bahasa Jawa diistilahkan dengan njangkar pada tuturan Pb: Delok wayahe, Sri. Aku nek adol ya murah, Sri. Padha wae. ’Lihat musimnya, Sri. Saya kalau
menjual ya murah, Sri. Sama saja.’ Padahal, usia Pb tersebut lebih muda jika dibandingkan dengan usia Pj ayam itu. Sementara itu, dalam peristiwa tutur
tersebut Pj memilih menggunakan sapaan yang lebih menghormati Pb itu sebagai mitra tuturnya, yaitu dengan sapaan Kang, sebagaimana terlihat pada tuturan Pj
yaitu Pb: Iki lho, Kang, satus wae. ’Ini lho, Kang. Seratus saja.’ Data tersebut menunjukkan bahwa seorang penutur yang memiliki status
sosial lebih tinggi daripada mitra tuturnya lebih longgar menentukan pilihan bahasanya tanpa mempertimbangkan nilai rasa hormat kepada mitra tutur yang
usianya lebih tua daripada penutur tersebut. Dalam hal ini, faktor status sosial lebih dominan memengaruhi pilihan bahasa penutur tersebut daripada faktor usia.
2. Usia
Yang dimaksud faktor penentu usia di sini adalah usia mitra tutur dalam suatu peristiwa tutur. Perbedaan usia turut menentukan pilihan bahasa yang
digunakan oleh seorang penutur. Pada umumnya terdapat kecenderungan bahwa seorang penutur yang lebih muda akan menghormati mitra tuturnya yang usianya
lebih tua. Dengan tujuan untuk menghormati mitra tuturnya, seorang penutur yang usianya lebih muda akan cenderung memilih bahasa yang memiliki nilai rasa
hormat. Sebaliknya, penutur yang lebih tua cenderung lebih longgar dalam menentukan pilihan bahasanya. Faktor usia tersebut dapat ditemukan pada
peristiwa tutur dalam jual beli di PW sebagai berikut. 130
30 KONTEKS: PERCAKAPAN SEORANG PB JENIS KELAMIN PRIA,
UMUR SEKITAR 35 TAHUN DENGAN PJ JENIS KELAMIN WANITA, UMUR 40 TAHUN DI KIOS ALAT
RUMAH TANGGA DENGAN TOPIK TAWAR-MENAWAR LAP PEL KAIN.
Pb : Niki pinten, Mbak? ’Ini berapa, Mbak?’ Pj : Rong puluh ewu. ’Dua puluh ribu.’
Pb : Mbak, gangsal welas ewu nggih? Niki lho. ’Mbak, lima belas ribu
ya?’ Pj : Eee, dua puluh. Iki lho sing wolu las ewu. Ora takprema nek wong
lanang. ’Eee, dua puluh. Ini lho yang delapan belas ribu.’ Pb : Wolu las nggih? ’Delapan belas ya?’
Pj : Wis sanga las ewu. ’Sudah sembilan belas ribu.’ Pb : Mengeluarkan uang Nggih mpun. Pundhutke. ’Ya sudah,
ambilkan.’
Pada peristiwa tutur di atas Pb penutur merasa lebih muda daripada Pj mitra tutur. Berdasarkan atas pertimbangan usia, Pb lebih memilih
menggunakan bahasa Jawa dalam tingkat tutur krama. Pb lebih memilih menggunakan bahasa Jawa krama karena dia ingin menghormati Pj yang usianya
lebih tua. Sementara itu, Pj yang merasa usianya lebih tua cenderung leluasa menentukan pilihan bahasanya sehingga bahasa Jawa ngoko-lah yang digunakan
untuk berinteraksi sosial dengan Pb tersebut. Pemilihan bahasa yang dipengaruhi oleh usia bukan hanya penggunaan
ragam krama dalam bertutur. Akan tetapi, penggunaan campur kode bahasa Jawa krama dalam bahasa yang digunakan oleh penutur juga menjadi faktor penentu
yang dipengaruhi oleh usia. Hal tersebut dapat dilihat dalam peristiwa tutur berikut.
31 KONTEKS: PERCAKAPAN SEORANG PB JENIS KELAMIN WANITA, UMUR 35 TAHUN DENGAN PJ JENIS KELAMIN
WANITA, UMUR SEKITAR 50 TAHUN DI KIOS SAYUR- 131
SAYURAN DENGAN TOPIK TAWAR-MENAWAR SAYURAN.
Pb : Sayuran rong ewu, Makdhe. ’Sayuran dua ribu.’ Pj : Memerintah anaknya yang membantu berjualan Sayuran rong ewu,
Nur. ’Sayuran dua ribu, Nur’
Pb : Sing sewu wortel. Kempalke mriki wae. ’Yang seribu wortel.
Kumpulkan sini saja.’
Pj : Wortel sepuluh ewu, Nduk. Ora entuk sewu. ’Wortel sepuluh ribu,
Nduk. Tidak boleh seribu.’ Maksudnya Rp10.000,00 per kilogram
Pb : Nggih, seprapat mawon. ’Ya, seperempat saja.’ Maksudnya
seperempat kilogram Pada peristiwa tutur di atas Pb penutur lebih muda daripada Pj mitra
tutur. Hal tersebut secara lingual bisa dilihat dari sapaan yang dilakukan oleh Pj
itu dengan sapaan Nduk pada tuturan Pj: Wortel sepuluh ewu, Nduk. Ora entuk
sewu. ’Wortel sepuluh ribu, Nduk. Tidak boleh seribu.’ Pada peristiwa tutur tersebut, pilihan kode bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko.
Meskipun lebih muda daripada Pj, Pb tersebut menggunakan bahasa Jawa ngoko karena Pb sudah terbiasa berbelanja di kios tersebut sehingga keduanya sudah
akrab. Meskipun begitu, untuk menunjukkan hormat Pb kepada Pj, Pb melakukan campur kode bahasa Jawa krama dalam bahasa Jawa ngoko yang digunakannya.
Hal tersebut terjadi pada penggunaan kata kempalke, mriki, nggih, dan mawon
pada tuturan Pb: Sing sewu wortel. Kempalke mriki wae. ’Yang seribu wortel. Kumpulkan sini saja’ dan Nggih, seprapat mawon. ’Ya, seperempat saja.’
3. Tingkat Keakraban