Ciri-ciri Self Monitoring Self Monitoring 1. Pengertian Self Monitoring

orang lain. Singkatnya, individu dengan self monitoring tinggi cenderung fleksibel, penyesuaian dirinya baik dan cerdas sehingga cenderung lebih cepat mempelajari apa yang menjadi tuntutan di lingkungannya pada situasi tertentu Wrightsman Deaux, 1981, h.100. Selanjutnya, Snyder Cantor Fiske Taylor, 1991, h.534 menyatakan bahwa individu dengan self monitoring tinggi juga sangat sensitif terhadap norma sosial dan berbagai situasi yang ada di sekitarnya sehingga dapat lebih mudah untuk dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Hal ini mencerminkan bahwa individu dengan self monitoring yang tinggi cenderung peka terhadap aturan- aturan yang ada di sekitar dirinya sehingga selalu berusaha untuk menampilkan dirinya sesuai dengan tuntutan situasi Brehm Kassin, 1993, h.87. Sejalan dengan pendapat tersebut, Hoyle Sowards Baron Byrne, 1997, h.169 menyatakan bahwa individu dengan self monitoring tinggi cenderung melakukan analisis terhadap situasi sosial dengan cara membandingkan dirinya dengan standar perilaku sosial dan berusaha untuk mengubah dirinya sesuai dengan situasi saat itu. Individu dengan self monitoring rendah memiliki ciri-ciri yang berkebalikan dengan individu yang memiliki self monitoring tinggi. Individu yang mempunyai self monitoring rendah lebih mempercayai informasi yang bersifat internal. Menurut Snyder Fiske Taylor, 1991, h.534, individu dengan self monitoring rendah, dalam menampilkan dirinya terhadap orang lain cenderung hanya didasarkan pada apa yang diyakininya adalah benar menurut dirinya sendiri. Hal ini mencerminkan bahwa individu dengan self monitoring rendah kurang peka akan hal-hal yang ada di lingkungannya sehingga kurang memperhatikan tuntutan-tuntutan dari lingkungannya tersebut, yang ditujukan kepada dirinya. Snyder Baron Byrne, 1994, h.190 menambahkan bahwa individu yang memiliki self monitoring rendah menunjukkan perilaku yang konsisten. Ini dikarenakan faktor internal seperti kepercayaan, sikap, dan minatnya yang mengatur tingkah lakunya Kreitner dan Kinicki, 2005, h.172. Engel dkk 1995, h.102 juga menyatakan bahwa individu dengan self monitoring rendah tidak peduli dengan pendapat orang lain dan lebih mementingkan perasaan dan faktor internal yang dimilikinya. Tidak mengherankan apabila individu ini menjadi cenderung memegang teguh pendiriannya dan tidak mudah dipengaruhi oleh hal- hal yang berasal dari luar dirinya sehingga kurang berhasil dalam melakukan hubungan sosial Baron Byrne, 1997, h.172. Hal ini mencerminkan bahwa individu dengan self monitoring rendah tidak berusaha untuk mengubah perilakunya sesuai dengan situasi dan tidak tertarik dengan informasi-informasi sosial dari lingkungan di sekitarnya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki self monitoring tinggi menunjukkan ciri-ciri tanggap terhadap tuntutan dari lingkungan di sekitarnya, memperhatikan informasi sosial yang merupakan petunjuk baginya untuk menampilkan diri sesuai dengan informasi atau petunjuk tersebut, mempunyai kontrol yang baik terhadap tingkah laku yang akan ditampilkan, mampu menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk berperilaku dalam situasi-situasi yang penting, dan mampu mengendalikan diri, mengubah perilaku serta ekspresif. Sebaliknya, individu yang memiliki self monitoring rendah menunjukkan ciri- ciri kurang tanggap terhadap situasi-situasi yang menuntutnya untuk menampilkan dirinya, kurang memperhatikan pendapat orang lain dan kurang memperhatikan informasi sosial, kurang dapat menjaga dan suka mengabaikan penampilannya, kurang berhasil dalam menjalin hubungan interpersonal, perilaku dan ekspresi diri lebih dipengaruhi oleh pendapat dirinya pada situasi sekitarnya.

C. Hubungan antara Self Monitoring dengan Prokrastinasi pada Karyawan

Prokrastinasi merupakan salah satu perilaku yang tidak efisien dalam penggunaan waktu. Adanya kecenderungan untuk tidak segera memulai ketika menghadapi suatu tugas merupakan indikasi dari prokrastinasi Jackson et al, 2003, h.17. Individu yang melakukan prokrastinasi mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan, sering mengalami keterlambatan, mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun gagal dalam menyelesaikan tugas sesuai batas waktu yang ditentukan. Prokrastinasi merupakan suatu fenomena yang secara umum dapat dilakukan oleh siapa saja dan dapat terjadi dalam setiap aspek kehidupan, tidak terkecuali pada seorang karyawan Burka Yuen, 1983, h.4. Karyawan yang melakukan prokrastinasi menunjukkan perilaku seperti sering terlambat dan tidak memiliki manajemen waktu yang baik. Banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia, tugas- tugas menjadi terbengkalai dan bahkan bila diselesaikan hasilnya menjadi tidak maksimal. Prokrastinasi dapat menghambat perkembangan potensi yang dimiliki seorang karyawan secara optimal. Prokrastinasi sebagai suatu perilaku tentunya tidak terlepas dari usaha untuk memahami hal-hal apa saja yang melatarbelakanginya. Menurut Ferrari 1995, h.88, prokrastinasi itu dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu lingkungan di luar individu dan faktor internal, yaitu kondisi fisik maupun kondisi psikologis individu. Lingkungan di luar individu dapat meliputi kondisi lingkungan yang mendasarkan pada hasil akhir dan lingkungan yang pengawasannya rendah. Kondisi fisik misalnya riwayat kesehatan dan penyakit sedangkan kondisi psikologis itu misalnya kepribadian. Aspek kepribadian yang diduga dapat mempengaruhi tingkat prokrastinasi pada karyawan adalah motivasi, persepsi terhadap masa depan, dan self monitoring. Persepsi terhadap masa depan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prokrastinasi Jackson et al, 2003, h.23. Seorang karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan yang dapat memberikan kompensasi, gaji, dan imbalan yang adil serta adanya peluang pengembangan karier maka dapat membangun suatu persepsi yang positif pada diri karyawan mengenai masa depannya di perusahaan tersebut. Hal ini memotivasi seorang karyawan untuk menunjukkan kinerja yang positif pula pada diri karyawan tersebut sehingga kemungkinan untuk melakukan prokrastinasi juga rendah. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Wolters 2003, h.179-184 yang menyatakan bahwa motivasi dapat mempengaruhi prokrastinasi. Seorang karyawan dengan motivasi tinggi kemungkinan untuk melakukan prokrastinasi adalah rendah. Hal ini dikarenakan motivasi yang ada dalam dirinya untuk menunjukkan kinerja yang positif tinggi.