Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DAYA SAING
HASIL OLAHAN RUMPUT LAUT INDONESIA

NANDA NUR RAFIANA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Nanda Nur Rafiana
NIM H14100012

ABSTRAK
NANDA NUR RAFIANA. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Hasil
Olahan Rumput Laut Indonesia. Dibimbing oleh IDQAN FAHMI.
Indonesia adalah produsen terbesar dan eksportir rumput laut mentah di
dunia. Indonesia memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan nilai tambah
rumput laut mentah menjadi hasil olahan rumput laut. Di sisi lain, tren impor
Indonesia terhadap hasil olahan rumput laut meningkat. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis keunggulan komparatif hasil olahan rumput laut
Indonesia di Denmark, Jepang, Amerika Serikat, Italia, Jerman dan United
Kingdom dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) dan
faktor-faktor yang memengaruhinya dengan menggunakan panel data statis. Hasil
analisis menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada hasil
olahan rumput laut di Denmark, Italia, Jerman dan United Kingdom. Hasil olahan
rumput laut memiliki daya saing juga di Jepang dan Amerika Serikat, meskipun
menghasilkan nilai RCA di bawah satu pada tahun 2001 hingga 2004. Hasil

penelitian dengan menggunakan panel data statis menunjukkan produksi rumput
laut dan produktivitas industri pengolahan positif memengaruhi daya saing hasil
olahan rumput laut, sedangkan harga ekspor hasil olahan rumput laut, nilai ekspor
negara pesaing dan dummy krisis berpengaruh negatif.
Kata kunci: Hasil Olahan Rumput Laut, Panel Data Statis, RCA

ABSTRACT
NANDA NUR RAFIANA. Factors Affecting Competitiveness of Indonesian
Seaweed Downstream Product. Supervised by IDQAN FAHMI.
Indonesia is the world biggest producer and exporter of raw seaweed.
Indonesia has a big potency to increase the added value of raw seaweed by making
it into seaweed downstream product. Besides, Indonesia’s import trend of seaweed
downstream product si rising. The purposes of this research are to analyze the
comparative advantage of Indonesian seaweed downstream product in Denmark,
Japan, the United States of America (USA), Italy, Germany and the United
Kingdom (UK) by using the Revealed Comparative Advantage (RCA) and the
factors affecting it by using static panel data. The results of analysis show that
Indonesia has a comparative advantage on seaweed downstream product in
Denmark, Italy, Germany and the UK. Seaweed downstream product also has
competitiveness in Japan and the USA although the RCA values were down below

one from 2001 to 2004. The results of analysis using a static panel data show that
seaweed production and productivity of seaweed manufacturing positively affect
the competitiveness of seaweed downstream product, while the export price of
seaweed downstream product, the export value of competitor country, and the crisis
dummy affect negatively.
Keywords: RCA, Seaweed Downstream Product, Static Data Panel

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DAYA SAING
HASIL OLAHAN RUMPUT LAUT INDONESIA

NANDA NUR RAFIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang
εemengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput δaut Indonesia”, ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu
Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daya
saing hasil olahan rumput laut Indonesia dan faktor-faktor lain yang
memengaruhinya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Bapak
Soldy Salawangi dan Ibu Beni Purwatina serta saudari saya Maya Wulan Arini dan
Nur Amalia yang telah memberikan dukungan baik moral, motivasi, pengorbanan,
dan doa hingga akhir penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi persembahan
yang membanggakan untuk kalian. Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. selaku dosen pembimbing
yang telah banyak memberikan ilmu, saran, motivasi dan membimbing penulis

dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini hingga selesai. Ibu Widyastutik,
S.E., M.Si dan Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji dan dosen
komisi pendidikan yang telah memberikan ilmu, saran, motivasi kepada penulis
agar penyusunan skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Para dosen, staf dan seluruh
civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan
ilmu dan bantuan kepada penulis. Teman-teman satu bimbingan yaitu Fida, Yosep,
Dodo, Kautsar, Sarrah Raisa dan Rizky Eka atas kritik, saran dan motivasi yang
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Sahabat-sahabat yang saya sayangi
yakni Egi, Shinta, Annisa Ramadanti, Elli F., Novia, Siti Syefira Salsabila, Febri
Tesa, Ratna Melya, Mega, Mila, Mbak Lili, Mbak Laswi, Uni Yona, yang selalu
membuat penulis bahagia, tersenyum dan termotivasi. Sahabat dan seluruh keluarga
Ilmu Ekonomi 47 atas kerja sama, kritik, saran, bantuan dan motivasi dalam
menyelesaikan skripsi ini. Serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis
baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Nanda Nur Rafiana


DAFTAR ISI
DAFTAR TAEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

6


Konsep Perdagangan Internasional

6

Definisi Daya Saing

8

Teori Keunggulan Komparatif

8

Teori Keunggulan Kompetitif

8

Pengertian Rumput Laut dan Hasil Olahan Rumput Laut

10


Penelitian Terdahulu

11

Hipotesis

13

METODE PENELITIAN

14

Jenis dan Sumber Data

14

Metode Analisis Data

15


HASIL DAN PEMBAHASAN

21

Posisi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia

21

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut
Indonesia

23

Strategi Peningkatan Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia

27

SIMPULAN DAN SARAN


29

Simpulan

29

Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1 Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku tahun 200
1
2 Volume produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama
2
3 Volume produksi rumput laut kering, produksi, konsumsi dan impor hasil
olahan rumput laut Indonesia
3
4 Volume dan nilai ekspor hasil olahan rumput laut ke enam besar negara tujuan
ekspor di dunia
4
5 Jenis dan sumber data
14
6 Tabel RCA hasil olahan rumput laut Indonesia ke Denmark, Jepang, USA,
Italia, Jerman dan United Kingdom
22
7 Share ekspor hasil olahan rumput laut Indonesia terhadap total ekspor seluruh
produk Indonesia ke Jepang dan USA
23
8 Hasil estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan
Rumput Laut Indonesia dengan metode fixed effect
25

DAFTAR GAMBAR
1 Negara pengekspor rumput laut kering dunia
4
2 Kontribusi impor hasil olahan rumput laut terhadap produksi domestik hasil
olahan rumput laut
Error! Bookmark not defined.5
3 Kurva perdagangan internasional
7
4 Alur kerangka pemikiran
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia menggunakan
metode RCA
30
2 Variabel-variabel dalam model daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia
2001-2011
35
3 Hasil estimasi model FEM (Fixed Effect Method) data panel
38
4 Hasil uji chow
38
5 Korelasi antar variabel
39
6 Hasil uji normalitas
39
7 Hasil uji heteroskedastisitas
39
8 Hasil Cross Section Effect (Estimasi Keragaman Individu)
40

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perikanan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang unggul di
Indonesia. Keunggulan ini dapat dilihat dari posisi Indonesia sebagai negara
kepulauan yang dikelilingi perairan berupa lautan seluas 5 800 000 km2 dengan
panjang garis pantai 81 000 km, sehingga hasil perikanan dan kelautan menjadi
penyokong pertumbuhan terbesar kedua Produk Domestik Bruto Indonesia setelah
tanaman bahan makanan pada kelompok pertanian.
Tabel 1 Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan 2000 tahun 20082012 (Milyar Rupiah)
Lapangan Usaha
2008
2009
2010
2011
2012
Pertanian
284 619
295 883 304 777 315 036 328 279
a. Tanaman Bahan
142 000
149 057 151 500 154 153 158 910
Makanan
b. Perkebunan
44 783
45 558
47 150
49 260
52 325
c. Peternakan
35 425
36 648
38 214
40 040
41 918
d. Kehutanan
16 543
16 843
17 249
17 395
17 423
e. Perikanan
45 866
47 775
50 661
54 186
57 702
Sumber : BPS 2012
Produk Domestik Bruto sektor perikanan mengalami tren peningkatan
setiap tahunnya, pada tahun 2008 sebesar 45 866 milyar meningkat menjadi 57 702
milyar pada tahun 2012. Jika dilihat berdasarkan kontribusi Produk Domestik Bruto
sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto total, pada tahun 2008 sektor
perikanan hanya memberikan kontribusi sebesar 2.20 persen, kemudian tahun 2012
menjadi 2.20 persen. Hal yang sama juga terjadi jika dilihat berdasarkan Produk
Domestik Bruto tanpa migas sektor perikanan mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Tahun 2008 sektor perikanan memberikan kontribusi sebesar 2.36 persen,
kemudian tahun 2012 menjadi 2.32 persen. Nilai kontribusi terbilang belum optimal
terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto namun tren peningkatan ini
mengindikasikan bahwa sektor perikanan berpotensi besar untuk dikembangkan
agar menjadi suatu sektor yang unggul serta menjadi kekuatan perekonomian
nasional di kancah dunia mengingat kekayaan bahari yang dimiliki Indonesia.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan
keunggulan dan memperkuat sektor perikanan pada perekonomian Indonesia
dengan menerapkan program revitalisasi perikanan. Program revitalisasi perikanan
ini dilakukan melalui program minapolitan Kementrian Kelautan dan Perikanan
dengan menetapkan rumput laut sebagai komoditas unggul yang dapat
meningkatkan daya saing di sektor industrialisasi perikanan. Melalui program ini
rumput laut menjadi fokus utama program revitalisasi yang berpeluang besar
membangun sinergisitas antara sektor hulu berupa pembudidayaan di tingkat petani
dan sektor hilir berupa pengolahan rumput laut di tingkat industri.
Tabel 2 menunjukkan bahwa rumput laut merupakan komoditas utama pada
sub sektor perikanan budidaya yang menempati urutan pertama dengan tingkat

2
volume produksi yang mengalami peningkatan setiap tahunnya dibandingkan
komoditas utama lainnya. Pada tahun 2007 produksi rumput laut kering Indonesia
sebesar 1 728 475 ton meningkat menjadi 5 170 201 ton pada tahun 2011. Jenis
rumput laut Eucheuma cottoni dan Gracilaria sp merupakan dua jenis algae unggul
yang sebagian besar diekspor Indonesia ke beberapa negara tujuan. Menurut
Concon (2012) pada tahun 2010 peluang kebutuhan rumput laut Eucheuma cottonii
dunia mencapai 274 100 ton, dimana Indonesia mempunyai peluang memberikan
kontribusi ekspor sebesar 80 000 ton atau sekitar 29.19 persen. Peluang kebutuhan
dunia akan rumput laut jenis Gracilaria sp mencapai 116 000 ton, dimana Indonesia
mempunyai peluang kontribusi sebesar 57 500 ton atau sekitar 49.57 persen.
Sebesar 78.76 persen peluang Indonesia untuk berkontribusi mencukupi kebutuhan
rumput laut dunia dan menguasai pasar internasional. Kedua jenis algae merah
unggulan tersebut akan memiliki daya jual yang tinggi serta dapat bersaing di pasar
internasional jika sudah diekstrasi menjadi hasil olahan rumput laut berupa
karaginan dan agar-agar sebagai permintaan bahan baku industri makanan, farmasi
dan kosmetik seiring dengan pertumbuhan jumlah industri yang pesat.
Tabel 2 Volume produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama tahun
2007-2011 (Ton)
Jenis
Tahun
Kenaikan
Komoditi
2007
2008
2009
2010
2011 Rata-rata
(%)
Udang
360 096 409 590 338 061 380 971 400 386
3.52
Kerapu
8 035
5 005
8 791
10 398
10 580
14.49
Nila
206 904 291 030 323 389 464 192 567 078
29.37
Ikan Mas
264 349 242 323 249 279 282 695 332 206
6.36
Bandeng
263 139 277 471 328 288 421 757 467 449
15.77
Kakap
4 418
4 371
6 400
5 738
5 236
6.57
Patin
36 755 102 021 109 685 147 888 229 267
68.74
Lele
91 735 114 370 144 755 242 811 337 577
39.5
Gurame
35 708
36 636
46 254
56 889
64 252
16.2
Kepiting
6 631
7 642
7 516
9 557
8 153
6.51
Kekerangan
15 623
19 662
15 857
58 079
48 449
64.04
Rumput
1 728
2 145
2 963
3 915
5 170
31.61
Laut
475
060
556
017
201
Lainnya
173 167 200 014 166 734 281 932 288 129
17.54
Sumber : KKP 2012
Produksi rumput laut kering Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
tajam dari tahun 2007 hingga tahun 2011. Melimpahnya produksi rumput laut
kering tersebut diharapkan mampu menyokong pertumbuhan industri hilir rumput
laut sehingga industri pengolahan rumput laut mampu meningkatkan ekspor hasil
olahan rumput laut yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing hasil olahan
rumput laut Indonesia di pasar internasional. Selain itu diharapkan pendistribusian
produksi rumput laut kering yang merupakan bahan baku dari hasil olahan rumput
laut dapat menekan kegiatan impor hasil olahan rumput laut yang masih dilakukan
Indonesia. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa impor hasil olahan rumput laut
mengalami tren peningkatan pada tahun 2001 sebesar US$ 5 404 meningkat

3
menjadi US$ 21 714 pada tahun 2011. Pertumbuhan volume impor hasil olahan
rumput laut tersebut mengalami tren peningkatan setiap tahunnya, dengan rata-rata
pertumbuhan volume impor 13 persen dan nilai impor 43 persen dalam kurun waktu
tiga tahun (BPS 2012). Jumlah industri pengolahan rumput laut di Indonesia yang
diharapkan dapat menyuplai kebutuhan domestik hasil olahan rumput laut terbilang
masih minim. Indonesia sejauh ini telah mengembangkan 22 pabrik pengolahan
rumput laut, yaitu terdiri dari 12 pabrik pengolah agar, 8 pabrik karaginan, satu
pabrik alginat dan satu pabrik pengolah sun chlorella (Purnomo 2004).
Tabel 3 Produksi, ekspor dan impor hasil olahan rumput laut Indonesia tahun
2001-2011 (Ribu US$)
Tahun

Produksi

Ekspor

Impor

2001
198 364
2002
171 077
2003
152 424
2004
166 521
2005
187 268
2006
185 365
2007
181 711
2008
211 526
2009
211 815
2010
192 946
2011
209 658
Sumber: BPS, UNComtrade 2012

8 841
9 541
9 706
9 228
14 939
16 568
18 929
24 536
17 148
19 680
25 262

5 404
5 793
6 166
5 938
4 067
5 775
6 374
12 521
9 465
17 502
21 714

Indonesia berpotensi untuk mengembangkan produk olahan rumput laut
karena sebagian besar produk olahan rumput laut diekspor ke negara-negara maju
seperti Uni Eropa, Jepang dan USA. Permintaan karaginan di Eropa relatif tinggi
sebesar 90 persen kappa karaginan. Pada tahun 2000 hingga 2006 Eropa
mengimpor karaginan dari Indonesia sebesar 25 000 hingga 27 000 ton per tahun
atau selama tahun tersebut meningkat sebesar 50 persen atau naik 8.3 persen per
tahun. Keunggulan lain terlihat dari ekspor agar-agar Indonesia ke Eropa pada
tahun 2006 yang mencapai 1750 ton atau US$ 27 juta (Kemenperin 2010).
Beberapa negara maju yang menjadi enam besar negara tujuan ekspor karaginan
dan agar-agar adalah Denmark, Jepang, USA, Italia, Jerman dan United Kingdom.
Keenam negara tersebut adalah enam negara yang paling banyak mengimpor hasil
olahan rumput laut dari Indoneia. Berdasarkan Tabel 4 volume dan nilai ekspor
hasil olahan rumput laut ke Denmark, Jepang, USA, Italia, Jerman dan United
Kingdom berfluktuasi dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Berikut merupakan data
mengenai nilai ekspor karaginan dan agar-agar ke beberapa negara maju tujuan
ekspor Indonesia.

4
Tabel 4

Volume dan nilai ekspor hasil olahan rumput laut ke enam besar
negara tujuan ekspor di dunia tahun 2009-2011

Negara
Denmark
Jepang
USA
Italia
Jerman
United Kingdom

2009
Volume
Nilai
(KG)
(US$)
407 993 2 956 154
265 996 3 745 565
233 710 1 889 767
85 900
863 077
167 002 1 055 452
151 510
871 119

2010
Volume
Nilai
(KG)
(US$)
395 496 3 688 265
213 887 2 815 946
314 435 3 031 919
91 299 1 065 123
85 000
552 117
199 105 1 197 028

2011
Volume
Nilai
(KG)
(US$)
540 693
5 121 442
498 166
5 621 694
437 776
4 114 357
168 757
2 460 297
336 600
1 855 475
127 840
670 831

Sumber : UNComtrade 2012
Ditinjau dari prospek pasar, Indonesia berpeluang besar untuk menguasai
pasar internasional hasil olahan rumput laut karena sebagian negara pengimpor
merupakan negara maju. Hal ini merupakan sebuah tantangan bagi Indonesia agar
dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri seiring dengan peningkatan jumlah
industri di negara pengimpor serta memperluas pasar internasional. Upaya
peningkatan daya saing hasil olahan rumput laut karaginan dan agar-agar
membutuhkan strategi yang tepat sehingga perluasan pasar internasional dapat
meningkat tajam serta mampu meningkatkan devisa negara. Oleh karena itu
menarik untuk dikaji Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan
Rumput Laut Indonesia.
Perumusan Masalah
Indonesia merupakan produsen rumput laut kering terbesar kedua di dunia
setelah Filipina, namun pada tahun 2011 Indonesia mampu mengungguli posisi
Filipina sebagai produsen utama rumput laut kering dunia yang ditunjukkan pada
Gambar 1 (Kemenperin 2011).

Sumber : Kemenperin 2011
Gambar 1 Negara pengekspor rumput laut kering dunia
Sebagai produsen utama rumput laut kering dunia, Indonesia diharapkan juga
mampu menyandang status sebagai produsen utama hasil olahan rumput laut dunia
dikarenakan faktor produksi berupa rumput laut kering yang merupakan bahan baku
dari hasil olahan rumput laut Indonesia melimpah ditambah terdapat beberapa

5
wilayah di Indonesia yang merupakan sentra budidaya rumput laut seperti Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, NTT, NTB, Maluku,
Bali, Gorontalo dan Banten. Namun Indonesia belum mampu meningkatkan
keunggulan di produk hilir hasil olahan rumput laut karena produksi rumput laut
kering tersebut yang merupakan bahan baku dari hasil olahan rumput laut sebesar
80 persen diekspor dalam bentuk rumput laut kering (Pujiastuti 2013). Gambar 2
menunjukkan bahwa kontribusi impor hasil olahan rumput laut terhadap produksi
domestik mengalami tren peningkatan pada tahun 2001 hingga tahun 2011.
Kontribusi Impor terhadap Produksi
Olahan Rumput Laut (%)

12
10
8
6
4
2
0
2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Tahun

Sumber : UNComtrade 2012 (diolah)
Gambar 2 Kontribusi impor hasil olahan rumput laut terhadap produksi domestik
hasil olahan rumput laut tahun 2001-2011 (%)
Kontribusi impor hasil olahan rumput laut Indonesia terhadap produksi hasil
olahan rumput laut seharusnya dapat dikurangi karena Indonesia berpeluang untuk
berspesialisasi pada produk hasil olahan rumput laut dengan produksi rumput laut
kering yang melimpah di Indonesia dan kegunaannya sebagai bahan baku hasil
olahan rumput laut. Di sisi lain Indonesia berpotensi mengekspor lebih banyak
karaginan dan agar-agar ke enam besar negara tujuan ekspor seperti: Denmark,
Jepang, USA, Italia, Jerman dan United Kingdom karena kekontinyuan Indonesia
dalam mengekspor karaginan dan agar-agar ke negara tersebut. Adapun
permasalahan yang akan dikaji pada penelitian kali ini adalah :
1. Bagaimana posisi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia ?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput
laut Indonesia?
3. Strategi apa yang dapat mendukung peningkatan daya saing hasil olahan
rumput laut Indonesia?

6
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dirumuskan, penelitian
ini bertujuan untuk :
1. Mengukur posisi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia di enam
negara tujuan ekspor.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan
rumput laut Indonesia.
3. Merumuskan strategi yang dapat mendukung peningkatan daya saing hasil
olahan rumput laut Indonesia.

Manfaat Penelitian
1. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam upaya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan kinerja industri pengolahan rumput laut.
2. Memberikan informasi kepada para pelaku usaha yang berbasis industri
pengolahan rumput laut untuk meningkatkan kinerjanya.
3. Menambah khasanah literatur mengenai studi industri pengolahan rumput
laut di Indonesia sehingga dapat menambah wawasan baru bagi masyarakat.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis posisi daya saing hasil olahan
rumput laut berupa karaginan dan agar-agar di enam besar negara tujuan utama
ekspor yaitu Denmark, Jepang, USA, Italia, Jerman dan United Kingdom serta
faktor-faktor yang memengaruhi daya saingnya. Periode waktu yang dianalisis
dalam penelitian ini dari tahun 2001 hingga tahun 2011. Komoditi hasil olahan
rumput laut yang diteliti berdasarkan Harmony System (HS) 1996 dengan kode
Harmony System 130231 (Agar-agar) untuk agar-agar dan 130239 (Mucilages and
thickeners).

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional merupakan suatu kegiatan pertukaran bahan baku,
hasil produksi barang setengah jadi maupun barang jadi antar negara. Menurut
Salvatore (1997) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan
oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan
individu), antara individu dengan pemerintah satu negara atau pemerintah satu
negara dengan pemerintah negara lain atas kesepakatan bersama. Secara teoritis,
perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama. Pertama, negara-negara

7
berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara
dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan sesuatu yang relatif lebih baik.
Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi (economies of scale) dalam produksi. Maksudnya, jika setiap negara
hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barangbarang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika
dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi segala jenis barang. Pola-pola
perdagangan dunia yang terjadi mencerminkan perpaduan dari kedua motif ini
(Basri dan Munandar 2010).
Perdagangan antar dua negara yang terjadi karena adanya perbedaan
penawaran dan permintaan pada masing-masing negara ditunjukkan pada Gambar
3. Harga relatif komoditi dalam kondisi ekuilibrium ketika perdagangan
internasional telah berlangsung akan tercipta melalui proses yang berlangsung
cukup lama. Artinya harga itu tidak tercipta begitu saja melainkan baru tercipta
setelah hubungan dagang antara kedua negara tadi berlangsung dalam kurun waktu
yang cukup panjang sehingga tersedia cukup waktu bagi kekuatan-kekuatan
penawaran dan permintaan untuk saling bertemu dan menentukan harga tersebut.
P

P
DA

SA

P
ES

DB

SB

A
PB
X

P*
PA
ED
0

M
B

QA
Q 0 Q*
Q 0
QB
Q
Pasar di Negara A
Hubungan Perdagangan
Pasar di Negara B
(Eksportir)
Internasional
(Importir)

Sumber : Salvatore 1997
Gambar 3 Kurva perdagangan internasional
Pasar di negara A menunjukkan bahwa dengan adanya perdagangan
internasional, negara A akan mengadakan produksi dan konsumsi berdasarkan
harga sebesar PA. Sedangkan pasar di negara B menunjukkan tingkat produksi dan
konsumsi negara B pada tingkat harga relatif sebesar PB. Harga yang berlaku di atas
PA, maka negara A akan memproduksi komoditi lebih banyak daripada tingkat
permintaan (konsumsi) domestik. Negara A akan mengalami tingkat supply yang
lebih besar dari pada tingkat demand sebesar X pada negara A. Oleh karena itu
negara A akan mengalami kelebihan penawaran (excess supply) sebesar X. Pada
kondisi tersebut, negara A akan melakukan ekspor untuk menjaga harga domestik.
Pada gambar di pasar negara B menunjukkan supply dan demand negara B
(importir). Apabila harga yang berlaku di negara B berada di bawah PB, maka
negara B akan mengalami kelebihan permintaan, sedangkan kemampuan produksi
negara B lebih rendah dibandingkan permintaan domestik. Kekurangan supply yang

8
dialami negara B kemudian akan diisi oleh negara lain yang dapat memenuhi besar
kekurangan untuk menjaga keseimbangan semula. Pemenuhan kebutuhan komoditi
pada negara B merupakan impor sebesar M.
Kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara B (yakni sebesar M
pada gambar B) sama dengan kuantitas ekspor komoditi yang ditawarkan oleh
negara A (yaitu sebesar X dalam gambar di pasar A). Hal tersebut diperlihatkan
oleh perpotongan antara kurva ED dan kurva ES setelah komoditi X
diperdagangkan di antara kedua negara (gambar hubungan perdagangan
internasional). Dengan demikian, P* merupakan harga relatif ekuilibrium untuk
komoditi setelah perdagangan internasional berlangsung. Dengan penjelasan kurva
ini dapat diketahui bahwa perdagangan antar dua negara akan meningkatkan tingkat
konsumsi, sehingga dapat memperoleh tingkat kesejahteraan dan keuntungan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi ketika perdagangan belum berlangsung
karena adanya pertukaran komoditas dan keuntungan dari spesialisasi (Salvatore
1997).
Definisi Daya Saing
Teori perdagangan menunjukkan bahwa daya saing suatu negara didasarkan
pada konsep keunggulan komparatif. Konsep teori oleh Ricardo dan oleh model
Heckscher-Ohlin (dalam dua negara, kasus dua input), keunggulan komparatif
mendalilkan bahwa arus perdagangan adalah hasil dari perbedaan dalam biaya
produksi antar negara dan bahwa suatu negara akan mengkhususkan diri dalam
produksi baik dimana negara tersebut memiliki keunggulan biaya (Latruffe 2010).
Daya saing menurut Porter (1995) ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu
perusahaan, sangat tergantung pada tingkat sumber daya relatif yang dimilikinya.
Penelitian Porter tentang keunggulan bersaing negara-negara mencakup
tersedianya peranan sumber daya dan melihat lebih jauh kepada keadaan negara
yang memengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri
yang berbeda.
Teori Keunggulan Komparatif
Perdagangan didasarkan pada kegiatan ekspor yang dispesialisasikan untuk
komoditi tertentu karena adanya biaya produksi yang lebih efisien. Teori
keunggulan komparatif merupakan dasar pemikiran David Ricardo (1823)
menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau
memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua
komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang
menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi
dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih kecil (ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif) dan
mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut yang lebih besar (Salvatore
1997).
Produksi Rumput Laut Kering
Pada tahun 1933 Hecksler dan Ohlin melakukan pengembangan terhadap
Hukum Keunggulan Komparatif Ricardo. Hecksler dan Ohlin (H-O) menekankan

9
perbedaan tarif faktor pemberian alam (endowment) dan harga faktor-faktor
produksi antar negara sebagai determinan perdagangan yang paling penting. Teori
H-O beranggapan bahwa tiap negara akan mengekspor komoditi yang secara relatif
mempunyai faktor produksi yang berlimpah dan murah, serta mengimpor komoditi
yang faktor produksinya relatif langka dan mahal (Salvatore 1997).
Indonesia dan negara sedang berkembang lainnya memiliki keunggulan
komparatif dalam produksi barang-barang yang faktor-faktor produksi utamanya
berlimpah di dalam negeri, seperti tenaga kerja, tanah dan berbagai macam bahan
baku. Faktor endowment pada penelitian ini diproksikan dengan produksi rumput
laut kering Indonesia yang melimpah sebagai bahan baku dari hasil olahan rumput
laut.
Produktivitas Industri
Porter (1995), daya saing suatu industri nasional identik dengan
produktivitas. Produktivitas industri pengolahan rumput laut merupakan tingkat
perbandingan output suatu perusahaan dengan biaya yang dikeluarkan (Porter
1997). Menurut Latruffe (2010) produktivitas adalah kemampuan faktor-faktor
produksi untuk menghasilkan output.
Harga Ekspor
Harga suatu barang ekspor dan impor merupakan variabel penting dalam
merencanakan suatu perdagangan internasional. Harga barang ekspor berhadapan
dengan persaingan, berapa besarnya harga barang di luar negeri. Harga ditentukan
dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya 2003).
Perbedaan relatif harga-harga atas berbagai komoditi antara dua negara
pada dasarnya mencerminkan keunggulan komparatif bagi masing-masing yang
menjadi pijakan setiap negara dalam melangsungkan hubungan dagang yang saling
menguntungkan. Negara yang harga relatifnya atas suatu komoditi lebih rendah bisa
dikatakan memiliki keunggulan komparatif (Salvatore 1997).
Nilai Ekspor
Perdagangan internasional mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi
perekonomian nasional. Jika pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran
(expenditure approach) adalah : GNP = C + I + G + (X-M), dimana X adalah nilai
ekspor dan M adalah nilai impor, maka jika nilai ekspor > nilai impor berarti negara
tersebut merupakan net export positif, dapat dikatakan negara dengan posisi neraca
pembayaran luar negeri surplus. Jika nilai ekspor < nilai impor, berarti negara
tersebut merupakan net export negatif, dikatakan negara dengan posisi neraca
pembayaran luar negeri defisit.
Pada penelitian ini variabel nilai ekspor yang digunakan adalah variabel
nilai ekspor negara pesaing hasil olahan rumput laut Indonesia yaitu Filipina.
Hubungan antara nilai ekspor negara pesaing terhadap daya saing hasil olahan
rumput laut Indonesia adalah negatif. Semakin tinggi nilai ekspor hasil olahan
rumput laut negara pesaing Filipina akan menurunkan daya saing hasil olahan
rumput laut Indonesia. Dengan meningkatnya nilai ekspor hasil olahan rumput laut

10
negara pesaing Filipina menunjukkan bahwa permintaan ekspor pasar internasional
terhadap hasil olahan rumput laut dari negara Filipina cenderung tinggi
dibandingkan Indonesia.
Nilai Tukar Riil
Nilai tukar atau kurs (exchange rate) adalah harga satuan mata uang dalam
negeri terhadap mata uang luar negeri (Salvatore 1997). Nilai tukar antara dua
negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan
(Mankiw 2003). Kurs efektif yang menguntungkan, dimana depresiasi nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing dapat meningkatkan daya saing suatu negara atau
industri. Menurut Darvas (2012) variabel nilai tukar riil merupakan hasil kali dari
nilai tukar nominal Indonesia terhadap negara tujuan ekspor atau nilai tukar
bilateral nominal antara negara yang diteliti dan mitra dagangnya (diukur sebagai
harga mata uang asing dari satu unit mata uang domestik) dengan hasil pembagian
CPI Indonesia atau indeks harga konsumen negara yang diteliti dengan CPI negara
tujuan ekspor atau indeks harga konsumen dari mitra dagang.
Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominalt x

CPIt

CPIt

r i

Dummy Krisis
Kestabilan kondisi suatu negara dapat memengaruhi tingkat daya saing
suatu industri. Ketika terjadi krisis di suatu negara yang berarti tingginya tingkat
resiko, tingginya biaya input produksi yang akan menurunkan tingkat daya saing
industri. Salah satu faktor yang memengaruhi daya saing komoditi suatu industri di
Indonesia adalah variabel dummy krisis merupakan kondisi yang mengguncangkan
kestabilan kondisi suatu negara serta akan memengaruhi tingkat daya saing suatu
industri .
Pengertian Rumput Laut dan Hasil Olahan Rumput Laut
Rumput laut merupakan bagian terbesar dari tumbuhan laut. Rumput laut
terdiri atas tiga kelas yaitu Chlorophyceae (ganggang hijau), Phaeophyceae
(ganggang coklat), dan Rhodophyceae (ganggang merah). Ketiga kelas ganggang
tersebut merupakan sumber produk bahan alam hayati lautan yang sangat potensial
dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah maupun bahan hasil olahan. Manfaat
rumput laut semakin beragam karena peningkatan pengetahuan dan perkembangan
industri yang membutuhkan komoditi ini sebagai bahan baku. Umumnya rumput
laut banyak digunakan sebagai bahan makanan bagi manusia, sebagai bahan obatobatan (anticoagulant, antibiotics, antimehmetes, antihypertensive agent,
pengurang kolesterol, dilatory agent, dan insektisida). Perkembangan produk
turunan dewasa ini juga sudah banyak diolah menjadi kertas, cat, bahan kosmetik,
bahan laboratorium, pasta gigi, es krim, dan lain-lain (Indriani dan Suminarsih
1999).

11
Terdapat banyak jenis rumput laut yang tersebar di wilayah perairan namun
hanya beberapa saja yang dibudidayakan dan perkembangannya cukup baik ketika
dibudidayakan. Beberapa jenis rumput laut yang dibudidayakan mempunyai nilai
ekonomis adalah sebagai berikut :
1.
Eucheuma cottonii
Eucheuma cottonii dapat dikonsumsi sebagai minuman es rumput laut dan
karaginan. Karaginan banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi
dan kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental dan penstabil.
2.
Gracilaria sp.
Gracilaria sp. merupakan penghasil agar (agrofit) yang merupakan senyawa
hidrokoloid dari rumput laut yang mempunyai kekuatan gel yang besar. Selama ini,
Gracilaria sp. merupakan bahan baku utama industri makanan untuk pembuatan
agar-agar serta bahan kosmetik. Agar-agar diperoleh dengan melakukan ekstasi
rumput laut pada suasana asam setelah diberi perlakuan basa serta diproduksi dan
dipasarkan dalam berbagai bentuk, yaitu: agar-agar tepung, agar-agar kertas dan
agar-agar batangan. Setelah menjadi agar-agar, kemudian agar-agar ini diolah
menjadi berbagai bentuk pangan (kue), seperti puding dan jeli atau dijadikan bahan
tambahan dalam industri farmasi. Melalui proses tertentu agar-agar diproduksi pula
untuk kegunaan di laboratorium sebagai media kultur bakteri atau kultur jaringan
(Kemendag 2013).
Penelitian Terdahulu
Rajagukguk (2009) menganalisis daya saing rumput laut Indonesia
menggunakan pangsa pasar ekspor sebagai proksi dari daya saing di pasar
internasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel,
dengan metode Pooled OLS, metode Fixed effect, dan metode Random effect. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak semua variabel yang dinyatakan berpengaruh
nyata secara statistik terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia. Variabel
yang dinyatakan berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar adalah
volume ekspor ke negara tujuan, nilai tukar, dan GDP per kapita. Sedangkan
variabel harga ekspor dan produksi rumput laut nasional adalah variabel yang tidak
berpengaruh nyata secara statistik. Posisi daya saing ekspor rumput laut di negara
tujuan ekspor menunjukkan bahwa Indonesia memiliki daya saing di negara
Hongkong, Filipina, Spanyol dan Denmark. Pada negara China, Indonesia baru
berdaya saing setelah tahun 2004, sedangkan untuk negara USA, Indonesia baru
mempunyai daya saing pada tahun 2006, demikian juga dengan di Korea Selatan
baru pada tahun 2005. Sedangkan di negara Jepang, United Kingdom, dan France,
Indonesia sama sekali tidak memiliki daya saing. Hal ini terjadi karena beberapa
permasalahan seperti mutu dan kualitas produk Indonesia yang masih rendah.
Sitinjak (2012) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
ekspor rumput laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat
periode 2001-2010. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi data panel.
Hasil penelitian menunjukkan sebesar 98,15 persen perubahan ekspor rumput laut
Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel bebas model persamaan regresi untuk
ekspor rumput laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat.
Variabel volume ekspor rumput laut Indonesia, harga ekspor, nilai tukar riil, GDP

12
per kapita negara importir memiliki nilai probabilitas yang kesemuanya bernilai
kurang dari taraf nyata lima persen yang berarti mempengaruhi ekspor rumput laut
Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat. Sedangkan variabel
populasi penduduk negara importir memiliki nilai probabilitas lebih besar dari taraf
nyata lima persen yang berarti tidak memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia
secara signifikan.
Risman (2007) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
rumput laut Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Ordinary Least Square (OLS) dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan
faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap ekspor rumput laut ke Hongkong
adalah harga ekspor rumput laut sedangkan variabel produksi, nilai tukar dan lak
ekspor tidak berpengaruh nyata. Pada model faktor-faktor yang mempengaruhi
ekspor ke negara Jepang, variabel peubah bebas (produksi, harga ekspor, nilai tukar,
lak ekspor) tidak ada yang berpengaruh nyata. Sedangkan variabel peubah bebas
yang mempengaruhi ekspor rumput laut ke negara Denmark hanya nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, variabel produksi, harga ekspor rumput laut
dan lag ekspor tidak berpengaruh nyata.
Pujiastuti (2013) menganalisis daya saing produk hilir rumput laut. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah RCA (Revealed Comparative
Advantage), Porter’s Diamond dan Importance Performance Analysis (IPA). Hasil
penelitian menunjukkan produk hilir rumput laut agar-agar memiliki daya saing
komparatif di pasar internasional pada tahun 2007 hingga tahun 2011 dengan nilai
RCA lebih dari satu dan menempati urutan kelima terbesar di dunia. Untuk
komoditas karaginan Indonesia di pasar internasional pada periode yang sama juga
memiliki daya saing, namun nilainya sempat turun dibawah satu pada tahun 2009
dan kembali meningkat di tahun 2010 dan 2011. Melalui metode Porter’s Diamond
diperoleh hasil evaluasi bahwa penentu daya saing kompetitif produk hilir
Indonesia berada pada kondisi berdaya saing pada faktor sumber daya, kondisi
permintaan, strategi perusahaan, struktur, dan persaingan serta cukup berdaya saing
pada faktor industri terkait dan pendukung dan peran pemerintah. Melalui metode
IPA, ditunjukkan bahwa sub determinan daya saing yang harus mendapatkan
prioritas pengembangan yaitu kesinergisan antara sektor hulu dan sektor hilir
agribisnis rumput laut serta dapat mempertahankan iklim dan kondisi geografis
yang mendukung budidaya rumput laut.
Rahmanu (2009) menganalisis daya saing industri pengolahan dan hasil
olahan kakao Indonesia. Hasil penelitian dengan metode RCA menunjukkan bahwa
kakao olahan Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada tahun 1996 sampai
dengan tahun 2006 dengan nilai RCA diatas satu. Sedangkan menurut hasil Porter’s
Diamond menunjukkan bahwa industri pengolahan kakao nasional kurang
kompetitif. Hasil metode OLS menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi daya saing hasil olahan kakao dengan menggunakan nilai RCA
sebagai proksi adalah harga ekspor kakao olahan, volume ekspor kakao olahan, dan
krisis ekonomi, sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap daya
saing hasil olahan kakao Indonesia adalah produktivitas industri pengolahan kakao.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah melanjutkan
penelitian sebelumnya yang belum menjawab pada sisi faktor-faktor yang
mempengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut dengan menggunakan metode
pendekatan model ekonometrika melalui metode regresi panel data statis.

13

Kerangka Pemikiran
Indonesia merupakan negara yang memiliki peluang besar dalam
mengembangkan industri pengolahan rumput laut. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa hal, yaitu : (1) posisi Indonesia sebagai produsen rumput laut kering utama
di dunia. Kekayaan bahari Indonesia karena dua per tiga wilayah Indonesia di
kelilingi lautan. Sebagian besar wilayah timur Indonesia merupakan penghasil
rumput laut terbesar serta beberapa produk turunannya merupakan hasil budidaya
rumput laut pada usaha kecil dan menengah. (2) Permintaan hasil olahan rumput
laut berupa agar-agar dan karaginan meningkat, seiring pertumbuhan industri
makanan, minuman, farmasi, dan kosmetik yang menggunakan karaginan dan agaragar sebagai bahan baku utamanya terbilang pesat. Analisis secara kuantitatif posisi
daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia akan digunakan metode panel data
statis untuk menganalisis apa saja faktor-faktor yang berpengaruh nyata secara
kuantitatif terhadap daya saing (nilai RCA) hasil olahan rumput laut. Berdasarkan
hasil analisis dengan metode regresi panel data statis dapat dikembangkan strategi
peningkatan daya saing industri pengolahan dan hasil olahan rumput laut. Diagram
alir kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Indonesia produsen utama
rumput laut dunia

Peluang peningkatan ekspor dan
daya saing hasil olahan rumput laut

Peningkatan permintaan
hasil olahan rumput laut

Industri pengolahan rumput laut masih minim, serta impor hasil olahan
rumput laut mengalami tren peningkatan

Posisi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia

Faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut
Indonesia

Strategi peningkatan daya saing industri pengolahan rumput laut

Gambar 4 Alur kerangka pemikiran
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Produksi rumput laut berhubungan positif terhadap daya saing hasil olahan
rumput laut, semakin tinggi produksi rumput laut maka daya saing hasil
olahan rumput laut semakin tinggi.

14
b. Produktivitas industri pengolahan berhubungan positif terhadap daya saing
industri pengolahan rumput laut, semakin tinggi tingkat produktivitas
industri pengolahan rumput laut, maka daya saing hasil olahan rumput laut
semakin tinggi.
c. Harga ekspor rumput laut olahan berhubungan negatif terhadap daya saing
hasil olahan rumput laut Indonesia, semakin tinggi harga ekspor hasil
olahan rumput laut maka daya saing hasil olahan rumput laut semakin
rendah.
d. Nilai ekspor hasil olahan rumput laut negara pesaing Filipina berhubungan
negatif terhadap daya saing hasil olahan rumput Indonesia, semakin tinggi
nilai ekspor hasil olahan rumput laut negara pesaing maka daya saing hasil
olahan rumput laut Indonesia semakin rendah.
e. Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir berpengaruh
negatif. Artinya, apabila nilai tukar riil rupiah terdepresiasi, maka daya
saing hasil olahan rumput laut akan meningkat.
f. Dummy krisis global tahun 2008 diduga memengaruhi daya saing hasil
olahan rumput laut Indonesia.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder yang digunakan berasal dari beberapa instansi yang terkait dengan objek
penelitian seperti Badan Pusat Statistik, Kementerian Perindustrian, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, UNCTAD, UNComtrade, jurnal dan internet, penelitianpenelitian terdahulu serta literatur dari berbagai instansi yang berkaitan dengan
penelitian.
Jenis data yang digunakan adalah data deret waktu (time series) berupa data
tahunan dari tahun 2001 hingga 2011. Jenis data meliputi data produksi rumput laut,
produktivitas industri pengolahan, harga ekspor hasil olahan rumput laut, nilai
ekspor hasil olahan rumput laut negara pesaing, nilai tukar riil, dummy krisis, total
ekspor Indonesia dan total ekspor dunia. Adapun operasionalisasi variabel yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jenis dan Sumber Data
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Data
Daya saing (nilai RCA)
Produksi (Kg)
Produktivitas Industri (Ribu Rupiah)
Harga Ekspor (US$/Kg)
Nilai Ekspor negara pesaing (US$)
Nilai Tukar Riil (Rp/mata uang
pengimpor)

Sumber
UNComtrade
KKP
BPS
UNComtrade
UNComtrade
UNCTAD

15
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan untuk menjawan tujuan penelitian terdiri
dari analisis kuantitatif yang berguna untuk menjelaskan kekuatan daya saing ke
masing-masing lima besar negara tujuan ekspor melalui metode RCA (Revealed
Comparative Advantage) serta untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi daya saing karaginan dan agar-agar, digunakan metode regresi panel
data statis. Hasil dari analisis digunakan untuk merumuskan strategi yang dapat
mendukung peningkatan daya saing hasil olahan rumput laut berupa karaginan dan
agar-agar.
Analisis Daya Saing Revealed Comparative Advantage (RCA)
Salah satu indikator yang dapat menunjukkan keunggulan komparatif suatu
komoditi atau daya saing industri suatu negara di pasar global adalah Revealed
Comparative Advantage. RCA pertama kali diperkenalkan oleh Bela Balassa pada
tahun 1965 dengan tujuan untuk mengukur keunggulan relatif suatu produk.
Konsep dasar RCA adalah perdagangan antar wilayah menunjukkan keunggulan
komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah.
RCA diukur melalui konsep bahwa kinerja ekspor suatu produk dari suatu
negara diukur dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total
ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa nilai produk tersebut dalam
perdagangan dunia.
RCA = Xij / Xit
Wj / Wt
dimana: RCA = tingkat daya saing komoditi j dari negara i
Xij = nilai ekspor komoditi j dari negara i pada tahun ke t (US$)
Xit = nilai total ekspor seluruh komoditi negara i pada tahun ke t (US$)
Wj = nilai ekspor komoditi j dari dunia tahun ke t (US$)
Wt = nilai total ekspor komoditi dari dunia tahun ke t (US$)
j
= komoditi (agar-agar dan karaginan)
t
= tahun ke-t (2001-2011)
i
= negara tujuan ekspor (Denmark, Jepang, USA, Italia, Jerman dan
United Kingdom)
Jika nilai RCA lebih besar dari satu, berarti suatu negara memiliki
keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki
daya saing kuat. Sebaliknya, jika nilai RCA kurang dari satu maka suatu negara
memiliki keunggulan komparatif di bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi
memiliki daya saing yang lemah.
Analisis Panel Data Statis
Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian terdiri dari
analisis kuantitatif melalui regresi data panel dengan menggabungkan data cross
section dengan data time series. Menurut Gujarati (2004), metode data panel adalah
metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak

16
mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data cross section maupun hanya
menggunakan data time series. Jumlah pengamatan pada model ini terbilang sangat
banyak dan bersifat kompleks. Metode panel data statis memiliki beberapa
kelebihan diantaranya sebagai berikut:
1.
Mampu mengontrol heterogenitas individu. Metode ini dalam mengestimasi
dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.
2.
Memberikan data yang lebih banyak dan beragam, mengurangi kolinearitas
antar peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien.
3.
Lebih baik untuk study dynamics of adjusment. Observasi cross section
yang berulang maka data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan
dinamis.
4.
Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara
sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time
series saja.
5.
Dapat digunakan untuk membangun dan menguji model yang lebih
kompleks dibandingkan data cross section atau time series.
6.
Data panel mikro yang dikumpulkan terhadap individu, rumah tangga dan
perusahaan mungkin mengukur lebih akurat dibandingkan variabel sejenis
yang diukur pada tingkat makro. Bias hasil agregasi atas individu atau
perusahaan mungkin dikurangi atau dihapuskan.
7.
Data panel makro di sisi lain memiliki time series yang lebih panjang dan
tidak seperti masalah sejenis distribusi non standar dari unit root test dalam
analisis time series.
Selain manfaat yang diperoleh dengan penggunaan panel data, metode ini
juga memiliki kelemahan dan keterbatasan dalam penggunaannya, antara lain:
1.
Masalah dalam desain survei panel, pengumpulan dan manajemen data.
Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan, non-response,
kemampuan daya ingat responden, frekuensi dan waktu wawancara.
2.
Distorsi kesalahan pengamatan. Umumnya terjadi karena respons yang
tidak sesuai.
3.
Masalah selektivitas yang mencakup hal-hal berikut:
a. Self-selectivity: permasalahan yang muncul karena data-data yang
dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap
fenomena yang ada.
b. Non respons: permasalahan yang muncul dalam panel data ketika ada
ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden.
c. Attrition: jumlah responden yang cenderung berkurang pada survei
lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia
atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi.
4.
Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya
mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu.
5.
Cross-section dependence. Sebagai contoh, apabila makro panel dengan
unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang
mengabaikan cross-country dependence akan mengakibatkan inferensi yang
salah (misleading inference).
Untuk mengestimasi parameter model dengan data panel, teknik yang
dilakukan adalah:

17

1.

Metode Pooled OLS (Ordinary Least Square)
Teknik ini tidak ubahnya membuat regresi dengan data cross-section dan
data time-series pada umumnya. Akan tetapi, untuk data panel, sebelum membuat
regresi harus dilakukan penggabungan data cross-section dan data time-series
(pooled data). Kemudian data gabungan ini yang akan digunakan untuk
mengestimasi model dengan metode OLS. Kesulitan terbesar dalam pemodelan
jenis ini adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap
konstan, baik antar daerah maupun antar waktu, sehingga tidak dapat
merepresentasikan keragaman antar individu dalam panel data dengan baik.
2.
Metode Efek Tetap (Fixed Effect)
Adanya variabel-variabel yang tidak semuanya masuk dalam persamaan
model memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan atau dengan kata lain
metode fix