METODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari-Maret 2014, pagi pukul 06.00 WIT, siang 12.00 WIT, dan sore 18.00 WIT dengan lokasi penelitian di Ternate bagian selatan (Kalumata), Ternate bagian timur (Salero),Ternate bagian barat (Taduma) dan Ternate bagian utara (Sulamadaha). Pengamatan sampel dilakukan di Laboratorium Karantina Ikan Kelas 1A Bandara Babullah Ternate.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian No
Alat dan Bahan Kegunaan
1 Planktonet Mengambil sampel fitoplankton 2 Botol Film
Wadah Penampung Sampel 3 Pipet Tetes
Mengambil sampel air
4 Kaca Preparat Meletakkan sampel air yang diamati 5 Formalin 4%
Pengawetan sampel
6 Mikroskop elektron Mengamati fitoplankton
Untuk mengukur suhu, DO, pH dan 7 Horiba
Salinitas
8 Ember Pengambilan sampel air 9 Secchidisk
Pengukuran kecerahan 10 Bola pingpong
Pengukuran arus
11 GPS (Global Positioning System) Penentuan lokasi penelitian 12 Alat tulis menulis
Mencatat data
13 Buku Identifikasi Phytoplankton Panduan identifikasi sampel 14 Kamera Digital
Dokumentasi
Teknik Pengambilan Data
Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan pada empat stasiun, masing –masing stasiun diulang sebanyak tiga kali yaitu pagi, siang, sore, sehingga jumlah keseluruhan stasiun sebanyak tiga puluh enam titik pengamatan. Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan pada pagi hari, siang hari dan sore hari, menggunakan plankton net yang berdiameter 23 cm dan tinggi 40 cm, volume air yang disaring (VS) sebanyak 40 liter dengan menggunakan ember ukuran 2 liter.
Fitoplankton yang didapatkan dimasukan ke dalam botol flim dan diawetkan dengan formalin 4% serta diberi label sesuai dengan tempat nomor stasiun, titik, dan waktu pengambilan.
Pengamatan Sampel di Laboratorium
Sampel fitoplankton yang telah diberi pengawet selanjutnya dimasukkan ke dalam botol film yang telah diberi label sesuai dengan stasiun dan titik pengambilan sampel. Kemudian sampel tersebut dibawa ke Laboratorium Karantina Ikan Kelas 1A Bandara Babullah Ternate untuk diidentifikasi. Proses identifikasi yaitu sampel dituangkan ke dalam beaker glass dengan volume 150 ml diambil dengan menggunakan pipet dengan volume 0,2 ml untuk selanjutnya diteteskan ke dalam kaca preparat dan diamati dengan metode zigzag menggunakan 3 garis pandang 1 kaca perparat, yaitu mengamati bagian atas, tengah, dan bawah. Selanjutnya diidentifikasi di bawah microskop electron dengan pembesaran 10 x 45 Lux.
Teknik Analisis Data Kelimpahan (Ind/L)
Penentuan kelimpahan fitoplankton dilakukan berdasarkan metode zigzag di atas obyek kaca preparat dengan satuan individu per liter (ind/l). Selanjutnya, analisis sampel fitoplankton dilakukan dengan metodepencacahan (APHA, 1995 dalam Nugroho, 2006) dan analisis laboratorium sebagai berikut :
a. Sampel yang akan dicacahkan terlebih dahulu dituangkan ke dalam beaker glass dengan volume 30 ml.
b. Sampel yang sudah dituangkan ke dalam beaker glass, kemudian sedikit digoyangkan untuk menghindari pengendapan sampel.
c. Selanjutnya sampel diambil dengan meggunakan pipet sebanyak 0,2 ml, kemudian diletakkan pada kaca preparatsetelah itu diamati di bawah mikroskopelektron dengan perbesaran 10 x 10 atau 10 x 45.
d. Dalam melakukan pencacahan sebaiknya dihitung individu per liter agar hasil cacahan tidak mudah putus dan hasilcacahan dinyatakan dalam (ind/l).
e. Kemudian dilakukan identifikasi jenis fitoplankton dengan menggunakan buku identifikasi Yamaji (1979) dan Zhong (1989 dalam Nugroho 2006).
Penentuan kelimpahan fiplankton dilakukan berdasarkan metode zigzag di atas kaca preparat. Kelimpahan fitoplankton dinyatakan secara kuantitatif kemudian dihitung individu per liter (ind/l) berdasarkan petunjuk Fachrul (2007) yaitu :
N = n x (Vr/Vo) x (1/Vs)
Dimana : N : Jumlah individu per liter (ind/l). n : Jumlah individu yang diamati. Vr : Volume air yang tersaring (ml). Vo : Volume air yang diamati (pada kaca preparat) (ml). Vs : Volume air yang disaring (l).
Indeks Keanekaragaman (H ′)
Indeks ini digunakan untuk mengetahuikeanekaragaman fitoplankton perairan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung H ′ adalah persamaan Shannon Wiener (Basmi, 1999 dalam Fachrul 2007).
Dimana :
H ′ : Indeks diversitas Shannon-Wiener Pi :
Kelimpahan relatif dari jenis biota ke-i ni : Jumlah individu jenis ke-i
N : Jumlah total individu S :
Jumlah genera
Indeks Keseragaman (E)
Indeks keseragaman dihitung dengan rumus sebagai berikut (Odum, 1996).
Dimana :
E : Indeks Keseragaman jenis; H’ maks : Ln s (s adalah jumlah genera) H’
: Indeks Keanekaragaman
Indeks Dominansi
Menurut Odum (1997) dalam Fachrul (2007) untuk mengetahui adanya dominansi jenis tertentu di perairan dapat digunakan indeks dominansi Simpson dengan persamaan berikut :
Dimana:
D : Indeks dominansi Simpson ni : Jumlah individu dari jenis ke-i N : Total jumlah individu S : Jumlah genera
Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Data penunjang dilakukan pengukuran parameter fisika –kimia. Untuk pengukuran parameter kimia seperti salinitas, suhu, pH, kelarutan oksigen mengunakan horiba dan pengukuran parameter fisika seperti kecerahan, dan arus mengunakan bola pimpong (meter). Pengukuran parameter fisika dan kimia diulangan sebanyak 3x untuk masing-masing parameter. Cara pengukuran parameter fisika dan kimia adalah sebagai berikut :
a. Horiba
Penggunaan alat horiba dilakukan dengan cara:
1. Melakukan kalibirasi dengan menggunakan aqua sebelum horiba
digunakan kemudian dibersihkan dengan tissue.
2. Horiba di nyalakan dengan menekan tombol On/Off.
3. Horiba dimasukkan ke dalam perairan laut.
4. Menekan tombol Meas untuk memulai pengukuran, pada layar haoriba akan muncul tulisan HOLD pada layar.
5. Selanjutnya menekan tombol yang menunjuk nila pH, suhu, salinitas, dan DO yang dibaca pada layar horiba.
6. Melakukan pencatatan nilai pH, suhu, salinitas, dan DO
7. Menekan tombol On/Off untuk mematikan horiba, kemudian
dikalibirasi kembali.
b. Kecerahan
Pengukuran kecerahan air dilakukan dengan menggunakan secchi disk :
1. Secchi disk diikat dengan tali lalu diberi pemberat
2. Kemudian secchi disk diturunkan ke perairan sampai tidak tampak, lalu dicatat kedalamannya untuk pengamatan awal yaitu (D1), secchi disk dinaikkan lagi sampai hampir tidak tampak, kemudian dicatat kedalamannya (D2) selanjutnya nilai D1 + D2 dibagi 2.
c. Arus
Data kecepatan arus diambil berdasarkan pengukuran dengan menggunakan bola pingpong yang di ikat tali rafia panjang 5 m. Bola pingpong dilepaskan sesuai arah arus seiring dengan itu ditekan tombol stopwatch lalu dibiarkan hingga bola pingpong tersebut mengikuti arah arus dan dibiarkan sampai tali merenggang pada jarak 5 m, bersamaan dengan itu ditekan tombol stopwatch untuk menghentikan waktu, selanjutnya dihitung kecepatan arus dengan persamaan
v = s/t
Dimana :
V : Kecepatan arus (m/dt) s : Jarak/ panjang tali (meter) t : Waktu yang ditempuh tali (detik).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kelimpahan Fitoplankton
Hasil pengamatan dan identifikasi fitoplankton sebanyak 20 jenis terbagi atas 10 kelas yaitu: Chlorophyceace (3 genus), Bacillariophyceace (4 genus), Cyanophyceace (3 genus), Coscinodiscophycea (3 genus), Rotaliata (2 genus), Dinophycea (1 genus), Klebsormidiophyceae (1 genus), Ulvophyceae (1 genus), Pheophyceaea (1 genus), dan Euglenoideae (1 genus). Kelas Bacillariophyceace adalah spesies terbanyak yang ditemukan pada keseluruhan sampel yang diteliti. Kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Ternate pada stasiun I dengan nilai rata- rata berkisar antara 331,25-568,75 ind/l, stasiun II nilai rata-rata berkisar antara 193,75-325 ind/l, stasiun III nilai rata-rata berkisar antara 212,5-350 ind/l, dan untuk stasiun IV nilai rata-rata berkisar 225-306,25 ind/l.
Tingginya nilai kelimpahan fitoplankton di Stasiun I diduga karena waktu pengukuran dilakukan pada waktu pagi, siang dan sore hari, sehingga banyak fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae berada pada waktu pengukuran tersebut. Menurut Nontji (2008) kelas Bacillariophyceae Tingginya nilai kelimpahan fitoplankton di Stasiun I diduga karena waktu pengukuran dilakukan pada waktu pagi, siang dan sore hari, sehingga banyak fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae berada pada waktu pengukuran tersebut. Menurut Nontji (2008) kelas Bacillariophyceae
Kelimpahan fitoplanton pada stasiun 1 Kelimpahan fitoplanton pada stasiun 2
Kelimpahan fitoplanton pada stasiun 3 Kelimpahan fitoplanton pada stasiun 4
Hasil analisis kelimpahan fitoplankton pada setiap stasiun di atas diperoleh bahwa kelimpahan rata-rata yang di dapat pada 4 stasiun berkisar antara 331,25–568,75 Ind/L untuk stasiun I, stasiun II berkisar antara 193,75-325 Ind/L, stasiun III berkisar antara 212,5-350 Ind/L, dan untuk stasiun IV berkisar antara 225-306,25 Ind/L. Kelimpahan rata-rata tertinggi terjadi pada stasiun I , dan kelimpahan terendah terjadi pada Hasil analisis kelimpahan fitoplankton pada setiap stasiun di atas diperoleh bahwa kelimpahan rata-rata yang di dapat pada 4 stasiun berkisar antara 331,25–568,75 Ind/L untuk stasiun I, stasiun II berkisar antara 193,75-325 Ind/L, stasiun III berkisar antara 212,5-350 Ind/L, dan untuk stasiun IV berkisar antara 225-306,25 Ind/L. Kelimpahan rata-rata tertinggi terjadi pada stasiun I , dan kelimpahan terendah terjadi pada
Jenis organisme yang memiliki kelimpahan tertinggi menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki kemampuan ruang yang lebih luas sehingga kesempatan untuk berkembang semakin banyak( Nybakken, 1992). Jumlah kelimpahan yang di rata-ratakan di setiap stasiun, terdapat kelimpahan tertinggi yaitu pada stasiun I dengan kelimpahan rata-rata 331,25-568,75 Ind/L, ini disebabkan karena parameter lingkungan di perairan tersebut sangat mendukung pertumbuhan fitoplankton. Sedangkan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun II dengan kelimpahan rata-rata 193,75-325 Ind/L, ini disebabkan karena pada stasiun II terdapat di perairan Sulamadaha sehingga jumlah fitoplankton berkurang karena banyak aktifitas masyarakat setempat dan wisatawan di perairan tersebut.
Indeks Keanekaragaman Jenis (H ′)
Hasil analisis keanekaragaman jenisnfitoplankton yang ditemukan selama penelitian bervariasi, baik setiap waktu pengamatan maupun setiap stasiun. Selama 4 stasiun pengamatan, keanekaragaman fitoplankton yang didapatkan dengan kisaran nilai masing – masing stasiun adalah stasiun I berkisar antara 1,3081 – 2,2831 H ′ , stasiun II 2,0288 – 2,5416 H ′, stasiun III 2,2575 – 2,5469 H′, dan stasiun IV 2,4645 – 2,7081 H ′, apabila keanekaragaman pada setiap stasiun pengamatan dijumlahkan, maka nilai diperoleh nilai teringgi pada stasiun IV (23,3210
H) dan terendah pada stasiun I (14,2505 H ′). Hasil analisis keanekaragaman (H ′) fitoplankton memperlihatkan bahwa seluruh stasiun H) dan terendah pada stasiun I (14,2505 H ′). Hasil analisis keanekaragaman (H ′) fitoplankton memperlihatkan bahwa seluruh stasiun
Secara keseluruhan semua stasiun mempunyai indeks keanekaragaman jenis yang diperoleh dari keempat stasiun diantaranya 1,3081 – 2,7081 ind/L, dimana pada masing-masing stasiun memiliki jumlah keanekaragaman yang berbeda. Secara keseluruhan nilai indeks keanekaragaman dari ketiga stasiun termasuk keanekaragaman yang sedang, hal ini disebabkan oleh nilai indeks keanekaragaman jenis yang di peroleh adalah 1 < < 3, yang artinya bahwa perairan tersebut stabil komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang. Keanekaragaman di stasiun I sampai stasiun IV pengamatan rendah disebabkan banyaknya polutan yang ada di perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Clark dalam Syafrizal, (2007) menyatakan bahwa keragaman spesies menunjukkan keseimbangan ekosistem, semakin tinggi keragaman spesies maka semakin seimbang ekosistem tersebut. Sebaliknya apabila semakin rendah keragaman spesies maka menandakan ekosistem perairan tersebut mengalami tekanan dan kondisinya menurun.
Keanekaragaman komunitas ditandai oleh banyaknya spesies yang membentuk komunitas. Indeks keanekaragaman menunjukkan hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah yang menyusun suatu komunitas Keanekaragaman komunitas ditandai oleh banyaknya spesies yang membentuk komunitas. Indeks keanekaragaman menunjukkan hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah yang menyusun suatu komunitas
4.4. Indeks Keseragaman (E)
Hasil analisis indeks keseragaman fitoplankton yang diperoleh selama penelitian di perairan Pulau Ternate sangat bervariasi, baik setiap waktu pengamatan maupun setiap stasiun. Selama 4 stasiun pengamatan, keseragaman fitoplankton yang didapatkan dengan kisaran nilai masing – masing stasiun adalah stasiun I berkisar antara 0,5061 – 0,2597 E, stasiun II 0,5628 – 0,4498 E, stasiun III 0,5646 – 0,5004 E, dan stasiun IV 0,6003 –0,5463 E, apabila keseragaman pada setiap stasiun pengamatan dijumlahkan, maka nilai teringgi diperoleh pada stasiun IV (5,1699 E) dan terendah pada stasiun I (3,1591 E).
Secara keseluruhan semua stasiun penelitian mempunyai indeks keragaman diantara 0,2597 – 0,6003 ind/L. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum kondisi perairan Pulau Ternate memiliki keragaman jenis fitoplankton yang bervariasi keragamannya dan bisa dikatakan masuk dalam golongan keragaman sedang. Sesuai dengan pendapat Shannon- Weiner dalam Odum, (1996) apabila E = 0 - 1 maka sedang, artinya keragaman sedang dengan sebaran individu sedang. Indeks keragaman digunakan untuk menyatakan berbagai jenis organism yang terdapat pada suatu ekosistem. Dengan demikian perairan Pulau Ternate tergolong dalam kondisi yang sedang keragaman fitoplanktonnya. Nilai keragaman berbeda diduga karena banyaknya aktivitas masyarakat yang dapat mempengaruhi kualitas air dan akan mempengaruhi keanekaragaman fitoplankton.
Keaneragaman jenis ini dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, dimana jika semakin baik kondisi lingkungannya maka keaneragaman jenisnya semakin tinggi. Selanjutnya, Clark (dalam Syafrizal, 2007) menyatakan bahwa keaneragaman spesies menunjukkan keseimbangan ekosistem, semakin tinggi keaneragaman spesies maka semakin seimbang ekosistem tersebut. Sebaliknya apabila semakin rendah keaneragaman spesies maka menandakan ekosistem perairan tersebut mengalami tekanan dan kondisinya menurun. Rendahnya keaneragaman fitoplankton di Stasiun IV diduga karena kondisi perairannya lebih rendah dibandingkan dengan Stasiun I.
Keseragaman jenis fitoplankton di perairan Pulau Ternate yang didapatkan dengan nilai 1 - 3. Weber (1973) menyatakan bahwa apabila nilai E mendekati 1 (> 0,5) berarti keanekaragaman organisme dalam suatu perairan berada dalam keadaan seimbang dan tidak terjadi persaingan baik terhadap tempat maupun terhadap makanan. Apabila E berada < 0,5 atau mendekati nol berarti keseragaman jenis organisme dalam perairan tersebut tidak seimbang, dimana terjadi persaingan baik tempat maupun makanan. Dengan demikian maka kondisi di perairan pulau Ternate tergolong pada perairan yang seimbang dan tidak terjadi persaingan baik terhadap tempat (habitat) maupun makanan.
Indeks Dominansi (C)
Hasil analisis indeks dominasi fitoplankton yang diperoleh selama penelitian di perairan Pulau Ternate sangat bervariasi, baik setiap waktu pengamatan maupun setiap stasiun. Selama 4 stasiun pengamatan, dominasi fitoplankton yang didapatkan dengan kisaran nilai masing – masing stasiun adalah stasiun I berkisar antara 0,1323-0,4090 C,stasiun II 0,0849 – 0,1420 C, stasiun III 0,0794 – 0,1224 C, dan stasiun IV 0,0765 – 0,0910 C, apabila keseragaman pada setiap stasiun pengamatan dijumlahkan, maka nilai teringgi diperoleh pada stasiun I (1,7720 C) dan terendah pada stasiun IV (0,7421 C).
Berdasarkan indeks dominansi bahwa nilai tertinggi terdapat pada Stasiun I yaitu 0,4090 dan dominansi terendah terdapat pada Stasiun IV yaitu 0,0765. Sesuai dengan pendapat Krebs (1978) menyatakan bahwa bila indeks dominansi (C) mendekati satu (1) berarti ada organisme yang dominan dan jika indeks dominansi mendekati nol (0) berarti tidak ada organisme yang dominan. Menurut Basmi, (2000) dalam Pirzan, (2008) apabila nilai dominansi mendekati nilai 1 berarti di dalam komunitas terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya, sebaliknya apabila mendekati nilai 0 berarti di dalam struktur komunitas tidak terdapat spesies yang secara ekstrim mendominasi spesies lainnya.
Menurut Soegiarto (1994), bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika komunitas itu tidak ada spesies yang mendominasi spesies, sebaliknya jika komunitas itu terdapat spesies yang mendominasi maka keseragamannya rendah. Adapun nilai- nilai Indeks Ekologi pada ke empat stasiun dan 36 titik dapat dilihat pada Tabel 3.
Nilai keanekaragaman jenis (H’) fitoplankton di perairan pulau ternate, yang tertinggi ditemukan pada Stasiun IV yaitu 2,7081 dan terendah pada Stasiun I yaitu 1,3083. Hal ini mengindikasikan terjadi dominansi oleh satu genera dari jenis yang ada.
Nilai dominansi jenis (D) fitoplankton tertinggi ditemukan pada Stasiun I yaitu 0,4090 dan terendah pada Stasiun IV yaitu 0,0765. Hal ini mengindikasikan bahwa penyebaran jumlah individu tiap jenis rendah, kestabilannya rendah. Nilai keseragaman jenis (E) fitoplankton tertinggi ditemukan pada Stasiun IV yaitu 0,6003 dan terendah pada Stasiun I yaitu 0,2597. Nilai diperoleh berarti bahwa ada spesies yang mendominasi spesies yang lain.
Tabel 3. Nilai Indeks-indeks Ekologi (Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, dan Indeks Dominasi) pada empat stasiun dan
36 titik pengamatan.
Paramete Fisika – Kimia Perairan
Kualitas air yang mempengaruhi kehidupan fitoplankton ini dapat di kelompokkan menjadi parameter fisika dan kimia. Faktor fisik yang diukur dalam penelitian ini terdiri atas suhu, salinitas, dan arus. Sedangkan parameter kimia yang diukur meliputi derajat keasaman (pH) dan DO (Dissolved Oxygen). Pengukuran kondisi kualitas air ini dilakukan pada waktu yangmsama dengan pengambilan sampel plankton. Hasil pengukuran parameter kualitas air ini selengkapnya disajikan pada Tabel
4. Tabel 4. Kondisi rata-rata parameter lingkungan
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan gelombang panjang termasuk pasang surut (Nontji, 2005). Dari hasil pengukuran kecepatan arus di perairan pada stasiun I-stasiun IV berkisar 0,04-0,06 m/dt (Tabel 4) kecepatan arus ini dipengaruhi oleh massa air yang bergerak dari utara ke selatan, selain itu juga di pengaruhi oleh kondisi pasang surut.
Suhu permukaan laut bergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, dan intensitas cahaya matahari.
Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya aliran bahan dari udara ke lapisan permukaan perairan (McPhaden and Hayes, 1991).
Kisaran suhu pada stasiun I-stasiun IV berkisar 28,30-28,89°C (Tabel 4). Kisaran suhu optimal bagi spesies alga potensial berbahaya adalah 25–30° C dan kemampuan proses fotosintesis akan menurun tajam apabila suhu perairan berada di luar kisaran optimal tersebut (Gross dan Enevoldsen, 1998 dalam Gosari, 2002). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Effendi (2003) bahwa kisaran suhu yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20-30 o C.
Kecerahan adalah kemampuan cahaya untuk menembus sampai ke dasar perairan yang dipengaruhi oleh benda-benda halus. Nilai kecerahan dinyatakan dengan meter. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003). Kisaran nilai kecerahan pada stasiun I-stasiun IV berkisar antara 3,20-8,00 m (Tabel 4).
Perubahan salinitas yang dapatmmempengaruhi organisme terjadi di zonamintertidal melalui dua cara, yang pertama karena zona intertidal terbuka pada saat pasang surut dan kemudian digenangi air atau aliran air akibat hujan lebat, akibatnya salinitas akan turun secara drastis (Nybakken, 1992). Kisaran salinitas pada stasiun I-stasiun IV berkisar antara 31,9-35,6 ppt (Tabel 4). Menurut Sachlan (1982), salinitas yang sesuai bagi fitopalnkton adalah lebih besar dari 20 ppt yang memungkinkan fitoplankton dapat bertahan hidup, memperbanyak diri, dan aktif melakukan proses fotosintesis. pH merupakan pengukuran asam atau basa suatu larutan. Keasaman terjadi karenaberlebihnya ion pada suatu larutan, sedangkan alkalinitas terjadi karena berlebihnya ion pada suatu larutan. Kisaran pH pada stasiun I-stasiun IV berkisar 8,8-9,49 ppm (Tabel 4). Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi bergantung pada suhu, oksigen terlarut, dan kandungan garam-garam ionik suatu perairan. Kebanyakan perairan alami memiliki pH berkisar antara 6 – 9.
Sebagian besar biota perairan sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Menurut Wardoyo (1981) nilai pH yang mendukung untuk kehidupan organisme berkisar 5-9. Sedangkan menurut Asriyana dan Yuliana,(2012) pH yang ideal untuk kehidupan fitoplankton di perairan adalah 6,5 – 8,0.
Oksigen telarut merupakan salah satu unsur pokok pada proses metabolism organisme, terutama untuk proses respirasi. Di samping itu oksigen terlarut dapat juga digunakan sebagai petunjuk kualitas air (Odum 1971). Pada umumnya oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen dari udara ke dalam air dan proses fotosintesis dari tumbuhan hijau. Pengurangan oksigen terlarut disebabkan oleh proses respirasi dan penguraian bahan-bahan organik. Penurunan oksigen terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen bagi biota perairan sehingga menurunkan kemampuannya untuk hidup normal. Menurut Kristanto (2002), kandungan oksigen terlarut di dalam perairan minimal 5 ppm. Kisaran nilai DO stasiun I-stasiun IV berkisar 6,2-7,25 mg/l (Tabel 4), perbedaan nilai DO yang cukup jauh pada stasiun I diakibatkan karena di perairan Kalumata masih mengalami pembuangan limbah yang mengandung bahan organik.