Karakteristik dan Upaya Kriopreservasi Semen dalam Rangka Peningkatan Produksi Benih Lele Dumbo(Clarias gariepinus Burchell 1822)

(1)

KARAKTERISTIK DAN UPAYA KRIOPRESERVASI SEMEN

DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI BENIH

LELE DUMBO (

Clarias gariepinus

Burchell 1822)

L U T F I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik dan Upaya Kriopreservasi Semen dalam Rangka Peningkatan Produksi Benih Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell 1822) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Lutfi Mathar B352070011


(3)

ABSTRACT

L U T F I. Characteristics and Cryopreservation of African Catfish (Clarias gariepinus Burchell 1822) Semen to Enhance Seed Production. Under Supervision of BAMBANG PURWANTARA and R. IIS ARIFIANTINI.

The effects of four different extenders and four concentrations of Dimethyl sulfoxide (DMSO) (5%, 10%, 15% and 20%) on the percentage of sperm motility of African Catfish were evaluated after short-term storage. This experiment consisted of three parts. Experiment I consisted of study on physical and reproductive characteristics including the quality of spermatozoa. Experiment II consisted of study on the cryopreservation of semen includes the effect of 16 combination extender in several phases, i.e.: extenders preparation, extender mixing according to the DMSO treatment, packaging in the straw 0.3 mL, equilibration of semen in the refrigerator at a temperature of 4oC for 30 minutes, freezing semen in liquid nitrogen and the semen storage in liquid nitrogen container for further analysis. Experiment III includes fertilization rate of 4 best extenders resulted from the Experiment II. Results showed that the body and gonad weights of African Catfish were 1.6±0.3 kg and 8.5±3.2 g, respectively. The semen volume were 2.8±1.5 mL, pH approximately 8.0, semen color was milk white with high viscosity. The mean of sperm concentration was 10582.8±5352.7 x 106 spermatozoa/mL. The percentage of sperm motility of fresh semen was 74.1±4.9. Following thawing, the highest motility demonstrated by extender consisted of NaCl, KCl, CaCl2 and NaHCO3 (P1) with 15% DMSO concentration (D15) (45.7±4.3%) and the lowest percentage demonstrated by extender consisted of NaCl, NaHCO3 and glucose (P2) with 20% DMSO concentration (D20) (14.5±13.2). The best extender in this experiment was the one consisted of NaCl, KCl, CaCl2 and NaHCO3. The best DMSO concentration was 15%. The best interaction between extender and DMSO concentration in this experiment was the treatment consisted of NaCl, KCl, CaCl2and NaHCO3(P1D15) with 15% DMSO concentration. For ferilization rate only 4 combination were tested i.e. P1D15, P3D15, P1D10 and P1D20. Results of the experiment showed there was significant differences (P<0.05) between P1D15 and P1D20. However there were no significant differences (P>0.05) between P1D15, P3D15and P1D10, as well as between P3D15, P1D10and P1D20. In conclusion, sperm cryopreservation can be done by using the extender consisted of NaCl, KCl, CaCl2and NaHCO3with 15% DMSO concentration.

Key Words:C. gariepinus, semen characteristics, cryopreservation, extenders, DMSO, fertilization rate.


(4)

RINGKASAN

LUTFI. Karakteristik dan upaya Kriopreservasi Semen dalam Rangka Peningkatan Produksi Benih Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell 1822). Dibimbing oleh BAMBANG PURWANTARA dan R. IIS ARIFIANTINI.

Lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell 1822) merupakan jenis ikan air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan kulit licin. Lele dumbo merupakan ikan konsumsi air tawar yang memiliki daging cukup lezat, mudah dicerna dan memiliki gizi tinggi. Selain itu, lele dumbo memiliki nilai ekonomis pada lapisan masyarakat Indonesia. Hal ini mengakibatkan permintaan benih semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kegiatan pemijahan lele dumbo secara alamiah masih menghadapi kendala seperti musim pemijahan hanya awal musim penghujan. Fertilisasi buatan dapat dilakukan, tetapi pada lele dumbo jantan koleksi semen tidak dapat dilakukan teknik stripping, sehingga harus mengorbankan induk lele dumbo jantan. Padahal jumlah semen yang diperoleh melebihi kapasitas pembuahan sel telur, oleh karena itu, dibutuhkan teknik kriopreservasi untuk pengawetan bibit semen agar digunakan dalam jangka waktu lama. Penggunaan berbagai bahan pengencer untuk kriopreservasi semen ikan telah banyak dilaporkan demikian pula penggunaan DMSO sebagai krioprotektan. Namun jenis pengencer maupun konsentrasi krioprotektan yang digunakan masih bervariasi. Oleh kerena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mencari satu jenis pengencer terbaik dan menentukan konsentrasi DMSO yang tepat dalam berbagai pengencer serta menguji fertilitas spermatozoa hasil kriopreservasi semen lele dumbo.

Materi penelitian ini adalah induk jantan lele dumbo sebanyak 20 ekor bobot tubuh 2.0 kg/ekor dan 5 ekor induk betina untuk uji fertilitas bobot 1.0-1.5 kg/ekor. Metode yang dilakukan meliputi tiga tahapan. Pertama melakukan persiapan induk jantan dan betina yang matang gonad, induk jantan dikoleksi semennya dengan pembedahan yang diamati karakteristik makroskopis (volume, warna, pH dan konsistensi semen) dan mikroskopis (persentase motilitas spermatozoa progresif subyektif kuantitatif), scoring individu (1-5) dan konsentrasi spermatozoa per-mL dihitung pada kamar hitung neubauer dengan pengencer formolsaline (1:500). Kedua, melakukan kriopreservasi semen lele dumbo yang terlebih dahulu melakukan persiapan bahan pengencer, pencampuran bahan pengencer dengan DMSO sesuai masing-masing perlakuan, spermatozoa diencerkan sesuai perlakuan dengan konsentrasi 400 x 106 spermatozoa/mL dikemas dalam straw (0.3 mL), straw diequilibrasi dalam lemari pendingin suhu 4oC selama 30 menit, pembekuanstraw diatas permukaan nitrogen cair jarak 6.5 cm selama 10 menit dan semen beku disimpan dalam kontainer nitrogen cair suhu -196oC untuk evaluasi lebih lanjut. Ketiga, uji fertilitas menggunakan 5 ekor induk betina matang gonad. Telur di-stripping dan dievaluasi secara visual dan hanya telur berkualitas baik yang digunakan. Jumlah telur dihitung dengan sampling menggunakan takaran sendok koktail kecil dihitung jumlahnya, fertilisasi dengan teknik kering. Setiap takaran telur dicampurkan satu straw


(5)

jumlah telur terbuahi. Dimana telur fertil berwarna bening dan masih melekat pada wadah penetasan, sedangkan tidak fertil berwarna biru karena menyerap warna dari methylene bluesebagai disinfektan. Persentase fertilitas dihitung dari jumlah telur terfertilisasi dibagi jumlah telur digunakan dikali 100%.

Rancangan yang digunakan faktorial RAK dua faktorial dengan pola faktorial (4 jenis pengencer dan 4 konsentrasi DMSO) dengan ulangan 7 kali. Data dianalisis sidik ragam (ANOVA) SPSS for windows (Ver.10) jika ada perbedaan diuji Duncan. Dari 20 ekor induk jantan yang dipersiapkan hanya 11 ekor layak digunakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan pada lele dumbo jantan sangat bervariasi dengan berat badan 1.6±0.3 kg. Lele dumbo jantan memiliki bentuk gonad berlekuk-lekuk berat 8.5±3.2 g. Ada kecenderungan gonad sebelah kiri (4.8±2.0 g) lebih besar dibanding gonad sebelah kanan (3.7±1.2 g). Evaluasi semen secara makroskopik berasal dari 11 ekor lele dumbo jantan sebagai sumber semen menunjukkan volume 2.8±1.5 mL dengan pH 8.0, warna putih susu, konsistensi kental. Volume yang bervariasi antara individu tidak bergantung dari besar kecilnya ikan uji. Kualitas semen lele dombo secara makroskopis jarang dilaporkan, sehingga sulit dibandingkan laporan peneliti lainnya. Pengamatan konsentrasi spermatozoa adalah 10582.8±5352.7 x106 spermatozoa/mL. Motilitas spermatozoa cukup tinggi yaitu 74.1±4.9% dan scoring individu antara 4-5 yang berarti cukup baik. Morfologi spermatozoa lele dumbo berbeda dengan spermatozoa mamalia. Bentuk kepala lebih bulat, ekor tipis dan panjang. Panjang total dari kepala sampai ujung ekor ±55μm.

Tanpa memperhitungkan konsentrasi DMSO, dari keempat pengencer yang digunakan pengencer P1(37.2±5.6%) menunjukkan motilitas yang secara nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga pengencer lainnya. Pengencer terbaik berikutnya adalah P4 (28.7±10.1%) dan P3 (27.6±7.3%) dan tidak ada perbedaan yang nyata diantara keduanya. Motilitas P2 menunjukkan paling rendah yaitu 18.5±11.4%. Perbedaan kualitas tersebut kemungkinan disebabkan komposisi kimia pada pengencer P1 yang lebih lengkap terkandung NaCl, KCl, CaCl2dan NaHCO3. Selain itu hasil pengukuran tekanan osmotik dari pengencer P1 adalah 0.174 Osmol/kg dan ternyata hampir sama dengan tekanan osmotik semen segar lele dumbo sebesar 0.170 Osmol/kg. Tiga pengencer lainnya menunjukkan tekanan osmotik lebih tinggi yaitu P4 (0.272 Osmol/kg) dan P3 (0.323 Osmol/kg), sedangkan P2 menunjukkan tekanan osmotik tertinggi (0.375 Osmol/kg). Tanpa memperhitungkan jenis pengencer yang digunakan, konsentrasi DMSO 15% (33.6±7.0) menunjukkan persentase motilitas signifikan (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan ketiga konsentrasi DMSO lainnya. Konsentrasi DMSO 10% dan 20% menunjukkan persentase motilitas terbaik kedua dengan persentase motilitas masing-masing adalah 28.6±8.4% dan 26.4±10.1%, tidak ada perbedaan yang nyata diantara keduanya. Dosis DMSO 5% menunjukkan motilitas spermatozoa yang paling rendah yaitu 23.3±8.9%. Konsentrasi DMSO 15% paling baik dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Hal ini kemungkinan konsentrasi tersebut yang paling baik dalam melindungi spermatozoa selama pembekuan. Konsentrasi DMSO 20% kemungkinan terlalu tinggi sehingga menyebabkan terjadinya toksisitas. Sebaliknya konsentrasi 5% dan 10% kemungkinan terlalu rendah sehingga tidak terlalu optimal dalam melindungi spermatozoa pada saat pembekuan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap interaksi antara pengencer dengan konsentrasi DMSO diperoleh motilitas


(6)

spermatozoa semen beku lele dumbo tertinggi pada perlakuan P1D15(45.7±4.3%) dan motilitas terendah diperoleh pada perlakuan P2D20(14.5±13.2%). Berdasarkan uji statistik terlihat interaksi antara pengencer dengan konsentrasi memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap motilitas spermatozoa lele dumbo. Hal ini disebabkan jenis pengencer yang digunakan memiliki komposisi bahan yang berbeda antar pengencer lainnya dan demikian pula untuk konsentrasi yang digunakan berbeda antara perlakuan. Hasil analisis tekanan osmotik semua jenis pengencer terlihat pengencer P1D15 (45.7±4.3%) yang mengandung NaCl, KCl, CaCl2 dan NaHCO3 dengan kombinasi DMSO 15% tekanan osmotik 2.668 Osmol/kg seimbang diantara pengencer lainnya. Pengencer terbaik kedua P1D10 (37.4±4.8%) tekanan osmotik 1.602 Osmol/kg, pengencer terbaik ketiga P3D15 (34.5±5.3%) tekanan osmotik 3.524 Osmol/kg dan pengencer terbaik keempat P1D20 (34.1±6.4%) tekanan osmotik 2.901 Osmol/kg. Sementara itu P2D20 dan P4D15 mempunyai tekanan osmotik masing-masing 2.949 Osmol/kg dan 2.961 Osmol/kg yang hampir sama dengan P1D15dan P1D20tetapi mempunyai motilitas spermatozoa setelah thawing yang rendah (14.5±13.25 dan 33.8±8.8%). Berdasarkan hasil tersebut pada pembekuan spermatozoa lele dumbo, tekanan osmotik bukan faktor utama. Faktor yang menentukan keberhasilan pembekuan spermatozoa lele dumbo lebih kepada komposisi bahan kimia yang terkandung dalam masing-masing bahan pengencer yang digunakan.

Hasil pengamatan uji fertilitas, terdapat perbedaan nyata (P<0.05) antara tingkat fertilisasi dari pengencer P1D15(64.8±3.7%) dengan P1D20 (60.7±2.2%), tetapi tidak ada perbedaan nyata (P>0.05) antara P1D15 (64.8±3.7%), P3D15 (62.9±5.0%) dan P1D10 (61.9±3.0%). Demikian pula tidak ada perbedaan nyata (P>0.05) terhadap tingkat fertilisasi antara P3D15(62.9±5.0%), P1D10(61.9±3.0%), dan P1D20 (60.7±2.2%). Hasil tersebut terlihat keempat jenis pengencer yang diujikan bisa digunakan untuk kegiatan fertilisasi sel telur, namun sebaiknya menggunakan jenis pengencer P1D15mengandung NaCl, KCl, CaCl2dan NaHCO3 dengan kombinasi konsentrasi DMSO 15% yang menunjukkan fertilitas sel telur lele dumbo 64.8±3.7%. Dari hasil ini diperlukan penelitian lanjutan mengenai pemeliharaan kualitas benih lele dumbo dari hasil pembekuan semen, guna keberhasilan peningkatan produksi benih lele dumbo.

Kata kunci: C.gariepinus, karakteristik semen, kriopreservasi, pengencer, DMSO, tingkat fertilisasi.


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

KARAKTERISTIK DAN UPAYA KRIOPRESERVASI SEMEN

DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI BENIH

LELE DUMBO (

Clarias gariepinus

Burchell 1822)

LUTFI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Biologi Reproduksi


(9)

Judul Tesis : Karakteristik dan Upaya Kriopreservasi Semen dalam Rangka Peningkatan Produksi Benih Lele Dumbo

(Clarias gariepinusBurchell 1822) Nama : Lutfi

NRP : B352070011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Drh. Bambang Purwantara, M.Sc. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Biologi Reproduksi

Dr. Drh. Iman Supriatna Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian dilaksanakan sejak bulan November 2008 sampai dengan Juni 2009 ini ialah karakteristik dan upaya kriopreservasi semen dalam rangka peningkatan produksi benih lele dumbo (Clarias gariepinusBurchell 1822).

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Drh. Bambang Purwantara, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan yang terbaik demi terwujudnya karya ilmiah ini, dan kepada Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS. selaku penguji luar komisi yang telah memberikan banyak masukan yang berguna untuk perbaikan karya ilmiah ini.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua kami Ayahanda H. M. Amin Mathar dan Ibunda Hj. Nadiman Balfas, kedua mertua kami Ayahanda H. Abubakar Makarumpa dan Ibunda Hj. Bunga Matahari, Istri tercinta Hermawaty Abubakar, S.Si. dan anakku yang tercinta Moch. Rifat Badrani Mathar (Mori) dan Moch. Razan Badrani Mathar (Mora), serta seluruh saudara dan sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pembenihan ikan pada umumnya dan kriopreservasi ikan pada khususnya.

Bogor, Agustus 2009


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jayapura propinsi Papua pada tanggal 21 Januari 1979 dari pasangan H. M. Amin Mathar dan Hj. Nadiman Balfas. Penulis merupakan anak ke sembilan dari sepuluh bersaudara.

Tahun 1997 penulis lulus SMU Negeri 8 Makasar dan pada tahun 1999 lulus seleksi masuk Universitas Hasanuddin Makasar pada jurusan Perikanan program studi Budidaya Perairan melalui jalur UMPTN dan lulus tahun 2004. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister Sains pada mayor Biologi Reproduksi FKH-IPB diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa diperoleh dari BPPS Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Universitas Negeri Papua sejak tahun 2004 sampai sekarang. Pada tahun 2006, penulis menikah dengan Hermawaty Abubakar, S.Si. dan dikaruniai dua orang putra kembar yang bernama Moch. Rifat Badrani Mathar (Mori) dan Moch. Razan Badrani Mathar (Mora).


(12)

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Kerangka Pemikiran ... 3

Tujuan dan Manfaat ... 3

Hipotesis ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Biologi Reproduksi Lele Dumbo ... 5

Perkembangan Gamet Jantan ... 6

Fisiologi Semen ... 9

Bahan Pengencer ... 9

Krioprotektan ... 10

Pengolahan Semen Lele Dumbo ... 11

Uji Fertilisasi ... 14

MATERI DAN METODE ... 16

Materi Penelitian ... 16

Metode Penelitian ... 16

Rancangan Percobaan ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Karakteristik Fisik Reproduksi Lele Dumbo ... 21

Kualitas Semen Beku Lele Dumbo ... 23

Tingkat Fertilitas Semen Beku Lele Dumbo ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

Kesimpulan ... 30

Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi Larutan Pengencer Dasar Lele Dumbo ... 17 2 Perlakuan Komposisi Bahan Pengencer Lele Dumbo dan Konsentrasi

DMSO Secara Bertingkat ... 18 3 Komposisi Bahan Pengencer Semen Beku ... 18 4 Karakteristik Fisik Reproduksi Lele Dumbo ... 21 5 Rataan Persentase Kualitas Semen Beku Lele Dumbo pada Beberapa


(15)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Morfologi Gonad Lele Dumbo ... 17 2 Morfologi Spermatozoa Lele Dumbo Menggunakan Pewarnaan

Williams ... 23 3 Motilitas Spermatozoa Lele Dumbo PascaThawingpada Berbagai

Pengencer ... 24 4 Motilitas Spermatozoa Lele Dumbo PascaThawingpada Berbagai

Konsentrasi DMSO ... 25 5 Fertilisasi Sel Telur Lele Dumbo Menggunakan Semen Beku ... 28


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Karakteristik Fisik Reproduksi Lele Dumbo (C. gariepinus) ... 33 2 Hasil Analisis Tekanan Osmotik Pengencer ... 34


(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell 1822) merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh yang memanjang dan kulit yang licin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk dan sawah yang tergenang air dan tidak pernah ditemukan pada perairan payau atau asin. Lele dumbo memiliki sifat nocturnal yaitu aktif mencari makan pada kondisi yang gelap. Lele dumbo juga merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki daging yang cukup lezat, mudah dicerna dan memiliki gizi yang tinggi. Selain itu, lele dumbo dapat tumbuh dengan cepat dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi pada lapisan masyarakat Indonesia. Menurut Pusat Data Statistik dan Informasi (2006), jumlah benih lele dumbo yang ditebar di seluruh Indonesia baik di kolam, sawah dan keramba pada tahun 1999 sebanyak 1 780 900 benih yang semakin meningkat pada tahun 2004 sebanyak 18 651 983 benih dan diperkirakan kebutuhan benih lele dumbo akan semakin meningkat.

Penyediaan benih dalam usaha budidaya pembesaran sementara ini dilakukan dengan mengandalkan hasil pemijahan secara alamiah yang sifatnya musiman. Namun, dengan berkembangnya ilmu dan teknologi dalam kegiatan budidaya khususnya pembenihan hewan air secara umum, saat ini telah dikembangkan upaya pemijahan buatan dengan teknik kawin suntik yang menggunakan teknik hipofisasi dan fertilisasi buatan dengan pengurutan atau strippingpada induk ikan.

Kegiatan pemijahan lele dumbo secara alamiah masih menghadapi kendala, dimana lele dumbo hanya akan memijah pada musim penghujan. Hal tersebut mengakibatkan ketersediaan benih untuk kegiatan pembesaran tidak bisa secara kontinyu. Selain itu pula, apabila ingin dilakukan pemijahan dengan teknik strippinginduk lele dumbo tidak bisa dilakukan khususnya pada induk ikan jantan. Hal ini disebabkan induk lele dumbo jantan memiliki bentuk gonad yang berlekuk-lekuk atau bersegmen-segmen. Sehingga pada saat fertilisasi buatan biasanya induk lele dumbo jantan akan dibedah, untuk memperoleh gonadnya. Hal ini mengakibatkan banyak induk lele dumbo jantan yang dikorbankan,


(18)

padahal biaya pemeliharaan ikan untuk menjadi bakal calon induk sudah banyak dikeluarkan. Kendala lain yang dihadapi dalam kegiatan pembenihan lele dumbo yaitu dalam penyediaan gamet jantan. Proses kematangan gonad ikan lele dumbo jantan dan betina tidak berlangsung bersamaan, hal ini memungkinkan terjadinya kekurangan ketersediaan spermatozoa dan telur pada saat yang bersamaan pula. Dengan demikian bisa dilakukan pengawetan spermatozoa dengan cara pembekuan spermatozoa atau semen yang dihasilkan dari satu induk lele dumbo.

Upaya kriopreservasi spermatozoa ikan menggunakan berbagai bahan pengencer telah dilaporkan oleh beberapa peneliti antara lain : Kurokura et al. (1984) melakukan pengawetan semen cair ikan mas di dalam medium yang mengandung NaCl, KCl, CaCl2 dan NaHCO3. Zhang dan Liu (1991) melakukan kriopreservasi pada semen ikan menggunakan medium yang mengandung glukosa, NaCl dan NaHCO3. Selanjutnya Cognie et al. (1989) melakukan pembekuan semen ikan mas yang menggunakan medium yang mengandung NaCl, KCl dan Tris. Sedangkan Horvath dan Urbanyi (2000) telah melakukan pengawetan semen pada lele dumbo yang menggunakan medium pengencer berupa campuran fruktosa dan DMSO.

Penggunaan krioprotektan DMSO untuk kriopreservasi semen ikan telah dilaporkan diantaranya oleh Urbanyi et al. (1999), pada lele dumbo menggunakan pengencer fruktosa yang dikombinasikan dengan NaHCO3-CO2 dengan konsentrasi DMSO 10% dengan persentase motilitas pascathawing sebesar 25 %. Sedangkan Kwantong dan Bart (2003), pada ikan jambal siam menggunakan pengencer NaCl dan DMSO 12% menunjukkan persentase fertilitas sebesar 40,77%. Akcay et al. (2004), melaporkan penggunaan pengencer yang mengandung NaCl, KCl, CaCl2 dan NaHCO3dengan DMSO 15% pada ikan mas kaca menunjukkan persentase motilitas pascathawingtertinggi sebesar 55 %.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, terlihat masih terdapat variasi baik pengencer maupun konsentrasi DMSO yang digunakan. Sehingga perlu penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan berbagai bahan pengencer dan krioprotektan DMSO dengan konsentrasi bertingkat dalam kegiatan penyediaan gamet jantan yang dapat dipergunakan setiap saat untuk peningkatan produksi benih lele dumbo.


(19)

3 Kerangka Pemikiran

Kegiatan pembenihan pada ikan lele, khusus lele dumbo (C. gariepinus) belum optimal. Kualitas indukan yang digunakan dalam kegiatan pembenihan belum memenuhi standar. Pengadaan benih masih mengandalkan pemijahan alami yang bersifat musiman, menggunakan induk jantan yang dikorbankan untuk diambil gonadnya untuk pemijahan buatan. Hal tersebut menyebabkan banyak induk jantan yang mati, padahal biaya pemeliharaan calon induk jantan cukup mahal. Selain itu semen yang diperoleh terlalu banyak yang mengakibatkan semen terbuang percuma, padahal kapasitas semen untuk membuahi sel telur berlebih. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya kriopreservasi semen jantan dengan menggunakan beberapa komposisi pengencer yang dikombinasikan dengan konsentrasi krioprotektan DMSO yang berbeda dalam upaya penyediaan gamet jantan yang dapat digunakan pada jangka waktu yang lama.

Selain itu, perlu dilakukan upaya kriopreservasi semen jantan dengan menggunakan komposisi pengencer yang efisien dan optimum dalam mempertahankan motilitas dan fertilitas spermatozoa. Penyediaan gamet jantan yang berkualitas memegang peranan penting dalam kegiatan pembenihan selain gamet betina. Penelitian yang berkaitan dengan semen lele dumbo masih sedikit dilakukan, sehingga diperlukan banyak penelitian yang berkaitan dengan semen lele dumbo.

Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memperoleh satu jenis pengencer dalam kriopreservasi semen lele dumbo. 2. Menentukan konsentrasi DMSO yang paling tepat dalam berbagai bahan

pengencer semen lele dumbo.

3. Menguji fertilitas semen lele dumbo hasil kriopreservasi.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang biologi reproduksi ikan yaitu pembenihan lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell 1822) dan sebagai informasi dasar


(20)

mengenai karakteristik semen dan kegiatan kriopreservasi semen ikan yang dapat digunakan dalam strategi breeding yang mengarah pada peningkatan kualitas benih lele dumbo.

Hipotesis

1. Kualitas semen pasca thawing menggunakan pengencer (P1) lebih baik dibandingkan dengan pengencer lainnya.

2. Konsentrasi DMSO akan mempengaruhi kualitas semen beku lele dumbo. 3. Terdapat interaksi antara jenis pengencer yang digunakan dengan konsentrasi


(21)

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Reproduksi Lele Dumbo

Klasifikasi lele dumbo termasuk Ordo Siluriformes, Famili Clariidae dan Genus Clarias dengan Spesies Clarias gariepinus (Burchell 1822). Lele dumbo merupakan ikan omnivora yaitu pemakan jasad hewani dan tumbuh-tumbuhan air, seperti serangga, plankton, invertebrata, ikan dan alga benang.

Gonad ikan jantan berjumlah sepasang, simetris atau satu lebih panjang daripada yang lain, memanjang dalam rongga badan di bawah gelembung renang dan di atas usus (Cek &Yilmaz 2005). Struktur testes terdiri dari rongga-rongga yang banyak dan tidak teratur. Spermatid dihasilkan dari dinding rongga tersebut yang nantinya akan berkembang menjadi spermatozoa melalui proses spermatogenesis. Spermatogonia dihasilkan dari dinding rongga tersebut yang nantinya akan berkembang menjadi spermatozoa melalui proses spermatogonia.

Secara umum perkembangan kematangan testes hampir sejalan dengan tingkat perkembangan ovarium. Adapun tingkat perkembangan testes menurut Cek dan Yilmaz (2005), adalah sebagai berikut :

1. Remaja : testes sangat kecil, transparan sampai kelabu.

2. Remaja berkembang : testes jernih dan berwarna abu-abu sampai kemerahan.

3. Perkembangan I : testes berbentuk bulat telur, berwarna kemerahan karena adanya pembuluh darah kapiler, mengisi hampir setengah bagian dari rongga badan bagian ventral.

4. Perkembangan II : testes berwarna kemerahan sampai putih, mengisi dua pertiga bagian rongga badan bagian bawah, semen belum keluar bila abdomen diurut.

5. Dewasa : testes berwarna putih, keluar tetesan semen bila abdomen diurut. 6. Mijah : semen menetes keluar dengan sedikit tekanan pada abdomen. 7. Mijah/salin : testes sudah kosong sama sekali.

8. Salin : testes sudah kosong dan berwarna kemerahan.


(22)

Perkembangan Gamet Jantan

Alat kelamin jantan meliputi kelenjar kelamin dan saluran kelamin. Kelenjar kelamin jantan disebut testes. Pembungkus testikular yang mengelilingi testes, secara luas menghubungkan jaringan-jaringan testes, membentuk batasan-batasan lobular yang mengelilingi germinal epithelium. Spermatozoa dihasilkan dalam lobul yang dikelilingi sel-sel sertoli yang mempunyai fungsi nutritif.

Spermatosit berkembang dari spermatogonium tunggal dan spermatozoa dilepaskan ke dalam saluran semen pada akhir spermatogenesis. Hal ini berbeda dengan testes anuran ampibia, lobul terbuka sebelum spermatogenesis sempurna. Saluran semen terdiri dari dua bagian: pertama berbatasan dengan testes, berguna untuk membuka lobul (juxta-testicular part) dan bagian lainnya adalah saluran sederhana yang menghubungkan bagian posterior testes ke genital papilla. Pada beberapa ikan, misalnya pada salmon, tidak memiliki kantung seminal, tetapi bagian luar saluran semen terdapat sel-sel yang berfungsi mengatur komposisi ion-ion cairan seminal dan mensekresi hormon.

Spermatogenesis

Perkembangan gamet jantan dari spermatogonium menjadi spermatozoa melalui dua tahap, yakni spermatogenesis dan spermiogenesis. Spermatogenesis adalah tahap perkembangan spermatogonium menjadi spermatid, sedangkan spermiogenesis adalah metamorfosa spermatid menjadi spermatozoa. Awal spermatogenesis ditandai dengan berkembang biaknya spermatogonia beberapa kali melalui pembelahan mitosis, untuk memasuki tahap spermatosit primer. Selanjutnya terjadi pembelahan meiosis, dimulai dengan kromosom berpasangan, yang diikuti dengan duplikasi membentuk tetraploid (4n). Satu spermatosit primer tetraploid membentuk dua spermatosit sekunder yang diploid (2n). Satu spermatosit sekunder diploid membelah diri menjadi dua spermatid haploid (n).

Spermiasi

Proses spermiasi berhubungan dengan pelepasan spermatozoa dari lumen lobulus masuk ke dalam saluran semen. Pelepasan ini mungkin disebabkan oleh kenaikan tekanan hydrostatik di dalam lobul untuk mengeluarkan cairan-cairan oleh sel-sel sertoli dibawah rangsangan gonadotropin. Spermatozoa kemudian


(23)

7 didorong ke dalam sistem pengeluaran, di sini akan bercampur dengan cairan semen (milt). Perangsangan perkembangan spermatozoa tidak terlepas dari peran serta hormon androgen, yakni testosteron. Sedangkan, testosteron yang memegang peranan utama pada spermatogenesis dan spermiasi adalah 11-Ketotestosteron (11-KT). Selanjutnya 11-KT akan merangsang sel-sel sertoli sehingga aktif menstimulasi pembelahan mitosis spermatogonia dan menyempurnakan spermatogenesis.

Biokimiawi Cairan Spermatozoa

Cairan semen adalah cairan seminal yang dihasilkan dari dehidrasi testes. Cek dan Yilmaz (2005) menyatakan warna semen lele dumbo adalah putih susu dengan konsistensi kental. Untuk ikan tilapia semennya berwarna bening dengan konsistensi encer, mengandung glukosa 11.53 mg/100 mL, lipid 4.73mg/100 mL, plasma protein 0.01 mg/100 mL, pH 7.32. Sedangkan semen salmon salar mengandung 0.13 – 0.19% bahan organik (trace protein) dan 0.65 - 0.75% garam-garam mineral. Glukosa yang terdapat di dalam cairan seminal merupakan bahan energetik (Hidayaturrahmah 2007). Sedangkan menurut Billard et al. (1995), bahwa ion utama dalam cairan seminal adalah K+ dan Na+, namun berbagai literatur mengungkapkan variasi yang luas mengenai komposisi ion dalam semen ikan mas.

Motilitas dan Metabolisme Spermatozoa

Spermatozoa bersifat immotil dalam cairan plasmanya dan akan bergerak apabila bercampur dengan air. Pergerakan spermatozoa jarang berupa garis lurus, biasanya mereka berenang menikung atau mengarah berbentuk spiral. Gerak progresif secara berkesinambungan hanya terjadi 1 menit setelah bersentuhan dengan air dan hanya 50% yang masih dapat berenang setelah 3 menit. Sebagian besar spermatozoa ikan air tawar dapat bergerak (motil) tidak lebih dari 2 – 3 menit setelah bersentuhan dengan air. Sedangkan spermatozoa ikan air laut dapat motil lebih lama bahkan ada yang lebih dari 60 menit (Iromo 2006).

Lamanya spermatozoa motil dipengaruhi oleh umur dan kematangan spermatozoa, temperatur dan faktor-faktor lingkungan lain seperti ion-ion, pH dan osmolaritas. Sedangkan kecepatan bergeraknya bergantung spesies. Penurunan


(24)

yang cepat dalam motilitas setelah aktivasi berhubungan dengan pengurangan yang teratur dari kandungan Adenosin Triposfat (ATP) intraseluler. Motilitas spermatozoa ikan akan mengalami penurunan secara cepat, hal ini berhubungan dengan kandungan ATP yang ada di dalam sel. Menjelang akhir motilitas, sebanyak 50 – 80% ATP akan dihidrolisis. Motilitas spermatozoa yang mengalami penurunan dapat dipulihkan dengan cara menginkubasi semen dalam larutan KCl 150 atau 200 mM (Billard et al. 1995). Spermatozoa yang tidak bergerak secara progresif tetap menunjukkan penurunan konsentrasi ATP (Billard et al. 1995). Adenosin Triposfat dihasilkan dari glikolisis dan dari respirasi mitokondria.

Penyimpanan Semen di Luar Tubuh

Penyimpanan gamet di luar tubuh ikan terutama ikan jantan telah lama dilakukan. Penyimpanan gamet di luar tubuh akan diperoleh beberapa keuntungan diantaranya adalah : (1) dapat mengurangi jumlah ikan jantan yang dipelihara, sehingga biaya pemeliharaan untuk induk ikan jantan dapat diperkecil, (2) dapat dilakukan pembuahan buatan, meskipun waktu kematangan gonad antara induk jantan dan betina tidak bersamaan, (3) memudahkan untuk melakukan persilangan antara jenis-jenis ikan yang waktu matang gonadnya berbeda, (4) memudahkan penerapan teknologi ginogenesis, androgenesis, poliploidisasi dan sebagainya, (5) dapat mengatasi keterbatasan induk ikan jantan disuatu daerah yaitu melalui transportasi semen dari suatu daerah ke daerah yang memerlukan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan pada suhu dingin misalnya dalam refrigerator dengan suhu 4oC atau pada es kering dengan suhu -76 oC, namun untuk penyimpanan dalam waktu yang lama paling baik dilakukan pembekuan semen dalam nitrogen cair bersuhu -196oC (Horvath & Urbanyi 2000).

Dua metode telah digunakan untuk penyimpanan semen beku ikan: diencerkan atau tanpa diencerkan. Selanjutnya dikemukakan bahwa penggunaan bahan pengencer untuk penyimpanan semen memberikan kontrol yang lebih baik dari kondisi pisikokimia selama penyimpanan. Penyimpanan semen dengan formulasi bahan pengencer yang tepat dapat memperlama kehidupan semen dibandingkan dengan penyimpanan yang tidak diencerkan (Mansouret al. 2005).


(25)

9 Fisiologi Semen

Semen adalah campuran seminal plasma dan spermatozoa. Sel spermatozoa secara umum terdiri atas dua bagian besar yaitu kepala dan ekor. Kepala spermatozoa mengandung DNA yang berperan dalam penyimpanan dan penerjemahan informasi genetik yang dibawa oleh spermatozoa. Plouidy dan Billard (1982) menyatakan cairan plasma semen ikan mas terdiri dari 98.5 % air, sedangkan 1.5 % bahan kering, dimana 58 % bahan kering adalah bahan kering organik dan 42 % bahan kering abu. Secara fisiologik, proses pembentukan spermatozoa di dalam tubuli seminiferi disebut spermatogenesis. Proses kematangan gamet terdiri atas spermatogenesis dan spermiogenesis. Waktu yang dibutuhkan mulai dari aktivasi “stem-cell” sampai pelepasan spermatozoa ke dalam tubuli seminiferi dikontrol oleh mekanisme hormonal (Cek & Yilmaz 2005).

Parameter yang digunakan untuk menilai karakteristik semen untuk berbagai ternak pada umumnya sama, yaitu : warna, volume, kekentalan, pH, gerakan massa, konsentrasi, motilitas, morfologi (hidup/mati), abnormalitas, keutuhan membran plasma dan tudung akrosom. Standar minimal spermatozoa segar yang layak untuk dibekukan adalah persentase motilitas 70%, konsentrasi 1 x 109spermatozoa/mL dan abnormalitas kurang dari 15% (Mansouret al. 2005).

Bahan Pengencer

Larutan yang digunakan sebagai bahan pengencer harus memenuhi beberapa syarat, yaitu (1) tidak bersifat racun; (2) mempertahankan dan tidak membatasi daya fertilisasi spermatozoa; (3) murah, sederhana dan praktis dibuat, tetapi spermatozoa yang diencerkan mempunyai daya fertilisasi yang tinggi; (4) menjamin kehidupan spermatozoa setelah pengenceran; dan (5) dapat memelihara kehidupan spermatozoa, tetapi tidak menyebabkan spermatozoa aktif selama penyimpanan (Urbanyi et al. 1999). Berbagai jenis bahan pengencer telah digunakan pada pengenceran spermatozoa ikan, seperti larutan Cortland, larutan Alsever dan sitrat kuning telur. Berbagai penelitian telah dilakukan dengan menggunakan natrium sitrat, larutan penyangga fosfat sitrat kuning telur dan larutan ringer (Ernawati 1999).


(26)

Sumber protein yang sering ditambahkan ke dalam pengencer sebagai krioprotektan adalah kuning telur. Ernawati (1999) menyatakan penambahan protein kuning telur ke dalam pengencer dapat meningkatkan daya tahan hidup spermatozoa pasca pencairan pada ikan patin. Selanjutnya ditambahkan bahwa kuning telur mengandung lipoprotein dan lesitin yang dapat melapisi membran plasma sel, sehingga mampu mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein sel spermatozoa dan melindunginya dari cekaman dingin selama proses pembekuan. Kuning telur juga mengandung glukosa sebagai sumber energi bagi spermatozoa, disamping protein dan vitamin-vitamin yang larut dalam air maupun minyak, serta memiliki viskositas yang mungkin menguntungkan spermatozoa.

Motilitas dan fertilitas spermatozoa sangat tergantung atau dipengaruhi oleh perbandingan antara pengencer dengan spermatozoa dan waktu penyimpanan. Menurut Urbanyi et al. (1999) menyatakan bahwa spermatozoa ikan lele dumbo yang diencerkan dengan glukosa dan fruktosa dengan perbandingan 1:15 menunjukkan tingkat fertilitas≥54 %.

Krioprotektan

Krioprotektan adalah zat kimia non elektrolit yang berfungsi mereduksi pengaruh letal proses pemaparan kriopreservasi sel diantaranya yang berupa efek larutan maupun pembentukan kristal es ekstraseluler atau intraseluler, sehingga dapat menjaga viabilitas sel setelah kriopreservasi.

Penambahan krioprotektan bertujuan untuk melindungi sperma dari kerusakan selama proses pembekuan. Menurut Horvath dan Urbanyi (2000) ada dua macam krioprotektan ; yaitu krioprotektan yang dapat menembus dinding sel dan yang tidak dapat menembus dinding sel. Krioprotektan yang dapat menembus dinding sel berfungsi memberikan perlindungan yang lebih baik pada laju pembekuan yang lambat misalnya gliserol, metanol, etilen glikol dan dimetilsulfoksida (DMSO). Sedangkan krioprotektan yang tidak dapat menembus dinding sel lebih sesuai untuk laju pembekuan cepat; misalnya monosakarida, polisakarida, polivinilpirolidon (PVP), dekstran dan protein.


(27)

11 Penelitian menggunakan berbagai krioprotektan seperti DMSO, DMA, methanol, ethylene glycol, propylene glycol dan gliserol telah dilaporkan oleh Horvath dan Urbanyi (2000). Hasilnya ternyata DMSO merupakan bahan krioprotektan terbaik pada pembekuan spermatozoa lele dumbo. Keunggulan DMSO juga telah dilaporkan oleh Kurokuraet al. (1984) pada ikan mas.

Jenis krioprotektan yang paling banyak digunakan adalah yang memiliki daya penetrasi yang tinggi pada membran sel yaitu DMSO dan gliserol. DMSO [(CH3)2SO4] mempunyai berat molekul 78.13 dan berat jenis 1.10. Sedangkan gliserol [C3H5(OH)3], mempunyai berat molekul 92.10 dan berat jenis 1.25. DMSO dan gliserol sama-sama mempunyai sifat yang larut dalam lemak, sehingga dapat berdifusi melalui membran dan masuk ke dalam sel. Namun, karena koefisien permeabilitas DMSO lebih tinggi dari gliserol maka difusi DMSO melalui membran selnya lebih cepat daripada gliserol (Supriatna & Pasaribu 1992).

DMSO dan gliserol yang masuk ke dalam sel dan menembus membran sel akan menggantikan air yang keluar dari dalam sel pada saat proses pembekuan, sehingga keseimbangan elektrolit intraseluler dan ekstraseluler tetap terjaga. Selain itu dapat menurunkan titik beku larutan yang dapat memberikan kesempatan kepada sel mengeluarkan air dan memperpanjang aklimatisasi sel terhadap perubahan suhu yang drastis, sehingga memperkecil jumlah air yang membeku intraseluler. Secara fisik kristal-kristal es yang terbentuk diubah menjadi lebih lembut dan juga ikut melindungi membran plasma sel (Supriatna & Pasaribu 1992).

Pengolahan Semen Lele Dumbo Persiapan Pengencer

Bahan pengencer yang digunakan pada proses kriopreservasi terlebih dahulu harus dipersiapkan. Hal ini perlu diperhatikan dikarenakan spermatozoa yang akan dikriopreservasi tidak dapat hidup dalam waktu yang lama. Kesiapan dari bahan pengencer yang akan digunakan sangat menentukan keberhasilan kegiatan kriopreservasi semen. Menurut Iromo (2006) bahwa kesiapan dari bahan-bahan yang akan digunakan sebagai pengencer dapat menentukan keberhasilan


(28)

kegiatan kriopreservasi semen ikan baung yang dikarenakan daya tahan spermatozoa ikan tersebut terbatas.

Koleksi dan Evaluasi Semen

Semen dikoleksi dari induk jantan yang matang gonad dengan melakukan pembedahan pada bagian abdominal ke arah anus. Gonad lele dumbo diangkat dari abdominal cavity untuk kemudian ditimbang beratnya. Selanjutnya gonad digunting pada bagian selaput gonad sehingga cairan semen bisa dikoleksi pada cawan petri untuk segera dievaluasi lebih lanjut. Hal ini sesuai pernyataan Urbanyi et al. (1999) bahwa semen dikoleksi dari induk jantan yang terlebih dahulu dibedah untuk evaluasi lebih lanjut. Selanjutnya ditambahkan bahwa semen yang akan diolah untuk pembekuan harus memiliki motilitas semen segar lebih dari 60%, bila dibawah nilai tersebut semen tidak diolah lebih lanjut atau dikeluarkan dari penelitian.

Pengenceran Semen

Pengenceran semen dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan pengencer dan krioprotektan ke dalam semen yang akan akan dibekukan. Semen yang telah diencerkan sesuai perlakuan dengan konsentrasi 100 x 106 spermatozoa/mL. Menurut Urbanyiet al. (1999) bahwa perbandingan konsentrasi spermatozoa dengan bahan pengencer yaitu 1 : 15. Sedangkan Ernawati (1999) menambahkan bahwa semen dicampur dengan larutan pengencer (ringer) dan krioprotektan sesuai perlakuan dalam gelas piala dengan perbandingan 1 : 3.

Pengemasan Semen

Semen yang telah dicampur siap untuk dikemas dalam kemasan straw yang kedua ujungnya ditutup rapat untuk mencegah keluarnya semen pada saat proses pembekuan berlangsung. Kemasan semen yang digunakan untuk pemebekuan semen ikan berbeda-beda. Ernawati (1999) dan Akcay et al. (2002) menggunakanstraw0.5 mL dengan sumbat laboratorium berupa polyvinil alkohol (PVA). Sedangkan Horvath dan Urbanyi (2000) menggunakanstraw 0.25 mL.


(29)

13 Equilibrasi Semen

Equilibrasi merupakan suatu tahap penyesuaian semen dan larutan pengencer dari kondisi suhu ruang menjadi suhu pembekuan. Waktu dan suhu equilibrasi semen yang digunakan berbeda-beda bergantung pada jenis semen. Menurut Akcay et al. (2002) sampel sperma ikan mas kaca yang disimpan pada kemasan strawmembutuhkan waktu equilibrasi selama 45 menit pada suhu 4 oC. Setelah equilibrasi straw diletakkan pada sterofoam yang diberi rak dengan ketinggian rak dari permukaan nitrogen cair kurang lebih 3 cm selama kurang lebih 10 menit. Urbanyi et al. (1999) menyatakan semen disimpan pada lemari pendingin dengan suhu 4 oC sekitar 25–30 menit sebelum dibekukan. Mengacu pada Kwantong dan Bart (2003), bahwa sperma sebelum dibekukan terlebih dahulu diequilibrasi pada lemari pendingin bersuhu 4 oC selama 10–30 menit. Selanjutnya langsung disimpan dalam nitrogen cair selama beberapa hari.

Pembekuan Semen

Proses pembekuan bisa dilakukan dengan menggunakan metode konvensional dan menggunakan programer machine. Urbanyi et al. (1999) menggunakan CRYOCELL-15 (Biokemia Labor Szerviz, 31. Zselyi A.U., Budapest, H-1165, Hungary) dengan penurunan suhu yang diprogram dengan kecepatan 4 oC/menit dari suhu 3oC ke -4oC selanjutnya kecepatan 11 oC/menit dari -4oC ke -80oC. Setelah suhu pembekuan akhir diperoleh, strawdiangkat dari freezing chamber. Kemudian dimasukkan ke dalam kontainer nitrogen cair bersuhu -196oC selama 2 minggu sampai dengan satu bulan.

Silveiraet al. (2002) menyatakanstraw ukuran 0.5 mL dengan ketinggian 6.5 cm dari permukaan nitrogen cair memperlihatkan persentase fertilitas terbaik pada ikan rainbow trout. Selanjutnya ditambahkan menggunakan sistem pembekuan terbuka menggunakan kotak styrofoam (33.9 cm x 26 cm x 41 cm) dengan nitrogen cair sebanyak 8.73 liter.

ThawingSemen

Thawing merupakan suatu proses rehidrasi atau pencairan kembali semen beku ke bentuk cair seperti semula dengan menggunakan air hangat dengan suhu dan waktu tertentu. Silveira et al. (2002) menyatakan straw di-thawing pada air


(30)

hangat bersuhu 70–80 oC selama 3–5 detik. Menurut Urbanyiet al. (1999) bahwa straw disimpan pada nitrogen cair selama kurang lebih 2–3 hari yang selanjutnya akan di-thawingpada air hangat bersuhu 40oC selama 5 detik.

Mengacu pada Horvath dan Urbanyi (2000) bahwastraw di-thawing pada air hangat bersuhu 40 oC selama 5 detik, sedangkan Kwantong dan Bart (2003) menyatakan sampel straw yang telah dibekukan di-thawing pada air hangat bersuhu 25oC selama 40 detik. Selanjutnya ditambahkan oleh Akcayet al. (2002) bahwa straw yang dibekukan sebelum digunakan untuk fertilisasi terlebih dahulu di-thawingdalam air yang bersuhu 30oC selama kurang lebih 30 detik.

Uji Fertilisasi

Uji fertilitas merupakan teknik untuk menguji kemampuan fertilisasi dari spermatozoa yang telah dibekukan. Akcay et al. (2002) menyatakan bahwa uji fertilisasi pada ikan mas kaca dilakukan pada wadah aquarium berbentuk segitiga yang airnya telah diatur suhunya 22 oC. Larutan pembuahan yang digunakan berupa campuran 3 g urea, 4 g NaCl yang dilarutkan dalam 1 liter aquades. Teknik fertilisasi yang digunakan secara fertilisasi kering, dimana telur dikumpulkan dari beberapa ekor betina yang diletakkan pada cawan plastik kering. 100 g telur (asumsi 100000 telur) diambil untuk setiap cawan yang akan dilakukan proses ferlilisasi.

Akcay et al. (2002) menyatakan rasio sperma dan telur kurang lebih 250000 spermatozoa/egg. Spermatozoa yang telah di-thawing dimasukkan ke dalam telur yang diberi 20 mL larutan pembuahan dan diaduk menggunakan bulu ayam. Selanjutnya telur dilakukan stirer selama 1 jam yang ditambahkan tannin acid (0.5 g/l) selama 30 detik untuk memisahkan antar telur. Selanjutnya telur dicuci menggunakan air media penetasan dan baru akan menetas kurang lebih tiga hari setelah proses fertilisasi. Untuk mengetahui jumlah telur yang digunakan dilakukan sampling jumlah telur dengan mengambil 1 gram telur yang kemudian dihitung jumlahnya. Horvath dan Urbanyi (2000) yang melakukan uji fertilitas pada lele dumbo menggunakan telur yang diperoleh dari beberapa induk betina yang terlebih dahulu diinjeksi dengan Ovopel GnRh, 12 jam setelah pemberian hormon tersebut induk di-stripping. Selanjutnya ditambahkan bahwa 400 telur lele


(31)

15 dumbo yang berkualitas baik diletakkan pada cawan petri steril untuk difertilisasi dengan semen beku yang telah di-thawing dengen menggunakan teknik fertilisasi kering. Persentase fertilitas diamati melalui perubahan stadia sel telur yang berubah dari dua menjadi empat sel dengan perkembangan telur secara normal tampak bening. Suhu media inkubasi telur diset 26 oC, dimana larva menetas setelah diinkubasi selama kurang lebih 24 jam setelah fertilisasi.


(32)

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2008 sampai dengan Juni 2009 di Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian

Induk ikan yang digunakan pada penelitian ini adalah induk jantan lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell 1822) sebanyak 20 ekor dengan bobot tubuh 1.5–2.0 kg/ekor dan 5 ekor induk lele dumbo betina sebagai sumber telur untuk uji fertilisasi dengan bobot 1.0–1.5 kg/ekor yang diperoleh dari petani pembudidaya lele dumbo di sekitar Bogor dan Parung.

Metode Penelitian 1. Persiapan Induk Jantan Lele Dumbo

Induk lele dumbo yang telah matang gonad dipelihara pada wadah bak plastik yang dilengkapi dengan aerator. Parameter kualitas air berupa suhu, pH dan oksigen terlarut diukur. Induk lele dumbo diberi pakan pelet khusus lele dumbo yang mengandung protein 26-28% dan lemak 3% sebanyak 2% dari bobot tubuh dua kali sehari.

2. Evaluasi Karakteristik Fisik Reproduksi Lele Dumbo

Lele dumbo terlebih dahulu ditimbang bobot tubuhnya. Untuk memperoleh semen, dilakukan koleksi gonad dengan cara pembedahan. Gonad lele dumbo memiliki bentuk yang berlekuk-lekuk atau bersegmen-segmen (Gambar 1). Gonad ditimbang beratnya, selanjutnya selaput gonad digunting dibeberapa tempat. Semen dikoleksi ke dalam cawan petri steril. Karakteristik semen dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis meliputi volume semen, warna semen (secara visual), pH diukur menggunakan special indicator paper (skala 6.2 sampai dengan 8.0) dan


(33)

17 progresif secara subyektif kuantitatif dari 5 lapang pandang dan scoring individu dengan skala 1 – 5 seperti yang laporkan oleh Evans dan Maxwell 1987 dengan kriteria Yaitu : (1) Buruk (tidak ada spermatozoa atau hanya sedikit spermatozoa); (2) Lumayan atau kurang baik (tidak ada gelombang, hanya gerakan individual); (3) Cukup baik (antara 2 dan 4); (4) Baik (gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas, lamban) dan (5) Sangat baik (gelombang besar, banyak, gelap, tebal, aktif, seperti gumpalan awan). Konsentrasi spermatozoa per-mL dihitung menggunakan kotak hitung menggunakanneubauerdengan pengencerformolsalinedengan perbandingan 1 : 500.

Gambar 1 Morfologi gonad lele dumbo

3. Kriopreservasi Spermatozoa lele dumbo

Pada tahap ini diawali dengan penyiapan bahan pengencer. Pertama penyiapan pengencer dasar sebanyak 4 macam dengan komposisi seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi larutan pengencer dasar lele dumbo

Jenis Pengencer Bahan

1 2 3 4

NaCl (g) 0.75 0.3 0.88

-KCl (g) 0.02 - 1.12

-CaCl2(g) 0.02 - -

-NaHCO3(g) 0.02 0.05 -

-Tris (hydroxymethyl) aminomethan (g) - - 0.36

-Glukosa (g) - 6.0 -

-Fruktosa (g) 100 100 - 6.0

Aquades (mL) 100 100 150 100

Keterangan : P1Kurokuraet al. (1984); P2Zhang dan Liu (1991);


(34)

Kedua pengencer untuk spermatozoa beku terdiri atas 16 kombinasi yaitu 4 jenis pengencer dengan 4 konsentrasi DMSO (Tabel 2).

Tabel 2 Perlakuan komposisi bahan pengencer lele dumbo dan konsentrasi DMSO secara bertingkat

DMSO (%) Pengencer

5 10 15 20

P1 P1D5 P1D10 P1D15 P1D20

P2 P2D5 P2D10 P2D15 P2D20

P3 P3D5 P3D10 P3D15 P3D20

P4 P4D5 P4D10 P4D15 P4D20

Selanjutnya komposisi bahan pengencer semen beku disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi bahan pengencer semen beku.

Perlakuan Pengencer Dasar

(mL)

DMSO (mL)

Jumlah (mL)

P1D5 9.5 0.5 10.0

P1D10 9.0 1.0 10.0

P1D15 8.5 1.5 10.0

P1D20 8.0 2.0 10.0

P2D5 9.5 0.5 10.0

P2D10 9.0 1.0 10.0

P2D15 8.5 1.5 10.0

P2D20 8.0 2.0 10.0

P3D5 9.5 0.5 10.0

P3D10 9.0 1.0 10.0

P3D15 8.5 1.5 10.0

P3D20 8.0 2.0 10.0

P4D5 9.5 0.5 10.0

P4D10 9.0 1.0 10.0

P4D15 8.5 1.5 10.0

P4D20 8.0 2.0 10.0

Spermatozoa diolah secara individual dan hanya spermatozoa yang menunjukkan persentase spermatozoa motil >60% digunakan dalam penelitian ini (Urbanyiet al. 1999). Spermatozoa yang telah diencerkan sesuai perlakuan dengan konsentrasi 100 x 106 spermatozoa/ml selanjutnya dikemas dalam straw (minitub) volume 0.3 ml. Selanjutnya straw diequilibrasi dalam lemari pendingin pada suhu 4oC selama kurang lebih 30 menit (Urbanyiet al. 1999). Pembekuan diatas permukaan nitrogen cair dengan jarak sekitar 6.5 cm selama


(35)

19 kurang lebih 10 menit. Selanjutnya sampel disimpan di dalam kontainer nitrogen cair pada suhu -196oC untuk dilakukan evaluasi selanjutnya.

4. Evaluasi Spermatozoa Pasca Pembekuan (Thawing)

Untuk mengetahui keberhasilan pembekuan dilakukan evaluasi motilitas pasca pembekuan. Semen beku di-thawing menggunakan air hangat bersuhu 30 oC selama 30 detik. Parameter yang diuji adalah persentase motilitas spermatozoa progresif secara subyektif kuantitatif dengan cara mengeluarkan seluruh isi straw, dihomogenkan, dicampur dengan aquades yang diamati di bawah mikroskop.

5. Uji Fertilitas

Uji fertilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan spermatozoa dalam membuahi sel telur. Lima ekor induk betina digunakan dalam penelitian ini. Telur diperoleh dengan cara mengurut bagian abdominal induk betina ke arah anus. Telur yang akan digunakan disampling dengan menggunakan takaran sendok koktail kecil dihitung jumlahnya, dicampur dengan satu straw semen beku yang telah di-thawing. Diamkan selama kurang lebih 1 – 3 menit. Selanjutnya telur ditebar pada wadah penetasan yang telah diberikan lempengan kaca untuk memudahkan pada saat penghitungan telur yang terbuahi. Fertilisasi dilakukan dengan teknik fertilisasi kering (Horvath & Urbanyi 2000). Setiap satu gram telur dicampurkan dengan satustrawsemen yang telah dithawing (Robeck & O’Brien 2004). Selanjutkan campuran telur yang telah dicampur semen tersebut dimasukan ke media inkubasi telur dengan suhu 25–29 oC. Keberhasilan fertilitas diamati 12 jam kemudian, dengan cara menghitung jumlah telur yang terbuahi (Kwantong & Bart 2003). Persentase fertilitas dihitung dari jumlah telur yang terfertilisasi dibagi jumlah telur yang digunakan pada saat fertilisasi dikali 100%.


(36)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial RAK 2 faktorial dengan pola faktorial 4 x 4 (4 jenis pengencer & 4 konsentrasi DMSO) dengan ulangan 10 kali. Data dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) searah menggunakanSPSS for windows (Ver. 10) (Kinnear & Gray 2000) dan jika ada perbedaan dilanjutkan uji Duncan (Steel & Torrie 1995).


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo

Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh yang licin. Dari 20 ekor jumlah induk jantan yang dipersiapkan hanya 11 ekor saja yang layak untuk amati pada penelitian.

Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

Karakteristik Nilai Kisaran

Berat badan (kg) 1.6±0.3 1.0-2.0

Berat gonad (g) 8.5±3.2 3.3 – 13.6

Kiri 4.8±2.0 1.9 – 8.6

Kanan 3.7±1.2 1.4 – 5.5

Kualitas Semen Segar Makroskopik :

Volume (mL) 2.8±1.5 1.2 – 5.7

pH 8.0±0.0 8.0

Warna Putih Susu Putih Susu

Konsistensi Kental Kental

Mikroskopik :

Konsentrasi Spermatozoa ( x 106) 10582.8±5352.7 3477.5 – 20550.0

Motilitas spermatozoa (%) 74.1±4.9 70.0 – 85.0

Scoringindividu (1 - 5) 4 - 5 4 - 5

Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo jantan yang diamati adalah berat badan dan berat gonad. Sedangkan pengamatan karakteristik kualitas semen segar lele dumbo meliputi karakteristik makroskopik dan mikroskopik. Adapun pengamatan karakteristik makroskopik meliputi: volume, pH, warna dan konsistensi semen. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada lele dumbo jantan sebagai sumber semen yang digunakan sangat bervariasi dengan berat tubuh 1.6±0.3 kg. Lele dumbo jantan memiliki bentuk gonad yang berlekuk-lekuk atau bersegmen-segmen, dengan berat 8.5±3.2 g. Dengan kecenderungan gonad sebelah kiri (4.8±2.0 g) lebih besar dibandingkan berat gonad sebelah kanan (3.7±1.2 g) yang lihat dari posisi pengamatan (Tabel 4).

Pengamatan semen secara makroskopik jarang dilaporkan sehingga sulit dibandingkan dengan laporan peneliti lainnya. Hasil yang diperoleh berasal dari 11 ekor lele dumbo jantan sebagai sumber semen menunjukkan volumenya


(38)

sebanyak 2.8±1.5 mL. Volume yang bervariasi antara individu tidak bergantung dari besar kecilnya ikan uji. Ikan dengan berat yang sama (1.5 kg) ternyata menghasilkan volume semen sebesar 2.0 mL dan 2.3 mL, tetapi ikan dengan bobot yang lebih berat (1.7 kg) hanya menghasilkan volume semen sebesar 1.6 mL (Lampiran 1). Variasi volume semen pada ikan pernah dilaporkan oleh Ernawati (1999). Menurut peneliti tersebut ikan yang lebih tua mempunyai volume semen yang lebih banyak dibandingkan dengan ikan yang lebih muda. Volume semen hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan laporan Mansour et al. (2005). Peneliti tersebut melaporkan bahwa volume semen lele dumbo berkisar 1.5 - 1.9 mL. Sedangkan pH menunjukkan semen lele dumbo mempunyai pH 8.0, warna semen putih susu dan konsistensi semen yang kental.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, pH dan konsistensi semen menunjukkan bahwa semen lele dumbo yang diteliti mempunyai pH 8.0 yang merupakan nilai pH hewan air pada umumnya yang cenderung basa dengan warna semen putih susu dan konsistensinya kental. Hal ini sama dengan laporan Mansour et al. (2005) yang memperoleh hasil pengamatan secara visual pada kondisi semen lele dumbo yang diamati pada pH semen berkisar 8.3 – 8.7 dengan warna semen putih susu dan memiliki konsistensi yang kental.

Selanjutnya pemeriksaan secara mikroskopik biasa dilakukan untuk mengetahui morfologi spermatozoa, konsentrasi spermatozoa, gerakan individu (motilitas spermatozoa), maupun scoring individu. Sedangkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap konsentrasi, motilitas spermatozoa dan scoring individu diperoleh hasil sebagai berikut : konsentrasi spermatozoa adalah 10582.8±5352.7 x 106 spermatozoa/mL, persentase motilitas spermatozoa cukup tinggi sebesar 74.1±4.9 denganscoringindividu antara 4 - 5.

Hal ini sedikit lebih besar dibandingkan dengan laporan Mansour et al. (2005) yang berkisar 7.5±2.0 x 109 spermatozoa/mL. Menurut Ernawati (1999) konsentrasi spermatozoa dapat berbeda-beda meskipun dari spesies yang sama, hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan, umur dan kematangan yang berbeda. Persentase motilitas spermatozoa cukup tinggi (74.1±4.9%) dan scoring individu antara 4 - 5 yang berarti baik (Lampiran 1). Hal ini hampir sama dengan laporan Mansour et al. (2005) yaitu berkisar 72.7 – 83.1 %. Hasil pengamatan semen


(39)

23 segar ini, menunjukkan volume, konsentrasi dan motilitas spermatozoa yang cukup baik dan memenuhi syarat untuk dilakukan kriopreservasi. Menurut Urbanyiet al. (1999) bahwa motilitas spermatozoa untuk dilakukan kriopreservasi pada lele dumbo minimal 60 %.

Morfologi spermatozoa lele dumbo berbeda dengan spermatozoa mamalia. Bentuk kepala spermatozoa lele dumbo lebih bulat dengan ekor yang tipis dan panjang. Panjang total dari kepala sampai ujung ekor ±55μm (Gambar 2).

Gambar 2 Morfologi spermatozoa lele dumbo menggunakan pewarnaan Williams.

Kualitas Semen Beku Lele Dumbo

Pengaruh Jenis Pengencer terhadap Kualitas Semen Beku Lele Dumbo Tanpa memperhitungkan konsentrasi DMSO, dari keempat pengencer yang digunakan pengencer P1(37.2±5.6%) menunjukkan motilitas yang secara nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga pengencer lainnya (Gambar 3). Pengencer terbaik berikutnya adalah P4 (28.7±10.1%) dan P3 (27.6±7.3%) dan tidak ada perbedaan yang nyata diantara keduanya. Motilitas spermatozoa pada P2 menunjukkan persentase paling rendah hanya 18.5±11.4%. Perbedaan kualitas tersebut kemungkinan disebabkan oleh komposisi kimia pada pengencer P1yang lebih lengkap, di dalamnya terkandung NaCl, KCl, CaCl2 dan NaHCO3 dibandingkan pada ketiga pengencer semen lainnya. Selain itu hasil pengukuran tekanan osmotik dari pengencer P1 adalah 0.174 Osmol/kg dan ternyata hampir sama dengan tekanan osmotik dari semen segar lele dumbo sebesar 0.170 Osmol/kg. Tiga pengencer lainnya menunjukkan tekanan osmotik yang lebih tinggi (hiperosmotik) yaitu P4 (0.272 Osmol/kg) dan P3 (0.323


(40)

Osmol/kg), sedangkan P2menunjukkan tekanan osmotik yang paling tinggi (0.375 Osmol/kg).

Gambar 3 Motilitas spermatozoa lele dumbo pascathawingpada berbagai pengencer

Pengaruh Konsentrasi DMSO terhadap Kualitas Semen Beku Lele Dumbo Tanpa memperhitungkan jenis pengencer yang digunakan, konsentrasi DMSO 15% (33.6±7.0) menunjukkan persentase motilitas yang signifikan (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga konsentrasi DMSO lainnya (Gambar 4). Konsentrasi DMSO 10% dan 20% menunjukkan persentase motilitas terbaik kedua dengan persentase motilitas masing-masing adalah 28.6±8.4% dan 26.4±10.1%, tidak ada perbedaan yang nyata diantara keduanya. Dosis DMSO 5% menunjukkan motilitas spermatozoa yang paling rendah yaitu 23.3±8.9%.

Terlihat pada konsentrasi DMSO 15% paling baik dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Hal ini kemungkinan konsentrasi tersebut yang paling baik dalam melindungi spermatozoa selama pembekuan. Konsentrasi DMSO 20% kemungkinan terlalu tinggi sehingga menyebabkan terjadinya toksisitas. Sebaliknya konsentrasi 5% dan 10% kemungkinan terlalu rendah sehingga tidak terlalu optimal dalam melindungi spermatozoa pada saat pembekuan.

37.2 18.5 27.6 28.7 0 5 10 15 20 25 30 35 40

P1 P2 P3 P4

Jenis Pengencer M o ti li ta s S p e rm a to z o a (% )


(41)

25

Gambar 4 Motilitas spermatozoa lele dumbo pascathawingpada berbagaikonsentrasi

DMSO

Konsentrasi 15% DMSO yang digunakan sama dengan yang dilaporkan oleh Akcay et al. (2004) bahwa DMSO 15% menghasilkan persentase motilitas spermatozoa pasca thawing yang tertinggi sebesar 55% pada ikan mas kaca. Selanjutnya ditambahkan oleh Melo dan Godinho (2006) penggunaan krioprotektan DMSO sebanyak 15% pada semen ikan Brycon orthotaenia menghasilkan motilitas pascathawingsebesar 83.3±19.1%.

Pengaruh Interaksi Jenis Pengencer dan Konsentrasi DMSO terhadap Kualitas Semen Beku Lele Dumbo

Kualitas semen beku dinilai dari tiga straw untuk setiap perlakuan, sehingga diperoleh 48 straw semen beku yang diamati persentase motilitas setelah di-thawing pada air hangat bersuhu 30 oC selama 30 detik. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap interaksi antara pengencer dengan konsentrasi DMSO diperoleh motilitas spermatozoa semen beku lele dumbo tertinggi pada perlakuan P1D15 (45.7±4.3%) dan motilitas terendah diperoleh pada perlakuan P2D20(14.5±13.2%) (Tabel 5).

23.3 28.6 33.6 26.4 0 5 10 15 20 25 30 35 40

D5 D10 D15 D20

Dosis DMSO (%)

M o ti li ta s S p e rm a to z o a (% )


(42)

Tabel 5 Rataan persentase kualitas semen beku lele dumbo pada beberapa jenis pengencer dan konsentrasi DMSO

Pengencer Konsentrasi DMSO

(%) Kode

Motilitas Spermatozoa (%)

5 P1D5 31.7±7.1

bc

10 P1D10 37.4±4.8

b

15 P1D15 45.7±4.3a

1

20 P1D20 34.1±6.4

b

5 P2D5 20.0±11.0

efg

10 P2D10 18.8±11.5

fg

15 P2D15 20.5±9.9

efg

2

20 P2D20 14.5±13.2

g

5 P3D5 17.1±8.3

g

10 P3D10 26.9±8.6

cd

15 P3D15 34.5±5.3

b

3

20 P3D20 31.7±7.0

bc

5 P4D5 24.3±9.4

def

10 P4D10 31.4±8.6

bc

15 P4D15 33.8±8.8

b

4

20 P4D20 25.2±13.9

de

Keterangan : Huruf berbeda yang mengikuti angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terlihat bahwa dari uji statistik diketahui bahwa interaksi antara pengencer dengan konsentrasi memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap motilitas spermatozoa lele dumbo. Hal ini disebabkan jenis pengencer yang digunakan memiliki komposisi bahan-bahan yang berbeda antar pengencer lainnya dan demikian pula untuk konsentrasi yang digunakan berbeda antara perlakuan. Hasil analisis tekanan osmotik untuk semua jenis pengencer terlihat bahwa pengencer P1D15 (45.7±4.3%) yang mengandung NaCl, KCl, CaCl2 dan NaHCO3 dengan kombinasi DMSO 15% memiliki nilai tekanan osmotik sebesar 2.668 Osmol/kg yang seimbang diantara jenis pengencer lainnya (Lampiran 2). Pengencer terbaik kedua P1D10 (37.4±4.8%) memperlihatkan tekanan osmotik sebesar 1.602 Osmol/kg, pengencer terbaik ketiga P3D15 (34.5±5.3%) menunjukkan tekanan osmotik sebesar 3.524 Osmol/kg dan pengencer terbaik keempat P1D20 (34.1±6.4%) dengan tekanan osmotik sebesar 2.901 Osmol/kg. Sementara itu P2D20 dan P4D15 mempunyai tekanan osmotik masing-masing 2.949 Osmol/kg dan 2.961 Osmol/kg yang hampir sama dengan P1D15 dan P1D20 tetapi mempunyai motilitas spermatozoa setelahthawingyang rendah (14.5±13.25 dan 33.8±8.8%).


(43)

27 Berdasarkan hasil tersebut pada pembekuan spermatozoa lele dumbo ini, tekanan osmotik bukan merupakan faktor utama. Faktor yang menentukan keberhasilan pembekuan spermatozoa lele dumbo lebih kepada komposisi bahan kimia yang terkandung dalam masing-masing bahan pengencer yang digunakan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan laporan dari Akcay et al. (2004) bahwa keberhasilan kriopreservasi semen ikan mas kaca lebih dikarenakan kombinasi komposisi bahan pengencer dan krioprotektan yang digunakan.

Tingkat Fertilitas Semen Beku Lele dumbo

Selama kegiatan uji fertilitas parameter kualitas air yang diukur dalam kondisi yang optimal untuk keberlangsungan penetasan telur lele dumbo. Parameter yang diukur yaitu suhu berkisar 27 oC sampai dengan 29 oC, pH air berkisar antara 6.9 sampai dengan 7.0 dan kelarutan oksigen terlarut berkisar 5.0 sampai dengan 5.3 ppm. Kondisi ini sudah optimal menurut Sahoo et al. (2005) parameter kualitas air yang digunakan untuk mendukung keberlangsungan penetasan telur dengan suhu 27oC sampai dengan 28.5 oC, pH 6.8 sampai dengan 7.5 dan oksigen terlarut berkisar 5.8 sampai dengan 6.7 ppm.

Induk betina lele dumbo yang dipersiapkan sebanyak lima ekor, namun setelah dilakukan pengamatan kualitas sel telur ternyata hanya empat ekor saja yang layak digunakan untuk uji fertilitas. Induk lele dumbo betina yang digunakan sebagai sumber sel telur memiliki berat tubuh 0.8±0.1 kg dengan jumlah sel telur pertakar sendok buah/koktail kecil yang digunakan untuk uji fertilitas sebanyak 698.7±61.7 butir. Lama waktu inkubasi sampai tahap pengamatan telur yang terfertilisasi selama kurang lebih 12 jam. Pengamatan dititik beratkan pada ciri-ciri visual sel telur yang fertil terlihat lebih jernih atau bening dan masih melekat pada lempengan kaca, sedangkan yang tidak fertil ditandai dengan warna telur yang berwarna putih susu dan sudah tidak melekat pada lempengan kaca. Hal ini sesuai dengan pendapat Horvath dan Urbanyi (2000) tingkat keberhasilan fertilisasi dengan mengamati stadium perkembangan pembelahan inti sel telur dari dua menjadi empat sel.


(44)

Dari 16 kombinasi pengencer yang telah diuji persentase motilitasnya, hanya empat kombinasi pengencer yang menunjukkan motilitas spermatozoa tertinggi (≥34.1±6.4%) digunakan pada uji fertilitas yaitu P1D15; P1D10; P3D15 dan P1D20. Berdasarkan hasil pengamatan 12 jam setelah dilakukan penyatuan sel gamet, ternyata terdapat perbedaan nyata (P<0.05) antara tingkat fertilisasi dari pengencer P1D15 (64.8±3.7%) dengan P1D20 (60.7±2.2%), tetapi tidak ada perbedaan nyata (P>0.05) antara P1D15(64.8±3.7%), P3D15(62.9±5.0%) dan P1D10 (61.9±3.0%). Demikian pula tidak ada perbedaan nyata (P>0.05) terhadap tingkat fertilisasi antara P3D15 (62.9±5.0%), P1D10 (61.9±3.0%), dan P1D20 (60.7±2.2%) (Gambar 5).

Gambar 5 Fertilisasi sel telur lele dumbo menggunakan semen beku

Dari hasil tersebut diatas terlihat bahwa keempat jenis pengencer yang diujikan bisa digunakan untuk kegiatan fertilisasi sel telur, namun sebaiknya menggunakan jenis pengencer P1D15mengandung NaCl, KCl, CaCl2dan NaHCO3 dengan kombinasi konsentrasi DMSO 15% yang menunjukkan fertilitas sel telur lele dumbo sebesar 64.8±3.7%. Hasil fertilisasi tersebut hampir sama yang dilaporkan oleh Horvath dan Urbanyi (2000) yang memperoleh fertilitas pada sel telur lele dumbo sebesar 67.1±11.9%, tetapi dengan menggunakan teknik fertilisasi basah. 64.8 62.9 61.9 60.7 58 59 60 61 62 63 64 65 66

P1D15 P3D15 P1D10 P1D20

Jenis Pengencer S e l T e L u r Y a n g T e rf e rt il (% )


(45)

29 Dari seluruh rangkaian penelitian ini dapat dilakukan teknik kriopreservasi semen dengan menggunakan jenis pengencer P1yang memiliki komposisi NaCl, KCl, CaCl2 dan NaHCO3 dikombinasikan krioprotektan DMSO dengan konsentrasi 15% pada semen beku lele dumbo.


(46)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai karakteristik dan upaya kriopreservasi semen dalam rangka peningkatan produksi benih lele dumbo (Clarias gariepinus), dapat disimpulkan :

1. Jenis pengencer terbaik adalah pengencer P1 yang memiliki komposisi NaCl, KCl, CaCl2dan NaHCO3.

2. Konsentrasi DMSO terbaik adalah konsentrasi 15%.

3. Kombinasi pengencer terbaik adalah perlakuan P1D15 (kombinasi pengencer 1 dengan konsentrasi DMSO 15%.

Saran

Adapun saran yaitu diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai pemeliharaan kualitas benih lele dumbo yang dihasilkan dengan menggunakan semen beku, guna keberhasilan peningkatan produksi benih lele dumbo.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Akcay E, Yusuf B, Selcuk S, Necmettin T. 2004. Cryopreservation of Mirror Carp Semen.Turk J Vet Anim Sci28:837–843.

Billard R, Cosson J, Perches G, Linhart O. 1995. Biology of Sperm and Artificial Reproduction in Carp.Aquaculture129: 95-122.

Cek S, Yilmaz E. 2005. Gonad Development and Sex Ratio of Sharptooth Catfish (C. gariepinus Burchell, 1822) Cultured Under Laboratory Conditions. Tubitak Turk J Zool31: 35-46.

Cognie F, Billard R, Chao NH. 1989. Freezing of the Milt of the Common Carp (Cyprinus carpio).J. Appl. Ichthyol5:165–176.

Ernawati Y. 1999. Efisiensi implantasi analog LH-RH dan 17α-Metiltestoteron serta pembekuan semen dalam upaya peningkatan produksi benih ikan jambal siam (Pangasius sutchi Fowler). Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Evans G, Maxwell WMC. 1987. Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and Goat.Butter Worths. London.

Hidayaturrahmah. 2007. Waktu Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Ikan Mas (C. carpioL) pada Beberapa Konsentrasi larutan Fruktosa.Bioscientiae4:9-18. Horvath A, Urbanyi B. 2000. The Effect of Cryoprotectans on the Motility and

Fertilizing Capacity of Cryopreserved African Catfish Clarias gariepinus (Burchell 1822) Sperm.Aquaculture Research31:317–324.

Iromo H. 2006. Efektifitas Pengencer Laktat Ringer, Modifikasi Ringer dan Larutan Fisiologis NaCL terhadap Viabilitas Spermatozoa Ikan Baung (Hemibagrus nemurus).Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Kinnear PR, Gray CD. 2000. SPSS for Windows Made Simple. Release 10. Departement of Psychology, University of Aberdeen, Psychology Press. UK.

Kurokura H, Hirano R, Tomita M, Iwahashi M. 1984. Cryopreservation of Carp Sperm.Aquaculture37:267–273.

Kwantong S, Amrit NB. 2003. Effect of Cryoprotectans, Extender and Freezing rates on the Fertilization rate of frozen Striped Catfish (Pangasius hypophthalmus) Sperm.Aquaculture Research34:887–893.

Mansour N, Adel R, Lahnsteiner F. 2005. Quality of Testicular Semen of the African Catfish (C. gariepinus Burchell 1822) and Its Relationship with Fertilization and Hatching Success.Aquaculture Research36:1422-1428.


(48)

Melo FCSA, Godinho HP. 2006. A Protocol for Cryopreservation of Spermatozoa of the FishBrycon orthotaenia.Animal Reproductionv3. n3:380-385. Plouidy MG, Billard R. 1982. The Chemical Composition of the Companion

Fluids of the Gametes in the Common Carp (C. carpio L.). In : Reproductive Physiology of Fish (Compilers : CJJ Richter, HJ Th Goos). PUDOC. Waginingen. 134-135.

Pusat Data Statistik dan Informasi. 2006. Statistik Kelautan dan Perikanan Tahun 2005. Departemen Kelautan dan Perikanan. Sekertariat Jenderal Pusat Data Statistik dan Informasi. Jakarta.

Robeck TR, O’Brien JK. 2004. Effect of Cryopreservation Methods and precryopreservation Storage on Bottlenose Dolphin (Tursiops truncatus) Spermatozoa.Biology of Reproduction70:1340–1348.

Sahoo SK, Giri SS, Sahu AK. 2005. Effect on Breeding Performance and Egg Quality of Clarias batrachus (Linn.) at Various Doses of Ovatide During Spawning Induction.Asian Fisheries Science18:77-83.

Silveira AN, Fausto F, Yara Aiko T, Marcos GR, Rosicleire VS. 2002. Cryopreservation of Rainbow Trout Semen : Diluent, Straw and the Vapor Column.Boletim do Instituto de Pesca, Sao Paulo28(2):135–139.

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. B Sumantri, PenerjemahGramedia. Jakarta..

Supriatna I, Fachriyan HP. 1992. In vitro Fertilisasi, Transfer Embrio dan Pembekuan Embrio. Depdikbud.DIKTI dan PAU IPB. Bogor.

Urbanyi B, Akos H, Zsolt V, Laszlo H, Istvan M, Ferenc R. 1999. Effect of Extenders on Sperm Cryopreservation of African Catfish, Clarias gariepinus(Burchell).Aquaculture Research30:145–151.

Zhang X, Liu Y. 1991. Study of Cryopreservation of Fish Spermatozoa. 1. Methods of Freezing and Thawing.Acta Sci. Nat. Univ. Norm. Hunanensis 15:59–63p.


(49)

33 Aryani N. 1993. Penambahan Gliserol dan Kuning Telur Ayam ke dalam Larutan Pengencer Fisiologi pada Pembekuan Mani Ikan Mas (Cyprinus carpio). Tesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.

Blaxter JHS. 1969. Development of Egg and Larvae, dalam: Hoar WS, Randall DJ, Donalson EM, editor. Fish Fisiology. Ed-3. Academic Press, New York.

Davy F. B., Choinard A. 1980. Induced Fish Breeding in SouthEast asia. Prosiding report of workshop Held in singapure: Ottawa, 25-28 November 1980. Ont. IDRT.48 p.

Ginzburg SA. 1972. Fertilization in Fishes and The Problem of Polyspermi. Jerussalem; Wiener Bindery. 366 p.

Harvey BJ, Hoar WS. 1979. Theory and Practise of Induced Breeding in Fish. IDRC-TS 21 e, Ottawa, canada.

Horvath A, E Miskolczi, B Urbanyi. 2003. Cryopreservation of Common Carp Sperm.Aquatic Living Resources16:457-460.

Hoar WS, Randall DJ, Donalson EM. 1983. Behavior and Fertility Control. Volume IX, Fish Physiology Reproduction. Academic Press.

Iromo H. 2006. Efektifitas Pengencer Laktat Ringer, Modifikasi Ringer dan Larutan Fisiologis NaCL terhadap Viabilitas Spermatozoa Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Masrizal. 1991. Penambahan Dimethylsulfoksida dan Kuning Telur Ayam ke dalam Pengencer untuk Meningkatkan Kualitas Mani Beku dan Daya Tetas Ikan Mas (Cyprinus carpioL.).Tesis. Pascasarjana, IPB. Bogor. Partodiharjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. Purwanto, Y. 1990. Pengaruh Penambahan Berbagai media dan Lama

Penyimpanan Sperma Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi Fowler) terhadap Keberhasilan Pembuahan Telur. Skripsi. Fakultas Pwerikanan. IPB. Bogor.

Rottman, R.W., Shireman, J.V., Chapman, F.A. November 1991a. Introduction to Hormone-induced Spawning of Fish. Pub. No.421. Southern Regional Aquaculture Center.

Steyn, G. J. and J. H. J. Van Vuren. 1987. The Fertilizing Capacity and Cryopreserved Sharptooth Catfish (Clarias gariepinus) Sperm. Aquaculture, 63 : 187 – 193 p.

Stoss J. 1983. Fish Gamete Preservation and Spermatozoan Physiology. Di dalam: Hoar WS, Randall DJ, Donalson EM, editor. Fish Physiology; Edisi ke-9, New York: Academic Press.


(50)

Sumantadinata, K. 1979. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia. Sastra Hudaya. Jakarta.

Toelihere MR. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Angkasa Bandung.

Woynarovich, E. And L. Horvarth. 1984. The artificial Propagation of Warm-water Fin Fishes. Amanual for Extention. FAO. Fish. Tech. Pap., 201:1-183 p.


(51)

33

LAMPIRAN 1 KARAKTERISTIK FISIK REPRODUKSI LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

INDUK JANTAN KARAKTERISTIK

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

TGL SAMPEL

2-Dec-08 2-Dec-08 5-Dec-08 6-Dec-08 16-Feb-09 17-Feb-09 23-Feb-09 25-Feb-09 2-Mar-09 3-Mar-09 5-Mar-09 KISARAN SD

BERAT IKAN (kg) 2.0 1.5 2.0 2.0 1.5 1.5 1.0 1.7 1.7 1.5 1.3 1.0-2.0 1.6±0.3

BERAT GONAD (g) 13.6 8.6 11.8 12.4 9.0 7.9 4.9 6.0 6.9 9.3 3.3 3.3-13.6 8.5±3.2

KANAN 5.0 3.6 5.5 5.0 4.4 3.7 2.4 2.9 3.0 4.2 1.4 1.4-5.5 3.7±1.2

KIRI 8.6 5.0 6.3 7.4 4.6 4.2 2.5 3.1 3.9 5.1 1.9 1.9-8.6 4.8±2.0

VOL SEMEN (mL) 3.2 2.9 5.3 5.7 2.0 2.3 1.7 1.3 1.6 3.2 1.2 1.2-5.7 2.8±1.5

pH SEMEN 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0±0.0

KONSISI SEM* K K K K K K K K K K K K K

MOT SEM SGR(%) 80.0 8.0 70.0 85.0 70.0 75.0 70.0 75.0 75.0 75.0 70.0 70.0 - 85.0 74.1±4.9

WARNA SEMEN** PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS

KONSENTRASI SPERMATZOA X 106

3477.5 0.0 8762.5 4075.0 12975.0 8975.0 12400.0 17012.5 20550.0 10037.5 7562.5 3477.5-20550.0 10582.8±5352.7

SCORING

INDIVIDU (1-5) 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 4-5 4-5


(52)

LAMPIRAN 2 HASIL ANALISIS TEKANAN OSMOTIK PENGENCER Tanggal Diterima : Rabu, 18 Februari 2009

Pengirim : Bpk. Lutfi Jumlah Sampel : 21 Buah Jenis Analisa : Osmolaritas

No. Nama Sampel Hasil Analisa (Osmol/kg)

1 P1D5 0.856

2 P4D5 1.045

3 P3D5 1.047

4 P2D5 1.151

5 P1D10 1.602

6 P2D10 1.754

7 P3D10 1.789

8 P4D10 1.892

9 P1D15 2.668

10 P1D20 2.901

11 P2D20 2.949

12 P4D15 2.961

13 P2D15 3.010

14 P3D20 3.400

15 P4D20 3.440

16 P3D15 3.524

17 P1 0.174

18 P2 0.375

19 P3 0.323

20 P4 0.272


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Akcay E, Yusuf B, Selcuk S, Necmettin T. 2004. Cryopreservation of Mirror Carp Semen.Turk J Vet Anim Sci28:837–843.

Billard R, Cosson J, Perches G, Linhart O. 1995. Biology of Sperm and Artificial Reproduction in Carp.Aquaculture129: 95-122.

Cek S, Yilmaz E. 2005. Gonad Development and Sex Ratio of Sharptooth Catfish (C. gariepinus Burchell, 1822) Cultured Under Laboratory Conditions. Tubitak Turk J Zool31: 35-46.

Cognie F, Billard R, Chao NH. 1989. Freezing of the Milt of the Common Carp (Cyprinus carpio).J. Appl. Ichthyol5:165–176.

Ernawati Y. 1999. Efisiensi implantasi analog LH-RH dan 17α-Metiltestoteron serta pembekuan semen dalam upaya peningkatan produksi benih ikan jambal siam (Pangasius sutchi Fowler). Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Evans G, Maxwell WMC. 1987. Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and Goat.Butter Worths. London.

Hidayaturrahmah. 2007. Waktu Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Ikan Mas (C. carpioL) pada Beberapa Konsentrasi larutan Fruktosa.Bioscientiae4:9-18. Horvath A, Urbanyi B. 2000. The Effect of Cryoprotectans on the Motility and

Fertilizing Capacity of Cryopreserved African Catfish Clarias gariepinus (Burchell 1822) Sperm.Aquaculture Research31:317–324.

Iromo H. 2006. Efektifitas Pengencer Laktat Ringer, Modifikasi Ringer dan Larutan Fisiologis NaCL terhadap Viabilitas Spermatozoa Ikan Baung (Hemibagrus nemurus).Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Kinnear PR, Gray CD. 2000. SPSS for Windows Made Simple. Release 10. Departement of Psychology, University of Aberdeen, Psychology Press. UK.

Kurokura H, Hirano R, Tomita M, Iwahashi M. 1984. Cryopreservation of Carp Sperm.Aquaculture37:267–273.

Kwantong S, Amrit NB. 2003. Effect of Cryoprotectans, Extender and Freezing rates on the Fertilization rate of frozen Striped Catfish (Pangasius hypophthalmus) Sperm.Aquaculture Research34:887–893.

Mansour N, Adel R, Lahnsteiner F. 2005. Quality of Testicular Semen of the African Catfish (C. gariepinus Burchell 1822) and Its Relationship with Fertilization and Hatching Success.Aquaculture Research36:1422-1428.


(2)

Melo FCSA, Godinho HP. 2006. A Protocol for Cryopreservation of Spermatozoa of the FishBrycon orthotaenia.Animal Reproductionv3. n3:380-385. Plouidy MG, Billard R. 1982. The Chemical Composition of the Companion

Fluids of the Gametes in the Common Carp (C. carpio L.). In : Reproductive Physiology of Fish (Compilers : CJJ Richter, HJ Th Goos). PUDOC. Waginingen. 134-135.

Pusat Data Statistik dan Informasi. 2006. Statistik Kelautan dan Perikanan Tahun 2005. Departemen Kelautan dan Perikanan. Sekertariat Jenderal Pusat Data Statistik dan Informasi. Jakarta.

Robeck TR, O’Brien JK. 2004. Effect of Cryopreservation Methods and precryopreservation Storage on Bottlenose Dolphin (Tursiops truncatus) Spermatozoa.Biology of Reproduction70:1340–1348.

Sahoo SK, Giri SS, Sahu AK. 2005. Effect on Breeding Performance and Egg Quality of Clarias batrachus (Linn.) at Various Doses of Ovatide During Spawning Induction.Asian Fisheries Science18:77-83.

Silveira AN, Fausto F, Yara Aiko T, Marcos GR, Rosicleire VS. 2002. Cryopreservation of Rainbow Trout Semen : Diluent, Straw and the Vapor Column.Boletim do Instituto de Pesca, Sao Paulo28(2):135–139.

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. B Sumantri, PenerjemahGramedia. Jakarta..

Supriatna I, Fachriyan HP. 1992. In vitro Fertilisasi, Transfer Embrio dan Pembekuan Embrio. Depdikbud.DIKTI dan PAU IPB. Bogor.

Urbanyi B, Akos H, Zsolt V, Laszlo H, Istvan M, Ferenc R. 1999. Effect of Extenders on Sperm Cryopreservation of African Catfish, Clarias gariepinus(Burchell).Aquaculture Research30:145–151.

Zhang X, Liu Y. 1991. Study of Cryopreservation of Fish Spermatozoa. 1. Methods of Freezing and Thawing.Acta Sci. Nat. Univ. Norm. Hunanensis 15:59–63p.


(3)

33 Aryani N. 1993. Penambahan Gliserol dan Kuning Telur Ayam ke dalam Larutan Pengencer Fisiologi pada Pembekuan Mani Ikan Mas (Cyprinus carpio). Tesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.

Blaxter JHS. 1969. Development of Egg and Larvae, dalam: Hoar WS, Randall DJ, Donalson EM, editor. Fish Fisiology. Ed-3. Academic Press, New York.

Davy F. B., Choinard A. 1980. Induced Fish Breeding in SouthEast asia. Prosiding report of workshop Held in singapure: Ottawa, 25-28 November 1980. Ont. IDRT.48 p.

Ginzburg SA. 1972. Fertilization in Fishes and The Problem of Polyspermi. Jerussalem; Wiener Bindery. 366 p.

Harvey BJ, Hoar WS. 1979. Theory and Practise of Induced Breeding in Fish. IDRC-TS 21 e, Ottawa, canada.

Horvath A, E Miskolczi, B Urbanyi. 2003. Cryopreservation of Common Carp Sperm.Aquatic Living Resources16:457-460.

Hoar WS, Randall DJ, Donalson EM. 1983. Behavior and Fertility Control. Volume IX, Fish Physiology Reproduction. Academic Press.

Iromo H. 2006. Efektifitas Pengencer Laktat Ringer, Modifikasi Ringer dan Larutan Fisiologis NaCL terhadap Viabilitas Spermatozoa Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Masrizal. 1991. Penambahan Dimethylsulfoksida dan Kuning Telur Ayam ke dalam Pengencer untuk Meningkatkan Kualitas Mani Beku dan Daya Tetas Ikan Mas (Cyprinus carpioL.).Tesis. Pascasarjana, IPB. Bogor.

Partodiharjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. Purwanto, Y. 1990. Pengaruh Penambahan Berbagai media dan Lama

Penyimpanan Sperma Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi Fowler) terhadap Keberhasilan Pembuahan Telur. Skripsi. Fakultas Pwerikanan. IPB. Bogor.

Rottman, R.W., Shireman, J.V., Chapman, F.A. November 1991a. Introduction to Hormone-induced Spawning of Fish. Pub. No.421. Southern Regional Aquaculture Center.

Steyn, G. J. and J. H. J. Van Vuren. 1987. The Fertilizing Capacity and Cryopreserved Sharptooth Catfish (Clarias gariepinus) Sperm. Aquaculture, 63 : 187 – 193 p.

Stoss J. 1983. Fish Gamete Preservation and Spermatozoan Physiology. Di dalam: Hoar WS, Randall DJ, Donalson EM, editor. Fish Physiology; Edisi ke-9, New York: Academic Press.


(4)

Sumantadinata, K. 1979. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia. Sastra Hudaya. Jakarta.

Toelihere MR. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Angkasa Bandung.

Woynarovich, E. And L. Horvarth. 1984. The artificial Propagation of Warm-water Fin Fishes. Amanual for Extention. FAO. Fish. Tech. Pap., 201:1-183 p.


(5)

33

LAMPIRAN 1 KARAKTERISTIK FISIK REPRODUKSI LELE DUMBO (Clarias gariepinus) INDUK JANTAN

KARAKTERISTIK

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

TGL SAMPEL

2-Dec-08

2-Dec-08

5-Dec-08

6-Dec-08

16-Feb-09

17-Feb-09

23-Feb-09

25-Feb-09

2-Mar-09

3-Mar-09

5-Mar-09

KISARAN SD

BERAT IKAN (kg) 2.0 1.5 2.0 2.0 1.5 1.5 1.0 1.7 1.7 1.5 1.3 1.0-2.0 1.6±0.3

BERAT GONAD (g) 13.6 8.6 11.8 12.4 9.0 7.9 4.9 6.0 6.9 9.3 3.3 3.3-13.6 8.5±3.2

KANAN 5.0 3.6 5.5 5.0 4.4 3.7 2.4 2.9 3.0 4.2 1.4 1.4-5.5 3.7±1.2

KIRI 8.6 5.0 6.3 7.4 4.6 4.2 2.5 3.1 3.9 5.1 1.9 1.9-8.6 4.8±2.0

VOL SEMEN (mL) 3.2 2.9 5.3 5.7 2.0 2.3 1.7 1.3 1.6 3.2 1.2 1.2-5.7 2.8±1.5

pH SEMEN 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0±0.0

KONSISI SEM* K K K K K K K K K K K K K

MOT SEM SGR(%) 80.0 8.0 70.0 85.0 70.0 75.0 70.0 75.0 75.0 75.0 70.0 70.0 - 85.0 74.1±4.9

WARNA SEMEN** PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS

KONSENTRASI SPERMATZOA X 106

3477.5 0.0 8762.5 4075.0 12975.0 8975.0 12400.0 17012.5 20550.0 10037.5 7562.5 3477.5-20550.0 10582.8±5352.7 SCORING

INDIVIDU (1-5) 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 4-5 4-5


(6)

LAMPIRAN 2 HASIL ANALISIS TEKANAN OSMOTIK PENGENCER Tanggal Diterima : Rabu, 18 Februari 2009

Pengirim : Bpk. Lutfi Jumlah Sampel : 21 Buah Jenis Analisa : Osmolaritas

No. Nama Sampel Hasil Analisa (Osmol/kg)

1 P1D5 0.856

2 P4D5 1.045

3 P3D5 1.047

4 P2D5 1.151

5 P1D10 1.602

6 P2D10 1.754

7 P3D10 1.789

8 P4D10 1.892

9 P1D15 2.668

10 P1D20 2.901

11 P2D20 2.949

12 P4D15 2.961

13 P2D15 3.010

14 P3D20 3.400

15 P4D20 3.440

16 P3D15 3.524

17 P1 0.174

18 P2 0.375

19 P3 0.323

20 P4 0.272