampu
bersaing di pasar internasional. Mengingat, semenjak diberlakukannya ACFTA, akan
menyebabkan produk-produk serupa semakin banyak di pasar dalam negeri sehingga
akan mengancam keberlangsungan industri produk olahan rotan Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan peranan produk olahan rotan Indonesia agar mampu
bertahan dan bersaing di pasar internasional maka Indonesia harus meningkatkan daya
saingnya di pasar domestik maupun pasar internasional. Adapun faktor-faktor yang
diduga memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan
Tiongkok adalah GDP per kapita Indonesia, nilai tukar rupiah, jumlah produksi
pengolahan rotan Indonesia, harga ekspor pesaing (Tiongkok), harga ekspor ke negara
tujuan, volume ekspor ke negara tujuan, dummy pemberlakuan ACFTA serta dummy
kebijakan pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan daya saing produk olahan rotan Indonesia?
2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia
di kawasan ASEAN dan Tiongkok?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijabarkan maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis perkembangan daya saing produk olahan rotan Indonesia.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan
Indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Pemerintah
Memberikan masukan kepada pemerintah dalam perencanaan maupun
pengambilan keputusan serta mampu membantu menerapkan strategi yang tepat untuk
meningkatkan daya saing produk olahan rotan Indonesia.
2. Peneliti dan Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan ilmu
pengetahuan sekaligus menambah pengalaman selama menuntut ilmu di Institut
Pertanian Bogor bagi peneliti. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber informasi dan masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
daya saing produk olahan rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok.
Penelitian ini dilakukan hanya dalam ruang lingkup perdagangan bebas diantara
Indonesia dengan Tiongkok dan negara-negara anggota ASEAN yaitu Malaysia,

5
Philipina, Thailand, Singapura dan Vietnam dikarenakan keterbatasan data yang dimulai
dengan data periode 2001 sampai 2012. Kode HS (Harmonized System) yang digunakan
dalam penelitian ini adalah HS dengan level 6 digit yaitu HS 940150, 940380 dan
940390. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan dummy pemberlakuan ACFTA
yang dimulai tahun 2010 dan dummy kebijakan domestik pemerintah yang dimulai
tahun 2005.

TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Berdasarkan Todaro (2004), perdagangan internasional adalah kegiatan
pertukaran antar penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. Tidak berbeda
dengan pertukaran antara dua orang disuatu negara. Perbedaannya adalah orang yang
satu kebetulan berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional dalam ilmu
ekonomi dapat diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak
sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak secara bebas menentukan
untung dan rugi dari pertukaran tersebut. Perdagangan akan terjadi apabila tidak ada
satu pihak yang memperoleh keuntungan atau manfaat dan tidak ada pihak lain yang
merasa dirugikan. Perdagangan internasional memegang peranan penting dalam sejarah
pembangunan negara sedang berkembang.
Manfaat perdagangan internasional adalah:
1. Perdagangan merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi yang penting, dapat
memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan output dunia dan
memberikan kemudahan untuk mendapatkan sumber daya yang langka dan pasar
dunia bagi produk yang apabila tanpa pasar maka negara-negara miskin tidak dapat
berkembang.
2. Perdagangan mendorong penyebaran keadilan internasional dan domestik secara
lebih merata dengan menyamakan harga faktor produksi, meningkatkan pendapatan
riil negara-negara yang berdagang dan menjadikan penggunaan sumberdaya dunia
dan setiap negara lebih efisien (meningkatkan upah relatif di negara-negara yang
buruhnya berlimpah dan menurunkan upah itu di negara-negara yang kekurangan
tenaga kerja).
3. Membantu berbagai negara untuk mencapai pembangunan dengan meningkatkan
peranan sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan komparatif baik karena
efisiensi penggunaan tenaga kerja maupun faktor produksi.
4. Dalam perdagangan bebas, harga dan biaya poduksi internasional menentukan
sampai seberapa jauh sebuah negara harus berdagang untuk mempertinggi
kesejahteraan nasionalnya. Semua negara harus mengikuti petunjuk-petunjuk prinsip
keunggulan komparatif dan tidak mencoba campur tangan dalam kebebasan pasar
tersebut.
5. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan diperlukan adanya
kebijaksanaan internasional yang berpandangan keluar. Dalam semua keadaan,
kepercayaan pada kekuatan sendiri berdasarkan isolasi sebagian atau sepenuhnya
secara ekonomis dianggap kurang baik dibandingkan dengan pemerataan dalam
perdagangan bebas yang tidak terbatas.

6
Menurut teori daya saing dari sisi industri, perdagangan internasional adalah
suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi antara negara.
Perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolute
advantage) (Salvatore 1997). Apabila sebuah negara lebih efisien daripada (atau
memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah
komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap)
negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya maka kedua negara tersebut dapat
memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam
memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan
komoditi lain yang memiliki kerugian absolut.
Pada pasar internasional, besarnya ekspor suatu komoditi dalam perdagangan
internasional akan sama dengan besarnya impor komoditas tersebut. Harga yang terjadi
pada pasar internasional merupakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan
dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan memengaruhi penawaran dunia dan
perubahan dalam konsumsi dunia akan memengaruhi permintaan dunia. Kedua
perubahan tersebut pada akhirnya akan memengaruhi harga dunia (Salvatore 1997).

Pengertian Daya Saing
Berkaitan dengan perdagangan internasional komoditi atau produk, daya saing
menjadi tolak ukur komoditi atau produk di pasar internasional. Daya saing merupakan
kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk
dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam artian jika suatu produk mempunyai daya
saing maka produk tersebut yang banyak diminati konsumen (Tambunan 2003). Porter
(1990) menyebutkan bahwa daya saing mengacu pada kemampuan suatu negara untuk
memasarkan produk yang dihasilkan negara relatif terhadap kemampuan negara lain
guna melakukan persaingan dalam meningkatkan kesejahteraan tetapi juga untuk dapat
bersaing pada sesama industri-industri sejenis.
Dalam pasar yang semakin mengglobal, keberhasilan pelaku usaha suatu negara
sangat ditentukan oleh daya saing. Daya saing global pada dasarnya berhubungan
dengan biaya produksi sehingga yang memenangkan kompetisi adalah negara yang
mampu memasarkan produk dengan harga paling rendah atau berkualitas baik. Biaya
produksi berhubungan dengan harga faktor-faktor input. Selain itu keunggulan dalam
daya saing dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu keunggulan komparatif dan
keunggulan kompetitif.

Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage) merupakan
teori yang dikemukakan oleh David Ricardo. Dalam teori ini, Ricardo menyatakan
bahwa perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif
antar negara. Keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu
memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada
negara lainnya.
Hukum keunggulan komparatif (law of comparative advantage) menyatakan
bahwa perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan

7
absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi
produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif.
Keunggulan komparatif tersebut dibedakan atas cost comparative advantage (labor
efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity).
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan
memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih
efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau
tidak efisien. Sementara itu, pada production comparative advantage (labor
productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang
di mana negara tersebut berproduksi lebih produktif serta mengimpor barang di mana
negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost
comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara
memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja
dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi, sedangkan production
comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang
tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang atau jasa
dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak.
Keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada
barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage atau
dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor
barang yang keunggulan komparatifnya rendah (Firdaus, 2011). Dengan kata lain,
dalam teori keunggulan komparatif, suatu bangsa dapat meningkatkan standar
kehidupan dan pendapatannya jika negara tersebut melakukan spesialisasi produksi
barang dan jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi.
Teori Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara
untuk dapat bersaing di pasar internasional. Berbeda dengan konsep keunggulan
komparatif yang menyatakan bahwa suatu negara tidak perlu menghasilkan suatu
produk apabila produk tersebut telah dapat dihasilkan oleh negara lain dengan lebih
baik, unggul, dan efisien secara alami, konsep keunggulan kompetitif adalah sebuah
konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah perlu untuk dijadikan
penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat diperjuangkan dan dikompetisikan
dengan berbagai perjuangan atau usaha. Keunggulan suatu negara bergantung pada
kemampuan perusahaan-perusahaan di dalam negara tersebut untuk berkompetisi dalam
menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar (Porter, 1990).
Kebijakan Ekspor Rotan Indonesia
Industri rotan termasuk industri yang mendapat perhatian besar dari pemerintah
selaku penentu kebijakan karena merupakan penghasil devisa negara. Pemerintah
mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan industri rotan baik
terhadap ketersediaan bahan baku maupun terhadap pemasaran rotan. Kebijakan
pemerintah dalam mengatur perdagangan rotan adalah:

8
1. Pada tahun 1998 pemerintah memperbolehkan ekspor rotan bulat tanpa pajak ekspor
dengan
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
No.440/MPP/Kep/9/1998.
2. Pemerintah kembali mengatur ekspor rotan mentah untuk mengatasi kekurangan
bahan baku industri mebel dan kerajinan rotan dalam negeri dengan Surat
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.355/MPP/KEP/5/2004.
Kebijakan ini mengatur ekspor rotan. Rotan yang berasal dari hutan alam dilarang
untuk diekspor. Rotan yang berasal dari tanaman budidaya meliputi jenis rotan sega
dan rotan irit yang sudah dirunti, digosok, dicuci, diasap dan rotan bulat yang sudah
dipoles halus, termasuk rotan setengah jadi dapat untuk diekspor.
3. Kebijakan pengaturan ekspor rotan mentah hanya bertahan setahun, pada tahun
2005 pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No 12/MDAG/PER/6/2005 yang mengijinkan rotan asalan dan rotan setengah jadi untuk
diekspor.
4. Pada tahun 2009, Departemen Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri
Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Tataniaga Rotan yang
membatasi ekspor rotan untuk jenis dan diameter tertentu.
5. Akhir tahun 2011 pemerintah mengerluarkan tiga kebijakan sekaligus yaitu Surat
Keputusan Menteri Perdagangan No. 35/M-DAG/PER/11/2011 tentang larangan
ekspor rotan, Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/11/2011
tentang peraturan perdagangan bahan baku rotan antar pulau dan Surat Keputusan
Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/11/2011 tentang resi gudang. Ketiga
peraturan yang diberlakukan dan dikeluarkan oleh kementrian perdagangan
keseluruhnya adalah dalam rangka melindungi sumber daya alam rotan Indonesia.

Penelitian Terdahulu
Penelitian Junaidi (2007) melakukan riset mengenai analisis dampak kebijakan
ekspor rotan mentah terhadap keragaan industri kecil menengah produk jadi rotan di
Kabupaten Cirebon. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Metode
analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis keragaan usaha model
Hayami. Berdasarkan analisis keragaan usaha, kebijakan ekspor rotan mentah
berdampak negatif terhadap pendapatan industri kecil menengah produk jadi rotan di
Kabupaten Cirebon. Nilai tambah yang dihasilkan, pendapatan tenaga kerja langsung,
serta keuntungan industri mengalami penurunan sejak adanya kebijakan ekspor rotan
mentah.
Virnaristanti (2008) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor
meubel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang. Metode yang digunakan dalam
penelitian adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis regresi liner berganda.
Hasil penelitian menyatakan, ekspor meubel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang
dipengaruhi secara nyata oleh produksi domestik meubel dan kerajinan rotan, harga
ekspor meubel dan kerajinan rotan di pasar internasional, pendapatan perkapita
Indonesia, pendapatan per kapita Jepang, jumlah penduduk Indonesia, jumlah penduduk
Jepang dan dummy (kebijakan melarang dan membuka ekspor rotan mentah).
Rahmanu (2009) menganalisis daya saing industri pengolahan dan hasil olahan
kakao Indonesia. Hasil penelitian dengan metode RCA menunjukkan bahwa kakao
olahan Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada tahun 1996 sampai dengan

9
tahun 2006 dengan nilai RCA di atas satu. Menurut hasil Porter’s Diamond
menunjukkan bahwa industri pengolahan kakao nasional kurang kompetitif. Hasil
metode OLS menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil
olahan kakao adalah harga ekspor kakao olahan, volume ekspor kakao olahan, dan krisis
ekonomi, sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap daya saing hasil
olahan kakao Indonesia adalah produktivitas industri pengolahan kakao.

Kerangka Pemikiran
Indonesia merupakan salah satu penghasil rotan terbesar di dunia. Komoditi rotan
secara merata tersebar di berbagai pulau. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia membuat
komoditi rotan dapat tumbuh secara alami dan tersebar di pulau Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Pada perdagangan internasional saat ini, produk
olahan rotan indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain. Padahal
sebagai negara penghasil rotan terbesar seharusnya Indonesia mampu menjadi negara
pengekspor terbesar produk olahan rotan dunia. Faktanya negara Tiongkok sebagai
negara pesaing produk olahan rotan Indonesia yang mengandalkan bahan baku rotan
mentah dari Indonesia, berhasil menjadi negara pengekspor terbesar dunia kerajinan
rotan.
Kebijakan pemerintah tentang komoditi rotan yang tiap tahunnya selalu berubahubah membuat industri pengolahan rotan kekurangan bahan baku sehingga produk
olahan rotan Indonesia kalah bersaing di pasar Internasional. Pada tahun 2005,
pemeritah mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan mengekspor bahan baku
rotan mentah yang mengakibatkan banyak perusahan industri pengolahan rotan
kebingungan untuk mencari bahan baku rotan mentah untuk dijadikan hasil jadi. Hal ini
dikarenakan para pengusaha rotan mentah lebih tertarik menjual bahan baku rotan
mentah tersebut ke luar negeri daripada ke pengusaha dalam negeri. Harga jual yang
dipatok lebih tinggi menjadi salah satu alasan mereka tidak tertarik menjualnya ke
pengusaha industri rotan dalam negeri.. Perubahan kebijakan tersebut mengindikasikan
bahwa pemerintah masih belum mampu membuat suatu kebijakan perdagangan yang
mampu mengakomodir seluruh kepentingan kelompok atau individu pengrajin rotan
Indonesia.
Pada perdagangan produk olahan rotan Indonesia juga melihat perkembangan
daya saing produk olahannya di kawasan ASEAN dan Tiongkok dengan menggunakan
metode RCA (Revealed Comparative Advantage). Sementara itu, daya saing produk
olahan rotan indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok diduga dipengaruhi oleh
beberapa faktor tertentu yang dianalisis menggunakan metode data panel yaitu, GDP per
kapita Indonesia, nilai tukar rupiah, produksi pengolahan produk olahan rotan
Indonesia, harga ekspor produk olahan rotan ke negara tujuan, harga ekspor produk
olahan rotan pesaing (Tiongkok), volume ekspor produk olahan rotan Indonesia, dummy
ACFTA dan dummy kebijakan pemeritah. Berdasarkan hasil estimasi koefisien dari
data panel selanjutnya maka dapat ditarik kesimpulan untuk menentukan rekomendasi
strategi terbaik untuk meningkatkan daya saing produk olahan rotan Indonesia bagi
industri pengolahan rotan nasional terkait dengan faktor-faktor yang memengaruhi daya
saing. Secara garis besar kerangka pemikiran dalan penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 3.

10

Gambar 3 Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan alur kerangka pemikiran, maka hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini, antara lain yaitu:
1. Harga ekspor produk olahan rotan diduga memiliki pengaruh positif dengan daya
saing produk olahan rotan Indonesia. Apabila harga ekspor meningkat maka daya
saing produk olahan rotan akan meningkat.
2. Harga ekspor produk olahan rotan negara pesaing (Tiongkok) diduga memiliki
pengaruh negatif dengan daya saing produk olahan rotan Indonesia. Apabila harga
ekspor negara pesaing meningkat atau lebih tinggi dari harga ekspor produk olahan
rotan Indonesia maka daya saing produk olahan rotan Indonesia akan menurun.
3. Nilai tukar riil diduga memiliki pengaruh positif terhadap daya saing produk olahan
rotan Indonesia. Apabila nilai tukar Indonesia terhadap mata uang negara tujuan
meningkat (rupiah terdepresiasi) maka harga produk olahan rotan Indonesia
menjadi lebih murah di negara tujuan. Hal ini akan mendorong peningkatan daya
saing produk olahan rotan Indonesia.
4. Volume ekspor produk olahan rotan diduga memiliki pengaruh positif terhadap
daya saing produk olahan rotan Indonesia, semakin tinggi nilai ekspor produk
olahan rotan maka daya saing produk olahan rotan Indonesia akan semakin tinggi.
5. GDP per kapita Indonesia diduga memiliki pengaruh negatif terhadap daya saing
produk olahan rotan Indonesia. Apabila GDP Indonesia meningkat maka daya beli
masyarakat terhadap konsumsi rotan olahan akan meningkat. Hal ini akan

11

6.

7.
8.

mendorong penurunan terhadap volume ekspor produk olahan rotan Indonesia
karena konsumsi domestik yang meningkat.
Jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia diduga memiliki pengaruh positif
terhadap daya saing produk olahan rotan Indonesia. Jika jumlah produksi produk
olahan rotan meningkat maka jumlah rotan olahan yang diekspor juga akan
meningkat.
Dummy pemberlakuan ACFTA diduga memiliki pengaruh positif terhadap daya
saing produk olahan rotan Indonesia.
Dummy diberlakukannya larangan ekspor rotan diduga memiliki pengaruh negatif
terhadap daya saing produk olahan rotan Indonesia.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari berbagai sumber. Sumber data tersebut adalah Badan Pusat Statistik,
International Trade Center (Trade Map), Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perindustrian, World Bank United Nations Commodity and Trade (UN COMTRADE),
dan World Intergrated Trade and Solution (WITS). Adapun data yang digunakan adalah
data panel yang menggabungkan time series 2001-2012 dan data cross section enam
negara yaitu Tiongkok, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.

No
1
2
3
4
5
6

Tabel 1 Jenis dan Sumber Data
Data
GDP per kapita Indonesia 2001-2012
Nilai tukar Indonesia terhadap negara tujuan
Harga ekspor produk olahan rotan pesaing
Harga ekspor produk olahan rotan Indonesia ke
negara tujuan
Volume ekspor produk olahan rotan Indonesia ke
negara tujuan
Jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia

Sumber
World Bank
UNCTAD
UN COMTRADE
UN COMTRADE
UN COMTRADE
Kementerian
Perdagangan

Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis yang digunakan yaitu metode kuantitatif. Metode analisis
kuantitatif adalah metode analisis data yang bertujuan untuk memperoleh gambaran
yang jelas dan rinci tentang permasalahan yang terjadi. Pengolahan kuantitatif yang
dipilih dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis panel data dengan fixed effect
model (FEM). Untuk menganalisis daya saing dilakukan dengan analisis Revealed
Comparative Advantages (RCA). Proses pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan software Eviews6 dan Microsoft Excel 2007.

12

Analisis Keunggulan Komparatif
Analisis daya saing terhadap produk olahan rotan Indonesia dapat terlihat dengan
menggunakan metode RCA (Revealed Comparative Advantage). RCA menjadi salah
satu alat ukur yang digunakan untuk mengetahui daya saing suatu komoditas di pasar
internasional. Alat ukur ini diperkenalkan oleh Balassa (1965). Rasio RCA yang
dihasilkan dari perhitungan model RCA akan menunjukkan kemampuan daya saing
komoditi pada proses perdagangan internasional. Adanya perbandingan terhadap
komoditi sejenis dari negara lain yang menjadi pesaing, alat ukur ini menjadi tolak ukur
untuk menentukan keunggulan komparatif suatu negara dalam komoditi tertentu
tersebut.
Melalui perhitungan ini, apabila nilai RCA yang diperoleh lebih dari satu maka
dapat diketahui negara Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi
produk olahan rotan dan artinya produk olahan rotan Indonesia memiliki daya saing
kuat di pasar internasional, apabila nilainya lebih kecil dari satu maka komoditi produk
olahan rotan Indonesia memiliki daya saing yang rendah dan dapat diartikan pula bahwa
keunggulan komparatif Indonesia untuk produk olahan rotan tergolong rendah.
Adapun rumus RCA yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sebagai
berikut:

Dimana:
RCAij = Nilai daya saing produk olahan rotan Indonesia
Xij
= Nilai ekspor produk olahan rotan negara Indonesia
Xit
= Total ekspor negara Indonesia
Xj
= Nilai ekspor produk olahan rotan di seluruh dunia
Xt
= Total ekspor seluruh produk dunia
Nilai daya saing suatu komoditi hasil dari perhitungan metode RCA memiliki dua
alternatif penafsiran, yaitu:
1. Nilai RCA > 1, maka suatu negara memiliki keunggulan komparatif di atas
rata-rata dunia sehingga dapat diartikan komoditi tersebut memiliki daya saing
kuat.
2. Nilai RCA < 1, maka suatu negara memiliki keunggulan komparatif dibawah
rata-rata dunia sehingga dapat diartikan komoditi tersebut memiliki daya saing
yang rendah.

Panel Data
Menurut Hsiao (2003) dan Klevmarken (1989) dalam Baltagi (2005) menyatakan
bahwa beberapa keuntungan dari menggunakan panel data, antara lain:
1. Dapat mengatur heterogenitas individual.
2. Panel data memberikan informasi data yang lebih, lebih beragam, kolinieritas yang
rendah antar sesama variabel, lebih banyak derajat bebas, dan lebih efisiensi.
3. Panel data lebih baik dalam mempelajari dynamics of adjustment.

13
4. Panel data lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur dampak yang
sederhana tapi tidak dapat dideteksi dalam pure cross-section atau pure time-series.
5. Model panel data mengizinkan para penelitinya untuk membangun dan menguji
perilaku model yang lebih rumit dari pada purely cross-section atau time-series.

Model Pooled
Model Pooled adalah model yang didapatkan dari hasil kombinasi semua data
time series dan cross section. Model tersebut dapat diduga menggunakan panel data,
yaitu :

untuk i = 1, . . . , N ; t = 1, . . . , T
dimana i menunjukkan dimensi cross section sedangkan t menunjukkan dimensi
time series.

Model Efek Tetap (Fixed Effect Model)
Model Efek Tetap (Fixed Effect Model) adalah model yang memasukkan variabel
dummy sehingga terjadi perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas time
series maupun cross section lalu diduga menggunakan panel data:

dimana :
Yit
= variabel tidak bebas di waktu t untuk unit cross section i
αi
= intersept yang berubah-ubah antar unit cross section
j
X it
= variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
βj
= parameter untuk variabel ke j
eit
= komponen error di waktu t untuk unit cross section i
Model efek tetap ada yang dapat diberikan pembobot namun ada juga yang tanpa
pembobot. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model efek tetap dengan
pembobot (cross section weights), yaitu GLS dengan mengestimasi ragam residual
cross section yang dapat digunakan ketika diasumsikan terdapat heteroskedastisitas
cross section. Metode ini menggunakan rata-rata observasi dari setiap unit cross section,
selanjutnya data observasi ditransfomasi.

Pengujian Hipotesis
Model yang digunakan dalam penelitian ini akan dianalisis, karena dari model
tersebut terdapat hipotesis yang akan diuji. Hipotesis yang akan diuji secara statistik
memiliki tujuan yaitu agar dapat melihat nyata atau tidaknya suatu variabel dalam

14
memengaruhi variabel-variabel yang akan diteliti. Dalam pengujian model terdapat
beberapa kriteria yang digunakan untuk melihat baik atau tidaknya suatu model.
Kriteria- kriteria yang digunakan yaitu berdasarkan uji t, uji f dan nilai R2.

Uji t
Nilai t hitung akan digunakan dalam pengujian koefisien regresi dari masingmasing variabel bebas yang memengaruhi secara nyata atau tidak terhadap variabel
tidak bebasnya. Langkah-langkah yang diperlukan untuk uji t adalah:
1. Perumusan Hipotesis
H0 : βi = 0
H1 : βi ≠ 0
2. Penentuan nilai kritis. Ketika menguji hipotesis dari koefesien regresi, nilai kritis
dapat ditentukan dengan digunakannya tabel distribusi normal dengan tingkat
signifikansi (α) dan banyaknya sampel yang digunakan tetap diperhatikan.
3. Dapat mengetahui hasil nilai t hitung dari masing-masing koefisien regresi dengan
menggunakan perhitungan komputer.
4. Dalam mengambil keputusan harus didasarkan dengan melihat nilai t hitung dari
masing-masing koefsien regresi pada kurva sebaran normal yang digunakan untuk
menentukan nilai kritis. Ketika nilai t hitung < t tabel dimana koefisien regresi
berada di dalam daerah penerimaan H0 maka terima H0, artinya variabel bebas tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. Sebaliknya jika nilai t hitung >
t tabel maka tolak H0, artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel
tidak bebasnya.

Uji F
Penggunaan uji F dilakukan agar dapat mengetahui variabel-variabel bebas mana
saja yang secara bersama-sama memberikan pengaruh nyata terhadap variabel-variabel
tidak bebasnya. Menguji variabel-variabel bebas secara simultan terhadap variabel tidak
bebasnya dapat dilakukan dengan menguji besarnya perubahan variabel tidak bebasnya
yang dapat dijelaskan oleh perubahan semua variabel bebasnya. Langkah-langkah
dalam melakukan uji F adalah sebagai berikut:
1. Perumusan Hipotesis
H0: β1 = β2 = … = βk = 0
H1: minimal ada satu nilai β1 yang tidak sama dengan nol
2. Perhitungan nilai kritis distribusi F (F-tabel) dan F-hitung.
3. Penentuan penolakan atau penerimaan H0.
4. Jika keputusan yang dihasilkan adalah F hitung < F tabel maka terima H0 artinya
variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh tidak nyata terhadap variabel tidak
bebasnya. Sebaliknya, jika keputusan yang dihasilkan adalah F hitung > F tabel
maka tolak H0 artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata
terhadap variabel tidak bebasnya.

15
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi adalah proporsi variabel dalam Y yang dapat dijelaskan
oleh variabel-variabel penjelasnya. R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel
bebas terhadap variabel bebasnya. R2 mempunyai rentang antara 0 ≤ R2 ≤ 1. Ketika R2
memiliki nilai 0 maka garis regresi tidak menjelaskan variasi dalam Y. Koefisien
determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

dimana:
SSR = Jumlah kuadrat residual
SST = Jumlah kuadrat total

Evaluasi Model
Terdapat beberapa upaya agar dapat menghasilkan model yang konsisten dan
efisien maka diperlukan evaluasi hasil estimasi terhadap model regresi. Sehingga dapat
mengetahui model tersebut memiliki masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi.

Heteroskedastisitas
Suatu fungsi dikatakan mengandung masalah heteroskedastisitas apabila variasi
dari faktor pengganggu tidak sama untuk tiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah
eksogen dalam model regresi. Masalah heteroskedastistas sering terjadi dalam data
cross section. Dalam analisis data panel, masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi
dengan membandingkan sum square residual pada wighted statistics dan unweighted
statistics. Jika sum square residual wighted statistics lebih kecil dibandingkan dengan
sum square residual unweightes statistics maka dapat disimpulkan terjadi
heteroskedastisitas. Dalam model regresi linear klasik memiliki asumsi penting yaitu
bahwa gangguan yang terdapat di dalam fungsi regresi populasi bersifat
homoskedastisitas artinya semua memiliki ragam yang sama (σ2).
Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan hubungan linear yang kuat antar variabel
independen dalam regresi berganda. Mendeteksi adanya multikolinearitas dapat
dilakukan dengan uji korelasi sederhana antara pengubah bebas. Apabila antar
pengubah bebas terdapat nilai yang lebih besar daripada R-square (R2), maka dapat
dikatakan bahwa model tersebut terdapat multikolinearitas antar pengubah bebas.

16
Autokorelasi
Autokorelasi merupakan hubungan linear antar error dalam satu penelitian yang
dapat diuji dengan uji autokorelasi. Uji autokorelasi ini diperlukan pada penelitian yang
bersifat data time series dengan menghitung statistik Durbin Watson. Secara matematis
uji autokrelasi dapat dijabarkan sebagai berikut:
h = (1-0.5d) √

dimana:
d
= nilai Durbin Watson
n
= jumlah observasi
Var
= varian koefisien variabel independen lag
Adanya autokorelasi atau tidak pada model dapat dilihat berdasarkan Tabel 2.
Tabel 2 Selang Nilai Statistika Durbin Watson
Nilai DW
4-dl < DW < 4
4-du < DW < 4-dl
du < DW < 4-du
dl < DW < du
0 < DW < dl
Sumber: Juanda 2009

Keputusan
Tolak H0, ada autokorelasi positif
Tidak tentu, tidak dapat disimpulkan
Terima H0
Tidak tentu, tidak dapat disimpulkan
Tolak H0, ada autokorelasi positif

Spesifikasi Model
Berdasarkan hipotesis dan studi empiris yang disesuaikan dengan fakta di
beberapa negara serta berbagai alternatif spesifikasi model yang telah dicoba dengan
tetap mempertimbangkan berbagai asumsi yang menjadi acuan dalam model data panel,
maka variabel yang diduga memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia
adalah GDP perkapita Indonesia, harga ekspor produk olahan rotan pesaing, harga
ekspor produk olahan rotan Indonesia, nilai tukar Indonesia, volume ekspor produk
olahan rotan Indonesia, jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia, dummy
pemberlakuan ACFTA dan dummy kebijakan domestik pemerintah. Model persamaan
faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia pada
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
LNRCAjt = α + β1LNGDP_INDit + β2LNHEjt + β3LNHEPjt + β4LNEXjt + β5LNPRODit
+ β5LNVEit + β7 D_LEt + β8D_ACFTAt +
dimana:
RCAjt
GDP_INDit
HEjt

= Tingkat daya saing produk olahan rotan pada tahun ke-t, dengan
nilai RCA sebagai proksi
= GDP perkapita Indonesia pada tahun ke-t (US$)
= Harga ekspor produk olahan rotan Indonesia ke negara tujuan j
tahun ke-t (US$/kg)

17
HEPjt
EXjt
PRODit
VEit
D_LEt
D_ACFTAt
eijt
β0
βn

= Harga ekspor produk olahan rotan pesaing (Tiongkok) ke negara
tujuan j tahun ke-t (US$/kg)
= Nilai tukar Indonesia terhadap mata uang negara tujuan j tahun ke-t
(Rp/mata uang negara tujuan)
= Jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia tahun ke-t (ton)
= Volume Ekspor produk olahan rotan Indonesia ke negara tujuan j
tahun ke-t (kg)
= Dummy kebijakan pemerintah (D = 0. 2001-, D = 1. 2005-,)
= Dummy pemberlakuan ACFTA (D = 0. 2001-, D = 1. 2010-)
= error term periode ke-t
= konstanta (intercept)
= parameter yang diduga (n=1,2,...,6)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Nilai Ekspor Produk Olahan Rotan Indonesia
Sebagai negara yang memiliki sumber bahan baku rotan yang besar, bahan baku
rotan Indonesia banyak diolah untuk menjadi produk olahan dalam bentuk meubel dan
produk olahan rotan lainnya yang dikemudian diekspor ke luar negeri. Ekspor produk
olahan rotan dapat dikategorikan menjadi kerajinan rotan dan meubel rotan. Ekspor
kerajinan rotan didominasi oleh anyaman rotan diikuti dengan produk tikar dan
semacamnya, sedangkan pada ekspor meubel rotan didominasi oleh produk kursi, meja
dan tempat tidur.
Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa nilai ekspor produk olahan rotan Indonesia
di pasar Malaysia paling tinggi diantara negara-negara anggota ASEAN dan Tiongkok
lainnya meskipun nilainya cenderung berfluktuasi. Tingginya nilai ekspor produk
olahan rotan Indonesia ke negara Malaysia disebabkan oleh peningkatan volume ekspor
produk olahan rotan ke negara tersebut. Pada tahun 2006, nilai ekspor produk olahan
rotan Indonesia di negara-negara kawasan ASEAN dan Tiongkok cenderung mengalami
penurunan, hal ini disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah yang mengeluarkan
SK Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/6/2005 yang memperbolehkan
mengekspor bahan baku rotan mentah ke luar negeri, sehingga industri lokal pengolahan
rotan Indonesia kekurangan bahan baku untuk memprodu