Penggunaan pupuk cair hayati berbahan dasar sawi putih dan keong untuk meningkatkan produksi sawi putih (Brassica pekinensis (lour))
PENGGUNAAN PUPUK CAIR HAYATI
BERBAHAN DASAR SAWI PUTIH DAN KEONG
UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI SAWI PUTIH
(Brassica pekinensis (Lour))
Oleh
PRAMA NURGAMA
A24070025
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
PRAMA NURGAMA, Penggunaan Pupuk Cair Hayati (PCH) Berbahan
Dasar Sawi Putih dan Keong Untuk Meningkatkan Produksi Sawi Putih
Brassica pekinensis (Lour)). Dibimbing oleh HENI PURNAMAWATI DAN
JUANG GEMA KARTIKA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan PCH
sebagai substitusi pupuk anorganik untuk produksi sawi putih sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan petani. Penelitian ini dilaksanakan di Desa
Gedepangrango,
Kecamatan
Kadudampit,
Kabupaten
Sukabumi
dengan
ketinggian tempat ±950 m di atas permukaan laut mulai bulan Januari hingga Mei
2011.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan satu faktor perlakuan dengan empat kali ulangan. Terdapat 13
macam perlakuan yaitu : 400 Kg NPK/Ha (Kontrol), 300 Kg NPK/Ha + 360 liter
PCH Sawi/Ha, 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Sawi/Ha, 100 Kg NPK/Ha +
1080 liter PCH Sawi/Ha, 1440 liter PCH Sawi/Ha, 300 Kg NPK/Ha + 360 liter
PCH Keong/Ha, 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Keong/Ha, 100 Kg NPK/Ha +
1080 liter PCH Keong/Ha, 1440 liter PCH Keong/Ha, 300 Kg NPK/Ha + 360 liter
PCH Campuran (Sawi+Keong)/Ha, 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Campuran
(Sawi+Keong)/Ha,
100
Kg
NPK/Ha
+
1080
liter
PCH
Campuran
(Sawi+Keong)/Ha, dan 1440 liter PCH Campuran (Sawi+Keong)/Ha. Setiap
kombinasi perlakukan di ulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 52 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 10 tanaman, sehingga total tanaman
yang akan digunakan sebanyak 520 tanaman.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada parameter tinggi tanaman
perlakuan 1440 liter PCH Keong/Ha menghasilkan tinggi krop tertinggi yaitu
29.94 cm, sedangkan untuk parameter lingkar horizontal, lingkar vertikal dan
diameter 2, perlakuan 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Keong/Ha yang
menghasilkan nilai tertinggi dengan nilai masing-masing berturut 34.42 cm, 68.33
cm, dan 9.31 cm. Perlakuan 300 Kg NPK/Ha + 360 liter PCH Keong/Ha
menunjukan hasil tertinggi untuk parameter diameter 1 yaitu sebesar 11.04.
Perlakuan 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter PCH Campuran (Sawi+Keong)/Ha
menghasilkan bobot rata-rata tajuk tanaman tertinggi yaitu 996.43 g per tanaman.
Secara umum perlakuan 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Keong/Ha
menunjukan hasil terbaik berdasarkan uji hedonik oleh 30 panelis terhadap semua
parameter yang diujikan yaitu warna, bentuk, ukuran, kerenyahan, dan kesukaan.
Perlakuan 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter PCH Campuran (Sawi+Keong)/Ha
menghasilkan bobot per hektar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
yang lain yaitu sebesar 33.21 ton per hektar, namun perlakuan 1440 liter PCH
Keong/Ha yang menghasilkan B/C ratio dan keuntungan paling tinggi yaitu
dengan nilai B/C ratio 2.78 dan keuntungan Rp. 20 688 000,00. Namun demikian,
rata-rata perlakuan 100 Kg NPK/Ha dengan 1080 liter/Ha PCH sawi, PCH keong,
dan PCH campuran yang diujikan menunjukan hasil yang paling stabil.
Abstract
This research aimed to study the effect of Bio Fertilizier (PCH) on the
productivity of chicory (Brassica pekinensis (Lour)). The experiment was
conducted in Gedepangrango Village, Kadudampit Subdistrict, Sukabumi is
located at an altitude of 950 m above sea level, from January to May 2011.
This research used Completely Randomized Design Group (RKLT) with
one factors and four replication, with continue test Duncan Multiple Range Test
(DMRT) at level 5%. There are 13 kinds of treatment that is : 400 Kg NPK/Ha
(Kontrol), 300 Kg NPK/Ha + 360 liter PCH Chicory/Ha, 200 Kg NPK/Ha + 720
liter PCH Chicory/Ha, 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter PCH Chicory/Ha, 1440 liter
PCH Chicory/Ha, 300 Kg NPK/Ha + 360 liter PCH Golden apple snail/Ha, 200
Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Golden apple snail/Ha, 100 Kg NPK/Ha + 1080
liter PCH Golden apple snail/Ha, 1440 liter PCH Golden apple snail/Ha, 300 Kg
NPK/Ha + 360 liter PCH Mixrure (Chicory + Golden apple snail)/Ha, 200 Kg
NPK/Ha + 720 liter PCH Mixrure (Chicory + Golden apple snail)/Ha, 100 Kg
NPK/Ha + 1080 liter PCH Mixrure (Chicory + Golden apple snail)/Ha, and 1440
liter PCH Mixrure (Chicory + Golden apple snail)/Ha. Any combination of retreatment at four times so that there are 52 experimental units. Each experimental
unit contained 10 plants, so the total crop will be used as 520 plants.
The results showed that at high parameters of the treatment plant PCH
1440 liters Golden apple snail / ha produced the highest crop height is 29.94 cm,
while for the parameters of the circumference of the horizontal, vertical
circumference and diameter of 2, treatment of 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH
Golden apple snail/Ha yield the highest value with each successive value of 34.42
cm, 68.33 cm, and 9:31 cm. Treatment of 300 Kg NPK/Ha + 360 liter PCH
Golden apple snail/Ha showed the highest results for the diameter of a parameter
that is equal to 11.04. Treatment of 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter PCH Mixrure
(Chicory + Golden apple snail)/Ha yield weighted average of the highest plant
canopy is 996.43 g per plant.
In general, treatment of 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Golden apple
snail/Ha showed the best results based on the hedonic test by 30 panelists on all
parameters tested ie color, shape, size, crispness, and joy. Treatment of 100 Kg
NPK/Ha + 1080 liter PCH Mixrure (Chicory + Golden apple snail)/Ha yield
weight per hectare higher than with other treatment that is equal to 33.21 tons per
hectare, but the treatment of 1440 liter PCH Golden apple snail to produce
B/C ratio and highest profit that is with a B/C ratio is 2.78 and the profit of Rp. 20
688 000,00. However, the average treatment of 100 kg NPK/Ha to 1080 liters/Ha
PCH Chicory, PCH Golden apple snail, and PCH mixtures tested showed the
most stable results.
PENGGUNAAN PUPUK CAIR HAYATI
BERBAHAN DASAR SAWI PUTIH DAN KEONG
UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI SAWI PUTIH
(Brassica pekinensis (Lour))
Skripsi sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PRAMA NURGAMA
A24070025
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul
: PENGGUNAAN PUPUK CAIR HAYATI (PCH)
BERBAHAN DASAR SAWI DAN KEONG
UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI SAWI
PUTIH (Brassica pekinensis (Lour))
Nama
: PRAMA NURGAMA
NRP
: A24070025
Menyetujui,
Menyetujui,
Dosen pembimbing I
Dosen pembimbing II
Ir. Heni Purnamawati, M. Sc, Agr.
Juang Gema Kartika, SP, M.Si.
NIP : 19660406 199003 2
NIP : 19810701 200501 2 005
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr
NIP: 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus : ..................................
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 01 Juli 1989 di Sukabumi. Penulis merupakan
anak pertama dari pasangan Tatang dan Mia Kurniawati. Penulis merupakan anak
pertama dari empat bersaudara.
Pendidikan pertama penulis tempuh di SD Negeri 1 Babakan Kabupaten
Sukabumi pada tahun 2001, dilanjutkan studi di SMP Negeri 1 Gunung Guruh
Kabupaten Sukabumi pada tahun 2001-2004, kemudian SMA Negeri 3 Sukabumi
pada tahun 2004-2007.
Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMA, penulis menempuh pendidikan
di Institut Pertanian Bogor pada program studi Agronomi dan Hortikultura
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian melalui jalur USMI.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis menjadi asisten Praktikum mata
kuliah Hortikultura pada tahun 2011. Penulis mendapatkan beasiswa dari Karya
Salemba Empat dan aktif di Program I Love Science yang bekerja sama dengan
Surya Institut.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan baik dan lancar. Semoga kita termasuk hamba-Nya yang selalu bersyukur
serta ikhlas dalam menjalankan perintah-Nya.
Skripsi yang berjudul “Penggunaan Mikro Organisme Lokal (MOL)
Sebagai Pupuk Cair Hayati Organik Untuk Meningkatkan Produksi Sawi
Putih (Brassica pekinensis (Lour))” merupakan bagian dari tugas akhir sebagai
syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan MOL sebagai substitusi pupuk anorganik untuk produksi sawi putih
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Heni Purnamawati, M. Sc,
Agr. dan Juang Gema Kartika, SP, M.Si. yang telah memberikan dan pengarahan
selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada para petani Desa Gedepangrango dan Bapak penyuluh
pertanian yang telah memberikan bantuan selama penelitian. Kepada kedua orang
tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil,
penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Semoga hasil
enelitian ini berguna bagi yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
PENDAHULUAN..............................................................................................
1
Latar Belakang................................................................................................
1
Tujuan.............................................................................................................
2
Hipotesis.........................................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................
3
Deskripsi Sawi Putih.......................................................................................
3
Syarat Tumbuh................................................................................................
4
Budidaya dan Hasil panen..............................................................................
4
Sawi Putih Varietas Eikun..............................................................................
5
Pemupukan Unsur N, P, dan K pada Tanaman..............................................
5
Nitrogen (N)...............................................................................................
6
Fosfor (P)...................................................................................................
7
Kalium (K).................................................................................................
7
Bahan Organik...............................................................................................
8
Pupuk Hayati..................................................................................................
9
Mikroba Penambat N..................................................................................... 11
Azotobacter............................................................................................... 11
Mikroba Pelarut Fospat.................................................................................. 12
METODOLOGI................................................................................................. 13
Tempat dan Waktu......................................................................................... 13
Bahan dan Alat............................................................................................... 13
Metode Penelitian........................................................................................... 13
Pelaksanaan Penelitian................................................................................... 14
Pengamatan...................................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................
15
18
Kondidi Umum.............................................................................................. 18
Hasil...............................................................................................................
19
Karakter Kuantitatif..................................................................................
20
Karakter Kualitatif....................................................................................
27
Produksi Sawi Putih..................................................................................
31
Analisis Usaha Tani................................................................................... 32
Analisis Mikroorganisme dan Unsur Hara................................................ 33
Pembahasan.................................................................................................... 34
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 40
Kesimpulan..................................................................................................... 40
Saran............................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 41
LAMPIRAN....................................................................................................... 44
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Rekapitulasi F-hitung, Peluang, dan Koesisien Keragaman Aplikasi
PCH terhadap Peubah Pengamatan pada Sawi Putih ..................................
20
2. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Tinggi Krop
Sawi Putih ....................................................................................................
21
3. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Lingkar Horizontal
Sawi Putih....................................................................................................
22
4. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Lingkar Vertikal
Sawi Putih....................................................................................................
22
5. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Diameter 1 Sawi Putih ..........
23
6. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Diameter 2 Sawi Putih ..........
24
7. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Jumlah Daun
Sawi Putih ....................................................................................................
25
8. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Bobot Krop Per Tanaman
Sawi Putih ....................................................................................................
25
9. Rekapitulasi Uji Kontras Ortogonal Bobot Krop Per Tanaman
Sawi Putih.....................................................................................................
26
10. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Warna krop Tanaman
Sawi Putih .................................................................................................
27
11. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Bentuk Tanaman
Sawi Putih ...................................................................................................
28
12. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Ukuran Tanaman
Sawi Putih ...................................................................................................
29
13. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Kerenyahan Tanaman
Sawi Putih ..................................................................................................
30
14. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Tingkat Kesukaan
Sawi Putih ..................................................................................................
30
15. Nilai Peningkatan Produksi Sawi Putih.......................................................
32
16. Hasil Analisis Usaha Tani Perlakuan Aplikasi PCH ..................................
33
17. Hasil Analisis Mikro Organisme NPK pada 3 Jenis PCH..........................
33
18. Hasil Analisis Unsur Hara NPK pada 3 Jenis PCH ...................................
34
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Cara Pengukuran Peubah Bobot (1), Tinggi (2), Diameter 1 (3),
Lingkar Horizontal (4), Lingkar Vertikal (5), dan Diameter 2 (6) ...............
16
2. Tanaman Sawi Putih pada 5 Minggu Setelah Tanam (MST) ........................ 18
3. Tajuk Tanaman Sawi Puti Ulangan ke-3 ....................................................... 38
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Analisis Usaha Tani Perlakuan 400 Kg NPK/Ha (Kontrol).........................
45
2. Analisis Usaha Tani Perlakuan 300 Kg NPK/Ha + 360 liter P1/Ha.............
46
3. Analisis Usaha Tani Perlakuan 200 Kg NPK/Ha + 720 liter P1/Ha.............
47
4. Analisis Usaha Tani Perlakuan 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter P1/Ha...........
48
5. Analisis Usaha Tani Perlakuan 1440 liter P1/Ha..........................................
49
6. Analisis Usaha Tani Perlakuan 300 Kg NPK/Ha + 360 liter P2/Ha.............
50
7. Analisis Usaha Tani Perlakuan 200 Kg NPK/Ha + 720 liter P2/Ha.............
51
8. Analisis Usaha Tani Perlakuan 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter P2/Ha...........
52
9. Analisis Usaha Tani Perlakuan 1440 liter P2/Ha.........................................
53
10. Analisis Usaha Tani Perlakuan 300 Kg NPK/Ha + 360 liter P3/Ha...........
54
11. Analisis Usaha Tani Perlakuan 200 Kg NPK/Ha + 720 liter P3/Ha...........
55
12. Analisis Usaha Tani Perlakuan 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter P3/Ha.........
56
13. Analisis Usaha Tani Perlakuan 1440 liter P3/Ha.......................................
57
14. Tajuk Tanaman Sawi Puti Ulangan ke-1 ..................................................
58
15. Tajuk Tanaman Sawi Puti Ulangan ke-2 ..................................................
58
16. Tajuk Tanaman Sawi Puti Ulangan ke-4 ..................................................
59
17. Hama dan Penyakit Sawi Putih di Lapang : Ulat Api (1), Ulat Bulu (2),
Ulat Grayak (3), Ulat Perusak Daun (4), Akar Gada (5), dan
Busuk Lunak (6) ......................................................................................
59
18. Perkembangan Tanaman Sawi Putih : Persemaian Awal (1),
Sawi Putih berumur 16 Hari Setelah Tanam (HST) di persemaian (2),
Tanaman Sawi Putih 1 Minggu Setelah Tanam (MST) di lapang (3),
Tanaman Sawi Putih 2 MST (4), Tanaman Sawi Putih 3 MST (5),
Tanaman Sawi Putih 4 MST (6), Tanaman Sawi Putih 5 MST (7),
Tanaman Sawi Putih 6 MST (8), dan Tanaman Sawi Putih 7 MST (9) ....
60
PENDAHULUAN
Latar belakang
Jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Jumlah penduduk Indonesia sebesar 194.754.808 jiwa pada tahun 1995 menjadi
237.556.363 jiwa pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik, 2010). Hal tersebut
akan menyebabkan peningkatan kebutuhan pangan termasuk juga peningkatan
konsumsi buah dan sayuran. Untuk mencukupi kebutuhan sayuran perlu adanya
peningkatan produksi sayuran di Indonesia.
Kesadaran masyarakat akan produk pertanian ramah lingkungan semakin
meningkat. Permintaan pangan organik meningkat dengan semakin banyaknya
masyarakat di dunia yang mengikuti gaya hidup sehat “back to nature”.
Konsumen menginginkan pangan yang aman, bernutrisi tinggi, dan ramah
lingkungan. Beberapa sumber hara yang dapat digunakan dalam sistem pertanian
organik adalah bahan organik yang berasal dari pupuk kandang, pupuk hijau,
limbah pertanian, pupuk hayati, dan limbah rumah tangga/perkotaan.
Penggunaan pupuk hayati sebagai penyumplai unsur hara bagi tanaman
merupakan salah satu alternatif untuk mensubstitusi penggunaan pupuk anorganik
yang berlebihan. Penggunaan pupuk anorganik sintetis yang dilakukan secara
terus menerus dan berlebihan dapat menyebabkan penurunan kesuburan tanah
(Husnain dan Diah, 2005). Pengunaan pupuk N, P dan K anorganik secara terusmenerus dan berlebihan tanpa mengembalikan sisa panen akan mempercepat
penurunan hara lain seperti S, Ca, Mg serta unsur mikro Zn dan Cu sedangkan
unsur-unsur tersebut jarang ditambahkan ke dalam tanah (Las et al., 2006).
Pupuk hayati atau biofertilizer adalah semua bentuk bahan organik yang
dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman sebagai akibat dari
aktivitas
mikroorganisme
didalamnya.
Pupuk
hayati
mengandung
mikroorganisme hidup, diantaranya mikroba penambat N2, pelarut fosfat,
selulotik, dan sebagainya yang diberikan pada benih, tanah, atau areal
pengomposan untuk meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme
(Zulkarnain, 2009). Menurut Simanungkalit (2001) Aplikasi pupuk hayati dan
pupuk kimia terpadu mampu menin gkatkan efisiensi penggunaan pupuk P dengan
mengurangi dosis pupuk. Berkurangnya dosis ini akan membantu upaya menekan
risiko pencemaran lingkungan dan menghemat sumber daya.
Pada penelitian ini pupuk hayati yang digunakan berupa limbah sisa hasil
panen sawi dan hama keong. Dengan mengaplikasikan pupuk cair hayati (PCH)
diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia sintetis, memanfaatkan
limbah dan meningkatkan produksi sayuran di Indonesia.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan PCH
berbahan dasar limbah sawi dan hama keong sebagai substitusi pupuk anorganik
untuk produksi sawi putih.
Hipotesis
1.
Penggunaan PCH dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik.
2.
Penggunaan PCH dapat meningkatkan produksi sawi putih.
3.
Terdapat perbedaan peningkatan produksi sawi putih pada perlakuan PCH
yang berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Sawi Putih
Sawi putih (Brassica pekinensis (Lour.)) memiliki sebutan yang berbeda di
beberapa negara. Di Inggris dikenal dengan nama Chinese cabbage, celery
cabbage, peking cabbage dan petsai. Di Prancis dikenal dengan nama chou de
Chine dan chou de Shangton. sedangkan di Indonesia disebut petsai dan sawi
putih (Siemonsma and Piluek, 1994).
Sawi putih merupakan tanaman yang berasal dari China. Kemungkinan
sawi putih berasal dari persilangan antara beberapa jenis Pak choi yang terjadi
secara alami. Terdapat beberapa varietas sawi putih yang berbeda ditemukan sejak
600 tahun yang lalu di China. Sawi putih menyebar ke negara Korea pada abad
ke-13, ke beberapa negara di Asia Tenggara paga abad ke-15, dan masuk ke
negara Jepang pada abad ke-19. Sekarang sawi putih banyak ditemukan tumbuh
hampir diseluruh dunia (Siemonsma and Piluek, 1994).
Sawi putih merupakan tanaman sayuran biennual namun budidaya sawi
putih dilakukan sama seperti tanaman annual. Pada fase vegetatif tinggi sawi putih
berkisar antara 20-50 cm. namun pada fase generatif tingginya dapat mencapai 1.5
m. Panjang daun berkisar antara 20-90 cm x 15-35 cm, berbentuk bergelombang.
Tinggi bunga berkisar antara 20-60 cm, panjang pedicel 1-1.5 cm; bunga
biseksual sempurna; memiliki 4 petal ukuran 1 cm x 0.5 cm berwarna kuning
cerah; memiliki 4 sepal dengan panjang 0.5 cm berwarna kuning atau hijau dan
memiliki stamen 6 tetradynamous. Buah berbentuk tabung dengan ukuran 7 cm x
3-5 mm dengan jumlah biji 10-25 biji. Biji berbentuk bulat dengan diameter 1-2
mm dengan warna hitam sampai merah kecoklatan (Siemonsma and Piluek,
1994).
Tiap 100 g daun sawi putih terdiri atas air sebanyak 95 g, protein 1.2 g,
lemak 0.2 g, karbohidrat 2.2 g, serat 0.5 g, Ca 49 mg. Fe 0.7 mg, vitamin A 0.9
mg dan vitamin C 38 mg. Menghasilkan energi sebesar 65 kJ/100g, bobot 1000
biji sawi putih sebesar 3 g, Biji sawi putih mengandung minyak 35-40% dan
viabilitasnya akan baik pada udara yang kelembabannya rendah (Siemonsma and
Piluek, 1994).
Syarat Tumbuh
Sawi putih tumbuh baik dan menghasilkan bentuk yang baik pada dataran
tinggi dengan suhu berkisar antara 12-22 ºC, biasanya tumbuh pada ketinggian
antara 500-1500 m diatas permukaan laut (dpl) pada daerah tropis. Suhu diatas 25
ºC sebaiknya di hindari karena dapat menyebabkan terjadinya tip burn dan
meningkatnya serangan hama dan penyakit (Siemonsma and Piluek, 1994).
Panjang hari sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan sawi putih,
Penyinaran yang terlalu pendek menyebabkan pertumbuhan tanaman dan bobot
daun menurun. Kebutuhan air meningkat dengan meningkatnya pertumbuhan
tanaman, kelebihan air setelah musim hujan menyebabkan tanaman tidak dapat
tumbuh secara normal. Tanaman biasanya akan mati jika 3-5 hari terendam oleh
air (Siemonsma and Piluek, 1994).
Suhu antara 5-13 ºC pada 1-4 minggu dapat menginisiasi pembungaan
pada tanaman sawi putih. Kombinasi antara suhu rendah dengan panjang hari
yang sesuai dapat menghasilkan bunga yang maksimal. Tanaman sawi putih
tumbuh baik pada tanah liat berlempung dengan pH antara 6.0-7.5 dan
mengandung banyak bahan organik (Siemonsma and Piluek, 1994).
Budidaya dan Hasil Panen
Perbanyakan sawi putih yaitu secara generatif dengan menggunakan biji.
Untuk mengurangi serangan penyakit tular benih (seed borne), sebelum di tanam
benih sawi putih direndam dengan air hangat dengan suhu 25 ºC kemudian
direndam dengan 1% larutan sodium hypoclorite jika benih berasal dari
perbanyakan sendiri (Siemonsma and Piluek, 1994).
Sawi putih dapat ditanam secara langsung atau disemai terlebih dahulu.
Sawi putih disemai pada bedeng dengan jarak tanam 6 cm x 6 cm 2-3 benih per
lubang, setelah 3-4 minggu atau memiliki 5-8 daun tanaman sawi putih di
transplanting ke lahan dengan jarak tanam 50 cm antar baris dan 30-50 cm dalam
baris untuk populasi 30 000 tanaman per hektar membutuhkan 0.5-0.8 kg benih
atau 175 000-275 000 benih (Siemonsma and Piluek, 1994).
Lebar bedeng sekitar 1.5 m dan panjang bedeng disesuaikan dengan
ukuran lahan. Tinggi bedeng 30 cm agar tanaman sawi putih tidak terendam oleh
air pada saat musim hujan. Rekombinasi pemupukan untuk tanaman sawi putih
yaitu 120-200 kg/ha N, 40-60 kg/ha P2O5 dan 70-150 kg/ha K2O. Pupuk organik
seperti kompos, pupuk hijau, kotoran ayam atau kotoran ternak dapat digunakan
untuk memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah (Siemonsma and Piluek, 1994).
Sawi putih sebaiknya dilakukan rotasi dalam penanamannya dengan
sayuran lain atau dilakukan tumpang sari untuk mengurangi serangan hama dan
penyakit. Produktivitas rata-rata sawi putih berkisar antara 10-60 ton/ha
tergantung dengan musim, varietas, umur tanaman dan lokasi. Rata-rata bobot tiap
tanaman sawi putih berkisar antara 0.5-4.5 kg (Siemonsma and Piluek, 1994).
Sawi Putih Varietas Eikun
Sawi putih Eikun merupakan sawi putih yang diintroduksi dari negara
Jepang. Pertumbuhan tanaman tegak dengan warna daun terluar berwarna hijau.
Daun terluar memiliki panjang ± 27 cm dan lebar ± 17 cm. Krop berbentuk
lonjong dengan panjang krop ± 25 cm dan lebar ± 14 cm serta krop berwarna
putih. Performa krop padat, susunan helai daun dalam krop tersusun rapi.
memiliki tekstur yang renyah dan rasanya agak manis. Berat krop rata-rata ± 1.5
kg dan memiliki potensi hasil ± 26 ton krop segar per hektar. Cocok ditanam pada
daerah dengan ketinggian 600 – 1 800 m di atas permukaan laut dan memiliki
umur panen ± 50 hari setelah tanam (Keputusan Menteri Pertanian, 2005).
Pemupukan Unsur N, P, dan K pada Tanaman
Menurut Sutedjo (1994), pupuk merupakan kegiatan penambahan atau
pemberian bahan-bahan atau zat-zat kepada tanah atau tanaman untuk melengkapi
unsur hara yang tidak cukup yang terkandung di dalamnya, dengan meninjau
beberapa segi yaitu segi teknis, keuangan, sosial ekonomi dan lainnya. Marsono
dan Sigit (2001) menyatakan pemupukan bermanfaat untuk menyediakan unsur
hara yang diperlukan bagi tanaman serta membantu mencegah kehilangan unsur
hara yang cepat hilang.
Pupuk adalah bahan organik atau anorganik, alami maupun buatan yang
ditambahkan dan dapat meningkatkan kesuburan media tanam dengan menambah
satu atau lebih hara esensial (Foth, 1990). Menurut Sarief (1986) pupuk
merupakan bahan yang diberikan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman
dengan tujuan untuk menambahkan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman,
sehingga dapat mengubah keadaan fisik, kimia, dan biologi tanah yang sesuai
untuk kebutuhan tanaman.
Unsur hara N, P, dan K merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan
oleh tanaman, unsur-unsur ini tidak cukup tersedia di dalam tanah dan terus
berkurang karena akan diambil untuk pertumbuhan tanaman dan terangkut pada
waktu panen, tercuci, menguap, dan terbawa erosi. Untuk mencukupi kekurangan
kebutuhan unsur hara tersebut dilakukan pemupukan.
Nitrogen (N)
Nitrogen merupakan unsur hara makro yang sangat diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tanaman. Unsur nitrogen bersifat mobil
sehingga gejala kekurangan nitrogen pertama kali nampak pada daun tua.
Menurut Soepardi (1983), nitrogen merupakan unsur yang terbanyak diserap oleh
tanaman, memberikan pengaruh yang nyata dan cepat, serta mengatur penggunaan
P dan K. tanaman pada umumnya menyerap nitrogen dalam bentuk ammonium
(NH4+) dan nitrat (NO3-). Kekurangan unsur N dicirikan dengan daun yang
menguning atau kuning kehijauan dan cenderung cepat gugur, sehingga
mengurangi kemampuan fotosintesis tanaman, tumbuh kerdil dan perakarannya
terbatas.
Menurut Soepardi (1983), pemberian nitrogen yang berlebihan akan
menghambat kematangan, melunakkan tanaman, melemahkan tanaman terhadap
serangan hama penyakit, serta mengurangi mutu hasil. Umumnya tanaman
tergantung sepenuhnya dari nitrogen terikat yang terdapat dalam larutan tanah.
Unsur nitrogen yang tersedia bagi tanaman sangat mudah hilang dari larutan
tanah.
Leiwakabessy
dan
Sutandi
(1998)
menyatakan
bahwa
tanaman
membutuhkan N dalam jumlah besar tetapi dalam jumlah yang berlebihan,
tanaman dapat mudah rebah, kualitas produksi merosot, kehilangan meningkat,
dan lain-lain. Oleh sebab itu jumlahnya harus optimum sesuai dengan jumlah
yang dibutuhkan tanaman.
Fosfor (P)
Fospor (P) merupakan unsur kedua yang diperlukan tanaman dalam
jumlah besar untuk pertumbuhan tanaman. Unsur fosfor berperan dalam tanaman
adalah sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks, aktivator dan kovaktor
enzim, dan berperan dalam proses fisiologi (Soepardi, 1983). Secara umum, unsur
P mempunyai fungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar semai, memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa dan mempercepat
pembungaan (Sutedjo, 1999).
Masalah yang dijumpai pada unsur fosfor adalah jumlahnya yang sedikit
di dalam tanah, unsur fosfor yang tidak tersedia di dalam tanah dan ada fiksasi
fosfor yang mencolok sehingga menimbulkan gejala kekurangan P pada tanaman.
Tanaman yang kekurangan unsur P, daun berwarna keunguan, pertumbuhan
lambat, kerdil, perakaran dangkal dan sempit penyebarannya serta berbatang
lemah (Soepardi, 1983).
Kalium (K)
Kalium merupakan unsur hara esensial yaitu unsur hara yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman dan funsinya dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh
unsur lain, sehingga bila tidak terdapat dalam jumlah yang cukup di dalam tanah
tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal. Selain itu kalium juga tergolong ke
dalam unsur hara makro yang dubutuhkan dalam jumlah yang banyak
(Hardjowigeno, 2007).
Menurut Soepardi (1983), kalium merupakan unsur yang harus terdapat
pada permukaan akar dalam bentuk larutan ion K+ sebelum di absorbsi ke akar
untuk mengontrol mekanisme metabolisme yaitu dalam sintesis asam amino dan
protein dari ion-ion amonium. Kalium berfungsi menjaga ketegaran tanaman,
meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit, serta merangsang
pertumbuhan akar. Selain itu juga kalium berfungsi sebagai katalisator dalam
translokasi pati, gula, dan lemak. Unsur K cenderung meniadakan pengaruh
buuruk nitrogen dan dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat
olwh fosfor.
Menurut Leiwakabassy dan Sutandi (1998), unsur kalium berhubungan
dengan proses fotosintesis dan metabolisme karbohidrat. Semakin tinggi kalium
yang diserap tanaman menyebabkan meningkatnya proses fotosintesis sehingga
makin banyak karbohidrat yang ditranslokasikan.
Jika tanaman mengalami kekurangan unsur K, kegiatan fotosintesis akan
menurun dan keseimbangan fisiologi tanaman akan terganggu (Foth, 1994),
translokasi kation lain terganggu sehingga fotosintesis terhambat dan dapat
menghentikan pembentukan hidrat arang (Soepardi, 1983).
Bahan Organik
Bahan organik adalah hasil dekomposisi mikrobiologi sisa tanaman atau
hewan. Sumber bahan organik untuk pertanian sangat beragam yaitu kotoran
hewan, kotoran manusia, sisa-sisa tanaman, pupuk hijau, dan limbah kota
tergantung pada bahannya (Hesse, 1992). Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat
atau lambat proses terbentuknya bahan organik yaitu faktor fisik dan aktivitas
manusia, air, cahaya, udara, reaksi oksidasi dan hidroksi, penghancuran oleh
organisme dan perombakan oleh enzim-enzim.
Bahan organik tanah terdiri dari sisa-sisa tanaman dan hewan dari semua
tahapan dekomposisi karena kerja mikroorganisme tanah. Bermacam-macam
senyawa organik yang mencapai tanah dalam bentuk sisa-sisa tanaman atau
hewan tersusun dari karbohidrat yang kompleks, gula sedarhana, tepung, selulosa,
hemiselulosa, pektin, getah, lendir, protein, lemak, minyak, lilin, resin, alkohol,
aldehid, keton, asam-asam organik, lignin, fenol, tanin, hidrokarbon, alkaloid,
pigmen, dan produk-produk lainnya. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi
laju dekomposisi bahan organik yaitu, ukuran partikel dalam bahan organik, jenis
dan jumlah mikroorganisme yang terlibat, ketersediaan unsur C, N, P, dan K,
kelembaban tanah, temperatur, pH, aerasi tanah, dan senyawa-senyawa
penghambat seperti tanin (Rao, 1994).
Menurut Hesse (1992) pengaruh bahan organik ketika diberikan ke dalam
tanah adalah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, mikrobiologi tanah. Akumulasi
bahan organik pada tanah akan memperbaiki sifat fisik tanah yaitu dapat
memperbaiki
kapasitas
menahan
air
dan
porositasnya
sehingga
dapat
meningkatkan pori-pori kapilernya, pembentukan agregat tanah, sehingga
meningkatkan porostas dan permeabilitas tanah (Nakaya and Motomura, 1992).
Peran bahan organik terkait dengan sifat kimia tanah terkait dengan proses
dekomposisi bahan organik. Dekomposisi bahan organik akan menyediakan unsur
hara makro dan mikro tergantung penyusun bahan organik tersebut (Sugito, et al,
1995). Bahan organik dapat memperbaiki mikrobiologi tanah karena mengandung
populasi mikroba yang tinggi dan akan meningkatkan aktivitas mikroba (Hesse,
1992).
Pupuk Hayati
Pupuk hayati atau biofertilizer adalah semua bentuk bahan organik yang
dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman sebagai akibat dari
aktivitas
mikroorganisme
didalamnya.
Pupuk
hayati
mengandung
mikroorganisme hidup, diantaranya mikroba penambat N2, pelarut fosfat,
selulotik, dan sebagainya yang diberikan pada benih, tanah, atau areal
pengomposan untuk meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme
(Zulkarnain, 2009). Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia terpadu mampu
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P dengan mengurangi dosis pupuk.
Berkurangnya dosis ini akan membantu upaya menekan risiko pencemaran
lingkungan dan menghemat sumber daya (Simanungkalit, 2001).
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat
kecil (Kusnadi, 2003). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan
untuk melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami
pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya.
Menurut Sharma (2002) aktivitas mikroba dapat memberikan beberapa
manfaat antara lain meningkatkan kandungan beberapa unsur hara di dalam tanah,
meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah. meningkatkan efisiensi
penyerapan unsur hara, menekan mikroba tular tanah patogen melalui interaksi
kompetisi, memproduksi zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan
perkembangan sistem perakaran dan meningkatkan aktivitas mikroba tanah
heretotrof yang bermanfaat melalui aplikasi bahan organik.
Sistem perakaran sangat penting dalam penyerapan unsur hara karena
sistem perakaran yang baik akan memperpendek jarak yang ditempuh unsur hara
untuk mendekati akar tanaman. Bagi tanaman yang sistem perakarannya kurang
berkembang, peran akar dapat ditingkatkan dengan adanya interaksi simbiosis
dengan jamur mikoriza (Douds dan Milner, 1999). Selain itu juga menurut
Lugtenberg dan Kravchenko (1999) mikroba tanah akan berkumpul di dekat
perakaran tanaman (rhizosfer) yang menghasilkan eksudat akar dan serpihan
tudung akar sebagai sumber makanan mikroba tanah. Bila populasi sekitar
rhizosfer didominasi oleh mikroba yang menguntungkan tanaman, maka tanaman
akan memperoleh manfaat yang besar dengan hadirnya mikroba tersebut. Tujuan
tersebut akan tercapai apabila kita menginokulasikan mikroba yang bermanfaat
sebagai inokulan disekitar perakaran tanaman.
Sebagian besar penyebab kekurangan unsur hara di dalam tanah adalah
karena jumlah unsur hara sedikit atau dalam bentuk tidak tersedia yaitu diikat oleh
mineral liat atau ion-ion yang terlarut dalam tanah. Untuk meningkatkan kuantitas
unsur hara makro terutama N dapat dilakukan dengan meningkatkan peran
mikroba penambat N simbiotik dan non simbiotik. Ketersediaan P dapat
ditingkatkan dengan memanfaatkan mikroba pelarut P, karena masalah pertama P
adalah sebagian besar P dalam tanah dalam bentuk mineral yang sukar larut
seperti C32HPO4-. Jamur mikoriza dapat meningkatkan penyerapan sebagian besar
unsur hara makro dan unsur hara mikro terutama unsur hara immobil yaitu P dan
Cu (Sharma, 2002).
Mikroba tanah juga menghasilkan metabolit yang mempunyai efek sebagai
zat pengatur tumbuh. Bakteri Azotobacter selain dapat menambat N juga
menghasilkan thiamin, riboflavin, nicotin indol acetic acid dan giberelin yang
dapat mempercepat perkecambahan bila diaplikasikan pada benih dan merangsang
regenerasi bulu-bulu akar sehingga penyerapan unsur hara melalui akar menjadi
optimal. Metabolit mikroba yang bersifat antagonis bagi mikroba lainnya seperti
antibiotik dapat pula dimanfaatkan untuk menekan mikroba patogen tular tanah
disekitar perakaran tanaman. Memenuhi kebutuhan hidupnya mikroba tanah
melakukan immobilisasi berbagai unsur hara sehingga dapat mengurangi
hilangnya unsur hara melalui pencucian. Unsur hara yang diimobilisasi diubah
sebagai massa sel mikroba dan akan kembali lagi tersedia untuk tanaman setelah
terjadi mineralisasi yaitu apabila mikroba mati (Sharma, 2002).
Mikroba Penambat N
Atmosfer mengandung nitrogen dalam jumlah yang banyak (78%) dan
beberapa jenis bakteri baik yang hidup bebas (non-simbiosis) di dalam tanah
maupun bersimbiosis dengan tanaman. mampu menambat N yang ada di udara
yang selanjutnya diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman.
Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di
dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan ( leguminose ). Mikroba penambat N
non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat
N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan
mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.
Azotobakter
Dwidjoseputro (2005) menjelaskan bahwa ada beberapa genera bakteri
yang hidup dalam tanah (misalnya Azetobacter, Clostridium, dan Rhodospirillum)
mampu untuk mengikat molekul-molekul nitrogen guna dijadikan senyawasenyawa pembentuk tubuh mereka, misalnya protein, Jika sel-sel itu mati, maka
timbullah zat-zat hasil urai seperti CO2 dan NH3 (gas amoniak). Sebagian dari
amoniak terlepas ke udara dan sebagian lain dapat dipergunakan oleh beberapa
genus bakteri (misalnya Nitrosomonas dan Nitrosococcus) untuk membentuk
nitrit. Nitrit dapat dipergunakan oleh genus bakteri yang lain untuk memperoleh
energi daripadanya. Oksidasi amoniak menjadi nitrit dan oksidasi nitrit menjadi
nitrat berlangsung di dalam lingkungan yang aerob. Peristiwa seluruhnya disebut
nitrifikasi. Pengoksidasian nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh Nitrobacter.
Azotobacter adalah spesies rhizobakteri yang telah dikenal sebagai agen
biologis pemfiksasi dinitrogen, diazotrof, yang mengubah dinitrogen menjadi
amonium melalui reduksi elektron dan protonasi gas dinitrogen (Hindersah dan
Simarmata, 2004). Molekul nitrogen udara diubah menjadi nitrogen sel secara
bebas. Nitrogen yang terikat pada struktur tubuhnya dilepas dalam bentuk organik
sebagai sekresi atau setelah mikroorganisme itu mati (Andayaningsih, 2000).
Apabila keunggulan bakteri ini dapat dimanfaatkan dengan efisien, maka
harapannya dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan pupuk N tanpa
mengganggu target produksi tinggi.
Azotobacter juga mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh, seperti Indol
Asam Asetat (IAA) (Wedhastri, 1999). Sifat inilah yang menjelaskan pengaruh
menguntungkan Azotobacter sehubungan dengan peran IAA dalam meningkatkan
perkembangan dan pembelahan sel tanaman. IAA merangsang perkembangan
akar dan memperbanyak bulu-bulu akar tanaman padi (Razie dan Anas, 2005),
dengan demikian pengambilan unsur hara melalui akar meningkat dan efektifitas
pemupukan dapat dilakukan.
Mikroba Pelarut Fospat
Mikroba pelarut fosfat (MPF) merupakan salah satu jenis pupuk
hayati yang dapat
mengefisiensikan pupuk
P anorganik. sehingga dapat
mengatasi rendahnya P-tersedia tanah, dan meningkatkan konsentrasi P tanaman.
Kemampuan MPF sangat beragam tergantung dari jenis mikroba, daya adaptasi,
hingga kemampuan dalam memproduksi asam-asam organik dan enzim
(Whitelaw, 2000).
Mikroba pelarut fosfat mensekresikan sejumlah asam organik seperti
asam-asam format, asetat, propionat, laktonat, glikolat, fumarat, dan suksinat
yang mampu membentuk khelat dengan kation-kation seperti Al dan Fe pada
Ultisol sehingga berpengaruh terhadap pelarutan fosfat yang efektif sehingga P
menjadi tersedia dan dapat diserap oleh tanaman (Rao, 1994).
Bakteri pelarut fosfat (BPF) antara lain
Bacillus, Pseudomonas,
Arthrobacter, Micrococcus, Streptomyces, dan Flavobacterium. Beberapa
kelompok fungi juga berperan aktif dalam melarutkan fosfat dalam tanah
antara lain Aspergillus sp, dan Penicillium sp. mampu melarutkan Al-P dan Fe-P.
Penicillium sp. mampu melarutkan 26 % hingga 40 % Ca3(PO4)2, sedangkan
Aspergillus sp melarutkan 18 % Ca3(PO4)2 (Whitelaw, 2000).
Pemberian inokulan campuran (Pseudomonas sp. dan Penicillium sp.)
dapat meningkatkan konsentrasi P tanaman sebesar 19.23 % pada fase vegetatif
akhir. Hal ini relatif sebanding dengan parameter P tersedia dimana pada fase
vegetatif akhir, tingkat ketersediaan P meningkat dan peningkatan ini diikuti
dengan meningkat pula konsentrasi P tanaman (Fitriani, et al ,2009).
METODOLOGI
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gedepangrango,
Kecamatan
Kadudampit, Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian tempat ±950 m di atas
permukaan laut. Penelitian berlangsung selama empat bulan dimulai pada bulan
Januari
hingga Mei 2011. Analisis kandungan unsur hara pada tiap PCH
dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya
Lahan IPB Darmaga Bogor, sedangkan analisis mikroorganisme dilakukan di
laboratorium Biologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan
IPB Darmaga Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah benih sawi putih
varietas Eikun; bahan pembuat PCH terdiri dari limbah sawi putih, keong mas, air
cucian beras, dan gula pasir; pupuk NPK (15:15:15); pupuk kandang; serta kapur
pertanian. Alat yang digunakan adalah timbangan, jangka sorong, meteran kain,
tray, alat budidaya tanaman, toples dengan katup dan selang, gelas ukur, alat ukur
kandungan hara dan alat ukur kandungan mikroorganiame.
Metode Penelitian
Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan rancangan faktorial
dengan satu faktor yang disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan empat kali ulangan. Perlakuan PCH terdiri dari P1(PCH sawi),
P2(PCH keong), dan P3(PCH campuran). Terdapat 13 macam perlakuan yaitu :
1. K0
: 400 Kg NPK/Ha (Kontrol)
2. K1M1
: 300 Kg NPK/Ha + 360 liter P1/Ha
3. K2M1
: 200 Kg NPK/Ha + 720 liter P1/Ha
4. K3M1
: 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter P1/Ha
5. K4M1
: 1440 liter P1/Ha
6. K1M2
: 300 Kg NPK/Ha + 360 liter P2/Ha
7. K2M2
: 200 Kg NPK/Ha + 720 liter P2/Ha
8. K3M2
: 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter P2/Ha
9. K4M2
: 1440 liter P2/Ha
10. K1M3
: 300 Kg NPK/Ha + 360 liter P3/Ha
11. K2M3
: 200 Kg NPK/Ha + 720 liter P3/Ha
12. K3M3
: 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter P3/Ha
13. K4M3
: 1440 liter P3/Ha
Setiap kombinasi perlakukan di ulang sebanyak empat kali sehingga
terdapat 52 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 10 tanaman,
sehingga total tanaman yang akan digunakan sebanyak 520 tanaman.
Model statistika yang akan digunakan adalah :
Yij = µ + αi + Mj + εij
Keterangan :
Yij
= nilai pengamatan pada satuan percobaan dari ulangan ke-i pada faktor
jenis PCH ke-j dan konsentrasi pupuk organik ke-k serta interaksi faktor
jenis PCH dan konsentrasi pupuk organik;
µ
= nilai rata-rata umum;
αi
= pengaruh ulangan ke=i;
Mj
= pengaruh perlakuan ke-j;
εij
= pengaruh galat dari ulangan ke-i pada perlakuan ke-j;
Pengaruh perlakuan di uji dengan analisis ragam (ANOVA) untuk melihat
perbedaan diantara perlakuan dan jika hasilnya menunjukan pengaruh yang nyata,
maka diuji lanjut dengan menggunakan uji DMRT pada taraf 5%. Dilakukan uji
lanjut kontras ortogonal pada peubah bobot krop per tanaman.
Pelaksanaan Penelitian
Penanaman sawi putih dilakukan dengan metode indirect planting, artinya
benih sawi disemai terlebih dahulu sebelum ditanam. Pengolahan lahan dilakukan
dua minggu sebelum tanam. Pupuk dasar berupa pupuk kandang sebanyak 10
ton/ha dan aplikasi kapur sebanyak 1 ton/ha setelah olah tanah. Benih sawi putih
disemai dengan menggunakan pocis. Pocis yaitu polibag yang terbuat dari daun
pisang dengan diameter 4-5 cm lalu disematkan dengan lidi sehingga berbentuk
tabung dengan tinngi 5 cm. Persemaian sedalam ±0.5 cm dengan media tanam
pupuk kandang, sekam dan tanah dengan perbandingan 1:1:1 dimana setiap
lubangnya diisi satu benih. Siram secara rutin persemaian untuk menjaga
kelembaban media persemaian. Bibit yang telah berumur 16 hari dan memiliki 4
lembar daun sejati kemudian di tanam (transplanting) pada lahan dengan jarak
tanam 50 cm x 40 cm. Tiap satuan perlakuan menggunakan satu bedengan dengan
ukuran 100 cm x 200 cm. Penanaman dilakukan pada sore hari agar tidak terjadi
penguapan yang berlebihan.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk anorganik NPK majemuk (15:15:15)
dan pupuk cair hayati. Pupuk cair hayati tebuat dari sawi putih, keong dan
campuran sawi putih dan keong sebagai sumber bakteri masing-masing bobotnya
500 g, air cucian beras sebagai sumber karbohidrat sebanyak 5 liter dan gula pasir
atau gula merah sebagai sumber glukosa sebanyak 250 g. Sawi putih yang
digunakan dalam membuat PCH adalah limbah pasar atau limbah pertanian yang
tidak termanfaatkan sedangkan keong yang digunakan adalah hama pada
pertanaman padi sawah. Air cucian beras sebanyak 5 liter didapatkan dari 1 kg
beras pada cucian pertama dan cucian kedua. Semua bahan yang telah disebutkan
tadi dimasukan ke dalam wadah yang tertutup rapat dan diinkubasi selama 7 hari.
Pembuatan PCH dilakukan pada hari Rabu 26 Januari 2011 (3 minggu sebelum
tanam). Sebelum digunakan PCH terlebih dahulu diencerkan dengan air dengan
perbandingan 1:10 (v/v).
Sebelum dilakukan aplikasi pupuk NPK terlebih dahulu dilarutkan dengan
konsentrasi 10 g/liter air. Waktu aplikasi pupuk cair hayati dan pupuk anorganik
dilakukan pada waktu yang berbeda. Pupuk cair hayati diaplikasikan sebanyak
enam kali ketika tanaman berumur -4, 10, 17, 24, 31, 38 HST. Untuk pupuk
anorganik diaplikasikan secara lima tahap yaitu ketika tanaman berumur 14, 21,
28, 35, dan 42 HST.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap parameter pertumbuhan dan parameter
produksi. Pengamatan pertumbuhan meliputi pengamatan daya tumbuh tanaman
ketika dilakukan transplanting di lahan dan pengamatan umur tanaman ketika
75% tanaman membentuk krop. Pemanenan dilakukan dengan memotong pangkal
bawah krop dan menanggalkan 2-4 helai daun terluar. Pemanenan dilakukan 4
tahap yaitu satu hari satu ulangan. Pengamatan produksi menggunakan 7 tanaman
contoh tiap satuan percobaan. Untuk pengamatan uji hedonik, tanaman yang
diujikan yaitu tanaman pada panen ke-3.
Pengamatan produksi terdiri dari :
1. Bobot krop sawi putih, diukur per tanaman dan per bedeng.
2. Tinggi krop sawi putih diukur pertanaman dengan menggunakan penggaris.
3. Diameter 1 diukur pertanaman dengan menggunakan jangka sorong.
4. Lingkar Horizontal sawi putih, diukur pertanaman dengan menggunakan
meteran pakaian.
5. Lingkar Vertikal sawi putih, diukur pertanaman dengan menggunakan meteran
pakaian.
6. Diameter 2 diukur pertanaman dengan menggunakan jangka sorong.
3
1
2
4
5
6
Gambar 1. Cara Pengukuran Peubah Bobot Krop (1), Tinggi Krop (2) Diameter 1
(3), Lingkar Horizontal (4), Lingkar Vertikal (5), dan Diameter 2 (6).
7. Jumlah daun diukur pertanaman sampai daun terkecil dengan panjang 10 cm.
8. Uji kandungan unsur hara pada setiap jenis PCH.
9. Uji kandungan mikroorganisme pada setiap jenis PCH.
10. Uji hedonik berupa pengujian kerenyahan, warna dan kesukaan dengan
melibatkan 30 orang panelis. Kuisioner berupa pilihan tingkat kesukaan ibu-ibu
terhadap tanaman sawi dari tiap perlakuan. Tingkat kesukaannya antara lain. 1
: tidak suka; 2 : kurang suka; 3 : suka; dan 4 : sangat suka.
11. Analisis Nilai Peningkatan Produksi.
12. Analisis Usaha Tani.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian ini dilakukan di lahan milik petani dengan ketinggian tempat
sekitar 950 m diatas permukaan laut. Lahan penelitian yang digunakan
sebelumnya ditanami sayuran oleh petani. Setiap musim tanam biasanya petani
mengaplikasikan pupuk kandang. Dalam penelitian ini juga diaplikasikan pupuk
kandang ayam dengan dosis 10 ton/Ha. Varietas yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu sawi putih varietas Eikun yang biasa ditanam petani di Desa
Gedepanggrango. Sawi putih varietas Eikun memiliki karasteristik pertumbuhan
tanaman tegak dengan warna daun terluar berwarna hijau. Daun terluar memiliki
panjang ± 27 cm dan lebar ± 17 cm. Krop berbentuk
BERBAHAN DASAR SAWI PUTIH DAN KEONG
UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI SAWI PUTIH
(Brassica pekinensis (Lour))
Oleh
PRAMA NURGAMA
A24070025
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
PRAMA NURGAMA, Penggunaan Pupuk Cair Hayati (PCH) Berbahan
Dasar Sawi Putih dan Keong Untuk Meningkatkan Produksi Sawi Putih
Brassica pekinensis (Lour)). Dibimbing oleh HENI PURNAMAWATI DAN
JUANG GEMA KARTIKA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan PCH
sebagai substitusi pupuk anorganik untuk produksi sawi putih sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan petani. Penelitian ini dilaksanakan di Desa
Gedepangrango,
Kecamatan
Kadudampit,
Kabupaten
Sukabumi
dengan
ketinggian tempat ±950 m di atas permukaan laut mulai bulan Januari hingga Mei
2011.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan satu faktor perlakuan dengan empat kali ulangan. Terdapat 13
macam perlakuan yaitu : 400 Kg NPK/Ha (Kontrol), 300 Kg NPK/Ha + 360 liter
PCH Sawi/Ha, 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Sawi/Ha, 100 Kg NPK/Ha +
1080 liter PCH Sawi/Ha, 1440 liter PCH Sawi/Ha, 300 Kg NPK/Ha + 360 liter
PCH Keong/Ha, 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Keong/Ha, 100 Kg NPK/Ha +
1080 liter PCH Keong/Ha, 1440 liter PCH Keong/Ha, 300 Kg NPK/Ha + 360 liter
PCH Campuran (Sawi+Keong)/Ha, 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Campuran
(Sawi+Keong)/Ha,
100
Kg
NPK/Ha
+
1080
liter
PCH
Campuran
(Sawi+Keong)/Ha, dan 1440 liter PCH Campuran (Sawi+Keong)/Ha. Setiap
kombinasi perlakukan di ulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 52 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 10 tanaman, sehingga total tanaman
yang akan digunakan sebanyak 520 tanaman.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada parameter tinggi tanaman
perlakuan 1440 liter PCH Keong/Ha menghasilkan tinggi krop tertinggi yaitu
29.94 cm, sedangkan untuk parameter lingkar horizontal, lingkar vertikal dan
diameter 2, perlakuan 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Keong/Ha yang
menghasilkan nilai tertinggi dengan nilai masing-masing berturut 34.42 cm, 68.33
cm, dan 9.31 cm. Perlakuan 300 Kg NPK/Ha + 360 liter PCH Keong/Ha
menunjukan hasil tertinggi untuk parameter diameter 1 yaitu sebesar 11.04.
Perlakuan 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter PCH Campuran (Sawi+Keong)/Ha
menghasilkan bobot rata-rata tajuk tanaman tertinggi yaitu 996.43 g per tanaman.
Secara umum perlakuan 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Keong/Ha
menunjukan hasil terbaik berdasarkan uji hedonik oleh 30 panelis terhadap semua
parameter yang diujikan yaitu warna, bentuk, ukuran, kerenyahan, dan kesukaan.
Perlakuan 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter PCH Campuran (Sawi+Keong)/Ha
menghasilkan bobot per hektar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
yang lain yaitu sebesar 33.21 ton per hektar, namun perlakuan 1440 liter PCH
Keong/Ha yang menghasilkan B/C ratio dan keuntungan paling tinggi yaitu
dengan nilai B/C ratio 2.78 dan keuntungan Rp. 20 688 000,00. Namun demikian,
rata-rata perlakuan 100 Kg NPK/Ha dengan 1080 liter/Ha PCH sawi, PCH keong,
dan PCH campuran yang diujikan menunjukan hasil yang paling stabil.
Abstract
This research aimed to study the effect of Bio Fertilizier (PCH) on the
productivity of chicory (Brassica pekinensis (Lour)). The experiment was
conducted in Gedepangrango Village, Kadudampit Subdistrict, Sukabumi is
located at an altitude of 950 m above sea level, from January to May 2011.
This research used Completely Randomized Design Group (RKLT) with
one factors and four replication, with continue test Duncan Multiple Range Test
(DMRT) at level 5%. There are 13 kinds of treatment that is : 400 Kg NPK/Ha
(Kontrol), 300 Kg NPK/Ha + 360 liter PCH Chicory/Ha, 200 Kg NPK/Ha + 720
liter PCH Chicory/Ha, 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter PCH Chicory/Ha, 1440 liter
PCH Chicory/Ha, 300 Kg NPK/Ha + 360 liter PCH Golden apple snail/Ha, 200
Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Golden apple snail/Ha, 100 Kg NPK/Ha + 1080
liter PCH Golden apple snail/Ha, 1440 liter PCH Golden apple snail/Ha, 300 Kg
NPK/Ha + 360 liter PCH Mixrure (Chicory + Golden apple snail)/Ha, 200 Kg
NPK/Ha + 720 liter PCH Mixrure (Chicory + Golden apple snail)/Ha, 100 Kg
NPK/Ha + 1080 liter PCH Mixrure (Chicory + Golden apple snail)/Ha, and 1440
liter PCH Mixrure (Chicory + Golden apple snail)/Ha. Any combination of retreatment at four times so that there are 52 experimental units. Each experimental
unit contained 10 plants, so the total crop will be used as 520 plants.
The results showed that at high parameters of the treatment plant PCH
1440 liters Golden apple snail / ha produced the highest crop height is 29.94 cm,
while for the parameters of the circumference of the horizontal, vertical
circumference and diameter of 2, treatment of 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH
Golden apple snail/Ha yield the highest value with each successive value of 34.42
cm, 68.33 cm, and 9:31 cm. Treatment of 300 Kg NPK/Ha + 360 liter PCH
Golden apple snail/Ha showed the highest results for the diameter of a parameter
that is equal to 11.04. Treatment of 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter PCH Mixrure
(Chicory + Golden apple snail)/Ha yield weighted average of the highest plant
canopy is 996.43 g per plant.
In general, treatment of 200 Kg NPK/Ha + 720 liter PCH Golden apple
snail/Ha showed the best results based on the hedonic test by 30 panelists on all
parameters tested ie color, shape, size, crispness, and joy. Treatment of 100 Kg
NPK/Ha + 1080 liter PCH Mixrure (Chicory + Golden apple snail)/Ha yield
weight per hectare higher than with other treatment that is equal to 33.21 tons per
hectare, but the treatment of 1440 liter PCH Golden apple snail to produce
B/C ratio and highest profit that is with a B/C ratio is 2.78 and the profit of Rp. 20
688 000,00. However, the average treatment of 100 kg NPK/Ha to 1080 liters/Ha
PCH Chicory, PCH Golden apple snail, and PCH mixtures tested showed the
most stable results.
PENGGUNAAN PUPUK CAIR HAYATI
BERBAHAN DASAR SAWI PUTIH DAN KEONG
UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI SAWI PUTIH
(Brassica pekinensis (Lour))
Skripsi sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PRAMA NURGAMA
A24070025
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul
: PENGGUNAAN PUPUK CAIR HAYATI (PCH)
BERBAHAN DASAR SAWI DAN KEONG
UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI SAWI
PUTIH (Brassica pekinensis (Lour))
Nama
: PRAMA NURGAMA
NRP
: A24070025
Menyetujui,
Menyetujui,
Dosen pembimbing I
Dosen pembimbing II
Ir. Heni Purnamawati, M. Sc, Agr.
Juang Gema Kartika, SP, M.Si.
NIP : 19660406 199003 2
NIP : 19810701 200501 2 005
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr
NIP: 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus : ..................................
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 01 Juli 1989 di Sukabumi. Penulis merupakan
anak pertama dari pasangan Tatang dan Mia Kurniawati. Penulis merupakan anak
pertama dari empat bersaudara.
Pendidikan pertama penulis tempuh di SD Negeri 1 Babakan Kabupaten
Sukabumi pada tahun 2001, dilanjutkan studi di SMP Negeri 1 Gunung Guruh
Kabupaten Sukabumi pada tahun 2001-2004, kemudian SMA Negeri 3 Sukabumi
pada tahun 2004-2007.
Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMA, penulis menempuh pendidikan
di Institut Pertanian Bogor pada program studi Agronomi dan Hortikultura
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian melalui jalur USMI.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis menjadi asisten Praktikum mata
kuliah Hortikultura pada tahun 2011. Penulis mendapatkan beasiswa dari Karya
Salemba Empat dan aktif di Program I Love Science yang bekerja sama dengan
Surya Institut.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan baik dan lancar. Semoga kita termasuk hamba-Nya yang selalu bersyukur
serta ikhlas dalam menjalankan perintah-Nya.
Skripsi yang berjudul “Penggunaan Mikro Organisme Lokal (MOL)
Sebagai Pupuk Cair Hayati Organik Untuk Meningkatkan Produksi Sawi
Putih (Brassica pekinensis (Lour))” merupakan bagian dari tugas akhir sebagai
syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan MOL sebagai substitusi pupuk anorganik untuk produksi sawi putih
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Heni Purnamawati, M. Sc,
Agr. dan Juang Gema Kartika, SP, M.Si. yang telah memberikan dan pengarahan
selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada para petani Desa Gedepangrango dan Bapak penyuluh
pertanian yang telah memberikan bantuan selama penelitian. Kepada kedua orang
tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil,
penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Semoga hasil
enelitian ini berguna bagi yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
PENDAHULUAN..............................................................................................
1
Latar Belakang................................................................................................
1
Tujuan.............................................................................................................
2
Hipotesis.........................................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................
3
Deskripsi Sawi Putih.......................................................................................
3
Syarat Tumbuh................................................................................................
4
Budidaya dan Hasil panen..............................................................................
4
Sawi Putih Varietas Eikun..............................................................................
5
Pemupukan Unsur N, P, dan K pada Tanaman..............................................
5
Nitrogen (N)...............................................................................................
6
Fosfor (P)...................................................................................................
7
Kalium (K).................................................................................................
7
Bahan Organik...............................................................................................
8
Pupuk Hayati..................................................................................................
9
Mikroba Penambat N..................................................................................... 11
Azotobacter............................................................................................... 11
Mikroba Pelarut Fospat.................................................................................. 12
METODOLOGI................................................................................................. 13
Tempat dan Waktu......................................................................................... 13
Bahan dan Alat............................................................................................... 13
Metode Penelitian........................................................................................... 13
Pelaksanaan Penelitian................................................................................... 14
Pengamatan...................................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................
15
18
Kondidi Umum.............................................................................................. 18
Hasil...............................................................................................................
19
Karakter Kuantitatif..................................................................................
20
Karakter Kualitatif....................................................................................
27
Produksi Sawi Putih..................................................................................
31
Analisis Usaha Tani................................................................................... 32
Analisis Mikroorganisme dan Unsur Hara................................................ 33
Pembahasan.................................................................................................... 34
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 40
Kesimpulan..................................................................................................... 40
Saran............................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 41
LAMPIRAN....................................................................................................... 44
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Rekapitulasi F-hitung, Peluang, dan Koesisien Keragaman Aplikasi
PCH terhadap Peubah Pengamatan pada Sawi Putih ..................................
20
2. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Tinggi Krop
Sawi Putih ....................................................................................................
21
3. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Lingkar Horizontal
Sawi Putih....................................................................................................
22
4. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Lingkar Vertikal
Sawi Putih....................................................................................................
22
5. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Diameter 1 Sawi Putih ..........
23
6. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Diameter 2 Sawi Putih ..........
24
7. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Jumlah Daun
Sawi Putih ....................................................................................................
25
8. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Bobot Krop Per Tanaman
Sawi Putih ....................................................................................................
25
9. Rekapitulasi Uji Kontras Ortogonal Bobot Krop Per Tanaman
Sawi Putih.....................................................................................................
26
10. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Warna krop Tanaman
Sawi Putih .................................................................................................
27
11. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Bentuk Tanaman
Sawi Putih ...................................................................................................
28
12. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Ukuran Tanaman
Sawi Putih ...................................................................................................
29
13. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Kerenyahan Tanaman
Sawi Putih ..................................................................................................
30
14. Pengaruh Aplikasi Perlakuan PCH terhadap Tingkat Kesukaan
Sawi Putih ..................................................................................................
30
15. Nilai Peningkatan Produksi Sawi Putih.......................................................
32
16. Hasil Analisis Usaha Tani Perlakuan Aplikasi PCH ..................................
33
17. Hasil Analisis Mikro Organisme NPK pada 3 Jenis PCH..........................
33
18. Hasil Analisis Unsur Hara NPK pada 3 Jenis PCH ...................................
34
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Cara Pengukuran Peubah Bobot (1), Tinggi (2), Diameter 1 (3),
Lingkar Horizontal (4), Lingkar Vertikal (5), dan Diameter 2 (6) ...............
16
2. Tanaman Sawi Putih pada 5 Minggu Setelah Tanam (MST) ........................ 18
3. Tajuk Tanaman Sawi Puti Ulangan ke-3 ....................................................... 38
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Analisis Usaha Tani Perlakuan 400 Kg NPK/Ha (Kontrol).........................
45
2. Analisis Usaha Tani Perlakuan 300 Kg NPK/Ha + 360 liter P1/Ha.............
46
3. Analisis Usaha Tani Perlakuan 200 Kg NPK/Ha + 720 liter P1/Ha.............
47
4. Analisis Usaha Tani Perlakuan 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter P1/Ha...........
48
5. Analisis Usaha Tani Perlakuan 1440 liter P1/Ha..........................................
49
6. Analisis Usaha Tani Perlakuan 300 Kg NPK/Ha + 360 liter P2/Ha.............
50
7. Analisis Usaha Tani Perlakuan 200 Kg NPK/Ha + 720 liter P2/Ha.............
51
8. Analisis Usaha Tani Perlakuan 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter P2/Ha...........
52
9. Analisis Usaha Tani Perlakuan 1440 liter P2/Ha.........................................
53
10. Analisis Usaha Tani Perlakuan 300 Kg NPK/Ha + 360 liter P3/Ha...........
54
11. Analisis Usaha Tani Perlakuan 200 Kg NPK/Ha + 720 liter P3/Ha...........
55
12. Analisis Usaha Tani Perlakuan 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter P3/Ha.........
56
13. Analisis Usaha Tani Perlakuan 1440 liter P3/Ha.......................................
57
14. Tajuk Tanaman Sawi Puti Ulangan ke-1 ..................................................
58
15. Tajuk Tanaman Sawi Puti Ulangan ke-2 ..................................................
58
16. Tajuk Tanaman Sawi Puti Ulangan ke-4 ..................................................
59
17. Hama dan Penyakit Sawi Putih di Lapang : Ulat Api (1), Ulat Bulu (2),
Ulat Grayak (3), Ulat Perusak Daun (4), Akar Gada (5), dan
Busuk Lunak (6) ......................................................................................
59
18. Perkembangan Tanaman Sawi Putih : Persemaian Awal (1),
Sawi Putih berumur 16 Hari Setelah Tanam (HST) di persemaian (2),
Tanaman Sawi Putih 1 Minggu Setelah Tanam (MST) di lapang (3),
Tanaman Sawi Putih 2 MST (4), Tanaman Sawi Putih 3 MST (5),
Tanaman Sawi Putih 4 MST (6), Tanaman Sawi Putih 5 MST (7),
Tanaman Sawi Putih 6 MST (8), dan Tanaman Sawi Putih 7 MST (9) ....
60
PENDAHULUAN
Latar belakang
Jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Jumlah penduduk Indonesia sebesar 194.754.808 jiwa pada tahun 1995 menjadi
237.556.363 jiwa pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik, 2010). Hal tersebut
akan menyebabkan peningkatan kebutuhan pangan termasuk juga peningkatan
konsumsi buah dan sayuran. Untuk mencukupi kebutuhan sayuran perlu adanya
peningkatan produksi sayuran di Indonesia.
Kesadaran masyarakat akan produk pertanian ramah lingkungan semakin
meningkat. Permintaan pangan organik meningkat dengan semakin banyaknya
masyarakat di dunia yang mengikuti gaya hidup sehat “back to nature”.
Konsumen menginginkan pangan yang aman, bernutrisi tinggi, dan ramah
lingkungan. Beberapa sumber hara yang dapat digunakan dalam sistem pertanian
organik adalah bahan organik yang berasal dari pupuk kandang, pupuk hijau,
limbah pertanian, pupuk hayati, dan limbah rumah tangga/perkotaan.
Penggunaan pupuk hayati sebagai penyumplai unsur hara bagi tanaman
merupakan salah satu alternatif untuk mensubstitusi penggunaan pupuk anorganik
yang berlebihan. Penggunaan pupuk anorganik sintetis yang dilakukan secara
terus menerus dan berlebihan dapat menyebabkan penurunan kesuburan tanah
(Husnain dan Diah, 2005). Pengunaan pupuk N, P dan K anorganik secara terusmenerus dan berlebihan tanpa mengembalikan sisa panen akan mempercepat
penurunan hara lain seperti S, Ca, Mg serta unsur mikro Zn dan Cu sedangkan
unsur-unsur tersebut jarang ditambahkan ke dalam tanah (Las et al., 2006).
Pupuk hayati atau biofertilizer adalah semua bentuk bahan organik yang
dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman sebagai akibat dari
aktivitas
mikroorganisme
didalamnya.
Pupuk
hayati
mengandung
mikroorganisme hidup, diantaranya mikroba penambat N2, pelarut fosfat,
selulotik, dan sebagainya yang diberikan pada benih, tanah, atau areal
pengomposan untuk meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme
(Zulkarnain, 2009). Menurut Simanungkalit (2001) Aplikasi pupuk hayati dan
pupuk kimia terpadu mampu menin gkatkan efisiensi penggunaan pupuk P dengan
mengurangi dosis pupuk. Berkurangnya dosis ini akan membantu upaya menekan
risiko pencemaran lingkungan dan menghemat sumber daya.
Pada penelitian ini pupuk hayati yang digunakan berupa limbah sisa hasil
panen sawi dan hama keong. Dengan mengaplikasikan pupuk cair hayati (PCH)
diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia sintetis, memanfaatkan
limbah dan meningkatkan produksi sayuran di Indonesia.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan PCH
berbahan dasar limbah sawi dan hama keong sebagai substitusi pupuk anorganik
untuk produksi sawi putih.
Hipotesis
1.
Penggunaan PCH dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik.
2.
Penggunaan PCH dapat meningkatkan produksi sawi putih.
3.
Terdapat perbedaan peningkatan produksi sawi putih pada perlakuan PCH
yang berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Sawi Putih
Sawi putih (Brassica pekinensis (Lour.)) memiliki sebutan yang berbeda di
beberapa negara. Di Inggris dikenal dengan nama Chinese cabbage, celery
cabbage, peking cabbage dan petsai. Di Prancis dikenal dengan nama chou de
Chine dan chou de Shangton. sedangkan di Indonesia disebut petsai dan sawi
putih (Siemonsma and Piluek, 1994).
Sawi putih merupakan tanaman yang berasal dari China. Kemungkinan
sawi putih berasal dari persilangan antara beberapa jenis Pak choi yang terjadi
secara alami. Terdapat beberapa varietas sawi putih yang berbeda ditemukan sejak
600 tahun yang lalu di China. Sawi putih menyebar ke negara Korea pada abad
ke-13, ke beberapa negara di Asia Tenggara paga abad ke-15, dan masuk ke
negara Jepang pada abad ke-19. Sekarang sawi putih banyak ditemukan tumbuh
hampir diseluruh dunia (Siemonsma and Piluek, 1994).
Sawi putih merupakan tanaman sayuran biennual namun budidaya sawi
putih dilakukan sama seperti tanaman annual. Pada fase vegetatif tinggi sawi putih
berkisar antara 20-50 cm. namun pada fase generatif tingginya dapat mencapai 1.5
m. Panjang daun berkisar antara 20-90 cm x 15-35 cm, berbentuk bergelombang.
Tinggi bunga berkisar antara 20-60 cm, panjang pedicel 1-1.5 cm; bunga
biseksual sempurna; memiliki 4 petal ukuran 1 cm x 0.5 cm berwarna kuning
cerah; memiliki 4 sepal dengan panjang 0.5 cm berwarna kuning atau hijau dan
memiliki stamen 6 tetradynamous. Buah berbentuk tabung dengan ukuran 7 cm x
3-5 mm dengan jumlah biji 10-25 biji. Biji berbentuk bulat dengan diameter 1-2
mm dengan warna hitam sampai merah kecoklatan (Siemonsma and Piluek,
1994).
Tiap 100 g daun sawi putih terdiri atas air sebanyak 95 g, protein 1.2 g,
lemak 0.2 g, karbohidrat 2.2 g, serat 0.5 g, Ca 49 mg. Fe 0.7 mg, vitamin A 0.9
mg dan vitamin C 38 mg. Menghasilkan energi sebesar 65 kJ/100g, bobot 1000
biji sawi putih sebesar 3 g, Biji sawi putih mengandung minyak 35-40% dan
viabilitasnya akan baik pada udara yang kelembabannya rendah (Siemonsma and
Piluek, 1994).
Syarat Tumbuh
Sawi putih tumbuh baik dan menghasilkan bentuk yang baik pada dataran
tinggi dengan suhu berkisar antara 12-22 ºC, biasanya tumbuh pada ketinggian
antara 500-1500 m diatas permukaan laut (dpl) pada daerah tropis. Suhu diatas 25
ºC sebaiknya di hindari karena dapat menyebabkan terjadinya tip burn dan
meningkatnya serangan hama dan penyakit (Siemonsma and Piluek, 1994).
Panjang hari sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan sawi putih,
Penyinaran yang terlalu pendek menyebabkan pertumbuhan tanaman dan bobot
daun menurun. Kebutuhan air meningkat dengan meningkatnya pertumbuhan
tanaman, kelebihan air setelah musim hujan menyebabkan tanaman tidak dapat
tumbuh secara normal. Tanaman biasanya akan mati jika 3-5 hari terendam oleh
air (Siemonsma and Piluek, 1994).
Suhu antara 5-13 ºC pada 1-4 minggu dapat menginisiasi pembungaan
pada tanaman sawi putih. Kombinasi antara suhu rendah dengan panjang hari
yang sesuai dapat menghasilkan bunga yang maksimal. Tanaman sawi putih
tumbuh baik pada tanah liat berlempung dengan pH antara 6.0-7.5 dan
mengandung banyak bahan organik (Siemonsma and Piluek, 1994).
Budidaya dan Hasil Panen
Perbanyakan sawi putih yaitu secara generatif dengan menggunakan biji.
Untuk mengurangi serangan penyakit tular benih (seed borne), sebelum di tanam
benih sawi putih direndam dengan air hangat dengan suhu 25 ºC kemudian
direndam dengan 1% larutan sodium hypoclorite jika benih berasal dari
perbanyakan sendiri (Siemonsma and Piluek, 1994).
Sawi putih dapat ditanam secara langsung atau disemai terlebih dahulu.
Sawi putih disemai pada bedeng dengan jarak tanam 6 cm x 6 cm 2-3 benih per
lubang, setelah 3-4 minggu atau memiliki 5-8 daun tanaman sawi putih di
transplanting ke lahan dengan jarak tanam 50 cm antar baris dan 30-50 cm dalam
baris untuk populasi 30 000 tanaman per hektar membutuhkan 0.5-0.8 kg benih
atau 175 000-275 000 benih (Siemonsma and Piluek, 1994).
Lebar bedeng sekitar 1.5 m dan panjang bedeng disesuaikan dengan
ukuran lahan. Tinggi bedeng 30 cm agar tanaman sawi putih tidak terendam oleh
air pada saat musim hujan. Rekombinasi pemupukan untuk tanaman sawi putih
yaitu 120-200 kg/ha N, 40-60 kg/ha P2O5 dan 70-150 kg/ha K2O. Pupuk organik
seperti kompos, pupuk hijau, kotoran ayam atau kotoran ternak dapat digunakan
untuk memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah (Siemonsma and Piluek, 1994).
Sawi putih sebaiknya dilakukan rotasi dalam penanamannya dengan
sayuran lain atau dilakukan tumpang sari untuk mengurangi serangan hama dan
penyakit. Produktivitas rata-rata sawi putih berkisar antara 10-60 ton/ha
tergantung dengan musim, varietas, umur tanaman dan lokasi. Rata-rata bobot tiap
tanaman sawi putih berkisar antara 0.5-4.5 kg (Siemonsma and Piluek, 1994).
Sawi Putih Varietas Eikun
Sawi putih Eikun merupakan sawi putih yang diintroduksi dari negara
Jepang. Pertumbuhan tanaman tegak dengan warna daun terluar berwarna hijau.
Daun terluar memiliki panjang ± 27 cm dan lebar ± 17 cm. Krop berbentuk
lonjong dengan panjang krop ± 25 cm dan lebar ± 14 cm serta krop berwarna
putih. Performa krop padat, susunan helai daun dalam krop tersusun rapi.
memiliki tekstur yang renyah dan rasanya agak manis. Berat krop rata-rata ± 1.5
kg dan memiliki potensi hasil ± 26 ton krop segar per hektar. Cocok ditanam pada
daerah dengan ketinggian 600 – 1 800 m di atas permukaan laut dan memiliki
umur panen ± 50 hari setelah tanam (Keputusan Menteri Pertanian, 2005).
Pemupukan Unsur N, P, dan K pada Tanaman
Menurut Sutedjo (1994), pupuk merupakan kegiatan penambahan atau
pemberian bahan-bahan atau zat-zat kepada tanah atau tanaman untuk melengkapi
unsur hara yang tidak cukup yang terkandung di dalamnya, dengan meninjau
beberapa segi yaitu segi teknis, keuangan, sosial ekonomi dan lainnya. Marsono
dan Sigit (2001) menyatakan pemupukan bermanfaat untuk menyediakan unsur
hara yang diperlukan bagi tanaman serta membantu mencegah kehilangan unsur
hara yang cepat hilang.
Pupuk adalah bahan organik atau anorganik, alami maupun buatan yang
ditambahkan dan dapat meningkatkan kesuburan media tanam dengan menambah
satu atau lebih hara esensial (Foth, 1990). Menurut Sarief (1986) pupuk
merupakan bahan yang diberikan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman
dengan tujuan untuk menambahkan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman,
sehingga dapat mengubah keadaan fisik, kimia, dan biologi tanah yang sesuai
untuk kebutuhan tanaman.
Unsur hara N, P, dan K merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan
oleh tanaman, unsur-unsur ini tidak cukup tersedia di dalam tanah dan terus
berkurang karena akan diambil untuk pertumbuhan tanaman dan terangkut pada
waktu panen, tercuci, menguap, dan terbawa erosi. Untuk mencukupi kekurangan
kebutuhan unsur hara tersebut dilakukan pemupukan.
Nitrogen (N)
Nitrogen merupakan unsur hara makro yang sangat diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tanaman. Unsur nitrogen bersifat mobil
sehingga gejala kekurangan nitrogen pertama kali nampak pada daun tua.
Menurut Soepardi (1983), nitrogen merupakan unsur yang terbanyak diserap oleh
tanaman, memberikan pengaruh yang nyata dan cepat, serta mengatur penggunaan
P dan K. tanaman pada umumnya menyerap nitrogen dalam bentuk ammonium
(NH4+) dan nitrat (NO3-). Kekurangan unsur N dicirikan dengan daun yang
menguning atau kuning kehijauan dan cenderung cepat gugur, sehingga
mengurangi kemampuan fotosintesis tanaman, tumbuh kerdil dan perakarannya
terbatas.
Menurut Soepardi (1983), pemberian nitrogen yang berlebihan akan
menghambat kematangan, melunakkan tanaman, melemahkan tanaman terhadap
serangan hama penyakit, serta mengurangi mutu hasil. Umumnya tanaman
tergantung sepenuhnya dari nitrogen terikat yang terdapat dalam larutan tanah.
Unsur nitrogen yang tersedia bagi tanaman sangat mudah hilang dari larutan
tanah.
Leiwakabessy
dan
Sutandi
(1998)
menyatakan
bahwa
tanaman
membutuhkan N dalam jumlah besar tetapi dalam jumlah yang berlebihan,
tanaman dapat mudah rebah, kualitas produksi merosot, kehilangan meningkat,
dan lain-lain. Oleh sebab itu jumlahnya harus optimum sesuai dengan jumlah
yang dibutuhkan tanaman.
Fosfor (P)
Fospor (P) merupakan unsur kedua yang diperlukan tanaman dalam
jumlah besar untuk pertumbuhan tanaman. Unsur fosfor berperan dalam tanaman
adalah sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks, aktivator dan kovaktor
enzim, dan berperan dalam proses fisiologi (Soepardi, 1983). Secara umum, unsur
P mempunyai fungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar semai, memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa dan mempercepat
pembungaan (Sutedjo, 1999).
Masalah yang dijumpai pada unsur fosfor adalah jumlahnya yang sedikit
di dalam tanah, unsur fosfor yang tidak tersedia di dalam tanah dan ada fiksasi
fosfor yang mencolok sehingga menimbulkan gejala kekurangan P pada tanaman.
Tanaman yang kekurangan unsur P, daun berwarna keunguan, pertumbuhan
lambat, kerdil, perakaran dangkal dan sempit penyebarannya serta berbatang
lemah (Soepardi, 1983).
Kalium (K)
Kalium merupakan unsur hara esensial yaitu unsur hara yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman dan funsinya dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh
unsur lain, sehingga bila tidak terdapat dalam jumlah yang cukup di dalam tanah
tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal. Selain itu kalium juga tergolong ke
dalam unsur hara makro yang dubutuhkan dalam jumlah yang banyak
(Hardjowigeno, 2007).
Menurut Soepardi (1983), kalium merupakan unsur yang harus terdapat
pada permukaan akar dalam bentuk larutan ion K+ sebelum di absorbsi ke akar
untuk mengontrol mekanisme metabolisme yaitu dalam sintesis asam amino dan
protein dari ion-ion amonium. Kalium berfungsi menjaga ketegaran tanaman,
meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit, serta merangsang
pertumbuhan akar. Selain itu juga kalium berfungsi sebagai katalisator dalam
translokasi pati, gula, dan lemak. Unsur K cenderung meniadakan pengaruh
buuruk nitrogen dan dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat
olwh fosfor.
Menurut Leiwakabassy dan Sutandi (1998), unsur kalium berhubungan
dengan proses fotosintesis dan metabolisme karbohidrat. Semakin tinggi kalium
yang diserap tanaman menyebabkan meningkatnya proses fotosintesis sehingga
makin banyak karbohidrat yang ditranslokasikan.
Jika tanaman mengalami kekurangan unsur K, kegiatan fotosintesis akan
menurun dan keseimbangan fisiologi tanaman akan terganggu (Foth, 1994),
translokasi kation lain terganggu sehingga fotosintesis terhambat dan dapat
menghentikan pembentukan hidrat arang (Soepardi, 1983).
Bahan Organik
Bahan organik adalah hasil dekomposisi mikrobiologi sisa tanaman atau
hewan. Sumber bahan organik untuk pertanian sangat beragam yaitu kotoran
hewan, kotoran manusia, sisa-sisa tanaman, pupuk hijau, dan limbah kota
tergantung pada bahannya (Hesse, 1992). Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat
atau lambat proses terbentuknya bahan organik yaitu faktor fisik dan aktivitas
manusia, air, cahaya, udara, reaksi oksidasi dan hidroksi, penghancuran oleh
organisme dan perombakan oleh enzim-enzim.
Bahan organik tanah terdiri dari sisa-sisa tanaman dan hewan dari semua
tahapan dekomposisi karena kerja mikroorganisme tanah. Bermacam-macam
senyawa organik yang mencapai tanah dalam bentuk sisa-sisa tanaman atau
hewan tersusun dari karbohidrat yang kompleks, gula sedarhana, tepung, selulosa,
hemiselulosa, pektin, getah, lendir, protein, lemak, minyak, lilin, resin, alkohol,
aldehid, keton, asam-asam organik, lignin, fenol, tanin, hidrokarbon, alkaloid,
pigmen, dan produk-produk lainnya. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi
laju dekomposisi bahan organik yaitu, ukuran partikel dalam bahan organik, jenis
dan jumlah mikroorganisme yang terlibat, ketersediaan unsur C, N, P, dan K,
kelembaban tanah, temperatur, pH, aerasi tanah, dan senyawa-senyawa
penghambat seperti tanin (Rao, 1994).
Menurut Hesse (1992) pengaruh bahan organik ketika diberikan ke dalam
tanah adalah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, mikrobiologi tanah. Akumulasi
bahan organik pada tanah akan memperbaiki sifat fisik tanah yaitu dapat
memperbaiki
kapasitas
menahan
air
dan
porositasnya
sehingga
dapat
meningkatkan pori-pori kapilernya, pembentukan agregat tanah, sehingga
meningkatkan porostas dan permeabilitas tanah (Nakaya and Motomura, 1992).
Peran bahan organik terkait dengan sifat kimia tanah terkait dengan proses
dekomposisi bahan organik. Dekomposisi bahan organik akan menyediakan unsur
hara makro dan mikro tergantung penyusun bahan organik tersebut (Sugito, et al,
1995). Bahan organik dapat memperbaiki mikrobiologi tanah karena mengandung
populasi mikroba yang tinggi dan akan meningkatkan aktivitas mikroba (Hesse,
1992).
Pupuk Hayati
Pupuk hayati atau biofertilizer adalah semua bentuk bahan organik yang
dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman sebagai akibat dari
aktivitas
mikroorganisme
didalamnya.
Pupuk
hayati
mengandung
mikroorganisme hidup, diantaranya mikroba penambat N2, pelarut fosfat,
selulotik, dan sebagainya yang diberikan pada benih, tanah, atau areal
pengomposan untuk meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme
(Zulkarnain, 2009). Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia terpadu mampu
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P dengan mengurangi dosis pupuk.
Berkurangnya dosis ini akan membantu upaya menekan risiko pencemaran
lingkungan dan menghemat sumber daya (Simanungkalit, 2001).
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat
kecil (Kusnadi, 2003). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan
untuk melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami
pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya.
Menurut Sharma (2002) aktivitas mikroba dapat memberikan beberapa
manfaat antara lain meningkatkan kandungan beberapa unsur hara di dalam tanah,
meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah. meningkatkan efisiensi
penyerapan unsur hara, menekan mikroba tular tanah patogen melalui interaksi
kompetisi, memproduksi zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan
perkembangan sistem perakaran dan meningkatkan aktivitas mikroba tanah
heretotrof yang bermanfaat melalui aplikasi bahan organik.
Sistem perakaran sangat penting dalam penyerapan unsur hara karena
sistem perakaran yang baik akan memperpendek jarak yang ditempuh unsur hara
untuk mendekati akar tanaman. Bagi tanaman yang sistem perakarannya kurang
berkembang, peran akar dapat ditingkatkan dengan adanya interaksi simbiosis
dengan jamur mikoriza (Douds dan Milner, 1999). Selain itu juga menurut
Lugtenberg dan Kravchenko (1999) mikroba tanah akan berkumpul di dekat
perakaran tanaman (rhizosfer) yang menghasilkan eksudat akar dan serpihan
tudung akar sebagai sumber makanan mikroba tanah. Bila populasi sekitar
rhizosfer didominasi oleh mikroba yang menguntungkan tanaman, maka tanaman
akan memperoleh manfaat yang besar dengan hadirnya mikroba tersebut. Tujuan
tersebut akan tercapai apabila kita menginokulasikan mikroba yang bermanfaat
sebagai inokulan disekitar perakaran tanaman.
Sebagian besar penyebab kekurangan unsur hara di dalam tanah adalah
karena jumlah unsur hara sedikit atau dalam bentuk tidak tersedia yaitu diikat oleh
mineral liat atau ion-ion yang terlarut dalam tanah. Untuk meningkatkan kuantitas
unsur hara makro terutama N dapat dilakukan dengan meningkatkan peran
mikroba penambat N simbiotik dan non simbiotik. Ketersediaan P dapat
ditingkatkan dengan memanfaatkan mikroba pelarut P, karena masalah pertama P
adalah sebagian besar P dalam tanah dalam bentuk mineral yang sukar larut
seperti C32HPO4-. Jamur mikoriza dapat meningkatkan penyerapan sebagian besar
unsur hara makro dan unsur hara mikro terutama unsur hara immobil yaitu P dan
Cu (Sharma, 2002).
Mikroba tanah juga menghasilkan metabolit yang mempunyai efek sebagai
zat pengatur tumbuh. Bakteri Azotobacter selain dapat menambat N juga
menghasilkan thiamin, riboflavin, nicotin indol acetic acid dan giberelin yang
dapat mempercepat perkecambahan bila diaplikasikan pada benih dan merangsang
regenerasi bulu-bulu akar sehingga penyerapan unsur hara melalui akar menjadi
optimal. Metabolit mikroba yang bersifat antagonis bagi mikroba lainnya seperti
antibiotik dapat pula dimanfaatkan untuk menekan mikroba patogen tular tanah
disekitar perakaran tanaman. Memenuhi kebutuhan hidupnya mikroba tanah
melakukan immobilisasi berbagai unsur hara sehingga dapat mengurangi
hilangnya unsur hara melalui pencucian. Unsur hara yang diimobilisasi diubah
sebagai massa sel mikroba dan akan kembali lagi tersedia untuk tanaman setelah
terjadi mineralisasi yaitu apabila mikroba mati (Sharma, 2002).
Mikroba Penambat N
Atmosfer mengandung nitrogen dalam jumlah yang banyak (78%) dan
beberapa jenis bakteri baik yang hidup bebas (non-simbiosis) di dalam tanah
maupun bersimbiosis dengan tanaman. mampu menambat N yang ada di udara
yang selanjutnya diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman.
Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di
dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan ( leguminose ). Mikroba penambat N
non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat
N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan
mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.
Azotobakter
Dwidjoseputro (2005) menjelaskan bahwa ada beberapa genera bakteri
yang hidup dalam tanah (misalnya Azetobacter, Clostridium, dan Rhodospirillum)
mampu untuk mengikat molekul-molekul nitrogen guna dijadikan senyawasenyawa pembentuk tubuh mereka, misalnya protein, Jika sel-sel itu mati, maka
timbullah zat-zat hasil urai seperti CO2 dan NH3 (gas amoniak). Sebagian dari
amoniak terlepas ke udara dan sebagian lain dapat dipergunakan oleh beberapa
genus bakteri (misalnya Nitrosomonas dan Nitrosococcus) untuk membentuk
nitrit. Nitrit dapat dipergunakan oleh genus bakteri yang lain untuk memperoleh
energi daripadanya. Oksidasi amoniak menjadi nitrit dan oksidasi nitrit menjadi
nitrat berlangsung di dalam lingkungan yang aerob. Peristiwa seluruhnya disebut
nitrifikasi. Pengoksidasian nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh Nitrobacter.
Azotobacter adalah spesies rhizobakteri yang telah dikenal sebagai agen
biologis pemfiksasi dinitrogen, diazotrof, yang mengubah dinitrogen menjadi
amonium melalui reduksi elektron dan protonasi gas dinitrogen (Hindersah dan
Simarmata, 2004). Molekul nitrogen udara diubah menjadi nitrogen sel secara
bebas. Nitrogen yang terikat pada struktur tubuhnya dilepas dalam bentuk organik
sebagai sekresi atau setelah mikroorganisme itu mati (Andayaningsih, 2000).
Apabila keunggulan bakteri ini dapat dimanfaatkan dengan efisien, maka
harapannya dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan pupuk N tanpa
mengganggu target produksi tinggi.
Azotobacter juga mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh, seperti Indol
Asam Asetat (IAA) (Wedhastri, 1999). Sifat inilah yang menjelaskan pengaruh
menguntungkan Azotobacter sehubungan dengan peran IAA dalam meningkatkan
perkembangan dan pembelahan sel tanaman. IAA merangsang perkembangan
akar dan memperbanyak bulu-bulu akar tanaman padi (Razie dan Anas, 2005),
dengan demikian pengambilan unsur hara melalui akar meningkat dan efektifitas
pemupukan dapat dilakukan.
Mikroba Pelarut Fospat
Mikroba pelarut fosfat (MPF) merupakan salah satu jenis pupuk
hayati yang dapat
mengefisiensikan pupuk
P anorganik. sehingga dapat
mengatasi rendahnya P-tersedia tanah, dan meningkatkan konsentrasi P tanaman.
Kemampuan MPF sangat beragam tergantung dari jenis mikroba, daya adaptasi,
hingga kemampuan dalam memproduksi asam-asam organik dan enzim
(Whitelaw, 2000).
Mikroba pelarut fosfat mensekresikan sejumlah asam organik seperti
asam-asam format, asetat, propionat, laktonat, glikolat, fumarat, dan suksinat
yang mampu membentuk khelat dengan kation-kation seperti Al dan Fe pada
Ultisol sehingga berpengaruh terhadap pelarutan fosfat yang efektif sehingga P
menjadi tersedia dan dapat diserap oleh tanaman (Rao, 1994).
Bakteri pelarut fosfat (BPF) antara lain
Bacillus, Pseudomonas,
Arthrobacter, Micrococcus, Streptomyces, dan Flavobacterium. Beberapa
kelompok fungi juga berperan aktif dalam melarutkan fosfat dalam tanah
antara lain Aspergillus sp, dan Penicillium sp. mampu melarutkan Al-P dan Fe-P.
Penicillium sp. mampu melarutkan 26 % hingga 40 % Ca3(PO4)2, sedangkan
Aspergillus sp melarutkan 18 % Ca3(PO4)2 (Whitelaw, 2000).
Pemberian inokulan campuran (Pseudomonas sp. dan Penicillium sp.)
dapat meningkatkan konsentrasi P tanaman sebesar 19.23 % pada fase vegetatif
akhir. Hal ini relatif sebanding dengan parameter P tersedia dimana pada fase
vegetatif akhir, tingkat ketersediaan P meningkat dan peningkatan ini diikuti
dengan meningkat pula konsentrasi P tanaman (Fitriani, et al ,2009).
METODOLOGI
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gedepangrango,
Kecamatan
Kadudampit, Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian tempat ±950 m di atas
permukaan laut. Penelitian berlangsung selama empat bulan dimulai pada bulan
Januari
hingga Mei 2011. Analisis kandungan unsur hara pada tiap PCH
dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya
Lahan IPB Darmaga Bogor, sedangkan analisis mikroorganisme dilakukan di
laboratorium Biologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan
IPB Darmaga Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah benih sawi putih
varietas Eikun; bahan pembuat PCH terdiri dari limbah sawi putih, keong mas, air
cucian beras, dan gula pasir; pupuk NPK (15:15:15); pupuk kandang; serta kapur
pertanian. Alat yang digunakan adalah timbangan, jangka sorong, meteran kain,
tray, alat budidaya tanaman, toples dengan katup dan selang, gelas ukur, alat ukur
kandungan hara dan alat ukur kandungan mikroorganiame.
Metode Penelitian
Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan rancangan faktorial
dengan satu faktor yang disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan empat kali ulangan. Perlakuan PCH terdiri dari P1(PCH sawi),
P2(PCH keong), dan P3(PCH campuran). Terdapat 13 macam perlakuan yaitu :
1. K0
: 400 Kg NPK/Ha (Kontrol)
2. K1M1
: 300 Kg NPK/Ha + 360 liter P1/Ha
3. K2M1
: 200 Kg NPK/Ha + 720 liter P1/Ha
4. K3M1
: 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter P1/Ha
5. K4M1
: 1440 liter P1/Ha
6. K1M2
: 300 Kg NPK/Ha + 360 liter P2/Ha
7. K2M2
: 200 Kg NPK/Ha + 720 liter P2/Ha
8. K3M2
: 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter P2/Ha
9. K4M2
: 1440 liter P2/Ha
10. K1M3
: 300 Kg NPK/Ha + 360 liter P3/Ha
11. K2M3
: 200 Kg NPK/Ha + 720 liter P3/Ha
12. K3M3
: 100 Kg NPK/Ha + 1080 liter P3/Ha
13. K4M3
: 1440 liter P3/Ha
Setiap kombinasi perlakukan di ulang sebanyak empat kali sehingga
terdapat 52 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 10 tanaman,
sehingga total tanaman yang akan digunakan sebanyak 520 tanaman.
Model statistika yang akan digunakan adalah :
Yij = µ + αi + Mj + εij
Keterangan :
Yij
= nilai pengamatan pada satuan percobaan dari ulangan ke-i pada faktor
jenis PCH ke-j dan konsentrasi pupuk organik ke-k serta interaksi faktor
jenis PCH dan konsentrasi pupuk organik;
µ
= nilai rata-rata umum;
αi
= pengaruh ulangan ke=i;
Mj
= pengaruh perlakuan ke-j;
εij
= pengaruh galat dari ulangan ke-i pada perlakuan ke-j;
Pengaruh perlakuan di uji dengan analisis ragam (ANOVA) untuk melihat
perbedaan diantara perlakuan dan jika hasilnya menunjukan pengaruh yang nyata,
maka diuji lanjut dengan menggunakan uji DMRT pada taraf 5%. Dilakukan uji
lanjut kontras ortogonal pada peubah bobot krop per tanaman.
Pelaksanaan Penelitian
Penanaman sawi putih dilakukan dengan metode indirect planting, artinya
benih sawi disemai terlebih dahulu sebelum ditanam. Pengolahan lahan dilakukan
dua minggu sebelum tanam. Pupuk dasar berupa pupuk kandang sebanyak 10
ton/ha dan aplikasi kapur sebanyak 1 ton/ha setelah olah tanah. Benih sawi putih
disemai dengan menggunakan pocis. Pocis yaitu polibag yang terbuat dari daun
pisang dengan diameter 4-5 cm lalu disematkan dengan lidi sehingga berbentuk
tabung dengan tinngi 5 cm. Persemaian sedalam ±0.5 cm dengan media tanam
pupuk kandang, sekam dan tanah dengan perbandingan 1:1:1 dimana setiap
lubangnya diisi satu benih. Siram secara rutin persemaian untuk menjaga
kelembaban media persemaian. Bibit yang telah berumur 16 hari dan memiliki 4
lembar daun sejati kemudian di tanam (transplanting) pada lahan dengan jarak
tanam 50 cm x 40 cm. Tiap satuan perlakuan menggunakan satu bedengan dengan
ukuran 100 cm x 200 cm. Penanaman dilakukan pada sore hari agar tidak terjadi
penguapan yang berlebihan.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk anorganik NPK majemuk (15:15:15)
dan pupuk cair hayati. Pupuk cair hayati tebuat dari sawi putih, keong dan
campuran sawi putih dan keong sebagai sumber bakteri masing-masing bobotnya
500 g, air cucian beras sebagai sumber karbohidrat sebanyak 5 liter dan gula pasir
atau gula merah sebagai sumber glukosa sebanyak 250 g. Sawi putih yang
digunakan dalam membuat PCH adalah limbah pasar atau limbah pertanian yang
tidak termanfaatkan sedangkan keong yang digunakan adalah hama pada
pertanaman padi sawah. Air cucian beras sebanyak 5 liter didapatkan dari 1 kg
beras pada cucian pertama dan cucian kedua. Semua bahan yang telah disebutkan
tadi dimasukan ke dalam wadah yang tertutup rapat dan diinkubasi selama 7 hari.
Pembuatan PCH dilakukan pada hari Rabu 26 Januari 2011 (3 minggu sebelum
tanam). Sebelum digunakan PCH terlebih dahulu diencerkan dengan air dengan
perbandingan 1:10 (v/v).
Sebelum dilakukan aplikasi pupuk NPK terlebih dahulu dilarutkan dengan
konsentrasi 10 g/liter air. Waktu aplikasi pupuk cair hayati dan pupuk anorganik
dilakukan pada waktu yang berbeda. Pupuk cair hayati diaplikasikan sebanyak
enam kali ketika tanaman berumur -4, 10, 17, 24, 31, 38 HST. Untuk pupuk
anorganik diaplikasikan secara lima tahap yaitu ketika tanaman berumur 14, 21,
28, 35, dan 42 HST.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap parameter pertumbuhan dan parameter
produksi. Pengamatan pertumbuhan meliputi pengamatan daya tumbuh tanaman
ketika dilakukan transplanting di lahan dan pengamatan umur tanaman ketika
75% tanaman membentuk krop. Pemanenan dilakukan dengan memotong pangkal
bawah krop dan menanggalkan 2-4 helai daun terluar. Pemanenan dilakukan 4
tahap yaitu satu hari satu ulangan. Pengamatan produksi menggunakan 7 tanaman
contoh tiap satuan percobaan. Untuk pengamatan uji hedonik, tanaman yang
diujikan yaitu tanaman pada panen ke-3.
Pengamatan produksi terdiri dari :
1. Bobot krop sawi putih, diukur per tanaman dan per bedeng.
2. Tinggi krop sawi putih diukur pertanaman dengan menggunakan penggaris.
3. Diameter 1 diukur pertanaman dengan menggunakan jangka sorong.
4. Lingkar Horizontal sawi putih, diukur pertanaman dengan menggunakan
meteran pakaian.
5. Lingkar Vertikal sawi putih, diukur pertanaman dengan menggunakan meteran
pakaian.
6. Diameter 2 diukur pertanaman dengan menggunakan jangka sorong.
3
1
2
4
5
6
Gambar 1. Cara Pengukuran Peubah Bobot Krop (1), Tinggi Krop (2) Diameter 1
(3), Lingkar Horizontal (4), Lingkar Vertikal (5), dan Diameter 2 (6).
7. Jumlah daun diukur pertanaman sampai daun terkecil dengan panjang 10 cm.
8. Uji kandungan unsur hara pada setiap jenis PCH.
9. Uji kandungan mikroorganisme pada setiap jenis PCH.
10. Uji hedonik berupa pengujian kerenyahan, warna dan kesukaan dengan
melibatkan 30 orang panelis. Kuisioner berupa pilihan tingkat kesukaan ibu-ibu
terhadap tanaman sawi dari tiap perlakuan. Tingkat kesukaannya antara lain. 1
: tidak suka; 2 : kurang suka; 3 : suka; dan 4 : sangat suka.
11. Analisis Nilai Peningkatan Produksi.
12. Analisis Usaha Tani.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian ini dilakukan di lahan milik petani dengan ketinggian tempat
sekitar 950 m diatas permukaan laut. Lahan penelitian yang digunakan
sebelumnya ditanami sayuran oleh petani. Setiap musim tanam biasanya petani
mengaplikasikan pupuk kandang. Dalam penelitian ini juga diaplikasikan pupuk
kandang ayam dengan dosis 10 ton/Ha. Varietas yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu sawi putih varietas Eikun yang biasa ditanam petani di Desa
Gedepanggrango. Sawi putih varietas Eikun memiliki karasteristik pertumbuhan
tanaman tegak dengan warna daun terluar berwarna hijau. Daun terluar memiliki
panjang ± 27 cm dan lebar ± 17 cm. Krop berbentuk