BAB II Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri

(1)

A. Belajar dan Pembelajaran

1. Pengertian Belajar

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan perubahan yaitu perubahan di dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut : “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interkasi dengan lingkungannya”.1

Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya

Educational Psychology: The Teaching-Leaching Process, berpendapat bahwa belajar suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya bahwa belajar adalah: ...a process of progressivw behavior adaption”. Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer) (Syah, 2010). Skinner (dalam Dimyati dan

1 Ahmadi dan Supriyono, Psikologi Belajar Edisi Revisi, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004), hlm. 128


(2)

Mudjiono 2006) juga berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responya akan menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya menurun.2

Menurut teori Behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur.3

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang kompleks pada semua orang dan berlangsung seumur hidup sehingga mengalami perubahan tingkah laku secara keseluruhan dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

2. Proses Belajar Mengajar

Rusyan (1989), berpendapat bahwa belajar mengajar adalah segala yang disengaja dalam rangka memberikan kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar-mengajar sesuai dengan tujuan yang dirumuskan.4 2 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 9

3 Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 9

4 Rusyan, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remadja Rosdakarya, 1989), hlm. 16


(3)

Sedangkan Suryosubroto (1997) menyatakan bahwa proses belajar-mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi, dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa proses belajar-mengajar adalah suatu kegiatan yang saling berinteraksi antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.5

Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan intruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan peran serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilaksanakan serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia. Guru dalam mengajarkan suatu materi perlu memiliki strategi pembelajaran dan metode yang tepat.

Strategi pembelajaran adalah pola umum perbuatan guru dan siswa di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran. Strategi dalam hal ini menunjukkan kepada karakteristik abstrak dari rentetan perubahan guru dan siswa dalam suatu pembelajaran. Metode mengajar adalah alat yang merupakan bagian dari perangkat, alat dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi pembelajaran, karena strategi pembelajaran merupakan sarana dan

5 Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), hlm. 27


(4)

alat untuk mencapai tujuan belajar, maka metode mengajar merupakan alat untuk mencapai tujuan belajar.6

Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang operasional dan konkret, yakni tujuan instruksional khusus dan tujuan instruksional umum, tujuan kurikuler, tujuan nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal. Persepsi guru atau anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan belajar mengajar akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran-antara serta sasaran kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan kedalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang diidamkan pada sasaran atau tujuan universal, manusia yang diidamkan tersebut harus memiliki kualifikasi yaitu pengembangan bakat secara optimal, hubungan antar manusia, efisien ekonomi, dan tanggung jawab selaku warga negara. Oleh sebab itu diperlukan suatu strategi belajar mengajar dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Djamarah dan Zaim,7 Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal berikut:

6 Muedjiono dan Hasibun, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdukarya, 2006), hlm. 14

7 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswa Zaim, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 75


(5)

a. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagai mana yang diharapkan.

b. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.

c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam kegiatan mengajar.

d. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem intruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

3. Hasil Belajar

Setelah kegiatan belajar mengajar selesai maka untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang telah dicapai siswa dalam pembelajaran dapat diketahui dari hasil belajar. Untuk mengetahui hasil belajar tersebut dapat dilakukan evaluasi dengan tujuan untuk melihat sejauh mana taraf keberhasilan mengajar guru dan kemampuan siswa dalam menyerap materi yang telah dijelaskan oleh guru. Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Hasil belajar yang dimaksud mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.


(6)

Menurut Mulyasa (2006) hasil belajar pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang terjadi. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk yaitu: peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang diinginkan dan mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap maupun dua tahap sehingga akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang dengan tingkat yang diinginkan.8

Nana Sudjana (2002)9 menyatakan hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Nana Sudjana mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam tiga ranah yaitu:

a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

b. Ranah afektif, berkenaan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, mengorganisasikan, internalisasi.

c. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan akspresif dan interpresif.

8 Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 33

9 Nana Sudjana, Penilaian dan Hasil Proses Belajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 28


(7)

Ketiga ranah diatas merupakan hasil belajar yang terjadi pada diri seseorang dan tiga ranah tersebut tidak dapat untuk dipisahkan karena memiliki hubungan timbal balik maka ketiga ranah diatas perlu diperhatikan oleh seorang pendidik dalam rangka mengarahkan para peserta didik sesuai dengan tujuan yang diharapkan.10

Tujuan pembelajaran yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diharapkan pada diri siswa menjadi unsur penting sebagai dasar penilaian. Hasil belajar merupakan berbagai kapasitas yang diperoleh siswa sehubungan dengan keikutsertaannya dalam proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pengajaran, disisi lain hasil belajar merupakan penggal dan puncak belajar siswa.11 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Dalyono (2009),12 berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar yaitu sebagai berikut :

a. Faktor internal, yaitu faktor yang datang dari diri siswa sendiri. Yang termasuk faktor intenal adalah seperti kesehatan, intelegensi dan bakat, minat dan motivasi, serta cara belajar.

b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang datang dari luar diri siswa. Yang termasuk faktor eksternal adalah seperti keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar.

10 Ibid, hlm. 28

11 Ibid, hlm. 29


(8)

Sudjana (2002)13 menyatakan hasil belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya :

a. Faktor Internal

Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan belajar. Clark dalam Sudjana (2002) menyatakan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Selain faktor kemampuan siswa, faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa adalah motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.

b. Faktor Eksternal

Faktor yang datang dari luar diri siswa, yaitu lingkungan sekitarnya atau salah satu lingkungan belajar di sekolah yaitu kualitas pengajaran, yang dimaksud dengan kualitas pengajaran adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.

B. Konsep

Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep merupakan batu pembangun berpikir. Konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Siswa


(9)

harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya dalam memecahkan masalah.14

Menurut Ausubel konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri khas yang terwakili dalam setiap budaya oleh benda atau simbol. Rosser menyatakan, konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Konsep-konsep itu merupakan abstraksi yang berdasarkan pengalaman.15

Konsep berkembang melalui satu seri tingkatan. Tingkatan-tingkatan itu mulai dengan hanya mampu menunjukkan suatu contoh suatu konsep hingga dapat sepenuhnya menjelaskan atribut-atribut konsep. Kita tidak mencapai semua konsep kita pada tingkat yang sama. Sebagian besar dari kita dapat menjelaskan secara sempurna atribut-atribut dari konsep buku. Walaupun penjelasan–penjelasan kita berbeda, kita masih dapat mengkomunikasikan definisi yang adekuat pada orang lain. Mungkin kita pernah mengalami, yaitu ketika seseorang menanyakan konsep kita tentang suatu kata, kita dapat menghubungkan kata itu pada konsep-konsep yang lain atau menggunakannya dalam suatu kalimat, tetapi kita tidak dapat mendefinisikannya secara formal. Kita mencapai konsep-konsep pada tingkat yang berbeda. Konsep-konsep yang berbeda dipelajari pada usia-usia yang berbeda. Berdasarkan teori perkembangan Piaget kita mengetahui bahwa anak-anak yang masih kecil baru dapat belajar konsep konkret, sedangkan

14 Dahar, Teori – Teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 38


(10)

konsep yang lebih sulit atau lebih abstrak dapat dipelajari setelah mereka besar.16

Macam-macam konsep yang kita pelajari tidak terbatas. Flavell (1970) menyatakan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu : 1. Dimensi Atribut. Setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda, konsep harus mempunyai atribut yang relevan termasuk juga atribut yang tidak relevan. Atribut dapat berupa fisik, seperti warna, tinggi, bentuk atau dapat juga berupa fungsional.

2. Dimensi Struktur. Menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut itu. Ada tiga macam struktur yang dikenal,

a. Konsep konjungtif, yaitu konsep yang mempunyai dua atau lebih sifat-sifat sehingga dapat memenuhi syarat sebagai contoh konsep. b. Konsep disjungtif, yaitu konsep yang didalamnya satu dari dua atau

lebih sifat harus ada.

c. Konsep relasional, menyatakan hubungan tertentu antara atribut-atribut konsep.

3. Dimensi keabstrakan. Konsep-konsep dapat dilihat dan konkret atau konsep-konsep itu terdiri dari konsep-konsep lain. Contohnya adalah konsep segitiga, konsep tersebut dapat dilihat sedangkan konsep cinta lebih abstrak.

4. Dimensi keinklusifan. Hal ini ditujukan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat dalam konsep itu.


(11)

5. Dimensi generalitas atau keumuman. Konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat atau subordinatnya bila diklasifikasikan. Makin umum suatu konsep makin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep-konsep lainnya.

6. Dimensi ketepatan. Suatu konsep yang menyangkut apakah ada sekumpulan aturan untuk membedakan contoh dengan noncontoh suatu konsep.

7. Dimensi kekuatan. Suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu penting.

Menurut Suyanti (2010),17 konsep-konsep kimia dapat dikelompokkan berdasarkan atribut-atribut konsep menjadi 6 kelompok yaitu :

1. Konsep konkret, yaitu konsep yang contohnya dapat dilihat misalnya spektrum.

2. Konsep abstrak, yaitu konsep yang contohnya tidak dapat dilihat, misalnya atom, molekul.

3. Konsep dengan atribut kritis yang abstrak tetapi contohnya dapat dilihat misalnya unsur, senyawa.

4. Konsep yang berdasarkan prinsip misalnya mol, campuran, larutan.

5. Konsep yang melibatkan penggambaran simbol, misalnya lambang unsur, rumus kimia.

6. Konsep yang menyatakan suatu sifat misalnya elektropositif, elektronegatif.


(12)

7. Konsep yang menunjukkan atribut ukuran meliputi kg, g (ukuran massa), m, pH (ukuran konsentrasi), C (ukuran muatan listrik).

C. Pemahaman Konsep

Menurut Bloom, pemahaman merupakan tingkatan kedua dalam domain kognitif. Aspek pemahaman merupakan aspek yang mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami suatu konsep dan memaknai arti suatu materi. Aspek pemahaman ini menyangkut kemampuan seseorang dalam menangkap makna suatu konsep dengan kata-kata sendiri. Pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu :

a. Menerjemahkan (Translation)

Kategori pertama dalam tingkatan pemahaman adalah kemampuan menerjemahkan. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menerjemahkan konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik sehingga mempermudah siswa dalam mempelajarinya. Contohnya ialah menerjemahkan kalimat soal menjadi bentuk lain berupa variabel-variabel. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menerjemahkan, diantaranya ialah :

1) Menerjemahkan suatu abstraksi kepada abstraksi yang lain.

2) Menerjemahkan suatu bentuk simbolik ke satu bentuk lain atau sebaliknya.

3) Terjemahan dari suatu bentuk perkataan ke bentuk yang lain. b. Menafsirkan (Interpretation)


(13)

Kemampuan ini lebih luas dari pada menerjemahkan. Ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi, misalnya, diberikan suatu diagram, tabel, grafik atau gambar-gambar lainnya dalam pelajaran kimia dan diminta ditafsirkan.

Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menafsirkan diantranya ialah:

1) Kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan berbagai bacaan secara dalam dan jelas.

2) Kemampuan untuk membedakan pembenaran atau penyangkalan suatu kesimpulan yang digambarkan oleh suatu data.

3) Kemampuan untuk menafsirkan berbagai data sosial.

4) Kemampuan untuk membuat batasan (qualification) yang tepat ketika menafsirkan suatu data.

c. Mengekstrapolasi (Extrapolation)

Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini berbeda dengan kedua jenis pemahaman lainnya dan lebih tinggi sifatnya. Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi, misalnya membuat telaahan tentang kemungkinan apa yang akan berlaku. Ada juga yang bentuknya mirip dengan ekstrapolasi yaitu interpolasi. Apabila siswa diminta untuk


(14)

meramalkan kecenderungan dari suatu data, maka interpolasi berarti meramalkan kecenderungan yang hanya terdapat dalam data tersebut, lain halnya dengan ekstrapolasi, pemahaman ekstrapolasi menuntut kemampuan untuk meramalkan kecenderungan suatu data dan suatu bentuk data yang lain namun serupa. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses mengekstrapolasi,18 diantaranya ialah :

1) Kemampuan menarik kesimpulan dan suatu pernyataan yang eksplisit.

2) Kemampuan menggambarkan kesimpulan dan menyatakan secara efektif (mengenali batas data tersebut, memformulasikan kesimpulan yang akurat dan mempertahankan hipotesis).

3) Kemampuan menyisipkan satu data dalam sekumpulan data yang dilihat dan kecenderungannya.

4) Kemampuan untuk memperkirakan konsekuensi yang mempunyai peluang kebenaran rendah dan tinggi.

5) Kemapuan membedakan nilai pertimbangan dan suatu prediksi.

1. Konsepsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) konsepsi berarti pengertian, rancangan, (cita-cita, dsb.) yang telah ada di pikiran. Konsepsi dapat terbentuk daripengalaman untuk menafsirkan peristiwa atau fenomena alam lainnya sehingga setiap saat seseorang akan terus membangun konsepsinya.


(15)

Berg (1990) dan Cliff (2006)19 menyebutkan bahwa siswa sudah memiliki konsepsi mengenai konsep-konsep ilmu sebelum mereka mengikuti pelajaran sekolah, yang disebut prakonsepsi. Sesungguhnya, setiap orang mempunyai rumusan deskripsi sendiri tentang suatu konsep. Oleh karena itu, di dalam kelas kita mengenal konsepsi ilmuwan, konsepsi guru, dan konsepsi siswa, konsepsi penulis buku ajar dan sebagainya.

Pada umumnya, konsepsi ilmuwan merupakan konsepsi yang paling lengkap, paling masuk akal, dan paling banyak manfaatnya dibandingkan dengan kelompok konsepsi yang lain. Oleh karena itu, konsepsi ilmuwan itu dianggap yang benar (konsepsi yang paling banyak diterima atau diakui) (Sutrisno, 2007).20 Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa konsepsi adalah kemampuan siswa untuk menafsirkan suatu konsep yang diperolehnya. Renner et al. (1990) dan Abraham et al. (1992) menyatakan bahwa terdapat enam derajat pemahaman siswa, adapun kriteria konsepsi siswa tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

1Tabel 2.1 Tingkat Derajat Pemahaman Konsep

No Kriteria Derajat

Pemahaman Kategori

1 Tidak ada jawaban/kosong, menjawab "saya tidak tahu"

Tidak ada respon

Tidak Memahami 2 Mengulang pernyataan, menjawab tapi Tidak

19 Berg, V. D. Miskonsepsi Fisika dan Usaha Untuk Menanggulanginya, (Salatiga: Universitas Satya Wacana Salatiga, 1990)

20 Sutrisno, Menyusuri Pembelajaran Sains 3, Dari fakta ke konsep IPA,

http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Edukasi&id=146674. Diakses tanggal 15 April 2014, hlm. 1


(16)

tidak berhubungan dengan pertanyaan

atau tidak jelas Memahami

3 Menjawab dengan penjelasan tidak

logis atau tidak tepat Miskonsepsi

Miskonseps i

4

Jawaban menunjukkan ada konsep yang dikuasai tetapi ada pernyataan dalam jawaban yang menunjukkan ketidakpahaman Memahami sebagian dengan miskonsepsi 5

Jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep dikuasai tanpa ada

miskonsepsi

Memahami Sebagian

Memahami 6

Jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penjelasan benar

Memahami konsep

Dari keenam kriteria di atas, Haidar & Abraham (1991) menjelaskan kembali berdasarkan tiga kategori, yaitu:

a. Paham : 1). Respon yang sesuai dengan komponen-komponen yang ditetapkan, walaupun tidak lengkap.

2). Respon yang diberikan siswa meliputi komponen yang diinginkan

b. Miskonsepsi : 1) Respon yang diberikan siswa tidak logis.

2) Respon yang diberikan menunjukkan pemahaman konsep, tetapi juga membuat kesalahan dalam membuat pernyataan tidak sesuai dengan pendapat para ahli.


(17)

c. Tidak Paham : Siswa tidak memberikan respon, mengulangi pernyataan, respon yang diberikan tidak relevan dengan jawaban semestinya.21

2. Miskonsepsi

Kesalahan-kesalahan dalam pemahaman konsep (miskonsepsi) kimia akan memberikan penyesatan lebih jauh jika tidak dilakukan pembenahan.22 Konsepsi anak sebagai hasil konstruksi tentang alam sekitarnya berbeda dengan konsepsi ilmiah. Oleh karena itu ada yang memberi nama miskonsepsi pada konsepsi anak ini. Menurut pustaka pendidikan sains, Osborne (1985) memberikan beberapa nama, yaitu

“children’s science”, “misconception”, “alternative framework”, “alternative conception” atau “children’s idea”. Hal yang menjadi masalah besar dalam pendidikan sains ialah dalam konstruksi konsepsi ilmiah, miskonsepsi ini ditemukan sebagai penghambat sehingga perlu diusahakan untuk mengubahnya.23

Miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Interpretasi setiap individu terhadap banyak konsep mungkin berbeda-beda. Interpretasi seseorang terhadap suatu konsep disebut konsepsi. Biasanya konsepsi siswa dengan konsepsi ahli-ahli kimia tidak persis sama, karena pada umumnya

21 Hadi, S, Model Pembelajaran Pencapaian Konsep,

http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/06/Model-Pembelajaran-Pencapaian-Konsep.html. Diakses tanggal 15 April 2014, hlm. 1

22 Suyanti, R.D., Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta: Graham Ilmu,2010), hlm. 167


(18)

konsepsi ahli kimia lebih kompleks dan rumit serta melibatkan banyak hubungan antar konsep. Namun, konsepsi siswa sama dengan konsepsi ahli kimia yang disederhanakan, maka konsepsi siswa tersebut tidak dapat disalahkan. Tetapi jika konsepsi siswa sungguh-sungguh bertentangan dengan konsepsi ahli kimia, maka siswa tersebut dikatakan mengalami miskonsepsi.24 Wilantara mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.25

Miskonsepsi menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para ilmuan dalam bidang itu, bentuknya dapat berupa konsep awal, kesalahan hubungan yang tidak benar antar konsep-konsep, gagasan yang salah, atau pandangan yang naif.26 Berdasarkan pengertian di atas miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang dimiliki oleh para ilmuwan.

Proses terbentuknya miskonsepsi dalam pembelajaran, terutama untuk tingkat primer, Driver (1985) dalam Dahar 201127 mengemukakan sebagai berikut.

24 Berg, V.D., Miskonsepsi Fisika dan Usaha Untuk Menanggulanginya, (Salatiga: Universitas Satya Wacana Salatiga, 1990), hlm. 2

25 Wilantara, Implementasi Model Belajar Konstruktivis Dalam Pembelajaran Fisika untuk Mengubah Miskonsepsi Ditinjau Dari Penalaran Formal Siswa, (Bali:Ikip Singaraja, 2005), hlm. 2

26 Suparno, P., Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika, (Yogyakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), hlm.


(19)

1. Terbentuknya miskonsepsi disebabkan karena anak cenderung mendasarkan berpikirnya pada hal-hal yang tampak dalam suatu situasi masalah.

2. Dalam banyak kasus, anak itu hanya memperhatikan aspek-aspek tertentu dalam suatu situasi. Hal ini disebabkan karena anak lebih cenderung menginterpretasikan suatu fenomena dari segi sifat absolut benda-benda, bukan dari segi interaksi antara unsur-unsur suatu sistem.

3. Anak lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi diam.

4. Bila anak-anak menerangkan perubahan, cara berpikir mereka cenderung mengikuti urutan kausal linier.

5. Gagasan yang dimiliki anak mempunyai berbagai konotasi; gagasan anak lebih inklusif dan global.

6. Anak kerap kali menggunakan gagasan yang berbeda untuk menginterpretasikan situasi-situasi yang oleh para ilmuwan digunakan cara yang sama.

Asal munculnya miskonsepsi dapat berbeda tergantung dari sifat konsep dan bagaimana konsep itu diajarkan. Sumber miskonsepsi berdasarkan bagaimana konsep diajarkan adalah : a) generalisasi dasar analogi, b) bagaimana pengetahuan disajikan dalam buku teks, c) pelatihan guru, d) pemahaman konsep yang komplikatif dan tergantung pada konsep dan situasi. Jenis-jenis miskonsepsi yang terjadi pada pelajar


(20)

berdasarkan bagaimana miskonsepsi itu diperoleh (sumber) dapat dilihat pada Tabel 2.2.28

Tabel 2.2 Jenis-Jenis Miskonsepsi Berdasarkan Sumbernya No Jenis

Miskonsepsi Keterangan

1 Kepercayaan

beku

Konsep popular yang berasal dari pengalaman sehari-hari.

Contoh : kentang dapat mengurangi kadar garam dalam larutan

2 Kepercayaan

non-ilmiah

Termasuk di dalamnya adalah pandangan yang keliru yang dipelajari siswa dari sumber non-ilmiah, misalnya mitos dan sebagainya. Contoh : gas tidak memiliki massa

3 Salah paham

konseptual

Berkembang saat pelajar diberi informasi ilmiah yang tidak memberi tantangan pada paradoks dari kepercayaan beku dan kepercayaan non-ilmiah. Contoh : larutan adalah campuran zat dengan air

4 Miskonsepsi

vernacular (dialek)

Muncul dari penggunaan kata atau istilah yang berbeda pada kehidupan sehari-hari dan ilmiah. Contoh : air berwarna putih atau air berwarna

bening

5 Miskonsepsi

faktual

Kesalahan konsep yang terjadi dari sejak kecil dan tidak berubah atau tertantang hingga dewasa. Contoh : zat kimia itu berbahaya

D. Model Pembelajaran Inkuiri

1. Pengertian Inkuiri

Inkuiri berasal dari bahasa Inggris Inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek

28 Purtadi, dkk., Analisis Miskonsepsi Konsep Laju dan Kesetimbangan Kimia Pada Siswa SMA, (Yogyakarta: Jurnal Penelitian Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY, 2009), hlm.3


(21)

pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan bertanya dan mencari tahu.29

Depdikbud, 1997 dalam Retno 2010, secara umum inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan – kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku dan sumber – sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan mengiterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya.30

2. Konsep Dasar Inkuiri

Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama model pembelajaran inkuiri. Pertama, model inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar.

Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.

29 Suyanti, R.D., Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 43


(22)

Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percata diri (self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.

Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.31

Seperti yang dapat disimak dari proses pembelajaran, tujuan utama pembelajaran melalui strategi inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan

31 Sanjaya, W., Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 196 - 198


(23)

memberikan pertanyaan–pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Strategi pembelajaran inkuiri akan efektif manakala :

a. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam strategi inkuiri penguasaan materi pelajara bukan sebagai tujuan utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah proses belajar.

b. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau kobsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.

c. Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.

d. Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata – rata memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi inkuiri akan kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan untuk berpikir.

e. Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru.


(24)

f. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.

3. Prinsip – prinsip Penggunaan Inkuiri

Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dalam Wina Sanjaya, 2008 dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu maturation, physical experience, social experience, dan equilibration.32

Penggunaan inkuiri memiliki beberapa prinsip, antara lain : a. Berorientasi pada pengembangan intelektual

Tujuan utama dari inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir dan berorientasi pada proses belajar. Keberhasilan pembelajaran ini terlihat pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sesuatu yang merupakan gagasan yang pasti.

b. Prinsip bertanya

Guru juga berperan sebagai penanya karena kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.

c. Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar merupakan proses berpikir yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak secara maksimal.

d. Prinsip keterbukaan

Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu 32 ibid, hlm. 198


(25)

diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.

4. Langkah Pelaksanaan Inkuiri

Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan SPI dapat mengikuti langkah – langkah sebagai berikut.33

a. Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Berbeda dengan tahapan preparation dalam strategi pembelajaran ekspositori (SPE) sebagai langkah untuk mengondisikan agar siswa siap menerima pelajaran, pada langkah orientasi dalam SPI, guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting.

Keberhasilan SPI sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah; tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses


(26)

pembelajaran akan berjalan dengan lancar. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah :

1) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.

2) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.

3) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

b. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka teki itu. Dikatakan teka teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. Dengan demikian, teka teki yang menjadi masalah dalam berinkuiri adalah teka teki yang mengandung konsep yang jelas yang harus dicari dan


(27)

ditemukan. Ini penting dalam pembelajaran inkuiri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah, di antaranya :

1) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji. Dengan demikian, guru sebaiknya tidak merumuskan sendiri masalah pembelajaran, guru hanya memberikan topik yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana rumusan masalah yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebaiknya diserahkan kepada siswa.

2) Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka teki yang jawabannya pasti. Artinya, guru perlu mendorong agar siswa dapat merumuskan masalah yang menurut guru jawaban sebenarnya sudah ada, tinggal siswa mencari dan mendapatkna jawabannya secara pasti.

3) Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah. Jangan harapkan siswa dapat melakukan tahapan inkuiri selanjutnya, manakala ia belum paham konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan masalah.


(28)

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi berpikir itu dimulai dari kemampuan setiap individu untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan. Manakala individu dapat membuktikan tebakannya, maka ia akan sampai pada posisi yang bisa mendorong untuk berpikir lebih lanjut. Oleh sebab itu, potensi untuk mengembangkan kemampuan menebak pada setiap individu harus dibina. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis.


(29)

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan berinkuiri adalah manakala siswa tidak apresiatif terhadap pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditunjukkan oleh gejala-gejala ketidakbergairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan gejala-gejala semacam ini, maka guru hendaknya secara terus-menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa sehingga mereka terangsang untuk berpikir.

e. Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Di samping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran


(30)

jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

f. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, oleh karena banyaknya data yang diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data yang relevan.

5. Kelebihan dan Kelemahan Inkuiri a. Keunggulan

SPI merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya : 1) SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.

2) SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

3) SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap


(31)

belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

4) Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang dimiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

b. Kelemahan

Di samping memiliki keunggulan, SPI juga mempunyai kelemahan, di antaranya :

1) Jika SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa. 2) Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh

karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar. 3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya,

memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan. 4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh

kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka SPI akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

E. Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Garam adalah yang paling sukar larut, meskipun sedikit sekali dalam air, dan larutan jenuhnya terdiri dari kesetimbangan dinamis, garam dapat dipelajari dengan dasar yang sama seperti yang digunakan pada kesetimbangan asam-basa. Hampir semua garam terdisosiasi sempurna dalam air. Ada beberapa kekecualian, misalnya HgCl2 dan CdSO4, tetapi senyawa ini


(32)

jarang dijumpai. Oleh sebab itu, untuk mudahnya kita anggap bahwa dalam larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara garam dalam bentuk padat dengan ion – ionnya yang terlarut. Misalnya dalam larutan jenuh perak klorida kita peroleh kesetimbangan berikut.34

AgCl (s) Ag+ (aq) + Cl- (aq) Untuk ini dapat ditulis :

Kc =

Ag ¿

+¿ Cl

¿

−¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿

Kita lihat bahwa konsentrasi zat padat murni merupakan sejumlah zat padat yang berdiri sendiri. Dengan perkataan lain, konsentrasi zat padat dalam keadaan konstan dan termasuk Kc yang konstan, maka :

Kc [AgCl (s)] = Ksp = [Ag+][Cl-]

Konstanta kesetimbangan Kc dikalikan dengan konsentrasi AgCl yang padat menghasilkan konstanta kesetimbangan lain yang disebut

konstanta kelarutan produk, Ksp. Nama ini berasal dari sifat “mass action expression” yang merupakan produk konsentrasi ion yang menghasilkan kekuatan tertentu (dalam hal ini, masing-masing nilainya 1). “mass action expression” ini disebut produk ion dari garam yang apabila dalam keadaan jenuh, produk ion sama dengan Ksp.35

34 David W. Oxtoby, H. P Gillis dan Norman H. Nachtrieb, Prinsip – prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2001), hlm. 380


(33)

Pada umumnya, Ksp dapat diperoleh dari persamaan reaksi yang menunjukkan kesetimbangan kelarutan. Misalnya, untuk perak asetat, AgC2H3O2, kesetimbangan adalah :

AgC2H3O2 (s) Ag+ (aq) + C2H3O2- (aq) Tetapan kesetimbangannya adalah :

Ksp = [Ag+][C2H3O2-]

Untuk zat padat yang tidak larut, misalnya Mg(OH)2, koefisien dalam kesetimbangan tidak semuanya sama dengan satu.

Mg(OH)2 (s) Mg2+ (aq) + 2OH- (aq)

Ksp untuk Mg(OH)2 menjadi :

Ksp = [Mg2+][OH-]2

Jadi, konstanta kelarutan produk sama dengan hasil konsentrasi molar ion dalam larutan jenuh. Setiap ion menghasilkan kekuatan yang sama dengan koefisiennya dalam keadaan persamaan reaksi yang setimbang. Daftar beberapa zat padat dalam bentuk ion dan Ksp-nya pada suhu antara 18 sampai 25oC ada pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Konstanta Kelarutan Produk

Anion Senyawa Ksp Anion Senyawa Ksp

Fluorida MgF2

CaF2 BaF2

7,3 x 10-9 1,7 x 10-10 1,7 x 10-6

Hidroksid a

Mg(OH)2 Ca(OH)2 Fe(OH)2

7,1 x 10-12 6,5 x 10-6 2 x 10-15


(34)

Klorida Bromida Iodida Karbonat Oksalat PbF2 AgCl PbCl2 Hg2Cl2 AuCl2 AgBr PbBr2 AgI PbI2 MgCO3 CaCO3 SrCO3 BaCO3 PbCO3 CaC2O4 MgC2O4 BaC2O4 FeC2O4 PbC2O4

3,2 x 10-8 1,7 x 10-10 1,6 x 10-5 2 x 10-18 3,2 x 10-25 5 x 10-15 2,1 x 10-6 8,5 x 10-17 1,4 x 10-8 3,5 x 10-8 9 x 10-9 9,3 x 10-10 8,9 x 10-9 7,4 x 10-14 2,3 x 10-9 8,6 x 10-5 1,2 x 10-7 2,1 x 10-7 2,7 x 10-11

Sulfat Kromat Anion lainnya Fe(OH)3 Al(OH)3 Sn(OH)2 Mn(OH)2 Ni(OH)2 Cu(OH)2 Zn(OH)2 CaSO4 SrSO4 BaSO4 PbSO4 Ag2SO4 CaCrO4 BaCrO4 Ag2CrO4 PbCrO4 AgC2H3O2 AgCN Pb(IO3)2

1,1 x 10-36 2 x 10-33 5 x 10-26 1,2 x 10-11 1,6 x 10-14 4,8 x 10-20 4,5 x 10-17 2 x 10-4 3,2 x 10-7 1,5 x 10-9 6,3 x 10-7 1,5 x 10-5 1,0 x 10-4 2,4 x 10-10 1,9 x 10-12 1,8 x 10-14 2,3 x 10-3 1,6 x 10-14 2,6 x 10-13

1. Cara Menentukan Kapan Endapan Terbentuk dalam Suatu Larutan

Anda perlu mengingat kembali uraian sebelumnya bahwa suatu larutan jenuh merupakan zat terlarut yang tidak larut dalam keadaan kesetimbangan dinamik dengan larutan. Hal ini sama dengan keadaan dimana kita dapat menggunakan Ksp. Dengan perkataan lain, larutan jenuh terbentuk hanya apabila produk ion, produk konsentrasi ion yang larut yang terjadi berdasarkan kekuatannya tepat sama dengan Ksp. Apabila produk ion kurang dari Ksp, maka larutan tersebut tidak jenuh karena masih


(35)

banyak garam yang harus larut agar tercapai konsentrasi di mana produk ionnya sama dengan Ksp. Dengan perkataan lain, apabila produk ion sama dengan Ksp maka diperoleh larutan yang lewat jenuh.36 Hal ini karena sebagian garam harus mengendap agar diperoleh konsentrasi yang lebih rendah sampai produk ion sama kembali dengan Ksp.

Dalam larutan, endapan hanya akan terbentuk apabila larutan dalam keadaan lewat jenuh. Oleh sebab itu, kita dapat menggunakan produk ion dalam larutan untuk mengetahui apakah endapan akan terbentuk atau tidak. Sebagai kesimpulan akan dijumpai :

Tidak Jenuh : Produk ion < Ksp Endapan tidak akan

Jenuh : Produk ion = Ksp terbentuk

Lewat Jenuh : Produk ion > Ksp Endapan terbentuk

2. Pengaruh/Efek Ion yang Sama dan Kelarutan

Ketika suatu garam dilarutkan dalam larutan yang sudah mengandung salah satu ionnya, maka kelarutannya akan berkurang apabila dibandingkan dengan kelarutannya dalam air murni. Perak klorida misalnya, kelarutannya lebih sedikit dalam larutan yang mengandung NaCl apabila dibandingkan dengan kelarutannya dalam air murni. Dalam hal ini, kedua zat terlarut mempunyai ion yang sama; ion klorida. Penurunan kelarutan dengan adanya ion yang sama (common ion) disebut

pengaruh/efek ion yang sama (common ion effect).37

36 Ibid, hlm. 386


(36)

Pengaruh/efek ion yang sama terhadap kelarutan merupakan salah satu contoh dari prinsip Le Chatelier. Misalnya perak klorida padat dimasukkan ke dalam air murni dan dibiarkan sampai tercapai kesetimbangan dengan ion – ionnya.

AgCl (s) Ag+ (aq) + Cl- (aq)

Jika suatu garam klorida yang mudah larut misalnya NaCl sekarang ditambahkan ke dalam larutan ini, konsentrasi ion klorida akan naik dan mendorong kesetimbangan ke kiri yang menyebabkan sebagian AgCl mengendap. Dengan perkataan lain, AgCl kurang larut dalam larutan NaCl dibandingkan dengan air murni.38


(37)

(1)

jarang dijumpai. Oleh sebab itu, untuk mudahnya kita anggap bahwa dalam larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara garam dalam bentuk padat dengan ion – ionnya yang terlarut. Misalnya dalam larutan jenuh perak klorida kita peroleh kesetimbangan berikut.34

AgCl (s) Ag+ (aq) + Cl- (aq)

Untuk ini dapat ditulis :

Kc =

Ag

¿

+¿

Cl

¿

−¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿

Kita lihat bahwa konsentrasi zat padat murni merupakan sejumlah zat padat yang berdiri sendiri. Dengan perkataan lain, konsentrasi zat padat dalam keadaan konstan dan termasuk Kc yang konstan, maka :

Kc [AgCl (s)] = Ksp = [Ag+][Cl-]

Konstanta kesetimbangan Kc dikalikan dengan konsentrasi AgCl

yang padat menghasilkan konstanta kesetimbangan lain yang disebut

konstanta kelarutan produk, Ksp. Nama ini berasal dari sifat “mass action expression” yang merupakan produk konsentrasi ion yang menghasilkan kekuatan tertentu (dalam hal ini, masing-masing nilainya 1). “mass action expression” ini disebut produk ion dari garam yang apabila dalam keadaan jenuh, produk ion sama dengan Ksp.35

34 David W. Oxtoby, H. P Gillis dan Norman H. Nachtrieb, Prinsip – prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2001), hlm. 380


(2)

Pada umumnya, Ksp dapat diperoleh dari persamaan reaksi yang

menunjukkan kesetimbangan kelarutan. Misalnya, untuk perak asetat, AgC2H3O2, kesetimbangan adalah :

AgC2H3O2 (s) Ag+ (aq) + C2H3O2- (aq)

Tetapan kesetimbangannya adalah :

Ksp = [Ag+][C2H3O2-]

Untuk zat padat yang tidak larut, misalnya Mg(OH)2, koefisien

dalam kesetimbangan tidak semuanya sama dengan satu.

Mg(OH)2(s) Mg2+(aq) + 2OH- (aq)

Ksp untuk Mg(OH)2 menjadi :

Ksp = [Mg2+][OH-]2

Jadi, konstanta kelarutan produk sama dengan hasil konsentrasi molar ion dalam larutan jenuh. Setiap ion menghasilkan kekuatan yang sama dengan koefisiennya dalam keadaan persamaan reaksi yang setimbang. Daftar beberapa zat padat dalam bentuk ion dan Ksp-nya pada suhu antara 18

sampai 25oC ada pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Konstanta Kelarutan Produk

Anion Senyawa Ksp Anion Senyawa Ksp

Fluorida MgF2

CaF2

BaF2

7,3 x 10-9

1,7 x 10-10

1,7 x 10-6

Hidroksid a

Mg(OH)2

Ca(OH)2

Fe(OH)2

7,1 x 10-12

6,5 x 10-6


(3)

Klorida Bromida Iodida Karbonat Oksalat PbF2 AgCl PbCl2

Hg2Cl2

AuCl2 AgBr PbBr2 AgI PbI2 MgCO3 CaCO3 SrCO3 BaCO3 PbCO3

CaC2O4

MgC2O4

BaC2O4

FeC2O4

PbC2O4

3,2 x 10-8

1,7 x 10-10

1,6 x 10-5

2 x 10-18

3,2 x 10-25

5 x 10-15

2,1 x 10-6

8,5 x 10-17

1,4 x 10-8

3,5 x 10-8

9 x 10-9

9,3 x 10-10

8,9 x 10-9

7,4 x 10-14

2,3 x 10-9

8,6 x 10-5

1,2 x 10-7

2,1 x 10-7

2,7 x 10-11

Sulfat Kromat Anion lainnya Fe(OH)3 Al(OH)3 Sn(OH)2 Mn(OH)2 Ni(OH)2 Cu(OH)2 Zn(OH)2 CaSO4 SrSO4 BaSO4 PbSO4

Ag2SO4

CaCrO4

BaCrO4

Ag2CrO4

PbCrO4

AgC2H3O2

AgCN Pb(IO3)2

1,1 x 10-36

2 x 10-33

5 x 10-26

1,2 x 10-11

1,6 x 10-14

4,8 x 10-20

4,5 x 10-17

2 x 10-4

3,2 x 10-7

1,5 x 10-9

6,3 x 10-7

1,5 x 10-5

1,0 x 10-4

2,4 x 10-10

1,9 x 10-12

1,8 x 10-14

2,3 x 10-3

1,6 x 10-14

2,6 x 10-13

1. Cara Menentukan Kapan Endapan Terbentuk dalam Suatu Larutan

Anda perlu mengingat kembali uraian sebelumnya bahwa suatu larutan jenuh merupakan zat terlarut yang tidak larut dalam keadaan kesetimbangan dinamik dengan larutan. Hal ini sama dengan keadaan dimana kita dapat menggunakan Ksp. Dengan perkataan lain, larutan jenuh

terbentuk hanya apabila produk ion, produk konsentrasi ion yang larut yang terjadi berdasarkan kekuatannya tepat sama dengan Ksp. Apabila


(4)

banyak garam yang harus larut agar tercapai konsentrasi di mana produk ionnya sama dengan Ksp. Dengan perkataan lain, apabila produk ion sama

dengan Ksp maka diperoleh larutan yang lewat jenuh.36 Hal ini karena

sebagian garam harus mengendap agar diperoleh konsentrasi yang lebih rendah sampai produk ion sama kembali dengan Ksp.

Dalam larutan, endapan hanya akan terbentuk apabila larutan dalam keadaan lewat jenuh. Oleh sebab itu, kita dapat menggunakan produk ion dalam larutan untuk mengetahui apakah endapan akan terbentuk atau tidak. Sebagai kesimpulan akan dijumpai :

Tidak Jenuh : Produk ion < Ksp Endapan tidak akan

Jenuh : Produk ion = Ksp terbentuk

Lewat Jenuh : Produk ion > Ksp Endapan terbentuk

2. Pengaruh/Efek Ion yang Sama dan Kelarutan

Ketika suatu garam dilarutkan dalam larutan yang sudah mengandung salah satu ionnya, maka kelarutannya akan berkurang apabila dibandingkan dengan kelarutannya dalam air murni. Perak klorida misalnya, kelarutannya lebih sedikit dalam larutan yang mengandung NaCl apabila dibandingkan dengan kelarutannya dalam air murni. Dalam hal ini, kedua zat terlarut mempunyai ion yang sama; ion klorida. Penurunan kelarutan dengan adanya ion yang sama (common ion) disebut

pengaruh/efek ion yang sama (common ion effect).37

36 Ibid, hlm. 386


(5)

Pengaruh/efek ion yang sama terhadap kelarutan merupakan salah satu contoh dari prinsip Le Chatelier. Misalnya perak klorida padat dimasukkan ke dalam air murni dan dibiarkan sampai tercapai kesetimbangan dengan ion – ionnya.

AgCl (s) Ag+ (aq) + Cl- (aq)

Jika suatu garam klorida yang mudah larut misalnya NaCl sekarang ditambahkan ke dalam larutan ini, konsentrasi ion klorida akan naik dan mendorong kesetimbangan ke kiri yang menyebabkan sebagian AgCl mengendap. Dengan perkataan lain, AgCl kurang larut dalam larutan NaCl dibandingkan dengan air murni.38


(6)