Jurnal Sumberdaya Kelautan dan Perikanan

JU RNAL SUMBERD AYA K EL AUT AN D AN PERI K ANAN

V ol u m e 2 N om or 2 M a r et 20 17

PenanggungJawab :

Dr. Kusdi Hi Iksan, SP, MSi Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Program Pascasarjana Unkhair

Pimpinan Redaksi :

Dr Ir Martini Djamhur, M.Si

Dewan Ahli:

Dr Kusdi Hi Iksan, SP, MSi (Manajemen Sumberdaya Perairan) DrI rham, SPi, MSi (Manajemen Sumberdaya Perikanan) Dr Yuliana, SPi, MSi (Manajemen Sumberdaya Perairan) Dr A. Baksir, SPi, MSi (Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan)

MitraBestari :

Prof Dr Ir Dietrie ch G Bengen, DEA (Pengelolaan Sumberdaya PLP2K) Prof Dr Ir Muhajir K Marsaoli, MSi (Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan) Prof Dr Ir Mulyono Baskoro, MSc (Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan)

RedaksiPelaksana :

M AbjanFabanjo Suriyati A Sabu

AlamatRedaksi :

Program Pascasarjana Program StudiIlmu Kelautan Gedung Pascasarjana Unkhair Lantai 1 Jalan Raya Kampus II UnkhairKel. Gambesi Kec.Ternate Selatan Telp/Faks. (0921) 3121854/081356559009 e-mail : pasca.ik.unkhair@gmail.com

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa Karena berkat Rahmat_Nya, Jurnal Sumberdaya Kelauatan dan Perikanan yang merupakan edisi kedua dengan tampilan dan letak yang sederhana dapat diterbitkan.

Jurnal Sumberdaya Kelautan dan Perikanan diterbitkan mulai tahun 2015 dengan frekuensi 2 kali setahun oleh Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kelautan Unkhair, berisi hasil penelitian dan ulasan ilmiah dalam bidang Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.

Guna peningkatan mutu penulisan, maka pengelola jurnal senantiasa memperhatikan arahan dan petunjuk Tim Akreditsi Junal Pusat Dekomentasi Ilmia Indonesia-Lembaga Ilmi Pengehuan Indonesia (PDII LIPI).

Pada edisi Maret 2017 ini, ditampilkan tujuh tulisan yang meliputi : i). Prioritas Strategi Pemberdayaan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Tangkap Di Kota Ternate, ii). Penentuan Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia di Perairan Pulau Moti Kota Ternate, iii). Analisis Efektivitas Operasi Kapal Pole And Line Di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate, iv). Evaluasi Lahan Pada Kawasan Rehabilitasi Mangrove di Desa Guraping Kecamatan Oba Utara Kota Tidore Kepulauan. v). Analisis Indeks Ekologi Fitoplankton sebagai Indikator Kualitas Perairan Pulau Ternate, vi). Pelayanan Pelabuhan Perikanan Nusantara (Ppn) Ternate Terhadap Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan dan vii). Hubungan C-Organik dengan Konsentrasi Merkuri pada Sedimen Hutan Mangrove di Kecamatan Kao Teluk, Halmahera Utara

Dengan diterbitkannya jurnal ini, diharapkan dapat memberikan informasi hasil penelitian dibidang Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan yang ada kepada para pengguna dan atau pelaku pengelola sumberdaya serta dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi akademisi dan peneliti. Saran dan masukkan dari pembaca sangat diharapkan guna kesempurnaan penerbitan jurnal di masa mendatang.

Redaksi

JURNAL SUMBERD AYA K EL AUT AN D AN PERI K ANAN

V ol u m e 2 N om or 2 M a r et 20 17

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

iii

Prioritas Strategi Pemberdayaan Pengembangan Usaha

1-17

Mina Pedesaan Perikanan Tangkap Di Kota Ternate

The Empowerment Strategy Priority Business Development Fisheries Catch In Rural Mina Ternate City Faisal H D Husein, Imran Taeran, Amirul Karman

Penentuan Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya

18-32

Rumput Laut Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia di Perairan Pulau Moti Kota Ternate.

Determination the location for development Seaweed culture based on physical and chemical parameters at Moti Island Water Ternate City

Awat Mustari, Yuliana, Muh. Aries

Analisis Efektivitas Operasi Kapal Pole And Line Di 33-46

Pelabuhan Perikanan Nusantara (Ppn) Ternate

Analysis Of The Effectiveness Of The Vessel Operating Pole and Line Fishing Port In The Archipelago (VAT) Ternate Sahlan Norau, Budi Wahono

Evaluasi Lahan Pada Kawasan Rehabilitasi Mangrove Di

47-68

Desa Guraping Kecamatan Oba Utara Kota Tidore Kepulauan

Land Evaluation At Mangrove Rehabilitation Region In The Village Guraping Oba Utara District Of Tidore Islands

Kartini Ishak, Muh. Aris, Muhajir K. Marsaoli.

Analisis Indeks Ekologi Fitoplankton Sebagai Indikator 69-88

Kualitas Perairan Pulau Ternate

Phytoplankton Ecology Index Analysis as Indicator Quality Of Water Terriority of Nitrogen Island

Inayah, S.Pi, M.Si, Julharni, S.Pi. M.Si

Pelayanan Pelabuhan Perikanan Nusantara (Ppn) Ternate 89-113

Terhadap Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan

Fishing Port Services Nusantara (Ppn) Ternate Operational Needs To Fishing

Jamaludin, Mutmainah, dan Surahman

113-24

Hubungan C-Organik dengan Konsentrasi Merkuri pada Sedimen Hutan Mangrove di Kecamatan Kao Teluk, Halmahera Utara

C-organic correlation to Mercury in Mangrove sediment in Kao Bay, Noth Halmahera

Ardan Samman, Reni Tyas Asrining Pertiwi, Budi

Wahono

PRIORITAS STRATEGI PEMBERDAYAAN PENGEMBANGAN USAHA MINA PEDESAAN PERIKANAN TANGKAP DI KOTA TERNATE

The Empowerment Strategy Priority Business Development Fisheries

Catch In Rural Mina Ternate City

Faisal H D Husein 1) , Imran Taeran 2) , Amirul Karman 2)

1) Staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate

2) Pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Khairun Ternate

ABSTRAK

Kota Ternate memiliki potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar, seharusnya mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup pada potensi tersebut. Realitasnya, kehidupan masyarakat nelayan senantiasa dilanda kemiskinan. Oleh karena itu, agar mereka bisa keluar dari belenggu kemiskinan maka perlu ada dorongan dari pemerintah untuk memberdayakan melalui program- program pemberdayaan. Salah satu program pemberdayaan adalah program pengembangan usaha mina pedesaan (PUMP) perikanan tangkap di Kota Ternate yang berlangsung pada tahun 2011- 2013. Program ini berjalan beberapa tahun, tentunya perlu dievaluasi sejauh mana dampak program ini terhadap peningkatan kesejahteran masyarakat nelayan dan bagaimana keberlanjutannya. Tujuan penelitian adalah merumuskan dan menentukan prioritas strategi pemberdayaan PUMP perikanan tangkap yang berkelanjutan dan menguntungkan masyarakat nelayan di Kota Ternate. Metode yang digunakan adalah metode survei. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2016 di 4 Kecamatan: Hiri, Pulau Ternate, Ternate Utara, dan Ternate Selatan. Lokasi sampling meliputi: pengumpulan data dan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi terbaik yang harus diimplementasikan adalah 1) Penguatan akses permodalan; 2) Penyediaan sarana prasarana penunjang usaha perikanan; 3) Peningkatan SDM nelayan dalam penangkapan dan pengelolaan usaha; 4) Penguatan kelembagaan masyarakat nelayan menjadi badan hukum koperasi; 5) Pengembangan akses pemasaran. Sehingga kemudian yang menjadi prioritas strategi terpilih dan tepat untuk program PUMP perikanan tangkap yang berkelanjutan dan menguntungkan nelayan di Kota Ternate adalah penguatan kelembagaan masyarakat nelayan menjadi badan hukum koperasi.

Kata Kunci: Prioritas strategi, PUMP, perikanan tangkap, Kota Ternate

ABSTRACT

Ternate has the potential of marine fisheries are enough big, should

be able to create welfare of fishing communities dependents that potential. Its reality, lives of fishing communities is always suffer from poverty. Therefore, so that they can get out of the shackles of poverty it is necessary to urge the government to enable through empowerment programs. One program is the empowerment of rural business development programs mina (PUMP) of fisheries in Ternate which took place in 2011 - 2013. The program running a few years, of course, need to

be evaluated to what extent the impact of the program is to increase the welfare of fishing communities and how sustainability. The research objective is to formulate and prioritize empowerment strategy PUMP fishing is sustainable and profitable fishing community in the city of Ternate. The method used is a survey method. The experiment was conducted in July-August 2016 in 4 Districts: Hiri, the island of Ternate, Ternate North and South Ternate. Sampling locations include: data collection and data analysis. The results showed that the best strategy that must be implemented are: 1) Strengthening access to capital; 2) The provision of supporting infrastructure of fishing effort; 3) Increased human resources fishermen in the capture and management of business; 4) Institutional strengthening of the fishing communities as legal entities in the cooperative; 5) Development of market access. So then the priorities chosen strategy and appropriate for the PUMP program of fishing is sustainable and profitable fishing in the city of Ternate is the institutional strengthening of fishing communities as legal entities in the cooperative.

Keywords: Strategic priorities, PUMP, fishing, Ternate

PENDAHULUAN

Kota Ternate sebagai Kota Kepulauan, memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang potensial. Potensi tersebut dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk berbagai sektor usaha, diantaranya adalah usaha perikanan tangkap. Aktivitas produksi perikanan tangkap tahun 2015 sebesar 48.999 ton dengan nilai Rp 860,35 milyar, yang terdiri dari jenis ikan pelagis dan demersal. Produksi terbesar diperoleh dari jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yaitu sebesar 19.524,5 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 381,69 milyar, disusul kemudian oleh tongkol (Thunnus tonggol) sebesar 4.435,3 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 45,67 milyar, dan madidihang (Thunnus Kota Ternate sebagai Kota Kepulauan, memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang potensial. Potensi tersebut dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk berbagai sektor usaha, diantaranya adalah usaha perikanan tangkap. Aktivitas produksi perikanan tangkap tahun 2015 sebesar 48.999 ton dengan nilai Rp 860,35 milyar, yang terdiri dari jenis ikan pelagis dan demersal. Produksi terbesar diperoleh dari jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yaitu sebesar 19.524,5 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 381,69 milyar, disusul kemudian oleh tongkol (Thunnus tonggol) sebesar 4.435,3 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 45,67 milyar, dan madidihang (Thunnus

Kota Ternate yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan dan memiliki potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar, seharusnya mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup pada potensi kelautan (maritim) tersebut. Realitasnya, kehidupan masyarakat nelayan senantiasa dilanda kemiskinan, bahkan kehidupan nelayan sering diidentikkan dengan kemiskinan. Pada tataran ini, umumnya masyarakat pesisir yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dihadapkan pada persoalan permodalan. Oleh Karen itu perlu ada dorongan dari pemerintah untuk memberdayakan melalui program pemberdayaan bagi masyarakat pesisir. Salah satu upaya untuk membantu masyarakat pesisir dalam hal permodalan. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan membuat kebijakan program pengembangan usaha mina pedesaan (PUMP) perikanan tangkap berupa program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir secara nasional.

Pelaksanaan PUMP perikanan tangkap adalah program percepatan penanggulangan kemiskinan nelayan bagian dari program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) khususnya pemberdayaan nelayan skala kecil berbasis desa, melalui bantuan modal usaha. Fokusnya pada kelompok sasaran melalui pembinaan nelayan skala kecil yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (KUB). Setelah program PUMP perikanan tangkap ini berjalan beberapa tahun, tentunya perlu dievaluasi sejauh mana dampak program ini terhadap peningkatan kesejahteran masyarakat nelayan dan bagaimana keberlanjutan program PUMP perikanan tangkap ini. Oleh karena itu perlu merumuskan dan menentukan prioritas strategi dalam implementasi program pemberdayaan tersebut.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah merumuskan dan menentukan prioritas strategi pemberdayaan PUMP perikanan tangkap yang berkelanjutan dan menguntungkan masyarakat nelayan di lokasi penelitian.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli s/d Agustus 2016 di Kecamatan Hiri, Pulau Ternate, Ternate Utara, dan Ternate Selatan Kota Ternate. Keempat lokasi ini memiliki kelompok usaha bersama (KUB) yang merupakan lembaga yang mendapat program PUMP perikanan tangkap pada tahun 2011-2013.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei (Arikunto, 2000). Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2005).

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik bersifat kuantatif maupun kualitatif. Sumber data primer berasal hasil wawancara dari pihak-pihak yang terkait dengan program PUMP perikanan tangkap baik langsung maupun tidak langsung, yaitu KUB nelayan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate, dan stakeholder terkait. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran berbagai kepustakaan dan dokumen dari instansi (DKP, BPS), laporan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

Analisis yang digunakan adalah analisis SWOT, digunakan untuk merumuskan strategi (Rangkuti, 2004) dan AHP untuk menentukan prioritas strategi (Saaty, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN Perumusan Strategi Program PUMP Perikanan Tangkap

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari keragaan teknologi, sosial, Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari keragaan teknologi, sosial,

Hasil perhitungan IFAS menunjukkah bahwa faktor internal yang memiliki kekuatan utama peningkatan program PUMP perikanan tangkap, yaitu (1) tingginya ketekunan, motivasi, etos kerja, dan keuletan nelayan (0,60); (2) banyaknya tenaga kerja perikanan tangkap (nelayan) (0,51); (3) usia masyarakat nelayan yang cukup potensial (0,50); (4) tingkat pendidikan masyarakat nelayan yang memadai (0,42). Sedangkan kelemahan utamanya yaitu: (1) lemahnya permodalan (0,41); (2) kurangnya fasilitas usaha perikanan tangkap (0,40); (3) rendahnya penguasaan teknologi dan usaha penangkapan ikan (0,37); (4) kurangnya fasilitas penunjang usaha perikanan tangkap (0,35); (5) kurangnya kelompok/organisasi masyarakat nelayan (0,324); dan (6) kurangnya akses pemasaran hasil perikanan (0,322) (Tabel 1). Tabel 1 Penilaian internal factor analysis summary

Rating Skor Kekuatan: 1. Tingginya ketekunan, motivasi, etos kerja, dan

Faktor-Faktor Internal

Bobot

4,80 0,598 keuletan nelayan (S1) 2. Banyaknya tenaga kerja perikanan tangkap 0,13

3,90 0,510 (nelayan) (S2) 3. Usia masyarakat nelayan yang cukup potensial

4,00 0,598 (S3) 4. Tingkat pendidikan masyarakat nelayan yang

3,40 0,424 memadai (S4) Total Kekuatan

Kelemahan: 1. Lemahnya permodalan (W1)

4,90 0,412 2. Kurangnya fasilitas usaha perikanan tangkap

4,60 0,401 (W2) 3. Rendahnya penguasaan teknologi dan usaha

4,20 0,366 penangkapan ikan (W3) 4. Kurangnya fasilitas penunjang usaha perikanan

4,20 0,353 tangkap (W4) 5. Kurangnya kelompok/organisasi masyarakat

4,00 0,324 nelayan (W5) 6. Kurangnya akses pemasaran hasil perikanan

Total Kelemahan

2,179 Total Faktor Internal

1 4,201 Selisih Skor Kekuatan - Kelemahan

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pemberdayaan nelayan baik secara langsung maupun tidak langsung ada sembilan komponen, antara lain: ketersediaan program pendukung permodalan, adanya keterlibatan yang diberikan pemerintah bagi nelayan dalam menyusun peraturan perikanan didaerah, ketersediaan sumberdaya perikanan, pengaruh cuaca dan musim penangkapan ikan, adanya kegiatan destruktif dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan, ketersediaan mekanisme pasar dalam mengontrol harga ikan, ketersediaan bahan bakar minyak bagi nelayan dan ketersediaan peluang lapangan pekerjaan dibidang perikanan.

Selanjutnya hasil perhitungan EFAS (Tabel 2), menunjukkah bahwa faktor eksternal utama (peluang) yang mempengaruhi strategi pemberdayaan, yaitu: (1) melimpahnya sumberdaya ikan (0,62); (2) ketersediaan program pendukung permodalan usaha perikanan (0,594); (3) banyaknya peluang lapangan pekerjaan di bidang perikanan (0,589); dan (4) tingginya dukungan pemerintah (0,56). Sementara ancamannya, yaitu: (1) harga bahan bakar minyak (BBM) tinggi (0,39); (2) tidak ada mekanisme pasar dalam mengontrol harga ikan (0,308); (3) tidak adanya kewenangan yang diberikan pemerintah kepada nelayan dalam menyusun peraturan perikanan daerah (0,307); (4) faktor alam berupa cuaca buruk dan musim penangkapan ikan (0,29), dan (5) kegiatan destruktif dalam Selanjutnya hasil perhitungan EFAS (Tabel 2), menunjukkah bahwa faktor eksternal utama (peluang) yang mempengaruhi strategi pemberdayaan, yaitu: (1) melimpahnya sumberdaya ikan (0,62); (2) ketersediaan program pendukung permodalan usaha perikanan (0,594); (3) banyaknya peluang lapangan pekerjaan di bidang perikanan (0,589); dan (4) tingginya dukungan pemerintah (0,56). Sementara ancamannya, yaitu: (1) harga bahan bakar minyak (BBM) tinggi (0,39); (2) tidak ada mekanisme pasar dalam mengontrol harga ikan (0,308); (3) tidak adanya kewenangan yang diberikan pemerintah kepada nelayan dalam menyusun peraturan perikanan daerah (0,307); (4) faktor alam berupa cuaca buruk dan musim penangkapan ikan (0,29), dan (5) kegiatan destruktif dalam

Rating Skor Peluang: 1. Melimpahnya sumberdaya ikan (O1)

Faktor-Faktor eksternal

Bobot

3,90 0,618 2. Banyaknya program pendukung permodalan usaha perikanan (O2)

3,80 0,594 3. Banyaknya peluang lapangan pekerjaan di bidang perikanan (O3)

3,60 0,589 4. Tingginya dukungan pemerintah (O4)

3,70 0,562 Total Peluang

2,363 Ancaman: 1. Harga bahan Bakar Minyak (BBM) tinggi (T1)

4,30 0,387 2. Tidak ada mekanisme pasar dalam mengontrol

3,10 0,308 harga ikan (T2) 3. Tidak adanya kewenangan yang diberikan 0,09

3,10 0,307 pemerintah kepada nelayan dalam menyusun peraturan perikanan daerah (T3)

3,10 0,286 penangkapan ikan (T4) 5. Kegiatan destruktif dalam pemanfaatan 0,07

4. Faktor alam berupa cuaca buruk dan musim

3,20 0,253 sumberdaya perikanan (T5)

Total Ancaman

Total Faktor Eksternal 1 3,904 Selisih: Skor Peluang – Ancaman

Perumusan strategi pemberdayaan masyarakat nelayan digunakan hasil penilaian faktor internal dan faktor eksternal yaitu mengembangkan kekuatan dan peluang yang dimiliki dan meminimalkan kelemahan dan ancaman yang dihadapi. Berdasarkan analisis IFAS dan EFAS dirumuskan alternatif strategi pemberdayaan masyarakat nelayan dengan menggunakan analisis matriks SWOT (Tabel 3). Adapun dari hasil analisis faktor internal yang menjadi fokus adalah tingginya motivasi dan ketekunan kerja, tenaga kerja yang tersedia, usia produktif, tingkat pendidikan, kurangnya modal usaha, penguasaan teknologi, fasilitas penunjang usaha, kelembagaan dan akses pemasaran, sedangkan faktor eksternal terfokus pada sumberdaya ikan, program penguatan permodalan, lapangan pekerjaan di sektor perikanan,dukungan pemerintah, ketersediaan BBM, mekanisme pasar dalam mengontrol harga ikan, musim penangkapan dan kegiatan destruktif dalam Perumusan strategi pemberdayaan masyarakat nelayan digunakan hasil penilaian faktor internal dan faktor eksternal yaitu mengembangkan kekuatan dan peluang yang dimiliki dan meminimalkan kelemahan dan ancaman yang dihadapi. Berdasarkan analisis IFAS dan EFAS dirumuskan alternatif strategi pemberdayaan masyarakat nelayan dengan menggunakan analisis matriks SWOT (Tabel 3). Adapun dari hasil analisis faktor internal yang menjadi fokus adalah tingginya motivasi dan ketekunan kerja, tenaga kerja yang tersedia, usia produktif, tingkat pendidikan, kurangnya modal usaha, penguasaan teknologi, fasilitas penunjang usaha, kelembagaan dan akses pemasaran, sedangkan faktor eksternal terfokus pada sumberdaya ikan, program penguatan permodalan, lapangan pekerjaan di sektor perikanan,dukungan pemerintah, ketersediaan BBM, mekanisme pasar dalam mengontrol harga ikan, musim penangkapan dan kegiatan destruktif dalam

1) Penguatan kelembagaan nelayan

2) Peningkatan SDM nelayan dalam penangkapan dan pengelolaan usaha

3) Penyediaan sarana prasarana penunjang usaha perikanan

4) Pengembagan akses pemasaran

5) Pengembangan akses permodalan Tabel 3. Matriks SWOT program PUMP perikanan tangkap di Kota

Ternate Kekuatan: Kelemahan:

1. Tingginya

1. Lemahnya permodalan

ketekunan,

(W1)

2. Kurangnya fasilitas Faktor

motivasi, etos

usaha perikanan Internal

kerja, dan

keuletan nelayan

tangkap (W2)

(S1)

3. Rendahnya penguasaan

2. Banyaknya tenaga

teknologi dan usaha

kerja perikanan

penangkapan ikan (W3)

tangkap (nelayan)

4. Kurangnya fasilitas

(S2)

penunjang usaha

3. Usia masyarakat

perikanan tangkap (W4)

5. Kurangnya Faktor

nelayan yang

cukup potensial

kelompok/organisasi

masyarakat nelayan Eksternal

6. Kurangnya akses

masyarakat

pemasaran hasil

nelayan yang

perikanan (W6)

memadai (S4)

Peluang:

Strategi WO: 1. Melimpahnya

Strategi SO:

 Penguatan akses sumberdaya ikan (O1)

Pengembangan

permodalan (W1 vs O4) 2. Banyaknya program

teknologi

 Penyediaan sarana pendukung permodalan dan skala usaha

prasarana penunjang usaha perikanan (O2)

usaha 3. Banyaknya peluang

perikanan melalui

perikanan (W2, W4 vs lapangan pekerjaan di

bidang perikanan (O3)

 Peningkatan SDM 4. Tingginya dukungan

kelembagaan.

nelayan dalam pemerintah (O4)

(S1 s/d S4, O1 s/d

penangkapan dan

O4)

pengelolaan usaha (W3 vs O1 s/d O4)

 Penguatan kelembagaan masyarakat nelayan menjadi badan hukum koperasi (W5 vs O2, O4)

 Pengembangan akses pemasaran (W6 vs O4)

Ancaman:

Strategi WT: 1. Harga bahan Bakar

Strategi ST:

Pengelolaan sumberdaya Minyak (BBM) tinggi

Pengembangan

industri pengolahan

(T1)

perikanan berbasis 2. Tidak ada mekanisme

hasil perikanan

masyarakat (W1 s/d W4, pasar dalam mengontrol

melalui diversifikasi

T1 s/d T4) harga ikan (T2)

pengolahan ikan (S3,

3. Tidak adanya

T1)

kewenangan yang diberikan pemerintah kepada nelayan dalam menyusun peraturan perikanan daerah (T3)

4. Faktor alam berupa cuaca buruk dan musim penangkapan ikan (T4)

5. Kegiatan destruktif dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan (T5)

Penentuan Prioritas Strategi Pemberdayaan PUMP Perikanan Tangkap

Proses hirarki AHP terhadap sistem pemberdayaan masyarakat nelayan terdapat lima tingkatan, yaitu: (1) level 1 merupakan tujuan strategi pemberdayaan masyarakat nelayan yang berkelanjutan; (2) level

2 adalah aktor, pelaku yang terlibat dalam sistem pemberdayaan baik langsung maupun tidak langsung, (3) level 3 dan 4, kriteria dan subkriteria untuk penentuan strategi; dan level 5, berupa alternatif strategi pemberdayaan masyarakat nelayan keluaran dari hasil analisis SWOT, strategi WO (Tabel 3).

Penentuan alternatif kebijakan dihitung berdasarkan hasil dari pertimbangan yang telah dilakukan pada tingkatan dari keseluruhan hierarki. Berdasarkan pertimbangan secara keseluruhan, diperoleh vektor prioritas untuk prioritas strategi yaitu penguatan kelembagaan masyarakat nelayan menjadi badan hukum koperasi (PLHK) sebesar 0,413, peningkatan SDM nelayan dalam penangkapan dan pengelolaan usaha (PSDM) sebesar 0,238, penyediaan sarana prasarana penunjang usaha perikanan (PSPP) sebesar 0,185, pengembangan akses pemasaran (PAPP) sebesar 0,097, dan penguatan akses permodalan (PAPM) sebesar 0,067 (Gambar 1).

Analisis AHP menunjukan bahwa aktor yang paling berperan dalam implementasi strategi pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan di Kota Ternate secara berurutan adalah pemerintah daerah, nelayan, perbankan (mitra keuangan), pelaku pemasaran, tenaga pendamping. Hal ini menggambarkan bahwa pemerintah daerah merupakan pihak yang berperan penting dalam menentukan strategi pemberdayaan nelayan di Kota Ternate dan diikuti nelayan yang merupakan subyek atau sasaran utama program pemberdayaan. Sementara pihak perbankan atau mitra keuangan lain dan pelaku pemasaran berperan dalam mendorong pemberdayaan terutama berkaitan dengan dengan usaha perikanan tangkap. Selanjutnya tenaga pendamping menduduki posisi terakhir sebagai penentu strategi pemberdayaan. Posisi ini bukan berarti tidak penting, namun peranan tenaga pendamping sangat terkait dengan peranan pemerintah daerah dalam pemberdayaan nelayan di Kota Ternate

Ju r n a l Su m ber d a y a K el a u t a n d a n P er i k a n a n ISSN.2460-7088

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN YANG

Tingk at 1:

Sasaran

BERKELANJUTAN DI KOTA TERNATE

Utama

Tingk at 2:

Tingk at 3:

Tingk at 4:

Potensi SDI

Akses Permodalan

Motivasi Kerja

Kapasitas Kapal

KUB PT

Sub kriteria

Daerah Penangkapan

Mekanisme Pasar

Pengaruh Nelayan

Alat Tangkap

Ukuran Ikan

Tingkat Pendapatan

Pengalaman Kerja

Jumlah Kapal

Tingk at 5:

Gambar 1 Hirarki dan nilai prioritas strategi pemberdayaan nelayan yang berkelanjutan di Kota Ternate

Keterangan:

PAPM = Penguatan Akses Permodalan PSPP

= Penyediaan Sarana Prasarana Penunjang Usaha Perikanan PSDM = Peningkatan SDM nelayan dalam penangkapan dan pengelolaan usaha PLHK = Penguatan Kelembagaan M asyarakat Nelayan M enjadi Badan Hukum Koperasi PAPP

= Pengembangan Akses Pemasaran

PAPP

0.097

n a ju PLHK 0.413

T u i/ g

te ra PSDM

0.238

s St ta ri

io Pr PSPP

Vektor Prioritas

Gambar 1. Prioritas strategi yang berperan dalam program PUMP perikanan tangkap di Kota Ternate

Sehingga dalam pemberdayaan masyarakat nelayan, pioritas strategi pertama adalah penguatan kelembagaan nelayan. Salah satu kendala yang dihadapi nelayan adalah lemahnya posisi tawar ketika dihadapkan pada permasalahan prosedural. Oleh karena itu dibutuhkan wadah untuk menyatukan segala potensi yang dimiliki. Implementasi wadah dapat diwujudkan melalui penumbuhan kelompok-kelompok nelayan di Kota Ternate yang tergabung dalam KUB secara bertahap diarahkan untuk bergabung dalam wadah koperasi (DKP, 2010). Agar keberadaan koperasi dapat dirasakan oleh anggotanya maka pembinaan koperasi diarahkan pada peningkatan akses pasar, perkuatan permodalan, peningkatan manajemen usaha, dan peningkatan teknologi. Dengan jumlah nelayan yang sangat banyak dan dominan serta tergabung dalam suatu organisasi (koperasi) akan dapat meningkatkan posisi tawar terhadap nelayan yang bersangkutan.

Bentuk lain dari penguatan kelembagaan nelayan menjadi badan hukum koperasi ini dapat berupa pembinaan, pendampingan dan pelatihan dari berbagai instansi terkait. Kegiatan penguatan kelembagaan masyarakat ini merupakan bagian peran pemerintah dalam memberikan pelayanan bagi peningkatan wawasan, pengetahuan dan keterampilan nelayan, serta manajemen usaha perikanan. Hal terpenting dari kegiatan ini adalah mendorong modal sosial nelayan agar lebih berdaya dan mandiri dalam menggerakan aktivitas perkonomiannya. Pembinaan dan pelatihan diharapkan dapat menjadi pemicu tumbuh kembangnya inovasi usaha perikanan sehingga tidak hanya mengandalkan dari bantuan pemerintah semata, tetapi potensi sosial ekonomi yang ada dapat ditumbuh-kembangkan dalam mendukung pengembangan usaha perikanan secara berkelanjutan.

Prioritas strategi kedua, adalah peningkatan sumberdaya manusia nelayan dalam penangkapan dan pengelolaan usaha. Strategi ini bertujuan untuk mendapatkan peningkatkan kemampuan mengembangkan kepribadian nelayan, meingkatkan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan nelayan, meningkatkan kemampuan berkarya nelayan, dan meningkatkan kemampuan nelayan dalam mensikapi dan berperilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri, menilai dan mengambil keputusan dalam mengolah usaha perikanan secara bertanggung jawab. Peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan nelayan dalam hal manajemen usaha dapat dilakukan melalui keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan seminar, lokakarya, dan pelatihan. Dengan dengan pengetahuan tradisionalnya dan pengembangan pengetahuan secara berkala, nelayan nantinya dapat meningkatkan pengaruh nelayan dalam berdemokrasi untuk menentukan suatu kebijakan perikanan tangkap di Kota Ternate.

Prioritas strategi ketiga adalah adalah penyediaan sarana prasaran penunjang usaha perikanan. Sarana prasarana penunjang usaha merupakan organ vital dari kegiatan suatu usaha/bisnis. Ketersediaan dan

pengaktifan sarana prasarana penunjang tersebut sangat mempengaruhi berkembangnya usaha perikanan. Strategi ini merupakan solusi terhadap tidak berfungsinya sarana prasarana penunjang usaha perikanan di Kota Ternate seperti TPI dan keterbatasan pabrik es balok. Kondisi ini menyebabkan harga ikan yang tidak stabil dan lebih menguntungkan pedagang pengumpul dari pada nelayan. Rendahnya kualitas ikan dan tingginya biaya operasional juga dipengaruhi oleh keterbatasan pabrik es balok dan berujung pada harga ikan menjadi rendah. Semua permasalahan tersebut telah menyebabkan terganggunya aktivitas usaha perikanan sehingga pada akhirnya berujung pada penurunan pendapatan nelayan. Pengaktifan TPI dan pembangunan pabrik es di dekat sentra- sentra usaha perikanan tangkap dapat menunjang meningkatkan kualitas produksi ikan, jika mutu ikan baik maka akan meningkatkan harga ikan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan.

Prioritas keempat strategi pemberdayaan masyarakat pesisir adalah pengembangan akses pemasaran. Pemasaran merupakan salah satu kendala utama pengembangan ekonomi nelayan. Di Kota Ternate, lazimnya penjualan dan pembelian ikan dilakukan di pelabuhan umum Dufa-dufa dari nelayan ke pedagang pengumpul.

Sehubungan dengan itu, perlu dikembangkan program pemasaran yang dapat memperkuat dan memperluas jangkauan pemasaran ikan nelayan. Program ini tidak terlepas dari kebijakan peningkatan kemampuan usaha dan kelembagaan perikanan tangkap, yaitu pendampingan kepada masyarakat nelayan dan penguatan pemberdayaan KUB.

Selanjutnya, investasi baru dari pihak swasta dalam pembelian dan pengolahan sangat diperlukan untuk menghindari ketergantungan nelayan kepada pedagang pengumpul. Ketergantungan ini dapat mengakibatkan harga yang ada tidak dapat terkontrol, sehingga kadang-kadang jika hasil panen yang diperoleh melimpah, harga kadang-kadang jatuh pada pihak pedagang pengumpul dan akhirnya keuntungan yang diperoleh oleh Selanjutnya, investasi baru dari pihak swasta dalam pembelian dan pengolahan sangat diperlukan untuk menghindari ketergantungan nelayan kepada pedagang pengumpul. Ketergantungan ini dapat mengakibatkan harga yang ada tidak dapat terkontrol, sehingga kadang-kadang jika hasil panen yang diperoleh melimpah, harga kadang-kadang jatuh pada pihak pedagang pengumpul dan akhirnya keuntungan yang diperoleh oleh

Prioritas strategi kelima pemberdayaan masyarakat nelayan adalah pengembangan akses permodalan. Strategi ini penting karena pada dasarnya saat ini pemasalahan utama nelayan di Kota Ternate adalah sangat sulit memperoleh modal untuk pengembangan teknologi dan skala usahanya. Sifat usaha perikanan yang musiman, resiko tinggi (penuh ketidakpastian), dan tidak adanya agunan sering menjadi alasan keengganan pihak perbankan menyediakan modal bagi usaha perikanan.

Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu mengeluarkan berbagai program untuk meningkatkan kemampuan permodalan nelayan, terutama nelayan kecil, sehingga usaha perikanan tangkap dapat berkembang secara baik. Modal ini dapat berupa modal yang difasilitasi pemerintah daerah, melibatkan pihak swasta maupun oleh masyarakat sendiri.

Menurut Nikijuluw (2001), dengan memperhatikan kesulitan akses permodalan tersebut, maka salah satu alternatifnya adalah mengembangkan mekanisme pendanaan sendiri (self financing mechanism). Bentuk dari sistem ini adalah pengembangan lembaga mikro dan kedepannya diharapkan dapat tumbuh menjadi makro, yang dikhususkan untuk mendukung permodalan usaha di bidang perikanan seperti pembentukan koperasi nelayan.

Kehadiran lembaga yang berbadan hukum ini nantinya dapat memainkan fungsinya sebagai wadah aspirasi nelayan sekaligus menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi di kawasan pesisir. Peran Kehadiran lembaga yang berbadan hukum ini nantinya dapat memainkan fungsinya sebagai wadah aspirasi nelayan sekaligus menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi di kawasan pesisir. Peran

Penguatan kelembagaan masyarakat nelayan menjadi badan hukum koperasi merupakan prioritas strategi dalam program PUMP perikanan di Kota Ternate, disebabkan karena secara individu nelayan sangat sulit berkembang karena lemahnya kekuatan pasar yang dimiliki, tetapi secara kolektif melalui manajemen koperasi yang professional, kekuatan pasar nelayan di pasar input dan output akan meningkat. Dengan demikian kesejahteraan nelayan juga meningkat. Menurut Yulistiyono (2014), bahwa kelembagaan koperasi nelayan merupakan solusi yang sangat strategis dan relevan dalam pemberdayaan ekonomi nelayan. Selanjutnya Krisnamurthi (2007), menyatakan bahwa terkait pola pemberdayaan ekonomi nelayan melalui penguatan kelembagaan koperasi, terdapat kesamaan karateristik antara organisasi usaha modern dengan koperasi.

Menurut Yulistiyono (2014), bahwa sesuai dengan tujuan didirikannya koperasi nelayan, maka tugas pokok koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggota baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Indikator tingkat kesejahteraan di dalam batasan ekonomi biasanya diterjemahkan ke dalam variabel pendapatan, biaya, dan laba. Dengan demikian, tugas pokok koperasi untuk mempromosikan anggota atau meningkatkan kesejahteraan anggota dapat dipertegas menjadi tugas untuk meningkatkan pendapatan usaha anggota, menekan biaya usaha, dan meningkatkan laba usaha. Selanjutnya dinyatakan bahwa beberapa manfaat apabila sekelompok nelayan melakukan kerja sama melalui koperasi, antara lain; 1) membangun economies of scale dalam setiap transaksi di pasar input maupun pasar output,dengan demikian akan tercapai efisiensi dan peningkatan daya tawar yang mendorong kenaikan harga di pasar output dan penurunan harga di pasar input; 2)memperoleh external economies yaitu meningkatnya produktivitas Menurut Yulistiyono (2014), bahwa sesuai dengan tujuan didirikannya koperasi nelayan, maka tugas pokok koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggota baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Indikator tingkat kesejahteraan di dalam batasan ekonomi biasanya diterjemahkan ke dalam variabel pendapatan, biaya, dan laba. Dengan demikian, tugas pokok koperasi untuk mempromosikan anggota atau meningkatkan kesejahteraan anggota dapat dipertegas menjadi tugas untuk meningkatkan pendapatan usaha anggota, menekan biaya usaha, dan meningkatkan laba usaha. Selanjutnya dinyatakan bahwa beberapa manfaat apabila sekelompok nelayan melakukan kerja sama melalui koperasi, antara lain; 1) membangun economies of scale dalam setiap transaksi di pasar input maupun pasar output,dengan demikian akan tercapai efisiensi dan peningkatan daya tawar yang mendorong kenaikan harga di pasar output dan penurunan harga di pasar input; 2)memperoleh external economies yaitu meningkatnya produktivitas

SIMPULAN

Program Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) Perikanan Tangkap, merupakan program pemberdayaan yang terfokus pada nelayan miskin. Program ini berdampak pada peningkatan kapasitas KUB penerima bantuan, diantaranya terjadi perubahan baik dari teknologi yang digunakan dalam usaha penangkapan, sosial dan ekonomi. Sehingga dalam mewujudkan suatu usaha penangkapan ikan yang menguntungkan dan berkelanjutan pasca program PUMP perikanan tangkap di Kota Ternate, adalah penguatan kelembagaan nelayan yang berbadan hukum (koperasi).

DAFTAR PUSTAKA

Ariffin R. 2002. Manfaat Harga Koperasi. Landasan Teoritis

Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. Penerbit: Laboratorium Manajemen Koperasi IKOPIN, Bandung.

Arikunto S. 2000. Manajemen Penelitian, Edisi Baru. Jakarta: Rieneka Cipta. 645 hal.

[DKP-MU] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara. 2016.

Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Maluku Utara tahun 2015. Ternate. 64 hal.

Krisnamurthi B. 2007. Koperasi Indonesia: Evaluasi Pengautan Kelembagaan Koperasi Masyarakat Nelayan di Kabupaten

Bangkalan. Makalah seminar nasional yang diselenggarakan oleh Asosiasi Dosen dan Peneliti Perkoperasian Indonesia (ADOPKOP).

Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 250 hal.

Nikijuluw, Victor PH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.

Kerjasama Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional dengan PT Pustaka Cidesindo. Jakarta.

Rangkuti F. 2004. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta. 188 hal.

Saaty, Thomas L. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 202 hlm.

Satria A. 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan: Formasi Sosial dan Mobilitas Nelayan. Bandung: Humaniora Utama Press. 153 hal.

Siswanto. 2008. Kemiskinan dan Perlawanan Kaum Nelayan. Malang: Laksbang Mediatama.151 hal.

Yulistiyono H. 2014. Evaluasi Penguatan Kelembagaan Koperasi

Masyarakat Nelayan di Kabupaten Bangkalan. http: //asp. trunojoyo. ac.id/wp-content /uploads/ 2014/03/11.-f . (dikunjungi pada tanggal 31 Januari 2016; jam; 11:18)

PENENTUAN LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT BERDASARKAN PARAMETER FISIKA DAN KIMIA DI PERAIRAN PULAU MOTI KOTA TERNATE.

Determination the location for development Seaweed culture based on physical and chemical parameters at Moti Island Water Ternate City.

Awat Mustari 1) , Yuliana 2) , Muh. Aries 2)

1) Mahasiswa Pascasarjana Program studi Ilmu Kelautan

2) Pengajar Program Pascasarjana Ilmu Kelautan Unkhair

ABSTRAK

Salah satu pulau yang sangat potensial untuk budidaya rumput laut di Kota Ternate adalah Pulau Moti. Hal ini didukung oleh kondisi geografis dan kualitas perairan yang masih baik. Namun demikian pemanfaatan sumberdaya perairan untuk usaha budidaya rumput laut diperlukan suatu kajian secara mendalam mengenai kesesuaian lahan perairan. Tujuan dari penelitian ini adalah: mengidentifikasi dan menganalisis nilai kesesuaian perairan berdasarkan parameter fisika dan kimia. Metode penelitian yaitu studi literatur, observasi lapangan serta mengukur parameter fisik kimia perairan. Analisis data pada penelitian ini, adalah dengan pembuatan kontur dan pemodelan spatial, dengan penurunan parameter fisika dan kimia berdasarkan pada model geo-statistik serta analisis kesesuaian perairan. Proses analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak software Arcmap 10.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa i). Lokasi dalam kelas sangat sesuai (S1) seluas 35,7 Ha atau 11,6%, yang tersebar pada sebagian besar wilayah perairan Pulau Moti, yakni pada stasiun 5, 8, 12, 13, 14 dan 16. ii). Lokasi dalam kelas sesuai (S2), dengan luas wilayah 49,7 Ha atau 16, 2% yang tersebar pada lokasi sampling 1 dan 15 dari lokasi penelitian dan iii). Lokasi dalam kelas tidak sesuai (N) dengan luas wilayah 222, 4 Ha atau 8 lokasi sampling yang terdapat pada stasiun 2, 3, 4, 6, 7, 9, 10 dan 11. Dengan demikian hasil analisis kesesuaian lahan menunjukan 50% perairan Pulau Moti memiliki peluang besar untuk dikembangkan kegiatan budidaya rumput laut dengan luasan areal sebesar 85,3 ha.

ABSTRAC

One of the island with the huge potential for seaweed culture in Ternate City is Moti Island. However, the utilization of water resources for seaweed farming required a study in depth about the suitability of land waters. The purpose of this research are 1). Identify the parameters of physics and chemistry in general use zone waters in Moti Island Ternate. 2). Analyzing the conformity waters of the parameters of physics and chemistry for the development of seaweed farming in general use zone in the waters of

Moti Island, Ternate and 3). Zoning designation of seaweed farming in general use zone in the waters of Moti Island. The research method is the study of literature, field observations, and measure physical chemistry parameters. Data analysis was done by making the contour and spatial modeling, with a decrease in physical and chemical parameters based on the model and geo-statistical analysis of the suitability of waters. The results showed that the location in the classroom is very suitable (S1) covering an area of 35.7 ha or 11.6%, which is spread in most areas Moti Island waters. The location in the appropriate class (S2), with an area of

49.7 ha or 16, 2%. The location is in a class does not match (N) with an area of 222, 4 ha or 8 locations. The results of land suitability analysis showed 50% Moti Island waters has a great chance to develop seaweed cultivation area with an area of 85.3 ha.

Keywords: determination, seaweed farming, Moti Island

PENDAHULUAN

Salah satu kegiatan perikanan yang diandalkan untuk pembangunan ke depan di Kota Ternate adalah perikanan budidaya. Kegiatan perikanan budidaya yang cukup potensial dikembangkan di Kota Ternate adalah budidaya rumput laut. Kegiatan budidaya rumput laut berkembang seiring dengan berbagai permasalahan perikanan tangkap di Kota Ternate, antara lain isu overfishing, semakin menurunnya hasil tangkapan dan semakin mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan untuk mencari hasil laut di tengah perubahan cuaca yang tidak menentu. Dengan demikian, salah satu komitmen yang digalakkan oleh Pemerintah Kota Ternate untuk menjaga kelestarian lingkungan laut dan meningkatkan pendapatan masyarakat di kawasan pantai adalah dengan meningkatkan produksi perikanan budidaya terutama yang menjadi produk unggulan perikanan budidaya daerah seperti rumput laut.

Salah satu pulau yang sangat potensial untuk budidaya rumput laut di Kota Ternate adalah Pulau Moti. Hal ini didukung oleh kondisi geografis dan kualitas perairan yang masih baik. Dengan demikian, pemanfaatan sumberdaya perairan untuk usaha budidaya rumput laut diperlukan suatu kajian secara mendalam mengenai penentuan lokasi yang sesuai. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini untuk mengkaji kesesuaian lahan budidaya rumput laut berdasarkan parameter Salah satu pulau yang sangat potensial untuk budidaya rumput laut di Kota Ternate adalah Pulau Moti. Hal ini didukung oleh kondisi geografis dan kualitas perairan yang masih baik. Dengan demikian, pemanfaatan sumberdaya perairan untuk usaha budidaya rumput laut diperlukan suatu kajian secara mendalam mengenai penentuan lokasi yang sesuai. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini untuk mengkaji kesesuaian lahan budidaya rumput laut berdasarkan parameter

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis nilai kesesuaian perairan berdasarkan parameter fisika dan kimia.

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di perairan pantai Kelurahan Moti Kota, Kelurahan Tafaga, dan Kelurahan Takofi, Pulau Moti, Kota Ternate pada bulan Desember 2016.

Pengambilan Sampel

Data penelitian diperoleh dengan cara mengukur parameter oseanografi fisika dan kimia. Pada setiap stasiun dilakukan pengukuran arus (arah dan kecepatan), kedalaman, suhu, salinitas, oksigen terlarut, material dasar perairan dan pH. Untuk mengetahui parameter kimia (nitrat dan fosfat) serta mengetahui muatan padatan tersuspensi (MPT) dilakukan uji di laboratorium dengan mengambil sampel air di lapangan.

Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini, terdiri dari tahapan pembuatan kontur dan pemodelan spatial, dengan penurunan parameter fisika dan kimia berdasarkan model geo-statistik, kemudian analisis kesesuaian perairan dengan pembuatan matrik kesesuaian. Selanjutnya membentuk zona pada lokasi dengan proses overlay (Hartoko, 2000). Berikut ini adalah tahapan analisis data:

1. Pengolahan data Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan berdasarkan kriteria kesesuaian untuk kegiatan budidaya rumput laut. Pada penelitian ini, analisis kesesuaian lahan budidaya rumput laut dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

1. Penyusunan matriks kesesuaian lahan budidaya rumput laut,

2. Pembobotan dan pengharkatan (scoring),

3. Analisis overlay (tumpang susun), yaitu proses penampakan coverage, dilakukan untuk menganalisis dan mengidentifikasi hubungan spasial antara feature-feature dari coverage.

Pada kajian ini proses analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Arcmap 10.1. Pemberian bobot didasarkan pada tingkat kepentingan masing-masing parameter secara berurutan, mulai dari yang terpenting sampai yang kurang penting. Hasil akhir akan diperoleh nilai akhir atau matrik atribut yang merupakan hasil perkalian antara bobot dengan skor kelas. Total nilai dari hasil perkalian nilai bobot parameter dengan skor tersebut selanjutnya dipakai untuk menentukan kelas kesesuaian lahan budidaya rumputlaut berdasarkan karakteristik kualitas perairan dengan perhitungan sebagai berikut:

Keterangan : Y = nilai akhir, ai= faktor pembobot, Xn = nilai tingkat kesesuaian lahanInterval kelas kesesuaian lahan diperoleh berdasarkan metode equal interval(Prahasta, 2002 dalam Septian, 2014) guna membagi jangkauan nilai-nilai atribut ke dalam sub-sub jangkauan dengan ukuran yang sama.

Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Keterangan : I = Interval kelas kesesuaian lahan k = Jumlah kelas kesesuaian lahan yang diinginkan

Analisis Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Rumput Laut

Untuk mendapatkan kelas kesesuaian maka dibuat matrik kesesuaian perairan untuk parameter fisikam dan kimia. Penyusunan matrik kesesuaian perairan merupakan dasar dari analisis keruangan melalui skoring dan faktor pembobot. Hasil skoring dan pembobotan dievaluasi sehingga didapat kelas kesesuaian yang menggambarkan tingkat kecocokan dari suatu bidang untuk penggunaan tertentu. Tingkat kesesuaian dibagi atas tiga kelas (Bakosurtanal, 1996) yaitu :

1. Kelas S: Sangat Sesuai (Highly Suitable. Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikan masukan atau tingkat perlakukan yang diberikan.

2. Kelas S2: Sesuai (Moderately Suitable). Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukan atau tingkat perlakuan yang diperlukan.

3. Kelas S3: Tidak Sesuai (Not Suitable). Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan masukan atau tingkatan perlakuan yang diperlukan.

Hubungan antar variable dianalisis mengunakan model matematika multiple regression. Piranti lunak statistical product and service solutions (SPSS) dipergunakan sebagai alat bantu analisis (Sudjana, 2002). Matrik kesesuaian dengan sistem penilaian pada Tabel 1. Tabel 1. Sistem penilaian kesuaian perairan untuk lokasi budidaya rumput laut

Angka

Skor Variabel

5 3 15 Romimohtarto (mg/l)

0,1 - 0,2 & 0,5 - 1 3 9 (2003) < 0,1 dan >1

5 3 15 DKP (2002) (mg/l)

Nitrat

0,9 - 3,2

0,7 - 0,8 & 3,3 -3,4 3 9 SK Meneg LH <0,7 ; > 3,4

1 3 No 51Tahun 2004

Kedalaman

5 3 15 Radiarta et al., Perairan (m)

5 3 15 Radiarta et al., Perairan (meter)

Kecepatan Arus

5 3 15 Radiarta et al., (cm/detik)

10-20 dan 30 - 40 3 9 2003) ; < 10 dan > 40

1 3 DKP(2002)

TDS (mg/l)

5 2 10 SK. Meneg LH

3 6 No. 51 Tahun

1 2 2004 Salinitas

5 2 10 DKP (2002) Perairan (ppt)

5 2 10 DKP (2002) (° C)

Suhu Perairan

3 6 Romimohtarto <20 dan >30

20 - 24

1 2 (2003) Material Dasar

5 1 5 DKP (2002) Perairan

Karang

Pasir

Pasir /berlumpur

Oksigen Terlarut

5 1 5 DKP (2002) (mg/l)

5 1 5 Romimohtarto 4 – 6,4 dan 8,5 - 9

6,5 - 8,5

3 3 (2003) <4 dan >9,5

Total Skor

Keterangan:

 Angka penilaian berdasarkan petunjuk DKP (2002) yaitu 5 = baik; 3 =

sedang; 1 = kurang  Bobot berdasarkan pertimbangan pengaruh variabel dominan n  Skor adalah ∑ = A X B; i=1

Hasil evaluasi dari sistem penilaian kesesuaian lokasi bagi budidaya rumput laut (sea weed) diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Evaluasi Penilaian Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya Rumput Laut (Sea weed)

Tingkat

Evaluasi/

No Kisaran Nilai (Skor) 1)

Kesesuaian 2) Kesimpulan

S1

Sangat Sesuai

Tidak Sesuai Keterangan :

S3

1). Rekomendasi DKP (2002) 2). Bakosurtanal (1996)

Selanjutnya untuk mendapatkan peta yang menggambarkan lokasi pengembangan budidaya rumput laut dilakukan proses griding terhadap nilai skor dari keseluruhan variabel parameter fisika dan kimia pada setiap koordinat. Proses ini disusun berdasarkan kelas kesesuaian yang Selanjutnya untuk mendapatkan peta yang menggambarkan lokasi pengembangan budidaya rumput laut dilakukan proses griding terhadap nilai skor dari keseluruhan variabel parameter fisika dan kimia pada setiap koordinat. Proses ini disusun berdasarkan kelas kesesuaian yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lingkungan Perairan

Aspek ekologi suatu lokasi merupakan faktor terpenting, dalam menentukan keberhasilan usaha budidaya. Parameter ekologis yang perlu diperhatikan antara lain, keterlindungan, arus, kondisi dasar perairan, kedalaman, salinitas, kecerahan, suhu, DO, pH, nitrat, fosfat (Akmal et al. 2008). Karakteristik parameter ekologis yang terdapat di wilayah perairan lokasi penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut :

Keterlindungan

Secara umum lokasi pengambilan sampel merupakan wilayah yang tidak sesuai untuk pengembangan kegiatan budidaya rumput laut, jika ditinjau dari kriteria keterlindungan lokasi. Hal ini disebabkan 50% lokasi mengindikasikan tidak sesuai, sementara 12,5 % sesuai dan 37,5% lokasi yang sangat sesuai. Dengan demikian maka ada 153,85 Ha kawasan perairan yang dapat dikembangkan kegiatan budidaya rumput laut berdasarkan parameter keterlindungan. Akmal (2009) menjelaskan bahwa untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya dan rumput laut, maka diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar. Lokasi yang terlindung biasanya di perairan teluk atau perairan yang terlindung atau terhalang oleh pulau hingga memberikan keleluasan bagi rumput laut budiaya untuk berkembang baik.

Arus