Pada tahun 1965 terjadi perubahan situasi politik di tanah air. Salah satu akibat dari perubahan itu adalah keluarnya kebijakan baru pemerintah dalam bidang
politik, ekonomi dan moneter. Sejak akhir tahun 1965, subsidi bagi penerbit dihapus. Akibatnya, karena hanya 25 penerbit yang bertahan, situasi perbukuan mengalami
kemunduran. Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Mashuri, kemudian menetapkan bahwa semua buku pelajaran disediakan oleh pemerintah. Keadaan tidak bisa terus-menerus dipertahankan karena buku pelajaran
yang meningkat dari tahun ke tahun. Karena itu, diberikan hak pada Balai Pustaka untuk mencetak buku-buku yang dibutuhkan di pasaran bebas. Para penerbit swasta
diberikan kesempatan menerbitkan buku-buku pelengkap dengan persetujuan tim penilai.
Hal lain yang menonjol dalam masalah perbukuan selama Orde Baru adalah penerbitan buku yang harus melalui sensor dan persetujuan kejaksaan agung. Tercatat
buku-buku karya Pramudya Ananta Toer, Utuj Tatang Sontani dan beberapa pengarang lainnya, tidak dapat dipasarkan karena mereka dinyatakan terlibat
G30SPKI. Sementara buku-buku “Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai”, kemudian “Era Baru, Pemimpin Baru” tidak bisa dipasarkan karena dianggap
menyesatkan, terutama mengenai cerita-cerita seputar pergantian kekuasaan pada tahun 1966.
2.5 Tujuan Penerbitan Buku Universitas
Tujuan penerbitan buku universitas adalah : 1.
Menghasilkan buku-buku teks untuk mahasiswa yang dapat diandalkan dan dapat pula merangsang kegiatan mahasiswa. Buku-buku ini memuat
informasi tentang hasil penelitian yang lama, renungan-renungan, pemikiran dsn pendapat dari pengarangnya. Informasi ini sangat berharga sekali, bukan
saja untuk mahasiswa juga untuk para dosen.
Universitas Sumatera Utara
2. Menghasilkan laporan-laporan hasil diskusi ilmiah para ahli atau para
ilmuwan, yang dikumpulkan dan dibukukan. 3.
Menerbitkan judul-judul untuk pembaca umum yang bersifat deskriptif dan analitis, serta edukatif. Isi buku-buku ini dapat merangsang para pembacanya
agar ingin mengetahui lebih banyak tentang permasalahan tersebut.
2.6 Proses Penerbitan Buku
Menurut Manik Purba yang dikutip dalam sebuah website mengemukakan bahwa proses penerbitan buku adalah sebagai berikut :
1. Misalkan anda sebagai pengarang ingin menegajukan naskah kumpulan puisi
ke penerbit A. 2.
Yang anda ajukan cukup naskahnya dalam bentuk ketikan misalnya Ms. Word dan bisa disertai print outnya agar memudahkan penerbit dalam
memproses naskah tersebut. Penerbit biasanya memberikan banyak kemudahan bagi pengarang yang sudah banyak mengarang buku. Penerbit
mau saja menerima kiriman naskah melalui email dan sebagainya. 3.
Penerbit akan menentukan apakah naskah tersebut layak diterbitkan dan kira- kira dibutuhkan masyarakat ada penilaian terhadap isi naskah maupun
kwalitasbobot pengarangnya. 4.
Lalu penerbit akan mengontak pengarang dan membicarakan isi naskah maupun honor.
5. Sistem honor tergantung sistem yang dianut oleh penerbit. Bisa bersifat
langsam seolah naskah tersebut dibeli oleh penerbit dengan memberi harga pada naskah tersebut, misalnya dibeli seharga Rp 3.000.000.- dan dibayar
secara sekaligus atau bertahap. Tergantung pengajuan penerbit dan disetujui oleh pengarang.
6. Kerugian sistem ini bagi pengarang adalah: penerbit bisa mencetak naskah
tersebut dalam jumlah banyak dan bisa dicetak beberapa kali, tanpa memberi honor tambahan lagi kepada pengarang.
Universitas Sumatera Utara
7. Bisa juga dengan sistem royalti dimana pengarang memperoleh persentase
terhadap harga naskah buku tersebut. Rata-rata nilai royalti: 10 sd 15 dari harga buku yang terjual. Pengarang-pengarang yang sudah terkenal sering
ditawari honor yang tinggi karena penerbit yakin buku karangannya bakal laku keras. Misalnya: buku tersebut akan dicetak sebanyak 5.000
buaheksamplar dan dijual dengan harga Rp 15.000.- per eksemplar. Maka pengarang akan memperoleh honor dianggap semua buku terjual: 10 x
5.000 x Rp 15.000.- Sering pembayaran ini pun dilakukan secara bertahap misalnya 1 x 3 bulan atau 1 x 6 bulan.
Bila buku tersebut dicetak ulang lagi, maka penerbit membuat perjanjian lagi dan pengarang akan memperoleh royalti lagi. Biasanya penerbit akan
mengontak pengarang lagi untuk cetak ulang karena bisa jadi pengarang tidak bersedia lagi dan mau pindah ke penerbit lain.
8. Dengan menggunakan softcopy naskah yang diberikan dalam bentuk ketikan
Microsoft Word tersebut, penerbit akan mengolahnya dan mengatur layout serta membuat desain covernya. Desain cover bisa juga diajukan oleh
pengarang bila pengarang juga seorang yang ahli dalam desain. Setelah desain cover dan layout isi buku telah selesai, maka akan dimulai proses cetak.
9. Proses cetak sering dimulai dengan mencetak contoh dummy dulu dan
melihat hasilnya agar kelak tidak terjadi kesalahan besar. Setelah itu akan dilakukan proses cetak sejumlah yang diinginkan misalnya: 5.000 buah
buku. 10.
Penerbit akan memberikan buku contoh hasil cetakan bagi pengarang untuk file pribadinya dan kemudian penerbit akan melakukan pembayaran kepada
pengarang sesuai perjanjian yang telah disepakatiditandatangani. Bila buku tersebut ingin dicetak terus dan ternyata pengarangnya telah meninggal, maka
perjanjian dan hak pembayaran royalti akan diberikan kepada ahli waris istri anaknya dan seterusnya penerbit akan berurusan dengan ahli warisnya.
11. Penerbit akan menyebarkan buku tersebut ke toko buku untuk dibeli oleh
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
12. Perjanjian Royalti adalah antara pengarang dan penerbit, sedangkan Hak
Cipta adalah Hak Pengarang yang bisa diurus oleh pengarang dengan mendaftarkannya ke Departement Kehakiman dan HAM, Direktorat Hak
Cipta. Penerbit tidak mengurus Hak Cipta karena Hak Cipta adalah urusan pengarang kecuali naskah tersebut telah dibeli oleh Penerbit dan sepenuhnya
menjadi hak milik penerbit. Tidak banyak buku yang didaftarkan Hak Ciptanya oleh pengarang, biasanya buku-buku yang sangat terkenal atau buku
yang bakal dibutuhkan terus yang didaftarkan Hak Ciptanya oleh pengarang.
2.7 Pengadaan Naskah