Pengujian daya hasil galur-galur padi gogo hasil kultur antera dan resistensinya terhadap penyakit blas daun (Pyricularia grisea)

PENGUJIAN DAYA HASIL GALUR-GALUR PADI GOGO
HASIL KULTUR ANTERA DAN RESISTENSINYA
TERHADAP PENYAKIT BLAS DAUN (Pyricularia grisea)

RICHENLY NANLOHY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengujian Daya Hasil GalurGalur Padi Gogo Hasil Kultur Antera dan Resistensinya terhadap Penyakit Blas
Daun (Pyricularia grisea) adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
tercantum dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2011
Richenly Nanlohy
NIM A252070111


ABSTRACT
RICHENLY NANLOHY. Yield Trial of Upland Rice Lines Obtained from Anther
Culture and Their Resistance to Blast Disease. Under supervision of MUNIF
GHULAMAHDI as chairman, BAMBANG S. PURWOKO and SUGIYANTA as
members of the advisory committee.
The objective of the research was to obtain high yielding and blast resistant line
of upland rice. Research consisted of three experiments. First yield trial was
conducted in Bogor from May-September 2008. Second trial was conducted in
Sukabumi from November 2008-March 2009. Resistant study to blast disease
was conducted in Sukabumi from November 2008-March 2009. Sixteen doubled
haploid lines and four varities (Jatiluhur, Limboto, Batutegi and Cisokan) were
used in the two trials. Genotypes

IW-54, IW-67, WI-43, WI-44, GI-7, IG-19,

IG-38, B13-2e (ranged 3,33-3,77 ton/ha) have the same yield or higher than
control Batutegi (3,50 ton/ha), but they are lower than control Jatiluhur (4,71
ton/ha) and Limboto resistant control (5,35 ton/ha). Genotype IW-54, IW-56, IW67, WI-43, WI-44, IG-7, O18b-1, GI-19, GI-38, B13-2a, B13-2d, B13-2e, dan
D19-1 were resistant to leaf blast disease. Genotype IW-64, A3-2, and A3-7

were susceptible to blast based on disease incidence. Genotype A3-2 and A3-7
were susceptible to leaf and neck blast. IW-54, IW-67, WI-43, WI-44, GI-7, IG19, IG-38, and B13-2e have blast resistance and high yield potential, low to
medium amylase, low-high gelatinization temperature. It is suggested that those
potential lines to be tested further for multilcation trials.
Keywords: Efficient test result, genotype, disease blast

RINGKASAN
RICHENLY NANLOHY. Pengujian Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur
Antera dan Resistensinya terhadap Penyakit Blas Daun (Pyricularia grisea).
Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI, BAMBANG S. PURWOKO dan
SUGIYANTA.
Produktivitas padi di lahan kering umumnya rendah karena lahan kering
kurang subur dan intensitas serangan penyakit blas (Pyricularia grisea) sangat
tinggi. Perakitan varietas-varietas yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap
penyakit blas sangat diharapkan. Kultur antera merupakan teknologi yang dapat
membantu mempercepat program pemuliaan tanaman dalam menghasilkan
tanaman haploid ganda. Dengan demikian kultur antera sesuai digunakan untuk
perakitan varietas yang tahan penyakit blas karena perubahan ras Pyricularia
grisea di lapangan sangat cepat yang sulit diimbangi dengan metode
konvensional yang memerlukan waktu yang lama untuk menghasilkan varietas

baru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan galur-galur padi gogo hasil
kultur antera yang berdaya hasil tinggi dan resisten terhadap penyakit blas daun.
Penelitian dilakukan di Desa Babakan, Kecamatan Darmaga, Bogor dan
Desa Bojong, Kecamatan Cikembar Sukabumi, Jawa Barat, sejak Mei 2008 –
Maret 2009. Uji mutu beras dilakukan di Balai Penelitian Padi Muara, Bogor pada
bulan Mei 2009. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan
tiga ulangan. Galur-galur hasil kultur antera yang digunakan adalah IW-54, IW56, IW-64, W-67, WI-43, WI-44, GI-7, O18b-1, IG-19, IG-38, A3-2, A3-7, B13-2a,
B13-2d, B13-2e, D19-1 dengan pembanding Jatiluhur (Percobaan di Babakan
dan Sukabumi), Batutegi, Limboto (tahan) dan Cisokan (rentan) (Percobaan di
Sukabumi). Galur-galur ini berasal dari persilangan tetua Way-Rarem, Gajah
Mungkur, ITA -247, Jatiluhur, Dupa dan Dodokan karena memiliki ketahanan
terhadap kekeringan, resisten terhadap penyakit blas (Pyricularia grisea, dan
hasil tinggi .
Percobaan pertama uji daya hasil di Bogor menunjukkan, hasil dari galurgalur kultur antera yang diuji lebih rendah dibandingkan kontrol Jatiluhur. Pada uji
daya hasil di Sukabumi ada 8 galur (IW-54, IW-67, WI-43, WI-44, GI-7, GI-19, GI38, B13-2e) yang mempunyai hasil yang sama atau lebih tinggi dibandingkan
kontrol Batutegi. Kedelapan galur ini hasilnya konsisten dengan percobaan I.

Galur-galur padi gogo hasil kultur antera yang tahan terhadap penyakit blas yaitu
: IW-54, IW-56, IW-67, WI-43, WI-44, GI-7, O18b-1, GI-19, GI-38, B13-2a, B132d, B13-2e, D19-1. Galur IW-64, A3-2, A3-7 rentan terhadap penyakit blas daun
(Pyricularia grisea). Pengujian galur-galur padi gogo terhadap ketahanan

penyakit blas dilakukan di daerah endemik blas dengan inokulum alami.
Pengujian berdasarkan skala penyakit, intensitas serangan dan periode laten.
Galur-galur yang tahan memiliki skala penyakit < 10%, intensitas serangan
rendah dan periode latennya lebih lama. Pengujian mutu beras terhadap bentuk
beras, suhu gelatinasi dan kadar amilosa menunjukkan beras galur-galur padi
gogo hasil kultur antera berbentuk sedang, suhu gelatinasi rendah-tinggi ( 74,5 –
800C), kadar amilosa galur-galur antara 17 – 29%, (kadar rendah sampai tinggi).
Galur-galur dengan hasil tinggi dan tahan blas disarankan untuk uji multilokasi.

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya
a. Pengutipan

hanya

untuk

kepentingan


pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PENGUJIAN DAYA HASIL GALUR-GALUR PADI GOGO
HASIL KULTUR ANTERA DAN RESISTENSINYA
TERHADAP PENYAKIT BLAS DAUN (Pyricularia grisea)

RICHENLY NANLOHY

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Tesis

: Pengujian Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur
Antera dan Resistensinya terhadap Penyakit Blas Daun
(Pyricularia grisea)

Nama

: Richenly Nanlohy

NRP

: A252070111

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S
Ketua

Dr.Ir. Sugiyanta, M.Si

Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc.
Anggota

Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.


Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 10 -12-2010

Tanggal Lulus :

Penguji Luar Komisi pada ujian Tesis : Dr.Ir. Ahmad Junaedi M.Si

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah di Surga karena kasih dan
AnugerahNya

penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis

sesuai dengan

ketentuan.
Tesis ini disusun berdasarkan penelitian pengujian daya hasil galur-galur
padi gogo hasil kultur antera dan resistensinya terhadap penyakit blas daun

(Pyricularia grisea) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Dengan terselesainya tesis ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1.

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS, Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc dan
Dr. Ir. Sugiyanta, MSi, selaku pembimbing atas bimbingan dan arahannya
sejak perencanaan penelitian sampai dengan penulisan tesis ini.

2. Departemen Pendidikan Nasional dan KMNRT atas pendanaan Hibah
Bersaing dan Riset Unggulan Terpadu (RUT) (Prof. Dr. Ir. Bambang S.
Purwoko, MSc sebagai ketua peneliti) untuk pengembangan galur-galur
haploid ganda.
3. Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi, atas saran dan masukan serta bantuannya.
Bapak Imam dan Yeny di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian Bogor atas bantuannya.
4. Ir. Anggiani Nasution, MS. di Balai Besar Penelitian Padi, Muara, Bogor yang
telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
5. Badan Pusat Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian yang

telah memberikan beasiswa kepada penulis selama menempuh pendidikan
di Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
6.

Teman-teman S2 AGH angkatan 2007 yang selalu memberi semangat
dalam menyelesaikan penelitian ini.

7.

Keluarga Bapak Nurjani yang telah membantu percobaan di lapangan.

8.

Suami, orang tua dan seluruh keluarga atas doa dan dorongan spirit dan
materiil yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan.
Penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi yang memerlukan informasi
terkait padi gogo.
Bogor, Februari 2011
Richenly Nanlohy


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 22 Agustus 1969, sebagai anak
dari Ibu Naomi Nanlohy.
Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan di Fakultas Pertanian
Universitas Pattimura, Program Studi Agronomi. Tahun 2000 diterima sebagai
Pegawai Negeri pada Dinas Pertanian Kabupaten Maluku Tengah (Propinsi
Maluku). Tahun 2005 – sekarang penulis menjadi staf pada Direktorat Budidaya
Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian di
Jakarta. Tahun akademi 2007/2008 penulis tercatat sebagai mahasiswa pada
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Program Studi Agronomi dan
Hortikultura.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………......

xi

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….........

xii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….....

xiii

PENDAHULUAN …………………………………………………………….......
Latar Belakang …………………………………………………….........

1

Tujuan Penelitian ………………………………………………….........

4

Hipotesis Penelitian ……………………………………………….........

4

TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………..........
Kendala Budidaya Tanaman Padi Gogo di Lahan Kering ……..........

5

Peningkatan Produksi Tanaman Padi …..………………………........

6

Aplikasi Kultur Antera dalam Pemuliaan Tanaman ..…………..........

7

Penyakit Blas pada Tanaman Padi ….………………………….........

8

BAHAN DAN METODE
Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera ……..........

11

Uji Ketahanan Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera
terhadap Penyakit Blas Daun …………………..………………............

12

Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera di
Daerah Endemik Penyakit Blas …………………………………...........

14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum ……………………………………………………...........

18

Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera …..............

19

Uji Ketahanan Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera
terhadap Penyakit Blas Daun ……………………………………..........

26

Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera di
Daerah Endemik Penyakit Blas …………………………………..........

31

PEMBAHASAN UMUM .................................................................................

40

KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………......

42

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………....

43

LAMPIRAN ………………………………………………………………...........

49

DAFTAR TABEL
Halaman

1.

Skala penyakit berdasarkan Standar IRRI ……………………............... 14

2.

Standarisasi tipe beras berdasarkan ukuran dan bentuk beras ...........

16

3.

Pedoman penilaian suhu gelatinasi …………………………….............

17

4.

Nilai analisis ragam peubah galur-galur padi gogo hasil kultur
antera dan varietas Jatiluhur, di Babakan Bogor MK 2008 …………...

20

Nilai rata-rata karakter agronomi galur-galur padi gogo hasil
kultur antera dan varietas Jatiluhur, di Babakan Bogor
MK 2008…………………………............................................................

21

Nilai rataan umur berbunga, umur panen dan komponen hasil
galur-galur padi gogo hasil kultur antera dan varietas Jatiluhur,
di Babakan Bogor MK 2008….………....................................................

22

Nilai rataan hasil galur-galur hasil kultur antera dan varietas
Jatiluhur di Babakan Bogor MK 2008…………………………………….

25

Skala penyakit dan intensitas serangan penyakit blas daun
pada galur/varietas yang diuji ……………………………………………

29

Periode laten penyakit blas daun pada galur-galur hasil
kultur antera yang diujikan ……………………………………………….

30

5.

6.

7.
8.
9.

10. Hasil rekapitulasi sidik ragam peubah galur-galur padi gogo
hasil kultur antera dan varietas pembanding, di Sukabumi daerah
endemik penyakit blas MH 2008/2009 …..........................……...........
11.

12.

31

Nilai rataan tinggi tanaman, jumlah total anakan,dan jumlah
anakan produktif galur-galur padi gogo hasil kultur antera
dan varietas pembanding di Sukabumi daerah endemik
penyakit blas MH 2008/2009 ……………………………….................

32

Nilai rataan umur berbunga, umur panen dan komponen
hasil galur-galur padi gogo hasil kultur antera dan varietas
pembanding di Sukabumi daerah endemik blas MH 2008/2009……..

34

13. Nilai rataan hasil galur-galur padi gogo hasil kultur antera dan
varietas pembanding di Sukabumi daerah endemik blas
MH 2008/2009 …………………………………………………………….
14. Tampilan beras, suhu gelatinasi dan kadar amilosa dari
galur-galur padi gogo hasil kultur antera dan varietas
pembanding yang diujikan ..............................................……..............

37

39

DAFTRA GAMBAR
Halaman

1. Persentase gabah isi dan gabah hampa galur-galur
padi gogo hasil kultu antera dan varietas Jatiluhur …………

24

2. Kontrol rentan dan galur tahan pada uji ketahanan blas daun
di daerah endemik blas………………………………………….

27

3. Gejala serangan penyakit blas daun …………………………..

28

4. Persentase gabah isi dan gabah hampa galur-galur
padi gogo hasil kultur antera dan varietas pembanding ……..

36

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data curah hujan bulan April – September 2008 ………………

49

2. Data curah hujan bulan Oktober 2008 - April 2009 ……………

50

3. Deskripsi varietas Jatiluhur …………………………………. .......

51

4. Deskripsi varietas Limboto …………………………………. .......

52

5. Deskripsi varietas Batutegi …………………………………..........

53

6. Deskripsi varietas Cisokan …………………………………..........

54

7. Denah percobaan I .......................................................................

55

8. Denah percobaan II ......................................................................

56

9. Denah percobaan III .....................................................................

57

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan beras sebagai salah satu sumber pangan utama penduduk
Indonesia terus meningkat, karena selain penduduk terus bertambah dengan
peningkatan sekitar 2 % per tahun, juga adanya perubahan pola konsumsi
penduduk dari non beras ke beras. Terjadinya penciutan lahan sawah irigasi
subur akibat konversi lahan untuk kepentingan non pertanian, dan munculnya
fenomena degradasi kesuburan menyebabkan peningkatan produktivitas padi
sawah irigasi cenderung melandai (“leveling of”“)

sehingga tidak mampu

mengimbangi laju peningkatan penduduk.
Produksi total padi nasional tahun 2008 sebanyak 60,33 juta ton yang
berasal dari padi sawah 57,17 juta ton dengan luas panen 11,26 juta ha dan padi
gogo 3,16 juta ton dengan luas panen 1,07 juta ha, sedangkan produksi pada
tahun 2009 (Angka Tetap 2009) mencapai 64,4 juta ton yang berasal dari padi
sawah 61,2 juta ton dengan luas panen 11,75 juta ha dan padi gogo 3,2 juta ton
dengan luas panen 1,09 juta ha (BPS 2009). Sumbangan padi gogo di berbagai
pulau di Indonesia masih sangat terbatas (Deptan 2008).
Luas lahan kering di Indonesia sekitar 52,83 juta ha dan yang dapat
dimanfaatkan untuk tanaman pangan sekitar 5,1 juta ha, sedangkan luas panen
sekitar 1,12 juta ha (Hidayat et al. 1997). Pengembangan lahan kering akan jauh
lebih murah karena relatif tidak memerlukan kelengkapan sarana penunjang
seperti pada lahan sawah irigasi.
Perluasan areal padi ke lahan kering merupakan salah satu usaha yang
dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan produksi
beras nasional. Usaha peningkatan produksi padi gogo disamping untuk
meningkatkan produksi beras nasional juga dapat memenuhi kebutuhan pangan
dan meningkatkan kesejahteraan petani setempat. Pengembangan padi gogo di
lahan kering menghadapi berbagai kendala seperti penanaman di lahan marjinal
dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah, cekaman abiotik (kekeringan, Al),
cekaman biotik (hama dan penyakit), sehingga produksi jauh lebih rendah
dibandingkan padi sawah. Peningkatan produksi di lahan kering dapat dilakukan
dengan perbaikan potensi daya hasil dan adaptasi tanaman terhadap cekaman
biotik dan abiotik disertai cara budidaya yang berbasis pengetahuan fisiologi atau
ekofisiologi. Pengembangan budidaya padi gogo di lahan kering merupakan

2

salah satu alternatif untuk peningkatan produktivitas padi dalam memenuhi
kebutuhan pangan (Sopandie 2006).
Di Indonesia, penyakit blas merupakan salah satu masalah utama dalam
upaya peningkatan produksi, terutama pada pertanaman padi gogo. Serangan
patogen blas lebih serius pada pertanaman padi gogo karena sifat fisik dan kimia
tanah, kelembaban daun dan ketidakseimbangan penyerapan hara akibat kondisi
yang kering. Penyakit blas dapat menginfeksi tanaman pada fase vegetatif (blas
daun) dan fase generatif menginfeksi tangkai malai (blas leher malai) yang dapat
menyebabkan malai patah yang menghambat proses pengangkutan fotosintat
ke biji . Blas leher malai dapat menyebabkan gabah hampa dan tanaman puso.
Penyakit blas dapat diantisipasi dengan penggunaan fungisida dan pemberian
silikat. Namun demikian pendekatan tersebut memerlukan biaya yang tinggi dan
penggunaan fungisida yang tidak sesuai aturan dapat merusak

lingkungan.

Daerah endemik penyakit blas adalah Lampung, Sumatera Selatan, Jambi,
Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Jawa Barat
(Sukabumi) (Santoso et al. 2008).
Pendekatan yang lebih efisien, aman dan ramah lingkungan adalah
penggunaan varietas yang tahan. Varietas-varietas yang diperkenalkan kepada
petani hanya dapat bertahan 2-3 musim tanam saja selanjutnya berubah menjadi
rentan (Amir 2002). Hal ini disebabkan kemampuan cendawan Pyricularia grisea
dapat dengan cepat membentuk ras baru yang bersifat virulen (Ou 1985). Oleh
sebab itu perakitan varietas padi yang tahan penyakit blas

harus dilakukan

dengan cepat dan berkesinambungan serta sesuai dengan keberadaan ras
cendawan Pyricularia grisea yang berkembang di lapangan (Amir 2002).
Kehilangan hasil pada varietas rentan dapat mencapai 50 – 90 % (Amir & Kardin
1991)
Pengembangan varietas yang tahan telah diusahakan oleh para peneliti
sejak awal penyakit ini dikenal di Indonesia, tetapi sampai saat ini belum didapat
varietas yang tahan lama (durable). Varietas tahan yang diperkenalkan kepada
petani selama ini hanya memiliki satu gen ketahanan blas sehingga pada
umumnya segera patah. Oleh karena itu plasma nutfah padi yang meliputi
spesies liar, lanras, galur-galur lokal, varietas unggul nasional, galur-galur
introduksi, dan tanaman padi mutan, perlu diuji sifat ketahanannya secara
bertahap dalam rangka mencari sumber gen ketahanan baru. Koleksi spesies liar

3

memiliki banyak karakter bermanfaat untuk program pemuliaan tanaman, seperti
sifat ketahanan terhadap beberapa penyakit.
Program pemuliaan diarahkan kepada pembentukan varietas yang tahan
atau

resisten

terhadap

penyakit

blas.

Sejalan

dengan

perkembangan

bioteknologi tanaman khususnya di bidang kultur jaringan, teknik kultur antera
dilaporkan telah berhasil dan berpeluang dapat menunjang program pemuliaan
tanaman. Dalam program pemuliaan konvensional untuk memperoleh galur
murni diperlukan waktu yang cukup lama. Dalam upaya memperpendek waktu
yang diperlukan untuk memperoleh galur padi gogo telah dilakukan upaya
kombinasi prosedur pemuliaan konvensional dan bioteknologi melalui kultur
antera (Purwoko 2004). Kultur antera merupakan salah satu teknik kultur in-vitro
yang dapat mempercepat perolehan tanaman haploid ganda homozigos (galur
murni) dari tanaman heterozigos tanpa disukarkan oleh hubungan dominan
resesif,

sehingga

siklus

pemuliaan

dapat

lebih

singkat

karena

dapat

menghilangkan sebagian besar dari kegiatan seleksi pada proses memperoleh
galur murni (6-8 generasi) yang umum pada pemuliaan konvensional
(Fehr 1987 ; Dewi et al. 1996). Proses seleksi menjadi lebih efisien, karena galur
murni (DH0) dapat segera diperoleh pada generasi yang pertama. Evaluasi
karakter agronomi utama dapat dilakukan pada generasi selanjutnya, yaitu pada
DH1 dan DH2 . Oleh sebab itu bila dibandingkan dengan sistem konvensional,
keuntungan lain dari penggunaan kultur antera dalam program pemuliaan ialah
menghemat biaya, waktu dan tenaga kerja (Dewi et al. 1996; Sanint et al. 1996).
Sejumlah galur haploid ganda padi gogo dari persilangan antara
beberapa varietas unggul padi gogo dan aksesi plasma nutfah tenggang
aluminium dan tahan penyakit blas telah diperoleh dari penelitian sebelumnya
melalui kultur antera (Purwoko et al. 2007). Berdasarkan evaluasi di lapangan
terhadap galur haploid ganda padi gogo hasil kultur antera diperoleh galur - galur
yang beradaptasi baik pada tanah masam dan toleran terhadap naungan.
Toleransi cekaman almunium (Al) dan toleransi terhadap naungan dari galurgalur tersebut konsisten antara penapisan di rumah kaca, pada kondisi terkontrol
dan uji di lapangan (Sasmita 2006 ; Bakhtiar 2007).
Varietas unggul padi gogo yang dijadikan tetua adalah varietas Way
Rarem, Gajah Mungkur, Jatiluhur, ITA 247, Dupa, Dodokan karena memiliki
ketahanan terhadap kekeringan, resisten terhadap penyakit blas (Pyricularia
grisea), penyakit bercak coklat, toleran Al dan memiliki hasil tinggi. Dari hasil

4

penelitian sebelumnya melalui kultur antera telah diperoleh galur-galur IW-53,
IW-54, IW-56, IW-64, IW-67, IG-19, IG-38

yang toleran terhadap naungan

(Sasmita 2006) dan galur O18b-1, A3-2, A3-7, B13-2a, B13-2d, B13-2e toleran
aluminium (Purwoko 2007). Dalam penelitian ini akan diuji daya hasil galur-galur
tersebut dan ketahanannya terhadap penyakit blas daun di lapangan.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan galur-galur padi gogo yang
berpotensi hasil tinggi dan resisten terhadap penyakit blas.

Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1.

Terdapat galur haploid ganda padi gogo hasil kultur antera yang memiliki
daya hasil yang tinggi di lapangan.

2.

Terdapat beberapa galur haploid ganda padi gogo hasil kultur antera yang
tahan terhadap penyakit blas daun .

5

TINJAUAN PUSTAKA
Kendala Budidaya Tanaman Padi Gogo di Lahan Kering
Lahan kering sebagai tempat pertanaman padi gogo memiliki beberapa
keterbatasan yaitu kesuburan tanah yang rendah, kekahatan berbagai unsur
hara, dan adanya keracunan berkaitan dengan reaksi tanah (pH) yang memiliki
kemasaman

yang

tinggi.

Pada tanah masam

faktor pembatas utama

pertumbuhan adalah keracunan alumunium (Al). Pengaruh utama alumunium
ialah terhadap pertumbuhan akar, yang menyebabkan akar tampak pendek
membengkak, tidak memiliki akar lateral yang sehat (Sopandie 1997; Syafruddin
et al. 2006). Keracunan Al pada padi dapat

menyebabkan terjadinya

penghambatan pemanjangan akar (Rusdiansyah et al. 2001; Watanabe & Okada
2005b). Hambatan pertumbuhan tajuk (Fageria et al. 1988)

merupakan

pengaruh sekunder akibat induksi kekahatan hara terutama Mg, Ca, dan P serta
induksi cekaman kekeringan sebagai gangguan pertumbuhan dan aktivitas
perakaran sehingga pertumbuhan akar padi menjadi kerdil . Lilley dan Fukai
(1994)

menemukan

menyebabkan

bahwa

penurunan

kekeringan

hasil

yang

selama

nyata.

tahap

Stres

vegetatif

selama

tiga

dapat
tahap

pertumbuhan padi yaitu penyemaian, vegetatif dan anthesis dapat mengurangi
tinggi tanaman, komponen hasil dan hasil biji padi (Dey & Upadhyaya 1996).
Kendala terpenting pada pola budidaya tanaman sela di bawah tegakan
tanaman perkebunan adalah intensitas cahaya rendah, defisit cahaya dapat
menyebabkan penurunan daya hasil 53-67% pada galur padi gogo yang peka
(Sopandie et al. 2003). Kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap
naungan dan perubahan iklim mikro yang terjadi ditentukan oleh faktor genetika
tanaman. Menurut Mohr dan Schopfer (1995) secara genetik tanaman yang
toleran terhadap naungan mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi
terhadap perubahan lingkungan.
Fukai dan Cooper (1995), menjelaskan bahwa sebagian besar galur padi
yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang relatif

baik

selama kekeringan adalah dengan memelihara potensial air daun tetap tinggi.
Tanaman dapat memelihara potensial air tetap tinggi dengan cara memperbaiki
serapan air dan menyimpannya dalam jaringan tanaman, dan mengurangi
hilangnya air. Tanaman pada kondisi kekeringan akan bertahan hidup dengan

6

cara pemeliharaan turgor sel melalui penambahan kedalaman akar, efisiensi
sistem perakaran dan mengurangi kehilangan air.
Secara

umum,

tanaman

yang

ternaungi

akan menurunkan

titik

kompensasi dan perlambatan fotosintesis (Salisbury & Ross 1995). Penurunan
intensitas cahaya juga akan menyebabkan peningkatan jumlah tilakoid,
menghambat transpirasi, menghambat respirasi, menghambat sintesis protein,
menghambat

produksi

hormon,

menghambat

translokasi,

menghambat

pertumbuhan akar, dan menghambat penyerapan mineral (Marschner 1995),
pengurangan proses respirasi gelap dan kerapatan stomata (Marler 1994) dan
pengurangan sintesis rubisco (Mae et al. 1993).

Peningkatan Produksi Tanaman Padi
Pemuliaan tanaman padi untuk daya hasil tinggi dilakukan untuk
memadukan karakter-karakter yang mendukung peningkatan daya hasil.
Peningkatan daya hasil dapat dicapai dengan perbaikan potensi hasil,
peningkatan daya adaptasi pada berbagai faktor lingkungan yang dapat
mengurangi produktivitas, dan perbaikan lingkungan tumbuh (Dalrymple 1986).
Kontribusi padi gogo terhadap produksi nasional relatif masih rendah,
sehingga pengembangannya perlu terus diupayakan. Produktivitasnya sebesar
2,57 ton/ha, jauh lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas padi sawah
(4,75 ton/ha) (Departemen Pertanian, 2004). Rendahnya produktivitas padi gogo
disebabkan antara lain oleh kondisi iklim dan tanah yang bervariasi, penerapan
teknologi budidaya yang belum optimal terutama dalam penggunaan varietas
unggul, pemupukan dan pengendalian penyakit blas (Toha, 2005).
Vergara et al (1973), Chang dan De Datta (1979) telah menetapkan
ideotipe tanaman varietas unggul padi gogo yang berdaya hasil tinggi yaitu :
tinggi tanaman sedang (kurang dari 130 cm), daya merumpun sedang tetapi
produktif, umur genjah (110-135 hari) tergantung lokasi, vigor awal besar,
perakaran besar dan dalam, toleran terhadap hama dan penyakit utama, dan
adaptabilitasnya tinggi. Disamping itu, varietas padi gogo perlu memiliki sifat
malai yang berat untuk mengimbangi jumlah anakan yang sedikit (Sing & Nanda,
1976).
Jumlah anakan akan mempengaruhi jumlah anakan produktif. Menurut
Mukhlis (2000) dan Permadi et al (2000) peningkatan anakan total per rumpun
dapat meningkatkan jumlah malai setiap rumpunnya. Peng et al. (1999)
melaporkan bahwa penyebab rendahnya pengisian biji pada padi adalah apikal

7

dominan yang kecil pada malai, susunan gabah pada malai, dan terbatasnya
seludang pembuluh untuk pengangkutan asimilat. Menurut Kobata dan Iida
(2004), rendahnya pengisian biji pada padi disebabkan karena rendahnya
efisiensi partisi asimilat ke biji.
Mutu beras yang kurang baik mengakibatkan padi gogo tidak disukai oleh
petani dan konsumen. Varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi, bermutu
beras baik dan berumur genjah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kontribusi padi gogo terhadap padi nasional. Beras yang bermutu baik dan
bertekstur pulen lebih disukai oleh konsumen dan mempunyai harga jual yang
lebih tinggi (Allidawati dan Kustianto 1993).

Aplikasi Kultur Antera dalam Pemuliaan Tanaman Padi
Pada pemuliaan tanaman konvensional, varietas tanaman menyerbuk
sendiri seperti padi terdiri atas genotipe, homogen dan homozigos. Hasil
rekombinasi sifat-sifat yang diinginkan dari genom tetua yang disilangkan
kemudian diseleksi pada generasi bersegregesi selanjutnya digalurkan 6-10
generasi untuk fiksasi gen agar diperoleh galur murni homozigos (Khush dan
Virmani 1996; Dewi dan Purwoko 2001). Hal ini mengakibatkan pembentukan
varietas memerlukan waktu lama.
Kultur antera adalah salah satu teknik kultur jaringan yang dapat
diaplikasikan pada program pemuliaan tanaman dalam rangka mempercepat
proses mendapatkan galur murni. Melalui teknik kultur antera dapat diperoleh
galur murni lebih cepat dibandingkan dengan cara pemuliaan konvensional yang
memerlukan beberapa generasi setelah persilangan sehingga dapat menghemat
waktu dan biaya (Hu 1985).
Aplikasi kultur antera memberi harapan untuk membantu program
pemuliaan tanaman (Somantri et al. 1985). Kultur antera merupakan metode
yang sudah banyak digunakan untuk memproduksi tanaman haploid (Jensen
1986). Kultur antera lebih sederhana dan efisien diantara metode produksi
tanaman haploid yang ada (Hu 1988), sehingga dapat meningkatkan program
pemuliaan tanaman. Kultur antera memiliki beberapa keuntungan, yaitu (a)
memperpendek siklus pemuliaan dengan diperoleh homosigositas secara cepat,
(b) menambah efisiensi seleksi, (c) memperluas variabilitas genetik melalui
produksi variasi gametoklonal, (d) gen resesif terekspresi lebih cepat, dan (e)
menghemat waktu, biaya dan tenaga (Zapata 1990 ; Dewi et al. 1996; Masyhudi
et al. 1997; Kim and Baenziger 2005). Teknik kultur antera

mempunyai

8

beberapa kelemahan yaitu : (a) persentase regenerasi tanaman hijau rendah,
karena dihasilkan tanaman albino, dan tidak semua genotipe responsif terhadap
kultur anter, (b) beragamnya ploidi tanaman yang dihasilkan, (c) penampilan
galur inbred turunan haploid ganda mungkin lebih inferior dibanding penampilan
galur inbred hasil pemuliaan konvensional (Dewi et al. 1996, Masyhudi et al.
1997; Somantri et al. 2003).
Secara konvensional, seleksi sifat yang dikendalikan oleh gen mayor
akan efektif pada populasi F2 jika alelnya dominan, tetapi jika dikendalikan oleh
alel resesif maka proporsi kombinasi akan muncul pada F2

sangat kecil yaitu

n

(1/4) , dimana n adalah jumlah lokus. Akibatnya peluang alel-alel yang diinginkan
pada populasi yang dihasilkan rendah. Sebaliknya, dengan menggunakan
populasi haploid ganda, genotipe tersebut akan muncul dengan frekuensi (1/2)n.
Frekuensi fiksasi sifat pada haploid ganda yang berasal dari F1 sama dengan
akar kwadrat dari frekuensi pada F2

(Snape 1989) sehingga populasi yang

diperlukan untuk seleksi lebih sedikit.

Penyakit Blas pada Tanaman Padi
Penyakit blas adalah penyakit utama pada padi

yang disebabkan oleh

cendawan Pyricularia grisea (Cooke) Sacc, Sinonimnya Pyricularia oryzae
Cavara (Rossman et al. 1990). Penyakit ini dapat menyerang pertanaman padi
sawah dan padi gogo. Cendawan blas dapat menginfeksi tanaman padi pada
setiap tahapan pertumbuhannya dengan membentuk bercak pada daun, ruas
batang, leher malai, malai yang dapat menyebabkan kehampaan pada biji
sehingga mengakibatkan terjadinya puso atau gagal panen. Secara umum ada
dua jenis serangan blas yaitu blas daun yang menyerang tanaman pada
persemaian dan blas leher malai yang menyerang pada awal pembungaan
(Bonman 1992).
Patogen penyakit blas bersifat dinamis, rasnya dapat berubah dalam waktu
yang singkat dan berkembang

membentuk ras baru, dan mematahkan

ketahanan varietas yang tahan menjadi rentan. Pengendalian penyakit blas
secara terpadu meliputi penggunaan varietas tahan, pupuk N dengan takaran
yang tidak berlebihan, dan penggunaan fungisida pada waktu yang tepat (Sudir
et al. 2002). Gejala yang terlihat adalah muncul bercak pada daun dan pelepah
daun yang berbentuk belah ketupat. Pada varietas padi rentan (R), bercak dapat
meluas dan akhirnya bersatu sehingga helaian daun kering dan mati.

Pada

9

varietas padi tahan (T) terhadap cendawan ini gejala serangan hanya berupa
bintik kecil berwarna coklat (Ou 1985).
IRRI (1996) merekomendasikan klasifikasi sifat ketahanan tanaman
berdasarkan tipe bercak yang muncul.

Bercak belah ketupat dengan pusat

berwarna abu-abu dikelompokkan sebagai tipe bercak rentan. Bercak berbentuk
gelendong dan bercak berupa bintik kecil dan bercak elips tanpa pusat sporulasi
dikelompokkan sebagai bercak tahan. Tanaman yang sangat rentan memiliki
daun yang penuh dengan bercak sehingga hijau daun tidak nampak, lamakelamaan tanaman akan mengering dan mati. Menurut Bastian et al. (1991) hal
ini terjadi karena proses fotosintesis terhambat, respirasi pada daun yang
terinfeksi meningkat, konsumsi asimilat diambil alih oleh patogen dan proses
penuaan daun dipercepat.
Serangan blas pada leher malai menyebabkan leher malai membusuk
dan bulir hampa. Bercak juga tampak pada permukaan bulir pada padi
(Semangun 1991). Membusuknya leher malai dapat menghambat pengiriman
fotosintat ke biji sehingga menyebabkan bulir-bulir padi menjadi hampa dan
dapat menurunkan hasil. Ketahanan terhadap blas leher malai cukup untuk
menekan penurunan hasil akibat serangan penyakit blas (Bonman, 1996).
Tingkat serangan blas leher malai ditetapkan berdasarkan persentase malai
terinfeksi terhadap total malai yang dihasilkan oleh tanaman. Reaksi ditetapkan
berdasarkan skala penyakit. Skala 1-3 adalah tanaman tahan, sedangkan
tanaman rentan memiliki skala 5-9 (IRRI 1996).
Penyakit blas mempunyai ras patogenik yang berbeda kemampuannya
dalam menginfeksi tanaman padi. Adanya beberapa ras utama dalam suatu
daerah menyulitkan untuk memberikan anjuran varietas yang sebaiknya ditanam
di daerah itu. Usaha mengembangkan secara luas suatu varietas tertentu akan
menimbulkan perubahan komposisi ras utama cendawan pada musim tanam
selanjutnya, dan suatu saat akan mengakibatkan serangan blas yang menyebar
di seluruh daerah tersebut (Rahama 1988). Hasil pengujian blas daun dan blas
leher malai menunjukkan ada empat kombinasi sifat ketahanan tanaman
terhadap blas, yaitu tahan terhadap blas daun dan leher malai, tahan blas daun
rentan blas malai, rentan blas daun tahan blas malai, dan rentan terhadap
keduanya (Ramli 2000).
Ketahanan tanaman adalah salah satu aspek dalam pengendalian blas di
lapangan. Pada awal upaya mencari varietas tahan, para peneliti bekerja dengan

10

sifat ketahanan yang dimiliki suatu varietas terhadap suatu ras cendawan blas.
Varietas dengan satu gen ketahanan tersebut ternyata tidak dapat bertahan
menghadapi ras cendawan blas yang demikian cepat berkembang. Oleh karena
itu pemuliaan mulai diarahkan kepada mencari varietas yang dapat bertahan
menghadapi infeksi beragam ras blas di lapangan pada musim yang berbeda.

11

BAHAN DAN METODE
I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.
Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Babakan, Kecamatan
Darmaga, Bogor Jawa Barat. Kebun terletak pada ketinggian 190 m di atas
permukaan laut (dpl) (Lampiran 1). Percobaan

dilaksanakan pada musim

kemarau dari bulan Mei 2008 – September 2008.
Bahan dan Alat
Pada percobaan ini digunakan benih dari 16 galur padi gogo hasil kultur
antera yaitu : IW- 54, IW-56, IW- 64, IW-67, WI-43, WI-44, GI-7, O18b-1, IG-19,
IG-38, A3-2, A3-7, B13-2a, B13-2d, B13-2e, D19-1 dan Jatiluhur sebagai varietas
pembanding. Alat yang digunakan cangkul, ember, tali, bambu dan alat tulis.

Pelaksanaan Percobaan
Persiapan Tanam : Tanah diolah dua minggu sebelum tanam. Tanah
yang sudah diolah kemudian dibuat petakan sebanyak 51 petak dengan ukuran
tiap petak 3,0 m x 3,6 m, jarak antar petak 0,5 m. Pupuk kandang diberikan
seminggu sebelum ditanam sebanyak 10,8 kg/petak atau 10 ton/ha. Pupuk
anorganik diberikan dengan dosis Urea 200 kg/ha (diberikan 3 kali), SP36 100
kg/ha dan KCl 75 kg/ha. Pupuk SP36 dan KCl diberikan seluruhnya dan Urea
1/3 pada saat tanam, diberikan dengan cara dilarik disamping baris tanaman.
Benih ditanam dengan jarak tanam 30 cm x 20 cm dengan cara ditugal sebanyak
3 butir/lubang sedalam 3 cm dan diberi Furadan. Benih sebelum ditanam dioven
selama 2 hari dengan suhu 40 0C. Total populasi tiap petak 180 rumpun.
Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan
tiga ulangan.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan meliputi penyulaman pada 2 MST, pengairan (disesuaikan
dengan kondisi lapangan), penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Sisa
pupuk Urea 1/3 diberikan pada 5 MST dan 1/3 bagian saat primordia bunga dan
diberikan dengan cara dilarik di samping tanaman. Penyiangan dilakukan dengan
menggunakan kored dan tangan. Pengendalian hama dilakukan pada saat
munculnya gejala serangan hama dan penyakit.

12

Pengamatan
Pengambilan 5 tanaman contoh secara acak dilakukan pada setiap petak
percobaan. Tanaman contoh terletak bukan di baris terluar. Karakter-karakter
yang diamati meliputi fase vegetatif, komponen hasil dan hasil. Tinggi tanaman
diukur dari permukaan tanah hingga daun terpanjang, pengamatan dilakukan
pada 45 HST, sedangkan tinggi tanaman saat panen diukur dari permukaan
tanah hingga malai terpanjang. Jumlah anakan dihitung

pada waktu panen.

Umur berbunga (hari) dihitung jika malai telah muncul 80 % dari populasi
tanaman. Umur panen (hari) dihitung jika 80 % malai siap dipanen. Jumlah
anakan produktif (batang/rumpun) dihitung berdasarkan jumlah anakan bermalai
pada saat panen. Panjang malai, diukur dari leher malai sampai ujung malai (cm)
(diambil 3 malai dari tiap tanaman contoh). Peubah lain yang diukur adalah
jumlah gabah per malai (butir), jumlah gabah hampa per malai (butir), jumlah
gabah isi per malai (butir), persentase gabah isi dan persentase gabah hampa,
bobot 1000 butir (g), hasil per rumpun (g), hasil per petak (kg). Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan uji F, dan jika berpengaruh nyata dilanjutkan
dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) 5 %.
II. Uji Ketahanan Galur-Galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera terhadap
Penyakit Blas Daun.
Waktu dan Tempat
Percobaan

dilaksanakan

Desa

Bojong,

Kecamatan

Cikembar,

Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang merupakan daerah endemik panyakit
blas (Pyricularia grisea L). Percobaan dilakukan pada musim hujan dari bulan
November 2008 - Maret 2009.
Bahan dan Alat
Dalam percobaan digunakan benih dari 16 galur padi gogo hasil kultur
antera yaitu : IW- 54, IW-56, IW- 64, IW-67, WI-43, WI-44, GI-7, O18b-1, IG-19,
IG-38, A3-2, A3-7, B13-2a, B13-2d, B13-2e, D19-1 dan varietas Jatiluhur,
Batutegi, Limboto sebagai varietas tahan dan Cisokan varietas rentan. Alat yang
digunakan pacul, ember, tali, bambu dan alat tulis.

13

Pelaksanaan Percobaan
Tanah diolah dua minggu sebelum tanam. Ada 20 galur/varietas. Setiap
galur ditanam 2 baris. Jarak antar baris 10 cm, jarak dalam baris 5 cm, panjang
baris 50 cm. Benih ditanam secara larikan. Pupuk buatan diberikan dengan dosis
Urea 200 kg/ha (diberikan 3 kali), SP36 100 kg/ha dan KCl 75 kg/ha. Pupuk
SP36 dan KCl diberikan seluruhnya dan Urea 1/3 pada saat tanam, diberikan
dengan cara dilarik disamping baris tanaman. Percobaan ini menggunakan
rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan meliputi penyulaman pada 2 MST, pengairan (disesuaikan
dengan kondisi lapangan), penyiangan. Sisa pupuk Urea 1/3 diberikan pada 5
MST dan 1/3 bagian saat primordia bunga dan diberikan dengan cara dilarik di
samping tanaman. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan kored dan
tangan.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan mengambil

5 tanaman contoh. Daun

yang diamati adalah tiga daun dari pucuk daun yang membuka sempurna.
Pengamatan dilakukan setiap minggu. Pengamatan dilakukan terhadap :
1. Skala penyakit : Penetapan skala berdasarkan standar IRRI (1996) dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Skala penyakit berdasarkan standar IRRI
Skala

Gejala

0

Tidak ada bercak

1

Bercak sebesar ujung jarum (0,5%) dan berwarna coklat, tanpa ada pusat
Sporulasi.

2

Bercak nekrotik keabu-abuan, bundar
sampai
sedikit
memanjang berdiameter sekitar 1-2 mm, dengan pinggir
berwarna coklat lebih besar dari ujung jarum. Bercak umumnya
dijumpai pada bagian bawah daun (luas daun terserang 1 %).

3

Tipe bercak seperti pada skala 2, tetapi jumlah bercak nyata lebih banyak
pada bagian atas daun (luas daun terserang 2 %).

4

Bercak tipe rentan, khas blas (belah ketupat dengan pusat abu-abu),
sepanjang 3 mm atau lebih panjang, menginfeksi kurang dari 4 % luas
daun.

14

Skala

Gejala

5

Bercak tipe rentan, khas blas (belah ketupat dengan pusat abu-abu),
menginfeksi 4-10 % luas daun.

6

Bercak tipe rentan, khas blas (belah ketupat dengan pusat abu-abu),
menginfeksi 11-25 % luas daun.

7

Bercak tipe rentan, khas blas (belah ketupat dengan pusat abu-abu),
menginfeksi 26-50 % luas daun.

8

Bercak tipe rentan, khas (belah ketupat dengan pusat abu-abu ),
menginfeksi 51-75 % luas daun.

9

Menginfeksi lebih dari 75 % luas daun.

Pengelompokan sifat ketahanan berdasarkan sistem “ Standard Evaluation for
Blast Disease “ dari IRRI (1996).
Skala

Ketahanan

0

Sangat tahan

1-3

Tahan

4-6

Moderat tahan atau rentan

7-9

Bersifat rentan.

2. Intensitas serangan (%) : dihitung dengan rumus sebagai berikut :
I =

Σ ( n x v ) x 100 %
(N X V)

Keterangan :
I = Intensitas serangan
n = Jumlah daun terserang
v = Skala masing-masing daun terserang
N = Jumlah daun yang diamati
V = Skala tertinggi dalam blas daun (9)
3. Periode laten : Waktu terinfeksinya tananam oleh patogen.
III. Uji Daya Hasil Galur-Galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera di Daerah
Endemik Penyakit Blas.
Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan Desa Bojong, Kecamatan Cikembar, Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat yang merupakan daerah endemik panyakit blas
(Pyricularia grisea L) . Percobaan dilakukan pada musim hujan dari bulan
November 2008 - Maret 2009.

15

Bahan dan Alat
Dalam percobaan digunakan benih dari 16 galur padi gogo hasil kultur
antera yaitu : IW- 54, IW-56, IW- 64, IW-67, WI-43, WI-44, GI-7, O18b-1, IG-19,
IG-38, A3-2, A3-7, B13-2a, B13-2d, B13-2e, D19-1 dan varietas Jatiluhur,
Batutegi, Limboto (kontrol tahan) dan Cisokan (kontrol rentan).

Alat yang

digunakan cangkul, ember, tali, bambu dan alat tulis.
Pelaksanaan Percobaan
Tanah diolah dua minggu sebelum tanam. Dibuat petakan sebanyak 60
petak dengan ukuran tiap petak 3 m x 3,6 m, jarak antar petak 0,5 m. Jarak
tanam 30 cm x 15 cm. Benih sebelum ditanam dioven selama 2 hari dengan
suhu 40 0C. Benih ditanam sebanyak 3 butir/lubang dengan cara ditugal sedalam
3 cm. Total populasi tiap petak 240 rumpun. Pupuk buatan diberikan dengan
dosis Urea 200 kg/ha (diberikan 3 kali), SP36 100 kg/ha dan KCl 75 kg/ha.
Pupuk SP36 dan KCl diberikan seluruhnya dan Urea 1/3 pada saat tanam,
diberikan dengan cara dilarik disamping baris tanaman. Percobaan disusun
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan meliputi penyulaman pada 2 MST, pengairan (disesuaikan
dengan kondisi lapangan), penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Sisa
pupuk Urea 1/3 diberikan pada 5 MST dan 1/3 bagian saat primordia bunga dan
diberikan dengan cara dilarik di samping tanaman. Penyiangan dilakukan dengan
menggunakan kored dan tangan.
Pengamatan

Pengambilan 5 tanaman contoh secara acak dilakukan pada setiap petak
percobaan. Tanaman contoh terletak bukan di baris terluar. Karakter-karakter
yang diamati meliputi fase vegetatif, fase generatif dan komponen hasil . Tinggi
tanaman diukur dari permukaan tanah hingga daun terpanjang, pengamatan
dilakukan

pada 45 HST, sedangkan tinggi tanaman saat panen diukur dari

permukaan tanah hingga malai terpanjang. Jumlah anakan dihitung pada waktu
panen. Umur berbunga (hari) dihitung jika telah muncul 80% dari populasi
tanaman. Umur panen (hari) dihitung jika 80% malai siap dipanen. Jumlah
anakan produktif (batang/rumpun) dihitung berdasarkan jumlah anakan bermalai
pada saat panen. Panjang malai, diukur dari leher malai sampai ujung malai (cm)

16

(diambil 3 malai dari tiap tanaman contoh). Peubah lain yang diukur adalah
jumlah gabah per malai (butir), jumlah gabah hampa per malai (butir), jumlah
gabah isi per malai (butir), persentase gabah isi dan persentase gabah hampa,
bobot 1000 butir (g), hasil per rumpun (g), hasil per petak (kg).
Pengamatan mutu beras meliputi :
1. Ukuran dan bentuk beras
Butir beras pecah kulit dan beras giling dari masing-masing galur diukur
dengan menggunakan jangka sorong. Dari tiap galur diukur 10 butir beras pecah
kulit dan beras giling. Ukuran dan bentuk beras mengikuti Tabel 2.
Tabel 2. Standarisasi tipe beras berdasarkan ukuran dan bentuk beras.
Skala USDA
Ukuran

Beras Pecah Kulit

Beras Giling

7,5

7,0

Ukuran (mm)
Sangat panjang (extra long)
Panjang (long)

6,61 - 7,5

Sedang (medium)

5,51 - 6,60

5,50 - 5,99

5,51

5,0

Lonjong (slender)

3,0

3,0

Sedang (medium)

2,1 – 3,0

-

2,1

2,0 – 3,0

-

2,0

Pendek (short)

6 - 6,99

Bentuk (panjang/lebar)

Agak bulat
Bulat (round)

Sumber USDA dalam Damardjati dan Purwani (1993).
2. Kadar amilosa.
Sampel tepung beras sebanyak 40 g dimasukkan ke dalam gelas piala
kemudian ditambahkan air sebanyak 200 ml dan dikocok sampai homogen,
kemudian dibilas dengan 160 ml air lagi. Larutan kemudian dimasukkan ke
Brabender, pemanasan pertama pada suhu 300C selama 3 menit, setelah itu
suhu dinaikkan sampai menjadi 970C selama 43,5 menit, lalu setelah mencapai
suhu tersebut dipertahankan selama 20 menit. Tahap selanjutnya adalah
pendinginan, yaitu dengan menurunkan suhu sampai 500C selama 30 menit.
Hasil dari proses dalam Brabender tercetak pada grafik yang kemudian dari

17

grafik tersebut dapat diketahui viscositas optimum, waktu gelatinasi dan waktu
granula pecah.
3. Suhu gelatinasi
Uji suhu gelatinasi ditentukan dengan menggunakan uji alkali, yaitu
pengembangan dan kelarutan butir beras dalam larutan alkali lemah. Kegiatan
pengujiannya adalah dengan menggunakan 6 butir beras utuh yang diletakkan
dalam cawan petri kecil, kemudian ditambahkan larutan KOH 1,7% sebanyak 10
ml, ditutup dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 300C atau pada suhu kamar.
Setelah itu dilakukan pengamatan visual terhadap tipe dan tingkat disintegrasi
dari butir beras. Skala pengembangan dimulai dari nilai 1 (butir beras tetap utuh )
sampai nilai 7 ( butir beras hancur sama sekali) (Tabel 3).
Tabel 3. Pedoman penilaian suhu gelatinasi
Nilai

Pengembangan (Speering)

Kejernihan (Clearing)

1

Biji tetap utuh

Biji putih bersih

2

Biji membesar

Biji putih retak-retak

3

Biji membesar, sedikit retak-retak

Biji putih, keruh

4

Biji membesar retak-retak
melebar

Bagian tengah mengkilat,
bagian tepi keruh

5

Biji membelah, melebar tetapi
masih merupakan kesatuan

Bagian tengah mengkilat,
bagian tepi terang

6

Biji berpencar dan hancur

Bagian tengah keruh,
bagian tepi terang

7

Biji hancur sama sekali

Seluruh bagian terang

Sumber USDA dalam Damardjati dan Purwani (1993).

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
I. Kondisi Umum Percobaan I,II dan III
Pada percobaan I ketersediaan air untuk padi gogo tidak dapat diatur
sebagaimana tersedianya air pada padi sawah. Hal ini disebabkan adanya
ketergantungan tanaman padi gogo pada air hujan, baik curah hujan maupun
distribusinya.

Waktu awal penanaman, pertumbuhan tanaman cukup baik, tapi

ada 3 (tiga) galur kurang baik pertumbuhan awalnya yaitu galur A3-2, A3-7 dan
D19-1, dilakukan penanaman ulang ketiga galur tersebut, setelah satu bulan
penanaman. Hanya 2 galur ( A3-2 dan A3-7 ) yang dapat tumbuh dengan baik
sedangkan galur D19-1 daya tumbuhnya kurang pada ulangan 3 sehingga tidak
diamati dalam penelitian ini.
Rendahnya curah hujan saat pertumbuhan menyebabkan menurunnya
produksi. Pada awal pertanaman padi curah hujan bulanan 277 mm/bulan
(Lampiran 1). Pada masa pertumbuhan hingga masa pembungaan, curah hujan
rendah sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan pengisian gabah. Pada masa
pembungaan tanaman diserang oleh penggerek batang (strem borer) dengan
intensitas sekitar 5%,

yang menyebabkan malai menjadi mati. Penggerek

batang termasuk hama penting pada tanaman padi yang sering menimbulkan
kerusakan berat dan kehilangan hasil pada tanaman padi.
Pada fase generatif, saat muncul malai hingga bulir padi matang susu,
hama yang menyerang adalah walang sangit (Leptocorisa oratorius). Walang
sangit menghisap cairan bulir padi sehingga menyebabkan gabah berubah
warna dan mengapur serta hampa. Penyakit yang menyerang tanaman adalah
hawar daun bakteri (BLB) yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae dan
penyakit blas. Penyakit ini menyerang beberapa galur sehingga mempengaruhi
pada hasil tanaman padi. Pengendalian berupa penyemprotan insektisida dan
pemeliharaan lahan percobaan, pengendalian terhadap burung di pasang jaring.
Gulma yang tumbuh antara lain golongan teki diantaranya Cyperus difformis L.
Golongan rumput diantaranya : jajagoan (Echinochloa crussgalli), dan Paspalum
disticum.
Pada percobaan II dan III, waktu awal tanam curah hujan 488 mm belum
dapat menciptakan lingkungan yang optimum untuk mendukung perkembangan
penyakit. Pengujian k