Analisis Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Tingkat Emisi Karbon (Studi Kasus Kecamatan Pangandaran)

ANALISIS KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA TERHADAP
TINGKAT EMISI KARBON
STUDI KASUS KECAMATAN PANGANDARAN

MAWAR FIRDAUSI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Karakteristik
Rumah Tangga terhadap Tingkat Emisi Karbon (Studi Kasus Kecamatan
Pangandaran) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Mawar Firdausi
NIM C252130251

RINGKASAN

MAWAR FIRDAUSI. Analisis Karakteristik Rumah Tangga terhadap
Tingkat Emisi Karbon (Studi Kasus Kecamatan Pangandaran). Dibimbing oleh
ETTY RIANI dan TRI PRARTONO.
Berdasarkan laporan IPCC (2006) tingkat emisi karbon Indonesia
mencapai 1550 ton C atau setara dengan 5670 ton CO2 per kapita. Rumah tangga
merupakan salah satu penyumbang emisi karbon nasional. Tingkat emisi karbon
rumah tangga dapat dipengaruhi oleh karakteristik keluarga seperti tingkat
pendapatan, pendidikan, pengetahhuan, pekerjaan, jam kerja, jumlah keluarga,
jumlah fasilitas, usia, dan keaktifan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
emisi karbon yang dihasilkan dari rumah tangga dan karakteristik yang
mempengaruhinya serta membuat formulasi arahan upaya mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim pada rumah tangga. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan
Pangandaran dengan metode wawancara untuk mengetahui karakteristik

responden dan pengambilan sampel untuk mengetahui emisi karbon yang
dihasilkan. Emisi karbon yang dihasilkan dari rumah tangga dihitung berdasarkan
rumus perhitungan IPCC 2006 dengan penentuan responden berdasarkan metode
stratified random sampling yang dibagi dalam kelompok strata dibawah UMR,
strata UMR dan strata diatas UMR. Keseluruhan hasil penelitian kemudian
dianalisis dengan menggunakan metode PCA dan analisis linier berganda untuk
menentukan karakteristik keluarga yang mempengaruhi tingkat emisi gas rumah
kaca pada rumah tangga.
Strata UMR menghasilkan emisi karbon tertinggi dibandingkan dengan
kedua strata yang lain yaitu sebesar 17,17 kg CO2/hari, selanjutnya emisi yang
dihasilkan dari strata diatas UMR sebesar 16,68 kg CO2/hari dan strata dibawah
UMR sebesar 16,2 kg CO2/hari. Hasil analisis PCA dan uji linier berganda
menunjukkan bahwa karakteristik yang mempengaruhi tingkat emisi karbon pada
strata dibawah UMR adalah jumlah fasilitas dan pekerjaan, untuk strata UMR
karakteristik yang mempengaruhi adalah jumlah keluarga, sedangkan pada strata
diatas UMR adalah jumlah keluarga dan pekerjaan. Hasil analisis ini dijadikan
acuan untuk menentukan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di
Kecamatan Pangandaran. Upaya yang diusulkan adalah peningkatan pengetahuan
dengan penyuluhan, pengelolaan sampah, pelaksanaan instalasi pengelolaan air
limbah (IPAL), dan upaya penanaman pohon.


Kata kunci : adaptasi, emisi karbon rumah tangga, mitigasi, perubahan iklim.

SUMMARY
MAWAR FIRDAUSI. Analysis of Household Characteristic to Carbon
Emission Level (Case Study: Pangandaran District). Supervised by ETTY RIANI
and TRI PRARTONO.
Based on IPCC report (2006) carbon emission level in Indonesia attained
1550 ton C or equivalent to 5670 CO2 per capita. Household is one of contributor
national carbon emissions. Carbon emission level is influenced by household
characteristics such as income, education, knowledge, employment, work hours,
family size, facilities, age, and activities. The purpose of this research is to
analyzed household carbon emission and characteristic that influence and also to a
formulation about the direction about household adaptation and mitigation effort.
This study was held in Pangandaran District with interviewed method and data
sampling to obtain respondent characteristic and carbon emission data. Household
carbon emission was quantified based on IPCC 2006 guideline with determined
respondent from stratified random sampling what divided to under regional
minimum wage (RMW) strata, RMW strata, and below RMW strata. The result of
data sampling then analyzed with PCA and multiple linear analysis to find out

household characteristic who influenced carbon emission level.
Carbon emission value from RMW strata was 17,17 kg CO2/day that was
the highest than any others, then carbon emission value from below RMW strata
was 16,68 kg CO2/day, and then under RMW strata was 16,2 kg CO2/day. PCA
and Multiple Linear Analysis result found that a number of facility and
employment who influenced of household carbon emission level from Strata
Dibawah UMR, for Strata UMR was the family size and then from Strata Diatas
UMR are the family size and employment. This result for reference to determine
adaptation and mitigation climate change in Pangandaran District. The proposed
mitigation and adaptation are upgrading knowledge by elucidation, waste disposal
management, realization IPAL, and planting.

Keywords: adaptation, household carbon emission, climate mitigation, climate
change.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA TERHADAP
TINGKAT EMISI KARBON
STUDI KASUS: KECAMATAN PANGANDARAN

MAWAR FIRDAUSI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

Penguji Luar Komisi pada ujian tesis: Dr Ir Isdrajad Setyobudiandi, MSc.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema dari penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 hingga Januari 2014 adalah
Analisis Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Tingkat Emisi Karbon Studi
Kasus: Kecamatan Pangandaran.
Tesis ini berhasil diselesaikan atas kerja keras dan bantuan dari berbgai
pihak baik berupa semangat, do’a, kritik dan saran bagi penelitian, serta bantuan
dana studi dan penelitian. Atas bantuan yang telah penulis dapatkan dari berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Komisi Pembimbing, yaitu Dr Ir Etty Riani, MS (Ketua) dan Dr Ir Tri
Prartono, MSc (Anggota).atas segala waktu, sumbangan pikiran,
kesabaran, dan semangat yang diberikan hingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
2. Penguji Luar Komisi Dr Ir Isdrajad Setyobudiandi, MSc., atas saran dan
masukkan yang diberikan agar tesis ini dapat menjadi lebih baik.

3. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI) atas beasiswa yang
diberikan.
4. Suami yang juga partner dalam menyelesaikan penelitian dan tesis,
terima kasih atas kesabaran, kasih sayang dan semangat yang diberikan.
5. Ummi, Abi, Mamah, Papah, Aa dan adik-adik yang terus memberikan
semangat dan doa agar penulis dapat menyelesaikan tesis.
6. Teman-teman SPL dan teman-teman Maryam atas semangat dan
keceriaan yang penulis dapatkan selama perjalanan pendidikan di IPB
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2016
Mawar Firdausi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

v

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

1
1
2
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rumah Tangga
Rumah Tangga Pesisir
Limbah Rumah Tangga

Hubungan Antara Limbah dan Perubahan Iklim
Emisi Gas Rumah Kaca
Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Rumah Tangga
Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

4
4
4
5
8
10
10
15

3 METODE PENELITIAN
18
Waktu dan Lokasi Penelitian
18
Teknik Penentuan Responden
18

Tahapan Penelitian
19
Analisis Data
23
Analisis Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca dengan Model Sistem Dinamik
27
4 KONDISI UMUM
28
5 HASIL
Emisi Gas Rumah Kaca Rumah Tangga Tiap Strata
Karakteristik Rumah Tangga Masyarakat Kecamatan Pangandaran
5 PEMBAHASAN
Perbandingan Nilai Emisi Gas Rumah Kaca pada Tiap Strata
Hubungan Antara Karakteristik Rumah Tangga dengan Emisi Gas
Rumah Kaca
Upaya Mitigasi dan Adaptasi Masyarakat Kecamatan Pangandaran
Terhadap Perubahan Iklim
Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Pangandaran

30

30
41
49
49
60
64
67

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

72
72
73

DAFTAR PUSTAKA

73

LAMPIRAN

81

RIWAYAT HIDUP

130

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Beberapa macam limbah gas yang umum di udara
Jenis-jenis GRK dan sumbernya (EPA, IPCC)
Tipe pengolahan dan pembuangan limbah cair
Data kunjungan wisatawan ke obyek wisata Pantai Pangandaran
Jumlah responden penelitian
Nilai default DOC, TCC, dan FCF dari IPCC 2006
Nilai fraksi jenis sampah (Wi) berdasarkan IPCC 2006
Faktor emisi US EPA
Koefesien korelasi dan taksirannya
Persentase masyarakat pesisir menurut kelompok umur tahun 20072010
Tingkat pendidikan masyarakat pesisir
Rata-rata pengeluaran harian per individu (dalam rupiah) selama
sebulan tahun 2007-2010
Jenis limbah dan indikator emisi
Nilai parameter air limbah pada strata dibawah UMR
Nilai parameter air limbah pada strata UMR
Nilai parameter air limbah pada strata Diatas UMR
Tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Pangandaran
Jenis organisasi yang diikuti
Besar timbulan sampah pada tiap strata
Jenis barang elektronik dan perkiraan potensi emisi karbon yang
dihasilkan
Karakteristik rumah tangga responden strata dibawah UMR
Karakteristik rumah tangga responden strata UMR
Karakteristik rumah tangga responden strata diatas UMR

8
10
14
18
19
21
21
23
26
28
29
30
31
35
36
36
44
47
54
59
61
62
62

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pendekatan penelitian
2 Dampak perubahan iklim terhadap biota dan ekosistem
hubungannya terhadap pencemaran
3 Jenis-jenis emisi gas rumah kaca dari limbah rumah tangga
4 Tren CO2 untuk daerah perkotaan
5 Tren CO2 untuk daerah pedesaan
6 Roadmap nasional untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
7 Diagram lingkar sebab akibat emisi rumah tangga
8 Diagram input-output emisi rumah tangga
9 Angka kesakitan masyrakat pesisir tahun 2007 dan 2010
10 Emisi gas rumah kaca dari limbah gas strata di bawah UMR
11 Emisi gas rumah kaca dari limbah gas strata UMR
12 Emisi gas rumah kaca dari limbah gas strata di atas UMR
13 Persentase komposisi sampah dibawah UMR
14 Persentase komposisi sampah strata UMR

3
dan
9
11
12
12
17
27
28
29
32
33
32
37
38

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44

Persentase komposisi sampah strata diatas UMR
Jenis barang elektronik yang dimiliki keluarga strata dibawah UMR
Jenis barang elektronik yang dimiliki keluarga strata UMR
Jenis barang elektronik yang dimiliki keluarga strata diatas UMR
Kelompok usia masyarakat Kecamatan Pangandaran
Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Pangandaran
Jenis pekerjaan bapak
Jenis pekerjaan ibu
Tingkat keaktifan keluarga
Besar penghasilan rumah tangga responden
Perbandingan emisi gas rumah kaca dari limbah gas tiap strata
Perbandingan nilai emisi pembakaran LPG dan pembakaran
sampah pada tiap strata
Perbandingan nilaii DO dan BOD pada tiap strata
Perbandingan nilai emisi limbah cair pada tiap strata
Persentase komposisi sampah pada tiap strata penelitian
Perbandingan emisi dari limbah sampah pada tiap strata
Perbandingan nilai timbulan sampah pada tiap strata
Perbandingan emisi CH4 dan emisi CO2 pada tiap strata
Perbandingan emisi pemakaian listrik pada tiap strata
Perbandingan rata-rata jumlah fasilitas pada tiap strata
Perbandingan total emisi rumah tangga dari tiap strata
Perbandingan nilai emisi berdasarkan sumbernya pada tiap strata
Model sistem dinamik emisi rumah tangga
Submodel adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
Emisi gas rumah kaca kondisi BAU
Skenario adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tahap 1 (penyuluhan)
Skenario adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tahap 2
(pengelolaan sampah)
Skenario adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tahap 3 (IPAL)
Skenario adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tahap 4
(penanaman pohon)
Skenario adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tahap 5 (seluruh
skenario

39
40
41
41
42
44
45
46
47
48
50
50
52
52
54
55
55
56
58
59
60
61
68
69
69
70
71
72
72
73

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Emisi limbah gas strata di bawah UMR
Emisi limbah gas strata UMR
Emisi limbah gas strata di atas UMR
Emisi limbah cair strata di bawah UMR
Emisi limbah cair strata UMR
Emisi limbah cair strata di atas UMR
Emisi limbah sampah strata di bawah UMR
Emisi limbah sampah strata UMR
Emisi limbah sampah strata di atas UMR
Emisi pemakaian listrik strata di bawah UMR

77
80
82
83
85
86
87
90
92
93

11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Emisi pemakaian listrik strata UMR
95
Emisi pemakaian listrik strata di atas UMR
96
Karakteristik keluarga
97
Uji analisis seluruh strata
103
Uji analisis strata di bawah UMR
108
Uji analisis strata UMR
113
Uji analisis strata di atas UMR
117
Proyeksi emisi rumah tangga total kondisi BAU
122
Proyeksi emisi skenario adaptasi dan mitigasi tahap 1 penyuluhan
123
Peoyeksi emisi skenario adaptasi dan mitigasi tahap 2 pengelolaan sampah124
Proyeksi emisi skenario adaptasi dan mitigasi tahap 3 IPAL
125
Proyeksi emisi skenario adaptasi dan mitigasi tahap 4 penanaman pohon 126
Proyeksi emisi skenario adaptasi dan mitigasi tahap 5 seluruh skenario
127

1

1.

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki kerentanan yang tinggi
terhadap dampak perubahan iklim sekaligus memiliki andil sebagai penyebab
perubahan iklim global. Menurut laporan IPCC (2006) mengatakan bahwa jumlah
emisi gas rumah kaca di Indonesia tergolong tinggi yaitu sebesar 1550 ton karbon
per kapita dan diperkirakan angka ini akan terus bertambah hingga mencapai 3220
ton karbon per kapita pada tahun 2050 mengikuti pertumbuhan penduduk dan
tingkat perekonomian negara. Hal inilah yang melatar belakangi pemerintah
Indonesia mengambil peran aktif dalam negosiasi internasional dengan
berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan
menggunakan sumberdaya dalam negeri dan 41% dengan kerjasama Internasional
di tahun 2020 (BLHS 2014). Komitmen tersebut kemudian dituangkan dalam
penyusunan Prioritas Nasional dan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca
(RAN-GRK) tahun 2010-2014 oleh BAPPENAS. Dalam Rencana Aksi Nasional
tersebut, pemerintah menjadikan isu perubahan iklim menjadi isu lintas sektoral
sehingga pemerintah dapat melakukan inisiasi terhadap Rencana Aksi adaptasi
dan mitigasi dampak perubahan iklim pada setiap sektor.
Dalam kertas kebijakan RAN-GRK, terdapat lima sektor yang merupakan
emiter terbesar yaitu industri dan energi; kehutanan dan lahan gambut; pertanian;
transportasi; dan sektor limbah. Mengacu pada RAN-GRK maka emisi gas rumah
kaca yang dihasilkan dari rumah tangga berasal dari sektor limbah dan sektor
energi. Sumber emisi gas rumah kaca dari sektor limbah rumah tangga dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu emisi gas rumah kaca yang berasal dari limbah
padat, limbah cair dan limbah gas sedangkan sumber emisi gas rumah kaca dari
sektor energi berasal dari pemakaian listrik. Menurut laporan ESDM (2002) emisi
gas rumah kaca dari sektor rumah tangga tanpa menghitung dari emisi kendaraan
pribadi menyumbang sebesar 11% dari total emisi gas rumah kaca nasional. Bila
dihitung dengan emisi tidak langsung seperti emisi dari konsumsi listrik maka
emisi yang dihasilkan mencapai 38.6% dari total emisi gas rumah kaca nasional.
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat emisi gas rumah kaca yang
dihasilkan dari rumah tangga adalah karakteristik rumah tangga (Brand et al.
2013). Setiap rumah tangga memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kondisi
karakteristik ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lingkungan dimana rumah
tangga berada dan kondisi sosial masyarakat. Menurut Buchs dan Schnepf (2013)
beberapa karakteristik rumah tangga yang mempengaruhi emisi gas rumah kaca
yang dihasilkan adalah jumlah keluarga, status pekerjaan, tingkat pendidika,
pendapatan keluarga dan usia.
Selain mempengaruhi tingkat emisi karbon, karakteristik rumah tangga
juga sangat menentukan tingkat kerentanan rumah tangga terhadap dampak
perubahan iklim. Peneltian yang dilakukan BPS dan KKP (2011) menyatakan
bahwa rumah tangga pesisir sebagian besar tergolong rumah tangga miskin
bahkan lebih miskin dibandingkan rumah tangga petani. Tingginya rumah tangga
miskin yang berada di pesisir menyebabkan tingkat kerentanan rumah tangga
pesisir terhadap perubahan iklim sangat tinggi. Dalam buku adaptasi perubahan
iklim (2011), masyarakat pesisir dijadikan sebagai obyek prioritas utama dalam

2

upaya adaptasi perubahan iklim. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat
pesisir memiliki mata pencaharian yang sangat bergantung terhadap keberadaan
sumberdaya alam. Perubahan cuaca yang tidak menentu dan intrusi air laut
merupakan beberapa dampak dari perubahan iklim yang dapat menyebabkan
terjadinya gangguan terhadap sumber mata pencaharian masyarakat pesisir
(Bennet 2004).
Pantai Pangandaran merupakan pantai yang paling banyak dikunjungi
wisatawan baik domestik ataupun asing di Jawa Barat (DISPARBUD JABAR
2012). Tingginya aktifitas pariwisata di Pangandaran secara tidak langsung
berpengaruh terhadap kondisi sosial masyarakat Pangandaran. Menurut Pratama
(2013) masyarakat Pangandaran memiliki karakteristik yang sama seperti
masyarakat pesisir pada umumnya yaitu sebagian besar berprofesi sebagai
nelayan, memiliki tingkat pendidikan yang rendah, masih berpegang teguh
terhadap tradisi-tradisi sosial seperti gotong royong dan saling menghormati.
Akan tetapi semenjak meningkatnya perkembangan sektor pariwisata di
Pangandaran menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup yang lebih konsumtif
pada masyarakat Pangandaran. Perubahan gaya hidup ini juga dapat
mempengaruhi tingkat emisi gas rumah kaca rumah tangga. Menurut Buchs dan
Schnepf (2013) gaya hidup merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingkat
emisi gas rumah kaca rumah tangga. Perubahan kondisi sosial ini menyebabkan
tingkat kerentanan masyarakat Pangandaran terhadap perubahan iklim semakin
meningkat karena itu inventarisasi gas rumah kaca perlu dilakukan untuk
menentukan langkah strategis guna meminimalisir emisi gas rumah kaca yang
dihasilkan.
Perumusan Masalahan
Definisi emisi gas rumah kaca dari rumah tangga menurut Qu et al. (2013)
adalah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari setiap anggota keluarga dalam
rumah tangga berdasarkan pemakaian barang dan jasa. Masih menurut Qu et al.
(2013) secara garis besar emisi gas rumah kaca dari rumah tangga dibagi menjadi
emsi langsung dan emisi tidak langsung. Emisi langsung berasal dari penggunaan
bahan bakar fosil dan pembakaran sampah. Emisi tidak langsung adalah emisi
yang dihasilkan dari penggunaan barang dan jasa seperti makanan, pakaian, obatobatan, pendidikan, komunikasi dan penggunaan alat-alat listrik.
Tinggi rendahnya emisi gas rumah kaca rumah tangga dipengaruhi oleh
banyak faktor salah satunya adalah karakteristik rumah tangga (Brand et al.
2013). Karakteristik rumah tangga merupakan ciri-ciri dari rumah tangga yang
mempengaruhi seseorang dalam bertindak ataupun merespon suatu masalah
(Boeree 2008). Karakteristik rumah tangga meliputi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Karakteristik rumah tangga dan tingkat
emisi gas rumah kaca terhubung melalui aktifitas-aktifitas yang dilakukan di
dalam rumah.
Selain mempengaruhi tingkat emisi yang dihasilkan, karakteristik rumah
tangga juga mempengaruhi tingkat kerentanan rumah tangga terhadap perubahan
iklim. Masyarakat pesisir memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dibandingkan
tingkat kerentanan masyarakat non pesisir hal ini dikarenakan masyarakat pesisir
memiliki karakteristik tingkat pendidikan dan penghasilan yang rendah serta

3

memiliki pekerjaan yang sangat bergantung pada keberadaan sumberdaya alam.
Karena itu dalam penelitian ini akan digali karakteristik mana saja yang
mempengaruhi tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya untuk
melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Kerangka pendekatan penelitian ditampilkan oleh Gambar 1. Penelitian
diawali dengan menetapkan ruang lingkup penelitian, yaitu memberi batasan
terhadap emisi gas rumah kaca yang dihasilkan hanya dari aktifitas yang
dilakukan dalam rumah tangga sehingga emisi yang dihasilkan dari kendaraan
pribadi ataupun dari barang dan jasa tidak diperhitungkan. Selanjutanya dilakukan
pengumpulan data dengan metode survey lapangan dan wawancara untuk data
primer serta pengambilan data sekunder pada Dinas Kependudukan dan Dinas
Kebersihan sebagai data penunjang. Langkah selanjutnya adalah melakukan
perhitungan total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari rumah tangga dan
dianalisis karakteristik apa saja yang mempengaruhi tingkat emisi yang
dihasilkan. Bila telah diketahui karakteristik yang mempengaruhi tingkat emisi
yang dihasilkan maka dapat dicari rencana-rencana strategis sebagai upaya
adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim pada masyarakat pesisir
Pangandaran.

Gambar 1. Kerangka pendekatan penelitian

4

Tujuan Penelitian
1. Menghitung emisi karbon yang dihasilkan dari rumah tangga;
2. Mengidentifikasi karakteristik apa saja yang mempengaruhi jumlah emisi
karbon dari rumah tangga; dan
3. Menyusun arahan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk
mereduksi emisi karbon yang dihasilkan dari aktifitas rumah tangga.

2.

TINJAUAN PUSTAKA
Rumah Tangga

Menurut Badan Pusat Statistik, rumah tangga adalah seorang atau
sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau
sensus dan umumnya tinggal bersama serta makan dari satu dapur, yang dimaksud
dengan satu dapur adalah bahwa pembiayaan keperluan kebutuhan sehari-hari
dikelola secara bersama-sama. Pengertian rumah tangga menurut Ensiklopedia
Nasional jilid I, yang dimaksud dengan “rumah” adalah tempat tinggal atau
bangunan untuk tinggal manusia, sementara rumah tangga memiliki pengertian
tempat tinggal beserta penghuninya dan apa-apa yang ada di dalamnya. Rumah
tangga adalah unit perumahan dasar dimana produksi ekonomi, konsumsi,
warisan, membesarkan anak dan tempat tinggal yang terorganisasi dan
dilaksanakan.
Adapun peranan dan fungsi rumah tangga berdasarkan beberapa sudut
pandang menurut Sarwono (2000) antara lain:
1. Dari sudut biologi, rumah tangga berfungsi untuk melanjutkan garis
keturunan.
2. Dari sudut psikologi, rumah tangga berfungsi untuk mengembangkan
seluruh aspek kepribadian anak.
3. Dari sudut pendidikan, rumah tangga berfungsi sebagai tempat
pendidikan informal, tempat anak memperkembangkan dan
diperkembangkan kemampuan-kemampuan dasar yang dimiliki.
4. Dari sudut sosiologi, rumah tangga berfungsi sebagai tempat untuk
menanamkan aspek sosial agar bisa menjadi anggota masyarakat yang
mampu berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.
5. Dari sudut agama, rumah tangga adalah tempat persemaian bagi benihbenih kesadaran akan adanya suatu yang luhur, Yang Maha Kuasa, dan
Sang Pencipta dan norma-norma ethis-moral seperti tindakan baik dan
buruk yang dijadikan pegangan dalam perilaku sehari-hari.
6. Dari sudut ekonomi, rumah tangga adalah primer sebagai organisasi
ekonomi.
Rumah Tangga Pesisir
Rumah tangga pesisir menurut Koerth et al. (2014) merupakan
sekelompok orang yang tinggal bersama dalam satu atap yang terletak pada
wilayah pesisir. Sebagian besar masyarakat pesisir memiliki mata pencaharian

5

sebagai nelayan maka sistem sosial ekonomi dan budaya yang dibangun pada
rumah tangga peisisir sangat dipengaruhi oleh masyarakat nelayan. Beberapa ciri
umum kondisi sosial ekonomi rumah tangga pesisir adalah:
1. Rumah tangga memiliki multi peran yaitu sebagai unit produksi, konsumsi,
reproduksi dan unit interaksi sosial ekonomi politik.
2. Rumah tangga pesisir bertujuan untuk mencukupi kebutuhan anggota
keluarganya sehingga tujuan ini sangat mempengaruhi kebijakankebijakan dalam rumah tangga terutama dalam usaha produksi.
3. Semua anggota keluarga harus berperan dalam usaha ekonomi rumah
tangga.
4. Karena mayoritas berada dalam garis kemiskinan, maka rumah tangga
bersifat safety first.
Limbah Rumah Tangga
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999 dalam
Syakti et.al (2012) mendefinisikan limbah sebagai sisa atau buangan dari suatu
usaha dan/atau kegiatan manusia. Pendapat berbeda dikemukakan oleh Oresanya
(1998) yang mengatakan bahwa limbah adalah segala sesuatu yang sudah tidak
dibutuhkan atau tidak berguna, akan tetapi beberapa limbah dapat menjadi
sumberdaya yang bermanfaat bagi yang lain (Wei et al. 1997). Definisi limbah
rumah tangga menurut Sudarwanto (2010) adalah limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah tanga seperti makan, minum, memasak, belanja, membakar
sampah, mencuci, MCK dan lain-lain. Menurut jenisnya limbah rumah tangga
dibagi menjadi tiga yaitu (Sudarwanto 2010):
1. Limbah cair, contoh : air buangan toilet, air cucian, air kamar mandi;
2. Limbah padat atau sampah menurut Suharto (2011) dibagi kembali
menjadi tiga jenis yaitu sampah organik, sampah non organik dan limbah
padat plastik serta limbah padat plastik non-bioplastik, sedangkan menurut
WHO (1991) dalam Suharto (2011) dibagi menjadi tiga jenis yaitu limbah
padat non bahan berbahaya dan beracun (non-B3), limbah padat B3. dan
limbah padat dari rumah sakit (infeksius); dan
3. Limbah gas contoh asap dari pembakaran sampah, dan asap dari kompor
minyak untuk memasak.
1. Limbah Padat atau Sampah
Limbah padat atau sampah merupakan material padat sisa hasil kegiatan
manusia seperti industri, aktifitas rumah tangga, perdagangan, komersial dan
pelayanan umum ataupun sisa dari aktifitas binatang yang sudah tidak dapat
dimanfaatkan lagi (Oyelola dan Babatunde 2008, Grover dan Singh 2014 dan
Kistianah dan Lestari 2006), Limbah padat atau sampah diantaranya yaitu; kertas,
plastik, kain, sisa makanan, kayu, kaca, barang-barang elektronik, besi dan lainlain (Oyelola dan Babatunde 2008). Berdasarkan jenisnya sampah dapat
diklasifikasikan menjadi tujuh kelompok yaitu (Grover dan Singh 2014 dan
Kistianah dan Lestari 2006):
1. Sampah organik mudah busuk

6

Yaitu sampah yang berupa bahan-bahan organik yang mudah untuk
membusuk atau terurai contohnya sampah sisa makanan, sampah sayuran
dan sampah kulit buah-buahan.
2. Sampah anorganik dan organik yang tak membusuk
Yaitu sampah anorganik atau organik kering yang sulit terurai oleh
mikroorganisme sehingga sulit membusuk. Contohnya ; kertas, selulosa,
plastik, kaca, logam dan karet.
3. Sampah abu
Yaitu sampah yang berupa abu, biasanya hasil dari sisa pembakaran.
Sampah ini mudah terbawa angin karena ringan dan tidak mudah
membusuk.
4. Sampah bangkai binatang
Yaitu sampah yang berupa bangkai binatang seperti bangkai tikus, ikan,
dan binatang ternak yang mati.
5. Sampah sapuan
Yaitu sampah hasil sapuan jalanan yang berisi berbagai sampah yang
tersebar di jalanan, seperti dedaunan, kertas dan plastik.
6. Sampah industri
Yaitu semua sampah yang berasal dari buangan industri. Komposisi
sampah ini tergantung jenis produksi industrinya.
7. Sampah B3
Yaitu sampah yang memiliki sifat berbahaya dan beracun seperti plastisin,
sampah sisa rumah sakit, dan asbes.
Menurut Taylor dan Allen (2006) sampah dapat dibagi berdasarkan
sumber dan bahayanya terhadap manusia dan lingkungan yaitu:
1. Sampah rumah tangga
2. Sampah perkotaan
3. Sampah komersial dan industri tidak berbahaya
4. Sampah industri berbahaya
5. Sampah konstruksi dan pembongkaran
6. Sampah rumah sakit
7. Sampah manusia dan hewan
8. Sampah tempat pembakaran sampah
2. Limbah Cair
Menurut peraturan pemerintah RI No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air menjelaskan pengertian dari limbah
cair yaitu sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.
Pengertian limbah cair lainnya adalah sisa hasil buangan proses produksi atau
aktifitas domestik yang berupa cairan (Pang et al. 2014). Limbah cair dapat
berupa air beserta bahan-bahan buangan lain yang tersuspensi ataupun yang
terlarut dalam air (Almeida et al. 1999). Menurut Henze dan Comeau (2008) serta
Kistianah dan Lestari (2006) limbah cair dapat diklasifikasikan menjadi enam
kelompok yaitu:

7

1. Limbah cair domestik
Yaitu limbah cair hasil buangan dari perumahan (rumah tangga),
bangunan, perdagangan dan perkantoran. Contohnya : air sabun, air
detergen, dan air tinja.
2. Limbah cair industri
Yaitu limbah cair hasil buangan industri, contohnya : sisa pewarna
kain/bahan dari pabrik tekstil, air dari industri pengolahan makanan,
tailing dari pertambangan dan lain-lain.
3. Rembesan dan luapan
Yaitu limbah cair yang berasal dari berbagai sumber yang memasuki
saluran pembuangan limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah
atau melalui luapan dari permukaan. Contohnya air buangan dari
talang atap, air buangan dari pendingin ruangan serta air buangan dari
pertanian dan perkebunan.
4. Air hujan.
Yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan yang berada di atas
permukaan tanah. Aliran air hujan dipermukaan tanah dapat melewati
dan membawa partikel-partikel buangan padat atau cair sehingga dapat
disebut limbah cair.
5. Limbah cair dari institusi
Yaitu limbah yang berasal dari institusi contohnya limbah cair dari
hotel.
6. Limbah cair septic tank
Menurut Henze dan Comeau (2008) limbah rumah tangga memiliki
beberapa sifat utama antara lain:
a. Mengandung bakteri, parasit, dan kemungkinan virus dalam jumlah
banyak
b. Mengandung bahan organik dan padatan tersuspensi sehingga nilai
BOD (biological oxygen demand) tinggi
c. Mengandung bahan organik dan anorganik yang mengendap di dasar
perairan
d. Kandungan unsur hara tertentu terutama fosfor dan nitrogen tinggi
sehingga sering menyebabkan terjadinya eutrofikasi
e. mengandung bahan-bahan terapung berupa bahan-bahan organik dan
anorganik di permukaan air atau berada dalam bentuk tersuspensi
yang dapat menghambat laju fotosintesis.
3. Limbah Gas
Limbah gas adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media
penyebarannya (Kistianah dan Lestari 2006). Pendapat berbeda dikemukakan oleh
European Comission (2012) menyatakan bahwa limbah gas adalah gas yang
dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna atau pembakaran dari hasil reaksi
kimia. Penambahan gas ke udara yang melampaui kandungan udara alaminya
akan menurunkan kualitas udara. Limbah gas yang dibuang ke udara biasanya
mengandung partikel-partikel bahan padatan atau cairan yang berukuran sangat
kecil dan ringan sehingga tersuspensi dengan gas-gas tersebut (Suharto 2011).
Pada skala rumah tangga, limbah gas dihasilkan dari aktifitas memasak dan

8

aktifitas pembakaran sampah. Pada kedua aktifitas tersebut menghasilkan gas CO,
CO2, CH4 dan NOx (Bahttacharya dan Salam 2002).
Limbah gas dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan cara
masuk ke dalam atmosfer yaitu (Arief 2010):
1. Cemaran primer adalah cemaran yang diemisikan secara langsung dari
sumber cemaran
2. Cemaran sekunder adalah cemaran yang terbentuk oleh proses kimia di
atmosfer.
Beberapa senyawa utama yang merupakan limbah gas antara lain
karbonmonoksida (CO), oksida nitrogen (NO x), oksida sulfur (SOx), hidrokarbon
(HC), dan partikulat atau debu (Tabel 1). Menurut Arief (2010) sumber
pencemaran udara yang disebabkan oleh aktivitas manusia dapat ditimbulkan dari
enam sumber utama, yaitu:
1. Pengangkutan dan transportasi
2. Kegiatan dan rumah tangga
3. Pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil
4. Pembakaran sampah
5. Pembakaran sisa pertanian dan pembakaran hutan
6. Pembakaran bahan bakar dan proses emisi.
Tabel 1. Beberapa macam limbah gas yang umum di udara
No
Jenis
Keterangan
1.
Karbon monoksida (CO)
Gas tidak berwarna dan tidak berbau
2.
Karbon dioksida (CO2)
Gas berwarna dan berbau
3.
Nitrogen oksida (NOx)
Gas berwarna dan berbau
4.
Asam Klorida (HCl)
Berupa uap
5.
Sulfur oksida (SOx)
Gas tidak berwarna dan berbau tajam
6.
Amonia (NH3)
Gas tidak berwarna dan berbau
7.
Metan (CH4)
Gas berbau
8.
Hidrogen fluorida (HF)
Gas tidak berwarna
9.
Nitrogen sulfida (NS)
Gas berbau
10.
Klorin (Cl2)
Gas berbau
Sumber : Kistinah dan Lestari (2006)
Hubungan Antara Limbah dan Perubahan Iklim
Hubungan antara limbah rumah tangga yang dapat menyebabkan
terjadinya pencemaran dengan perubahan iklim saling berkaitan satu sama
lainnya. Hubungan antara pencemaran dan perubahan iklim dapat dilihat pada
Gambar 2.
Menurut Sheahan et. al (2013), beberapa dampak dari perubahan iklim
terhadap pencemaran di daerah pesisir antara lain :
1. Dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut dan dapat meningkatkan
terjadinya pencemaran kimia dan biologi
2. Meningkatnya curah hujan akibat perubahan iklim dapat meningkatkan
jumlah sampah yang berasal dari daratan terbawa ke pesisir

9

3. Peningkatan suhu, periode musim kemarau yang semakin panjang,
penurunan pH dan peningkatan salinitas – hal-hal tersebut dapat
meningkatkan toksisitas pencemaran kimia
4. Munculnya invasive species yang dapat merubah struktur dan fungsi
ekosistem pesisir dan dapat meningkatkan terjadinya kondisi stress bagi
biota yang hidup di pesisir.

Gambar 2. Dampak perubahan iklim terhadap biota dan ekosistem dan
hubungannya terhadap pencemaran
(Schiedek et.al 2007)
Semua limbah rumah tangga baik padat ataupun cair yang berasal dari
bahan organik akan diuraikan oleh bakteri secara aerobik ataupun non aerobik
sehingga menghasilkan gas-gas rumah kaca seperti CO2. NOx, SOx, CH4 dan gas
lainnya tergantung jenis bahan organiknya (Riani 2012). Bahkan limbah cair yang
sudah mengendap di dasar perairan dan sampah yang sudah menjadi tanah
sekalipun masih dapat menghasilkan gas rumah kaca (Riani 2012). Dengan
demikian, semakin banyak limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga
maka semakin meningkatkan pula faktor penyebab terjadinya perubahan iklim..
Bahan pencemar terutama bahan pencemar B3 yang terdapat dalam
ekosistem perairan tidak selalu berbahaya, hal ini disebabkan senyawa B3 dapat
bereaksi dengan ligan baik organik ataupun non organik menjadi senyawa yang
lebih kompleks sehingga B3 sangat sulit terlepas dari sedimen (Riani 2012).
Peningkatan suhu dan penurunan pH di perairan akibat perubahan iklim dapat
menyebabkan lepasnya senyawa B3 dan peningkatan daya serap B3 terhadap
makhluk hidup (Riani 2012) sedangkan menurut Ahalya et al. (2004). dampak
dari perubahan iklim dapat meningkatkan toksisitas bahan pencemar terutama
bahan B3. Hal senada juga diungkapkan oleh Noyes et al. (2009) bahwa

10

peningkatan suhu akan meningkatkan toksisitas B3 dan meningkatkan konsentrasi
throspospheric ozone serta dapat meningkatkan laju degradasi bahan-bahan kimia.
Selain itu peningkatan suhu juga dapat menyebabkan terjadinya biotransformasi
kontaminan menjadi metabolit bioaktif yang dapat mengganggu bahkan merusak
sistem homeostatis dalam tubuh makhluk hidup.

Emisi Gas Rumah Kaca
Kelompok gas yang menjaga suhu permukaan bumi agar tetap hangat
dikenal dengan istilah gas rumah kaca. Disebut gas rumah kaca karena sistem
kerja gas tersebut di atmosfer bumi menyerupai dengan cara kerja rumah kaca
yang berfungsi menahan panas matahari di dalam rumah kaca agar tetap hangat.
Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang sinar
matahari yang dipancarkan bumi sehingga akibatnya membuat panastersebut
tersimpan di permukaan bumi. Gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer
yang dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia. Gas ini berkemampuan untuk
menyerap radiasi matahari di atmosfer sehingga menyebabkan suhu dipermukaan
bumi menjadi lebih hangat. Berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) yaitu sebuah panel antar pemerintahan dunia untuk masalah
perubahan iklim disebutkan bahwaterdapat enam jenis gas yang digolongkan
sebagai GRK dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis-jenis GRK dan sumbernya (EPA, IPCC)
Jenis GRK

Sumber Utama

Carbon dioxide
Methane

CO2
CH4

Nitrous oxide

N2O

Hydroflourocaarbons HFC8

Perflourocarbons

PEC8

Sulfur hexaflouride

SF6

Pembakaran Bahan Bakar Fosil
Dekomposisi sampah, sistem gas
alam, fermentasi
Tanah pertanian, pembakaran
bahan bakar fosi
Emisi dari bahan pengganti
perusak ozon dan emisi dari HFC23 dalam masa produksi HFC-22
Transmisi kelistrian dan distribusi
listrik
Semi
konduktor,
produk
sampingan dari alumunium

Potensi
Pemanasan
Global
1
21
296
140-11 700

6 500-9 200
22 200

Sumber : EPA dan IPCC

Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Rumah Tangga
Menurut Suhedi (2005) proses pembentukan terjadinya, emisi gas rumah
kaca dari sektor rumah tangga dibagi menjadi dua jenis yaitu emisi langsung dan
emisi tidak langsung, sedangkan untuk pembagian berdasarkan tempat
pembentukannya maka dibagi menjadi dua yaitu emisi on site dan emisi off site

11

(Gambar 3) Emisi gas rumah kaca dari proses pembakaran sampah dan proses
memasak termasuk dalam emisi langsung on site, untuk emisi yang dihasilkan
dari limbah cair dan sampah termasuk dalam emisi langsung off site, dan emisi
yang dihasilkan dari pembakaran listrik termasuk dalam emisi tidak langsung off
site.

Gambar 3. Jenis–jenis emisi gas rumah kaca dari limbah rumah tangga
(Sumber: Suhedi 2005)
1. Emisi Gas Rumah Kaca Limbah Padat
Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sampah tergolong emisi tidak
langsung hal ini dikarenakan emisi yang dihasilkan dari sampah tidak langsung
dihasilkan dari sumbernya akan tetapi memerlukan proses terlebih dahulu (seperti
proses pengangkutan sampah dan proses reaksi kimia) (Liu 2014). Menurut
Philippe dan Nicks (2015) penyumbang terbesar limbah sampah adalah dari
aktivitas domestik dan industri. Aktifitas domestik dan industri sangat berkaitan
erat dengan tingkat ekonomi dan pertumbuhan penduduk sehingga tingkat emisi
yang dihasilkan dari sampah berbanding lurus dengan besarnya jumlah sampah
yang menunjukkan tingkat ekonomi dan tingkat pertumbuhan penduduk (Chaerul
et al. 2015).
Dalam Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) (2010) tren
emisi CO2 di sektor limbah padat telah dihitung berdasarkan proyeksi
pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan (Gambar 4) dan pedesaan (Gambar
5), proyeksi penduduk ditransfer dalam proyeksi timbunan sampah. Faktor emisi,
data kegiatan, dan asumsi tertentu tentang perkembangan sektor yang digunkan
untuk memproyeksikan tren masa depan sektor limbah di Indonesia. Asumsi
tersebut adalah :
1. Daerah pembuangan akhir adalah open dumping, hanya presentase
kecil yang mempergunakan sanitary landfil (0.5% dari total limbah

12

diperlakukan dalam sanitary landfill pada tahun 2005 dan
diproyeksikan akan meningkat sampai dengan 0.9% pada tahun 2030);
2. Limbah dikumpulkan dan diangkut oleh pemerintah sebesar 50% pada
tahun 2005 dan akan ditingkatkan menjadi 80% pada tahun 2020 dan
sampai 90% pada tahun 2030;
3. Pembakaran sampah padat di daerah pembuangan akhir adalah sebesar
0.5% pada tahun 2005 dan akan ditingkatkan menjadi 0.8% pada tahun
2020 dan sampai 0.9% pada tahun 2030; dan
4. Bagian sampah yang dibuang secara terbuka di perkotaan 49.5% pada
tahun 2005 dan karena persentase yang lebih tinggi dari sampah yang
diangkut ke daerah pembuangan akhir, jumlah akan meningkat hingga
hampir 90% pada tahun 2030.
160000

GHG Emission (Gg CO2 eq)

140000
120000
100000
80000

Open Dumping
(BAU)

60000
40000
20000
0
2010

2015

2020

2025

2030

Gambar 4. Tren CO2 untuk daerah perkotaan
(ICCSR 2010)
45000

GHG Emission (Gg CO2 eq)

40000
35000
30000
25000

Dumped
Anywhere
(BAU)

20000
15000

10000
5000
0
2010

2015

2020

2025

2030

Gambar 5. Tren CO2 untuk daerah pedesaan
(ICCSR 2010)

13

Berdasarkan buku panduan RAD-GRK (2011) ada beberapa komponen
penting yang harus diperhatikan dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca
dari sektor limbah adalah sebagai berikut:
 Jumlah sampah yang dihasilkan dan komposisinya;
 Pengelolaan limbah yang meliputi : (1) transportasi limbah, (2)
pengolahaan akhir sampah, (3) dan praktek-praktek pengelolaan
sampah seperti pembakaran limbah;
 Persentase jumlah sampah yang diangkut ke TPA;
 Pengelolaan sampah secara kolektif; dan
 Pengelolaan sampah secara mandiri.
Berdasarkan hasil penelitian Thanh dan Matsui (2009) menyatakan bahwa
dalam upaya menurunkan emisi yang dihasilkan dari limbah sampah diantaranya
adalah dengan melakukan pengelolaan sampah dengan menggunakan teknologi
penguraian secara anaerobik, pengomposan, dan pengubahan metode pengelolaan
TPA dari tradisional menjadi modern. Dari ketiga jenis teknologi pengelolaan
sampah, teknik pengomposan adalah teknik yang paling efektif dilihat dari biaya
investasinya dan jumlah pengurangan emisi gas rumah kaca (Thanh dan Matsui
2009).
2. Emisi Gas Rumah Kaca Limbah Cair
Limbah cair rumah tangga merupakan air yang telah dipergunakan yang
berasal dari aktifitas rumah tangga seperti dari aktifitas kamar mandi, tempat cuci
dan tempat memasak (Sugiharto 1987). Zat – zat yang terkandung didalamnya
baik yang terlarut maupun yang tersuspensi termasuk dalam kategori limbah cair
(Almeida et al. 1999). Menurut Wirawan et al. (2014) penyumbang limbah cair
tertinggi di Indonesia berasal dari rumah tangga. Pada limbah cair rumah tangga
proses degradasi biokimia limbah cair yang dapat menghasilkan emisi gas rumah
kaca, yaitu CH4 (metana) dan N2O (dinitrogen oksida) (IPCC 2006).
Pengolahan limbah cair secara aerobik tidak menghasilkan emisi gas
rumah kaca namun menghasilkan lumpur/sludge yang perlu diolah melalui anaerobic digestion, land disposal maupun insinerasi (Major et al. 2011), akan
tetapi pada saat pengolahan secara biologi, limbah cair menghasilkan gas rumah
kaca seperti CO2, CH4 dan N2O (Campos et al. 2016).
Emisi N2O dihasilkan dari proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Senyawa ini
terbentuk apabila kondisi perairan memiliki nilai pH dan DO yang rendah (Law et
al. 2009). Berdasarkan penelitian Daelman et al. (2012) sebanyak 1% dari total
emisi CH4 dari limbah cair berasal dari COD (Chemical Oxygen Demand).
Sumber utama dari emisi CH4 adalah lumpur/sludge yang diolah secara biologi
(Daelman 2012). Dalam proses produksi CO2 ada dua faktor utama yang
mempengaruhi yaitu proses pengolahan secara biologi dan pemakaian listrik pada
saat melakukan pengolahan air limbah (Campos et al. 2016). Tipe pengolahan
dan pembuangan limbah cair serta jenis gas rumah kaca yang dihasilkan dapat
dilihat pada Tabel 3.

14

Tabel 3. Tipe pengolahan dan pembuangan limbah cair (Sumber: IPCC 2006)

3. Emisi Gas Rumah Kaca Limbah Gas
Limbah rumah tangga yang berbentuk gas berasal dari aktifitas memasak
dan pembakaran sampah. Emisi gas rumah kaca yang berasal dari limbah gas
merupakan emisi langsung, yaitu emisi gas rumah kaca yang langsung diterima
atau masuk ke dalam badan udara. Emisi yang berasal dari aktifitas memasak
sangat tergantung pada jenis bahan bakar yang dipakai, namun secara umum emisi
yang dihasilkan dari aktifitas memasak berupa emisi metana (CH4) dan emisi
dinitrogen oksida (N2O), sedangkan pada aktifitas pembakaran sampah, jenis
emisi yang dihasilkan lebih banyak yaitu berupa sulfur oksida (SO x), karbon
monoksida (CO), Metana (CH4) dan Nitrgen oksida (NOx) (US EPA 2008).
Baik aktifitas memasak atau aktifitas pembakaran sampah yang dilakukan
rumah tangga keduanya merupakan pembakaran secara terbuka. Pembakaran
terbuka adalah suatu kegiatan pembakaran material dengan suatu cara yang akubat
pembakarannya akan menghasilkan sebuah produk yang secara langsung
diemisikan menuju ambien atau mengelilingi bagian luar udara tanpa melalui
lapisan, saluran, ataupun cerobong (Bestar 2010). Pembakaran sampah secara
terbuka hanya berkisar pada temperatur 2500 C hingga 7000 C. pembakaran pada
temperatur ini terjadi secara tidak sempurna dan menghasilkan gas-gas beracun
yang berbahaya bagi kesehatan seperti CO, N2O, CH4, dan PAHs (polycyclic

15

aromatic hydrocarbons) (Bhattarchaya dan Salam 2002) hal ini terjadi akibat
adanya proses oksidasi senyawa, baik dari material yang terbakar maupun
senyawa udara (IPCC 2006).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bhattarchaya dan Salam
(2002) pada negara-negara berkembang di Asia menyatakan bahwa salah satu
upaya untuk menurunkan tingkat emisiyang dihasilkan dari aktivitas memasak
adalah dengan mengubah cara memasak dari penggunaan tungku menjadi
menggunakan kompor dengan bahan bakar gas (Bhattarchaya et al. 2002). Hal ini
telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan melakukan program subtitusi
bahan bakar dari minyak tanah menjadi LPG pada tahun 2006.
Emisi yang dihasilkan dari pembakaran sampah sangat bergantung pada
komposisi dan teknik pembakaran sampah. Di negara-negara berkembang seperti
Indonesia, pembakaran sampah merupakan sesuatu hal yang biasa dilakukan akan
tetapi pada negara-negara maju aktivitas pembakaran sampah smemiliki peraturan
yang sangat ketat (Bond et al. 2004).
4. Emisi Listrik
Berdasarkan pedoman inventarisasi gas rumah kaca, emisi gas rumah kaca
yang dihasilkan dari pemakaian listrik termasuk dalam emisi yang berasal dari
sektor energi. Emisi dari sektor energi berasal dari pembakaran bahan bakar, emisi
fugitive, dan transportasi. Emisi yang dihasilkan dari listrik termasuk dalam
kategori emisi tidak langsung hal ini dikarenakan emisi gas rumah kaca yang
dihasilkan tidak langsung didapatkan dari konsumen listrik akan tetapi dari
pembangkit listrik yang digunakan (Ritica et al. 2014). Walaupun bukan termasuk
emisi langsung, akan tetapi besar potensi yang dihasilkan dari penggunaan listrik
cukup besar, tergantung pada lama pemakaian listrik, jenis bahan bakar pada
power plant dan besarnya daya listrik yang dibutuhkan oleh alat elektronik.
Mengaitkan emisi CO2 dengan konsumsi energi listrik rumah tangga
mengandung tiga kerancuan besar. Pertama, energi listrik dibangkitkan dari
sejumlah sumber pembangkit utama yang berbeda-beda, dimana sangat mungkin
suatu pembangkit merupakan sumber utama emisi CO 2 (misal pembangkit
berbahan bakar batu bara) sementara pembangkit lainnya hampir mendekati nol
emisi (hydropower). Kedua, kombinasi sumber pembangkit yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan energi listrik berbeda-beda sesuai dengan waktu dan
keadaan musim. Ketiga, energi listrik didistribusikan melintasi jarak yang jauh
dengan menggunakan sistem transmisi dan distribusi yang kompleks, sehingga
emisi CO2 yang dikaitkan dengan penggunaan energi listrik sebenarnya terjadi di
lokasi yang jauh dari daerah dimana energi tersebut dikonsumsi (Suhedi 2005).
Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir
Dalam kertas kebijakan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim
(RAN-API 2014) kawasan pesisir merupakan kawasan prioritas utama dalam
melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim karena kawasan pesisir lah yang
paling terancam secara langsung terkena dampak perubahan iklim. Beberapa
bencana alam yang diakibatkan oleh perubahan iklim yaitu (KLH, GTZ dan WWF
2007):

16

a. Penggenangan kahan basah dan dataran rendah serta hilangnya
pulau-pulau kecil
b. Erosi pantai dan pengurangan lahan pesisir
c. Perubahan kisaran pasang surut di teluk dan muara sungai
d. Kerusakan ekosistem pesisir (mangrove, terumbu karang, padang
lamun, dan estuari)
e. Intrusi air asin dan penurunan kualitas air
f. Banjir dan suplai sedimen ke wilayah pesisir akibat perubahan curah
hujan dan limpasan permukaan
g. Meningkatkan frekuensi overtoping pada bangunan pantai
h. Perubahan pola arus, baik secara horisontal maupun vertikal
(upwelling dan downwelling).
Selain memberikan dampak secara langsung terhadap sumberdaya alam
dan ekosistem di kawasan pesisir, perubahan iklim juga berdampak secara
langsung terhadap masyarakat pesisir. Naiknya paras muka laut akan
menggenangi wilayah pesisir sehingga dapat menghancurkan tambak – tambak
ikan dan udang. Akibatnya, nelayan pembudidaya akan mengalami kerugian yang
tak sedikit dan kehilangan sumber kehidupannya (Diposaptono et al. 2009). Hal
yang sama juga dialami oleh nelayan tangkap yang semakin sulit menentukan
waktu berlayar karena cuaca yang tidak menentu, selain itu meningkatnya suhu air
laut menyebabkan terjadi coral bleaching yang dapat mengakibatkan kematian
karang sehingga berimbas pada biota lain yang berasosiasi dengan karang
tersebut.
Sayogya (1991) dalam Kusumo (2013) menyatakan bahwa rumah tangga
nelayan merupakan rumah tangga yang tergolong miskin dibandingkan dengan
rumah tangga petani, buruh tani dan pengrajin. Menurut Akhmadi (2012) rumah
tangga yang memiliki pendapatan rendah memiliki kerentanan yang lebih tinggi
terhadap dampak perubahan iklim dibandingkan rumah tangga berpendapatan
tinggi. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Han et al. (2014) dan Boopen dan
Vinesh (2010), mereka mengatakan bahwa meskipun rumah tangga
berpendapatan tinggi menghasilkan emisi gas rumah kaca lebih besar
dibandingkan dengan rumah tangga berpendapatan rendah, akan tetapi dampaknya
akan lansung terasa oleh rumah tangga miskin. Hal ini dikarenakan rumah tangga
miskin tidak mampu untuk melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak
perubahan iklim.
Dengan tingginya ancaman yang terjadi akibat perubahan iklim di
kawasan pesisir sehingga upaya adaptasi dan mitigasi menjadi mendesak dan
harus segera dilakukan. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim merupakan aspek
kunci yang harus menjadi agenda pembangunan nasional dalam rangka
mengembangkan pola pembanguanan yang tahan terhadap dampak perubahan
iklim serta rendah emisi gas rumah kaca (clean development mechanism).
Keberhasilan rencana upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dapat
diwujudkan dengan adanya kerjasama antar sektor baik di tingkat nasional
maupun tingkat daerah. Bappenas telah menerbitkan Indonesia Climate Change
Sectoral Roadmap (ICCSR)