21. Kecenderungan prevalensi DM (dalam juta jiwa) menurut provinsi

Gambar 4.21. Kecenderungan prevalensi DM (dalam juta jiwa) menurut provinsi

tahun 2007 dan 2013 (Riskesdas 2013)

Gambar di atas menunjukkan bahwa dalam tempo 5 tahun peingkatan penederita DM meningkat 1 %. Bila jumlah penduduk Indonesia sebesar 250 juta jiwa maka penderita DM meningkat 2,5 juta jiwa selama 5 tahun atau setiap tahun meningkat sebanyak 500 ribu jiwa.

Pola pikir orang Indonesia yakni belum makan kalau belum makan nasi. Bahkan di Papua yang historisnya mengonsumsi sagu, kini perlahan sudah meninggalkannya dan beralih ke nasi dari padi. Sungguh ironis. Pusat sagu dunia tapi karena tidak maksimal dalam memanfaatkan tanaman sagu untuk kebutuhan karbohidratnya kini kondisinya terbelenggu oleh nasi dari padi.

Jenis nasi putih memiliki Indeks Glikemiks (IG) yang tinggi. IG adalah berubahnya makanan yang kita konsumsi menjadi glukosa dalam tubuh. Berbagai penelitian menunjukkan, nasi putih ini berisiko meningkatkan gula darah dan berbahaya bila dikonsumsi secara berlebihan dapat mengakibatkan penyakit diabetes.

Kita baru merasakan dampaknya ketika tubuh mulai menampakkan penurunan daya tahan tubuh karena gejala penyakit degeneratif. Perubahan pola makan dari sagu dan keladi beralih ke nasi memengaruhi daya tahan pada penyakit di masyarakat Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Itu ditandai kian banyak warga Mentawai terkena penyakit tidak menular, sepeti sindrom metabolis dan diabetes mellitus. Menurut Safarina, penyakit-penyakit noninfeksi ini disebabkan perubahan gaya hidup, terutama karena perubahan pola makan. Perubahan pola konsumsi akan memengaruhi mikroflora dan mikroba usus. Ini memengaruhi daya tahan tubuh terhadap penyakit.

DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

DNA (asam deoksiribonukleat) mitokondria dengan risiko diabetes mellitus. Makin tinggi T16189C-nya, kian tinggi risiko diabetes. Warga Indonesia rata-rata punya kadar basa T16189C di atas 30-40% dan masyarakat Nias 60% atau yang tertinggi. (Kompas, 7 April 2016).

Seperti diketahui bahwa penduduk yang sudah terkena diabetes, perlu dijaga selalu minum obat untuk menjaga kadar gula darah serta mengatur pola makan agar kadar gula darah stabil. Dari seluruh pasien diabetes, 382.680 orang yang berobat dengan penyakit utama diabetes atau diabetes sebagai penyakit penyerta. Sisanya, 430.693 pasien, berobat karena penyakit lain walaupun menderita diabetes. Mereka umumnya sudah mengalami komplikasi berbagai penyakit lain, seperti luka gangrene, gangguan penglihatan, gagal ginjal, penyakit jantung, dan stroke.

Besarnya jumlah pasien diabetes dengan komplikasi, dipicu lemahnya kesadaran masyarakat mengontrol gula darah dan mengubah pola hidup. Masyarakat baru ke dokter setelah ada gangguan (Yumir, 2016).

Di fase awal, diabetes tidak menimbulkan gangguan sehingga banyak orang mengabaikan. Meski demikian, beban riil negara terhadap penderita diabetes mencapai Rp3,27 triliun. Hingga tahun 2015, peserta yang mengikuti Jaminan Kesehatan Nasional baru 60% penduduk. Masih banyak pasien diabetes yang membayar sendiri pengobatannya. Selain itu, penderita diabetes yang terdiagnosis baru mencapai 30%. Itu pun belum semua mendapatkan pengobatan optimal. Menurut Yunir, salah satu faktor penyulit penanganan diabetes, adalah rendahnya kepatuhan pasien minum obat. Terlebih, umumnya pasien harus minum banyak obat sekaligus. Belum lagi, tiap bulan, sebagian pasien harus beberapa kali ke fasilitas kesehatan untuk mengambil obat.

Kenyataannya bahwa diabetes tidak dapat disembuhkan namun hanya bisa dikelola, membuat pasien juga mudah frustasi. Selain itu, besarnya jumlah pasien diabetes serta keterbatasan dokter-tenaga kesehatan membuat penanganan pasien di fasilitas kesehatan pertama dan rujukan tak optimal. Jika tak segera di atasi, ke depan akan ada ledakan pasien diabetes di Indonesia. Indonesia masuk dalam ketujuh negara dengan penderita diabetes.

Menurut catatan Federasi Diabetes Internasional 2015 menyebutkan, penduduk berumur 20-79 tahun terbanyak, yakni 10 juta orang. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat menjadi 16,2 juta orang pada 2040. Sementara, itu orang dengan toleransi