Mbak?’ Namun, Pb lain yang disapa oleh Pj tersebut tetap melanjutkan perjalanannya dan tidak menjawab sapaan sang Pj yang ditujukan kepadanya.
Pada peristiwa tutur tersebut Pj berkomunikasi dengan Pb menggunakan bahasa Jawa ngoko didasari oleh faktor tingkat keakraban dan usia yang tidak
terpaut jauh. Berdasarkan pada kedua faktor tersebut, pilihan bahasa yang digunakan Pj dan Pb adalah bahasa Jawa ngoko. Namun, setelah ada Pb lain yang
melewati depan kiosnya, Pj tersebut berusaha untuk menyapa Pb itu dengan beralih kode dari bahasa Jawa ngoko ke bahasa Jawa krama. Hal tersebut didasari
oleh faktor tujuan. Dalam peristiwa tutur tersebut, dalam menyapa Pb lain itu, Pj menggunakan bahasa Jawa krama karena memiliki tujuan untuk menghormat.
Selain tuturan yang berupa bahasa Jawa krama tersebut mengandung fungsi untuk menghormati mitra tuturnya, Pb berharap bahasa yang dipilihnya tersebut bisa
merebut hati sang Pb. Oleh karena itu, dengan tujuan tersebut Pj itu beralih kode dari bahasa Jawa ngoko ke bahasa Jawa krama.
b. Alih Kode dari Bahasa Jawa Krama ke Bahasa Jawa Ngoko
Alih kode dari bahasa Jawa krama ke bahasa Jawa ngoko yang terjadi pada peristiwa tutur dalam jual beli di PW dapat ditemukan pada tuturan Pj dengan Pb
berikut. 20 KONTEKS: PERCAKAPAN SEORANG PB JENIS KELAMIN PRIA,
UMUR SEKITAR 58 TAHUN YANG DITEMANI ISTRINYA DENGAN PJ PAKAIAN JENIS KELAMIN
WANITA, UMUR 45 TAHUN DENGAN TOPIK TAWAR- MENAWAR SANDAL.
Pb : Sambil mencoba Pinten? ’Berapa?’
Pb kepada istrinya: Wis pas durung? ’Sudah pas belum?’ Istri Pb: Ya wis iku wae. ’Ya, sudah, itu saja.’
113
Pj : Niku bahane karet, pitulas setengah. Mpun ah pitulas, sing limang
atus kula ilangke. Nek mpun reti tiyange piyambak kan dikira-kira a, Mbah. ’Itu bahannya karet, tujuh belas setengah. Sudahlah tujuh
belas, yang lima ratus saya hilangkan. Kalau sudah tahu orangnya sendiri kan dikira-kira, Mbah.’
Pb : Membayar
Istri Pb: Mpun nggih. ’Sudah ya?’ Pb
: Mangga, Mbah. ’Silakan, Mbah.’
Pada peristiwa tutur di atas awalnya Pb berkomunikasi dengan Pj sandal menggunakan bahasa Jawa krama, yakni Pb: Pinten? ’Berapa? Namun, pada saat
dia menanyakan kecocokan sandal itu kepada istrinya, Pb tersebut beralih kode dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko, yakni Wis pas durung? ’Sudah pas
belum?’. Peralihan kode tersebut didasari oleh faktor tingkat keakraban. Pb yang merasa belum akrab dengan Pj memilih menggunakan bahasa Jawa krama. Akan
tetapi, ketika dia berkomunikasi dengan istrinya yang sudah akrab, Pb tersebut menggunakan bahasa Jawa ngoko.
Selain itu, variasi pilihan bahasa dengan alih kode dari bahasa Jawa ngoko ke bahasa Jawa krama seperti pada subjudul 2.a tersebut di atas juga dapat dilihat
pada peristiwa tutur tersebut. Istri Pb awalnya berkomunikasi dengan suaminya menggunakan bahasa Jawa ngoko, yaitu Ya wis iku wae. ’Ya, sudah, itu saja’.
Namun, ketika berkomunikasi dengan Pj untuk berpamitan, istri Pb itu beralih kode dari bahasa Jawa ngoko ke bahasa Jawa krama dengan mengatakan Mpun
nggih. ’Sudah ya?’ Variasi pilihan bahasa dengan alih kode dari bahasa Jawa ngoko ke bahasa Jawa krama tersebut dipilih oleh istri Pb juga didasari oleh faktor
tingkat keakraban. Selain itu, faktor yang lain adalah tujuan si penutur istri Pb yang ingin menghormati sang Pj.
114
Selain pada peristiwa tutur tersebut, alih kode dari bahasa Jawa krama ke bahasa Jawa ngoko yang terjadi pada peristiwa tutur dalam jual beli di PW dapat
ditemukan pada tuturan Pb dengan Pj berikut. 21 KONTEKS: PERCAKAPAN SEORANG PB JENIS KELAMIN WANITA,
UMUR 50 TAHUN DENGAN PJ JENIS KELAMIN WANITA, UMUR 40 TAHUN DI KIOS SAYURAN DENGAN
TOPIK TAWAR-MENAWAR MENTIMUN.
Pb : Pinten niki? ’Berapa ini?’ Pj : Gangsal ewu, Dhe. ’Lima ribu, Bude.’
Pb : Patang ewu ae ah, Cik. ’Empat ribu saja ya, Bulek.’ Pj : Kowe iku lho. ’Kamu itu lho.’
Memasukkan 10 mentimun ke dalam tas plastik dan Pb tidak bereaksi lagi sebagai tanda setuju.
Pada peristiwa tutur di atas awalnya Pb berkomunikasi dengan Pj sayuran menggunakan bahasa Jawa krama, yakni Pb: Pinten niki? ’Berapa ini? Tuturan Pb
tersebut dijawab oleh Pj dengan bahasa Jawa krama juga, yaitu Gangsal ewu, Dhe. ’Lima ribu, Bude.’ Namun, pada tuturan berikutnya Pb beralih kode bahasa
Jawa krama ke bahasa Jawa ngoko dengan mengatakan Patang ewu ae ah, Cik. ’Empat ribu saja ya, Bulek.’ Karena Pb beralih kode, Pj itu pun beralih kode yang
sama, yaitu dari bahasa Jawa krama ke bahasa Jawa ngoko, dengan mengatakan: Kowe iku lho. ’Kamu itu lho.’ Pj itu beralih kode yang sama, dari bahasa Jawa
krama ke bahasa Jawa ngoko, tentu didasari oleh faktor mitra tutur. Karena mitra tuturnya beralih kode dari bahasa Jawa krama ke bahasa Jawa ngoko, Pj itu pun
mengikuti beralih kode dalam bertutur karena ingin menyesuaikan kode yang digunakan oleh Pb.
115
3. Campur Kode