Tujuan Tutur Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemilihan Bahasa dalam Jual Beli

SEKITAR 65 TAHUN DI EMPERAN KIOS SAYURAN DENGAN TOPIK JUAL BELI JAGUNG REBUS. Pb : Biasane Nyi. ’Biasanya, Nyi.’ Menyodorkan uang Rp5.000,00 Pj : Pira? Nem ewu, Ju. ’Berapa? Enam ribu, Ju.’ Pb : Hmm... Sambil mengeluarkan uang seribu rupiah lagi Pada peristiwa tutur di atas Pb penutur dan mitra tutur sama-sama menggunakan kode bahasa Jawa ngoko karena Pj dan Pb sudah sering bertemu dalam interaksi sosial mereka di pasar tersebut. Hal tersebut bisa dilihat dari tuturan Pb: Biasane Nyi. ’Biasanya, Nyi.’ Dengan mengatakan biasane ’biasanya’ dalam mengawali peristiwa tutur yang singkat tersebut, diketahui bahwa Pb sudah terbiasa berbelanja di kios tersebut sehingga keduanya sering bertemu dan terjalin hubungan yang akrab. Selain itu, sapaan Nyi dalam tuturan Pb Biasane Nyi ’Biasanya, Nyi’ juga menunjukkan bahwa secara sosial Pb termasuk warga setempat warga lokal yang sering berkunjung ke pasar tersebut. Dengan demikian, tingkat keakraban peserta tutur dalam peristiwa tutur tersebut tidak berjarak atau akrab sehingga pilihan bahasa Jawa ngoko itu menentukan kode bahasa yang mereka digunakan.

4. Tujuan Tutur

Tujuan tutur di sini diartikan sebagai maksud atau hasil yang diharapkan oleh penutur dalam peristiwa tutur. Tujuan tutur yang ingin dicapai oleh seorang penutur akan menentukan pilihan bahasa yang digunakannya. Pada peristiwa tutur dalam jual beli di PW tujuan tutur seorang penutur yang dimaksudkan untuk menghormati mitra tutur dapat memengaruhi pilihan bahasa yang digunakan. 135 Dalam hal ini, pilihan kode yang digunakan penutur untuk menghormati mitra tuturnya adalah bahasa Jawa krama atau campur kode ragam krama dalam bahasa yang digunakan. Hal tersebut dapat dilihat dalam peristiwa tutur berikut. 35 KONTEKS: PERCAKAPAN SEORANG PB JENIS KELAMIN WANITA, UMUR 50 TAHUN DENGAN PJ JENIS KELAMIN PRIA, UMUR 45 TAHUN DI KIOS KELAPA DENGAN TOPIK JUAL BELI KELAPA. Pb : Klapa, Lek. ’Kelapa, Lek?’ Pj : Sing enom apa sakdhuwure sithek? ’Yang muda atau di atasnya sedikit?’ Pb : Iki jajal, Lek. Gemothok 8 iki? ’Ini coba, Lek. Gemothok ini?’ Pj : Kula bukak, nggih? ’Saya buka, ya?’ Pb : Ya. ’Ya.’ Pj : Ngeten niki? ’Begini ini?’ Pb : Nggih, mpun. ’Ya, sudah.’ Pada peristiwa tutur di atas Pb penutur dan Pj mitra tutur sama-sama menggunakan kode bahasa Jawa ngoko karena Pj dan Pb dalam situasi yang sudah akrab dalam interaksi sosial mereka di pasar tersebut. Namun, dalam beberapa tuturan dan beberapa kesempatan Pj dan Pb tersebut menggunakan campur kode krama dalam bahasa Jawa ngoko yang mereka tuturkan. Campur kode krama tersebut dimaksudkan untuk tetap menjaga dan menghormati hubungan sosial mereka. Pj tentu juga berharap dengan hubungan yang terjaga baik, Pb akan menjadi pelanggannya. Campur kode bahasa Jawa krama dalam bahasa Jawa ngoko tersebut digunakan oleh Pj dalam tuturannya, Kula bukak, nggih? ’Saya buka, ya?’ dan Ngeten niki? ’Begini ini?’. Kata kula, nggih, ngetenmakaten, dan 8 Gemothok adalah kelapa muda yang dapat digunakan untuk membuat bothok. Bothok adalah sejenis lauk tradisional yang terbuat dari kelapa muda yang diparut, dicampur bumbu-bumbuan dan atau sayuran, dibungkus dengan daun pisang, dimasak dengan cara dikukus. 136 nggih dalam peristiwa tersebut termasuk kosakata bahasa Jawa krama. Sementara itu, untuk menjaga hubungan dan juga menghormati Pj tersebut Pb juga bercampur kode bahasa Jawa krama dalam bahasa Jawa ngoko dalam tuturannya, Nggih, mpun. ’Ya, sudah.’ Kata nggih dan mpunsampun termasuk kosakata bahasa Jawa krama. Dengan demikian, dapat dikatakan faktor tujuan untuk menghormati mitra tutur dapat memengaruhi pilihan bahasa yang digunakan oleh seorang penutur.

5. Kehadiran Peserta Tutur Lain Orang Ketiga