1.b. Jaminan Kebendaan tidak Barang Bergerak
D.1.b. Jaminan Kebendaan tidak Barang Bergerak
Pembebanan jaminan atas kebendaan barang tidak bergerak atas pemberian kredit pada debitur dalam praktek perbankan umumnya dilakukan dengan Hak Tanggungan, khususnya pemberian jaminan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terdapat diatasnya. Hal ini pengaturannya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
Dalam pasal 1 ayat( 1) dijelaskan, “Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan suatu utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur (kreditur) lainnya”.
Sedangkan dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) disebutkan yang mejadi obyek Hak Tanggungan adalah : Hak Atas Tanah, Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Negara.
Proses pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)dan selanjutnya pemberian Hak Tanggungan tersebut wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di wilayah obyek tanah yang dibebankan hak tanggungan itu berada. Kemudian dari pendaftaran tersebut oleh Kantor Pertanahan Kabupaten /Kotamadya tersebut akan timbullah sertifikat hak atas tanah yang telah dibebani Hak Tanggungan dan sertifikat Hak Tanggungan.
83 Hasil wawancara dengan Alex, Relationship Offiser, Bank Danamon Indonesia Cabang Medan- Diponegoro di Medan, Senin, tanggal 12 April 2010.
Hak Tanggungan memberikan hak preferent kepada kreditur pemegang Hak Tanngungan dan Hak Tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek itu berada (droit de suite).
Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial, dimana kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk mengeksekusi benda jaminan jika debitur cidera janji. Dasar hukum untuk mengajukan eksekusi adalah pasal 6 Undang- Undang Hak Tanggungan dan penjelasan yang menegaskan: “ Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut“. Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan.
Dalam pasal 14 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Hak Tanggungan nomor 4 Tahun 1996 intinya menegaskan: sertifikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa“. Mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.
Dengan sifat ini, jika debitur cidera janji maka kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan dapat melakukan penjualan benda jaminan secara langsung dengan bantuan
Kantor Lelang Negara (sekarang kantor Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara) tanpa perlu persetujuan pemilik benda jaminan dan tidak perlu meminta fiat eksekusi dari Pengadilan. Hanya pemegang Hak Tanggungan pertama yang mempunyai hak Parate Eksekusi bila terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Penjualan benda jaminan yang dilakukan langsung oleh kreditur dengan bantuan Kantor Lelang Negara tanpa persetujuan pemilik benda jaminan dan tidak perlu meminta fiat Pengadilan disebut Parate Eksekusi. Sifat Hak Tanggungan yang memberikan hak Preferent dan memberikan kemudaan dan pasti dalam pelaksanaan eksekusi adalah sifat-sifat yang kuat dari Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan yang sukai di lingkungan Perbankan/Kreditur.
Jadi jaminan yang diberikan seperti ini adalah merupakan jaminan utama yang dimintakan oleh bank kepada debitur perseroan terbatas, yaitu berupa tanah dan bangunan, baik itu milik yang terdaftar atas nama perseroan terbatas, anggota direksi, dan anggota
dewan komisaris maupun para pemegang saham. 84