Pengendalian Pemanfaatan Ruang: Mencari Kelembagaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang yang Efektif
Pengendalian Pemanfaatan Ruang: Mencari Kelembagaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang yang Efektif
Dr. Ir. Basoeki Hadimoeljono, M.Sc. Direktur Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum
Berdasarkan UUPR, pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui: (1) penetapan peraturan zonasi, (2) perizinan, (3) pemberian insentif dan disinsentif, serta (4) pengenaan sanksi. Instrumen pengendalian berupa penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif merupakan instrumen yang sifatnya untuk pencegahan pelanggaran, sedangkan pengenaan sanksi merupakan instrumen untuk penindakan pelanggaran.
Permasalahan dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Saat ini, setelah 6 tahun diterbitkannya UUPR, sudah saatnya
mengalihkan fokus utama pelaksanaan penataan ruang, dari perencanaan tata ruang ke pengendalian pemanfaatan ruang. Namun implementasi pengendalian pemanfaatan ruang ini menemui berbagai macam permasalahan.
Persoalan pertama dalam implementasi pengendalian adalah belum seluruh daerah memiliki perda RTRW dan Rencana Rinci, padahal dokumen perencanaan tersebut adalah dasar untuk melakukan pengendalian pemanfaatan ruang; sampai dengan awal bulan Oktober 2013, tercatat baru 16 provinsi, 247 kabupaten, dan
65 kota yang telah memiliki perda RTRW. Berdasarkan UUPR pasal 22 ayat 2 huruf e, RTRW Provinsi menjadi pedoman untuk penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.Arahan perizinan pemanfaatan ruang yang terkandung dalam RTRW provinsi merupakan acuan untuk perizinan pemanfaatan ruang, baik di wilayah provinsi maupun kawasan strategis provinsi. Sedangkan RTRW Kab/Kota menjadi pedoman untuk penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi (Pasal 26 ayat 2 huruf e UUPR) dan menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan
dan administrasi pertanahan di Kab/Kota (Pasal 26 ayat 3). RTRW kabupaten/kota menjadi dasar untuk penerbitan izin prinsip, izin lokasi, izin penggunaan pemanfaatan tanah, IMB, dan izin lainnya. Dalam hal kabupaten/kota yang bersangkutan sudah memiliki rencana detail tata ruang kabupaten/kota maka dasar penerbitan izin di atas adalah rencana detail tata ruang kabupaten/kota.
Peraturan zonasi, sebagai salah satu instrumen pengendalian pemanfaatan ruang, merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi kabupaten/kota disusun sebagai kelengkapan RTRW kabupaten/ kota, dan merupakan dasar dalam pemberian insentif dan disinsentif, pemberian izin, dan pengenaan sanksi di tingkat kabupaten/kota. Namun sampai saat ini belum ada pemerintah daerah yang mengatur dengan rinci mengenai pengendalian pemanfaatan ruang dalam bentuk peraturan daerah. Instrumen pengendalian pemanfaatan ruang dalam RTRW (provinsi/kabupaten/ kota) masih bersifat normatif dan perlu dirinci lagi sehingga dapat lebih implementatif.
Dalam implementasi pengendalian pemanfaatan ruang tersebut, dan juga di setiap tahapan penataan ruang, perlu dukungan sistem informasi yang berkaitan dengan dinamika pemanfaatan ruang di lapangan. Namun kondisi di daerah saat ini adalah tidak tersedianya sistem informasi tata ruang yang lengkap. Keterbatasan data/ informasi, dokumen, peta RTRWdan kondisi di lapangan seringkali menyulitkan upaya-upaya pengendalian pemanfaatan ruang.
Dalam hal pengawasan penataan ruang, PP No. 15/2010 menyebutkan bahwa masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan penataan ruang dengan menyampaikan hasil pengawasan melalui sarana yang disediakan oleh Pemerintah/ pemerintah daerah.Terkait dengan peran masyarakat dalam penataan ruang, kurangnya partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruangmenjadi permasalahan lain yang dihadapi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Masyarakat dan/atau organisasi sosial kemasyarakatan maupun LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang ada masih belum berpartisipasi dalam penataan ruang, meskipun bentuk dan tata cara partisipasi masyarakat dalam penataan ruang ini telah diatur dalam PP No. 68/2010.
Berbagai permasalahan dalam implementasi pengendalian pemanfaatan ruang sangat erat kaitannya dengan isu efektivitas kelembagaan dalam pengendalian penataan ruang. Aspek
Penataan Ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, yang diselenggarakan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Saat ini, banyak rencana tata ruang yang telah disusun sesuai dengan amanat UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang (UUPR), baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Sebagai upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang, pemanfaatan ruang yang merupakan tahap mewujudkan rencana tata ruang tersebut perlu diimbangi dengan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pengenaan Sanksi
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang
Penetapan Peraturan Zonasi
Perizinan
Rencana Rinci Tata Ruang
Izin Pemanfaatan Ruang
tindakan penertiban yang
dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan RTR dan peraturan zonasi
penggantian/ ganti kerugian yang layak
batal demi hukum
dapat dibatalkan
Pemberian Insentif & Disinsentif
Ps. 36 ayat (1)
Ps. 36 ayat (2)
Ps. 37 ayat (1)
Ps. 37 ayat (6)
Ps. 37 ayat (3)
Ps. 37 ayat (4)
Ps. 1 angka 15
Ps. 35
Ps. 36 ayat (3)
PP untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional
Perda Provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi
Perda kabupaten/kota untuk peraturan zonasi
Gambar 1 Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang
buletin tata ruang & pertanahan 15
kelembagaan merupakan hal yang sangat erat kaitannya dengan kewenangan dalam penataan ruang. Sejalan penerapan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya. Berdasarkan PP No. 38/2007, penataan ruang merupakan urusan pemerintahan yang bersifat kongruen yang dibagi bersama antar pemerintahan.
Agar dapat menciptakan tertib ruang sesuai dengan rencana tata ruang, maka pengendalian pemanfaatan ruang harus dilakukan secara terpadu yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang sesuai dengan otoritasnya. Jika melihat struktur organisasi terkait penataan ruang di pusat dan daerah, banyak lembaga/ instansi struktural yang berkepentingan dalam penataan ruang, baik di pusat maupun di daerah, namun perbedaan struktur organisasi pemerintah daerah menyebabkan terjadinya perbedaan level (eselonering) unit organisasi yang berwenang melakukan pengendalian pemanfaatan ruang. Kurangnya koordinasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang yang berakibat pada rendahnya keterpaduan pemanfaatan ruang, mengingat penataan ruang merupakan urusan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.
Mengingat implementasi pengendalian penataan ruang ini melibatkan berbagai lembaga/instansi yang ada, maka penguatan kelembagaan dilakukan dengan meningkatkan kemampuan lembaga dalam melakukan koordinasi dengan lembaga lain. Dalam pelaksanaan koordinasi, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan koordinasi. Faktor yang berperan penting dalam pelaksanaan koordinasi adalah aktor yang terlibat dalam koordinasi tersebut. Aktor beserta institusinya memiliki tujuan dan prioritas yang terkadang menimbulkan konflik dengan tujuan dan prioritas aktor/institusi lain, atau dengan tujuan dan prioritas suatu sistem secara keseluruhan. Aktor-aktor yang memiliki kekuasaan tersebut dapat memanfaatkan diskresi yang dimilikinya dalam pengambilan keputusan, sehingga diperlukan suatu lembaga yang dapat mengkoordinasikan berbagai aktor dalam implementasi pengendalian pemanfaatan ruang.
Untuk pelaksanaan fungsi koordinasi dalam penyelenggaraan penataan ruang, telah dibentuk BKPRN (melalui Keppres No. 4/2009) dan BKPRD (melalui Permendagri No. 50/2009) yang merupakan badan bersifat ad-hoc di pusat dan daerah.Sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya, BKPRD memiliki fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur/Bupati/Walikota dalam koordinasi penataan ruang yang meliputi koordinasi dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam hal pengendalian pemanfaatan ruang, peran BKPRD dirasakan belum optimal meskipun dalam Permendagri No. 50/2009 sudah disebutkan tugas BKPRD dalam koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang yang meliputi:
a. Mengkoordinasikan penetapan arahan peraturan zonasi sistem provinsi/penetapan peraturan zonasi sistem kabupaten/kota;
b. Memberikan rekomendasi perizinan pemanfaatan ruang provinsi dan kabupaten/kota;
c. Melakukan fasilitasi dalam pelaksanaan penetapan insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang provinsi dan/ atau lintas provinsi serta lintas kabupaten/kota;
d. Melakukan fasilitasi pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan penataan ruang;
e. Melakukan fasilitasi pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjaga konsistensi pemanfaatan ruang dengan
rencana tata ruang;
f. Mengoptimalkan peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang; dan
g. Melakukan evaluasi atas kinerja pelaksanaan penataan ruang
kabupaten/kota. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, dalam struktur BKPRD
terdapat Kelompok Kerja Pemanfaatan dan Pengendalian yang mempunyai tugas:
a. Memberikan masukan kepada Ketua BKPRD dalam rangka perumusan kebijakan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten/kota;
b. Melakukan fasilitasi pelaksanaan pemantauan terhadap penegakkan peraturan daerah tentang rencana tata ruang;
c. Melakukan fasilitasi pelaksanaan evaluasi terhadap penegakkan peraturan daerah tentang rencana tata ruang;
d. Melakukanfasilitasi pelaksanaan pelaporan terhadap penegakkan peraturan daerah tentang rencana tata ruang;
e. Melakukan fasilitasi pelaksanaan perizinan pemanfaatan ruang;
f. Melakukan fasilitasi pelaksanaan penertiban pemanfaatan ruang; dan
g. Menginventarisasi dan mengkaji permasalahan dalam peman-
faatan dan pengendalian pemanfaatan ruang serta memberikan alternatif pemecahannya untuk dibahas dalam sidang pleno BKPRD.
Dari gambaran mengenai kewenangan yang dimiliki oleh BKPRD tersebut, dalam dilihat bahwa BKPRD memiliki peran yang sangat penting dalam implementasi pengendalian pemanfaatan ruang, baik yang bersifat pencegahan pelanggaran pemanfaatan ruang maupun yang bersifat penertiban pelanggaran.Jika mengacu pada efektifnya peran BKPRD dalam proses perencanaan tata ruang, maka diperlukan pedoman yang lebih teknis terkait mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang.
Upaya Peningkatan Kelembagaan Pengendalian Penataan Ruang
Keberhasilan suatu kegiatan yang melibatkan peran serta banyak pihak mensyaratkan suatu bentuk pengaturan yang jelas agar segala sesuatunya berjalan sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektivitas koordinasi pengendalian penataan ruang ini diperlukan perangkat sebagai acuan pelaksanaan pengendalian. Sesuai dengan amanat UUPR, dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang, Pemerintah berwenang menyusun dan menetapkan pedoman Bidang Penataan Ruang. Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang, Pemerintah c.q Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum perlu menyediakan NSPK yang akan menjadi acuan bagi daerah dalam pembuatan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang.
tahukah anda
Knowledge Management (KM) memiliki fungsi penting dalam hal:
a) Identifikasi aset kunci dari knowledge yang
ada di dalam perusahaan; b) Merefleksikan apa yang organisasi diketahui;
c) Saling berbagi (sharing) segala
knowledge kepada siapapun yang membutuhkannya;
d) Menerapkan penggunaan knowledge
untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Sumber: http://mariana46.blogstudent.mb.ipb. ac.id/2011/10/02/knowledge-management/
NSPK terkait pengendalian pemanfaatan ruang yang telah
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas ada sampai saat ini adalah Pedoman Penyusunan RDTR dan
penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang. Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota yang ditetapkan melalui Permen
Berdasarkan data dari Sekretariat Direktorat Jenderal Penataan PU No. 20/2011. Sedangkan NSPK lain yang masih dalam proses Ruang Kementerian PU, terdapat 31 provinsi (dari total 33 provinsi), penyusunan atau legalisasi antara lain: 103 kabupaten (dari total 399 kabupaten), dan 32 kota (dari total
1. Pedoman Kriteria Zona, Sub Zona, dan Blok dalam Peraturan
94 kota) yang telah memiliki PPNS Penataan Ruang. Kebutuhan Zonasi Kabupaten/Kota, dengan muatan mengenai ketentuan ideal PPNS sampai dengan tahun 2015 adalah setiap kabupaten/ umum klasifikasi zona, sub zona, dan blok serta ketentuan kota memiliki 3 orang PPNS dan 2 orang atasan PPNS. teknis pengaturan zona, sub zona, dan blok;
2. Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Tantangan dalam pembentukan PPNS Penataan Ruang untuk Perkotaan, dengan muatan mengenai kelembagaan
memenuhi kebutuhan ideal jumlah PPNS antara lain adalah pengendalian pemanfaatan ruang serta tata cara pengendalian
pengendalian pemanfaatan ruang belum menjadi prioritas dalam pemanfaatan ruang;
penataan ruang daerah karena Pemerintah Daerah masih fokus
3. Pedoman tentang Bentuk dan Tata Cara Pemberian Insentif dan pada penyusunan rencana tata ruang wilayah. Pengendalian yang Disinsentif Penataan Ruang, dengan muatan mengenai bentuk
belum menjadi prioritas di daerah dan pelanggaran penataan dan perangkat, persyaratan, serta mekanisme pemberian
ruang yang masih dianggap hal yang biasa dan mudah ditolerir insentif dan disinsentif;
berdampak pada belum dirasakannya kebutuhan terhadap
4. Pedoman Perizinan Pemanfaatan Ruang, dengan muatan keberadaan PPNS Penataan Ruang di daerah. Hal lain yang mengenai jenis perizinan pemanfaatan ruang, klasifikasi
menjadi tantangan dalam pembentukan PPNS Penataan Ruang kegiatan pemanfaatan ruang, serta proses dan prosedur
di daerah adalah pemerintah daerah memandang PPNS sebagai (penyelenggara perizinan, prosedur perizinan, dan prosedur
beban dan ancaman terhadap pejabat pemberi izin. pengaduan);
Untuk memenuhi kebutuhan jumlah ideal PPNS Penataan Ruang,
5. Pedoman Kriteria dan Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif, Perekrutan dan pendidikan PPNS Penataan Ruang dilakukan setiap dengan muatan mengenai kriteria, unsur pelanggaran, dan jenis tahun melalui Diklat 200 JP dan Diklat 400 JP. Dari perekrutan sanksi serta tata cara pengenaan sanksi administratif; dan pendidikan PPNS yang rutin diselenggarakan oleh Setditjen
6. Pedoman Pengawasan Penataan Ruang Provinsi dan Kabupaten Penataan Ruang Kementerian PU, telah terjadi peningkatan jumlah /Kota, dengan muatan mengenai tata cara pengawasan teknis, PPNS Penataan Ruang, dari semula 26 PPNS pada tahun 2009 tata cara pengawasan khusus, serta kelembagaan dan peran menjadi 514 PPNS pada tahun 2013.Selain itu, perlu juga diberikan masyarakat. pemahaman tentang pentingnya peran PPNS, tidak hanya dalam
TUGAS DAN FUNGSI PPNS PENATAAN RUANG TUGAS DAN FUNGSI PPNS PENATAAN RUANG
proses penertiban pelanggaran penataan ruang, tetapi dalam
TUGAS
menjalankan fungsi pengawasan sebagai upaya pencegahan
PENYIDIK POLRI Koordinasi
PPNS
PENYIDIKAN TNDAK PIDANA
(preventif) agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata
Penataan Ruang
PENATAAN RUANG
ruang.
Salah satu bentuk pelaksanaan tugas PPNS Penataan Ruang dalam
FUNGSI
rangka pengendalian penataan ruang adalah menindaklanjuti
PENEGAKAN HUKUM
BIDANG PENATAAN RUANG
pengaduan pelanggaran pemanfaatan ruang yang disampaikan oleh masyarakat. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian PU telah memfasilitasi sarana pengaduan masyarakat sehingga
Gambar 2 Skema Tugas dan Fungsi PPNS Penataan Ruang masyarakat diminta berperan aktif mengadukan pelanggaran Sedangkan dalam implementasi pengendalian pemanfaatan ruang,
pemanfaatan ruang yang terjadi di sekitarnya melalui berbagai Ditjen Penataan Ruang Kementerian PU melakukan peningkatan
media yang telah disediakan. Tahapan penanganan terhadap peran PPNS Penataan Ruang yang memiliki kewenangan
pengaduan pelanggaran pemanfaatan ruang tersebut adalah: melakukan penyidikan terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang.
1. Pencatatan registrasi oleh Sekretariat PPNS; Sesuai dengan UUPR, PPNS Penataan Ruang memiliki kewenangan
2. Pemeriksaan Data dan Informasi;
untuk:
3. Pengajuan Tindak Lanjut Pulbaket;
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
4. Melakukan Pulbaket;
keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam
5. Rekomendasi Pulbaket;
bidang penataan ruang;
6. Gelar Perkara dan Perintah Penyidikan (Sprindik dan SPDP);
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga
7. Penyidikan;
melakukan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
8. Tindak Lanjut Penyidikan (BAP), penyampaian ke Kejaksaan
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan
melalui Penyidik POLRI.
dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang; Sampai dengan bulan Oktober 2013, Sekretariat PPNS Ditjen
d. Melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang Penataan Ruang telah menerima 17 pengaduan yang saat ini berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; sedang ditindaklanjuti oleh PPNS di Ditjen Penataan Ruang.Salah
e. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga satu dari pengaduan tersebut seperti pembangunan industri terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan pengolahan baja di kawasan situs Majapahit di Kecamatan Trowulan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil
Kabupaten Mojokerto 1 .
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan
1Kasus Pembangunan Industri Pengolahan Baja di Kawasan Situs Majapahit, Kecamatan Trowulan dapat dilihat pada Kotak Kasus
16 buletin tata ruang & pertanahan
buletin tata ruang & pertanahan 17
Penyusunan NSPK terkait pengendalian pemanfaatan ruang dan peningkatan peran PPNS Penataan Ruang merupakan sebagian dari skenario pengendalian pemanfaatan ruang yang akan dilakukan oleh Ditjen Penataan Ruang Kementerian PU mulai tahun 2014 melalui Program Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang (P5R). Program ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang di pusat dan di daerah dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta menciptakan tertib tata ruang. Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran yang hendak dicapai program ini adalah:
1. Terwujudnya tata kelola dan kelembagaan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien;
2. Peningkatan peran serta masyarakat atau komunitas dalam pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang;
3. Tersedianya mekanisme/tata cara dalam manajemen pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang;
4. Tersedianya Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang;
5. Terciptanya aparatur atau Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dalam pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Program ini dimaksudkan agar pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang mempunyai arah dalam meningkatkan kinerja pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang di pusat maupun di daerah. Dalam P5R ini, Pemerintah Daerah diharapkan dapat berpartisipasi aktif guna mewujudkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang yang sinergis, efektif, dan efisien.Dan dengan dukungan semua pihak serta penegakan hukum yang konsisten, maka tertib tata ruang guna mencapai tujuan penataan ruang dapat diwujudkan.
Gambar 5 Kronologis Rencana Pembangunan Pabrik Pengolahan Baja di Kecamatan Trowulan
P5R
Manajemen Pengawasan mecanism
NSPK tools
SDM Aparatur subject
Kelemba- gaan organization
POKMAS WASDAL
community