Kedudukan PT. Jamsostek Sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja Setelah Adanya UU No.40 Tahun 2004

(1)

KEDUDUKAN PT. JAMSOSTEK SEBAGAI BADAN

PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TENAGA

KERJA SETELAH ADANYA UU NO.40 TAHUN 2004

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM : 070200230 CHANDRA TD

DEPARTEMEN : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM PERBURUHAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2 0 11


(2)

LEMBARAN PENGESAHAN

SKRIPSI

KEDUDUKAN PT. JAMSOSTEK SEBAGAI BADAN

PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TENAGA

KERJA SETELAH ADANYA UU NO.40 TAHUN 2004

Disusun Oleh :

NIM: 070200230

CHANDRA TD

Diajukan untuk meglengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

Nip. 196300611832051 (Surianingsih, SH, M.Hum)

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

(Prof.Dr.Budiman Ginting, SH.M.Hum)

Nip. 195905111986011001 Nip. 1980051214321220 (Dr. Agusmidah, SH. M.Hum)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap kedudukan PT. jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja setelah adanya UU NO.40 tahun 2004. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah keberadaan PT. Jamsostek dalam UU jaminan sosial, Sistem Pertanggungjawaban Jaminan Sosial Untuk Indonesia dan kedudukan PT. Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial setelah adanya UU NO. 40 TAHUN 2004 tentang SJSN. Adapun metode penelitian dilakukan dengan pengambilan data, dan pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari informasi berdasarkan dokumen-dokumen maupun arsip PT. Jamsostek yang berkaitan dengan penelitian, dimana hak ini bertujuan mengetahui mengetahui kedudukan PT. Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial setelah adanya UU NO. 40 TAHUN 2004 tentang SJSN.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa diketahui Keberadaan PT. Jamsostek dalam UU jaminan sosial merupakan memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat resiko social. Sampai saat ini, PT. Jamsostek memberikan perlindungan pada program jaminan social, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya. Jika penyelenggaraan makin maju, program Jamsostek tidak hanya bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha, tetapi juga berperan aktif dalam meningkat pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan perkembangan masa depan bangsa. Sistem perlindungan jaminan sosial pada pekerja yang diselenggarakan oleh PT Jamsostek berjalan baik, berupa bantuan pemberian uang muka perumahan kepada tenaga kerja seudah berjalan, adapun tujuannya kepada pemenuhan tempat tinggal, hanya saja masih banyak perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja bukan sebagai karyawan tetap tapi sebagai tenaga outsourcing yang mempunyai jangka waktu kerja.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESa atas kasih dan berkat yang dilimpahkannya sehingga penulis dapat memulai, menjalani dan mengakhiri masa perkuliahan serta dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun skripsi ini berjudul “

Kedudukan PT. Jamsostek sebagai

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja setelah adanya

UU No.40 Tahun 2004

” yang merupakan alah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Bahwa penulis menyadari skripsi ini sangat jauh dari sempurna, karena itu penulis dengan terbuka menerima saran dan kritik positif dari pembaca sehingga skripsi ini dapat lebih baik dan bermanfaat bagi yang membacanya.

Pada kesempataan ini, dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Surianingsih, SH, M.Hum, sebagai ketua Departemen Hukum Administrasi Negara,

4. Ibu Dr. Agusmidah, SH. M.Hum,, sebagai Pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan dan nasehat dalam penulisan skripsi ini.


(5)

5. Bapak dan Ibu Dosen yang lainnya yang telah banyak berjasa dalam membimbing penulis selama perkuliahan.

6. Segala hormat dan terima kasih khusus penulis ucapkan kepada Ayahanda Edison Manurung dan Ibunda Asnaria Girsang atas kasih sayang, dukungan dan doanya yang tak pernah habisnya.

7. Serta seluruh teman-teman di Fakultas hukum USU Medan.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan berkatnya bagi kita semua.

Semoga skripsi ini bermanfaat. Terima kasih.

Medan, September 2011 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 13

D. Keaslian Penulisan ... 13

E. Tinjauan Kepustakaan ... 14

F. Metode Penelitian ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II : KEBERADAAN PT. JAMSOSTEK DALAM UU JAMINAN SOSIAL A. Sejarah Jaminan Sosial dan Jamsostek di Indonesia ... 22

B. Bentuk Badan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ... 26

C. Asas/Prinsip dan Tujuan Penyelenggaraan SJSN ... 31

D. Kelebihan dan kelemahan Badan Penyelenggara berbentuk PT. Jamsostek... 39

E. PT. Jamsostek sebagai Penyelenggara Jaminan Sosial ... 41

F. Pandangan Hukum tentang Kedudukan BPJS dalam Implementasi UU. No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial ... 43

BAB III: PERAN PT. JAMSOSTEK DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL A. Latar Belakang dan Kronologis Pembentukan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di Indonesia ... 52

B. Jumlah Penyelenggara dan UU Jaminan Sosial ... 59


(7)

D. Fungsi dan peran PT. Jamsostek dalam perlindungan hukum tenaga kerja

di Indonesia ... 68

BAB IV : KEDUDUKAN PT. JAMSOSTEK SEBAGAI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL SETELAH ADANYA UU NO. 40 TAHUN 2004 TENTANG SJSN

A. Penyelenggara jaminan sosial di PT. Jamsostek ... 83 B. Peran dan Kedudukan PT. Jamsostek dalam pelaksanaan Sistem

jaminan setelah adanya UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional ... 85 C. Tanggungjawab PT. Jamsostek dalam penyelenggara Jaminan Sosial ... 90 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 96 B. Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA


(8)

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap kedudukan PT. jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja setelah adanya UU NO.40 tahun 2004. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah keberadaan PT. Jamsostek dalam UU jaminan sosial, Sistem Pertanggungjawaban Jaminan Sosial Untuk Indonesia dan kedudukan PT. Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial setelah adanya UU NO. 40 TAHUN 2004 tentang SJSN. Adapun metode penelitian dilakukan dengan pengambilan data, dan pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari informasi berdasarkan dokumen-dokumen maupun arsip PT. Jamsostek yang berkaitan dengan penelitian, dimana hak ini bertujuan mengetahui mengetahui kedudukan PT. Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial setelah adanya UU NO. 40 TAHUN 2004 tentang SJSN.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa diketahui Keberadaan PT. Jamsostek dalam UU jaminan sosial merupakan memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat resiko social. Sampai saat ini, PT. Jamsostek memberikan perlindungan pada program jaminan social, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya. Jika penyelenggaraan makin maju, program Jamsostek tidak hanya bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha, tetapi juga berperan aktif dalam meningkat pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan perkembangan masa depan bangsa. Sistem perlindungan jaminan sosial pada pekerja yang diselenggarakan oleh PT Jamsostek berjalan baik, berupa bantuan pemberian uang muka perumahan kepada tenaga kerja seudah berjalan, adapun tujuannya kepada pemenuhan tempat tinggal, hanya saja masih banyak perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja bukan sebagai karyawan tetap tapi sebagai tenaga outsourcing yang mempunyai jangka waktu kerja.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen) dalam rangka wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.1

Seluruh pekerjaan pembangunan tersebut dilakukan oleh begitu banyak tenaga kerja, apalagi pada pembangunan Jembatan Nasional yang menyerap 20% dari total penduduk untuk bekerja dalam pembangunan jembatan tersebut.

Dapat dilihat dengan adanya pembangunan yang sangat pesat sekali pada akhir-akhir ini.

2

1

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dalam bagian Menimbang huruf a.

2

Rahardi Soekarno J., “20 Persen Penduduk Madura Terserap Jadi Tenaga Kerja”, Selasa, 02 Juni 2009, http://www.beritajatim.com/detailnews.php/1/Ekonomi/2009-06-02/36079/20 Persen Penduduk_Madura_Terserap_Jadi_Tenaga_Kerja__, diakses pada 04 Februari 2010

Tenaga kerja adalah ujung tombak perusahaan, dapat dikatakan sebagai pendukung dalam menjalankan roda perusahaan. Ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang keberhasilan pembangunan. Tenaga kerja merupakan salah satu subjek pembangunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses produksi barang dan jasa, disamping itu juga merupakan pihak yang ikut menikmati hasil pembangunan. Dalam hal ini, ada hak dan kewajiban dalam hubungan antara tenaga kerja dengan perusahaan. Perusahaan membutuhkan tenaga para pekerja, sedangkan para pekerja membutuhkan penghasilan untuk kebutuhan hidup sesuai dengan Upah Minimum


(10)

Regional (UMR).3 Saling ketergantungan inilah yang harus dibina sebaik-baiknya agar tidak ada terjadi kesenjangan antara pengusaha dengan para pekerja.4

Pengusaha sebagai pemimpin perusahaan berkepentingan atas kelangsungan dan keberhasilan perusahaan dengan cara meraih keuntungan setinggi-tingginya sesuai modal yang telah ditanamkan dan menekan biaya produksi serendah-rendahnya (termasuk upah pekerja/buruh) agar barang dan/atau jasa yang dihasilkan dapat bersaing di pasaran. Bagi pekerja/buruh, perusahaan adalah sumber penghasilan dan sumber penghidupan sehingga akan selalu berusaha agar perusahaan memberikan kesejahteraan yang lebih baik dari yang telah diperoleh sebelumnya. Kedua kepentingan yang berbeda ini akan selalu mewarnai hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh dalam proses produksi barang dan/atau jasa.5

Pekerja atau dapat dikatakan buruh pada saat ini di mata masyarakat awam sama saja dengan tenaga kerja. Padahal dalam konteks sifat dasar pengertian dan terminologi di atas sangat jauh berbeda. Secara teori, dalam konteks kepentingan, di dalam suatu perusahaan terdapat 2 (dua) kelompok, yaitu: pemilik modal (owner) disebut dengan kapitalis; dan kelompok buruh adalah orang-orang yang diperintah dan dipekerjakan berfungsi sebagai salah satu komponen dalam proses produksi. Dalam teori Karl Marx tentang nilai lebih, disebutkan bahwa kelompok yang memiliki dan menikmati nilai lebih disebut sebagai majikan dan kelompok yang terlibat dalam proses penciptaan nilai lebih itu disebut buruh. Dari segi kepemilikan kapital dan aset-aset produksi, dapat ditarik benang merah, bahwa buruh tidak terlibat

3

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada Pasal 90 ayat (1) menyebutkan bahwa “pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.

4

Bandingkan dengan Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal. 114-115

5

Maimun, Hukum Ketenagakerjaan, Suatu Pengantar, (Jakarta : Pradnya Paramitha, 2004), hal. 101, dikutip Jaminuddin Marbun, Analisis Terhadap Perjanjian Kerja Bersama dalam Hubungan Industrial di Provinsi Sumatera Utara, (Medan : Disertasi, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 43.


(11)

sedikitpun dalam kepemilikan aset, sedangkan majikan adalah yang mempunyai kepemilikan aset. Dengan demikian seorang manajer atau direktur perusahaan sebetulnya adalah buruh walaupun mereka mempunyai gelar keprofesionalan.6

Perbedaan kepentingan antara pengusaha dan pekerja/buruh harus dicarikan harmonisasi antara pekerja/buruh maupun pengusaha yang mempunyai tujuan sama yaitu menghasilkan barang dan/atau jasa sehingga perusahaan dapat terus berjalan. Apabila karena satu dan lain hal perusahaan terpaksa ditutup maka yang mengalami kerugian bukan saja pengusaha karena telah kehilangan modal, tetapi juga pekerja/buruh karena kehilangan pekerjaan sebagai sumber penghidupan.

7

Didorong dengan adanya tujuan yang sama ini maka timbul hubungan yang saling bergantung antara pengusaha dengan pekerja/buruh dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang dikenal dengan istilah hubungan industrial. Dalam melaksanakan hubungan industrial pengusaha dan organisasi pengusaha mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas tenaga kerja, dan memberikan kesejahteraan kepada pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan berkeadilan. Pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya. Fungsi pemerintah dalam hubungan industrial adalah menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Peranan pemerintah dalam hal ini penting sekali mengingat

6

Bandingkan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada Pasal 1 angka (2) menyebutkan bahwa ”pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain .

7

Dahwilani, Dani Muhammad, “Tanggapan Pekerja Terhadap Pelayanan Sosial di Perusahan.” Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 3 No.2September 2004.


(12)

perusahaan bagi pemerintah betapapun kecilnya merupakan bagian dari kekuatan ekonomi yang menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan sebagai salah satu sumber serta sarana dalam menjalankan program pembagian pendapatan nasional.8

Penjelasan seperti itu menjadi penegas bahwasanya dalam ekonomi kapitalistik terdapat dualisme pandangan terhadap buruh yang saling bertolak belakang. Pada satu sisi, buruh menjadi komponen penting dalam proses produksi karena memiliki peran merubah bahan mentah dan alat produksi lainnya agar memiliki nilai. Walaupun bahan mentah dan alat produksi sudah memiliki nilai tersendiri namun buruh melengkapi melalui kerja yang dilakukan dalam proses produksi. Nilai yang diberikan oleh kerja buruh sangat penting sehingga perannya tidak dapat ditiadakan. Pada sisi lain, ternyata peran buruh dalam proses produksi tersebut tidak dihargai dengan semestinya. Apa yang dimaksud oleh kerja yang dilakukan oleh buruh dalam proses produksi dalam sistem ekonomi kapitalistik bukanlah biaya produksi kerja yang dilakukan buruh dalam satu jam, satu hari, ataupun satu bulan, namun diterjemahkan sebagai biaya produksi kehidupan buruh.

9

Pada prinsipnya, upah hanya sekedar dijadikan alat untuk mempertahankan buruh agar dapat bekerja. Agar buruh dapat bekerja, ia harus memenuhi kebutuhan gizi dan kesehatannya. Pekerja yang kurang protein akan menderita lesu dan tidak produktif, sehingga kesejahteraan dan kualitas hidup buruh dan keluarganya harus tetap dipelihara.

10

Buruh yang bekerja di perusahaan dalam proses meningkatkan nilai barang akan menerima upah sesuai dengan biaya produksi seorang buruh agar dapat tetap

8

Ibid, hal. 45

9

Tua Hasiholan Hutabarat, Realitas Upah Buruh Industri, (Makalah : Perserikatan Kelompok Pelita Sejahtera, 2006), hal. 45.

10


(13)

bekerja. Artinya, upah yang diterima hanya merupakan bentuk biaya pengganti pengeluaran hidup buruh secara minimal. Prinsip sistem pengupahan seperti itulah yang kemudian banyak diterapkan di beberapa dunia ketiga, seperti Indonesia.11

Tidak terbendungnya penyebaran paham ekonomi kapitalistik merupakan faktor utama pendorong diterapkannya sistem pengupahan seperti yang berlangsung saat ini di Indonesia. Percepatan pertumbuhan dan pemulihan eknomi seperti yang saat ini dilakukan pemerintah mensyaratkan sebuah kondisi yang sangat kondusif sehingga dapat mengacu produksi dan konsumsi masyarakat. Salah satu strategi menumbuhkan perekonomian adalah dengan meningkatkan jumlah investasi. Konsep ini merupakan kata kunci dalam proses pertumbuhan ekonomi dikarenakan adanya keterbatasan modal pemerintah dalam merangsang pemulihan ekonomi negara.

12

Kebijakan hubungan industrial diarahkan tidak saja untuk dapat menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat yang memberikan ketenangan bekerja bagi pekerja/buruh, ketentraman berusaha bagi pengusaha, menjamin kelangsungan usaha, namun juga memperluas dan mengembangkan usaha serta dapat menarik investasi dari dalam dan luar negeri.

Bagi Indonesia penting sekali menghindari kesalahan kapitalisme klasik pada awal industrialisasi yang menghisap tenaga kerja kaum buruh. Karena itu, masalah-masalah buruh seperti upah yang adil, keselamatan di tempat kerja, kesejahteraan kesehatan, dan sebagainya masih perlu menjadi tema-tema pokok dalam etika yang memfokuskan problem-problem yang nyata dalam dunia bisnis dan industri.

13

Bahwa keberhasilan pelaksanaan hubungan industrial terletak pada berjalannya sistem, berfungsinya kelembagaan dan optimalisasi peran serta

11

Payaman J. Simanjuntak, Reformasi Sistem Pengupahan Nasional, (Jakarta : Informasi Hukum, 2004), dikutip Tua Hasiholan Hutabarat., hal. 46.

12

Ibid, hal. 63

13


(14)

sarana hubungan industrial serta partisipasi dan tanggung jawab pekerja, pengusaha, pemerintah dan pihak terkait. Dengan demikian maka hubungan industrial menjadi kegiatan yang strategis dan signifikan dalam pembangunan nasional yang diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran.14

Untuk menciptakan iklim hubungan industrial yang harmonis, pemerintah melakukan berbagai upaya dalam bentuk membuat suatu kebijakan diantaranya dengan meningkatkan kapasitas atau memberdayakan sarana-sarana hubungan industrial. Secara tegas dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

15

Kondisi buruh di kota-kota besar di Indonesia hampir sama dengan kondisi buruh yang ada di Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan sama-sama mengalami tekanan dalam berbagai bentuk, salah satunya tekanan dalam sisi pengupahan. Hal itu diakibatkan oleh standar umum kebijakan pengupahan dari pemerintah yang tidak pernah mempertimbangkan kebutuhan dan produktivitas buruh yang sesungguhnya. Walaupun dalam beberapa tahun terakhir regulasi kebijakan perburuhan telah memasukkan karakteristik lokal (Kabupaten/Kota) dalam proses perumusan dan penetapan upah, namun realitas upah yang berjalan sangat jauh dari kelayakan yang diharapkan oleh buruh.16

Konsep-konsep inti kebijakan pengupahan yang dirasakan tidak adil ternyata tidak mengalami perubahan sama sekali, sehingga membuat pergeseran kewenangan pengupahan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah tersebut sama sekali menjadi

14

Ibid., hal. 65

15

Ibid., hal. 67

16

Edy Purwo Saputro, “Mengurai Benang Kusut Problem Buruh”, http://www.infoanda.com/ linksfollow.php?lh=VlJZUFJVVlcD, diakses pada 14 Juni 2011.


(15)

tidak bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan buruh, malah menciptakan potensi-potensi penyelewengan dan pembodohan yang lebih besar terhadap buruh.17

Pada banyak sisi, sistem pengupahan yang diberlakukan saat ini belum sesuai dengan harapan buruh, demikian juga secara institusional, konsep dasar, mekanisme, maupun pada level aplikasi, sistem pengupahan masih jauh dari dimensi keadilan, demokrasi, dan nilai-nilai kemanusiaan. Hal itulah yang menjadi salah satu landasan dari penelitian yang lebih mendalam tentang sistem pengupahan, khususnya bagi buruh sektor perindustrian di perkotaan.

18

Realitas ketidakadilan sistem pengupahan dan tidak berpihaknya kebijakan perburuhan tersebut dapat dilihat dengan cara mendeskripsikan pengetahuan, pemahaman, atau persepsi buruh tentang berbagai aspek dalam sistem dan kebijakan pengupahan, institusi yang memiliki otoritas dalam perumusan dan penetapan upah, baik itu tentang proses, peran dari institusi atau stakeholder, maupun harapan dan keinginan buruh terkait dengan proses perumusan dan penetapan upah. Apa yang ingin diungkapkan nantinya akan menggambarkan bagaimana sebenarnya realitas (pemahaman, pengetahuan, dan persepsi buruh) tentang kebijakan maupun proses perumusan dan penetapan upah. Selama ini pemahaman buruh memang kurang diperhatikan sebagai pertimabngan lembaga pengupahan. Padahal, kebijakan pengupahan yang menindas ini sudah lama berlangsung, sehingga pastinya akan membentuk pemahaman dan pengetahuan secara subjektif.

19

Selama ini, upaya pengkritisan sistem pengupahan cenderung dilakukan secara sepihak, antara lain perspektif pemerintah, kalangan elemen masyarakat pro demokrasi, tanpa melihat penilaian atas persepsi buruh sendiri. Sikap buruh terhadap sistem pengupahan terbentuk berdasarkan realitas kehidupan sehari-hari mereka.

17

Payaman J. Simanjuntak, Op.Cit hal. 49

18

Ibid., hal. 57-58

19


(16)

Buruh yang mengalami secara langsung minimnya upah, sehingga pantaslah jika pandangan kritis buruh tersebut yang harus diangkat ke permukaan jika berkeinginan merubah sistem pengupahan yang berlaku saat ini.20

Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia secara umum meliputi penyelengaraan Program-Program JAMSOSTEK. Penyelengaraan Program JAMSOSTEK didasarkan pada Undang-Undang No. 3 Tahun 1992, Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia berbasis kepesertaan, yang dapat dibedakan atas kepesertaan pekerja sektor swasta, pegawai negeri sipil (PNS), dan anggota TNI/Polri.

Dengan upah yang begitu minim sehingga tidak menjamin tenaga kerja untuk mendapatkan kesejahteraan dan kehidupan yang layak maka disinilah ada peran pihak ketiga yang menanggung segala biaya yang ditimbulkan jika tenaga kerja mengalami hal demikian. Pihak ketiga yang dimaksud adalah Jaminan Sosial Tenaga Kerja (selanjutnya disebut JAMSOSTEK). JAMSOSTEK mengakomodasi kepentingan pengusaha dan kebutuhan tenaga kerja.

21

Dalam rangka menciptakan landasan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja, undang-undang mengatur penyelenggaraan JAMSOSTEK sebagai perwujudan pertanggungan sosial. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK. Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian berlangsungnya arus

20

Ibid., hal. 58-59.

21

Yohandarwati, et.al., “Desain Sistem Perlindungan Sosial Terpadu”, Direktorat Ke-pendudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan, BAPPENAS, http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/343/, 2003, diakses pada 13 Juni 2011


(17)

penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang.22

Pemerintah telah mengeluarkan UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah terbit pada tahun 2004. Adalah harapan kita, setelah itu kita bisa mewujudkan apa yang terkandung didalam UU No 40/2004, agar setiap warga negara Indonesia memperoleh perlindungan sosial yang layak, sejak lahir hingga meninggal dunia. Hal ini juga untuk mewujudkan amanat konstitusi, mewujudkan masyarakat yang sejahtera yang berkeadilan sosial. Suatu hal yang bahkan perlu dipertimbangkan langkah percepatan untuk mewujudkan UU SJSN itu, mengingat ketertinggalan Indonesia dalam penyelenggaraan program jaminan sosial dibanding negara-negara lainnya dan Program JAMSOSTEK berupa produk jasa, dimaksudkan untuk melindungi resiko sosial tenaga kerja yang dihadapi oleh tenaga kerja.

23

JAMSOSTEK mempunyai dua aspek, yaitu: (a) memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya; dan (b) merupakan penghargaan tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.24

Program JAMSOSTEK sebagaimana didasarkan pada UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. JAMSOSTEK dapat dikatakan suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau

22

Sutardji, Analisis Kepuasan Peserta Jamsostek pada Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero) Semarang, (Surakarta : Tesis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta), hal. 2.

23

Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

24


(18)

keadaan yang dialami oleh tenaga kerja sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.25

Pada dasarnya Program JAMSOSTEK merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded

system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut

secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara Program JAMSOSTEK dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero.26

PT. Jamsostek (Persero) yang ditunjuk sebagai satu-satunya badan penyelenggara sesuai dengan UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), bertekad untuk selalu menjadi badan penyelenggara yang siap, handal, dan terpercaya di Indonesia. Berkaitan dengan fungsi pemasaran ini, PT. Jamsostek melakukan strategi pemasaran yang berorientasi pada pelanggan. Hal ini dilakukan dengan sosialisasi ke berbagai elemen masyarakat. Sasaran ke setiap elemen masyarakat ini mempunyai dasar pemikiran bahwa membahagiakan atau memuaskan pelanggan atau peserta sangat menentukan keberhasilan.27

Dari uraian tersebut di atas, dapat terlihat bahwa kurangnya kesadaran pengusaha dalam melaksanakan Program JAMSOSTEK. Apalagi dibarengi dengan

25

Pasal 1 angka (1)., Op.Cit

26

Yohandarwati, et.al., Op. cit., hal. 27.

27


(19)

lemahnya pengawasan dan penegakan hukum bagi perusahaan-perusahaan yang tidak

melaksanakan Program JAMSOSTEK. Setelah melihat uraian tersebut, maka penulis mengambil judul tentang :

“KEDUDUKAN PT. JAMSOSTEK SEBAGAI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA SETELAH ADANYA UU NO.40 TAHUN 2004.”

B. Perumusan Masalah

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana keberadaan PT. Jamsostek dalam UU Jaminan Sosial Nasional? 2. Bagaimana Sistem Pertanggungjawaban Jaminan Sosial Untuk Indonesia?

3. Bagaimana kedudukan PT. Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial setelah adanya UU NO. 40 TAHUN 2004 tentang SJSN?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:

a. Untuk mengetahui keberadaan PT. Jamsostek dalam UU jaminan sosial.

b. Untuk mengetahui Sistem Pertanggungjawaban Jaminan Sosial Untuk Indonesia.

c. Untuk mengetahui kedudukan PT. Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial setelah adanya UU NO. 40 TAHUN 2004 tentang SJSN.

2. Manfaat penelitian 1. Secara Teoritis


(20)

a. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lanjutan.

b. Memperkaya khasanah perpustakaan. 1. Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau instansi terkait dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan di Kota Medan.

b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat (pelaku usaha) mengenai perlindungan terhadap pekerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan di Kota Medan.

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah kedudukan PT. jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja setelah adanya UU NO.40 tahun 2004. Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa Fakultas Hukum USU. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Berbicara mengenai JAMSOSTEK tidak terlepas dari perlindungan sosial, untuk mengkaji jaminan sosial tenaga kerja terlebih dahulu dilihat perlindungan sosial pada negara welfare state, yaitu : perlindungan sosial diperlukan untuk kesejahteraan;


(21)

perlindungan sosial membutuhkan tindakan kolektif; perlindungan sosial didasarkan pada solidaritas; dan perlindungan sosial harus sekomprehensif mungkin.28

Dalam hal perlindungan sosial diperlukan untuk kesejahteraan, secara umum mencakup dua prinsip, yaitu : tindakan kolektif untuk menutup berbagai kemungkinan yang terjadi pada tenaga kerja; dan penyedia layanan untuk menangani kebutuhan para pekerja. Keberadaan layanan untuk pekerja tersebut merupakan salah satu layanan sosial.

29

Mengenai perlindungan sosial yang membutuhkan tindakan kolektif, hal ini karena perlindungan sosial memiliki karakteristik solidaritas yaitu pengakuan tanggung jawab bersama dan mengumpulkan resiko, dimana tanggung jawab atas resiko seseorang diterima oleh orang lain dalam hal ini pihak ketiga. Bahkan jika, pada prinsipnya, langkah-langkah untuk perlindungan sosial dapat dilakukan oleh pekerja sendiri, namun dalam prakteknya sering tidak mungkin bagi pekerja untuk melakukannya. Hal ini dikarenakan kondisi dimana pekerja membutuhkan perlindungan termasuk kemiskinan, ketidakmampuan fisik, mental dan penurunan kemelaratan. Perlindungan sosial yang efektif menuntut kontribusi pihak lain dalam masyarakat.

30

Perlindungan sosial didasarkan pada solidaritas maksudnya adalah kewajiban kepada orang lain, ketika seorang anggota masyarakat atau pekerja yang mengalami kesulitan untuk mendukung biaya hidupnya dianggap diperlukan atau bergerak ke arah ketergantungan seperti kanak-kanak atau usia tua, kewajiban untuk orang itu akan ada. Pada awal manifestasinya perlindungan sosial dianggap sebagai bentuk amal. Amal adalah bentuk solidaritas sosial yang khas, salah satu motivasinya adalah agama sebagai kewajiban utamanya adalah untuk Tuhan. Meskipun motif amal telah selamat, organisasi perlindungan sosial telah bergeser menuju landasan dalam

28

diakses 14 Juni 2011.

29

Ibid

30


(22)

prinsip saling membantu. Prinsip pokok perlindungan sosial adalah penyatuan resiko. Dalam asuransi saling membantu, orang membayar premi untuk melindungi diri mereka terhadap keadaan yang kontinjensi. Inilah tempat perlindungan sosial yang lebih langsung atas dasar kewajiban timbal balik. Bentuk perlindungan sosial sering dilengkapi dengan pengaturan komersil, yang telah digandakan pola saling membantu formal.31

Perlindungan sosial harus sekomprehensif mungkin, maksudnya adalah sifat perlindungan sosial itu dibutuhkan untuk menanggulangi resiko dalam hal kemungkinan yang menimbulkan kebutuhan. Sangat mungkin untuk pengaturan formal perlindungan sosial menutupi minoritas istimewa. Menurut Ferrera, ciri sistem perlindungan sosial di Eropa Selatan sebagai polarisasi dengan pasti dualisme tajam membedakan orang-orang yang hanya segelintir orang terbaik untuk dilindungi dibandingkan dengan kebanyakan para buruh yang ada. Ini disebut kurangnya kesetaraan perlindungan terhadap orang lain.

32

Jika perlindungan sosial dipandang dari sisi jasa di banyak negara yang tidak universal. Sistem Bismarck dengan ketentuan yang berlaku di Jerman didasarkan pada resiko yang dikumpulkan hanya untuk orang-orang di bawah pendapatan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Pekerja yang berpenghasilan lebih tinggi yang seharusnya dapat membuat peraturan yang lebih tinggi juga dalam hal tarif untuk pembayaran iuran. Alasan dasar untuk perlindungan sosial tidak harus semua orang tercakup dalam satu sistem yang sama, tetapi bahwa setiap orang perlu dilindungi terhadap eventualitas. Hal ini dapat dicapai dengan berbagai cara, dan ada argumen untuk fleksibilitas. Perlu dicatat bahwa nilai dari sistem perlindungan sosial di Jerman

31

Ibid 32

Muharam, Hidayat. 2006. Panduan Memahami Hukum KetenagaKerjaan Serta Pelaksanaanya di Indonesia, bandung: Penerbit PT citra aditya Bakti, hal 47


(23)

masih kurang lengkap, tetapi saling melengkapi strategi yang dapat diadopsi oleh negara lain untuk mengembangkan sistem perlindungan sosial.33

Program JAMSOSTEK merupakan kebutuhan masyarakat yang mendasar karena menyangkut kelangsungan hidup baik bagi pekerja maupun keluarganya. Namun demikian diakui bahwa JAMSOSTEK, saat ini memerlukan kebutuhan yang memperoleh prioritas bagi masyarakat, namun pelaksanaannya masih kurang berjalan seperti yang diharapkan.

Dalam upaya memberikan perlindungan sosial bagi pekerja beserta keluarganya, banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, salah satunya adalah dengan mengeluarkan undang-undang. Seperti ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang bertujuan untuk memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi, mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah, memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan, dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Dalam hal perlindungan tenaga kerja diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kedua undang-undang tersebut di atas adalah undang-undang yang melindungi hak-hak tenaga kerja. Namun, tidak bisa diterapkan dengan baik. Hal ini dikarenakan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.

34

Pada hakikatnya Program JAMSOSTEK memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian

33

Ibid

34

Surya Perdana, Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) pada Perusahaan Swasta di Kota Medan, (Medan : Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 3


(24)

atau keseluruhan penghasilan yang berkurang, disamping sebagai pelayanan akibat peristiwa yang dialami oleh pekerja dengan demikian para pekerja akan merasa lebih tenang dalam bekerja dan menjalankan aktivitasnya sehari-hari.

Dengan ketenangan yang diberikan kepada tenaga kerja, maka pekerjaan yang dilakukan akan sempurna dan menguntungkan pengusaha. Jika pengusaha

diuntungkan maka dengan demikian negara juga diuntungkan. Hal ini semata adalah untuk membangun ekonomi melalui penerapan hukum yang baik.35

F. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni :

1. Tipe Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.36

2. Data dan Sumber Data

Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari 37

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara lain UU

:

35

Erman Rajagukguk, ”Hukum Ekonomi Indonesia Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial pada Jamsostek”, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Bali 14-18 Juli 2003.

36

Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986) hal 9-10.

37


(25)

No.3 Tahun 1992 tentang Jamsostek dan UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dari surat kabar dan majalah, dan internet

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara : Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

G. Sistematika penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar tidak terjadinya kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke dalam beberapa sub-sub bab.


(26)

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II KEBERADAAN PT. JAMSOSTEK DALAM UU JAMINAN SOSIAL

NASIONAL

Bab ini berisikan tentang Sejarah Jaminan Sosial, Bentuk Badan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Asas/Prinsip dan Tujuan Penyelenggaraan SJSN, Kelebihan dan kelemahan Badan Penyelenggara berbentuk PT. Jamsostek, PT. Jamsostek sebagai Penyelenggara Jaminan Sosial, dan Pandangan Hukum tentang Kedudukan BPJS dalam Implementasi UU. No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial.

BAB III PERAN PT. JAMSOSTEK DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

Bab ini berisikan tentang Latar Belakang dan Kronologis Pembentukan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di Indonesia, Jumlah Penyelenggara dan UU Jaminan Sosial Mekanisme Penyelenggaraan SJSN dan Fungsi dan peran PT. Jamsostek dalam perlindungan hukum tenaga kerja di Indonesia.

BAB IV KEDUDUKAN PT. JAMSOSTEK SEBAGAI BADAN

PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL SETELAH ADANYA UU NO. 40 TAHUN 2004 TENTANG SJSN

Bab ini berisikan tentang Penyelenggara jaminan sosial di PT. Jamsostek, Peran dan Kedudukan PT. Jamsostek dalam pelaksanaan Sistem jaminan


(27)

setelah adanya UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional dan Tanggungjawab PT. Jamsostek dalam penyelenggara Jaminan Sosial.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis.


(28)

BAB II

KEBERADAAN PT. JAMSOSTEK DALAM UU JAMINAN SOSIAL

A. Sejarah Jaminan Sosial dan Jamsostek di Indonesia

Jaminan Sosial Nasional adalah program pemerintah dan masyarakat yang bertujuan member kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perlindungan ini diperlukan utamanya bila terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapat.38

Perlindungan jaminan sosial mengenal beberapa pendekatan yang saling melengkapi yang direncanakan dalam jangka panjang dapat mencakup seluruh rakyat secara bertahap sesuai dengan perkembangan kemampuan ekonomi masyarakat. Pendekatan pertama adalah pendekatan asuransi sosial atau compulsory social

insurance, yang dibiayai dari kotribusi/premi yang dibayarkan oleh tenaga kerja dan

atau pemberi kerja. Kontribusi/premi dimaksud selalu harus dikaitkan dengan tingkat pendapatan/upah yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Pendekatan kedua berupa bantuan sosial (social assistance) baik dalam bentuk pemberi bantuan uang tunai maupun pelayanan dengan sumber pembiayaan dari Negara dan bantuan sosial da masyarakat lainnya.39

Beberapa Negara yang menganut welfare state yang selama ini memberikan jaminan sosial dalam bentuk social mulia menerapkan asuransi sosial. Utamanya karena jaminan melalui bantuan social membutuhkan dana yang besar dan tidak mendorong masyarakat merencanakan kesejahteraan bagi dirinya. Selain itu, dana yang terhimpun dalam asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional. Secara

38

Purwoko Bambang, Jaminan social dan Sistem penyelenggaraannya, (Jakarta : Meganet Dutatama, 1999), hal. 3

39


(29)

keseluruhan adanya jaminan social nasional dapat menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan keelakaan kerja, jaminan pemutusan hubunga kerja, jaminan hari tua, pensiun dan santunan kematian.40

Sebenarnya, selama dekade terakhir di Indonesia telah ada beberapa program jaminan social dalan bentuk asuransi sosial, namun baru mencakup sebagian kecil pekerja di sector formal. Krisis ekonomi yang menyebabkan angka pengangguran melonjak dengan tajam telah menimbulkan berbagai masalah ekonomi. Dalam kondisi seperti ini jaminan sosial dapat membantu menanggulangi gejolak sosial.41

Menyadari masih terbatasnya jangkauan jaminan sosial yang ada dan beberapa kekurangan dalam pengaturan dan penyelenggaraannnya serta betapa pentingnya peran jaminan sosial dalam pemberian perlindungan utamanya di saat berkurangnya pendapatan maka dianggap perlu menyusun Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui penerbiata undang-undang yang akan mengatur substansi, kelembagaan dan mekanisme sistem jaminan sosial yang berlaku secara nasional. Sistem Jaminan Sosial yang akan dibangun ini haruslah sifatnya dengan tingkat kepercayaan publik yang tinggi dan transparan dalam penyelenggaraannya.42

Sistem Jaminan Sosial (Social security system) adalah system penyelenggaraan program Negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena

40

Ibid

41

Ibid

42

Moh. Syaufi Syamsuddin, “Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja Wanita”, Informasi Hukum, Kamis, 09 November 2006, dikutip Adrian Sutedi


(30)

memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya. Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan oleh Negara-negara maju dan berkembang sejak lama. Penyelenggaraan jaminan social di berbagai Negara memang tidak seragam, ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan ada yang hanya mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu.43

Jaminan sosial dapat diwujudkan melalui mekanisme asuransi sosial dan tabungan sosial. Adanya perlindungan terhadap resiko sosial ekonomi melalui asuransi sosial dapat mengurangi beban Negara dalam penyediaan dana bantuan sosial yang memang sangat terbatas. Melalui prinsip kegotongroyongan, mekanisme asuransi sosial merupakan sebuah instrumen negara yang kuat dan digunakan di hampir seluruh negara maju dalam menanggulangi risiko sosial ekonomi yang setiap saat dapat terjadi pada setiap warga negaranya.44

Dilihat dari aspek ekonomi makro, jaminan sosial nasional adalah suatu instrumen yang efektif untuk memobilisasi dana masyarakat dalam jumlah besar, yang sangat bermanfaat untuk membiayai program pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri. Selain memberikan perlindungan melalui mekanisme asuransi sosial, dana jaminan sosial yang terkumpul dapat menjadi sumber dana investasi yang memiliki daya ungkit besar bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Dilihat dari aspek dana, program ini merupakan suatu gerakan tabungan nasional yang berlandaskan prinsip solidaritas sosial dan kegotongroyongan.45

43

Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta : Mutiara, 1982), hal. 37, dikutip Adrian Sutedi, hal. 182

44

Ibid

45

Sulastomo , 2005, Sistem Jaminan Sosial Nasional, IDI, Jakarta, hal 19


(31)

Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara Indonesia seperti halnya berbegai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan finded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.46

B. Bentuk Badan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Sejarah dimulainya jaminan sosial mengalami proses yang panjang, dimulai dari Undang-Undang Nomor 33 tahun 1947 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan kerja, Peraturan Menteri perburuhan Nomor 48 Tahun 1952 jo Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 8 Tahun 1956 tentang pengaturan Bantuan untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh, peraturan Menteri perburuhan Nomor 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh, peraturan Menteri Perburuhan Nomor 5 Tahun 1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS) dan selanjutnya diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 menentukan BPJS adalah Badan hokum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS harus dibentuk dengan undang-undang. Mahkamah konstitusi menyatakan bahwa frase dengan undang-undang dalam ketentuan tersebut diatas menunjuk pada pengertian bahwa pembentukan setiap badan penyelenggara jaminan sosial harus dengan undang-undang. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU SJSN adalah dimaksudkan untuk pembentukan badan penyelenggara tingkat nasional yang berada di pusat. Lebih lanjut

46

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Edisi 1, Cetakan 1, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 122.


(32)

dikemukakan bahwa keberadaan undang-undang yang mengatur tentang Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di tingkat pusat merupakan kebutuhan, karena belum adanya badan penyelenggara jaminan social yang memenuhi persyaratan agar UU SJSN dapat dilaksanakan.47

Undang-undang tidak member penjelasan lebih lanjut mengenai penyesuaian tersebut. Apakah dengan undang-undang BPJS nanti jumlah BPJS yang ada masih dipertahankan atau disatukan? Pembentukan UU SJSN tidak bermaksud untuk menetapkan satu badan penyelenggara untuk seluruh program jaminan sosial. Hal ini ternyata dari ketentuan Pasal 1 angka 2 UU SJSN yang menentukan bahwa “Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa penyelenggara jaminan social”. Digunakan kata “beberapa” dalam ketentuan tersebut menunjukkan pembentuk Undang-Undang menghendaki adanya lebih dari satu badan penyelenggara.

Mengenai UU SJSN menentukan bahwa semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS disesuaikan dengan undang-undang ini paling lambat 5 tahun sejak undang ini diundangkan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa BPJS dalam undang-undang ini adalah transformasi dari BPJS yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan jaminan sosial.

48

Penjelasan umum UU SJSN juga menegaskan hal tersebut sebagai berikut: “sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun sistem jaminan social nasional yang mampu mensinkronisasikan penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta member manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta. Lebih lanjut dikemukakan sebagai berikut : “BPJS dalam undang-undang ini

47

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

48


(33)

adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan jaminan sosial.”49

BPJS adalah Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial yang dibentuk dengan undang-undang sedangkan BUMN adalah Badan Usaha dan Perseroan Terbatas merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha. Oleh karena itu Pasal 52 ayat (2) UU SJSN menentukan agar semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS disesuaikan dengan UU SJSN. Sebagai badan yang menyelenggarakan jaminan social, maka bentuk BPJS dapat diuraikan sebagai berikut :

Sebenarnya UU SJSN tidak menentukan secara spesifik bentuk badan hukum BPJS, yang diatur dalam UU SJSN adalah asas, tujuan dan prinsip penyelenggaraan SJSN, keharusan BPJS dibentuk dengan undang-undang, kewajiban BPJS, kerjasama BPJS dengan fasilitas kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan dan pengelolaan dana jaminan sosial.

50

1. Badan Trust Fund (Dana Amanat) yang independen

Suatu bentuk badan tripartit yang independen terhadap birokrasi pemerintahan yang disebut Wali Amanat (Board if Trustee) dan diawasi oleh wakil-wakil pihak yang berkepentingan (stakeholders) merupakan pilihan yang paling banyak dianut di dunia. Bentuk dana amanat adalah bentuk badan hokum yang umum digunakan di Negara-negara maju dengan berbagai nama. Badan ini dapat disebut sebagai suatu Badan Penyelenggara Publik yang bukan BUMN, bukan perusahaan swasta dan bukan lembaga pemerintah. Bentuk dana amanat pada prinsipnya adalah

49

Kertonegoro, Sentanoe (1998), Sistem Penyelenggaraan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja – Isu Privatisasi Jaminan Sosial, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakartam hal 38

50

Suriaatmadja, S. (1995). “Perkembangan PT. ASTEK dalam Jaminan Kesehatan”. Makalah Pada Kongres IAKMI VIII tanggal 8 -11 Oktober 1995. Yogyakarta, hal 71


(34)

suatu badan quasi Pemerintah yang tidak dimiliki oleh sekelompok orang akan tetapi dimiliki oleh seluruh pesertanya, yang peruntukan dananya telah ditetapkan. Dana amanat dimiliki seluruh peserta, maka apabila terdapat sisa hasil usaha maka sisa hasil usaha tersebut menjadi milik seluruh peserta. Jadi tidak ada pembagian dividen untuk sekolompok orang maupun untuk pemerintah seperti yang terjadi dalam bentuk BUMN. Dana sisa hasil usaha dapat diberikan sebagai pengurangan iuran tahun berikutnya, disimpan sebagai dana cadangan umum untuk seluruh peserta atau untuk perbaikan pelayanan. Dana amanat merupakan milik seluruh rakyat, apabila cakupan jaminan sosial sudah universal, maka sisa hasil usaha juga tidak perlu dikenakan pajak penghasilan badan karena setiap dana yang diperoleh sudah menjadi hak seluruh rakyat seperti halnya dan yang dikumpulkan dari pajak. Bedanya, dalam dana amanat pemerintah tidak ikut campur mengelola dana tersebut. Pengelolaan dana amanat diatur oleh undang-undang dan pengelola yang terdiri dari Board of Trustees (Wali Amanat) dan Executive Boards (Dewan Eksekutif yang terdiri atas Direksi beserta kelengkapannya) secara independen atau otonom tanpa campur tangan pemerintah atau partai. Wali Amanat/Dewan jaminan sosial nasional adalah lembaga penentu kebijakan dan sekaligus pengawas keuangan maupun penyelenggaraan lainnta yang dilaksanakan oleh eksekutif. Wali Amanat terdiri dari wakil-wakil berbagai peserta wakil tenaga kerja, wakil perusahaan, wakil pemerintah dan unsur lain yang dimulai perlu dan memiliki kemampuan menjalankan fungsi Wali Amanat. Bentuk Dana Pensiun Pemberi kerja dan Universitas otonom atau badan hukum pendidikan adalah badan hukum yang mendekati bentuk dana amanat.

2. Badan Usaha Milik Negara/Daerah

Badan usaha Milik Negara (BUMN) adalah suatu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar midalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara


(35)

langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Sedangkan Badan Usaha Milik Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah Propinsi dan atau kabupaten/Kota, melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah Propinsi atau Kabupaten/Kota yang dipisahkan.

Saat ini jaminan sosial dikelola oleh badan hukum BUMN seperti PT. Askes, Asabri, Jamsostek dan Taspen. Dalam undang-undang asuransi memang diatur bahwa asuransi sosial harus dikelola oleh BUMN. Dari segi tanggungjawab pemerintah, memang bentuk BUMN lebih menjamin solvabilitas jika sewaktu-waktu-waktu terjadi masalah keuangan yang erat. Namun demikian, bentuk BUMN yang pada hakikatnya lembaga pencari laba (untuk kas Negara) tidak sesuai dengan nafas jaminan social yang perlu memaksimalkan manfaat atau jaminan. Bentuk badan usaha ini pula yang menimbulkan tuntutan agar pengelolan jaminan social atau asuransi sosial tidak monopoli. Padahal, jika bentuk penyelenggara kembali kepada sifat alamiahnya yang wajib kontribusi, maka bentuk BUMN tidak cocok. Jaminan sosial bukanlah urusan usaha bisnis karena jaminan social justru terbentuk sebagai jawaban atas kegagalan usaha bisnis mewujudkan keadilan sosial dan memberikan kepastian perlindungan yang berkelanjutan. Karena di Indonesia banyak pihak belum memahami dan belum percaya dengan bentuk khusus dana amanat. Jalan keluar yang mungkin bisa ditempuh adalah banyak BUMN khusus yang nirlaba dan aturan mainnya di atur sendiri. Dalam SJSN tidak diatur oleh UU BUMN. Namun itupun masih bisa menimbulkan kebingungan.

3. Badan Usaha Milik Swasta (Free Choce)

Di Indonesia perangkat hukum yang mengatur perusahaan berbentuk badan hokum ‘perseroan terbatas’ atau Limited Liability Company (selanjutnya disingkat


(36)

“PT”), sebelumnya diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan segala perubahannya, terakhir yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1971, lalu kemudian digantikan posisinya oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang tentang Perseroan Terbatas, sampai kemudian pada 16 Agustus 2007 digantikan lagi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Tuntutan pihak swasta untuk ikut serta terjun mengelola jaminan social merupakan alternatif liberal yang dapat dipertimbangkan untuk pengelola jaminan sosial.

C. Asas/Prinsip dan Tujuan Penyelenggaraan SJSN 1. Asas/prinsip

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu sistem yang dibangun berdasarkan prinsip di bawah ini:51

a. Kegotongroyongan

Prinsip kegotongroyongan atau solidaritas sosial ini diwujudkan dengan mekanisme asuransi sosial dimana semua peserta mengiur sebesar prosentase tertentu dari upah atau penghasilannya. Dengan demikian terjadi suatu sistem subsidi silang. Peserta yang mampu membantu yang kurang mampu, peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi, peserta yang sehat membantu yang sakit, dan yang muda membantu yang tua. Tidak semua program jaminan sosial diwujudkan dengan mekanisme gotong royong seperti itu. Program jaminan hari tua, provident fund, biasanya dibangun dengan sistem tabungan wajib yang kurang menggambarkan kegotongroyongan seperti di atas. Namun secara umum, SJSN akan dibangun berdasarkan prinsip kegotongroyongan ini.

51

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia, Bekerjasama dengan German Techical Coorperation, 2006, hal 12


(37)

b. Hukum bilangan besar (The law of large numbers).

Prinsip ini merupakan suatu syarat terselenggaranya sebuah mekanisme asuransi yang efisien. Pada intinya prinsip ini merupakan hukum alam dimana semakin besar jumlah peserta, semakin kecil biaya pengelolaan per peserta yang harus dikeluarkan untuk seluruh peserta. Dengan demikian, sistem akan berjalan dengan sinambung dan mampu memelihara tingkat solvabilitas yang stabil. Selain itu, pemupukan dana dalam satu”lumbung” milik bersama tidak hanya memenuhi prinsip asuransi, akan tetapi juga menjadi upaya pemersatu atau menjadi perekat bangsa sehingga sebuah sistem nasional yang sama bagi seluruh rakyat akan memperkuat nasionalisme Indonesia.

c. Kepesertaan bersifat wajib (compulsory).

Prinsip ini perlu ditegakkan untuk menjamin seluruh penduduk terlindungi dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Terpenuhinya hukum bilangan besar karena hanya dengan mewajibkan seluruh penduduk mengiur dan menyatukan risiko individual menjadi risiko bersama. Dalam prakteknya, mewajibkan penduduk sektor informal untuk mengiur memiliki banyak kendala dalam pengumpulan iuran secara reguler dan dalam penentuan tingkat iuran karena penghasilan penduduk di sektor informal tidak selalu tetap seperti penghasilan penduduk di sektor formal. Pengalaman negara-negara lain yang telah memiliki sistem jaminan sosial yang mencakup seluruh penduduk menunjukkan bahwa dari segi manajemen, kewajiban menjadi peserta dimulai dengan penduduk di sektor formal, baru secara bertahap dilanjutkan kepada penduduk di sektor informal. Selain itu, kecenderungan masyarakat modern secara otomatis meningkatkan jumlah penduduk di sektor formal sejalan dengan terjadinya urbanisasi dan kebutuhan persaingan di pasar global.


(38)

d. Manfaat yang layak

Jaminan sosial ditujukan untuk menjamin setiap warga negara memenuhi kebutuhan dasar yang layak yang dapat memungkinkan rakyat berproduksi. Apabila manfaat (benefits) jaminan sosial diberikan terlalu kecil, maka rakyat tidak akan merasakan manfaat mengikuti program jaminan sosial dan karenanya sulit mengharapkan tingkat kepatuhan kepesertaan yang tinggi. Manfaat yang diberikan terlalu besar atau jauh lebih tinggi dari kebutuhan dasar akan membutuhkan iuran yang lebig besar, sementara sebagian besar penduduk tidak memiliki kemampuan untuk mengiur yang mengambil porsi sebagian besar upah atau penghasilannya. Oleh karenanya, manfaat yang diberikan oleh SJSN harus memenuhi kebutuhan hidup yang layak yang secara bertahap ditingkatkan sesuai dengan peningkatan standar hidup dan peningkatan upah atau penghasilan penduduk.

e. Iuran ditetapkan secara proporsional dengan penghasilan.

Kepesertaan yangbersifat wajib harus didukung dengan penetapan iuran yang proporsional terhadap upah atau penghasilan. Dengan iuran yang proporsional tersebut, maka seluruh pekerja akan mampu mengiur, karena beban iuran relatif sama bagi seluruh lapisan pekerja. Penetapan iuran yang proprosional terhadap penghasilan tidak mudah dilaksanakan bagi penduduk di sektor informal yang tidak memiliki penghasilan yang tetap jumlahnya atau relatif sama untuk sekelompok pekerja dengan pengalaman dan pendidikan yang sama. Bagai sector informal iuran dapat juga ditetapkan sejumlah tertentu seperti di Filipina. Oleh kerenanya penetapan iuran bagi


(39)

sektor informal memerlukan studi yang memberikan informasi tentang rata-rata penghasilan bagi kelompok usaha informal.

f. Pembiayaan bersama antara pekerja dan pemberi kerja

Pada dasarnya jamninan sosial akan memberikan manfaat bagi para pekerja sehingga mereka akan dapat bekerja dengan tenteram tanpa haurs memikirkan risiko masa depan. Dengan demikian produktivitasnya akan meningkat. Peningkatan produktivitas pada akhirnya akan menguntungkan pemberi kerja karena hasil produksi yang meningkat juga dapat memberikan keuntungan pengusaha yang lebih tinggi. Dari sisi pekeja, keikutsertaan mengiur, sebagai bagian tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya. Kecuali jaminan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pekerja yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Oleh karenanya sangatlah wajar jika pembiayaan SJSN ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja. Prinsip ini juga diselenggarakan oleh sistem jaminan sosial di negara-negara lain.

Pemerintah juga merupakan pemberi kerja bagi pegawai negeri. Pekerja di sektor informal, yang bekerja mandiri, dengan sendirinya berfungsi ganda sebagai pekerja sekaligus pemberi kerja bagi dirinya. Oleh karenanya pekerja sektor informal harus menanggung jumlah iuran yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pekerja di sektor formal. Dalam banyak negara, dimana sektor iformal telah membayar pajak dengan teratur, pemerintah dapat memberikan subsidi iuran bagi pekerja di sektor informal.

g. Penyelenggaraan SJSN bersifat nirlaba (not for profit/solidaritas sosial).

Hakikat penyelenggaraan jaminan sosial adalah kegotongroyongan dari dan oleh peserta. Pada sistem yang telah matang dimana seluruh penduduk sudah menjadi peserta, maka sistem ini akan menjadi suatu sistem gotong royong nasional.


(40)

Oleh karenanya, sebenarnya SJSN dimiliki oleh seluruh peserta bukan sekelompok orang. Dengan demikian, segala usaha yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan nilai dana yang terkumpul harus dikembalikan kepada peserta dalam bentuk peningkatan nilai manfaat atau penurunan jumlah iuran di kemudian hari. Sisa hasil usaha di akhir tahun buku tidak dibagikan sebagai dividen dan tidak perlu dikenakan pajak penghasilan. Semua sisa hasil usaha akan menjadi hal seluruh peserta yang notabene adalah seluruh rakyat. Inilah hakikat dari prinsip nirlaba dimana seluruh dana hasil pengembangan dana dikembalikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

h. Pengelolaan jaminan sosial menggunakan prinsip Dana Amanat

Dalam prinsip ini, iurna yang terkumpul bukanlah penerimaan badan penyelenggara sebagai hasil jual beli dan karenanya bukan merupakan kekayaan badan penyelenggara. Iuran terkumpul, dan hasil pengembangannya, tetap merupakan titipan para peserta kepada badan penyelenggara yang peruntukannya telah ditetapkan. Badab penyelenggara diberikan amanat atau kepercayaan untuk mengelola dana untuk sebesar-besarnya manfaat kepada seluruh peserta. Dengan demikian, badan penyelenggara harus bisa dipercaya.

i. Pengelolaan dana dilaksanakan dengan prinsip solvalibitas, likuiditas, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas.

1) Prinsip solvalibias adalah prinsip dimana dana harus selalu mencakupi untuk membiayai manfaat bagi seluruh peserta dalam jangka panjang.

Pengelola harus selalu menjaga agar setiap saat dana, baik yang berupa uang tunai, dana di rekening, dana yang tersimpan dalam bentuk deposito, obligasi dan dalam bentuk investasi lain harus selalu cukup untuk membiayai segala kewajiban kepada seluruh pesertanya.


(41)

1) Prinsip likuiditas adalah prinsip dimana dana harus selalu tersedia untuk membiayai seluruh manfaat seperti jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja. Sumber dana untuk membiayai manfaat jangka pendek adalah dana tunai, bank dan deposito yang jatuh tempo segera.

2) Prinsip keterbukaan merupakan suatu keharusan dalam jaminan sosial karena dana yang dikelola merupakan dana milik peserta. Oleh karenanya manajemen harus sangat terbuka yang ditunjukan dengan penyampaian akun perorangan yang menunjukkan jumlah iuran yang diterima dan akumulasinya kepada seluruh peserta dan laporan keuangan berkala yang harus dipublikasikan secara terbuka dan diketahui oleh setiap peserta yang ingin mengetahuinya, serta perubahan kebijakan minimal satu kali setahun. 3) Prinsip kehati-hatian (prudensial) adalah suatu bentuk tanggung jawab

pengelola dalam mengelola dana peserta. Penetapan dana dalam investasi harus benar-benar diperhitungkan agar terhindar dari risiko kehilangan dana akibat berbagai spekulasi atau tingkat risiko investasi yang besar. Investasi spekulasi dalam mata uang asing misalnya mempunyai risiko tinggi dan karenanya tidak dibenarkan. Begitu juga penempatan dana dalam jumlah besar di suatu bank akan mempunyai risiko besar apabila ternyata bank tersebut mengalami kebangkrutan.

4) Prinsip akuntabilitas merupakan prinsip dimana pengelola harus bertanggungjawab penuh atas segala tindakannya. Oleh karenanya, segala tindakan yang bertujuam untuk kepentingan dirinya harus dilarang. Penempatan investasi pada suatu bank dimana pengelola memiliki saham jelas merupakan tindakan yang tidak bertanggungjawab kepada peserta dan karenanya harus dilarang.


(42)

5) Prinsip efisiensi diwujudkan dengan membatasi dana yang boleh digunakan untuk biaya operasional. Untuk program jangka pendek, penglola tidak boleh menghabiskan lebih dari 5 % (lima persen) iuran yang diterima dalam satu tahun buku. Untuk program jangka penjang, iuran sama sakali tidak boleh digunakan untuk membiayai operasional SJSN. Operasional program jangka panjang harus dibiayai dan dicukupi dari sebagian kecil (misalnya 5 %) hasil pengembangan dana.

6) Prinsip efektivitas diwujudkan dengan memberikan jaminan yang benar-benar efektif.

j. Portabilitas.

Artinya manfaat jaminan sosial dapat dibawa kemana saja dan selalu ersedia dimanapun diseluruh tanah air. Manfaat yang diperoleh peserta tidak boleh putus atau hilang karena peserta pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal. Tentu saja, apabila peserta pindah tempat tinggal tetap ke luar negeri maka jaminan atau manfaat jaminan sosial harus terputus, karena peserta tidak lagi menjadi penduduk Indonesia sebagai suatu syarat kewajiban dan hak jaminan sosial.

k. Tanggung jawab terakhir tetap pada Pemerintah.

Pada hakikatnya program jaminan sosial adalah amanat UUD45 yang harus diselenggarakan oleh Negara yang diberi mandat kepada Pemerintah. Oleh karenanya Pemerintah harus bertanggung jawab atas keamanan keuangan bila terjadi force

majeur, seperti terjadinya krisis ekonomi dan perubahan nilai tukar yang tinggi yang

terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi apabila kesulitan dana terjadi karena kesalahan manajemen maka penglelola harus bertanggug jawab atas kesalahan tersebut. Pemerintah wajib memantau secara terus menerus, langsung atau melalui pengaturan dan pengawasan yang ketat, agar tidak terjadi kesulitan pembiayaan yang parah.


(43)

2. Tujuan penyelenggaraan Jaminan Sosial

SJSN bertujuan untuk melaksanakan amanat Pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34 ayat (2) Amandemen UUD 1945, yang dituangkan dalam UU SJSN yang mengatur substansi berupa cakupan kepesertaan, besarnya iuran dan manfaat, mekanisme penyelenggaraan jaminan sosial, dan kelembagaan sistem jaminan sosial yang berlaku nasional guna terwujudnya perlindungan yang adil dan manfaat yang optimal bagi para peserta. Undang-undang SJSN tersebut hendaknya merupakan undang-undang tentang SJSN yang dapat menngkatkan efesiensi program, meningkatkan kemampuan program untuk saling menopang, memudahkan mekanisme pengumpulan iuran dan pembayaran manfaat, memperbaiki administrasi dan manajemen pengelolaan, menetapkan struktur dan fungsi serta pengelolaan organisasi atau kelembagaan SJSN secara adil,terutama pada saat menurunnya tingkat kesejahteraan.

D. Kelebihan dan kelemahan Badan Penyelenggara berbentuk PT. Jamsostek Masing-masing bentuk badan atau jumlah badan penyelenggara mempunyai kekuatan dan kelemahan. Adapun kelebihan dan kelemahan dari masing-masing alternatif BPJS yaitu :52

52

Rukminto Adi, Isbandi. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia


(44)

1. Satu badan penyelenggara publik terpadu di Pusat yang menangani semua program. Badan ini berada di bawah Presiden.

a. Efisiensi di dalam pengelolaan dana sangat tinggi, biaya administrasi kecil. b. Keseragaman kebijakan secara nasional memudahkan sosialisasi dan

pemahaman mudah dilakukan dan murah.

c. Terselenggaranya equity (adil dan merata) subsidi silang luas antar wilayah dan golongan ekonomi untuk program kesehatan.

d. Menjadi perhatian semua orang dan karenanya lebih terjaga karena semua pihak berkepentingan. Substainabilitas menjadi tinggi.

e. Pada tahap awal bentuk ini merupakan bentuk terbaik f. Kemudian hari mungkin dapat didesentralisasi

g. Akumulasi dana (very large pool) jangka panjang yang bermanfaat bagi sumber pembiayaan pembangunan.

h. Control pada sebagian kecil di pusat yang mudah terjadi manipulasi oleh kekuasaan

i. Kurang fleksibel dalam merespons keinginan berbagai kelompok peserta atau daerah, kurang akomodatif.

j. Diseconomy of scale, karena organisasi terlalu besar dan akan menjadi terlalu

birokratis

k. Sekali kolaps merugikan semua penduduk, namun kemungkinan ini kecil. l. Kolusi dalam penempatan dana mudah terjadi

m. Spam of control terlalu besar sehingga bias menimbulkan kesulitan kendali.

n. Wakil stakeholder (pihak berkepentingan), dalam pengendalian tidak banyak besar memiliki daya ungkit ekonomi tinggi.


(45)

o. Terhindari kepesertaan ganda dan memudahkan penanganan penduduk yang pindah (portabilitas). Diperlukan nomor jaminan sosial (social security

member).

2. Beberapa badan penyelenggara jaminan sosial nasional dalam satu undang-undang:

a. Masih terjaga keseragaman mekanisme dan penyelenggaraan

b. Secara teknis tidak banyak gejolak dari badan penyelenggara atau pihak lain yang terkait

c. Mempunyai pool yang tetap besar apabila jumlah badan penyelenggara tetap seperti sekarang

d. Dapat tercipta virtual competition apabila tetap berada di bawah satu DJSN. e. Mengakomodir kepentingan kelompok yang khusus seperti TNI-Polri f. Tingkat kepuasan peserta akan lebih baik dibandingkan pilihan pertaman g. Kurang menggambarkan kenasionalan jaminan social

h. Efisiensi penyelenggaraan lebih rendah dari pilihan pertama

i. Kemungkinan terjadi variasi pelayanan antara BP yang menimbulkan ketidakpuasan.

E. PT. Jamsostek sebagai Penyelenggara Jaminan Sosial

Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggun jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu


(46)

peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.53

Jaminan Sosial Nasional tersebut perlu diatur agar bersifat wajib untuk seluruh tenaga kerja, baik di sektor formal maupun informal, baik yang berpendapat besar maupun kecil sehingga dapat terwujud asas kegotongroyongan dan redistibusi pendapatan dari yang kayak ke yang miskin. Cakupan kepesertaan dilakukan secara bertahap dimulai dari kelompok masyarakat yang mampu mengiur dan secara bertahap diupayakan menjangkau sampai pada kelompok masyarakat yang rentan dan tidak mampu, dimana iuran sebagian atau sepenuhnya dibayarkan oleh pemerintah. Karena ada unsur wajib bagi semua pekerja tersebut maka diperlukan adanya undang-undang untuk mengaturnya. Namun secara sukarela pekerja dapat mengikuti program

Menurut undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, asuransi Sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.

Menurut Undang-undang nomor 2 Tahun 1992, Asuransi Sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-undang dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Karena Jaminan Sosial nasional tersebut diwujudkan melalui mekanisme asuransi maka manfaat yang akan diperoleh peserta tergantung pada besarnya iuran. Manfaat yang diberikan harus cukup berarti sehingga mendorong kepesertaan yang lebih besar dari waktu ke waktu.

53

Purba, R. (1992). Memahami Asuransi Di Indonesia. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo, hal 23


(47)

lain dengn kontribusi yang lebih besar dan memperoleh manfaat yang lebih banyak pula (asuransi komersil).54

Pengelolaan Jaminan Sosial Nasional menganut prinsip Wali Amanah, yang mewakili stakeholder dalam hal ini peserta/pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah. Pengumpulan dan pengelola iuran perlu ditunjang oleh keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas dan efisiensi. Penyelenggaraan dilakukan non-for-profit. Pengertian

non.for-profit bukanlah berarti tidak perlu mengembangkan atau menginvestasikan

dalam rangka menigkatkan akumulasi dana yang ada, tetapi hasil yang diperoleh nantinya akan dikembalikan atau dimafaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta (merupakan going concern asuransi sosial).55

F. Pandangan Hukum tentang Kedudukan BPJS dalam Implementasi UU. No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Jaminan kesehatan yang mendapat prioritas untuk diselenggarakan untuk seluruh penduduk sebagaimana ditentukan dalam UU tentang SJSN guna memenuhi hak konstitusional rakyat Indonesia untuk “mmperoleh pelayanan kesehatan” dan “jaminan sosial yang memugkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”, “belum berjalan sebagaimana yang diharapkan”.56

Akibatnya tentu, tanggung jawab Negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 ayat (2) UUD Negara RI tahun 1945, semakin jauh dari harapan. Padahal

54

Mulyana, Deden. (2000). Handout : Manajemen Resiko dan Asuransi. Tasikmalaya : FE Unsil, hal 49

55

M.Sitorus,Thoga. “Masih Banyak Pekerja/Buruh Belum Tersentuh Program Jamsostek”.

56


(48)

apabila para petinggi di Republik ini secara serius, terarah dan terencana menangani berbagai perangkat yang diperlukan untuk implementasi undang-undang tentang SJSN, waktu 5 tahun dalam ketentuan peralihan Undng-undang Tentang SJSN, untuk meyesuaikan semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang ada sekarang ini adalah cukup.

Namun sayang, waktu yang tersedia tidak dimanfaatkan secara efekif dan efisien untuk mensinkronisasikan penyelenggaraan program jaminan sosial yang dilaksanakan selama ini dengan jiwa dan semangat UU SJSN.57 Para penentu kebijakan malah terjebak dalam polemik yang berkepanjangan tanpa arah penyelesaian yang jelas. Selain itu “syndrome last minute” telah menghinggapi mereka, sehingga pada saat-saat terakhir mencoba menyelesaikan “pekerjaan rumah”yang sebetulnya jauh-jauh hari bisa dikerjakan dengan cermat, penuh pertimbangan untuk kepentingan bersama dan dengan agenda kerja yang terencana dengan baik.58

57

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 52 ayat (2)

58

Ibid

Sebelum membicarakan kedudukan BPJS dalam SJSN, terlebih dahulu perlu diketahui apa yang dimaksud dengan BPJS, tugas dan kewajibannya sebagiamnan diatur dalam UU tentang SJSN. Menurut Pasal 1angka 6 Undang-undang tentang SJSn yang dimaksud dengan BPJS adalah : Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Kemudian dalam Pasal 5 ditentukan bahwa BPJS harus dibentuk dengan Undang-undang. Dari kedua ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa BPJS adalah Badan Hukum yang bersifat khusus.

Tugas pokok BPJS sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang SJSN adalah:


(49)

a. Mengelola dana jaminan sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan jaminan.59

b. Menerima pendaftaran pemberi kerja dan pekerjanya sebagai peserta program jaminan sosial, yang dilakukan secara bertahap oleh pemberi kerja.60

c. Menerima pendaftaran penerima bantuan iuran sebagai peserta yang dilakukan secara bertahap oleh Pemerintah.61

d. Menerima pembayaran iuran secara berkala dari pemberi kerja dan Pemerintah.62 e. Mengelola pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.63

Kewajiban BPJS sebagaimana diatur dalam Undang-undang SJSN adalah:

a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya.64

b. Memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.65

c. Mengelola dan mengembangkan dana jaminan sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.66

d. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum.67

Sebelum membahas kedudukan BPJS dalam implementasi UU Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN, terlebih dahulu perlu dikemukakan pengertian SJSN. Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 menentukan yang dimaksud dengan

59

Udang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, Op.Cit, Pasal 1 angka 7

60

Ibid, Pasal 13 ayat (1)

61

Ibid, Pasal 14 ayat (1)

62

Ibid, Pasal 14 ayat (2) dan (4)

63

Ibid, Pasal 49 ayat (1)

64

Ibid, Pasal 15 ayat (1)

65

Ibid, Pasal 15 ayat (2)

66

Ibid, Pasal 47 ayat (1)

67


(1)

Berdasarkan uraian serta penjelasan pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pokok pembahasan serta sekaligus merupakan jawaban dari pada permasalahan yang penulis buat, yaitu:

1. Keberadaan PT. Jamsostek dalam UU jaminan sosial merupakan memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat resiko sosial. Sampai saat ini, PT. Jamsostek memberikan perlindungan 4 (empat) program jaminan sosial, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya. Jika penyelenggaraan makin maju, program Jamsostek tidak hanya bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha, tetapi juga berperan aktif dalam meningkat pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan perkembangan masa depan bangsa.

2. Sistem Pertanggungjawaban Jaminan Sosial Untuk Indonesia merupakan tanggung jawab jaminan sosial lebih mengutamakan tanggung jawab pemerintah, pilar kedua berupa asuransi sosial tanggung jawab relatif lebih berimbang untuk program Jamsostek tanggung jawab berupa premi dibebankan kepada pekerja dan perusahaan.

3. Peran Jamsostek memang dapat membantu memberikan santunan para penganggur yang bukan anggota Jamsostek, termasuk juga mengurusi pesangon para pekerja mana kala pekerja itu terkena PHK. Sejalan dengan meningkatnya kinerja Jamsostek, sudah saatnya dapat menjalankan UU SJSN. Kiprahnya sudah terbukti dari banyaknya penghargaan yang diterima.Jamsostek salah satu lembaga


(2)

pubik yang lebih transparan dalam pengelolaan uang dan baik dalam menjalankan tugasnya memberikan pelayanan.

B. Saran

1. Untuk terlaksananya jaminan sosial yang merupakan hak dasar bagi setiap warga negarta, tidak akan berjalan baik bila tanpa pengawasan dan penegakan hukum yang konsisten oleh sebab itu prlu memastikan berfungsi pengawasan dan penagakan hukum.

2. Perlindungan jaminan sosial diperlukan untuk kesejahteraan, baik karena memenuhi kebutuhan hidup, dan tanpa hal tersebut para pekerja akan menjadi tidak nyaman apabila terjadi suatu hal yang dapat menyebabkan pekerja tersebut tidak dapat bekerja.

3. Hendaknya pelaksanaan Program JAMSOSTEK dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009)

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Edisi 1, Cetakan 1, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009)

Balai Pustaka, Departemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta, 2005

Bambang Purwoko, penyelenggaraan jaminan sosial, (Jakarta : Jamsostek, 2001), hal. 6, dikutip Redja dalam Adrian Sutedi

Bappenas, “Membangun Sistem Jaminan Sosial yang dapat terlaksana efisien dan adil” Rumusan Hasil Seminar dengan tema : Menuju suatu Sistem Jaminan Sosial yang dapat Diimplementasikan”, Rumusan Hasil Seminar, Jakarta, Agustus 2004

C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum JAMSOSTEK, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997)

Dahwilani, Dani Muhammad, “Tanggapan Pekerja Terhadap Pelayanan Sosial di Perusahan.” Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 3 No.2September 2004 Darwan Prints, “Hukum Ketenagakerjaan Indonesia”, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2000

Erman Rajagukguk, ”Hukum Ekonomi Indonesia Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial pada Jamsostek”, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII

Hayati, Selma Widhi and Munir, Menguak Tabir Hukum Pelaksanan SJSN, PT Gunung Agung Tbk, 2000

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia, Bekerjasama dengan German Techical Coorperation, 2006

Kertonegoro, Sentanoe (1998), Sistem Penyelenggaraan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja – Isu Privatisasi Jaminan Sosial, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta

Maimun, Hukum Ketenagakerjaan, Suatu Pengantar, (Jakarta : Pradnya Paramitha, 2004), hal. 101, dikutip Jaminuddin Marbun, Analisis Terhadap Perjanjian Kerja Bersama dalam Hubungan Industrial di Provinsi Sumatera Utara,


(4)

Moh. Syaufi Syamsuddin, “Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja Wanita”, Informasi Hukum, Kamis, 09 November 2006, dikutip Adrian Sutedi

Muharam, Hidayat. 2006. Panduan Memahami Hukum KetenagaKerjaan Serta Pelaksanaanya di Indonesia, bandung: Penerbit PT citra aditya Bakti

Mulyana, Deden. (2000). Handout : Manajemen Resiko dan Asuransi. Tasikmalaya : FE Unsil

Moh. Syaufi Syamsuddin, “Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja Wanita”, Informasi Hukum, Kamis, 09 November 2006, dikutip Adrian Sutedi

Payaman J. Simanjuntak, Reformasi Sistem Pengupahan Nasional, (Jakarta : Informasi Hukum, 2004), dikutip Tua Hasiholan Hutabarat.

PT. Jamsostek, Kumpulan Peraturan Perundangan Pemerintah Mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja, (Jakarta : Jamsostek, 1999), lihat juga Depnakertrans, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Industrial, Syarat-Syarat Kerja, PTKA dan Perlindungan Tenaga Kerja, (Jakarta : Karya Puri Utomo, 2001), dikutip Adrian Sutedi

Purba, R. (1992). Memahami Asuransi Di Indonesia. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo

Purwoko Bambang, Jaminan social dan Sistem penyelenggaraannya, (Jakarta : Meganet Dutatama, 1999)

Purwoko, Bambang, (2009), “Membangun sistem jaminan sosial yang insklusif”, Makalah disampaikan dalam acara kuliah umum pada Program Studi MKM FKMUI, Kampus Depok UI, pada tanggal 29 Oktober 2009

Purwoko, Bambang, (2010), “Sistem jaminan sosial di Indonesia: suatu kebijakan social dalam analisis komparasi”, bahan kuliah umum disampaikan pada Program Studi MPKP FEUI pada tanggal 6 Desember 2010

Rukminto Adi, Isbandi. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

Sekretariat PSMJAKI, Kerangka Acuan Diskusi Terbuka

Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta : Mutiara, 1982), hal. 37, dikutip Adrian Sutedi

Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986)

Sony Yuwono, 2003, Petunjuk Praktis Penyusunan UU BPJS Organisasi Yang Berfokus Pada strategi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta


(5)

Sulastomo, 2004. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta

Subawa, Gede, 2009. Upaya Penyelenggaraan Jaminan sosial Bagi Masyarakat, Lokakarya Pelayanan Kesehtan Paripurna. FK Unud, Denpasar- Bali

Sulastomo , 2005, Sistem Jaminan Sosial Nasional, IDI, Jakarta

Sumarto, Sudarno, Asep Suryahadi, and Wenefrida Widyanti (2002), jamsostek dalam jaminan sosial, PT Jamsostek, Jakarta,

Suriaatmadja, S. (1995). “Perkembangan PT. ASTEK dalam Jaminan Kesehatan”. Makalah Pada Kongres IAKMI VIII tanggal 8 -11 Oktober 1995. Yogyakarta Surya Perdana, Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) pada

Perusahaan Swasta di Kota Medan, (Medan : Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009)

Sutardji, Analisis Kepuasan Peserta Jamsostek pada Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero) Semarang, (Surakarta : Tesis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Tatang M. Amirin, kumpulan pertauran pemerintah mengenai jaminan sosial tenaga kerja Jakarta, Graha Kencana

Tua Hasiholan Hutabarat, Realitas Upah Buruh Industri, (Makalah : Perserikatan Kelompok Pelita Sejahtera, 2006)

Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja : Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Ed. Revisi, (Jakarta : Rajawali Press, 2008

II. Perundang-undangan

UU No 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional UU No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

III. Internet

http://www.skripsi-tesis.com/07/27/pelaksanaan-perlindungan-hukum-terhadap- tenaga-kerja-melalui-jaminan-sosial-tenaga-kerja-pada-pt-refi-chemical-industry-yogyakarta-pdf-doc.htm., diakses pada 04 Juni 2011


(6)

Edy Purwo Saputro, “Mengurai Benang Kusut Problem Buruh”,

http://www.infoanda.com/ linksfollow.php?lh=VlJZUFJVVlcD, diakses pada 14 Juni 2011

JAMSOSTEK [Online] Tersedia : http://www.jamsostek.com. [ 30 Oktober 2010 ] M.Sitorus,Thoga. “Masih Banyak Pekerja/Buruh Belum Tersentuh Program

Jamsostek”.

Rahardi Soekarno J., “20 Persen Penduduk Madura Terserap Jadi Tenaga Kerja”, Selasa, 02 Juni 2009,

http://www.beritajatim.com/detailnews.php/1/Ekonomi/2009-06-02/36079/20 Persen Penduduk_Madura_Terserap_Jadi_Tenaga_Kerja__, diakses pada 04 Februari 2010

Yohandarwati, et.al., “Desain Sistem Perlindungan Sosial Terpadu”, Direktorat Ke-pendudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan,

BAPPENAS, http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/343/, 2003, diakses pada 13 Juni 2011


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Bagi Pekerja/Buruh Setelah Berlakunya Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs)

1 50 107

Respon Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Mandiri Terhadap Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Lukas Hilisimaetano Kabupaten Nias Selatan

5 95 150

Kajian Hukum Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Atas Kecelakaan Kerja Di PT. Indonesia Asahan Aluminium ( PT. INALUM) (Studi pada PT. Indonesia Asahan Aluminium, Kuala Tanjung, Batubara)

11 167 145

Peran Pengawas Ketenagakerjaan Dalam Mengawasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

9 75 86

Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Pekerja Di Luar Hubungan Kerja (Jamsos TK-LHK) oleh PT.Jamsostek cabang Tanjung Morawa Medan, Tahun 2010

0 60 94

Reformasi Sitem Jaminan Sosial Sebagai Upaya Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Studi Kasus: Implementasi Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional)

4 61 133

Implementasi Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dan Kesejahteraan Keluarga Karyawan PT Asam Jawa Medan

0 57 19

Tinjauan Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) Bagi Pekerja PT. Sihitang Raya Baru Padangsidempuan Tahun 2004-2008

0 50 96

PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KERJA PESERTA JAMSOSTEK BERDASARKAN UU NO. 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DIKAITKAN DENGAN UU NO. 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMSOSTEK.

0 0 2

INSURANCE FRAUD BADAN PENYELENGGARA JAMI

0 0 9