Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

(1)

JAWA BARAT

Oleh NORA MERYANI

A 14105693

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di bawah bimbingan RAHMAT YANUAR.

Peranan sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia, sehingga peranan ini tidak dapat disubstitusi secara penuh oleh sektor lain kecuali impor pangan. Kedelai adalah salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung. Konsumsi kedelai perkapita pertahun mengalami fluktuasi. Pada periode tahun 1996-2005, rata-rata Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 2.3 juta ton pertahun.

Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten kedua sebagai sentra produksi kedelai di Jawa Barat setelah Kabupaten Garut. Kecamatan Ciranjang merupakan salah satu sentra produksi kedelai di Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hasil panennya usahatani kedelai di Kabupaten Cianjur dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu hasil panen kedelai dalam bentuk biji tua dan panen dalam bentuk polong muda.

Harga kedelai di pasar dunia berdampak langsung terhadap kenaikan harga kedelai impor di dalam negeri juga meningkat. Kenaikan harga kedelai impor memberikan dampak yang positif terhadap budidaya kedelai di dalam negeri. Ketersediaan sumberdaya lahan yang cukup luas, iklim yang cocok, teknologi yang telah dihasilkan, serta sumberdaya manusia yang cukup terampil dalam agribisnis dapat membantu dalam pengembangan kedelai dalam negeri.

Tujuan penelitian adalah menganalisis tingkat pendapatan usahatani kedelai, mengkaji saluran tataniaga, struktur pasar dan permasalahan yang ada di setiap pelaku pasar dan menganalisis tingkat efisiensi tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Hasil analisis usahatani dan tataniaga kedelai ini diharapkan menjadi bahan informasi untuk pihak-pihak pengambil kebijakan.

Keberhasilan suatu usahatani sangat ditentukan oleh karakteristik petani pelaku usahatani, sebagai pengambil keputusan. Karakteristik petani mencakup umur, tingkat pendidikan, luas dan status penguasaan lahan, dan kepemilikan alat pertanian serta ternak. Umur petani kedelai berkisar antara 37 sampai 69 tahun, mayoritas masih termasuk usia produktif dengan rata-rata berumur 51.57 tahun dengan rataan pendidikan 4.3 tahun. Rata-rata luas sawah yang diusahakan sebesar 0.778 hektar per petani dan mayoritas berstatus sewa atau sakap (60.00 persen). Petani yang memiliki hand sprayer (36.67 persen), biaya sewa hand sprayer Rp 5 000 per hektar, sewa pompa air Rp 20 000 per hektar, dan sewa alat perontok kedelai Rp 25 000 per tiga kuintal kedelai. Petani yang memiliki usaha sampingan hewan ternak sebesar 10 persen.

Di Kecamatan Ciranjang, rata-rata produksi per hektar sebesar 1 370.97 kilogram dengan produktivitas kedelai yang diperoleh sebesar 1.37 ton per hektar, sedangkan harga jual rata-rata Rp 3 095.60 per kilogram. Jenis pembiayaan usahatani kedelai terdiri atas pengadaan bibit, pupuk dan pestisida, upah tenaga kerja, sewa alat dan pajak. Biaya usahatani baik biaya tunai maupun biaya diperhitungkan untuk kedelai yang dipanen polong muda (Rp 1 563 010.60 per hektar) lebih rendah dari biaya usahatani kedelai yang dipanen polong tua


(3)

(Rp 3 312 778.73 per hektar). Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani yang panen polong muda dan panen polong tua disebabkan petani banyak menggunakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga.

Berdasarkan analisis usahatani kedelai per hektar untuk kedelai yang dipanen polong muda, total penerimaan mencapai Rp 1 871 269.84 dan total penerimaan untuk kedelai polong tua mencapai Rp 4 243 974.73. R/C rasio yang diperoleh petani yang panen polong tua (1.35) dan petani yang panen polong muda (1.27). Angka ini memberikan arti bahwa dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani kedelai akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1.35 untuk polong tua dan penerimaan sebesar Rp 1.27 untuk polong muda.

Saluran tataniaga kedelai yang ada di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, ada dua saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga kedelai polong muda dan saluran tataniaga kedelai polong tua. Saluran tataniaga kedelai polong muda mempunyai tujuan yang sama, yaitu dari petani kedelai dibawa ke pedagang pengumpul, kemudian kedelai tersebut dibawa ke pedagang pasar induk parung. Di pedagang pasar induk, kedelai diserap oleh pedagang pengecer dan konsumen akhir. Di Kecamatan Ciranjang terdapat delapan saluran tataniaga polong tua yang digunakan petani dalam menyampaikan barangnya ke konsumen.

Struktur yang dihadapi antara petani dan pedagang pengumpul, petani dan pedagang kecamatan, serta antara petani dan pedagang besar adalah persaingan dan oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah persaingan dan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang kecamatan/kabupaten adalah oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi antara pedagang besar (kecamatan dan kabupaten) dan pedagang propinsi, dan antara pedagang besar dan pedagang pengecer mengarah ke pasar oligopoli dan persaingan.

Berdasarkan perhitungan marjin tataniaga kedelai, saluran tataniaga enam merupakan saluran tataniaga yang efisien karena memiliki total marjin tataniaga yang paling kecil yaitu sebesar Rp 1 000 per kilogram (22.22 persen) dengan volume kedelai 26.67 persen. Selain itu saluran tataniaga ini juga memiliki farmer s share yang paling tinggi sebesar 77.78 persen. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh saluran tataniaga enam adalah Rp 6.30 per kilogram.

Alternatif saluran tataniaga yang dianggap juga efisien adalah saluran tataniaga satu dan dua dengan volume kedelai 73.33 persen. Rasio keuntungan dan biaya pada saluran tataniaga satu dan dua lebih tinggi dibandingkan dengan saluran tataniaga enam yaitu masing-masing sebesar Rp 9.35 dan Rp 8.54 per kilogram. Total marjin tataniaga yang diperoleh sebesar 24.50 persen dan farmer s share sebesar 75.50 persen.


(4)

Nora Meryani A 14105693

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(5)

Nomor Pokok : A 14105693

Menyetujui Dosen Pembimbing

Rahmat Yanuar, SP. MSi NIP. 132 321 442

Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr.Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2008

Nora Meryani


(7)

pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini:

1. Papa dan Mama atas segala do’a, dukungan dan kasih sayang yang tiada habisnya yang diberikan kepada penulis selama ini.

2. Rahmat Yanuar, SP. MSi selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, dorongan dan masukan-masukan yang diberikan selama penelitian dan penulisan.

3. Ir Yayah K Wagiono, MEc selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Arief Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan masukan dalam penulisan skripsi.

5. Tanti Novianty, SP. MSi selaku dosen evaluator yang telah memberikan kritik dan masukan.

6. Bapak Usep, Bapak Acep, Bapak Rosidi, Bapak Dadi, Bapak Asep, Bapak Asep Usman dan Teh Rina dan yang lainnya, atas bantuannya dalam memperoleh data primer dan data sekunder.

7. Y’Ayon, Y’Merry, K’Dayat, dan D’Anda yang sudah memberikan do’a dan dorongan, sehingga skripsi ini dapat selesai.

8. Ungky, Ria, Mini, Fida, Mirror, RT Siregar, M’Andi R, Are The, Lala, Ewie dan Ucie yang telah memberikan kritik, saran dan persahabatan yang indah, love you all.


(8)

9. Aputz, Zibril, Arfan, Sandra, Santi, Ola, Mira, Fajar, Dian, Edy, Indra, Wildan dan teman seperjuangan lainnya atas persahabatan dan dukungan kepada penulis selama ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis mendo’akan semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya dan senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, amien.

Bogor, September 2008


(9)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional Tahun 2004-2007... 2 2. Volume dan Nilai Ekspor Impor Kedelai Indonesia Tahun

1996-2006 ... 3 3. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai di

Kabupaten, Propinsi Jawa Barat, Tahun 2006 ... 4 4. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai di

Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2006 ... 4 5. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Rata-Rata

Kedelai di Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2006 ... 5 6. Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu ... 20 7. Karakteristik Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli ... 26 8. Perhitungan Analisis Pendapatan dan R/CRatio Usahatani

Kedelai ... 36 9. Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan di Kabupaten

Cianjur Tahun 2006... 42 10. Persentase Petani Responden Menurut Kelompok Umur ... 47 11. Persentase Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 48 12. Persentase Petani Responden Menurut Luas Kepemilikan Sawah ... 48 13. Persentase Petani Responden Menurut Status Kepemilikan Sawah . 49 14. Persentase Petani Responden Menurut Kepemilikan Alat Pertanian 49 15. Persentase Petani Responden Menurut Kepemilikan Ternak... 50 16. Biaya Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja pada Usahatani Kedelai ... 53 17. Analisis Pendapatan dan R/CRatio Usahatani Kedelai Polong

Muda dan Polong Tua per Hektar ... 55 18. Pelaksanaan Fungsi Tataniaga di Beberapa Lembaga Tataniaga


(10)

19. Marjin Tataniaga Kedelai Saluran Satu, Dua, Tiga, Empat dan

Lima di Kecamatan Ciranjang ... 72 20. Marjin Tataniaga Kedelai Saluran Enam, Tujuh dan Delapan

di Kecamatan Ciranjang ... 76 21. Persentase Pangsa Marjin Setiap Pelaku Tataniaga... 78 22. PersentaseNet Marjin Setiap Pelaku Tataniaga ... 79 23. Total Marjin, Total Biaya, Total Keuntungan danShare pada

Setiap Lembaga tataniaga di Kecamatan Ciranjang, Tahun 2008 .... 80 24. Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga Kedelai


(11)

JAWA BARAT

Oleh NORA MERYANI

A 14105693

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di bawah bimbingan RAHMAT YANUAR.

Peranan sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia, sehingga peranan ini tidak dapat disubstitusi secara penuh oleh sektor lain kecuali impor pangan. Kedelai adalah salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung. Konsumsi kedelai perkapita pertahun mengalami fluktuasi. Pada periode tahun 1996-2005, rata-rata Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 2.3 juta ton pertahun.

Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten kedua sebagai sentra produksi kedelai di Jawa Barat setelah Kabupaten Garut. Kecamatan Ciranjang merupakan salah satu sentra produksi kedelai di Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hasil panennya usahatani kedelai di Kabupaten Cianjur dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu hasil panen kedelai dalam bentuk biji tua dan panen dalam bentuk polong muda.

Harga kedelai di pasar dunia berdampak langsung terhadap kenaikan harga kedelai impor di dalam negeri juga meningkat. Kenaikan harga kedelai impor memberikan dampak yang positif terhadap budidaya kedelai di dalam negeri. Ketersediaan sumberdaya lahan yang cukup luas, iklim yang cocok, teknologi yang telah dihasilkan, serta sumberdaya manusia yang cukup terampil dalam agribisnis dapat membantu dalam pengembangan kedelai dalam negeri.

Tujuan penelitian adalah menganalisis tingkat pendapatan usahatani kedelai, mengkaji saluran tataniaga, struktur pasar dan permasalahan yang ada di setiap pelaku pasar dan menganalisis tingkat efisiensi tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Hasil analisis usahatani dan tataniaga kedelai ini diharapkan menjadi bahan informasi untuk pihak-pihak pengambil kebijakan.

Keberhasilan suatu usahatani sangat ditentukan oleh karakteristik petani pelaku usahatani, sebagai pengambil keputusan. Karakteristik petani mencakup umur, tingkat pendidikan, luas dan status penguasaan lahan, dan kepemilikan alat pertanian serta ternak. Umur petani kedelai berkisar antara 37 sampai 69 tahun, mayoritas masih termasuk usia produktif dengan rata-rata berumur 51.57 tahun dengan rataan pendidikan 4.3 tahun. Rata-rata luas sawah yang diusahakan sebesar 0.778 hektar per petani dan mayoritas berstatus sewa atau sakap (60.00 persen). Petani yang memiliki hand sprayer (36.67 persen), biaya sewa hand sprayer Rp 5 000 per hektar, sewa pompa air Rp 20 000 per hektar, dan sewa alat perontok kedelai Rp 25 000 per tiga kuintal kedelai. Petani yang memiliki usaha sampingan hewan ternak sebesar 10 persen.

Di Kecamatan Ciranjang, rata-rata produksi per hektar sebesar 1 370.97 kilogram dengan produktivitas kedelai yang diperoleh sebesar 1.37 ton per hektar, sedangkan harga jual rata-rata Rp 3 095.60 per kilogram. Jenis pembiayaan usahatani kedelai terdiri atas pengadaan bibit, pupuk dan pestisida, upah tenaga kerja, sewa alat dan pajak. Biaya usahatani baik biaya tunai maupun biaya diperhitungkan untuk kedelai yang dipanen polong muda (Rp 1 563 010.60 per hektar) lebih rendah dari biaya usahatani kedelai yang dipanen polong tua


(13)

(Rp 3 312 778.73 per hektar). Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani yang panen polong muda dan panen polong tua disebabkan petani banyak menggunakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga.

Berdasarkan analisis usahatani kedelai per hektar untuk kedelai yang dipanen polong muda, total penerimaan mencapai Rp 1 871 269.84 dan total penerimaan untuk kedelai polong tua mencapai Rp 4 243 974.73. R/C rasio yang diperoleh petani yang panen polong tua (1.35) dan petani yang panen polong muda (1.27). Angka ini memberikan arti bahwa dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani kedelai akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1.35 untuk polong tua dan penerimaan sebesar Rp 1.27 untuk polong muda.

Saluran tataniaga kedelai yang ada di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, ada dua saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga kedelai polong muda dan saluran tataniaga kedelai polong tua. Saluran tataniaga kedelai polong muda mempunyai tujuan yang sama, yaitu dari petani kedelai dibawa ke pedagang pengumpul, kemudian kedelai tersebut dibawa ke pedagang pasar induk parung. Di pedagang pasar induk, kedelai diserap oleh pedagang pengecer dan konsumen akhir. Di Kecamatan Ciranjang terdapat delapan saluran tataniaga polong tua yang digunakan petani dalam menyampaikan barangnya ke konsumen.

Struktur yang dihadapi antara petani dan pedagang pengumpul, petani dan pedagang kecamatan, serta antara petani dan pedagang besar adalah persaingan dan oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah persaingan dan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang kecamatan/kabupaten adalah oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi antara pedagang besar (kecamatan dan kabupaten) dan pedagang propinsi, dan antara pedagang besar dan pedagang pengecer mengarah ke pasar oligopoli dan persaingan.

Berdasarkan perhitungan marjin tataniaga kedelai, saluran tataniaga enam merupakan saluran tataniaga yang efisien karena memiliki total marjin tataniaga yang paling kecil yaitu sebesar Rp 1 000 per kilogram (22.22 persen) dengan volume kedelai 26.67 persen. Selain itu saluran tataniaga ini juga memiliki farmer s share yang paling tinggi sebesar 77.78 persen. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh saluran tataniaga enam adalah Rp 6.30 per kilogram.

Alternatif saluran tataniaga yang dianggap juga efisien adalah saluran tataniaga satu dan dua dengan volume kedelai 73.33 persen. Rasio keuntungan dan biaya pada saluran tataniaga satu dan dua lebih tinggi dibandingkan dengan saluran tataniaga enam yaitu masing-masing sebesar Rp 9.35 dan Rp 8.54 per kilogram. Total marjin tataniaga yang diperoleh sebesar 24.50 persen dan farmer s share sebesar 75.50 persen.


(14)

Nora Meryani A 14105693

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(15)

Nomor Pokok : A 14105693

Menyetujui Dosen Pembimbing

Rahmat Yanuar, SP. MSi NIP. 132 321 442

Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr.Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(16)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2008

Nora Meryani


(17)

pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini:

1. Papa dan Mama atas segala do’a, dukungan dan kasih sayang yang tiada habisnya yang diberikan kepada penulis selama ini.

2. Rahmat Yanuar, SP. MSi selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, dorongan dan masukan-masukan yang diberikan selama penelitian dan penulisan.

3. Ir Yayah K Wagiono, MEc selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Arief Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan masukan dalam penulisan skripsi.

5. Tanti Novianty, SP. MSi selaku dosen evaluator yang telah memberikan kritik dan masukan.

6. Bapak Usep, Bapak Acep, Bapak Rosidi, Bapak Dadi, Bapak Asep, Bapak Asep Usman dan Teh Rina dan yang lainnya, atas bantuannya dalam memperoleh data primer dan data sekunder.

7. Y’Ayon, Y’Merry, K’Dayat, dan D’Anda yang sudah memberikan do’a dan dorongan, sehingga skripsi ini dapat selesai.

8. Ungky, Ria, Mini, Fida, Mirror, RT Siregar, M’Andi R, Are The, Lala, Ewie dan Ucie yang telah memberikan kritik, saran dan persahabatan yang indah, love you all.


(18)

9. Aputz, Zibril, Arfan, Sandra, Santi, Ola, Mira, Fajar, Dian, Edy, Indra, Wildan dan teman seperjuangan lainnya atas persahabatan dan dukungan kepada penulis selama ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis mendo’akan semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya dan senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, amien.

Bogor, September 2008


(19)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional Tahun 2004-2007... 2 2. Volume dan Nilai Ekspor Impor Kedelai Indonesia Tahun

1996-2006 ... 3 3. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai di

Kabupaten, Propinsi Jawa Barat, Tahun 2006 ... 4 4. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai di

Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2006 ... 4 5. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Rata-Rata

Kedelai di Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2006 ... 5 6. Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu ... 20 7. Karakteristik Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli ... 26 8. Perhitungan Analisis Pendapatan dan R/CRatio Usahatani

Kedelai ... 36 9. Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan di Kabupaten

Cianjur Tahun 2006... 42 10. Persentase Petani Responden Menurut Kelompok Umur ... 47 11. Persentase Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 48 12. Persentase Petani Responden Menurut Luas Kepemilikan Sawah ... 48 13. Persentase Petani Responden Menurut Status Kepemilikan Sawah . 49 14. Persentase Petani Responden Menurut Kepemilikan Alat Pertanian 49 15. Persentase Petani Responden Menurut Kepemilikan Ternak... 50 16. Biaya Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja pada Usahatani Kedelai ... 53 17. Analisis Pendapatan dan R/CRatio Usahatani Kedelai Polong

Muda dan Polong Tua per Hektar ... 55 18. Pelaksanaan Fungsi Tataniaga di Beberapa Lembaga Tataniaga


(20)

19. Marjin Tataniaga Kedelai Saluran Satu, Dua, Tiga, Empat dan

Lima di Kecamatan Ciranjang ... 72 20. Marjin Tataniaga Kedelai Saluran Enam, Tujuh dan Delapan

di Kecamatan Ciranjang ... 76 21. Persentase Pangsa Marjin Setiap Pelaku Tataniaga... 78 22. PersentaseNet Marjin Setiap Pelaku Tataniaga ... 79 23. Total Marjin, Total Biaya, Total Keuntungan danShare pada

Setiap Lembaga tataniaga di Kecamatan Ciranjang, Tahun 2008 .... 80 24. Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga Kedelai


(21)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Margin Tataniaga ... 27 2. Bagan Kerangka Pemikiran Usahatani dan Tataniaga

Kedelai ... 33 3. Saluran Tataniaga Kedelai Polong Muda... 58 4. Saluran Tataniaga Kedelai Polong Tua... 60

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Kuisioner Analisis Usahatani Kedelai ... 89 2. Kuisioner Analisis Tataniaga Kedelai ... 96


(22)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian memiliki peran yang cukup penting dan strategis dalam pembangunan nasional dan regional. Peranan tersebut terlihat dalam penyerapan tenaga kerja sekitar 41.2 persen maupun dalam perekonomian, seperti yang tercermin pada peranan sektor pertanian dalam pembentukan PDB sekitar 13.8 persen pada tahun 2007. Subsektor tanaman pangan mempunyai peranan sekitar 49.4 persen terhadap pertanian secara keseluruhan.1

Sektor pertanian yang mempunyai peranan yang strategis dan penting adalah sektor tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia, sehingga peranan ini tidak dapat disubstitusi secara penuh oleh sektor lain kecuali impor pangan. Tanaman pangan merupakan tanaman yang dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan makro manusia terhadap karbohidrat, lemak, dan protein yang berasal dari bahan pangan nabati. Tanaman pangan meliputi padi, jagung, serelia, ubi-ubian dan kacang-kacangan (kedelai, kacang hijau, kacang tanah, kacang tunggak dan kacang koro).2

Kedelai adalah salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung. Kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung protein nabati yang sangat tinggi nilai gizinya, mengandung zat anti oksidan yang tinggi sehingga sangat bermanfaat bagi kesehatan dan banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia.

1

Bank Indonesia. 2008. Produk Domestik Bruto.http://www.bi.go.id. 7 Mei 2008. 2

Badan Penelitian dan Pengembangan Jawa Tengan. 2007. Mekanisme Pengadaan Pangan dan Pupuk di Propinsi Jawa Tengah.http://www.balitbangjateng.go.id. 17 Mei 2008.


(23)

Konsumsi penduduk Indonesia terhadap kedelai berupa hasil olahan (seperti tempe, tahu, kecap, tauco, susu kedelai, oncom, yogurt, mentega, minyak, keripik), dan bahan baku pakan ternak.3

Konsumsi kedelai per tahun cenderung mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2005 meningkat 9.2 persen, selanjutnya konsumsi meningkat rata-rata 8.2 persen per tahun, sehingga pada tahun 2007 mencapai 2 000 000 ton. Sementara kondisi produksi kedelai nasional berfluktuasi (Tabel 1). Pada tahun 2007 penurunan produksi sampai 20.7 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan peningkatan ketergantungan terhadap kedelai impor.

Tabel 1 Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional Tahun 2004-2007 Tahun Produksi*

(ton)

Pertumbuhan (%)

Konsumsi Total** (Ton)

Pertumbuhan(%)

2004 723 480 2 015 000

2005 808 350 11.7 2 122 000 9.2

2006 746 610 -7.6 2 179 000 8.0

2007 592 381 -20.7 2 234 000 8.4

Sumber : *BPS, 2008

**Badan Litbang Pertanian, Deptan, 2008

Setiap tahun rata-rata Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 2.3 juta ton pada periode tahun 1996-2005 (Tabel 2). Volume dan nilai impor kedelai masing-masing tumbuh sebesar 8.4 dan 7.9 persen per tahun, sedangkan volume ekspor tumbuh rendah yaitu 1.7 persen per tahun. Tetapi nilai ekspor tumbuh tinggi sebesar delapan persen per tahun. Hal ini menunjukkan kedelai yang diekspor berupa produk olahan, sehingga mengalami peningkatan nilai tambah tinggi. Negara yang menjadi tujuan ekspor kedelai terbesar adalah Australia, India, Jepang, Saudi Arabia, Netherland dan Singapore.

3


(24)

Tabel 2 Volume dan Nilai Ekspor Impor Kedelai Indonesia Tahun 1996-2006

Impor Ekspor

Tahun

Volume (ton) Nilai (000 USD) Volume (ton) Nilai (000 USD) 1996 1 705 583 530 582

1997 1 532 112 518 860 1998 1 033 802 273 776

1999 2 227 321 475 158 7 596 3 606 2000 2 568 565 558 737 12 013 4 490 2001 2 728 358 611 140 21 987 5 808 2002 2 716 641 591 121 13 812 6 569 2003 2 773 668 706 753 13 474 6 018 2004 2 881 735 967 957 17 109 6 211 2005 2 982 986 801 779 8 279 6 080 2006 3 121 334 838 390 8 789 8 406 Sumber : Deptan, 20074

Program Peningkatan Kedelai Nasional Tahun 2008 untuk mendorong peningkatan produksi kedelai nasional dilakukan melalui beberapa strategi, yaitu (a) Peningkatan produktivitas, (b) Perluasan areal tanam, (c) Pengamanan produksi, dan (d) Penguatan kelembagaan dan dukungan pembiayaan.5

Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi kedelai di Indonesia, walaupun produksi yang dihasilkan cenderung mengalami penurunan (Tabel 3). Hal ini disebabkan oleh semakin banyak lahan pertanian yang dialih fungsikan menjadi non farm atau petani yang beralih menanam komoditas lain yang lebih menguntungkan, seperti jagung dan sayuran. Daerah yang berpotensi untuk pengembangan kedelai di Jawa Barat adalah Garut, Cianjur, Ciamis, Sukabumi, Indramayu, Tasikmalaya, Sumedang, Kuningan dan Majalengka (Dinas Pertanian Jawa Barat, 2006).

4

Departemen Pertanian. 2008. Ekspor Kedelai Pernegara Tujuan.

http://database.deptan.go.id/bdspweb. 1 September 2008. 5

Team TP. 2008. Press Release Mentan Pada Panen Kedelai. http://ditjentan.deptan.go.id. 4 Februari 2008.


(25)

Tabel 3 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai di Kabupaten, Propinsi Jawa Barat, Tahun 2006

No Kabupaten Luas Tanam (Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Kw/Ha)

1 Garut 5 979 5 891 7 925 13.45

2 Cianjur 4 499 3 034 4 431 14.60

3 Ciamis 2 750 2 395 3 336 13.93

4 Sukabumi 1 419 927 1 335 14.40

5 Indramayu 1 156 1 095 1 682 15.36

6 Tasikmalaya 1 128 895 1 159 12.95

7 Sumedang 937 903 1 191 13.19

8 Kuningan 837 761 863 11.34

9 Majalengka 657 614 786 12.80

Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat, 2006 (diolah)

Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten kedua sebagai sentra produksi kedelai di Jawa Barat setelah Kabupaten Garut. Selain itu, Kabupaten Cianjur memiliki prospek pengembangan kedelai, baik sebagai produk primer maupun sebagai produk sekunder (olahan) yang telah lama dikembangkan di Kabupaten Cianjur (seperti tauco, tahu dan tempe). Luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas kedelai di Kabupaten Cianjur periode tahun 2001 – 2006 cenderung berfluktuatif (Tabel 4). Produksi kedelai di Kabupaten Cianjur cenderung mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena pada tahun 2003, harga gabah dan harga beras di pasar mengalami peningkatan akibatnya banyak petani yang melakukan pola tanam padi-padi-padi.

Tabel 4 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai di Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2006

No Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1 Luas Tanam (Ha) 6 451 5 844 1 434 6 926 4 591 4 518 2 Luas Panen (Ha) 6 672 5 812 1 563 6 617 5 016 4 460 3 Produksi (Ton) 7 952 6 788 1 020 10 125 6 710 6 086 4 Produktivitas

(Ton/Ha)

1.09 1.10 1.14 1.25 1.14 1.25 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2007 (diolah)


(26)

Luas tanam kedelai pada tahun 2007 adalah 4 429 ha, sehingga terjadi penurunan luas areal tanam sebesar 1.97 persen dibanding tahun 2006. Demikian pula luas panen kedelai tahun 2007 adalah 1 506 ha, sehingga ada penurunan luas panen sebesar 66.23 persen dari tahun 2006. Produksi kedelai tahun 2007 sebesar 1992 ton sehingga terjadi penurunan sebesar 67.27 persen, sedangkan produktivitas hasil tahun 2007 sebesar 1.32 ton per hektar. Penurunan ini disebabkan pada periode tanam kedelai tahun 2007 terjadi kekeringan (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2007).

Sentra produksi kedelai di Kabupaten Cianjur terdapat di beberapa kecamatan di wilayah utara dan wilayah selatan (Tabel 5). Kecamatan di wilayah utara, sentra produksi kedelai periode tahun 2001-2006 adalah Kecamatan Ciranjang, Sukaluyu dan Bojong Picung, namun pada tahun 2007 Kecamatan Sukaluyu produksi kedelai mengalami penurunan. Sentra produksi di wilayah selatan adalah Kecamatan Sindang Barang, Cidaun dan Leles, sedangkan kontribusi dari wilayah tengah terutama Kecamatan Tanggeung dan Kadupandak tidak terlalu besar (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2007).

Tabel 5 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Rata-Rata Kedelai di Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2006

No Kecamatan Luas Tanam

(Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

1 Ciranjang 1 164.83 1 237.33 1 736.67 1.372 2 Sukaluyu 995.17 1 145.60 1 272.83 1.338 3 Bojong Picung 881.83 1 072.83 1 482.33 1.381

4 Tanggeung 202.67 224.83 261.50 1.157

5 Kadupandak 101.33 103.50 119.17 1.141 6 Sindang Barang 178.00 184.00 218.17 1.173

7 Cidaun 276.00 297.67 349.50 1.176

8 Leles 201.50 165.00 194.50 1.180


(27)

Budidaya kedelai di Kabupaten Cianjur merupakan tanaman cash crop yang umumnya diusahakan pada lahan sawah irigasi dan sebagian kecil diusahakan pada sawah tadah hujan dan lahan kering. Berdasarkan hasil panennya usahatani kedelai di Kabupaten Cianjur dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu hasil panen kedelai dalam bentuk biji tua dan panen dalam bentuk polong muda.

1.2 Perumusan Masalah

Harga kedelai di pasar dunia berdampak langsung terhadap harga kedelai impor di dalam negeri juga meningkat. Awal Januari 2007, di dalam negeri harga kedelai eceran mencapai Rp 3 450/Kg dan terus naik mencapai Rp 7 500/Kg. Dampaknya produsen tahu, tempe dan industri makanan dan minuman berbahan baku kedelai melakukan pengurangan jumlah produksi dan ukuran produknya karena tingginya biaya produksi. Bagi konsumen akhir dampaknya adalah semakin mahalnya harga produl-produk olahan berbahan baku kedelai, sedangkan bagi petani hal ini menjadi pendorong untuk kembali menanam kedelai.

Kedelai impor dapat membanjiri pasar kedelai dalam negeri disebabkan hal-hal sebagai berikut: (a) adanya pasar yang besar sampai ke tingkat desa, (b) peraturan yang memperbolehkan hal tersebut, (c) adanya pihak atau institusi atau organisasi yang menangani dengan baik karena mendapat insentif yang besar, dan (d) kedelai dari petani sampai ke pasar atau konsumen belum tertangani dengan baik tetapi berjalan sendiri secara alami, sehingga konsumen sulit


(28)

mencarinya dan harganya menjadi tinggi.6 Hal tersebut yang menyebabkan tataniaga kedelai di tingkat petani di Indonesia belum tertangani dengan baik.

Faktor utama turunnya produksi kedelai nasional adalah tidak adanya insentif bagi petani untuk menanam kedelai. Harga kedelai impor jauh lebih murah dari produksi dalam negeri karena tidak ada tarif impor untuk kedelai, keberlanjutan pasokan kedelai impor lebih terjamin dibanding kedelai nasional, dan belum diaturnya tataniaga kedelai sehingga petani dalam negeri sulit bersaing dengan petani luar negeri (Departemen Pertanian, 2004).

Berdasarkan data BPS menunjukkan bahwa harga kedelai lokal dari tahun ke tahun lebih mahal dari kedelai impor. Tahun 1992, harga kedelai impor sebesar Rp 544 per kilogram sedangkan harga kedelai dalam negeri lebih mahal dari kedelai impor yaitu sebesar Rp 847 per kilogram sehingga terdapat selisih sebesar Rp 303 per kilogram. Perbedaaan harga tersebut terus meningkat, pada tahun 2000 harga kedelai impor naik menjadi Rp 1 827.5 per kilogram dan kedelai dalam negeri menjadi Rp 2 844 per kilogram sehingga terdapat selisih sebesar Rp 1 016.5 per kilogram. Pada tahun 2006 harga kedelai dalam negeri mencapai Rp 4 977.85 per kilogram. Kondisi ini menyebabkan kedelai dalam negeri menjadi tertekan dan terdesak oleh kedelai impor.7

Prospek pengembangan kedelai di dalam negeri untuk menekan impor cukup baik. Ketersediaan sumberdaya lahan yang cukup luas, iklim yang cocok, teknologi yang telah dihasilkan, serta sumberdaya manusia yang cukup terampil dalam agribisnis dapat membantu dalam pengembangan kedelai dalam negeri.

6

Team TP. 2008. Press Release Mentan Pada Panen Kedelai.http://ditjentan.deptan.go.id. 4 Februari 2008.

7


(29)

Selain itu, pasar komoditas kedelai masih terbuka lebar, dilihat dari banyaknya konsumsi kedelai di Indonesia.

Perkembangan produksi kedelai dalam negeri sampai tahun 1992 sangat baik yaitu mencapai 1.8 juta ton. Hal ini terlihat dari perkembangan luas areal tanam kedelai di sebagian daerah. Selain itu, kondisi pada saat itu juga didukung oleh analisa usahatani kedelai yang cukup menguntungkan. Namun, sejak tahun 1993 produksi dalam negeri terus mengalami penurunan terlihat dari penurunan luas areal tanam. Hal ini disebabkan oleh penetapan kebijakan harga sejak tahun 1992 ditiadakan, kebijakan tataniaga kedelai yang bebas dilakukan oleh pengusaha importir dan penetapan tarif impor tahun 1998 jauh di bawah bound tariff menyebabkan masuknya kedelai impor dengan harga murah. Akibatnya petani dalam negeri sulit bersaing dengan kedelai impor.

Di Kabupaten Cianjur terdapat beberapa daerah yang merupakan sentra produksi kedelai, antara lain Ciranjang, Sukaluyu dan Bojong Picung. Namun pada tahun 2007, terjadi penurunan luas tanam di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Sukaluyu mengalami penurunan produksi sangat tajam, terlihat dari penurunan luas tanam menjadi 10 hektar dari 995.17 hektar pada tahun 2006. Hal ini disebabkan oleh petani yang semula menanam kedelai beralih menanam komoditas lain yang lebih menguntungkan, seperti padi, jagung dan sayur-sayuran.

Di Kabupaten Cianjur, petani dalam memasarkan produknya mempunyai kebebasan untuk memilih saluran tataniaga yang dapat memberikan keuntungan dari hasil usahataninya, tetapi harga jual yang diterima petani masih rendah. Pada umumnya petani langsung menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul atau


(30)

tengkulak secara perorangan, masih sangat terbatas petani menjual secara berkelompok. Hal ini karena petani membutuhkan uang saat panen sehingga harga jual sangat ditentukan oleh tengkulak, walaupun terjadi tawar-menawar antara petani dan pedagang pengumpul keputusan akhirnya tetap ditentukan oleh pedagang pengumpul.

Lembaga tataniaga cenderung menuntut biaya tataniaga dan keuntungan besar dari jasa tataniaga yang dilakukan. Lemahnya posisi tawar petani menyebabkan petani tidak mempunyai kekuatan untuk menentukan harga berdasarkan biaya produksi yang telah dikeluarkan, akibatnya tingkat pendapatan petani menjadi rendah.8 Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat pendapatan petani dan posisi tawar petani pada tataniaga kedelai di Kabupaten Cianjur maka perlu dilakukan penelitian mengenai usahatani dan tataniaga kedelai.

Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur setelah kebijakan tarif impor ditiadakan?

2. Bagaimana saluran tataniaga dan struktur pasar dan tingkat efisiensi tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Analisis tingkat pendapatan usahatani kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur setelah kebijakan tarif impor ditiadakan.

8

Antara. 2008. Produksi Kedelai Mesti Ditingkatkan.http://www.antara.co.id. 15 Januari 2008.


(31)

2. Mengkaji saluran tataniaga, struktur pasar dan tingkat efisiensi tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian mengenai tataniaga kedelai ini diharapkan menjadi bahan informasi untuk pihak-pihak pengambil kebijakan, diantaranya Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, penyuluh pertanian dan kelompok tani dalam upaya peningkatan hasil dan perbaikan kinerja tataniaga kedelai. Dampaknya dapat meningkatkan pendapatan petani kedelai di lokasi penelitian.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Batasan dari penelitian yang berjudul Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini dikhususkan membahas mengenai komoditi kedelai yang dipanen polong tua. Pembahasan tataniaga untuk analisis kualitatif dilakukan pada semua saluran tataniaga yang terlibat, sedangkan untuk analisis data kuantitatif hanya menggunakan data dari saluran tataniaga dengan jalur tataniaga dari Kecamatan Ciranjang ke Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung.


(32)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keragaan Kedelai

Kedelai (Glicine max) adalah tanaman semusim yang termasuk family Leguminosae diduga berasal dari Cina dan dikembangkan ke berbagai negara seperti Amerika, Amerika Latin dan Asia. Kedelai dapat dibudidayakan di daerah subtropis dan tropis dengan teknis budidaya yang sederhana. Di Indonesia kedelai pertama kali ditanam di pulau Jawa dan Bali pada tahun 1750. Daerah sentra tanaman kedelai mula-mula terpusat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Nusa Tenggara Barat dan Bali, kemudian meluas hampir di seluruh propinsi di Indonesia.

Kedelai mempunyai kegunaan yang luas dalam tatanan kehidupan manusia. Penanaman kedelai dapat meningkatkan kesuburan tanah, karena akar-akarnya dapat mengikat Nitrogen bebas dari udara dengan bantuan bakteri Rhizobium sp., sehingga unsur Nitrogen bagi tanaman tersedia dalam tanah.

Kedelai di Indonesia bernilai tinggi karena tiga alasan: (1) produksinya di dalam negeri dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan nasional, (2) merupakan bahan pangan berkadar protein yang dapat memperbaiki gizi masyarakat, dan (3) merupakan tanaman komersil bagi petani lahan kering. Di Indonesia kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (dpl). Varietas yang ditanam awalnya berasal dari luar negeri (introduksi), diantaranya dari Jepang, Taiwan, Kolumbia, Amerika Serikat dan Filipina. Di sentra pertanaman kedelai umumnya kondisi iklim yang cocok adalah suhu antara 25–270C.


(33)

Tanaman kedelai mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah. Berdasarkan kesesuaian jenis tanah untuk pertanian, maka tanaman kedelai cocok ditanam pada jenis tanah Aluvial, Regosol, Grumosol, Latosol dan Andosol. Hal yang penting diperhatikan dalam pemilihan lahan pertanaman kedelai adalah tataair (drainase) dan tataudara (aerase) tanah yang baik, bebas dari kandungan atau wabah Nematoda, dan keasaman (pH) tanah (Rukmana dan Yuyun, 2006).

2.2 Kebijakan Pengembangan Kedelai

Peranan pemerintah sebagai fasilitator, dinamisator dan penciptaan lingkungan yang kondusif dalam pengembangan suatu komoditas secara teknis, sosial dan ekonomis adalah sangat penting dan strategis. Cakupan kebijaksanaan dalam program aksi pengembangan adalah sangat kompleks yang meliputi pengadaan dan distribusi sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida dan kredit usaha tani), penyuluhan dan tataniaga hasil melalui sistem kelembagaan dan pembinaan dari tigkat pusat sampai ke tingkat desa. Kebijakan dalam bidang penelitian, peningkatan produksi, dan perdagangan (harga) adalah saling berhubungan satu dengan yang lain.

Proteksi harga akan berdampak positif terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani bila didukung oleh potensi teknologi dan sistem tataniaga yang efisien. Kebijakan diversifikasi konsumsi melalui penetapan pola pangan harapan (PPH) dapat dikatakan sebagai acuan penting dalam penetapan target peningkatan produksi setiap komoditas pangan termasuk kedelai. Peningkatan produksi akan berdampak pada peningkatan pendapatan petani (Rachmanet al. 1996).


(34)

Kebijakan Proteksi dan Harga Dasar. Kebijakan harga yang diterapkan pemerintah selama ini dengan sasaran utama mendorong adopsi teknologi, meningkatkan produksi dan pendapatan petani adalah kebijakan proteksi harga dan penetapan harga dasar. Kebijakan proteksi bertujuan untuk mengendalikan harga kedelai dalam negeri agar tetap lebih tinggi dan terisolasi dari fluktuasi harga kedelai di pasar dunia. Hal ini dilakukan melalui pengaturan volume impor dan penetapan harga kedelai ekspor-impor serta penyalurannya kepada industri pengolah di dalam negeri. Kebijakan proteksi harga ini cukup berhasil mencapai sasarannya dan berdampak positif dalam mendorong produksi kedelai domestik. Pada periode 1985 – 1994 produsen kedelai mendapatkan rata-rata proteksi harga sebesar 136.56 persen dengan laju peningkatan proteksi 4.80 persen pertahun (Rachman,et al. 1996).

Di satu sisi penetapan harga dasar secara umum belum mencapai sasaran yang diharapkan. Pada periode 1984 – 1991 harga kedelai di tingkat petani sekitar 76.27 persen lebih tinggi dari penetapan harga dasar. Hal ini menjelaskan bahwa penetapan harga dasar maupun harga pembelian pemerintah untuk kedelai adalah sangat rendah dibandingkan dengan harga pasar yang berlaku, sehingga kebijakan harga dasar menjadi tidak efektif. Kemudian sejak tahun 1992, pemerintah tidak melakukan penetapan harga dasar lagi.

Perkembangan produksi kedelai tahun 1992 merupakan puncak produksi kedelai yaitu mencapai 1.8 juta ton. Setelah pemerintah tidak melakukan penetapan harga dasar, maka tahun 1993 produksi kedelai terus menurun sampai tahun 2003 menjadi 671 600 ton. Hal ini disebabkan semangat petani untuk membudidayakan kedelai turun sebagai akibat dari masuknya kedelai impor


(35)

dengan harga lebih rendah dari kedelai dalam negeri. Tahun 2004 sampai 2006 produksi mengalami peningkatan, namun sangat lambat yaitu 723 483 ton (2004), 808 353 ton (2005) dan 746 611 (2006). Tahun 2007 produksi turun kembali 20 persen dari tahun 2006 menjadi 608 000 ton.9

Kebijakan Tarif dan Impor Kedelai. Upaya pemerintah memenuhi kebutuhan bahan baku industri merupakan awal munculnya kebijakan impor kedelai di Indonesia. Pada dasawarsa 1980-an perbandingan antara impor dan produksi kedelai dalam negeri mencapai rata-rata 45 persen pertahun yang merupakan angka tertinggi dibanding dengan dasawarsa 1970-an dan 1990-an. Sesuai aturan WTO dimana setiap negara diperkenankan menerapkan applied tariff maksimal sama denganbound tariff dalamschedule yang didaftarkan.

Namun dengan pertimbangan antara lain daya beli masyarakat Indonesia, maka tahun 1998 Pemerintah Indonesia menerapkan tarif impor jauh di bawah bound tariff (0 – 5 persen), termasuk kedelai (Rachman, et al. 1996). Namun dengan kenaikan harga kedelai di pasar dunia akhir tahun 2007 mengakibatkan harga kedelai impor tinggi, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri maka Pemerintah menurunkan tarif impor sampai 0 persen.

2.3 Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai tanaman kedelai telah dilakukan oleh Nurmanaf (1987), Rusastra, et al. (1992), Saptana (1993), Puspodewi (2004), Elizabeth (2007) dan Nuryanti dan Kustiari (2007).

9

Team TP. 2008. Press Release Mentan Pada Panen Kedelai.http://ditjentan.deptan.go.id. 4 Februari 2008


(36)

Penelitian terhadap jalur tataniaga kedelai di daerah transmigrasi Jambi yang dilakukan Nurmanaf (1987) bertujuan menganalisis sistem tataniaga kedelai di daerah transmigrasi Jambi, meliputi jalur tataniaga, rantai tataniaga dan tingkat harga, biaya angkut, margin tataniaga dan bagian harga yang diterima petani.

Nurmanaf (1987) menyatakan bahwa tataniaga kedelai di satuan pemukiman transmigrasi Jambi belum efisien. Hal ini terlihat dari tingginya margin tataniaga di tiga satuan pemukiman transmigrasi, yaitu Singkut III sebesar Rp 275/kg, Pamenang I sebesar Rp 200/kg dan Kuamang Kuning sebesar Rp 225/kg. Harga yang diterima petani di tiga satuan pemukiman masing-masing sebesar 60.7, 69.2 dan 62.5 persen. Tingginya margin tataniaga kedelai terutama disebabkan tingginya biaya angkutan hasil, baik biaya angkutan dari satuan pemukiman transmigrasi ke pasar, antar pasar maupun biaya angkut antar daerah.

Rusastra, et al. (1992) melakukan penelitian aspek produksi dan tataniaga kedelai di Jawa Timur. Tujuan penelitian ini mengungkap keragaan dan permasalahan aspek produksi, usahatani dan tataniaga kedelai di Jawa Timur sebagai daerah sentra produksi secara nasional. Produksi kedelai di Jawa Timur setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan produksi, areal panen dan produktivitas kedelai dari tahun 1984-1990 masing-masing sebesar 2.8; 3.1 dan 5.9 persen per tahun.

Tingkat pendapatan usahatani kedelai dengan mempertimbangkan basis agroekosistem pengembangan tahun 1990, menunjukkan usahatani kedelai di lahan sawah lebih menguntungkan dibandingkan di lahan kering (Rp 366 900 vs Rp 298 400 per hektar). Dilihat dari efisiensi pemanfaatan modal tidak terdapat


(37)

perbedaan yang berarti, R/C kedelai di lahan sawah 1.4 dan di lahan kering sedikit lebih baik yaitu 1.43.

Hasil penelitian yang dilakukan Rusastra, et al menunjukkan bahwa hasil usahatani kedelai dengan pola kerjasama dengan pihak swasta lebih tinggi yaitu 17.6 persen dibandingkan sebelum kerjasama dan 15.9 persen dibandingkan dengan non kerjasama. Permasalahan pada sistem kerjasama yang perlu diperhatikan adalah (1) Penyampaian informasi yang sempurna kepada petani, (2) Peningkatan sistem pembinaan dikaitkan dengan sistem pengadaan dan penyaluran saprodi, (3) Masalah birokrasi dan keterlambatan penyediaan dana, serta (4) Keterbatasan tenaga lapang.

Beberapa indikator makro tataniaga seperti pangsa harga yang diterima petani dan kestabilan harga bulanan di tingkat produsen dan konsumen menunjukkan mantapnya sistem tataniaga kedelai di Jawa Timur. Hal ini terlihat dari pangsa harga petani mencapai 89.4 persen dengan margin tataniaga 10.6 persen. Permasalahan dalam tataniaga adalah rendahnya kualitas kedelai di tingkat pedagang dan konsumen.

Penelitian aspek produksi dan tataniaga kedelai di Jawa Tengah (studi kasus di Kabupaten Wonogiri) dilakukan oleh Saptana (1993). Bertujuan untuk mengungkap seberapa jauh dampak penerapan teknologi baru terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani, keragaan dan permasalahan aspek produksi dan tataniaga kedelai di Wonogiri.

Dampak penerapan teknologi baru telah mampu meningkatkan pendapatan sebesar 76.6 persen (1990) dan 174.43 persen (1991). Selain itu, penerapan teknologi baru juga bisa diterima dari segi efisiensi pemanfaatan modal dengan


(38)

nilai R/C ratio untuk pola rekomendasi 1.85 sedangkan untuk pola petani 1.80 (1990), dan 1.38 untuk pola rekomendasi serta 1.25 untuk pola petani (1991).

Efisiensi tataniaga kedelai di Wonogiri, Jawa Tengah terlihat dari pangsa harga petani sebesar 89.6 persen dengan margin tataniaga 10.4 persen. Margin tataniaga yang relatif rendah ini dikarenakan fungsi tataniaga yang dilakukan sangat sederhana, yaitu pengumpulan, pengangkutan dan biaya penyusutan. Menurut Saptana, permasalahan utama tataniaga adalah kualitas kedelai, masalah kualitas ini menjadi lebih serius karena ada faktor kesengajaan dari pedagang pengumpul dan PB kecamatan yang melakukan pencampuran tanah yang diwarnai mirip kedelai.

Puspodewi (2004) meneliti analisis keunggulan kompetitif dan komparatif serta dampak kebijakan pemerintah pada pengusahaan kedelai di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah (kasus desa Bade) dengan analisisn PAM. Pengusahaan kedelai di desa Bade menguntungkan dan efisien secara finansial terlihat dari keuntungan sebesar Rp 361.04 per kilogram dan nilai PCR kurang dari satu. Selain itu, secara ekonomi juga menguntungkan sebesar Rp 281.66 per kilogram dan nilai DRC 0.88. Nilai DRC yang lebih besar dari nilai PCR terjadi karena adanya intervensi pemerintah.

Dilihat dari keuntungan privat dan sosial yang diperoleh maka Desa Bade Kabupaten Boyolali mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif, sehingga pengusahaan kedelai layak untuk dikembangkan. Dampak kebijakan input dan output terhadap petani produsen kedelai sangat intensif, karena nilai tambah keuntungan yang diperoleh petani lebih tinggi dari seharusnya.


(39)

Penelitian Nuryanti dan Kustiari (2007) berjudul Meningkatkan kesejahteraan petani kedelai dengan kebijakan tarif optimal. Bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan usahatani kedelai pada tingkat tarif saat ini, tingkat tarif optimal dengan tingkat keuntungan usahatani 25 persen, dan dampak keseimbangan pasar domestik atas kenaikan tarif impor kedelai optimal.

Analisa dalam penelitian ini dilakukan pada tingkat usahatani (mikro) dan makro. Analisa mikro dengan menggunakan data I-O diturunkan dari data struktur ongkos rata-rata Indonesia 2006. Analisa tingkat makro menggunakan “partial welfare analysis” untuk memahami dampak penerapan tarif optimal terhadap harga komoditas di pasar domestik, produksi, permintaan, penawaran dan impor, serta dampaknya terhadap kesejahteraaan produsen, konsumen dan penerimaan pemerintah.

Berdasarkan perhitungan besaran keuntungan usahatani optimal 25 persen, petani kedelai nasional harus mencapai harga jual Rp 4 479/kg. Kondisi ini sangat sulit, karena harga kedelai domestik menjadi tidak dapat bersaing dengan kedelai impor. Satu-satunya solusi untuk memberi insentif produksi kedelai domestik adalah jaminan harga jual kedelai dengan tingkat keuntungan pasti. Berdasarkan asumsi harga pokok produksi Rp 3 359/kg, tarif bea masuk kedelai saat ini 5 persen, untuk memperoleh keuntungan usahatani 25 persen tarif bea masuk yang diterapkan (Most Favoured Nation, MFN) harus dinaikkan menjadi 22.3 persen (ad valorem) atau Rp 625.5/kg (specific tariff).

Tarif yang diikat untuk kedelai adalah 27 persen. Artinya, masih ada peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani kedelai dengan menjamin keuntungan usahatani 25 persen dengan menetapkan tarif impor baru


(40)

sebesar 22.3 persen. Harga kedelai impor saat ini (Rp 2 806.4/kg) masih lebih rendah dibandingkan harga pokok produksi kedelai lokal (Rp 3 359/kg). Fluktuasi harga produk pangan dan sarana produksi usahatani di pasar global akan ditransmisikan ke semua tingkat harga, termasuk produsen lokal. Namun tidak semua sistem dan saluran tataniaga komoditas pangan di pasar domestik bersaing sempurna.

Penelitian tentang Penguatan dan pemberdayaan kelembagaan petani mendukung pengembangan agribisnis kedelai oleh Elizabeth (2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan perspektif penguatan dan pemberdayaan kelembagaan yang terkait dengan petani di perdesaan dalam rangka mendukung pengembangan agribisnis kedelai.

Pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan di perdesaan, meliputi: (1) Pola pengembangan pertanian berdasarkan luas dan intensifitas lahan, perluasan kesempatan kerja dan berusaha yang dapat memperluas penghasilan, (2) Perbaikan dan penyempurnaan keterbatasan pelayanan sosial (pendidikan, gizi dan kesehatan, dan sebagainya), dan (3) Program memperkuat prasarana kelembagaan dan ketrampilan mengelola kebutuhan perdesaan. Lemahnya kinerja ekonomi perdesaan terutama disebabkan rendahnya kapasitas kelembagaannya, yang tercermin pada masih rendah interaksi antar kelembagaan, kecilnya akses terhadap kelembagaan modern, dan melemahnya kelembagaan lokal karena tekanan dari luar.

Elizabeth (2007) menyatakan bahwa beberapa kelembagaan pendukung keberhasilan agribisnis kedelai, seperti: kelompok tani, lembaga tenaga kerja, kelembagaan penyediainput, kelembagaan output, dan kelembagaan permodalan.


(41)

Pengembangan kelembagaan untuk menghasilkan pencapaian kesinambungan dan keberlanjutan daya dukung SDA (marginal sustainability yield) dan berbagai usaha untuk menopang dan menunjang aktivitas kehidupan, merupakan bagian penting pembangunan pertanian dan perdesaan.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan tingkat pendapatan usahatani lebih menguntungkan bila diusahakan di lahan sawah, pola kerjasama dengan pihak swasta, dan adanya penerapan teknologi baru, serta intervensi dari pemerintah. Pencapaian keberhasilan agribisnis kedelai diperlukan suatu kelembagaan pendukung dari tingkat desa sampai di luar desa. Permasalahan di tataniaga kedelai meliputi kualitas kedelai, margin tataniaga kedelai yang tinggi disebabkan biaya angkut, dengan tarif bea masuk kedelai 5 persen harga kedelai domestik masih lebih tinggi dari harga kedelai impor. Tabel 6 menginformasikan perbedaaan dan persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.

Tabel 6 Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu

Nama Tahun Judul Penelitian Metode

Nurmanaf 1987 Jalur tataniaga kedelai di daerah transmigrasi Jambi

Marjin tataniaga

Farmer s Share

Rusastra,et al. 1992 Aspek produksi dan tataniaga kedelai di Jawa Timur

Efisiensi usahatani Marjin tataniaga Saptana 1993 Aspek produksi dan tataniaga kedelai di Jawa

Tengah (studi kasus di Kabupaten Wonogiri)

R/C rasio Marjin tataniaga Puspodewi 2004 Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif

serta dampak kebijakan pemerintah pada pengusahaan kedelai di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah (kasus desa Bade)

PAM

Elizabeth 2007 Penguatan dan pemberdayaan kelembagaan petani mendukung pengembangan agribisnis kedelai

Nuryanti dan Kustiari

2007 Meningkatkan kesejahteraan petani kedelai dengan kebijakan tarif optimal

Mikro : I – O Makro : Partial Welfare Analysis Meryani 2008 Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di

Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Pendapatan usahatani Marjin tataniaga,

farmer s share, B/C rasio


(42)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Usahatani

Rahim dan Diah (2007) menyatakan bahwa usahatani merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatannya meningkat. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output).

3.1.2 Pendapatan Usahatani

Struktur Penerimaan Usahatani. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah ukuran hasil total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor usahatani yang terbagi menjadi pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani kedelai, sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen kedelai yang dikonsumsi dan digunakan untuk bibit.

Struktur Biaya Usahatani. Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya


(43)

yang dikeluarkan dalam bentuk uang oleh petani sendiri. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani bukan dalam bentuk uang tunai, tetapi diperhitungkan dalah perhitungan usaha tani.

Soekartawi (1995) menyatakan bahwa biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua yaitu: (a) Biaya tetap (fixed cost) dan (b) Biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Artinya besarnya biaya tetap tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tetap antara lain sewa tanah, pajak, alat pertanian dan iuran irigasi.

Biaya tidak tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi. Jika menginginkan produksi yang tinggi maka faktor-faktor produksi (tenaga kerja, pupuk, dan sebagainya) perlu ditambah. Dapat disimpulkan biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang akan dicapai.

Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dibebankan kepada usahatani untuk penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat petanian dan biaya imbangan sewa lahan. Biaya ini digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika sewa lahan dan nilai tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan.

Pendapatan Usahatani. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang digunakan, untuk mengukur imbalan yang diperoleh petani akibat penggunaan faktor-faktor produksi. Untuk menilai


(44)

penampilan usahatani kecil adalah dengan penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.

R/C Ratio. Analisis efisiensi R/C ratio atau rasio penerimaan atas biaya dihitung dengan cara membandingkan penerimaan total dengan biaya total. Apabila diperoleh nilai lebih dari satu artinya usahatani kedelai yang dilakukan efisien, tetapi bila diperoleh nilai kurang dari satu artinya usahatani kedelai yang dilakukan belum efisien.

3.1.3 Tataniaga

Tataniaga merupakan suatu kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Aktivitas pasar dan tataniaga diklasifikasikan menurut waktu, jarak dan bentuk. Dahl and Hammond (1977) menyatakan bahwa fungsi dari tataniaga yaitu: (1) pembelian, (2) penjualan, (3) penyimpanan, (4) transportasi, (5) pengolahan, (6) standarisasi, (7) keuangan, (8) pengambilan risiko, dan (9) pengetahuan pasar. Secara keseluruhan tataniaga merupakan rangkaian kegiatan mengalirkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen, serta keuntungan bagi produsen.

Boyd, Walker and Larreche (2000), mendefinisikan tataniaga sebagai suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan individu dan organisasi mendapatkan apa yang dibutuhkan melalui pertukaran dengan pihak lain. Tujuan dari tataniaga adalah mengidentifikasi, mengkomunikasikan, dan menegosiasikan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumen.


(45)

Hanafiah dan Saefuddin (1983) menyatakan bahwa tataniaga adalah kegiatan yang berkaitan dengan penciptaan atau penambahan kegunaan dari barang dan jasa maka tataniaga termasuk tindakan atau usaha yang produktif. Kegunaan dalam kegiatan tataniaga adalah kegunaan tempat, waktu dan pemilikan, sehingga tataniaga dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pergerakan barang dan jasa dari produsen sampai dengan konsumen.

3.1.4 Saluran Tataniaga

Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga sehingga barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Saluran tataniaga terdiri dari beberapa pedagang perantara. Panjang pendeknya saluran tataniaga dipengaruhi beberapa faktor yaitu: (1) Jarak antara produsen ke konsumen, (2) Ketahanan produk, (3) Skala produksi dan (4) Keuangan produsen (Hanafinah dan Saefuddin, 1983).

Kotler (2005) menyatakan bahwa saluran tataniaga didefinisikan sebagai sarana untuk mencapai pasar sasaran. Ada tiga jenis saluran tataniaga yang digunakan meliputi: (1) saluran komunikasi yang digunakan untuk memberi dan menerima informasi dari konsumen sasaran. (2) Saluran distribusi digunakan untuk manyampaikan produk atau jasa dari produsen kepada konsumen. Lembaga yang terlibat dalam saluran ini diantaranya distributor, grosir, pengecer dan agen. (3) Saluran jasa untuk melakukan transaksi dengan calon konsumen. Saluran ini mencakup pergudangan, sarana transportasi, lembaga keuangan dan perusahaan asuransi yang memberikan kemudahan dalam transaksi.


(46)

Saluran tataniaga atau saluran distribusi merupakan lembaga atau perantara berganda yang berfungsi mendistribusikan barang untuk mendukung transaksi dengan konsumen potensial. Setiap lembaga berspesialisasi dalam satu fungsi dan kegiatan penting pendistribusian. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi transaksional dan efisiensi fungsional. Saluran tataniaga terdiri dari empat komponen utama yaitu: produk, pelaku pasar, aktivitas dan input(Boyd, Walkerand Larreche, 2000).

Bentuk distribusi ada dua yaitu distribusi langsung dan distribusi tidak langsung. Distribusi langsung yaitu produsen melakukan penjualan langsung produknya kepada konsumen, sedangkan distribusi tidak langsung yaitu produsen melakukan penjualan barang kepada konsumen melalui perantara seperti pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer (Boyd, Walkerand Larreche, 2000).

3.1.5 Struktur Pasar

Dahl and Hammond (1977) menyatakan bahwa ada empat karakteristik yang menentukan struktur pasar yaitu: (1) jumlah dan ukuran perusahaan, (2) sifat produk, (3) kemudahan untuk keluar masuk pasar dan (4) tingkat informasi harga, biaya serta kondisi pasar yang dihadapi pelaku tataniaga. Struktur pasar mengacu pada semua aspek yang dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan di suatu pasar, seperti jumlah perusahaan dan jenis produk (Lipsey, et al. 1997). Karakteristik struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 6.

Kotler (2005) menyatakan bahwa struktur pasar berdasarkan sifat dan bentuknya dibedakan menjadi dua yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak sempurna. Pasar termasuk ke dalam pasar bersaing sempurna


(47)

dengan ciri-ciri banyaknya jumlah penjual dan pembeli, barang yang ditawarkan bersifat homogen, penjual dan pembeli berperan sebagai price taker, dan bebas keluar masuk pasar. Pasar bersaing tidak sempurna dibagi menjadi pasar monopolistik, pasar ologopolistik dan monopoli.

Tabel 7 Karakteristik Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli Karakteristik Struktur Pasar No

Jumlah Penjual

Jumlah Pembeli

Sifat Produk

Sudut Penjual Sudut Pembeli 1 Banyak Banyak Homogen Persaingan

Sempurna

Persaingan Sempurna 2 Banyak Sedikit Diferensiasi Persaingan

Monopolistik

Oligopsoni 3 Sedikit Banyak Homogen Oligopoli Persaingan

Monopolistik 4 Sedikit Sedikit Diferensiasi Oligopoli

Diferensiasi

Oligopsoni Diferensiasi

5 Satu Satu Unik Monopoli Monopsoni

Sumber: Dahl and Hammond (1977), Lipsey, et al. (1997)

Pasar monopolistik yaitu pasar dimana banyak penjual yang mendiferensiasikan produk baik secara keseluruhan atau sebagian, sehingga produk dapat dibedakan berdasarkan kualitas, gaya dan service yang diberikan penjual. Akibatnya banyak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi pada berbagai tingkat harga bukan pada satu tingkat harga pasar. Penjual melakukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda, sehingga pembeli bersedia membayar lebih untuk produk yang dapat memuaskan kebutuhannya.

Pasar oligopolistik yaitu pasar yang terdiri dari beberapa penjual yang menghasilkan produk mulai dari produk yang terdiferensiasi hinggga produk homogen. Penjual sangat peka terhadap strategi tataniaga dan penetapan harga pesaing lainnya. Jumlah penjual yang sedikit disebabkan hambatan untuk masuk pasar tinggi, strategi penetapan harga yang tepat dan memusatkan perhatian pada


(48)

kepuasan pelanggan untuk menarik pelanggan. Pasar monopoli murni yaitu pasar yang hanya ada satu penjual yang menguasai pasar suatu produk tertentu. Penjual berperan sebagai price maker, hambatan masuk dan keluar pasar tinggi karena alasan teknis atau alasan undang-undang untuk monopoli yang teregulasi.

3.1.6 Efisiensi Tataniaga

Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tataniaga adalah tingkat efisiensi dari tataniaga, karena tataniaga yang efisien dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak yang terlibat dalam tataniaga. Dahland Hammond (1977) menyatakan bahwa terdapat dua ukuran yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat efisiensi yaitu efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi harga (ekonomi). Efisiensi operasional menggambarkan keadaan dimana biaya input dapat diturunkan tanpa mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan. Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses tataniaga produk yaitu dilihat dari keragaaan pasar (analisis margin tataniaga, farmer s share dan rasio keuntungan terhadap biaya).

Efisiensi harga tercermin dari tiga kondisi yaitu (1) ada alternatif pilihan bagi konsumen, (2) perbedaan harga yang mencerminkan adanya biaya-biaya yang dikeluarkan sebagai akibat perlakuan terhadap komoditi dalam sistem tataniaga, dan (3) terjadi aktivitas pembelian dan penjualan yang cocok antara petani, lembaga tataniaga dan konsumen yang berdampak pada kepuasan pada setiap pelaku tataniaga. Tingkat efisiensi tataniaga dapat dilihat dengan mengunakan dua pendekatan sekaligus atau salah satu dari pendekatan tersebut.

Marjin tataniaga. Dahland Hammond (1977) menyatakan bahwa marjin tataniaga menjelaskan perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga tingkat


(49)

pengecer (Pr). Perbedaan nilai ini juga direpresentasikan sebagai jarak vertikal

dan jarak antara kurva permintaan atau antara kurva penawaran (Gambar 1). Sr

menunjukkan supply turunan, Sf menunjukkan supply dasar, Dr merupakan

demand turunan, Df merupakan demand dasar, Pr merupakan harga retail, dan Pf

merupakan harga petani (Gambar 1). Nilai marjin tataniaga adalah perbedaan harga di kedua tingkat sistim tataniaga dikalikan dengan kuantitas produk yang dipasarkan. Cara perhitungan ini sama dengan konsep nilai tambah (value added).

Gambar 1 Marjin Tataniaga. Sumber: Dahland Hammond (1977)

Pengertian ekonomi nilai marjin tataniaga adalah harga dari sekumpulan jasa tataniaga yang merupakan hasil dari interaksi antara permintaan dan penawaran produk–produk tersebut. Oleh karena itu nilai marjin tataniaga dibedakan menjadi dua yaitu marketing costs dan marketing charges. Marjin tataniaga hanya merepresentasikan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen

Marjin Tataniaga (Pr – Pf)

Quantity Price

Pr

Pf

Sr Sf

Dr

Df

Qr, f VMM


(50)

dengan harga yang diterima petani, tetapi tidak menunjukkan jumlah kuantitas produk yang dipasarkan, sehingga jumlah produk di tingkat petani sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer. Marjin tataniaga merupakan penjumlahan antara biaya tataniaga dan marjin keuntungan (Dahland Hammond, 1977).

Marjin tataniaga terjadi karena adanya faktor-faktor biaya tataniaga (pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, dan lain-lain) dan keuntungan, yang akhirnya akan mempengaruhi pembentukan harga jual produk itu sendiri antara petani dan pedagang (Elizabeth, 2007). Keuntungan tataniaga adalah pengurangan marjin tataniaga dengan biaya-biaya tataniaga.

Farmer s share. Azzaino (1982) menyatakan bagian yang diterima petani (farmer s share) merupakan harga yang diterima petani sebagai imbalan kegiatan usahataninya dalam menghasilkan kondisi tertentu. Farmer s share juga menyatakan perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga di tingkat lembaga pemasaran yang dinyatakan dalam persentase.

Rasio B/C. Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga merupakan perbandingan antara keuntungan yang diambil lembaga tataniaga terhadap biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan produk tersebut. Secara teknis sistem tataniaga akan semakin efisien jika rasio keuntungan terhadap biaya merata di setiap lembaga tataniaga.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Pada awal tahun 2007, di dalam negeri harga kedelai impor meningkat sangat tajam karena harga kedelai di pasar dunia meningkat. Akibatnya produsen tahu, tempe dan industri makanan dan minuman berbahan baku kedelai


(51)

mengalami penurunan produksi. Sementara konsumsi kedelai semakin meningkat sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk. Di sisi lain produksi kedelai dalam negeri cenderung mengalami penurunan, karena gairah petani untuk menanam kedelai cenderung menurun. Harga kedelai impor yang tinggi memberikan peluang bagi petani dalam negeri untuk meningkatkan produksi kedelai guna memenuhi kebutuhan kedelai di Indonesia.

Pendapatan usahatani merupakan hasil akhir yang akan diperoleh petani sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam usahataninya, sehingga harus efisien dalam menggunakan sumberdaya. Efisiensi usahatani kedelai dapat dilihat dari hasil analisis R/C ratio yang menunjukkan berapa penerimaan yang diperoleh petani dari setiap input yang dikeluarkan. Selain itu R/C ratio digunakan untuk melihat apakah usahatani yang dilakukan menguntungkan secara ekonomi atau tidak bagi petani. Semakin besar nilai R/C ratio maka usahatani yang dilakukan akan semakin baik.

Tataniaga komoditi pertanian adalah kegiatan atau proses pengaliran komoditas pertanian dari produsen sampai ke konsumen atau pedagang perantara (tengkulak, pengumpul, pedagang besar, dan pengecer). Fungsi-fungsi tataniaga terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Semua fungsi tataniaga dilakukan oleh lembaga atau pelaku pasar yang terlibat, sehingga jumlah pelaku pasar yang terlibat dalam proses tataniaga akan menentukan panjang pendeknya saluran tataniaga. Fungsi tataniaga dilakukan untuk meningkatkan atau menciptakan nilai guna waktu, bentuk, tempat dan kepemilikan, sehingga konsumen akan merasa puas (Hanafiah dan Saefuddin, 1983).


(52)

Sementara untuk manganalisis struktur pasar kedelai dilakukan berdasarkan pada empat karakteristik struktur pasar yaitu: (1) jumlah dan ukuran perusahaan, (2) keadaan atau kondisi produk, (3) mudah atau sukar untuk keluar-masuk pasar, dan (4) tingkat informasi yang dimiliki oleh pelaku dalam tataniaga, seperti biaya, harga dan kondisi pasar diantara pelaku pasar. Perilaku pasar yang dibentuk tersebut dilihat dari dua sisi yaitu sisi penjual dan sisi pembeli. Analisis struktur pasar ini dilakukan untuk mengetahui pasar kedelai yang terbentuk sesuai dengan karakteristiknya.

Analisis kuantitatif untuk mengetahui bagaimana keragaan usahatani dan tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang jika dilihat dari analisis pendapatan usahatani, R/C ratio, margin tataniaga, B/C ratio dan farmer s share, apakah sudah efisien secara operasional. Efisiensi tataniaga tidak ditentukan oleh panjang-pendeknya saluran tataniaga, meskipun saluran tataniaga yang pendek lebih efektif dalam menyampaikan produk hingga diterima oleh konsumen. Tataniaga akan efisien bila semua pelaku pasar atau lembaga yang terlibat merasa puas dengan apa yang diperolehnya. Hasil dari analisis tersebut akan dibuat perumusan langkah-langkah perbaikan yang akan diberikan atau diinformasikan kepada petani dan para pelaku tataniaga. Alur pemikiran tersebut dapat digambarkan seperti diagram di bawah ini:


(53)

Gambar 2 Bagan Kerangka Pemikiran Usahatani dan Tataniaga Kedelai. 1. Saluran Tataniaga

2. Sruktur Pasar 3. Margin Tataniaga 4. Farmer s Share 5. Rasio B/C

Efisiensi Tataniaga

Rekomendasi

Petani Kedelai Lembaga Tataniaga:

1. Pedagang Pengumpul 2. Pedagang Besar 3. Supplier

4. Pedagang Pengecer

Analisis Tataniaga Analisis Usahatani

Analisis Kuantitatif: 1. Pendapatan Usahatani 2. Rasio R/C

- Harga kedelai impor tinggi

- Konsumsi rata-rata 2.7 juta ton per tahun

- Produksi kedelai dalam negeri rata-rata 0.7 juta ton per tahun


(54)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), karena Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra produksi kedelai di Jawa Barat. Kecamatan Ciranjang sendiri merupakan salah satu sentra produksi di Kabupaten Cianjur. Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Agustus 2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung menggunakan daftar pertanyaan terstruktur kepada petani kedelai, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Data sekunder yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Lembaga Penelitian dan pihak yang terkait lainnya. Informasi yang dikumpulkan antara lain perkembangan luas tanam, luas panen dan produksi, ekspor-impor kedelai, perkembangan harga dan kebijakan pengembangan kedelai.

4.3 Metode Penarikan Contoh

Metode penarikan contoh yang digunakan pada penelitian ini adalah random sampling yaitu pengambilan contoh dilakukan secara acak. Kecamatan Ciranjang terbagi menjadi 12 desa dan terdiri dari 80 kelompok tani dengan


(55)

rata-rata satu kelompok terdiri dari lima sampai enam orang petani. Penentuan responden berdasarkan petani yang menanam kedelai di Kecamatan Ciranjang sebanyak 30 orang petani kedelai dengan cara mengambil nama kelompok tani dan memilih petani secara acak untuk diwawancara.

Pengambilan contoh untuk pelaku pasar pada tiap tingkat lembaga pemasaran dilakukan dengan cara mengikuti arus barang dalam proses penyaluran barang dari produsen sampai ke konsumen. Pedagang pengumpul tiga orang berdasarkan informasi pedagang pengumpul yang berdomisili di Kecamatan Ciranjang, pedagang besar dua orang yang berada di Kecamatan Ciranjang, pedagang propinsi satu orang berdasarkan informasi dari pedagang besar di Kecamatan Ciranjang, dan pedagang pengecer tiga orang yang berada di Kabupaten Cianjur dan Bandung.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang telah dikumpulkan diolah dengan bantuan kalkulator, komputer dan disajikan dalam bentuk deskriptif, gambar dan tabulasi untuk mengelompokkan dan mengklasifikasikan data yang ada dalam melakukan analisis data.

4.4.1 Analisis Usahatani

Berdasarkan hasil panennya usahatani kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu usahatani kedelai polong tua dan usahatani kedelai polong muda. Analisis usahatani digunakan untuk melihat seberapa besar pendapatan usahatani dan produksi yang dihasilkan oleh petani. Lipsey, et al. (1997) menyatakan bahwa pendapatan usahatani dianalisis dengan analisis biaya dan pendapatan. Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara


(56)

produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 1995). Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

dimana:

TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usaha tani Py = Harga Y

Jika komoditas tanaman yang diusahakan lebih dari satu, maka rumus tersebut dapat berubah menjadi:

Biaya tetap dapat dihitung dengan rumus:

dimana:

Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap

Pxi = Harga Xi(input)

Rumus tersebut dapat digunakan untuk menghitung biaya total (total cost), yang merupakan jumlah dari biata tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC). Rumus yang digunakan yaitu:

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya. Rumus yang digunakan yaitu:

dimana:

Pd = Pendapatan usahatani

TR = Total penerimaan (totalrevenue) TC = Total biaya (total cost)

TR = Y x Py

TR =

= n

i

YxPy

1

TC = FC + VC

Pd = TR - TC FC =

= n

i

i i

Px

X


(57)

Analisis (R/C) ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

dimana:

a = R/Cratio Py = Harga output Y = Output

Kriteria keputusan yang digunakan untuk melihat hasil analisis R/C ratio sebagai berikut :

R/Cratio > 1 : usahatani menguntungkan R/Cratio< 1 : usahatani rugi

R/Cratio= 1 : usahatani impas

Secara sederhana, perhitungan analisis pendapatan dan R/C ratio dapat disajikan seperti pada Tabel 7.

Tabel 8 Perhitungan Analisis Pendapatan dan R/CRatio Usahatani Kedelai A Penerimaan Tunai Harga x Hasil panen yang dijual (Kg) B Penerimaan yang diperhitungkan Harga x Hasil panen yang dikonsumsi (Kg)

C Total Penerimaan A + B

D Biaya Tunai a. Biaya sarana produksi:

- Benih - Pupuk - Pestisida - PPC/ZPT

b. Upah tenaga kerja di luar keluarga c. Sewa alat bajak

d. Sewa lahan e. pajak

E Biaya yang diperhitungkan a. Upah tenaga kerja dalam keluarga b. Penyusutan

c. Benih d. Sewa lahan

F Total Biaya D + E

G Pendapatan atas biaya tunai C – D H Pendapatan atas biaya total C – F

I Pendapatan Bersih H – bunga pinjaman (jika ada pinjaman)

J R/Cratio C / F

Sumber : Rahim dan Diah, 2007 a =

VC FC

Y Py

+


(58)

Biaya penyusutan alat dihitung dengan cara membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dibagi usia ekonomi dari alat tersebut. Secara matematis biaya penyusutan dapat dirumuskan sebagai berikut :

dimana :

Nb = Nilai pembelian (Rp) Ns = Nilai sisa (Rp)

N = Umur ekonomi alat (tahun)

4.4.2 Analisis Saluran Tataniaga Kedelai

Analisis saluran tataniaga digunakan untuk menelusuri saluran tataniaga kedelai dari produsen sampai ke konsumen akhir. Analisis ini dapat menggambarkan secara keseluruhan pola saluran tataniaga kedelai yang terjadi pada daerah penelitian.

4.4.3 Analisis Struktur Pasar

Struktur pasar dapat dianalisis melalui beberapa indikator, yaitu: (1) jumlah pedagang di setiap level tataniaga, (2) keadaan atau kondisi produk, (3) mudah atau sukar untuk keluar-masuk pasar, dan (4) tingkat informasi yang dimiliki oleh pelaku dalam tataniaga, seperti biaya, harga dan kondisi pasar diantara pelaku pasar.

4.4.4 Analisis Marjin Tataniaga

Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga yang diterima petani (produsen) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Untuk menganalisis marjin tataniaga dalam penelitian ini, data harga yang digunakan adalah harga di tingkat petani dan harga di tingkat lembaga tataniaga, secara matematis rumus

Biaya Penyusutan = n

Ns Nb


(59)

yang digunakan dalam perhitungan marjin tataniaga (Dahland Hammond, 1977), yaitu:

dimana:

Mm = Marjin tataniaga di tingkat petani

Pr = Harga di tingkat kelembagaan tataniaga dari petani Pf = Harga di tingkat petani

Berdasarkan rumus di atas, marjin pada setiap tingkat lembaga tataniaga dapat dihitung dengan menghitung selisih antar harga jual dengan harga beli pada setiap tingkat lembaga tataniaga, dapat dirumuskan sebagai berikut:

dimana:

Mmi = Marjin tataniaga pada setiap tingkat lembaga tataniaga

Ps = Harga jual pada setiap tingkat lembaga tataniaga Pb = Harga beli pada setiap lembaga tataniaga

Marjin tataniaga mengandung komponen biaya dan komponen keuntungan, maka:

dimana:

c = biaya tataniaga

= Keuntungan lembaga tataniaga

Berdasarkan analisis marjin tataniaga di atas, maka untuk setiap saluran tataniaga dapat dilihat persentase pangsa marjin setiap pelaku pasar dengan menggunakan rumus:

Pangsa pasar digunakan untuk melihat berapa besar marjin yang diperoleh pelaku pasar untuk setiap saluran tataniaga yang ada. Saluran tataniaga yang

Mm = Pr – Pf

Mmi = Ps – Pb

Mm = c +

% 100 x n TotalMarji

saran MarjinPema in


(60)

efisien ditunjukan oleh perolehan marjin setiap pelaku pasar yang merata. Besarnya persentase net marjin yang diperoleh setiap pelaku pasar untuk masing-masing saluran tataniaga digunakan rumus:

Net marjin digunakan untuk mengetahui penyebaran marjin keuntungan pada setiap pelaku pasar untuk setiap saluran tataniaga.

4.4.5 Analisis Bagian Harga yang Diterima Petani

Farmer s share berhubungan dengan margin tataniaga, artinya semakin tinggi margin tataniaga maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah. Farmer s share dapat dirumuskan sebagai berikut:

dimana:

Fs =Farmer s share

4.4.6 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Distribusi margin tataniaga dapat dilihat dengan persentase keuntungan terhadap biaya (rasio B/C) yang dikeluarkan pada masing-masing saluran tataniaga, rumus yang digunakan yaitu:

% 100

/ x

Ci i CRatio

B = π

dimana:

i = Keuntungan lembaga tataniaga ke-i

ci = Biaya lembaga tataniaga ke-i

% 100

x ungan TotalKeunt

r PelakuPasa Keuntungan

NetMarjin =

%

100

x

p

p

F

r f s

=


(61)

4.5 Definisi Operasional

1. Kedelai polong muda adalah kedelai yang dipanen pada saat tanaman kedelai berumur 40 hari.

2. Kedelai polong tua adalah kedelai yang dipanen pada saat tanaman kedelai berumur 90 hari dan dikeringkan.

3. Pupuk adalah zat tambahan yang digunakan petani untuk meningkatkan kesuburan tanaman kedelai (Urea, SP36, KCl dan pupuk organik).

4. PPC (Pupuk Pelengkap Cair) adalah pupuk yang digunakan untuk merangsang pertumbuhan polong.

5. Pestisida adalah zat kimia yang digunakan oleh petani untuk menanggulangi hama dan penyakit yang menyerang tanaman kedelai. 6. Pedagang pengumpul (tengkulak) adalah pedagang yang aktif membeli

dan mengumpulkan kedelai dari produsen (petani) di daerah produksi dan menjualnya kepada pedagang besar dan pasar lokal.

7. Pedagang besar adalah pedagang yang aktif di pasar-pasar pusat dan memperoleh barang dari pedagang pengumpul maupun dari petani langsung dan dijual kembali ke pasar induk (baik satu propinsi atau luar propinsi), supplier dan pasar lokal.

8. Pedagang pengecer adalah pedagang yang menjual kedelai kepada konsumen terakhir di pasar lokal ataupun industri makanan dan pedagang ini membeli kedelai dari supplier, pedagang besar ataupun pedagang pengumpul.


(62)

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Letak Geografis, Topografi, Curah Hujan dan Jenis Tanah

Secara geografis, Kabupaten Cianjur terletak antara 6º 21” - 7° 25” Lintang Selatan (LS) dan 106º 42” - 107º 25” Bujur Timur (BT). Posisi tersebut menempatkan wilayah Kabupaten Cianjur berada di bagian tengah wilayah Propinsi Jawa Barat, memanjang dari utara ke selatan dengan batas-batas wilayah secara administrasi, sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Kabupaten Bogor dan Purwakarta b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

c. Sebelah Barat : Kabupaten Sukabumi

d. Sebelah Timur : Kabupaten Bandung dan Garut

Luas wilayah Kabupaten Cianjur adalah 413 127 ha yang terbagi atas 62 879 ha (30.45 persen) lahan sawah dan 287 269 ha (69.55 persen) lahan kering (Tabel 8). Wilayah Kabupaten cianjur terdiri dari 30 Kecamatan, 6 Kelurahan dan 348 Desa. Topografi wilayah didominasi perbukitan hingga pegunungan dengan ketinggian 0 – 2 962 meter di atas permukaan air laut (dpl), dan kemiringan lahan 0 – 40 persen. Iklim di wilayah Kabupaten Cianjur termasuk iklim tipe Af (sangat basah), kecuali sebagian wilayah Kecamatan Cidaun dengan iklim tipe Am dan wilayah gunung Gede dengan iklim tipe Cf. Jumlah curah hujan tahunan relatif beragam antar wilayah dengan kisaran 1 716 milimeter di wilayah Penyusuhan hinga 4 465 milimeter di wilayah Kadupandak/Cimanggu.


(1)

I. IDENTITAS PEDAGANG

1.1. Umur responden : _________ Tahun 1.2. Pendidikan : _________ Tahun 1.3. Mulai kegiatan dagang : Tahun __________

1.4 Jenis produk lain yang diperdagangkan selain kedelai:

_________________________________________________________________ 1.5. Fasilitas yang dimiliki pedagang:

Jenis Fasilitas Jumlah (unit) Total Total Nilai (Rp) 1. Gudang simpan

2. Alat timbang 5. Kendaraan roda dua 6. Kendaraan roda empat 7. Kendaraan barang 8. Sepeda motor __________________ __________________ __________________ __________________


(2)

Pembelian bahan baku Pengumpul Desa Pengumpul luar desa. Pdg. Besar Kab/Prop Pasar Induk Lainnya a. OCE kering

- Volume (Ku) - Harga (Rp/ku) - Nilai (Rp) b. Lainnya - Volume (Ku) - Harga (Rp/ku) - Nilai (Rp)

Total Pembelian (a s/d d): - Volume (Ku) - Harga (Rp/ku) - Nilai (Rp)

2. Tempat penerimaan barang1) 3. Biaya angkut (Rp)2) 4. Karung/wadah, dsb.(Rp) 5. TK bongkar-muat (Rp) 6. TK lainnya (Rp) 7. Pengemasan (Rp) 8. Retribusi&lainnya (Rp) 9. Biaya lain (Rp) Total biaya (3 s/d9):

Ket :1)Isikan: 1 = Di temapat penjual, 2.Di tempat pembeli, 3. Lainnya: __________ 2)

Termasuk pungutan/retribusi di jalan/di tempat penjualan

2.4. Bagaimana usaha responden untuk membina kelangsungan hubungan kerja dengan petani pemasok bahan baku:

Jenis pembinaan Ya/Tidak Penjelasan

a. Bantuan modal _______ ____________________ b. Hadiah _______ ____________________ c. Kelancaran pembayaran _______ ____________________ d. Ada kakitangan di lapangan _______ ____________________


(3)

II. ASPEK PENGADAAN/PEMBELIAN BAHAN BAKU KOMODITI KEDELAI

2.1. Volume dan sumber perolehan bahan baku rataan per bulan

a.Total perolehan: ________ Ku/tahun

b. Sumber perolehan : Sendiri = _______ %, Petani: _______ %, Pedagang = _______ %, Lainnya = _______ %. 2.2. Untuk bahan baku yang dibeli dari pemasok petani (rataan per bulan)

Uraian Satuan Volume Rataan harga

(Rp/sat) Nilai (Rp)

Lokasi1) transaksi

Cara2) transaksi

Cara3) Bayar 1. Pembelian:

a. Bentuk OCE Ku b. Lainnya Ku

Total (a+b+c+d): Ku xxx xxx xxx

2. Biaya angkutan Rp xxx xxx xxx xxx xxx

3. Karung,wadah,dsb. Rp xxx xxx xxx xxx xxx

4. Retribusi Rp xxx xxx xxx

5. TK Bongkar-muat Rp xxx xxx xxx xxx xxx

5. TK.Lainnya Rp xxx xxx xxx xxx xxx

7. _____________ Rp xxx xxx xxx xxx xxx

Total (2 s/d 7): Rp xxx xxx xxx xxx xxx

1)

Lokasi : 1 = di kebun; 2 = di rumah petani; 3 = di jalan; 4 = di rumah pedagang 2)

Cara transaksi: 1.Barang diterima di tempat penjual, 2. Di tempat pembeli, 3. Lainya: _________ 3)


(4)

Jenis kegiatan Kelas Volume(Ku) (Rp/sat)Harga Nilai(Rp) OCE

Lainnya 1. Produk Pembelian1)

OCE Lainnya 2. Hasil penanganan (siap jual)2)

3. Jenis penanganan hasil3) xxx xxx xxx

4. Biaya penanganan hasil (Rp): xxx xxx xxx

a. Tenaga Kerja xxx xxx xxx

b. Wadah/Paking xxx xxx xxx

c. Penyusutan xxx xxx xxx

_________________ xxx xxx xxx

_________________ xxx xxx xxx

Total (4): xxx xxx xxx

Ket :1) Sesuai volume pembelian (rataan per bulan)

3)

Perubahan volume karena kegitanan penanganan hasil (sesuai permintaan pasar)

3)

Kegiatan pengolahan: 1.Sortasi, 2. Grading, 3. Paking, 4.Labeling, 5. Lainnya: _______


(5)

IV. PEMASARAN KEDELAI 4.1. Cara pemasaran hasil

Jenis Pembeli Bentuk

hasil1)

Volume (kw)

Tempat penyerahan2

Cara jual3)

Waktu jual4) (HSP)

Cara Bayar5)

Biaya pen-jualan6)

Alasan memilih pembeli7) 1.Pengumpul desa

2. Pengumpul luar desa 3. Pedagang besar

6. Kelompok tani/kemitraan 7. Lainnya: _____________ Keterangan:

1) Kualitas: 1.OCE, 2.Basah, 3.Lainnya: _________

2) Tempat penyerahan barang: 1.Di sawah; 2.Di rumah petani; 3.Di tempat pembeli, 4.Di pasar, 5.Lainnya_____________ 3) Cara jual: 1.Tebasan, 2.Ditimbang, 3.Ijon, 4.Lainnya ________________

4) Waktu jual _______ HSP = Hari setelah panen

5) Cara bayar: 1.Tunai, 2.Panjar, 3.Byar kemudian, 4.Lainnya________________

6) Biaya penjualan: mencakup ongkos angkut, retribusi, tenaga kerja, bongkar muat, karung, dsb.

7) Alasan memilih pembeli: 1=Hubungan kemitraan, 2= langganan, 3=Ikatan pinjaman kredit, 4=Hubungan kekeluargaan, 5=Harga beli paling mahal, 6.Lainnya____________________


(6)

5.1. Permasalahan dalam pengadaan/pembelian kedelai: a. Kecukupan jumlah:

_____________________________________________________________ ___________________________________________________________ b. Kontinyuitas suplai:

_____________________________________________________________ ___________________________________________________________ c. Kualitas hasil:

_____________________________________________________________ ___________________________________________________________ d. Angkutan/transportasi:

_____________________________________________________________ ___________________________________________________________ 5.2. Saran Kebijakan responden agar pemasaran kedelai akan lebih baik:

_____________________________________________________________ ________________________________________________________