BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

A. PENGERTIAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Menurut Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial maka BPJS
merupakan sebuah lembaga hukum nirlaba untuk perlindungan sosial dalam
menjamin seluruh rakyat Indonesia Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil,
Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta
keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak sekaligus dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial di Indonesia.
Dalam peyelenggaraannya BPJS ini terbagi menjadi dua yaitu :
a. BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat
BPJS

Kesehatan

adalah

badan


hukum

yang

dibentuk

untuk

menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan bagi seluruh rakyat
Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan
TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan
Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.
b. BPJS Ketenagakerjaan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat
BPJS

Ketenagakerjaan adalah badan hukum yang dibentuk untuk

menyelenggarakan program Jaminan ketenagakerjaan yang memberikan

perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu
dan penyelenggaraan nya menggunakan mekanisme asuransi sosial.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan
sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT ASKES,
dana tabungan dan asuransi pegawai negeri PT TASPEN, Asuransi Sosial Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia PT ASABRI dan lembaga jaminan sosial
ketenagakerjaan PT JAMSOSTEK. Transformasi PT Askes serta PT JAMSOSTEK
menjadi BPJS yang akan dilakukan secara bertahap. Pada tanggal 01 Januari 2014, PT
Askes menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada tahun 2015 giliran PT Jamsostek
menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
1

B. KEPESERTAAN
Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional terbagi menjadi dua, yaitu
kelompok peserta baru dan pengalihan dari program terdahulu, yaitu Asuransi
Kesehatan, Jaminan Kesehatan Masyarakat, Tentara Nasional Indonesia, Polri, dan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kepesertaan BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, terdiri atas dua
kelompok, yaitu :

1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Peserta PBI adalah orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu, yang
preminya akan dibayar oleh pemerintah.
2. Peserta Bukan PBI
Peserta Bukan PBI yaitu pekerja penerima upah (pegawai negeri sipil, anggota
TNI/Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan pegawai
swasta), pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (investor, pemberi kerja,
pensiunan, veteran, janda veteran, dan anak veteran) yang diharuskan untuk
membayar premi setiap bulannya.
C. PROSEDUR PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA
Prosedur yang pertama peserta mendapatkan pelayanan kesehatan yang
diterimanya sebagai hak-hak peserta, seperti: Tenaga kerja beserta keluarga
(suami/istri & max 3 anak) berhak mendapatkan pelayanan kesehatan Tingakt I s/d
Lanjutan serta Pelayanan Khusus (hanya diberikan kepada Tenaga Kerja). ;Memilih
fasilitas kesehatan diutamakan sesuai dengan tempat tinggal (domisili). ;Dalam
keadaan Emergensi (darurat), peserta dapat langsung meminta pertolongan pada PPK
(Pelaksana Pelayanan Kesehatan) yang ditunjuk ataupun tidak. Dalam prosedur yang
kedua, peserta dari anggota BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) ini harus
memenuhi kewajiban-kewajiban yangtelah ditentukan oleh BPJS itu sendiri, seperti:
Memiliki KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan

pelayanan. ;Apabila KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) belum selesai diterbitkan
dapat mempergunakan formulir Daftar Susunan Keluarga (Form 1b warna hijau)
sebagai bukti KPK sementara. ; Mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang telah
ditetapkan. ;Melaporkan kepada PT Jamsostek (Persero) apabila KPK (Kartu
Pemeliharaan Kesehatan) hilang untuk mendapatkan penggantian kartu yang baru.

2

Selanjutnya prosedur pelayanan kesehatan bagi pekerja meliputi Pelayanan
Kesehatan Tingkat I yang merupakan cakupan pelayanan, seperti : Pemeriksaan dan
pengobatan oleh dokter umum. ; Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter gigi. ;
Tindakan medis (pembersihan luka, jahit, odontektomi, alveolektomi). ; Pemberian
obat-obatan/resep obat sesuai dnegan standar obat JPK (Doen plus, generik). ;
Pelayanan KB (IUB, Kondom, Pil dan suntik)
D. JENIS-JENIS PELAYANAN KESEHATAN
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama: Setiap peserta harus terdaftar pada satu
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang telah bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan, Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama tempat Peserta terdaftar. Peserta dapat memperoleh pelayanan
rawat inap di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis

2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan : Peserta datang ke BPJS Center Rumah
Sakit dengan menunjukkan Kartu Peserta dan menyerahkan surat rujukan dari
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / surat perintah control pasca rawat inap.
Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan pelayanan
lanjutan, Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di Fasilitas Kesehatan
tingkat lanjutan sesuai dengan indikasi medis.;
3. Pelayanan Kegawat Daruratan (Emergency): Pelayanan Gawat Darurat adalah
pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian,
keparahan dan atau kecacatan, sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan,
Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh
pelayanan di setiap fasilitas kesehatan. Kriteria gawat darurat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di fasilitas
kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, akan segera di rujuk
ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan
gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.
E. HAMBATAN DALAM PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN
Beberapa hambatan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS
Kesehatan) dalam upaya pelayanan kesehatan adalah:
1. Keterlambatan regulasi dari pemerintah dalam membuat peraturan
dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan dituangkan

dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain:
3

a. Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran
(PBI)
b. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
c. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2013 tentang
Gaji Atau Upah Dan Manfaat Tambahan Lainnya Serta Insentif Bagi
Anggota Dewan Pengawas Dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2013 tentang
Modal Awal Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
e. Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).
Keterlambatan regulasi ini berkontribusi sekali pada masalah di lapangan.
Salah satu contoh, sampai saat ini banyak pengusaha tidak mengetahui berapa
iuran yang harus dibayarkan ke BPJS Kesehatan dan manfaat serta fasilitas
yang akan didapat pekerja.
2. Kurangnya sosialisasi, Pelaksanaan jaminan kesehatan yang menjadi salah
satu hambatan upaya dalam pelayanan kesehatan pada Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) di mana hambatan ini karena kurangnya sosialisasi

yang dilakukan sehingga pengetahuan masyarakat mengenai BPJS ini masih
sangat rendah. Hal ini menyebabkan banyak dampak yang terjadi seperti
perbedaan pemahaman mengenai asuransi sosial kesehatan yang sudah mulai
diberlakukan awal tahun 2014 ini pada tanggal 1 januari 2014. Sosialisasi pun
hendaknya juga dilakukan sampai ke daerah termasuk wilayah terpencil
sampai perbatasan. Saat ini komitmen antara manajemen dan penyedia
layanan kesehatan dengan masyarakat tidak sama. Untuk itu sosialisasi sangat
penting dilakukan untuk menyamakan komitmen tersebut. Untuk itu
sosialisasi sangat penting dilakukan untuk menyamakan komitmen tersebut.
Sasaran sosialisasi Program JKN meliputi:
a. Manajemen Rumah Sakit
b. Penyedia Layanan Kesehatan
c. Masyarakat sebagai anggota JKN yang memerlukan pelayanan
pemeliharaan kesehatan yang layak seperti apa yang telah tertera pada
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BadanPenyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Pasal 3.

3. Kurangnya fasilitas, infrastruktur dan akses di daerah, peralatan dan
perlengkapan yang masih belum ada dan terdistribusi di daerah terutama pada
4


unit layanan tingkat I seperti klinik dan puskesmas. Di fasilitas kesehatan
(faskes) rumah sakit (RS) misalnya, masih ada pasien yang ditolak, adanya
perbedaan pelayanan antara pasien program BPJS

dengan pasien umum,

pembatasan waktu rawat inap bagi pasien BPJS, dan juga pembatasan kuota
kamar untuk pasien program BPJS. Ketidakkesiapan obat (pasien diresepkan
obat diluar dan harus membayar), juga hambatan ketidaksiapan alat kesehatan
yang dipasang di dalam tubuh karena RS belum menyediakan dan Antrian
Panjang. Dengan jumlah peserta asuransi BPJS Kesehatan yang sangat banyak
dengan berbagai kalangan maka hal ini akan menjadikan BPJS Kesehatan
akan banyak antrian baik itu di Faskes tingkat 1 ataupun di rumah sakit.
Antrian panjang ini akan sangat terasa apabila ada pasien dalam kondisi
gawat darurat. Hal itu merupakan hambatan tersendiri bagi masyarakat dalam
mengakses layanan kesehatan yang berkualitas.
4. Terbatasnya jumlah mitra rumah sakit. Tidak semua rumah sakit sudah
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hal ini tentunya akan menjadi kendala
tersendiri bagit kita

5. Tenaga kesehatan masih minim, kurangnya sumber daya manusia yang siap
untuk melakukan pelayanan, terutama pada unit layanan tingkat I seperti
klinik dan puskesmas. Dan juga minimnya biaya /tarif pelayanan/kunjngan
dokter dalam program BPJS sehingga dapat menghambat bagi masyarakat
dalam mengakses layanan kesehatan yang berkualitas.
6. Alokasi anggaran yang minim, sehingga masih banyak klaim untuk
pelayanan kesehatan yang belum dibayar/masih menunggak oleh Pemerintah
kepada rumah sakit sehingga dapat mengganggu kelancaran program
pemerintah JKN.
7. Sistem rujukan. Dimana ketika akan memeriksakan diri ke rumah sakit,
masyarakat harus terlebih dahulu mendapati pelayanan kesehatan dari
puskesmas. Kemudian Puskesmas itulah yang akan memberikan surat
pengantar atau surat rujukan untuk pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit.
Terkait dalam pelaksanaannya yang terjadi, maka dari itu dibutuhkan hak yang
melandasi masyarakat atau pekerja/ buruh dalam menangani hambatan
5

tersebut, dimana Sistem rujukan sudah diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No. 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perorangan (PMK).

8. Adanya hambatan tentang hak serta kewajiban mendasar yang banyak
dialami peserta BPJS itu sendiri yang merupakan tidak pahamnya peserta atau
tidak banyak mengetahui apa saja yang menjadi hak peserta serta kewajiban
yang didapat dan dilaksanakan sebagai anggota BPJS Kesehatan..
9. Kurangnya koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
menangani masalah BPJS ini dan berbagai macam isu yang masih harus
ditangani oleh pemerintah, akademisi, peneliti, pemerhati kesehatan,
kelompok profesi dan lembaga independen lain.

DAFTAR PUSTAKA

Laksono, Agung. 2014. Pelayanan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pekerja/Buruh Oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Mataram : Unoversitas
Mataram
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

6