Distribusi Dan Habitat Surili Presbytis Comata Di Hutan Campuran Di Luar Kawasan Konservasi

DISTRIBUSI DAN HABITAT SURILI Presbytis comata DI
HUTAN CAMPURAN DI LUAR KAWASAN KONSERVASI

TOTO SUPARTONO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Distribusi dan Habitat
Surili Presbytis comata di Hutan Campuran di Luar Kawasan Konservasi adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Toto Supartono
NIM E361110051

RINGKASAN
TOTO SUPARTONO. Distribusi dan Habitat Surili Presbytis comata di Hutan
Campuran di Luar Kawasan Konservasi. Dibimbing oleh LILIK BUDI
PRASETYO, AGUS HIKMAT, dan AGUS PRIYONO KARTONO
Surili merupakan salah satu spesies yang terancam punah dan diprioritaskan
untuk dikonservasi. Keberadaan surili di luar kawasan konservasi yang pada
umumnya didominasi hutan produksi belum banyak mendapatkan perhatian.
Informasi populasi surili di luar kawasan konservasi sangat penting bagi
pelestarian populasi. Penelitian telah dilakukan di dua blok hutan yang memiliki
karakteristik yang berbeda, yaitu blok hutan Bukit Pembarisan dan blok hutan
Gunung Subang. Blok hutan Gunung Subang memiliki kualitas habitat yang lebih
baik dibandingkan dengan blok hutan Bukit Pembarisan. Penelitian ini bertujuan
menguraikan distribusi dan penggunaan tipe habitat, ukuran kelompok dan
kepadatan populasi di dua blok hutan, kesamaan komunitas tumbuhan, efek tepi
terhadap ukuran kelompok, faktor yang mempengaruhi kepadatan populasi, dan

adaptasi populasi. Pengumpulan data populasi menggunakan metode line transect
dan pengumpulan data tumbuhan menggunakan metode jalur. Analisis yang
digunakan adalah deskriptif, uji beda nilai tengah untuk membandingkan
parameter di dua habitat, dan regresi linier untuk mengidentifikasi pengaruh
karakteristik habitat terhadap populasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi surili di Kabupaten Kuningan
terdistribusi di 34 areal hutan. Populasi surili tidak hanya menempati areal yang
berupa hutan alam, tetapi juga menempati areal yang berupa kebun campuran dan
hutan tanaman termasuk daerah-daerah peralihan, seperti peralihan antara hutan
alam dan kebun campuran. Selain di hutan yang jauh dari pemukiman, populasi
surili juga dijumpai di hutan-hutan yang dekat dengan pemukiman. Meskipun
dijumpai di beberapa tipe tutupan lahan, populasi surili lebih memilih daerah
peralihan antara hutan alam dan kebun campuran.
Ukuran kelompok yang diperoleh pada hasil penelitian ini beragam. Ratarata ukuran kelompok antara blok hutan Bukit Pembarisan (7.5
individu/kelompok) dan blok hutan Gunung Subang (8.5 individu/kelompok)
tidak berbeda (P = 0.296). Rata-rata ukuran kelompok gabungan dari kedua blok
tersebut adalah 7.9 individu/kelompok. Kepadatan kelompok dan populasi surili
antara di blok hutan Gunung Subang dan di blok hutan Bukit Pembarisan tidak
berbeda nyata (P = 0.222 untuk kepadatan kelompok; P = 0.273 untuk kepadatan
populasi). Kepadatan kelompok di Bukit Pembarisan adalah 2.9 kelompok/km2

dan di Gunung Subang adalah 4.2 kelompok/km2 serta kepadatan gabungannya
adalah 3.3 kelompok/km2. Kepadatan populasi di blok hutan Bukit Pembarisan
sebesar 22.6 individu/km2 dan Gunung Subang sebesar 33.9 individu/km2;
kepadatan gabungannya sebesar 26.3 individu/km2. Kepadatan ini cenderung lebih
tinggi dibandingkan dengan kepadatan di beberapa kawasan konservasi.
Perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan kualitas habitat atau juga
perbedaan metode penghitungan yang digunakan. Pendugaan total populasi di
blok hutan Bukit Pembarisan sekitar 2000 individu dan di blok hutan Gunung
Subang sekitar 2366 individu, sedangkan total populasi gabungannya adalah 4163
individu.

Blok hutan Bukit Pembarisan dan Gunung Subang memiliki kesamaan
komunitas yang relatif rendah yaitu 48.68% karena blok hutan Bukit Pembarisan
sudah banyak mengalami konversi lahan menjadi hutan tanaman dan kebun
campuran. Nilai masing-masing atribut vegetasi di blok hutan Gunung Subang
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di blok hutan Bukit Pembarisan,
kecuali kepadatan pohon. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas habitat di
Gunung Subang lebih tinggi dibandingkan di blok hutan Bukit Pembarisan.
Penelitian juga mendapatkan hasil bahwa efek tepi tidak berpengaruh terhadap
ukuran kelompok (R2 = 0.012; P = 0.491). Hal tersebut menunjukkan bahwa

ukuran kelompok memberikan respon netral terhadap dampak yang ditimbulkan
oleh efek tepi atau kelompok surili sudah beradaptasi terhadap efek tepi.
Faktor yang mempengaruhi kepadatan populasi surili bervariasi di setiap
blok hutan. Kepadatan populasi di blok hutan Bukit Pembarisan dipengaruhi oleh
jumlah jenis pohon pakan (b1 = 3.41; P = 0.012) dan gangguan penebangan (b2 = 3.73; P = 0.035), sedangkan di blok hutan Gunung Subang dipengaruhi oleh
kepadatan pohon berdiameter besar (b1 = 0.39; P = 0.044). Faktor yang
mempengaruhi kepadatan kelompok di blok hutan gabungan hanya jumlah jenis
pohon pakan (b1 = 2.32; P = 0.038).
Populasi surili di luar kawasan konservasi untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya telah melakukan adaptasi yaitu menggunakan berbagai
tipe tutupan lahan (sisa hutan alam, kebun campuran, dan hutan tanaman
campuran yang didominasi pinus) sebagai bagian dari habitatnya. Kelompok
surili menggunakan tipe tutupan tersebut untuk melakukan berbagai aktivitas
terutama mencari sumber pakan. Bentuk adaptasi lainnya yang dilakukan oleh
kelompok surili adalah memanfaatkan jenis tanaman budidaya sebagai sumber
pakan. Kelompok surili juga memanfaatkan pohon yang berada di dekat
pemukiman sebagai tempat tidur.
Hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi bagi konservasi populasi.
Sisa hutan alam, kebun campuran, dan hutan tanaman campuran dapat berperan
penting bagi konservasi populasi. Konservasi populasi surili di kebun campuran

dan hutan tanaman di blok hutan Bukit Pembarisan dapat berupa pengkayaan jenis
pohon pakan dan pengendalian gangguan terutama penebangan. Konservasi
populasi di blok hutan Gunung Subang lebih menekankan pada kegiatan
mempertahankan kondisi tutupan hutan. Jenis yang ditanam untuk kegiatan
pengkayaan dapat berupa penanaman jenis-jenis pohon penghasil pakan dan buah
yang bernilai ekonomi.
Kata kunci: hutan produksi, kebun campuran, konservasi, Presbytis comata, surili

SUMMARY
TOTO SUPARTONO. Distribution and Habitat of Grizzled Leaf Monkey
Presbytis comata at Mixed Forest Outside of Conservation Areas. Supervised by
LILIK BUDI PRASETYO, AGUS HIKMAT, and AGUS PRIYONO KARTONO
Grizzled leaf monkey is an endangered species and become one of the
priority species for conservation. The existence of grizzled outside of
conservation areas that are generally dominated by forest production has not
received much attention. The information for grizzled populations outside
conservation areas are very important for the conservation of the population.
Research has been conducted on two forest blocks with different characteristics,
namely Bukit Pembarisan and Gunung Subang. This study was aimed to describe
the distribution and use of habitat types, the group size and density of the

population in two blocks of forest, plant community similarity, edge effects on the
group size, factors affecting population density, and the adaptation of the
population. The data was collected by using line transect method for population
and quadrat method for vegetation. The analysis of the data were descriptive,
different test to compare the mean of habitat atribute, and linear regression to
identify the factors affecting population.
The results showed that the population of grizzled in Kuningan district was
distributed in 34 forest areas. Grizzled leaf monkey population not only occupy an
area that is a natural forest, but also mixed farms and plantations including the
transition areas, such as between natural forest and mixed farms. Based on the
distance from the settlements, the population of grizzled also was found in the
forest areas adjacent to settlements. Though it was found in several types of land
cover, population grizzled preferred the transition areas between the natural forest
and mixed farms.
The group size obtained in this study varied. However, the average group
size between Bukit Pembarisan (7.5 animals/group) and Gunung Subang (8.5
animals/group) forest block were not different (P = 0.296). The average size of
the combined group of the two blocks was 7.9 animals/group. Density of groups
and population between the Gunung Subang forest block and Bukit Pembarisan
was not different significantly, respectively. Group density was 2.9 groups/km2 in

Bukit Pembarisan and was 4.2 groups/km2 in Gunung Subang. The density of the
combined group was 3.2 groups/km2. The population density was 22.6
animals/km2 in Bukit Pembarisan and was 33.9 animals/km2 in Gunung Subang.
The combined population density was 26.3 animals/km2. Estimation of population
size in the study areas was 4163 animals (approximately 2000 animals in Bukit
Pembarisan and 2366 animals in Gunug Subang).
Bukit Pembarisan and Gunung Subang forest block had low community
similarity at 48.68% for the Bukit Pembarisan was changed by conversion of land
into plantations and mixed farms. Except density of trees, vegetation attributes
values in the forests block of Gunung Subang tend to be higher than in Bukit
Pembarisan. It showed that the quality of the habitat in Gunung Subang was also
higher than the other forest blocks. In this study, edge effects did not affect the
group size (R2 = 0.012; P = 0.491). It showed that the size of the group of grizzled

provide a neutral response to the impact caused by the edge effect or the group
have adapted to the edge.
Factors affecting the density of grizzled population were vary at each
location. The factors were the number of food tree species (b1 = 3.41; P = 0.012)
and disturbance level (b2 = -3.73; P = 0.035) in Bukit Pembarisan forest block and
density of large size trees (b1 = 0.39; P = 0.044) in the Gunung Subang forest

block. Factors affecting the size of the group was limited to the number of food
tree species (b1 = 2.323; P = 0.038) in a combined forest block.
Grizzled populations outside the conservation areas have adapted by using
different types of land cover (the remaining natural forest, mixed farms and
plantations dominated mixed pine) in order to survive as part of its habitat.
Grizzled group used the cover types to perform various activities mainly looking
for a source of feed. Other forms of adaptation performed by grizzled group was
utilizing the plant species cultivated as a food source. Grizzled groups also utilize
trees near settlements as sleeping tree.
The results of this study have several implications for the conservation of
the population. Remaining natural forest, mixed farms and plantations can play an
important role for the conservation of the population. Conservation of grizzled
population on mixed farms and plantations in Bukit Pembarisan forest block may
be enrichment of tree species and control logging disturbance. In the Gunung
Subang forest block, conservation populations emphasis on maintaining forest
cover from land conversion. The preferred species for enrichment may be planting
of tree species producing food or fruit.
Keywords: conservation, forest production, grizzled leaf monkey, mixed farms,
Presbytis comata.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutif sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DISTRIBUSI DAN HABITAT SURILI Presbytis comata DI
HUTAN CAMPURAN DI LUAR KAWASAN KONSERVASI

TOTO SUPARTONO

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
1. Dr Ir Entang Iskandar MSc
(Pusat Studi Satwa Primata LPPM & PRM Institut Pertanian Bogor)
2. Prof Dr Ir M. Bismark
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Kementrian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan)
Penguji Luar Komisi pada Sidang Promosi:
1. Dr Ir Entang Iskandar MSc
(Pusat Studi Satwa Primata LPPM & PRM Institut Pertanian Bogor)
2. Dr Ir Hendra Gunawan MSi
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Kementrian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala KaruniaNya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak Maret 2014 sampai April 2015 ini ialah habitat
dan populasi surili, dengan judul “Distribusi dan Habitat Surili Presbytis comata
di Hutan Campuran di Luar Kawasan Konservasi”. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Praseyto MSc, Dr Ir Agus Hikmat
MScFTrop, dan Dr Ir Agus Priyono Kartono MSi selaku komisi pembimbing
yang selalu memberikan arahan dan bimbingan; Dr Ir Burhanuddin Masy’ud MS
atas masukannya pada saat prelim lisan, kolokium, ujian tertutup dan sidang
promosi; dan Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud MS atas masukan pada saat prelim
lisan. Selain itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr Ir Entang Iskandar
MS atas masukan dan kesediaannya menjadi dosen penguji luar komisi
pembimbing pada prelim lisan dan ujian tertutup serta sidang promosi; Prof Dr Ir
M. Bismark atas masukan dan kesediaannya menjadi dosen penguji luar komisi
pembimbing pada ujian tertutup; dan Dr Ir Hendra Gunawan MSi atas masukan
dan kesediaannya menjadi anggota komisi luar pada sidang promosi. Penulis
tidak lupa berterima kasih kepada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan
Banten serta KPH Kuningan yang telah memberikan ijin penelitian di areal
kerjanya; Dinas Kehutanan Kabupaten Kuningan yang telah memberikan ijin
penelitian di hutan rakyat; Dirjen Dikti, Kementrian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi yang sudah memberikan bantuan dana dalam bentuk hibah
doktor tahun anggaran 2015; Rektor dan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas
Kuningan serta rekan-rekan sejawat yang selalu mendukung dan mendorong
untuk menyelesaikan studi; Bapak Dede Kosasih SHut MSi yang telah membantu
pembuatan peta; rekan-rekan seperjuangan mahasiswa S3 Konservasi
Biodiversitas Tropika 2011 dan angkatan lainnya atas masukan baik pada saat
kolokium maupun seminar hasil; saudaraku Rohman, Sahman, Didi, dan Amir
atas bantuannya dalam pengumpulan data lapangan; dan Pak Sofwan atas bantuan
dan pelayanan administrasinya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
orang-orang yang sangat dicintai ayah, ibu dan ibu mertua, istri dan kedua
putra/putriku serta seluruh keluarga, atas doa, dukungan, pengertian dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016

Toto Supartono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kerangka Pemikiran
Kebaruan

2

DISTRIBUSI SURILI DAN PENGGUNAAN HABITAT
DI KABUPATEN KUNINGAN
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

3

20
20
23
25
30

KESAMAAN KOMUNITAS HABITAT SURILI
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

5

6
7
12
14
19

UKURAN KELOMPOK DAN KEPADATAN POPULASI SURILI
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

4

1
2
3
3
3
4
5

31
31
33
35
37

PENGARUH TEPI HUTAN TERHADAP UKURAN KELOMPOK
SURILI
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

38
39
40
41
42

6

FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPADATAN POPULASI SURILI
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

7

ADAPTASI SURILI DAN KETERSEDIAAN SUMBER DAYA
DI HUTAN TERDEGRADASI
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

8

57
58
59
65
70

PEMBAHASAN UMUM ...................................................................
Populasi dan Habitat
Adaptasi Populasi
Konservasi Populasi

9

43
44
47
50
56

71
74
77

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

85
86

DAFTAR PUSTAKA

87

LAMPIRAN

99

DAFTAR TABEL
2.1
2.2
3.1
3.2

4.1
4.2
6.1

6.2
6.3
6.4
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5

7.6

Kriteria yang diukur pada Metode Neu
10
Panjang jalur pengamatan, jumlah kelompok, dan indeks Neu
di setiap tipe vegetasi
14
Statistik deskriptif surili yang dijumpai di dalam dan luar jalur
di hutan produksi di Kabupaten Kuningan
24
Kepadatan kelompok, kepadatan populasi, total kelompok, dan total
populasi surili di blok hutan Bukit Pembarisan, Gunung Subang,
dan gabungan
24
Sepuluh jenis pohon yang memiliki kepadatan tertinggi di Bukit
Pembarisan dan Gunung Subang
34
Hasil uji Mann-Whitney untuk karakteristik-karakteristik vegetasi
antara Bukit Pembarisan dan Gunung Subang
35
Statistik deskriptif dan uji Kolmogorov-Smirnov untuk atribut habitat
dan lainnya di blok hutan Bukit Pembarisan, Gunung Subang, dan
gabungan dua blok di Kabupaten Kuningan
48
Faktor yang berpengaruh nyata terhadap kepadatan populasi surili
di blok hutan Bukit Pembarisan dan blok hutan gabungan
49
Hasil analisis faktor yang mempengaruhi kepadatan populasi surili
menggunakan generalized linier model pada blok hutan Gunung Subang 49
Peubah yang dikeluarkan dari model untuk blok hutan Bukit Pembarisan,
dan gabungan blok hutan Bukit Pembarisan dan Gunung Subang
50
Frekuensi aktivitas makan, istirahat, berpindah di tiga tipe tutupan
lahan
60
Jenis pohon yang dimakan kelompok surili
61
Kepadatan pohon pakan, frekuensi perjumpaan, nilai Chi-square
dan indeks Neu jenis-jenis pohon yang dimakan kelompok surili
62
Daftar sepuluh jenis tumbuhan/pohon terbanyak yang digunakan
untuk istirahat oleh surili di hutan alam dan kebun campuran
63
Karakteristik vegetasi di sisa hutan alam, kebun campuran,
dan hutan pinus di Blok Hutan Tundagan, Kecamatan Hantara
Kabupaten Kuningan
63
Sepuluh jenis pohon termasuk aren yang memiliki kepadatan paling
Tinggi di masing-masing tipe tutupan hutan
64

DAFTAR GAMBAR
1.1
2.1
2.2
2.3

Kerangka pemikiran penelitian
Distribusi populasi surili di luar kawasan konservasi di
Kabupaten Kuningan
Distribusi populasi surili berdasarkan jarak dari titik perjumpaan
kelompok ke pemukiman dan jalan raya terdekat
Distribusi surili berdasarkan ketinggian lokasi titik perjumpaan

5
11
12

4.1
5.1
7.1

kelompok
13
Desain petak contoh pengamatan vegetasi dengan menggunakan
metode jalur
32
Distribusi ukuran kelompok di masing-masing jarak lokasi
perjumpaan dari tepi hutan
41
Pendugaan wilayah jelajah kelompok surili di areal hutan Desa Tundagan,
Kecamatan Hantara, Kabupaten Kuningan
60

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Jenis pohon yang dijumpai di blok hutan Bukit Pembarisan
dan Gunung Subang
Kepadatan setiap jenis pohon pada blok hutan Gunung Subang
Kepadatan setiap jenis pohon pada blok hutan Bukit Pembarisan

100
122
136

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Surili Presbytis comata Desmarest, 1822 merupakan satu dari 59 spesies
primata Indonesia (Roos et al. 2014) dan digolongkan ke dalam primata paling
terancam punah (Nijman 1997). Pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1979
dan melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 247/Kpts/Um/1979 telah
menetapkan surili sebagai spesies dilindungi. Status perlindungan spesies tersebut
ditegaskan kembali dalam Surat Keputuan Menteri Kehutanan Nomor 301/KptsII/1991 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. IUCN mengkategorikan
surili sebagai endangered species sejak tahun 1988 (IUCN 2012) dan CITES
memasukkannya ke dalam Appendiks II (CITES 2012). Pemerintah Republik
Indonesia sejak tahun 2008 telah menetapkan surili sebagai salah satu spesies
yang diprioritaskan untuk dikonservasi (Permenhut Nomor P.57/Menhut-II/2008)
sebagaimana telah direkomendasikan oleh beberapa peneliti sebelumnya (Eudey
1987, Harcourt & Park 2003).
Informasi yang lengkap mengenai distribusi populasi surili sangat
diperlukan untuk memberikan gambaran keberadaan populasi yang lebih
menyeluruh (Nijman 1997) dan untuk menentukan strategi konservasinya. Surili
yang merupakan monyet pemakan daun (Ruhiyat 1983) memiliki penyebaran
alami terbatas (Supriatna 2008). Spesies ini hanya berada di Pulau Jawa bagian
barat (Kool 1992a) sehingga disebut juga sebagai spesies endemik Jawa Barat
termasuk Banten. Penyebaran surili sebelumnya disebutkan hingga areal hutan
yang berbatasan dengan Jawa Timur, tepatnya di Gunung Lawu (Nijman 1997).
Namun, spesies yang tersebar di Jawa Tengah sudah dianggap sebagai spesies
tersendiri, dengan nama Presbytis fredericae (Supriatna & Wahyono 2000)
sehingga penyebaran alami surili menjadi terbatas di Pulau Jawa bagian barat.
Habitat utama surili adalah ekosistem hutan alam dataran rendah
(Hoogerwerf 1970). Konversi hutan alam (Nijman 1997) mengakibatkan habitat
surili menyempit dan tersisa sekitar 4% atau sekitar 1608 km2 (MacKinnon 1987).
Ekosistem hutan alam yang tersisa pada umumnya berupa hutan pegunungan
sehingga populasi surili menjadi lebih banyak dijumpai di ekosistem hutan
perbukitan sampai pengunungan dengan ketinggian hingga 2500 mdpl (Nijman
1997). Hutan pegunungan yang menjadi habitat penyebaran surili di antaranya
Taman Nasional (TN) Gunung Halimun (Kool 1992a, Tobing 1999, Farida &
Harun 2000, Meyer et al. 2011) dan Gunung Salak (Siahaan 2002), TN Gunung
Gede-Pangrango (Nijman 1997), TN Gunung Ciremai (Gunawan & Bismark
2007, Kartono et al. 2009, Supartono 2010), dan Cgar Alam Gunung Tukung
Gede (Melish & Dirgayusa 1996). TN Ujung Kulon merupakan salah satu
ekosistem hutan alam dataran rendah yang tersisa dan menjadi tempat penyebaran
populasi surili (Heriyanto & Iskandar 2004).
Selain mengakibatkan pergeseran distribusi populasi, penyempitan habitat
karena konversi dan degradasi hutan juga mengakibatkan penurunan ukuran
populasi (IUCN 2012, Nijman 1997, Supriatna & Wahyono 2001). Penurunan
populasi surili dalam periode 10 tahun diperkirakan lebih dari 20% (Supriatna &
Wahyono 2001). Ukuran populasi surili di habitat yang tersisa diperkirakan 8040

2
individu (MacKinnon 1987) dan di hutan-hutan konservasi dengan luas 730 km2
diperkirakan 4000-6000 individu (Supriatna & Wahyono 2000). Populasi surili
yang menempati hutan terganggu memiliki kepadatan lebih rendah dibandingkan
dengan populasi yang menempati hutan tidak terganggu (Tobing 1999).
Gangguan hutan seperti konversi mengakibatkan hutan alam menjadi fragmentfragment kecil dan terisolasi. Hutan-hutan yang terfragmentasi mengalami
pengaruh efek tepi hingga beberapa meter ke arah dalam hutan dan pada akhirnya
berdampak terhadap populasi primata (Fuller et al. 2009, Grow et al. 2013, Lenz
et al. 2014). Gangguan habitat juga sudah mendorong populasi primata untuk
beradaptasi agar dapat bertahan hidup (Tutin 1999, Chapman et al. 2007).
Adaptasi satwaliar dapat berupa adaptasi morfologi, fisiologi, dan perilaku
(Mackenzie et al. 2001). Pengetahuan tentang populasi dan adaptasi juga sangat
diperlukan dalam konservasi populasi.

Perumusan Masalah
Populasi surili tersebar di hutan-hutan yang saat ini pada umumnya berupa
kawasan konservasi (Nijman 1997), tetapi di Kabupaten Kuningan tersebar juga
di dua blok hutan di luar kawasan konservasi. Habitat utama surili adalah
ekosistem hutan alam dataran rendah (Hoogerwerf 1970), tetapi blok hutan yang
menjadi habitat surili di luar kawasan konservasi di Kabupaten Kuningan terdiri
dari hutan alam, hutan tanaman, dan kebun campuran dengan proporsi yang
berbeda. Blok pertama didominasi oleh hutan tanaman dan kebun campuran serta
disebut blok Bukit Pembarisan. Blok kedua didominasi oleh hutan alam yang
kondisinya lebih baik dibandingkan dengan Bukit Pembarisan dan disebut blok
Gunung Subang. Selanjutnya, surili merupakan salah satu primata yang penakut
terhadap kehadiran manusia (Ruhiyat 1983), tetapi surili di Kabupaten Kuningan
menempati hutan-hutan di luar kawasan konservasi yang aktivitas manusianya
lebih tinggi dibandingkan dengan di dalam kawasan konservasi. Fenomenafenomena tersebut belum pernah diteliti, baik dari aspek habitat, populasi,
maupun adaptasi perilaku. Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan oleh para
peneliti terdahulu pada umumnya masih terbatas penelitian populasi dan habitat di
hutan alam yang berupa kawasan konservasi (seperti Ruhiyat 1983, Tobing 1999,
Melish & Dirgayusa 1996, Heriyanto & Iskandar 2004). Keterbatasan penelitian
terhadap fenomena-fenomena tersebut telah memunculkan beberapa pertanyaan
yang mendorong dilakukannya observasi lapangan.
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut adalah:
1. Dimanakah dan tipe tutupan lahan apa saja yang menjadi tempat penyebaran
surili di luar kawasan konservasi?
2. Adakah perbedaan ukuran kelompok dan kepadatan populasi surili antara blok
hutan yang didominasi hutan tanaman dan kebun campuran dengan blok hutan
yang didominasi hutan alam?
3. Seberapa besar tingkat kesamaan komunitas pohon antara blok hutan yang
didominasi hutan tanaman dan kebun campuran dengan blok hutan yang
didominasi hutan alam?
4. Adakah dampak dari tepi hutan terhadap ukuran kelompok surili?

3
5. Peubah habitat apa yang berpengaruh terhadap kepadatan populasi surili di
setiap blok hutan?
6. Bagaimana adaptasi kelompok surili yang menempati areal hutan yang
didominasi oleh hutan tanaman dan kebun campuran?

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji distribusi dan habitat
surili di hutan campuran di luar kawasan konservasi. Sesuai dengan pertanyaan
penelitian pada perumusan masalah, tujuan penelitian dirinci menjadi beberapa
tujuan khusus, yaitu mengkaji:
1. Distribusi surili berdasarkan tipe tutupan lahan di luar kawasan konservasi.
2. Ukuran kelompok dan populasi surili di luar kawasan konservasi.
3. Kesamaan komunitas habitat surili.
4. Pengaruh tepi hutan terhadap ukuran kelompok surili.
5. Faktor habitat penentu kepadatan populasi surili.
6. Adaptasi surili di hutan terdegradasi.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memperkaya ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan ekologi primata,
khususnya ekologi surili di habitat terdegradasi atau sudah banyak mengalami
modifikasi.
2. Bahan masukan dan pertimbangan bagi konservasi populasi surili di luar
kawasan konservasi terutama areal hutan yang berfungsi produksi.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian didasarkan pada lokasi dan objek yang ditelitinya.
Lokasi penelitian adalah hutan campuran yang terdiri dari hutan alam, hutan
tanaman, dan kebun campuran di Kabupaten Kuningan. Hutan campuran tersebut
dikelompokkan ke dalam dua blok hutan, yaitu blok hutan Bukit Pembarisan dan
blok hutan Gunung Subang. Blok hutan Gunung Subang didominasi oleh hutan
alam, sedangkan blok hutan Bukit Pembarisan didominasi oleh hutan tanaman dan
kebun campuran. Penelitian ini dibatasi pada aspek ekologi dan tidak memasukan
aspek sosial. Oleh karena itu, berdasarkan objek yang ditelitinya, penelitian
mencakup populasi dan habitat surili. Peubah populasi dan peubah habitat yang
akan diteliti dirinci di bagian metode dari setiap sub judul penelitian.
Penelitian dilakukan di luar kawasan konservasi karena pertimbangan
sebagai berikut: (1) Populasi surili masih dijumpai di hutan-hutan di luar kawasan
konservasi; (2) Penelitian dan upaya pelestarian populasi di luar kawasan
konservasi belum banyak dilakukan; dan (3) Membantu pelestarian populasi surili
di luar kawasan konservasi.

4
Kerangka Pemikiran
Kegiatan konversi dari sebagian besar hutan alam menjadi hutan tanaman
dan hutan rakyat campuran dan peruntukan lainnya menyebabkan menurunnya
kualitas hutan dan menyempitnya habitat alami. Perubahan tutupan hutan pada
ekosistem hutan dataran rendah dan perbukitan mengakibatkan pergeseran
distribusi populasi surili dan banyak dijumpai di ekosistem hutan sub pegunungan
dan pegunungan (Nijman 1997) yang kondisinya masih relatif aman. Namun
demikian, populasi surili di beberapa tempat di Kabupaten Kuningan masih bisa
dijumpai di hutan tanaman, hutan rakyat campuran, dan sisa hutan alam yang
relatif luas dan kontinyu.
Gangguan hutan juga akan berdampak terhadap ukuran kelompok. Populasi
yang menempati hutan-hutan terganggu cenderung memiliki ukuran kelompok
yang lebih kecil dan kepadatan yang lebih rendah dibandingkan dengan hutan
tidak terganggu (Tobing 1999). Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan
kualitas habitat (Tobing 1999). Ketersediaan sumber pakan dapat menjadi salah
satu indikator kualitas habitat (Arroyo-Rodriguez & Mandujano 2006, Wong et al.
2006). Habitat berkualitas tinggi memiliki ketersediaan pakan lebih banyak
dibandingkan dengan habitat berkualitas rendah. Ketersediaan pakan juga
berpengaruh terhadap ukuran kelompok (Matsumoto-Oda et al. 1988).
Selain terhadap populasi, kerusakan hutan juga berdampak terhadap kondisi
komunitas tumbuhan. Hutan yang terdegradasi akan mengalami perubahan
struktur dan komposisi vegetasi (Arroyo-Rodriguez & Mandujano 2006).
Meskipun masih terdapat hutan alam yang tersisa, kegiatan konversi pada
sebagian besar areal hutan alam akan menurunkan keanekaragaman tumbuhan di
eksositem tersebut. Dengan demikian, kesamaan komunitas tumbuhan antara
hutan terdegradasi dengan hutan alam akan rendah.
Kegiatan konversi dan gangguan lainnya yang mengakibatkan hutan
terfragmentasi telah menciptakan ekoton dan terjadinya efek tepi. Efek tepi dapat
terjadi hingga beberapa meter ke dalam hutan. Meskipun terdapat beberapa satwa
yang diuntungkan dengan adanya efek tepi (Whittaker & Fernandez-Palacios
2007), tetapi efek tepi pada umumnya memberikan dampak negatif terhadap
mahluk hidup (Benitez-Malvido & Arroyo-Rodriguez 2008). Tingkat gangguan
di bagian tepi hutan menjadi lebih besar dibandingkan dengan di dalam hutan.
Oleh karena itu, surili yang berada pada bagian eksterior hutan diduga akan
memiliki ukuran kelompok yang lebih kecil dibandingkan dengan di bagian
interior.
Di Kabupaten Kuningan, populasi surili masih bisa dijumpai di hutan-hutan
yang sudah mengalami perubahan yang aktivitas manusianya relatif tinggi. Surili
sangat sensitif terhadap kehadiran manusia (Ruhiyat 1983, Tobing 1999). Hasil
penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ketersediaan sumber pakan berhubungan
positif dengan kehadiran dan kepadatan primata (seperti Alouatta pigra: PozoMontuy et al. 2011, Cercopithecus mitis: Worman & Chapman 2006, Colobus
angolenses palliatus: Anderson et al. 2007). Oleh karena itu, keberadaan populasi
surili di hutan yang sudah mengalami modifikasi diduga terkait ketersediaan
sumber pakan dan keamanan areal hutan. Selanjutnya, primata yang menempati
areal yang terganggu atau sudah mengalami modifikasi agar bisa bertahan hidup
akan melakukan adapatasi (Tutin 1999, Chapman et al. 2007) seperti adaptasi

5
perilaku (Mackenzie et al. 2001). Oleh karena itu, kehadiran populasi surili di
habitat yang sudah dimodifikasi juga diduga karena spesies tersebut sudah
melakukan adaptasi. Kerangka pemikiran ini diringkas pada Gambar 1.1.

Hutan Rakyat
Campuran

Hutan
Tanaman

Pemukiman

Efek
Tepi

Kualitas
Habitat

Frgamentasi
Hutan Alam

Pembangunan
Jalan

Penebangan
Adaptasi

Penggunaan
Ruang

Distribusi
Populasi

Ukuran
Kelompok

Kepadatan
Populasi

Konservasi
Populasi

Gambar 1.1 Kerangka pemikiran penelitian

Kebaruan
Hasil penelitian terdahulu masih menyebutkan bahwa populasi surili
terdistribusi di ekosistem hutan alam, terutama hutan pegunungan. Kebaruan
yang diperoleh dari penelitian ini adalah adaptasi surili dan pengaruh efek tepi
terhadap ukuran kelompok.

6

2 DISTRIBUSI SURILI DAN PENGGUNAAN HABITAT DI
KABUPATEN KUNINGAN
Pendahuluan
Surili dikategorikan ke dalam spesies very high conservation rating (Eudey
1987) karena kondisinya terancam punah akibat pengurangan sebagian besar
(96%) habitat alaminya (MacKinnon 1987). Habitat utama surili adalah
ekosistem hutan alam dataran rendah (Hoogerwerf 1970). Penyempitan hutan
dataran rendah mengakibatkan populasi surili lebih banyak terdistribusi di hutan
perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian hingga 2500 mdpl (Nijman 1997)
sehingga konservasi populasi juga banyak diprioritaskan di hutan pegunungan.
Akan tetapi, upaya konservasi surili menghadapi beberapa kendala seperti masih
terbatasnya informasi tentang distribusi populasi dari spesies tersebut (Supriatna
et al. 1994).
Peneliti terdahulu untuk mengetahui distribusi populasi surili telah
melakukan beberapa penelitian. Nijman (1997) telah mengidentifikasi lokasilokasi yang menjadi habitat populasi surili di Pulau Jawa dan membuat peta
distribusinya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa populasi surili
terdistribusi di 34 areal hutan yang sebagian besar berada di Pulau Jawa bagian
barat (mencakup Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten) dan beberapa lokasi
berada di Provinsi Jawa Tengah (Nijman 1997). Mengingat spesies yang
terdistribusi di Pulau Jawa bagian tengah sudah dianggap sebagai spesies
tersendiri, yaitu Presbytis fredericae (Brandon-Jones 2004), lokasi penyebaran P.
comata menjadi terbatas di Pulau Jawa bagian barat. Beberapa hasil penelitian
terdahulu lainnya juga dapat menambah informasi tentang distribusi populasi
surili di Jawa Barat (Farida & Harun 2000, Heriyanto & Iskandar 2004, Hidayat
2013, Ruhiyat 1983). Akan tetapi, penelitian-penelitian yang sudah dilakukan
hanya menyediakan informasi distribusi surili di kawasan-kawasan konservasi
yang tingkat keamanan dan kepastian kawasannya lebih terjamin. Pada
kenyataannya, selain di dalam kawasan konservasi, populasi surili juga tersebar di
luar kawasan konservasi.
Ketersediaan informasi mengenai distribusi populasi surili yang lebih rinci
yang mencakup di dalam dan di luar kawasan konservasi di setiap wilayah sangat
penting bagi konservasi populasi (Permenhut Nomor P.57/Menhut-II/2008).
Informasi distribusi populasi yang lebih rinci sangat membantu untuk menentukan
lokasi-lokasi yang perlu dikonservasi atau dipertahankan. Selain itu, konservasi
populasi juga memerlukan informasi mengenai habitat yang dipilih oleh surili
(Nijman 1997), tetapi informasi tersebut belum banyak diketahui (Supriatna et al.
1994).
Kabupaten Kuningan merupakan daerah penyebaran populasi surili yang
berada di wilayah timur dari Provinsi Jawa Barat dan berbatasan langsung dengan
Provinsi Jawa Tengah. Meskipun Nijman (1997) sudah membuat peta lokasi
penyebaran surili, beberapa tempat di Kabupaten Kuningan yang menjadi habitat
surili belum tercantum dalam peta distribusi tersebut, kecuali untuk Gunung
Ciremai yang sejak tahun 2004 berubah fungsi menjadi taman nasional. Lokasi-

7
lokasi tersebut berada di luar kawasan konservasi dan belum banyak diteliti,
termasuk distribusi dan tipe tutupan lahan yang digunakan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian telah mengidentifikasi
lokasi-lokasi di luar kawasan konservasi yang menjadi habitat surili di Kabupaten
Kuningan. Secara spesifik, tujuan penelitian ini adalah mengkaji distribusi surili
berdasarkan wilayah administrasi desa, jarak lokasi perjumpaan dengan kelompok
terhadap pemukiman dan jalan raya terdekat, ketinggian tempat dari permukaan
laut, dan mengkaji tipe habitat yang digunakan termasuk habitat yang dipilihnya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Pemerintah Kabupaten Kuningan
dalam konservasi satwa liar, terutama surili, yang telah berkomitmen menjadi
kabupaten konservasi.

Metode
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di areal hutan di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa
Barat, mulai Maret 2014 sampai April 2015. Kabupaten Kuningan memiliki
curah hujan 1000-4000 mm/tahun (Bappeda Kab. Kuningan 2015), berada pada
koordinat E 108o23’-108o47’ dan S 6o47’-7o12’, dan mendekati 50% dari luas
wilayahnya berupa areal hutan. Total luas hutan di Kabupaten Kuningan sekitar
583.32 km2 yang terdiri dari: hutan produksi sekitar 256.44 km2, hutan konservasi
sekitar 86.99 km2, dan hutan rakyat campuran sekitar 239.79 km2
(www.kuningankab.go.id). Lokasi penelitian berada di luar kawasan konservasi,
meskipun Kabupaten Kuningan juga memiliki kawasan konservasi yang berupa
TN Gunung Ciremai yang menjadi tempat penyebaran surili (Nijman 1997,
Kartono et al. 2009). Lokasi penelitian merupakan dua blok hutan dengan
karakteristik yang berbeda. Blok tersebut adalah blok hutan Gunung Subang dan
blok hutan Bukit Pembarisan.
Blok hutan Gunung Subang merupakan areal hutan yang berbatasan dengan
Propinsi Jawa Tengah. Tutupan hutannya terdiri dari hutan alam, hutan tanaman,
dan hutan rakyat campuran, tetapi didominasi oleh hutan alam (Gambar 2.1).
Ekosistem hutan alam tergolong hutan sekunder dataran rendah dan perbukitan
serta merupakan hamparan hutan yang kontinyu. Hutan tanaman didominasi oleh
tegakan pinus yang sudah tua dan pada umumnya berbatasan langsung dengan sisi
luar dari hutan alam. Hutan rakyat campuran pada umumnya berada pada lapisan
luar yang tipis dan memanjang, di beberapa tempat berbatasan langsung dengan
hutan tanaman, dan di tempat lain berbatasan langsung dengan hutan alam. Hutan
alam dan hutan tanaman dikelola oleh Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan
Hutan (KPH) Kuningan, berada di tanah negara, dan tergolong ke dalam hutan
produksi. Hutan alam di beberapa lokasi sudah berubah menjadi kebun kopi.
Meskipun tergolong hutan produksi, hutan alam oleh Perum Perhutani tidak
dijadikan sebagai areal efektif untuk kegiatan produksi kayu melainkan sebagai
kawasan perlindungan setempat. Hutan tanaman yang berupa tegakan pinus di
beberapa tempat (misalnya blok Desa Citundun) masih disadap getahnya dan di
tempat lain ditanami kopi di bagian bawahnya. Blok hutan Gunung Subang
berbatasan dengan areal hutan (pada umumnya hutan alam) yang sudah masuk ke
wilayah Provinsi Jawa Tengah, memanjang dari timur laut ke barat daya, dan

8
menurut peta tutupan lahan tahun 2011 memiliki luas hutan sekitar 266.47 km2
(www.menlhk.go.id).
Sebagaimana blok hutan Gunung Subang, blok hutan Bukit Pembarisan juga
terdiri dari hutan alam, hutan tanaman, dan hutan rakyat campuran, tetapi tutupan
yang mendominasinya adalah gabungan hutan tanaman dan hutan rakyat
campuran. Hutan alam di blok ini tersebar secara acak, pada umumnya sempit
dan berada di bagian punggung perbukitan, dan memiliki topografi yang curam
dan sangat curam. Hutan tanaman didominasi tegakan pinus yang sudah tua
(meskipun di beberapa tempat terdapat tegakan mahoni, jati, dan sonokeling) dan
memiliki areal yang cukup luas. Hutan rakyat campuran pada umumnya
memanjang dan tipis dengan lebar yang bervariasi, berada di tanah milik, di
bagian dalam berbatasan dengan hutan tanaman atau hutan alam dan di bagian
luar umumnya berbatasan dengan areal pertanian (sawah) atau pemukiman.
Hutan tanaman dan hutan alam juga berada di tanah negara, dikelola oleh Perum
Perhutani, dan berfungsi sebagai areal hutan produksi. Khusus untuk sisa-sisa
hutan alam, Perhutani menjadikannya sebagai kawasan perlindungan setempat.
Hutan tanaman yang didominasi pinus di beberapa tempat (seperti daerah
Cikondang dan Tundagan) juga masih disadap getahnya. Bagian bawah hutan
pinus di beberapa tempat ditanami kopi yang sudah memproduksi buah. Blok
hutan Bukit Pembarisan berada di bagian selatan yang memanjang barat ke timur
dan menurut peta tutupan lahan tahun 2011 memiliki luas hutan sekitar 452.57
km2 (www.menlhk.go.id).
Blok hutan Gunung Subang memiliki kondisi tutupan yang lebih baik
dibandingkan dengan blok hutan Bukit Pembarisan. Hal tersebut karena blok
hutan Gunung Subang didominasi oleh hutan alam sedangkan blok hutan Bukit
Pembarisan didominasi oleh hutan tanaman dan hutan rakyat campuran. Selain
itu, aktifitas manusia di blok hutan Gunung Subang lebih rendah dibandingkan
dengan di blok hutan Bukit Pembarisan karena blok hutan Bukit Pembarisan pada
umumnya berdekatan (di beberapa tempat berbatasan) dengan pemukiman. Hutan
rakyat campuran, baik yang berada di blok hutan Gunung Subang maupun Bukit
Pembarisan, disebut juga sebagai kebun campuran karena di dalamnya ditanami
berbagai jenis kayu komersial dan tanaman penghasil buah (Prasetyo et al. 2012).
Jenis-jenis yang umum dijumpai di kebun campuran adalah sengon
Paraserianthes falcataria, mahoni Swietenia mahagoni, jabon Anthocepalus
cadamba, jati Tectona grandis, mangga Mangifera indica, petai Parkia speciosa,
kelapa Cocos nucifera, nangka Artocarpus heterophyllus, dan melinjo Gnetum
gnemon (Prasetyo et al. 2012). Oleh karena itu, hutan rakyat campuran yang
menjadi lokasi penelitian ini selanjutnya akan disebut sebagai kebun campuran.
Pengumpulan data
Penelitian ini telah dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah
mendatangi desa-desa yang memiliki areal hutan dan diindikasikan terdapat
populasi surili, kemudian menggali informasi kepada penduduk setempat (Nijman
& vanBalen 1998, Setchell & Curtis 2003, Chi et al. 2014) mengenai keberadaan
surili di hutan-hutan yang masuk ke dalam wilayah administrasi desa tersebut.
Tahap ini dilakukan sampai semua desa yang diindikasikan terdapat populasi
surili selesai didatangi dan informasi keberadaan populasi sudah terkumpul.
Penduduk sekitar hutan sudah mengetahui jenis surili dengan baik sehingga

9
informasi yang diberikan oleh penduduk akurat atau tidak tertukar dengan jenis
primata lain yang ada di Kabupaten Kuningan (monyet ekor panjang Macaca
fascicularis dan lutung Trachypithecus mauritius) ketika diwawancara.
Tahap kedua adalah mendatangi kembali desa-desa yang berdasarkan hasil
tahap pertama terdapat populasi surili, kemudian memasuki areal hutan dan
membuat jalur pengamatan populasi. Peneliti pada tahap ini menelusuri transek
baik yang berupa jalan setapak atau jalan yang dibuat secara sengaja untuk
pengamatan populasi. Total panjang jalur pengamatan di setiap areal hutan adalah
5-6 km dan panjang setiap jalurnya adalah 0.5-3 km. Panjang masing-masing
jalur pengamatan tergantung pada lebar dan luas blok hutan. Panjang jalur
pengamatan diukur menggunakan hipchain. Penempatan jalur di setiap areal
hutan tidak dilakukan secara acak, melainkan mengikuti penyebaran hutan dan
tipe tutupannya serta mempertimbangkan aksesibilitas. Areal hutan yang menjadi
lokasi penelitian banyak terdapat jurang dan memiliki topografi yang sangat
curam sehingga penempatan jalur sulit dilakukan secara acak dan sistematis pada
setiap areal hutan. Penelitian ini mencatat tipe tutupan lahan setiap 100 meter di
sepanjang jalur pengamatan untuk mendapatkan proporsi tipe tutupan lahan
sepanjang jalur yang dilalui (Morgan et al. 2006). Pengelompokkan tipe tutupan
hutan didasarkan pada jenis-jenis tumbuhan terutama pohon yang ada. Tipe
tutupan juga dikoreksi kembali ketika data tumbuhan hasil survey vegetasi pada
penelitian untuk tujuan berikutnya sudah terkumpul.
Tipe tutupan lahan telah dikelompokkan ke dalam hutan alam, kebun
campuran, hutan tanaman (hutan pinus, hutan jati, hutan mahoni, hutan
sonokeling), daerah peralihan antara hutan alam dengan kebun campuran, dan
daerah peralihan antara hutan pinus (1) dengan hutan alam dan (2) dengan kebun
campuran. Tipe tutupan dikategorikan sebagai hutan alam jika semua jenis
tumbuhan yang berada di sekitar titik pengamatan adalah jenis pohon alami. Tipe
tutupan dikategorikan sebagai kebun campuran jika jenis-jenisnya terdiri dari
pohon-pohon penghasil kayu dan buah (Prasetyo et al. 2012). Tipe tutupan
dikategorikan sebagai hutan pinus, hutan jati, hutan mahoni, dan hutan sonokeling
jika jenis pohon di sekitar titik pengamatan ditumbuhi oleh masing-masing jenis
tersebut. Tipe tutupan dikategorikan sebagai peralihan antara hutan alam dengan
kebun campuran jika pohon-pohon di sekitar titik pengamatan terdiri dari jenis
alami dan jenis-jenis budidaya, tetapi di luar jenis-jenis hutan tanaman. Tipe
tutupan dikategorikan sebagai daerah peralihan antara hutan pinus dengan hutan
alam atau kebun campuran jika pohon-pohon di sekitar titik pengamatan terdiri
dari jenis pinus dan jenis-jenis alami atau jenis-jenis budidaya. Penelitian ini juga
mengkategorikan tutupan lainnya yang berupa (1) kebun kopi jika tumbuhan di
sekitar titik pengamatan terdiri dari tanaman kopi dan (2) semak belukar jika
terdiri dari belukar dan tumbuhan bawah.
Data yang dicatat ketika peneliti menjumpai kelompok surili dalam jalur
pengamatan adalah koordinat lokasi perjumpaan (menggunakan GPSmap 62sc),
tipe tutupan lahan, dan aktivitas. Pengamatan pada umumnya dimulai pukul
06.00 sampai 11.00. Akan tetapi, pengamatan populasi ditunda untuk sementara
pada saat hujan dan dimulai/dilanjutkan ketika hujan sudah reda.
Penelitian ini juga membutuhkan data jarak dari titik perjumpaan dengan
kelompok surili ke pemukiman dan jalan raya terdekat. Data tersebut diperoleh
dengan cara memasukan koordinat setiap titik perjumpaan pada peta dalam

10
perangkat Google Earth, kemudian mengukur jaraknya terhadap pemukiman dan
jalan raya terdekat yang terlihat di dalam peta. Data distribusi berdasarkan
ketinggian tempat dari permukaan laut juga diperoleh dengan cara mengamati
koordinat setiap titik perjumpaan dengan surili yang sudah dimasukan dalam peta
Google Earth sehingga diperoleh data ketinggian.
Analisis data
Gambaran distribusi kelompok surili berdasarkan wilayah administrasi desa
diperoleh dengan cara memetakan koordinat lokasi perjumpaan dengan surili pada
peta administrasi desa yang digabungkan dengan peta tipe tutupan lahan.
Distribusi kelompok pada berbagai jarak dari pemukiman dan jalan raya terdekat,
dan pada berbagai ketinggian tempat dari permukaan laut dianalisis secara
deskriptif (rata-rata dan simpangan baku). Uji koefisien korelasi Pearson telah
digunakan untuk menduga adanya hubungan antara jarak dari titik kelompok yang
dijumpai ke pemukiman terdekat dengan jarak dari titik kelompok yang dijumpai
ke jalan raya terdekat. Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 0.05.
Uji Chi-square telah digunakan untuk mengidentifikasi apakah nilai hasil
observasi proporsional terhadap sumberdaya yang tersedia di masing-masing tipe
(Neu et al. 1974). Peubah yang dijadikan sebagai sumberdaya yang tersedia
adalah total panjang jalur di setiap tipe tutupan lahan, sedangkan peubah yang
dijadikan sebagai nilai hasil observasi adalah total kelompok yang dijumpai
(Tabel 2.1). Hipotesis yang digunakan adalah:
Ho = semua tipe tutupan hutan yang digunakan proporsional terhadap
sumberdaya yang tersedia (tidak ada pemilihan terhadap suatu tipe
tutupan);
H1 = tidak semua tipe tutupan yang digunakan proporsional terhadap
sumberdaya yang tersedia (ada pemilihan terhadap suatu tipe tutupan).
Keputusan yang diambil adalah sebagai berikut:
Jika λ2hit > λ2(0.05; k-1), maka tolak Ho artinya terdapat pemilihan terhadap tipe
tutupan
Jika λ2hit ≤ λ2(0.05; k-1), maka terima Ho artinya tidak terdapat pemilihan terhadap
tipe tutupan
Tabel 2.1 Kriteria yang diukur pada metode Neu
Tipe
a
p
n
u
Tutupan
1
a1
p1
n1
u1
2
a2
p2
n2
u2
...
K
ak
pk
nk
uk
Total
Σai
1.00
Σni
1.00

E

(O-E)2/E

w

e1
e2

(O1-E1)2/E1
(O2-E2)2/E2

w1
w2

ek

(Ok-Ek)2/Ek
λ2

wk
Σwi

Keterangan: a = panjang jalur pengamatan (km); p = proporsi panjang jalur; n = jumlah
kelompok surili yang dijumpai (kelompok); u = proporsi kelompok surili yang dijumpai;
dan w = indeks pemilihan habitat (ui/pi)

Selanjutnya, indeks pemilihan Neu (Bibby et al. 1998) digunakan untuk
mengidentifikasi tipe tutupan hutan yang dipilih surili. Indeks seleksi > 1
menandakan tipe tutupan yang bersangkutan dipilih karena proporsi sumberdaya
yang digunakan (usage) lebih besar dibandingkan dengan proporsi sumberdaya

11
yang tersedia (availability), sebaliknya indeks seleksi < 1 menandakan tipe
tutupan yang bersangkutan tidak dipilih (Bibby et al. 1998).

Gambar 2.1 Distribusi populasi surili di luar kawasan konservasi di Kabupaten
Kuningan

12
Hasil
Distribusi Spasial
Penelitian telah mengumpulkan informasi dari para penduduk di desa-desa
yang berdasarkan tutupan lahannya diindikasikan terdapat populasi surili untuk
mendapatkan gambaran distribusi populasi di Kabupaten Kuningan. Penelitian
dengan menggunakan metode tersebut telah mendapatkan 34 desa yang areal
hutannya menjadi tempat penyebaran populasi surili (Gambar 2.1). Selanjutnya,
survey lapangan sudah dilakukan dengan cara menelusuri jalur baik yang berupa
jalan setapak maupun jalur yang sengaja dibuat. Hal tersebut dilakukan untuk
melihat secara langsung keberadaan populasi surili. Kelompok surili dengan
menggunakan metode tersebut telah dijumpai secara langsung di 31 lokasi
(Gambar 2.1). Penggalian informasi ulang juga dilakukan kepada para penduduk
setempat karena terdapat 3 dari 34 desa yang tidak dijumpai adanya kelompok
surili. Para penduduk berdasarkan hasil wawancara ulang tetap memberikan
informasi bahwa surili di ketiga lokasi tersebut benar-benar ada.

Jumlah Perjumpaan (group)

35
30
25

Surili ke pemukiman
Surili ke jalan raya

20
15
10
5
0
0-499

500-999

1000-1499 1500-1999 2000-2499

>2500

Jarak (meter)

Gambar 2.2

Distribusi populasi surili berdasarkan jarak dari titik perjumpaan
kelompok ke pemukiman dan jalan raya terdekat

Jarak Perjumpaan dari Pemukiman dan Jalan Raya Terdekat
Pengukuran sudah dilakukan untuk mengetahui jarak dari titik lokasi
perjumpaan kelompok surili ke: a) lokasi pemukiman terdekat dan b) jalan raya
terdekat. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kelompok surili dijumpai mulai
jarak 9.32 sampai 3022.23 meter (�̅ = 1002.08; n = 92; SD = 604.56) untuk jarak
ke pemukiman terdekat dan mulai 3.24 sampai 3104.26 meter (�̅ = 984.09; n = 92;
SD = 667.02) untuk jarak ke jalan raya terdekat. Jarak dari titik perjumpaan
kelompok surili ke pemukiman terdekat dan ke jalan raya terdekat berkorelasi
nyata (r = 0.963 ; n = 92; p = 0.000). Jarak dibagi ke dalam enam kelas (Gambar
2.2) untuk mengetahui distribu