Bagaimana Cara Elektrifikasi Paling Feasible?

Bagian 3 Bagaimana Cara Elektrifikasi Paling Feasible?

Sejak dimulainya revolusi industri pada abad 18, bahan bakar fosil menjadi tulang punggung ekonomi dan industri dunia. Pada sektor transportasi, minyak bumi menjadi penyuplai utama bahan bakar kendaraan bermotor, baik dalam bentuk bensin (petrol/gasoline) maupun bahan bakar Diesel. Di tataran rumah tangga, penggunaan minyak tanah dan liquefied petroleum gas (LPG) menggantikan kayu bakar untuk keperluan masak memasak. Dari segi energi, bahan bakar minyak (BBM) relatif baik karena memiliki densitas energi cukup tinggi dan mudah untuk ditransportasikan.

Sementara dari segi iklim, penggunaan BBM secara masif mengundang bencana bagi iklim dunia. Emisi CO 2 dan metana yang dilepaskan, baik dalam proses pengolahan maupun pembakaran, memicu efek rumah kaca berlebih yang kemudian dapat berimbas pada pemanasan global dan perubahan iklim. Persoalan ini seharusnya membuat orang-orang berpikir, bagaimana kita memenuhi keperluan transportasi dan rumah tangga tanpa harus merusak iklim?

Jawaban paling simpel adalah dengan melakukan elektrifikasi pada seluruh sektor. Seluruh perangkat pembangkit daya untuk Jawaban paling simpel adalah dengan melakukan elektrifikasi pada seluruh sektor. Seluruh perangkat pembangkit daya untuk

Persoalannya, elektrifikasi ini tidak cukup berguna juga kalau sumber listriknya berasal dari energi fosil. Tetap saja mengganggu iklim, mengingat lebih banyak batubara dan gas alam yang dibakar untuk menghasilkan listrik untuk substitusi BBM dan LPG. Karenanya, perlu infrastruktur energi bersih untuk memastikan proses elektrifikasi ini berjalan dengan semestinya, yaitu mengeliminasi polusi gas rumah kaca dari aktivitas manusia.

Bicara soal energi bersih, berarti pilihannya hanya ada dua, energi nuklir atau “energi terbarukan”. Tidak ada opsi lain. Pertanyaannya, mana yang lebih feasible untuk elektrifikasi sektor tranportasi dan rumah tangga?

1. Perspektif

Sebelum beranjak kemana-mana, ada beberapa hal yang saya kira mesti jadi perhatian. Pertama, walau kedengarannya keren untuk melakukan elektrifikasi pada seluruh sektor, nyatanya itu tidak benar- benar realistis. Untuk mobil, motor, perahu, bis dan truk kecil dan sedang, elektrifikasi tidak masalah. Hanya saja, ini tidak bisa dilakukan Sebelum beranjak kemana-mana, ada beberapa hal yang saya kira mesti jadi perhatian. Pertama, walau kedengarannya keren untuk melakukan elektrifikasi pada seluruh sektor, nyatanya itu tidak benar- benar realistis. Untuk mobil, motor, perahu, bis dan truk kecil dan sedang, elektrifikasi tidak masalah. Hanya saja, ini tidak bisa dilakukan

Kedua, perilaku konsumsi BBM di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya tata kota yang tidak efisien, penduduk yang terlalu padat, kurang memadainya fasilitas transportasi umum yang memancing orang-orang untuk lebih senang menggunakan kendaraan pribadi, serta kultur masyarakat cenderung malas bergerak. Faktor- faktor ini khususnya banyak terjadi di Pulau Jawa yang padat penduduk.

Ketiga, distribusi BBM sendiri tidak benar-benar merata di seluruh daerah. Wilayah luar Jawa, khususnya, seringkali mengalami kelangkaan BBM. Salah satu masalahnya ada pada jalur distribusi yang sulit. Mungkin juga dikarenakan konsumsi BBM di Pulau Jawa yang terlampau tinggi, berimbas pada produksi kurang memadai untuk mencakup seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, ada kemungkinan soal penimbunan BBM yang menyebabkan kelangkaan.

Persoalan nomor dua dan tiga menjadi komplikasi yang mempersulit perhitungan, berapa sebenarnya konsumsi BBM ideal di Indonesia? Atas alasan itu, demi simplisitas perhitungan, diasumsikan bahwa Persoalan nomor dua dan tiga menjadi komplikasi yang mempersulit perhitungan, berapa sebenarnya konsumsi BBM ideal di Indonesia? Atas alasan itu, demi simplisitas perhitungan, diasumsikan bahwa

Karena itu, kalkulasi ini kemungkinan besar tidak akurat untuk menggambarkan kebutuhan energi bersih untuk menggantikan BBM dan LPG. Akan tetapi, sekadar untuk membandingkan mana yang lebih feasible antara energi nuklir dan “energi terbarukan” untuk elektrifikasi, tetap akurat.

2. Berapa Konsumsi BBM dan LPG Kita?

Informasi online mengenai data konsumsi BBM dan LPG tidak terlalu memadai. Laman Kementerian ESDM dan BPS sudah lama tidak diperbarui, terakhir data yang tersedia tahun 2014. Outlook BPPT juga tidak terlalu membantu, lagi-lagi datanya masih tahun 2014. Oleh sebab itu, data tahun 2014 menjadi rujukan.

Pada tahun 2014, konsumsi bensin total (dalam bentuk premium, pertamax dan pertamax plus) adalah 30.924.810 kiloliter. Sementara, konsumsi bahan bakar Diesel (solar) adalah 32.673.230 kiloliter. Konsumsi solar di sini mengabaikan minyak Diesel yang digunakan untuk kapal laut besar, mengingat substitusinya beda lagi.

Konsumsi LPG di tahun 2014, menurut BPPT, sebesar 6,09 juta ton. Minyak tanah sendiri masih digunakan, walau sudah sangat berkurang dibanding sebelum adanya peralihan ke LPG. Tahun 2014, konsumsi minyak tanah sebesar 971.434 kiloliter.

3. Berapa Besar Energi Listrik Yang Diperlukan?

Untuk tahu berapa banyak listrik yang diperlukan, pertama mesti diketahui dulu berapa kebutuhan bersih energi yang dibutuhkan. BBM dan kompor LPG tidak bekerja dengan efisiensi 100%, sehingga ada energi yang terbuang begitu saja. Baterai di mobil listrik sebenarnya juga tidak 100% efisien, tapi nilai efisiensinya lebih tinggi. Kompor listrik dan sejenisnya tidak mengalami masalah seperti itu.

Dalam perhitungan ini, diasumsikan bahwa mesin bensin memiliki efisiensi 30%, mesin Diesel 50%, kompor gas 53% dan kompor minyak 40%.

Berikutnya, perlu diketahui juga energi spesifik dari masing-masing bahan bakar. Seperti disebutkan sebelumnya, BBM fosil dan LPG relatif baik karena densitas energinya cukup tinggi dan pengemasannya mudah. Di sini, digunakan data densitas energi bensin sebesar 34,2 Mega Joule (MJ)/liter, solar sebesar 35,8 MJ/liter dan minyak tanah sebesar 37,4 MJ/liter. LPG dinyatakan dalam satuan berat alih-alih volume, yakni 46,4 MJ/kg.

Dari sini, bisa ditemukan konsumsi energi yang dibutuhkan per tahun dari masing-masing bahan bakar. Untuk mempermudah, penggunaan energi dinyatakan dalam satuan terawatt-hour (TWh).

Tabel 1. Konsumsi energi BBM

Jenis bahan Volume

Efisiensi Konsumsi bakar

Densitas energi

energi (TWh) Bensin

(kiloliter)

(MJ/liter)

30% 88,1 Solar (Diesel)

50% 162,5 Minyak tanah

Tabel 2. Konsumsi energi LPG

Jenis bahan Volume (ton)

Efisiensi Konsumsi bakar

Densitas energi

energi (TWh) LPG

(MJ/kg)

Dari dua tabel di atas, bisa kita temukan bahwa kebutuhan energi total sebesar 296,2 TWh, masing-masing 250,6 TWh untuk transportasi dan 45,6 TWh untuk kebutuhan rumah tangga.

Pertanyaan berikutnya, seberapa besar kebutuhan energi bersih untuk menutupi kebutuhan ini?

Yang dihitung pertama adalah transportasi. Karena diasumsikan bahwa transportasi di sini menggunakan mobil listrik sepenuhnya, berarti membutuhkan baterai. Sebelumnya, telah diketahui bahwa baterai tidak bekerja dengan round-trip-efficiency (RTE) 100%. Rerata RTE baterai adalah 90%. Angka ini kemudian menjadi patokan kita selanjutnya.

Berikutnya adalah kapasitas pembangkit daya yang diperlukan. Opsi yang dipilih adalah energi nuklir, energi bayu dan energi surya. Pasalnya, hanya ketiga moda ini saja yang bisa diekspansi tanpa terlalu tergantung tempat, seperti yang terjadi pada energi panas bumi dan energi hidro. Selain itu, energi bayu dan surya sendiri seringkali dianggap panasea oleh pendukung “energi terbarukan”. Faktor gayut waktu pada kedua moda “energi terbarukan” tidak diperhitungkan, jadi hanya mempertimbangkan total energi listrik yang dibangkitkan.

Dalam menghitung kapasitas terpasang, faktor yang mesti dipertimbangkan adalah faktor kapasitas. Di sini, digunakan asumsi faktor kapasitas nuklir sebesar 90%, bayu 30% dan surya 20%. Dua angka terakhir cenderung optimis, seringkali realisasinya tidak sebesar itu.

Berangkat dari asumsi ini, ditemukan kapasitas terpasang pembangkit listrik yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Kapasitas daya dibutuhkan untuk substitusi BBM Pembangkit daya

Kapasitas terpasang (GW) Nuklir

Faktor kapasitas

Jelas bahwa energi nuklir butuh kapasitas terpasang jauh lebih sedikit untuk memenuhi kebutuhan transportasi. Dampaknya, biaya yang dibutuhkan juga lebih sedikit.

Untuk menghitung biaya, diasumsikan bahwa PLTN memiliki overnight cost sebesar USD 2000/kW untuk wilayah Indonesia. Sementara, diasumsikan PLTB memiliki overnight cost serupa dan PLTS memiliki overnight cost USD 1500/kW.

Dari sana, biaya investasi yang dibutuhkan untuk infrastruktur pengganti BBM adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Biaya investasi substitusi BBM

Pembangkit Kapasitas (GW)

Biaya investasi daya

Overnight cost

(/kW)

Nuklir

USD 70,6 milyar Bayu

USD 2000

USD 211,7 milyar Surya

USD 238,2 milyar

Memanfaatkan energi nuklir untuk menghasilkan listrik, biaya investasi untuk menyediakan suplai listrik yang dibutuhkan jauh lebih kecil dibanding energi bayu dan surya. Lagi-lagi, ini seharusnya tidak menjadi pertanyaan, mengingat performa PLTN jauh lebih bisa diandalkan ketimbang “energi terbarukan”, yang meniscayakan lebih sedikitnya unit yang dibutuhkan untuk menghasilkan listrik untuk kendaraan bermotor.

Kemudian, giliran untuk sektor rumah tangga dihitung. Indonesia adalah negara tropis, tidak butuh pemanas khusus yang menggunakan gas alam atau panas bumi seperti di Eropa. Sementara, pendingin ruangan sudah termasuk dalam kebutuhan listrik sehari-hari. Jadi, Kemudian, giliran untuk sektor rumah tangga dihitung. Indonesia adalah negara tropis, tidak butuh pemanas khusus yang menggunakan gas alam atau panas bumi seperti di Eropa. Sementara, pendingin ruangan sudah termasuk dalam kebutuhan listrik sehari-hari. Jadi,

Asumsi yang digunakan sama, hanya mengabaikan RTE yang tidak diperlukan pada peralatan dapur yang menggunakan listrik. Hasilnya adalah sebagai berikut.

Tabel 5. Kapasitas daya substitusi LPG dan minyak tanah Pembangkit daya

Kapasitas terpasang (GW) Nuklir

Faktor kapasitas

Sementara, biaya investasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.

Tabel 6. Biaya investasi substitusi LPG dan minyak tanah

Pembangkit Kapasitas terpasang (GW) Overnight cost Biaya investasi daya

(/kW)

Nuklir

USD 11,6 milyar Bayu

USD 2000

USD 34,7 milyar Surya

USD 39 milyar

Sehingga, kapasitas daya terpasang dan biaya investasi total yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.

Tabel 7. Biaya investasi substitusi total

Pembangkit daya

Biaya investasi Nuklir

Kapasitas terpasang (GW)

USD 82,1 milyar Bayu

USD 246,5 milyar Surya

USD 277,3 milyar

Bagaimana dengan penggunaan listriknya? Pengaruhnya ke nilai keekonomisan dibanding menggunakan BBM biasa. Agak sulit Bagaimana dengan penggunaan listriknya? Pengaruhnya ke nilai keekonomisan dibanding menggunakan BBM biasa. Agak sulit

Untuk menghitung biaya dasar listrik, fitur PMT pada Microsoft Excel digunakan lagi, untuk menyesuaikan dengan kondisi riil di dunia saat ini. Laju bunga diasumsikan 10%/tahun, biaya operasional USD 1 sen/kWh dan biaya bahan bakar untuk PLTN sebesar USD 0,52 sen/kWh.

Hasilnya adalah sebagai berikut.

Tabel 8. Biaya dasar pembangkitan listrik Pembangkit daya

Bayu Surya Laju bunga

Nuklir

10% 10% Overnight cost

2000 1500 Usia pakai

60 20 20 Faktor kapasitas

30% 20% Capital cost recovery/kWh

$ 0,08802 $ 0.09902 Biaya operasional/kWh

$ 0,01 $ 0,01 Biaya bahan bakar/kWh

Biaya dasar/kWh

IDR 528

IDR 1.274 IDR 1.417

Ditambah biaya transmisi dan lain-lain, biaya total masing-masing dibulatkan menjadi IDR 800/kWh, IDR 1500/kWh dan IDR 1700/kWh.

Bagaimana perbandingannya? Untuk komparasi, digunakan mobil elektrik model Chevrolet Spark EV (Electric Vehicle) keluaran tahun 2014, dengan daya mesin 132 horse-power (hp). Model ini dibandingkan dengan Honda Jazz keluaran tahun 2014 juga, dengan daya mesin 118 hp. Untuk komparasi, dibandingkan biaya yang dibutuhkan untuk mencapai jarak 100 km.

Gambar 8. Chevrolet Spark EV 2014

Gambar 9. Honda Jazz 2014

Untuk mencapai jarak 100 km, menurut data US EPA, Chevrolet Spark EV butuh listrik 18 kWh. Ini untuk kondisi jalan beragam. Karena menggunakan baterai, maka RTE mesti diperhitungkan, dalam perhitungan ini diasumsikan 90%. Sementara, berdasaran pengujian salah satu majalah otomotif lokal, Honda Jazz mampu mencapai jarak 16,8 km dengan 1 liter Pertamax. Artinya, perlu 5,95 liter Pertamax untuk mencapai jarak 100 km. Saat ini, harga Pertamax yaitu IDR 8050/liter.

Dari sini, kemudian dihitung biaya per 100 km untuk masing-masing tipe kendaraan. Berikut untuk mobil listrik.

Tabel 9. Biaya listrik per 100 km

Sumber listrik Kebutuhan listrik per 100 Biaya per kWh Biaya per 100

km Nuklir

km

IDR 800 IDR 16.000 Bayu

18 IDR 1.500 IDR 30.000 Surya

IDR 1.700 IDR 34.000

Dan berikut untuk mobil BBM.

Tabel 10. Biaya BBM per 100 km

Bahan bakar Kebutuhan BBM per 100 Biaya per liter Biaya per 100

km Pertamax

km

IDR 8.050 IDR 47.916,67

Jadi, walau dengan menggunakan energi surya yang notabene dua kali lebih mahal daripada nuklir sekalipun, biaya listriknya masih lebih rendah dari biaya BBM.

Bagaimana dengan substitusi LPG? Telah diketahui densitas energi LPG sebesar 46,4 MJ/kg. LPG 3 kg

(subsidi) saat ini harganya sekitar IDR 19.000/tabung. Artinya, LPG ini menampung energi sebesar 38,7 kWh, dengan biaya per kWh sebesar IDR 491. Namun, kompor gas tidak 100% efisien. Efisiensi kompor gas hanya sekitar 53%. Artinya, energi final yang dimanfaatkan hanya 20,5 kWh, menghasilkan biaya per kWh sebesar IDR 927.

Sementara, harga listrik termurah dari energi nuklir adalah IDR 800/kWh. Kompor listrik bekerja dengan efisiensi jauh lebih tinggi, hingga 90%. Maka, biaya listrik finalnya adalah IDR 889/kWh. Dengan demikian, menggunakan listrik dari nuklir untuk urusan dapur, biayanya kompetitif bahkan lebih murah. Apalagi jika dibandingkan dengan LPG non subsidi, dengan harga IDR 129.000 per tabung (wilayah Jabodetabek), yang biaya per kWh-nya mencapai IDR 1574. Nuklir jelas jauh lebih murah.

Sementara, untuk “energi terbarukan”, satu-satunya cara supaya bisa kompetitif dengan LPG subsidi adalah dengan menggunakan mekanisme pembiayaan tanpa bunga. Menggunakan mekanisme pembiayaan berbunga, energi bayu hanya bisa kompetitif dengan LPG non subsidi. Sementara, energi surya lebih mahal bahkan dari LPG non subsidi sekalipun.

Sementara, jika dibandingkan dari ketiga sumber listrik, tampaklah bahwa energi nuklir tetap menjadi opsi paling economics wise untuk mensubstitusi BBM dan LPG. Apalagi, kalkulasi ini belum memperhitungkan kebutuhan backup/penyimpanan daya untuk “energi terbarukan”, yang notabene sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan suplai listrik. Biayanya akan sangat melonjak. Untuk substitusi LPG pun jadi tidak lagi kompetitif.

Bukan berarti “energi terbarukan” tidak punya peran, tentu saja. Toh realitanya pasti akan dipakai-pakai juga. Walau begitu, kemungkinan besar “energi terbarukan” ini akan lebih difokuskan di daerah-daerah pelosok yang agak sulit tersambung dengan jaringan listrik.

Bagaimana teknis eksistensial pembangkit daya yang digunakan untuk mensubstitusi BBM dan LPG ini? Dengan asumsi jaringan listrik utama sudah berasal dari energi besih, ya tidak usah dibuat secara khusus, gabungkan saja dengan jaringan listrik yang sudah ada. Tinggal dialirkan listriknya ke stasiun-stasiun pengisian baterai. Sementara untuk substitusi LPG, jaringan listriknya terintegrasi dengan listrik perumahan.

4. Kesimpulan

Elektrifikasi bisa dimanfaatkan dalam skenario dekarbonisasi di sektor industri dan rumah tangga. Energi nuklir dan “energi terbarukan” menjadi opsi paling feasible dari segi emisi dan ekspansi. Dari kalkulasi Elektrifikasi bisa dimanfaatkan dalam skenario dekarbonisasi di sektor industri dan rumah tangga. Energi nuklir dan “energi terbarukan” menjadi opsi paling feasible dari segi emisi dan ekspansi. Dari kalkulasi

Dan sekali lagi, “energi terbarukan” kesulitan untuk kompetitif secara biaya dengan nuklir. Tidak ada peluang “energi terbarukan” bisa kompetitif dengan biaya LPG subsidi, walau untungnya, (kemungkinan) masih cukup kompetitif untuk substitusi BBM. Dalam skala besar, opsi elektrifikasi menggunakan “energi terbarukan” hanya akan mengundang komplikasi masalah baru alih-alih menyelesaikan masalah.

Dokumen yang terkait

ALOKASI WAKTU KYAI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DI YAYASAN KYAI SYARIFUDDIN LUMAJANG (Working Hours of Moeslem Foundation Head In Improving The Quality Of Human Resources In Kyai Syarifuddin Foundation Lumajang)

1 46 7

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENDAPATAN TENAGA KERJA PENGRAJIN ALUMUNIUM DI DESA SUCI KECAMATAN PANTI KABUPATEN JEMBER The factors that influence the alumunium artisans labor income in the suci village of panti subdistrict district jember

0 24 6

The Correlation between students vocabulary master and reading comprehension

16 145 49

An analysis of moral values through the rewards and punishments on the script of The chronicles of Narnia : The Lion, the witch, and the wardrobe

1 59 47

The Effectiveness of Computer-Assisted Language Learning in Teaching Past Tense to the Tenth Grade Students of SMAN 5 Tangerang Selatan

4 116 138

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Lembaga Kantor Berita Nasional Antar Biro Jawa Barat

0 59 1

Peranan Komunikasi Antar Pribadi Antara Pengajar Muda dan Peserta Didik Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar ( Studi pada Program Lampung Mengajar di SDN 01 Pulau Legundi Kabupaten Pesawaran )

3 53 80