KETEBALAN LAPISAN GRANULOSA MENCIT (Mus musculus L.) BETINA SELAMA FOLIKULOGENESIS SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.)

(1)

KETEBALAN LAPISAN GRANULOSA MENCIT

(Mus musculus L.) BETINA SELAMA FOLIKULOGENESIS

SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG RUMPUT

TEKI (Cyperus rotundus L.)

(Skripsi)

Oleh

NEVI DINI ASTUTI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(2)

KETEBALAN LAPISAN GRANULOSA MENCIT

(Mus musculus L.) BETINA SELAMA FOLIKULOGENESIS

SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG RUMPUT

TEKI (Cyperus rotundus L.)

(Skripsi)

Oleh

NEVI DINI ASTUTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(3)

ABSTRAK

KETEBALAN LAPISAN GRANULOSA MENCIT (Mus musculus L.) BETINA SELAMA FOLIKULOGENESIS SETELAH PEMBERIAN

EKSTRAK RIMPANG RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.)

Oleh Nevi Dini Astuti

Berbagai alat kontrasepsi pada wanita secara umum telah diperkenalkan tetapi dalam penggunaannya masih ditemui banyak hambatan karena belum diperoleh alat kontrasepsi yang ideal yang bebas dari efek samping. Penggunaan tanaman atau tumbuh-tumbuhan di Indonesia masih merupakan sumber utama dalam menemukan obat baru termasuk sebagai obat kontrasepsi. Salah satu tanaman obat yang biasa digunakan sebagai bahan kontrasepsi adalah rumput teki (Cyperus rotundus L.).

Bagian rumput teki yang digunakan sebagai bahan obat adalah rimpangnya. Rimpang rumput teki memiliki kandungan senyawa kimia antara lain flavonoid,

terpenoid,saponin,alkaloid, dan minyak atsiri. Diduga diantara kandungan tersebut ada yang bersifat antiestrogen sehingga rimpangnya dapat digunakan sebagai peluruh haid dan membersihkan keguguran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) terhadap ketebalan lapisan granulosa selama

folikulogenesis mencit (Mus musculus L.) betina. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2009 di Laboratorim Zoologi, Laboratorium Kimia Organik FMIPA Unila dan Laboratorium Patologi Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung.

Hewan uji yang digunakan adalah mencit (Mus musculus L.) betina yang fertil. Mencit dikelompokkan menjadi 4 kelompok dengan 6 kali pengulangan dan dosis ekstrak rimpang rumput teki yang digunakan adalah : kelompok kontrol dengan diberi 96 ml aquabides (K); perlakuan dosis 1,256 ml/40grBB (P1); perlakuan dosis 12,56 ml/40grBB (P2); perlakuan dosis 37,67 ml/40grBB(P3).


(4)

Pemberian perlakuan diberikan kepada mencit dengan cara dicekok (secara oral) setiap hari selama14 hari berturut-turut. Setelah pemberian perlakuan selesai, pada hari ke-15 mencit dibedah untuk diambil ovariumnya. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan preparat histologi dari ovarium. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah ketebalan lapisan granulosa selama folikulogenesis.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 kelompok perlakuan dengan 6 kali pengulangan. Data dianalisis dengan Analisis Ragam (ANARA). Apabila diperoleh perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan derajat kepercayaan 5 %.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa dibandingkan kontrol, pemberian ekstrak rumput teki (Cyperus rotundus L.) dengan dosis 1,256 ml/40gBB, 12,56

ml/40gBB dan 37,67 ml/40gBB tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ketebalan lapisan granulosa pada folikel primer, folikel sekunder dan folikel tersier pada ovarium mencit (Mus musculus L.).

Keywords : rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.), mencit


(5)

Judul Skripsi : KETEBALAN LAPISAN GRANULOSA

MENCIT (Mus musculus L.) BETINA SELAMA FOLIKULOGENESIS SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG RUMPUT TEKI

(Cyperus rotundus L.) Nama Mahasiswa : Nevi Dini Astuti Nomor Pokok Mahasiswa : 0517021053 Program Studi : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Drs. Hendri Busman, M. Biomed. Dr. H. Sutyarso, M.Biomed. NIP. 195901011987031001 NIP. 195704241987031001

2. Ketua Jurusan

Drs. Bambang Irawan, M.Sc. NIP. 196503031992031006


(6)

MENSAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Hendri Busman, M.Biomed. ...

Sekretaris : Dr. H. Sutyarso, M.Biomed. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. ...

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. H. Sutyarso, M.Biomed. NIP. 195704241987031001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Terbanggi Besar pada tanggal 2 November 1986, anak pertama dari tiga bersaudara, yaitu Nanda Alur Puja Sari dan Damar Adjie Fadlan dan merupakan putri dari pasangan Bapak Jaka Sungkawa dan Ibu Purwanti.

Penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Bhayangkari pada tahun 1993. Pendidikan Dasar diselesaikan diselesaikan pada tahun 1999 di SD N 2 Palapa. Pendidikan menengah pertama diselesaikan di SLTP N 9 Bandar Lampung pada tahun 2002, dan pendidikan menengah umum di SMU N 2 Bandar Lampung pada tahun 2005. Penulis tercatat sebagai mahasiswa di Jurusan Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung pada tahun 2005.

Selama menempuh pendidikan di Jurusan Biologi FMIPA Unila, penulis pernah melaksanakan Kerja Praktik (KP) di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung pada bulan Juli-Agustus 2008. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Umum untuk Jurusan Agrobisnis dan


(8)

mata kuliah Taksonomi Hewan I untuk mahasiswa Biologi angkatan 2007, asisten mata kuliah Biologi Medik untuk mahasiswa Kedokteran angkatan 2009 dan Jurusan Keperawatan Stikes UMITRA dan asisten Biologi Reproduksi untuk Akedemi Kebidanan Hampar Baiduri Kalianda. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mendapatkan beasiswa BBM pada tahun 2007 dan tahun 2010 dan beasiswa BKM pada tahun 2008 dan tahun 2009.


(9)

Alhamdulillahi Robbil’alamin...

Dengan segala kerendahan hati, kupersembahkan karya

sederhana ini untuk orang-orang tercinta :

Kedua orang tua ku yang paling kusayangi dan

kucintai...

Untuk adik-adikku dan keluarga besarku tersayang...

Untuk seseorang yang selalu kusayangi...


(10)

Motto

Sukses tidak ditentukan oleh otak kita

melainkan tergantung dari cara berfikir kita

Bekerja keras adalah bagian dari fisik

Bekerja cerdas adalah bagian dari otak

Dan


(11)

Air mengatasi kemarahan...

Manis mengatasi kepahitan empedu...

Akal mengatasi kekurangan diri...

Senyum mengatasi kedukaan kalbu dan iman mengatasi

ketandusan jiwa...

- - -

Ilmu yang paling utama adalah ilmu yang diamalkan...

Sedang amal yang paling utama adalah menjaga perbuatan...

- - -

Hanya dengan tersenyum kita telah memberikan sisi terbaik

yang kita miliki untuk orang lain...


(12)

SANWACANA

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT , yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Ketebalan Lapisan Granulosa Mencit (Mus musculus L.) Betina Selama Folikulogenesis Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki (Cyperus rotundusL.)”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk terus maju baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Hendri Busman, M.Biomed., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran, arahan, serta transfer ilmu dari mulai pengerjaaan skripsi ini sampai terselesaikannya skripsi ini.

2. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku pembimbing II dan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Terima kasih atas bimbingan, saran, arahan dan nasihat yang telah diberikan.


(13)

3. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku pembahas yang telah memberikan saran, kritik, masukan, serta koreksi kepada penulis dalam upaya perbaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Yulianty, M.Si., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasihat dan pengarahan kepada penulis selama penulis menjalankan kuliah.

5. Bapak Drs. Bambang Irawan M, Sc., selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung.

6. Bapak dan Ibu Dosen, serta seluruh staf Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, khususnya seluruh staf di Jurusan Biologi.

7. Bapak drh. Wisnu, drh. Hadi, Pak Narman, Pak Joko, dan semua pihak di BPPV Regional III Bandar Lampung.

8. Papa, mama, serta kedua adikku; Nanda dan Alan, yang selalu dengan tulus mendoakan serta telah banyak memberikan perhatian, kasih sayang, dukungan moril maupun materil dan juga motivasi yang tiada henti-hentinya.

9. Teman-teman terbaikku (the Uno’s) : Bagas yang selalu siap siaga jadi tukang

ojek dadakan, Tira yang hobinya ’berdakwah’ dengan muka Innocentnya dan

Dewi yang selalu dengan gaya lebainya. Terima kasih untuk kebersamaannya, waktunya, canda tawanya, kasih sayang, semangat, perhatian serta saran-saran yang telah diberikan.

10.Keluarga Mencit : Tira, Bagas, Dewi, Luluk, Cherly, Mita dan Mbak Yuli, atas kerjasama dan dorongan semangatnya.


(14)

11.Teman-teman seangkatan ku Bioholic 05 : Mei, Yeyen, Noni, No’, Hotma, Ana, Sri, Febri, Ika, Widya TP, Danang, Andes, Ari (Rio), Mahe, Uki, Adi, Yuries, Ari TN, Roby, Anjar, Khoirul, Asep, Yeni, Imung, Anggi, Meli, Leni, Anggi, Mika, Putu, Mbak Widi, Mbak Win,Gita, thanks a lot.

12.Untuk Ipul yang telah mengisi hari-hariku menjadi lebih berwarna. Terima kasih untuk support, perhatian dan pengertiannya.

13.Anak-anak Biologi : Mbak Pao yang ndut, Bobby, Revi, Anton, Nunu, Amel, Kak Ipin.

14.Almamaterku tercinta dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, yang telah dengan tulus membantu saya dalam penyelesaian dan penyusunan skripsi ini.

Sesungguhnya Allah akan membalas semua bantuan Kalian dan semoga ini akan menjadi hal yang terbaik untuk kita semua. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan di masa yang akan datang. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Mei 2010.

Nevi Dini Astuti


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SANWACANA ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 3

D. Kerangka Pikir... ... 3

E. Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) ... 6

1. Klasifikasi Tanaman Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) ... 6

2. Ciri-ciri Tanaman Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) ... 6


(16)

4. Kegunaan Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) ... 9

B. Biologi Mencit (Mus musculus L.) ... 9

C. Ovarium ... 11

D. Histologi Sel Granulosa ... 14

E. Folikel Ovarium ... 15

1. Folikel Primer ... 16

2. Folikel Sekunder ... 17

3. Folikel Tersier ... 18

4. Folikel Graaf ... 19

III. METODE PENELITIAN ... 22

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

B. Alat dan Bahan ... 22

1. Alat ... 22

2. Bahan ... 23

C. Metode Kerja ... 24

1. Persiapan Kandang ... 24

2. Penyediaan Bahan Uji .... ... ... 24

3. Pembuatan Ekstrak Rumput Teki (C. rotundus L.)... 25

4. Pemberian Perlakuan Ekstrak Rumput Teki (C. rotundus L.)... 25

5. Proses Pembedahan Mencit (Mus musculus L.) ... 27

D. Pengamatan dan Pengukuran Ketebalan Sel-sel Granulosa ... 27

1. Teknik Pembuatan Slide ... 27

a. Trimming ... 28

b. Dehidrasi ... 28

c. Embedding ... 29

d. Cutting ... 30

e. Staining (pewarnaan) Menggunakan Pewarna HE ( Hematoxylin-Eosin) ... 30

f. Mounting ... 32


(17)

h. Pembuatan Pewarnaan Dengan Harris Hematoxylin Eosin ... 32

2. Pengukuran Ketebalan Lapisan Granulosa ... 33

3. Parameter yang Diamati ... 33

E. Rancangan Penelitian dan Analisis Data ... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Hasil Penelitian ……… 36

1. Lapisan Granulosa pada Folikel Primer ……… 36

2. Lapisan Granulosa pada Folikel Sekunder ………. 38

3. Lapisan Granulosa pada Folikel Tersier ... 40

B. Pembahasan ... 42

1. Lapisan Granulosa pada Folikel Primer ... 42

2. Lapisan Granulosa pada Folikel Sekunder ……… 43

3. Lapisan Granulosa pada Folikel Tersier ... 43

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Simpulan ... 47

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman 1. Data Rata-rata Ketebalan Lapisan Granulosa Folikel Primer Mencit

Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki 53 2. Data Rata-rata Ketebalan Lapisan Granulosa Folikel Sekunder Mencit

Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki 53 3. Data Rata-rata Ketebalan Lapisan Granulosa Folikel Tersier Mencit

Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki 53 4. Analisis Ragam (ANARA) Pengaruh Ekstrak Rimpang Rumput Teki

terhadap Ketebalan Lapisan Granulosa Folikel Primer pada Ovarium

Mencit. 54

5. Uji BNT Pengaruh Ekstrak Rimpang Rumput Teki terhadap Ketebalan

Lapisan Granulosa Folikel Primer pada Ovarium Mencit. 54 6. Analisis Ragam (ANARA) Pengaruh Ekstrak Rimpang Rumput Teki

terhadap Ketebalan Lapisan Granulosa Folikel Sekunder pada Ovarium

Mencit. 54

7. Uji BNT Pengaruh Ekstrak Rimpang Rumput Teki terhadap Ketebalan

Lapisan Granulosa Folikel Sekunder pada Ovarium Mencit. 55 8. Analisis Ragam (ANARA) Pengaruh Ekstrak Rimpang Rumput Teki

terhadap Ketebalan Lapisan Granulosa Folikel Tersier pada Ovarium

Mencit. 55

9. Uji BNT Pengaruh Ekstrak Rimpang Rumput Teki Terhadap Ketebalan


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) 7 2. Rimpang Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) 8

3. Mencit (Mus musculus L.) 10

4. Struktur Ovarium 12

5. Perkembangan Folikel Ovarium 13

6. Korpus Luteum 15

7. Folikel Primer Ovarium Mamalia 17

8. Folikel Sekunder Ovarium Mamalia 18

9. Folikel Tersier Ovarium Mamalia 19

10.Folikel Graaf Ovarium Mamalia 20

11.Diagram Alir Penelitian 35

12.Rata-rata Ketebalan Lapisan Granulosa Folikel Primer Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki 36 13.Folikel Primer Mencit Setelah Pemberian

Ekstrak Rimpang Rumput Teki 37

14.Rata-rata Ketebalan Lapisan Granulosa Folikel Sekunder

Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki 38 15.Folikel Sekunder Mencit Setelah Pemberian


(20)

16.Rata-rata Ketebalan Lapisan Granulosa Folikel Tersier

Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki 40 17.Folikel Tersier Mencit Setelah Pemberian

Ekstrak Rimpang Rumput Teki 41


(21)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman tumbuhan. Sudah banyak sekali tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai obat-obatan tradisional yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit termasuk obat kontrasepsi. Berbagai kalangan masyarakat belakangan ini mulai

meminati kebiasaan penggunaan pengobatan tradisional dengan menggunakan ramuan tumbuh-tumbuhan. Hal ini disebabkan karena masyarakat mulai menyadari bahwa penggunaan berbagai macam obat agar tidak menimbulkan efek samping yang buruk pada tubuh mereka (Astirin dan Muthmainah, 2002).

Diantara jenis tumbuhan yang masih liar yang penting untuk diteliti yang dapat dijadikan sebagai obat kontrasepsi wanita adalah rumput teki (Cyperus rotundus L.). Tumbuhan ini memiliki kandungan kimia antara lain saponin, flavonoid, terpenoid dan minyak atsiri yang berkhasiat untuk mengatasi masalah-masalah kewanitaan diantaranya menormalkan siklus haid (Sa’roni dan Wahjoedi, 2002).

Pada penelitian ini digunakan mencit (Mus musculus L) sebagai hewan


(22)

2

digunakan untuk kepentingan manusia dan ternak dengan memberikan berbagai keterangan dasar yang diperlukan dalam penelitian serta secara efektif dapat dipelajari dengan dana penelitian yang lebih murah bila dibandingkan dengan hewan ternak lainnya (Wikipedia, 2008).

Folikulogenesis merupakan proses dimana sel-sel germinal di ovarium

berkembang diantara sel-sel somatik serta menjadi matur dan mampu untuk di fertilisasi. Folikulogenesis adalah suatu proses yang mengambil waktu sangat panjang. Folikulogenesis dapat dibagi menjadi dua tahap yang berbeda yaitu independen gonadotropin (preantral), yang memerlukan waktu 300 hari dan dependen gonadotropin (antral atau Graafian), yang memerlukan waktu 50 hari (Anantasika, 2007).

Agar didapatkan data yang dapat mendukung pemakaian empiris, maka dilakukan penelitian tentang viabilitas ovarium mencit. Setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki pada mencit betina, diharapkan dapat

memperoleh informasi mengenai keamanannya yang dikhawatirkan dapat menimbulkan efek toksik selama folikulogenesis terutama pada ketebalan lapisan granulosa pada mencit betina.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketebalan lapisan granulosa pada mencit (Mus musculus L.) betina selama folikulogenesis setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.)


(23)

3

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang manfaat rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) sebagai bahan baku pembuatan obat kontrasepsi wanita.

D. Kerangka Pikir

Indonesia yang kaya dengan berbagai macam tanaman belum memanfaatkan secara optimal berbagai macam tanaman tersebut untuk dijadikan obat baru, termasuk obat kontrasepsi. Tanaman atau tumbuh-tumbuhan masih merupakan sumber utama dalam menemukan obat baru. Seringkali obat tradisional yang digunakan masih berdasarkan pengalaman tetapi belum memberi dasar secara ilmiah (Astirin dan Muthmainah, 2002).

Salah satu jenis tumbuhan yang masih liar yang dapat digunakan sebagai obat oleh wanita untuk peluruh haid, aborsi, membersihkan haid dan juga

digunakan sebagai obat kontrasepsi adalah rumput teki (Cyperus rotundus L.). Bagian yang digunakan sebagai obat tradisional yang mempunyai pengaruh terhadap sistem reproduksi wanita adalah rimpang Cyperus rotundus L. (rumput teki) yang mengandung saponin, flavonoid, terpenoid dan minyak atsiri. Diduga diantara kandungan tersebut ada yang bersifat antiestrogen sehingga dapat menghambat atau memodifikasi estrogen dan menyebabkan pendarahan haid (menstruasi) (Sa’roni dan Wahjoedi, 2002).

Mentruasi merupakan hal yang dialami oleh setiap perempuan setiap bulannya. Mentruasi merupakan proses dalam tubuh perempuan dimana sel


(24)

4

telur (ovum) yang berjalan dari indung telur menuju rahim, melalui saluran yang diberi nama tuba falopi. Pada saat tersebut, jaringan endometrial dalam lapisan endometrium di dalam rahim menebal sebagai persiapan terjadinya pembuahan oleh sperma.

Jika terjadi pembuahan, dinding ini akan semakin menebal dan menyediakan tempat janin tumbuh. Namun jika tidak terjadi pembuahan, jaringan

endometrial ini akan hancur dengan sendirinya dan keluar melalui vagina dalam bentuk cairan menstruasi. Terjadi pengeluaran cairan mentruasi akibat rontoknya jaringan endometrial dari dalam rahim. Proses ini terjadi sekitar 7 (tujuh) hari. Sedangkan jumlah darah yang keluar tergantung setebal apa jaringan endometrial yang rontok. Siklus menstruasi sendiri dimulai dari hari pertama mentruasi hingga satu hari sebelum mentruasi berikutnya. Pada menstruasi atau haid terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan

progesteron sehingga menyebabkan degenerasi, perdarahan dan pelepasan dari endometrium. Keadaan normal siklus terjadi selama 28 hari (Utama, 2009).

Berkaitan dengan penggunaan rumput teki (Cyperus rotundus L.) sebagai obat tradisional, diduga setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) terhadap mencit (Mus musculus L.) betina mempunyai pengaruh terhadap ketebalan lapisan granulosa selama folikulogenesis. Sel-sel granulosa itu sendiri berperan untuk mensekresi hormon estrogen, sehingga rumput teki (Cyperus rotundus L.) dapat digunakan sebagai tanaman obat tradisional karena salah satu kandungan kimianya yang diduga bersifat antiestrogen. Antiestrogen merupakan zat-zat yang melawan atau mengurangi efek


(25)

5

estrogen. Dalam arti luas androgen dan progesteron dianggap sebagai zat-zat antiestrogen. Fungsi penting dari progesteron adalah menstimulasi

endometrium untuk tumbuh lebih lanjut serta mensekresi dan mengumpulkan zat-zat gizi bagi perkembangan telur menjadi janin (Diniah, 2006).

E. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah pemberian ekstrak rumput teki (Cyperus rotundus L.) pada mencit (Mus musculus L.) betina dapat mempengaruhi ketebalan lapisan granulosa yang terjadi selama folikulogenesis.


(26)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumput Teki (Cyperus rotundus L)

1. Klasifikasi Tanaman Rumput Teki (Cyperus rotundus L.)

Rumput teki (Cyprus rotundus L.) merupakan jenis tanaman yang telah banyak digunakan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan. Klasifikasi dari rumput teki (Cyperus rotundus L.) yaitu : regnum Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Poales, famili Cyperaceae, genus

Cyperus dan spesies Cyperus rotundus L. (Anonim, 2008a). 2. Ciri-ciri Tanaman Rumput Teki (Cyperus rotundus L.)

Rumput teki merupakan tanaman menahun yang tumbuh liar dan kurang mendapat perhatian. Sering dianggap sebagai gulma atau tanaman

pengganggu yang layak dicabut atau dibuat sebagai makanan ternak. Bagian yang biasanya digunakan sebagai obat adalah rimpangnya yang apabila sudah tua akan terdapat banyak tunas yang menjadi umbi berwarna coklat atau hitam (Anonim, 2008a).

Akar teki atau rumput palsu (batang segitiga) hidup sepanjang tahun dengan ketinggian mencapai 10 sampai 75 cm. Biasanya tanaman liar ini tumbuh di


(27)

7

kebun, di ladang dan di tempat lain sampai pada ketinggian 1000 m dari permukaan laut.

Tanaman rumput teki (Gambar 1) mudah dikenali karena bunga-bunganya berwarna hijau kecoklatan, terletak di ujung tangkai dengan tiga tunas helm benang sari berwarna kuning jernih, membentuk bunga-bunga berbulir, mengelompok menjadi satu berupa payung (Anonim, 2008a).

Gambar 1. Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) (Anonim, 2008a).

Ciri khas dari tanaman ini terletak pada buah-buahnya yang berbentuk kerucut besar pada pangkalnya, kadang-kadang melekuk berwarna coklat, dengan panjang 1,5 - 4,5 cm dengan diameter 5 - 10 mm. Daunnya berbentuk pita, berwarna mengkilat dan terdiri dari 4-10 helai, terdapat pada pangkal batang membentuk rozet akar, dengan pelepah daun tertutup tanah. Pada rimpangnya yang sudah tua terdapat banyak tunas yang menjadi umbi berwarna coklat atau hitam. Rasanya sepat kepahit-pahitan dan baunya wangi. Umbi-umbi ini biasanya mengumpul berupa rumpun (Anonim, 2008a ).

daun bunga


(28)

8

3. Kandungan Kimia Rumput Teki (Cyperus rotundus L.)

Rimpang rumput teki (Gambar 2) mengandung bahan-bahan kimia

diantaranya adalah alkaloida, glikosida, flavonoid, minyak atsiri, gula, zat pati, saponin, terpenoid dan resin (Anonim a, 2008). Kandungan dalam rimpang rumput teki dapat digunakan sebagai peluruh haid, abortus dan dapat membersihkan keguguran. Hal ini dikarenakan diduga di dalam rimpang rumput teki terdapat kandungan yang bersifat antiestrogen atau estrogen

lemah (Sa’roni dan Wahjoedi, 2002). Flavonoid dapat membantu untuk

mengeluarkan keringat, berfungsi sebagai anti radang serta dapat membantu menghilangkan rasa sakit (Mursito, 1999). Kandungan minyak atsiri pada rumput teki berkhasiat untuk mengurangi rasa sakit, mengobati tekanan darah rendah, memperlancar air seni dan dapat membantu proses pencernaan makanan (Balkan, 2001).

Gambar 2. Rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) (Anonim, 2008a).


(29)

9

4. Kegunaan Rumput Teki (Cyperus rotundus L.)

Biasanya bagian yang dipakai sebagai obat adalah umbinya (rimpang). Kegunaannya antara lain sebagai obat kuat, obat sakit perut, obat untuk memperlancar kencing, obat cacingan, obat peluruh serta pengatur haid, sebagai air pencuci anti keringat, dalam bentuk air rebusan sebagai obat untuk penyakit mulut (obat kumuran), obat sakit gigi (akar tongkat dimamah atau sebagai bubuk) dan untuk obat borok. Di daerah Jawa, akar teki digunakan sebagai obat kecut (anti kejang) terhadap sakit mencret (Anonim, 2008a).

Tanaman ini juga mempunyai kegunaan lain, yaitu sebagai obat sakit dada, sakit iga. rasa sakit sewaktu haid (Dysmenorrhea), datang haid tidak teratur (irregular menstruation) dan penyakit-penyakit pada wanita (gynecological diseases), luka terpukul, memar, gatal-gatal di kulit, bisul, pendarahan, keputihan, gangguan fungsi pencernaan seperti mual, muntah, nyeri lambung dan nyeri perut (Anonim, 2008a).

B. Biologi Mencit (Mus musculus L.).

Menurut (Priyambodo, 1995), mencit diklasifikasikan sebagai berikut :

kingdom Animalia, phyllum Chordata, subphyllum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, subordo Mimorpha, famili Muridae, genus Mus dan species Mus musculus L. (Wikipedia, 2008).


(30)

10

Mencit (Mus musculus L.) (Gambar 3) merupakan hewan mamalia pengerat yang sering disebut juga sebagai hewan kosmopolitan yang menempati hampir semua habitat. Termasuk rodensia pemanjat, kadang-kadang menggali lubang,

menggigit. Hewan ini hidup secara nokturnal, takut terhadap cahaya serta dapat hidup dengan baik di ruangan dengan temperatur 200C– 250C dan kelembaban 45

– 55% (Wikipedia, 2008).

Gambar 3. Mencit (Mus musculus L.) (Wikipedia, 2008).

Mencit (Mus musculus L.) dikenal sebagai hewan mamalia yang tersebar luas di seluruh dunia dan habitatnya sering ditemukan di dekat rumah, dan ada juga yang ditemukan di tempat yang jauh dari manusia asal di sana terdapat makanan dan tempat untuk berlindung. Mencit dapat digolongkan sebagai hewan omnivora yang dapat memakan segala jenis makanan dan sering kali memakan makanan yang tidak lazim untuk dimakan sekalipun. Mencit akan mencicipi terlebih dahulu makanan tersebut dan mencit akan memakan jika tidak terjadi akibat dan


(31)

11

pengaruh yang buruk pada tubuh mencit setelah mencicipi makanan tersebut (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), mencit memiliki berat badan yang bervariasi. Berat badan mencit pada umur 4 minggu dapat mencapai 18-24 gram. Mencit dewasa umur 6 bulan berat mencapai 30-34 gram atau lebih. Mencit rumah ini dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun, dengan lama produksi

ekonomis selama 9 bulan dan masa kehamilan berkisar antara 19-21 hari. Mencit dapat melakukan perkawinan lagi setelah beranak 1 sampai dengan 24 jam. Fase uterus dimulai antara jam 4 sore dan 10 malam. Biasanya mencit betina ini kawin dalam 3 jam pertama periode uterus.

C. Ovarium

Bagian yang paling utama dari alat kelamin betina adalah ovarium. Ovarium terletak di dalam rongga peritoneum yang berada di dekat ginjal berjumlah satu pasang yang terdiri dari kiri dan kanan. Fungsi dari ovarium adalah untuk menghasilkan sel-sel telur dan juga untuk mensekresi hormon-hormon pada kelamin betina yaitu hormon estrogen dan progesteron (Toelihere, 1997).

Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis) (Gambar 4). Di dalam proses ini sel telur akan disertai dengan suatu kelompok sel yang disebut sel folikel. Pada manusia, perkembangan oogenesis dari oogonium menjadi oosit terjadi pada embrio dalam kandungan dan oosit tidak akan berkembang menjadi ovum sampai dimulainya masa pubertas. Pada masa


(32)

12

pubertas, ovum yang sudah matang akan dilepaskan dari sel folikel dan dikeluarkan dari ovarium. Proses pelepasan dari ovarium disebut ovulasi. Sel ovum siap untuk dibuahi oleh sel spermatozoa dari pria, yang apabila berhasil bergabung akan membentuk zigot (Anonim, 2008b).

Gambar 4. Skematis memperlihatkan beberapa struktur ovarium mamalia dan perubahannya selama siklus menstruasi (Junqueira, Carneiro dan Kelley, 1998).


(33)

13

Gambar 5. Perkembangan folikel ovarium mamalia, memperlihatkan oosit, zona pelusida, sel-sel granulosa di sekitarnya, sel-sel teka dan ovarium folikuli (Junqueira, Carneiro dan Kelley, 1998).

Ovarium berfungsi mengeluarkan hormon steroid dan peptida seperti estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini penting dalam proses pubertas wanita dan ciri-ciri seks sekunder. Estrogen dan progesteron berperan dalam persiapan dinding rahim untuk implantasi telur yang telah dibuahi. Selain itu juga berperan dalam

memberikan sinyal kepada kelenjar hipotalamus dan pituitari dalam mengatur siklus menstruasi (Anonim, 2008b).

Bentuk ovarium pada setiap jenis hewan berbeda-beda. Menurut Partodiharjo (1980), berdasarkan jumlah keturunan yang dilahirkan, bentuk ovarium dibagi menjadi dua, yaitu :


(34)

14

a. Monotocous : Biasanya dimiliki oleh hewan yang melahirkan satu anak dalam 1 kali kelahiran. Ovarium pada jenis hewan ini yang berbentuk bulat panjang atau oval. Contoh : sapi dan kerbau.

b. Polytocous : Biasanya dimiliki oleh hewan yang melahirkan anak dengan jumlah yang banyak dalam satu kali kelahiran. Ovarium pada jenis hewan ini berbentuk seperti buah murbei. Contoh : tikus dan babi.

Umur dan masa reproduksi dari hewan betina sangat menentukan ukuran ovarium pada hewan menyusui. Pada hewan yang telah sering kali beranak, ukuran

ovariumnya dapat menjadi dua kali ukuran ovarium betina remaja (Partodihardjo, 1980). Adapun dalam siklus hidup ovarium meliputi folikel diantaranya adalah oosit, sel granulosa, sel teka, stroma ovarium, epitel permukaan ovarium dan persarafan ovarium (Winda, 2007).

D. Histologi Sel Granulosa

Sel granulosa pada korpus luteum (Gambar 6) berasal dari permukaan ovarium epitel mesotelium. Tidak mempunyai sistem perdarahan langsung namun berhubungan dengan oosit. Aktivitas steroidogenik preovulasi sel granulosa ditandai dengan memproduksi hormon steroid, estradiol. Sintesisnya membutuhkan kolaborasi sel teka sebagai prekursor reaksi aromatisasi. Proses ini dikendalikan oleh LH (di teka) dan FSH (kompartemen granulosa) (Winda, 2007).


(35)

15

Gambar 6. Korpus Luteum (Mariano, 1974).

Sel granulosa menunjukkan fenotip yang berbeda-beda tergantung lokasinya. Sel granulosa mural (dalam folikel antral mempunyai aktivitas steroid terbanyak dengan kadar 3ß-hidroksisteroid dehidrogenase dan aromatase yang paling tinggi, juga mempunyai reseptor LH tertinggi. Sel granulosa antral, aktivitas steroidnya rendah. Sel granulosa tengah aktivitas mitosisnya tertinggi (Winda, 2007).

E. Folikel Ovarium

Folikel ovarium terbenam dalam stroma korteks. Sel granulosa adalah satu atau lebih lapisan folikel yang mengelilingi sebuah folikel yang terdiri atas sebuah oosit. Jumlah total folikel dalam kedua ovarium wanita dewasa muda normal diperkirakan sebanyak 400.000, tetapi sebagian besar darinya akan lenyap oleh Sel-sel


(36)

16

proses degeneratif selama masa reproduktif yang disebut atresia (Guyton dan Hall, 1997).

Regresi folikel ini dimulai sebelum kelahiran dan berlanjut sepanjang seluruh kehidupan reproduktif. Selama menopause, hanya sejumlah kecil folikel yang tersisa. Karena pada umumnya hanya satu ovum yang dilepaskan oleh ovarium pada setiap siklus menstruasi dengan lama rata-rata yaitu 28 hari dan masa reproduktif seorang wanita berlangsung 30-40 tahun, maka jumlah total ovum yang dapat dilepaskan adalah 450. Ada beberapa tahap perkembangan folikel. Untuk mencapai kematangan, folikel melalui melalui tahapan-tahapan

perkembangan folikel-folikel primer, sekunder, tersier dan Graaf (Guyton dan Hall, 1997).

1. Folikel Primer

Memasuki pubertas, folikel primordial mulai mencapai kematangan pada setiap daur ovarium. Adanya pembesaran sedang dari ovum dengan cara meningkatkan diameternya menjadi dua sampai tiga kali lipat dan disrtai dengan pertumbuhan dari lapisan sel-sel granulosa tambahan merupakan tahap awal dari pembentukan folikel yang disebut folikel primer (Gambar 7). Perkembangan ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya hormon FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) (Guyton dan Hall, 1997).


(37)

17

Gambar 7. Folikel Primer Ovarium Mamalia (Junqueira, Carneiro dan Kelley, 1998).

Folikel primer ditandai dengan oosit primer yang mulai membesar, perubahan bentuk sel folikuler yang mengelilinginya dari bentuk gepeng menjadi kuboid dan berproliferasi membentuk sel granulosa dengan epitel bertingkat. Sel granulosa terletak di atas suatu membran basalis yang memisahkan mereka dari sel stroma sekelilingnya membentuk teka folikuli. Kemudian sel-sel granulosa dan oosit mengeluarkan suatu lapisan glikoprotein pada permukaan oosit tersebut, sehingga membentuk zona pelusida. Sel granulosa akan

membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang menyerupai jari-jari menjulur melintasi zona pelusida. Tonjolan-tonjolan ini penting untuk pengangkutan zat-zat dari sel folikuler menuju ke oosit (Singh, 1991).

2. Folikel Sekunder

Hanya sebagian dari folikel primer yang akan mengalami pertumbuhan menjadi folikel sekunder (Gambar 8). Pertumbuhan folikel sekunder terjadi


(38)

18

pada waktu hewan betina telah lahir serta menjalani pendewasaan tubuh (Partodihardjo, 1980).

Gambar 8. Folikel Sekunder Ovarium Mamalia (Junqueira, Carneiro dan Kelley, 1998).

Guyton dan Hall (1997), menyatakan bahwa tahap awal dari terbentuknya folikel sekunder adalah karena adanya proses proliferasi dari sel granulosa yang berlangsung secara cepat. Sel-sel granulosa akan mengeksresi cairan folikuler yang mengandung estrogen, setelah proliferasi berlangsung selama beberapa hari.

4. Folikel Tersier

Folikel sekunder yang telah tumbuh menjadi dewasa membentuk folikel tersier. Folikel tersier (Gambar 9) ditandai dengan sel-sel granulosa yang jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan dengan folikel sekunder sehingga ukurannya tampak lebih besar dan letaknya lebih jauh dari korteks ovarium (kulit ovarium) (Partodihardjo, 1980).


(39)

19

Gambar 9. Folikel Tersier Ovarium Mamalia (Junqueira, Carneiro dan Kelley, 1998).

Karena adanya perkembangan yang terus berlanjut sehingga terbentuk ruang-ruang terisi cairan yang tampak diantara sel-sel granulosa. Ruang-ruang-ruang itu saling bergabung membentuk antrum. Rongga ini berisi cairan liquor folliculi. Pada mulanya antrum berbentuk bulan sabit, tetapi semakin lama akan

semakin membesar. Diameter folikel tersier 10 mm (Singh, 1991).

5. Folikel Graaf

Folikel Graaf (Gambar 10) atau folikel matang sebenarnya sama dengan folikel tersier. Perbedaannya terletak pada ukurannya. Pada folikel Graaf ukurannya lebih besar bila dibandingkan dengan folikel tersier. Folikel Graaf adalah bentuk folikel yang terbesar dan merupakan folikel terakhir pada ovarium. Folikel ini hanya terdapat pada hewan-hewan betina dewasa yang berahi atau menjelang berahi. Asal kata Graaf diambil dari nama seorang sarjana Eropa yang pertama kali menguraikan histologi, anatomi dan fisiologi dari folikel yang terakhir ini (Partodihardjo, 1980).


(40)

20

Gambar 10. Folikel Graaf Ovarium Mamalia (Junqueira, Carneiro dan Kelley, 1998).

Folikel Graaf ditandai dengan folikel yang semakin membesar sebagai akibat dari penimbunan cairan serta oosit yang melekat pada dinding folikel yang diselaputi oleh sel-sel granulosa. Karena sel granulosa tidak membelah sesuai dengan proporsi terhadap penimbunan cairan, maka lapisan granulosa makin menipis (Guyton dan Hall, 1997).

Sel granulosa yang menyusun lapisan pertama sekitar ovum berhubungan langsung dengan zona pelusida, akan memanjang dan membentuk korona radiata yang menyertai ovum bila meninggalkan ovarium. Korona radiata ini tetap ada bila spermatozoa membuahi ovum. Ia dipertahankan beberapa saat selama ovum melalui tuba (Guyton dan Hall, 1997).


(41)

21

Tidak berhasil pecahnya folikel Graaf pada waktu ovulasi disebut dengan folikel atresi. Banyaknya jumlah folikel yang atresis dapat menyebabkan kelainan (Partodihardjo, 1980).


(42)

22

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2009 di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung, pembuatan ekstrak rumput teki (Cyperus rotundus L.) di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi sel-sel granulosa dilakukaan di Laboratorium Patologi Balai Penyidikan dan Pengujian Hewan Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : kandang mencit yang terbuat dari kawat sebanyak 6 kandang, masing-masing kandang berisi 4 ekor mencit dengan 4 perlakuan yang berbeda, spuit 1 ml yang telah

ditumpulkan bagian ujungnya digunakan untuk pencekok ekstrak rimpang rumput teki, lemari pengering, ayakan mesh, oven, timbangan, rotary evapator untuk memekatkan ekstrak rimpang rumput teki, pipa karet kecil


(43)

23

untuk pencekokan ekstrak rimpang rumput dan seperangkat alat bedah untuk membedah mencit serta mengambil organ reproduksinya.

Alat-alat yang digunakan untuk proses pembuatan preparat histologi granulosa, antara lain : pinset skapel, embedding cassette, oven, cangkir logam, cetakan paraffin, balok kayu, kuas, flotation bath, inkubator,

stopwatch, api gas, pisau, pisau mikrotom, mikrotom geser, tissueprosesor,

obyek glass, cover glass, kertas label untuk memberi tanda preparat histologi granulosa, mikroskop untuk pengamatan preparat histologi dan kamera untuk dokumentasi.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan yaitu : 24 ekor mencit betina berumur 3 bulan dengan berat 30-40 gram, ekstrak rimpang rumput teki, aquabides digunakan untuk pengenceran ekstrak rimpang rumput teki, pelet ayam sebagai pakan mencit, kloroform sebagai obat bius, buffer formalin 10% sebagai larutan fiksasi, alkohol 80% dan 90% untuk dehidrasi, alkohol absolut dan Xylol

untuk clearing, paraffin untuk impregnasi, paraplast (paraffin cair) untuk meletakkan organ, canada balsam untuk melekatkan slide preparat dengan


(44)

24

C. Metode Kerja

1. Persiapan Kandang

Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu disiapkan kandang dari kawat dengan ukuran 15 x 15 cm.

2. Penyediaan Bahan Uji

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit betina (M. Musculus L.)

yang berumur 3 bulan dengan berat badan 30-40 gram sebanyak 24 ekor dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan masing-masing dengan 6 kali pengulangan. Hewan percobaan diperoleh dari Balai Penyidikan dan

Pengujian Veteriner (BPPV) regional III, Bandar Lampung. Sebelum diberi perlakuan semua hewan percobaan diaklimatisasi selama satu minggu yang bertujuan untuk penyesuaian mencit terhadap lingkungan dan perlakuan yang baru dan membatasi pengaruh lingkungan dalam penelitian. Setiap hari mencit diberi pakan berupa pelet dan air minum secara ad libitum (pemberian makan secara terus menerus selama 24 jam sampai kenyang).Rimpang rumput teki (C. rotundus L) diperoleh dari Kelurahan Labuhan Dalam, Kecamatan Tanjung Senang Bandar Lampung.


(45)

25

3. Pembuatan Ekstrak Rumput Teki (C. rotundus L)

Terlebih dahulu tumbuhan diidentifikasi untuk memastikan rimpang yang diambil berasal dari tumbuhan rumput teki (C. rotundus L.). Rimpang yang diperoleh dibersihkan, kemudian dikeringkan sebanyak 500 gram.

Pengeringan selanjutnya dengan lemari pengering pada suhu tidak lebih dari

50 ˚C hingga menjadi serbuk. Kemudian serbuk rimpang rumput teki

dihaluskan dengan ayakan mesh-48 hingga menjadi halus. Kemudian serbuk yang telah halus dibuat ekstrak rimpang rumput teki dengan cara dimaserasi (perendaman dengan pelarut ethanol 99% sebanyak 1,5 liter selama 1hari) di dalam toples. Setelah itu hasil maserasi dipisahkan dari ampasnya untuk disaring dari pelarut hingga ekstrak menjadi pekat dengan menggunakan

rotary evaporator pada suhu 40-50oC dengan kecepatan 60 rpm kurang lebih selama 2 jam. Setelah pemekatan tersebut maka diperoleh ekstrak rimpang rumput teki (C. rotundus L) dalam bentuk pasta yang kemudian diencerkan menjadi bentuk cair.

4. Pemberian Perlakuan Ekstrak Rumput Teki (C. rotundus L.)

Menurut Sa’roni dan Wahjoedi (2002) tentang ”Pengaruh Infus Rimpang

Cyperus rotundus L. Terhadap Siklus Estrus Dan Bobot Uterus Pada Tikus

Putih”, perlakuan yang diberikan yaitu:

1. Kelompok kontrol dengan 1 ml/100 g BB (A) 2. Kelompok dosis 11,25 mg/100 g BB (B)


(46)

26

3. Kelompok dosis 112,5 mg/100 g BB (C) 4. Kelompok dosis 337,5 mg/100 g BB(D)

Dosis tersebut didapat dari serbuk rimpang rumput teki 11,25 mg dan diberikan pada hewan uji tikus putih dengan berat 100 gram (2,5 X berat mencit), kemudian dikonversi ke berat mencit yang dikelompokkan secara acak menjadi 4 kelompok, sehingga dosis ekstrak rimpang rumput teki yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Kelompok (K) Perlakuan kontrol dengan diberi 96 ml aquabides Kelompok (P1) Perlakuan dosis 1, 256 ml/40g BB

Kelompok (P2) Perlakuan dosis 12, 56 ml/40g BB Kelompok (P3) Perlakuan dosis 37, 67 ml/40g BB

Masing-masing kelompok perlakuan diberi ekstrak rumput teki dengan cara dicekok (secara oral) menggunakan spuit yang ujungnya ditumpulkan dan diberi pipa karet kecil. Pencekokan dilakukan satu kali sehari pada pukul 10.00 WIB selama 14 hari, untuk mengetahui pengaruh penyerapan tubuh mencit terhadap ekstrak rumput teki. Pada hari ke 15, dilakukan proses pembedahan untuk diambil ovariumnya.


(47)

27

5. Proses Pembedahan Mencit (Mus musculus L.)

Proses pembedahan mencit dilakukan pada hari ke-15 untuk diambil ovariumnya, setelah diberi perlakuan selama 14 hari. Mencit yang akan dibedah, sebelumnya terlebih dahulu dibius dengan kloroform, kemudian setelah mencit tidak bergerak lagi lalu mulai dilakukan pembedahan pada bagian ventral tubuh mencit secara vertikal. Spesimen dibuka perutnya dan diambil ovariumnya. Ovarium yang telah diambil segera difiksasi dengan larutan formalin 10% atau 10% formolsaline (1 bagian formalin dalam 9 bagian NaCl – fisiologis) di dalam botol. Perbandingan volume spesimen dengan larutan formalin 1 : 10, agar didapatkan hasil fiksasi yang sempurna. Kemudian ovarium tersebut segera dibawa ke Laboratorium Patologi Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung untuk dibuat preparat histologinya, sehingga lapisan granulosa dapat diamati.

D. Pengamatan dan Pengukuran Ketebalan Lapisan Granulosa

1. Teknik Pembuatan Slide

Ketebalan lapisan granulosa dievaluasi melalui gambaran histologi dari ovarium.

Prosedur pembuatan preparat histologi yang dilakukan terhadap jaringan ovarium adalah sebagai berikut (Tim Patologi, 2007) :


(48)

28

a. Trimming

Trimming dilakukan setelah proses fiksasi dengan menggunakan larutan

buffer formalin 10%, dengan perbandingan antara volume spesimen dengan larutan1 : 10 untuk mendapatkan hasil yang baik. Spesimen berupa ovarium dicuci bersih dengan air mengalir untuk menghilangkan larutan fiksasi, kemudian jaringan spesimen dipotong setebal 2 – 4 mm menggunakan pisau skapelNo. 22-24. Potongan jaringan tersebut

dimasukkan ke dalam embedding casette, tiap embedding cassette berisi 1– 5 buah potongan jaringan yang disesuaikan dengan besar kecilnya

potongan. Kemudian dicuci di bawah air mengalir selama 30 menit.

b. Dehidrasi

Embedding cassette diletakkan di atas tisu untuk mengeringkan air. Kemudian diberi perlakuan sebagai berikut secara berurutan :

Tahap Waktu Zat Kimia

Dehidration 2 jam Alkohol 80% 2 jam Alkohol 95% 2 jam Alkohol 95% Clearing 1 jam Alkohol absolut I

1 jam Alkohol absolut II 1 jam Alkohol absolut III


(49)

29

1 jam Xylol I 1 jam Xylol II 1 jam Xylol III Impregnasi 2 jam Paraffin I

2 jam Paraffin II 2 jam Paraffin III

c. Embedding

Setelah proses dehidrasi, disiapkan paraplast cair dengan paraplast

dimasukkan ke dalam cangkir logam dan dimasukkan dalam oven dengan suhu di atas 580C. Dituangkan paraplast cair ke dalam pans. Jaringan satu persatu dipindahkan dari embedding cassette ke dasar pans dengan

mengatur jarak satu dengan yang lainnya. Pans dimasukkan atau

diapungkan di dalam air. Paraplast yang berisi jaringan dilepaskan dari pans, paraplast dipotong-potong sesuai dengan letak jaringan dengan menggunakan skalpet atau pisau hangat. Kemudian diletakkan pada balok kayu yang berfungsi untuk dipegang saat dipotong dengan mikrotom, pinggirnya diratakan dan ujungnya dibuat sedikit meruncing. Blok


(50)

30

d. Cutting

Proses cutting dilakukan di dalam ruangan dingin. Cutting adalah proses pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom yang terlebih dahulu

didehidrasi. Sebelum dipotong, blok terlebih dahulu didinginkan,

pemotongan dilakukan secara kasar dan halus, selanjutnya blok dipotong dengan ketebalan 4 -5 µm. Setelah blok dipotong, dipilih lembaran yang baik, diapungkan pada air dan kerutannya dihilangkan dengan cara salah satu sisi lembaran jaringan tersebut ditekan dengan ujung jarum, di sisi lain ditarik dengan kuas runcing. Kemudian lembaran jaringan tersebut dipindahkan ke dalam waterbath selama beberapa detik sampai

menggembung sempurna. Dengan gerakan disedot, jaringan tersebut diambil dengan slide bersih dan ditempelkan di tengah atau sepertiga atas/bawah. Dihindari agar jangan sampai ada gelembung udara di bawah jaringan. Setelah itu slide yang telah berisi jaringan ditempatkan pada inkubator (370C) selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna pada

slide.

e. Staining (pewarnaan) Menggunakan Pewarna HE ( Hematoxylin-Eosin)

Setelah pembuatan slide preparat selesai, dilakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk melihat preparat yang terbaik sebelum dilakukan


(51)

31

pewarna HE, secara berurutan slide dimasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut :

Zat Kimia Waktu

Xylol I 5 menit Xylol II 5 menit Xylol III 5 menit Alkohol Absolut I 5 menit Alkohol Absolut II 5 menit Aquades 1 menit

Harris Hematoxylin 20 menit Aquades 1 menit Acid alkohol 2 – 3 celupan Aquades 1 menit Aquades 15 menit

Eosin 2 menit Alkohol 96% I 2 menit Alkohol 96% II 3 menit Alkohol Absolut III 3 menit Alkohol Absolut IV 3 menit Xylol IV 5 menit Xylol V 5 menit


(52)

32

f. Mounting

Setelah proses pewarnaan selesai slide ditempatkan di atas tisu pada tempat yang datar, bagian atas slide ditetesi dengan bahan mounting yaitu

canada balsam dan langsung ditutup dengan cover glass dengan cepat agar tidak ada gelembung udara yang terbentuk.

g. Pembacaan Slide Dengan Mikroskop

Slide yang telah jadi diperiksa di bawah mikroskop cahaya dengan

pembesaran 40x, 100x, 200x atau 400x. Pada slide yang baik, akan terlihat inti sel berwarna biru dan sitoplasma berwarna merah. Hasil pengamatan yang didapatkan, dicatat dalam bentuk data tabel.

h. Pembuatan Pewarnaan Harris Hematoxylin Eosin Bahan pewarnaan :

a. Hematoxylin kristal : 5 g b. Alkohol Absolut : 50 g c. Ammonium (potassium alkena) : 100 g/L

d. Aquadest : 1000mL

e. Mercury oxide : 2,5 g Cara kerja :

Larutan potassium alkena (ammonium) dimasukkan ke dalam air dan dipanaskan, kemudian ditambahkan Hematoxylin kristal yang telah


(53)

33

dilarutkan pada alkohol absolut. Campuran larutan tersebut dididihkan selama 1 menit sambil diaduk, lalu secara perlahan-lahan ditambahkan

mercury oxide sampai berwarna jingga gelap. Setelah itu, larutan dikeluarkan dari panas dan segera didinginkan. Untuk memperjelas pewarnaan inti ditambahkan 2-4 mL asam asetat glasial per 100 mL larutan. Larutan ini perlu disaring sebelum digunakan.

2. Pengukuran Ketebalan Lapisan Granulosa

Pengukuran ketebalan lapisan granulosa dilakukan dengan menggunakan mikrometer. Mikrometer dipasang pada lensa okuler kemudian dikalibrasi terlebih dahulu. Ketebalan lapisan granulosa diukur dari membran basalis terdalam sampai membran basalis terluar pada tahapan folikel primer, sekunder, tersier dan folikel Graaf.

3. Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah ketebalan lapisan granulosa yang terjadi pada berbagai tahap folikuler yaitu : folikel primer, sekunder, tersier dan folikel Graaf yang diukur dari membran basalis terdalam sampai membran basalis terluar pada setiap folikel.


(54)

34

E. Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang

diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan Analisis Ragam (ANARA). Apabila diperoleh perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji BNT dengan derajat kepercayaan 5%.

Metode RAL digunakan karena unit eksperimen dianggap bersifat homogen dan perlakuan diberikan secara acak. Penelitian ini terdiri dari 4 kelompok perlakuan dengan 6 kali pengulangan.


(55)

35

Gambar 11. Diagram Alir Penelitian Pengambilan Data

Analisis pembacaan slide histologi lapisan granulosa dengan mikroskop dan pengukuran ketebalan

lapisan granulosa.

Laporan Penelitian  Interpretasi data  Penyusunan laporan

Pelaksaan Penelitian

 Pemberian perlakuan Ekstrak Rimpang Rumput Teki  Proses Pembedahan Mencit

 Pembuatan Preparat Histologi Lapisan Granulosa, yaitu :  Fiksasi

 Trimming  Dehidrasi  Embedding  Cutting

 Staining/pewarnaan  Mounting

Persiapan Penelitian  Persiapan Kandang

 Penyediaan Bahan Uji

 Pembuatan Ekstrak Rimpang Rumput Teki (Cyperus rotundus L.)


(56)

36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Lapisan Granulosa Folikel Primer

Pengaruh pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) terhadap ketebalan lapisan granulosa pada folikel primer mencit (Mus musculus L.) dapat dilihat pada Gambar 12.

1.250 1.260 1.270 1.280 1.290 1.300 1.310 1.320 1.330 1.340 1.350 K e te balan la pi s a n gra nul osa m )

kontrol 1,256 ml/40gBB 12,56 ml/40gBB 37,67 ml/40gBB Dosis Perlakuan

1,313 1,312

1,346

1,284

P1 P2 P3

K

Gambar 12. Rata-rata ketebalan lapisan granulosa folikel primer setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) Gambar di atas merupakan grafik rata-rata ketebalan lapisan granulosa folikel primer setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki. Pada grafik tersebut, dapat diketahui bahwa pada perlakuan dengan dosis 1,256 ml/40gBB dan


(57)

37

37,67 ml/40gBB ketebalan lapisan granulosa folikel primer pada ovarium mencit mengalami penurunan setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki bila dibandingkan dengan kontrol. Namun, pada perlakuan dengan dosis 12,56 ml/40gBB setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki ketebalan lapisan granulosa folikel primer mengalami peningkatan sebesar 3% bila

dibandingkan dengan kontrol

Gambar 13 menunjukkan lapisan granulosa pada folikel primer yang terdiri dari kontrol dan perlakuan dengan dosis 1,256 ml/40gBB, 12,56 ml/40gBB dan 37,67 ml/40gBB.

1 1

A B

1 1

C D Gambar 13. Folikel Primer (A. Kontrol; B. 1,256 ml/40gBB; C.12,56

ml/40gBB; D.37,67 ml/40gBB). 1) Lapisan Granulosa (Perbesaran 100x, HE)


(58)

38

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa ekstrak rimpang rumput teki tidak memberikan pengaruh secara nyata terhadap ketebalan lapisan granulosa pada folikel primer.

2. Lapisan Granulosa Folikel Sekunder

Gambar 14 menunjukkan rata-rata ketebalan lapisan granulosa pada folikel sekunder ovarium mencit ± standar deviasi setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki. 1.340 1.360 1.380 1.400 1.420 1.440 1.460 1.480 1.500 1.520 1.540 Kete ba la n la pi s a n g ran ul os a m)

kontrol 1,256 ml/40gBB 12,56 ml/40gBB 37,67 ml/40gBB

Dosis Perlakuan 1,469

1,531

1,411

1,505

K P1 P2 P3

Gambar 14. Rata-rata ketebalan lapisan granulosa pada folikel sekunder setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.).

Grafik di atas menunjukkan bahwa rata-rata ketebalan lapisan granulosa pada folikel sekunder ovarium mencit mengalami peningkatan pada perlakuan dosis 1,256 ml/40gBB sebesar 7% dan peningkatan rata-rata ketebalan lapisan granulosa juga terjadi pada perlakuan dengan dosis 37,67 ml/40gBB sebesar 3% jika dibandingkan dengan kontrol setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki. Namun, pada dosis 12,56 ml/40gBB terjadi penurunan rata-rata


(59)

39

ketebalan lapisan granulosa folikel sekunder bila dibandingkan dengan kontrol setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki.

Di bawah ini (Gambar 15) merupakan lapisan granulosa pada folikel sekunder yang terdiri dari kontrol dan perlakuan dengan dosis 1,256 ml/40gBB, 12,56 ml/40gBB dan 37,67 ml/40gBB.

1

1

A B

1 1

C D

Gambar 15. Folikel Sekunder (A. Kontrol; B. 1,256 ml/40gBB; C. 12,56 ml/40gBB; D. 37,67 ml/40gBB). 1) Lapisan Granulosa (Perbesaran 100x, HE)

Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak rimpang rumput teki tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ketebalan lapisan granulosa pada folikel sekunder ovarium mencit.


(60)

40

3. Lapisan Granulosa Folikel Tersier

Pengaruh pemberian ekstrak rimpang rumput teki terhadap ketebalan lapisan granulosa pada folikel tersier mencit dapat dilihat pada Gambar 16.

2.050 2.100 2.150 2.200 2.250 2.300 2.350 K eteb al an l ap isan g ran u lo sa m) kontrol 1,256 ml/40gBB 12,56 ml/40gBB 37,67 ml/40gBB Dosis Perlakuan 2,331 2,243 2,144 2,198

K P1 P2 P3

Gambar 16. Rata-rata ketebalan lapisan granulosa folikel tersier setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) Dari gambar 16 dapat diketahui bahwa setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki terjadi penurunan rata-rata ketebalan lapisan granulosa pada folikel tersier apabila perlakuan dosis 1,256 ml/40gBB, 12,56 ml/40gBB dan 37,67 ml/40gBB dibandingkan dengan kontrol. Namun rata-rata ketebalan lapisan granulosa foliker tersier pada dosis 1,256 ml/40gBB mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan dosis 12,56 ml/40gBB dan dosis 37,67 ml/40gBB.


(61)

41

Hasil dari pengamatan lapisan granulosa pada folikel tersier dapat dilihat dari gambar 17.

1

1

A B

1

1

C D

Gambar 17. Folikel Tersier (A. Kontrol; B. 1,256 ml/40gBB; C. 12,56 ml/40gBB; D. 37,67 ml/40gBB). 1. Lapisan Granulosa (Perbesaran 100x, HE)

Pada saat penelitian, selain mengetahui ketebalan lapisan granulosa pada folikel primer, folikel sekunder dan folikel tersier juga diamati bentuk dari folikel tersebut karena berhubungan dengan batas dari sel-sel granulosa yang akan diukur

ketebalannya. Bentuk folikel hanya sedikit yang berbentuk lonjong atau tidak bulat. Hal ini dikarenakan teknik pembuatan preparat pada saat pemotongan dan

penempelan pada slide terjadi pergeseran atau tertarik keluar ovarium yang menyebabkan folikel tersebut tidak berbentuk bulat.


(62)

42

Hasil pada penelitian, tidak menunjukkan adanya kelainan histologi pada lapisan granulosa pada tahapan folikel primer, sekunder dan tersier seperti peradangan atau kerusakan sel yang berarti. Peningkatan dan penurunan ketebalan lapisan granulosa tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor kelainan histologi pada lapisan granulosa seperti peradangan atau kerusakan sel.

B. Pembahasan

1. Ketebalan Granulosa pada Folikel Primer

Folikel primer yang sedang tumbuh ditandai dengan adanya perbesaran oosit sel-sel folikular yang gepeng kemudian berkembang menjadi sel-sel

berbentuk kuboid dan berkembang menjadi granular. Sel-sel ini disebut dengan lapisan granulosa (Geneser 1994).

Hasil pengamatan terhadap ketebalan lapisan granulosa folikel primer dapat dilihat pada gambar 12. Jika dibandingkan dengan kontrol, pemberian perlakuan dengan dosis ekstrak 1,256 ml/40gBB ketebalan lapisan granulosa mengalami peningkatan sebesar 3% dan peningkatan ini lebih besar bila dibandingkan dengan perlakuan dosis 12,56 ml/40gBB. Namun, pada dosis 37,67 ml/40gBB terjadi penurunan ketebalan lapisan granulosa sebesar 3% bila dibandingkan dengan kontrol setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata ketebalan lapisan granulosa folikel primer jika perlakuan dosis (1,256 ml/40gBB, 12,56 ml/40gBB, 37,67 ml/40gBB) dibandingkan dengan kontrol.


(63)

43

2. Lapisan Granulosa pada Folikel Sekunder

Pada tahap folikel sekunder ditandai dengan adanya proliferasi secara cepat dari lapisan granulosa. Pada saat proliferasi berlangsung selama beberapa hari, sel-sel granulosa akan mensekresi estrogen yang terkandung di dalam cairan folikuler (Guyton dan Hall, 1997).

Folikel sekunder ditandai dengan sel granulosa pada manusia terdiri dari 6-12 lapis sel, oosit mencapai ukuran yang besar maksimal dan letak dari oosit tersebut eksentrik di dalam folikel (Yatim, 1994).

Dari pengamatan pada gambar 14, diketahui bahwa rata-rata ketebalan lapisan granulosa pada folikel sekunder ovarium mencit setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki mengalami peningkatan pada perlakuan dosis 1,256 ml/40gBB sebesar 7% jika dibandingkan dengan kontrol. Pada perlakuan dosis 37,67 ml/40gBB juga mengalami peningkatan ketebalan lapisan granulosa bila dibandingkan dengan kontrol namun peningkatannya tidak sebesar pada dosis 1,256 ml/40gBB hanya 4%. Dosis 12,56 ml/40gBB mengalami penurunan pada ketebalan lapisan granulosa setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki yaitu sebesar 5% bila dibandingkan dengan kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak rimpang rumput teki tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap ketebalan lapisan granulosa pada folikel sekunder pada perlakuan dosis 1,256

ml/40gBB, 12,56 ml/40gBB dan 37,67 ml/40gBB jika dibandingkan dengan kontrol.

3. Lapisan Granulosa pada Folikel Tersier

Tahap folikel tersier ditandai dengan munculnya antrum yang merupakan pengumpulan cairan folikuler di dalam masa sel granulosa. Setelah antrum


(64)

44

terbentuk akan terjadi proliferasi secara cepat dari sel granulosa dan teka sehingga laju sekresi sel akan meningkat (Guyton dan Hall, 1997).

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa rata-rata ketebalan lapisan granulosa folikel tersier pada setiap perlakuan (dosis 1,256 ml/40gBb, 12,56 mg/40gBB dan 37,67 ml/40gBB) mengalami penurunan bila

dibandingkan dengan kontrol. Namun pada dosis 37,67 ml/40gBB, rata-rata ketebalan lapisan granulosa folikel tersier mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan dosis 12,56 ml/40gBB. Pada pemberian dosis 12,56 ml/40gBB, jika dibandingkan dengan kontrol mengalami penurunan sebesar 18%. Pada dosis 1,256 ml/40gBB dan 37,67 ml/40gBB juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kontrol walaupun tidak sebesar pada dosis 12,56 ml/40gBB. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak rimpang rumput teki memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap

ketebalan lapisan granulosa pada folikel tersier. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.

Berdasarkan hasil yang didapat, pemberian ekstrak rimpang rumput teki tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata ketebalan lapisan granulosa. Namun walaupun tidak memberikan perbedaan yang nyata, terjadi peningkatan dan penurunan rata-rata ketebalan lapisan granulosa tahapan folikel primer, sekunder dan tersier pada setiap perlakuan dosis 1,256 ml/40gBB, 12,56 ml/40gBB dan 37,67 ml/40gBB apabila dibandingkan dengan kontrol.

Adanya penurunan serta peningkatan ketebalan lapisan granulosa diduga dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal misalnya keadaan dari hewan uji yaitu mencit betina yang mengalami stres

menyebabkan penurunan ketebalan lapisan granulosa. Faktor-faktor penyebab stres antara lain :


(65)

45

2. Suhu yang berubah-ubah 3. Kebisingan dan keramaian

Faktor-faktor penyebab stres tersebut pertama kali akan diterima oleh panca indera dan diteruskan ke sistem syaraf pusat lalu akan dialirkan ke organ tubuh. Organ yang dialiri stres antara lain adalah kelenjar hormon misalnya kelenjar hormon estrogen. Apabila organ tersebut telah dipengaruhi stres maka akan terjadi perubahan pada sistem keseimbangan tubuh yang menimbulkan perubahan fungsional dari organ target. Dengan kata lain, salah satu penyebab penurunan ketebalan lapisan granulosa dikarenakan adanya pengaruh internal yaitu stres dari hewan uji yaitu mencit (Mus musculus L.) betina ( Gunawan dan Sumadiono, 2007).

Selain faktor internal, telah disebutkan bahwa faktor eksternal juga berpengaruh terhadap ketebalan lapisan granulosa. Meskipun pemberian ekstrak rimpang rumput teki tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ketebalan lapisan granulosa, namun terjadi peningkatan ketebalan lapisan granulosa tahapan folikel primer, sekunder dan tersier apabila masing-masing perlakuan dosis dibandingkan dengan kontrol. Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah kandungan dari senyawa rimpang rumput teki. Senyawa pada rimpang rumput teki yang semula diduga bersifat antiestrogen justru bersifat estrogenik (memacu estrogen). Senyawa tersebut adalah flavonoid. Menurut Saddiqi (2008), senyawa flavonoid adalah golongan dari isoflavon yang kerjanya adalah sebagai pengendali dari efek estrogen (estrogenik). Dengan kata lain, efek estrogenik pada senyawa isoflavon bekerja untuk mengatur estrogen agar diproduksi dalam jumlah yang memadai sehingga terjadi peningkatan pada lapisan granulosa.

Selain karena faktor eksternal dan faktor internal yang telah disebutkan, ukuran folikel juga mempengaruhi ketebalan dari lapisan granulosa. Selain karena pengaruh hormon yaitu hormon FSH dan LH, terdapat beberapa hormon protein lain yang berasal dari ovarium yang berpengaruh terhadap ukuran folikel. Salah


(66)

46

satunya adalah inhibin. Menurut Winda (2007), inhibin adalah hormon protein yang terdapat di ovarium yang sumber utamanya adalah sel granulosa. Inhibin terdiri dari inhibin A dan inhibin B. Inhibin B tidak berhubungan dengan ukuran folikel tetapi inhibin A yang apabila kadarnya meningkat maka akan terjadi peningkatan pada ukuran folikel dan terjadi peningkatan pada ketebalan lapisan granulosa.


(67)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) tidak berpengaruh terhadap ketebalan lapisan granulosa folikel primer, folikel sekunder dan folikel tersier ovarium mencit (Mus musculus L.).

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keefektifan ektrak rimpang rumput teki sebagai obat atau bahan kontrasepsi yang alami bagi wanita.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Anantasika, A. 2007. Fisiologi Folikulogenesis dan Ovulasi. Disampaikan pada Symposium Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) III- HIFERI 24-27 Januari 2007. Yogyakarta. http;//ksuheimi.blogspot.com./2008/07/Fisiologi-Folikulogenesis-dan-Ovulasi.html. 15 September 2008. 10.19 WIB.

Anonim a. 2008. Cyperus rotundus. http;//id. Wikipedia.org/wiki/fotosintesis. Diakses 28 Juni 2009. 03:10:25 PM.html.

Anonim b. 2008. Ovarium. http://id.wikipedia.org/wiki/Ovarium. Diakses 29 Juni 2009. 02:56:40 PM. html.

Astirin, O.P. dan Muthmainah. 2002. Struktur Histologi Ovarium Tikus (Rattus norvegicus) gravid Setelah Pemberian Ekstrak Momordica charantia L. Jurnal Pharmacon. Jakarta. 1(2). 26-30.

Balkan, J. 2001. Aroma Terapi. Dahara Prize. Semarang. Hal 5-6.

Diniah, Z. 2006. Peran Biokimia Terhadap Hormon Wanita. Universitas PGRI Adi Buana. Surabaya. Hal 10-11.

Geneser, F. 1994. Buku Teks Histologi. Diterjemahkan oleh Dr. F. Arifin Gunawijaya M.S. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal.284-286.

Gunawan, B., dan Sumadiono. 2007. Stres dan Sistem Imun Tubuh : Suatu

Pendekatan Psikoneuroimunologi. Cermin Dunia Kedokteran. Hal. 13-15. Guyton, A.C. dan J.E.Hall. 1997. Buku Ajar Histologi Kedokteran. Edisi ke-9.

Diterjemahkan oleh dr. Irawati Setiawan, dkk. Buku Kedokteran (EGC). Jakarta. Hal. 1284-1286.


(69)

Junqueira L.C., Carneiro J., and Kelley R.O. 1998. Histologi Dasar. Edisi ke-8. Diterjemahkan oleh Dr. Jan Tambayong. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal. 434-438.

Mariano, S.H.1974. Atlas of Human Histology. Edisi ke-4. United Status of Amerika. Hal. 211.

Mursito, B. 1999. Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 4.

Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta. Hal. 44-50. Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikiat. Penebar

Swadaya. Yakarta. Hal 5-6.

Sa’roni dan Wahjoedi, B. 2002. Pengaruh Infus Rimpang Cyperus rotundus L. (Teki)

terhadap Siklus Estrus dan Robot Uterus pada Tikus Putih. Jurnal Bahan Alam Indonesia (1): 45-48.

Shaddiqi, T. 2008. Potensi In Vitro Zat Sitotoksik Anti Kanker Daun Tanaman Kepel (Stelechocarpus buharol) Terhadap Carcinoma Colorectal. Hal. 4-5.

Singh, I. 1991. Teks dan Histologi Manusia. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal. 293. Smith, J.B. dan Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan

Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta. Hal. 276. Toelihere, M.R. 1997. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung. Hal.

138-143.

Utama, C. 2009. Bagaimana Hormon Estrogen dapat Menyebabkan Menstruasi dan Bagaimana Mekanismenya. http:/www.klikdokter.com.15/07/09. 01:10:30 PM.

Wikipedia. 2008. Mus musculus

Linn.http://images.google.co.id/images?um=1&hl=id&q=mus+musculus+ Linn&btnG=Cari+Gambar.7 April 2008. 16:37 WIB.


(70)

Winda. 2007. Siklus Hidup Ovarium. http://ksuheimi.blogspot.com/2007/09/ siklus- hidup-ovarium.html.29/06/09. 02:05:24 PM.

Yatim, W. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito. Bandung. Hal. 68-70.


(1)

45

2. Suhu yang berubah-ubah 3. Kebisingan dan keramaian

Faktor-faktor penyebab stres tersebut pertama kali akan diterima oleh panca indera dan diteruskan ke sistem syaraf pusat lalu akan dialirkan ke organ tubuh. Organ yang dialiri stres antara lain adalah kelenjar hormon misalnya kelenjar hormon estrogen. Apabila organ tersebut telah dipengaruhi stres maka akan terjadi perubahan pada sistem keseimbangan tubuh yang menimbulkan perubahan fungsional dari organ target. Dengan kata lain, salah satu penyebab penurunan ketebalan lapisan granulosa dikarenakan adanya pengaruh internal yaitu stres dari hewan uji yaitu mencit (Mus musculus L.) betina ( Gunawan dan Sumadiono, 2007).

Selain faktor internal, telah disebutkan bahwa faktor eksternal juga berpengaruh terhadap ketebalan lapisan granulosa. Meskipun pemberian ekstrak rimpang rumput teki tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ketebalan lapisan granulosa, namun terjadi peningkatan ketebalan lapisan granulosa tahapan folikel primer, sekunder dan tersier apabila masing-masing perlakuan dosis dibandingkan dengan kontrol. Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah kandungan dari senyawa rimpang rumput teki. Senyawa pada rimpang rumput teki yang semula diduga bersifat antiestrogen justru bersifat estrogenik (memacu estrogen). Senyawa tersebut adalah flavonoid. Menurut Saddiqi (2008), senyawa flavonoid adalah golongan dari isoflavon yang kerjanya adalah sebagai pengendali dari efek estrogen (estrogenik). Dengan kata lain, efek estrogenik pada senyawa isoflavon bekerja untuk mengatur estrogen agar diproduksi dalam jumlah yang memadai sehingga terjadi peningkatan pada lapisan granulosa.

Selain karena faktor eksternal dan faktor internal yang telah disebutkan, ukuran folikel juga mempengaruhi ketebalan dari lapisan granulosa. Selain karena pengaruh hormon yaitu hormon FSH dan LH, terdapat beberapa hormon protein lain yang berasal dari ovarium yang berpengaruh terhadap ukuran folikel. Salah


(2)

46

satunya adalah inhibin. Menurut Winda (2007), inhibin adalah hormon protein yang terdapat di ovarium yang sumber utamanya adalah sel granulosa. Inhibin terdiri dari inhibin A dan inhibin B. Inhibin B tidak berhubungan dengan ukuran folikel tetapi inhibin A yang apabila kadarnya meningkat maka akan terjadi peningkatan pada ukuran folikel dan terjadi peningkatan pada ketebalan lapisan granulosa.


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) tidak berpengaruh terhadap ketebalan lapisan granulosa folikel primer, folikel sekunder dan folikel tersier ovarium mencit (Mus musculus L.).

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keefektifan ektrak rimpang rumput teki sebagai obat atau bahan kontrasepsi yang alami bagi wanita.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anantasika, A. 2007. Fisiologi Folikulogenesis dan Ovulasi. Disampaikan pada Symposium Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) III- HIFERI 24-27 Januari 2007. Yogyakarta. http;//ksuheimi.blogspot.com./2008/07/Fisiologi-Folikulogenesis-dan-Ovulasi.html. 15 September 2008. 10.19 WIB.

Anonim a. 2008. Cyperus rotundus. http;//id. Wikipedia.org/wiki/fotosintesis. Diakses 28 Juni 2009. 03:10:25 PM.html.

Anonim b. 2008. Ovarium. http://id.wikipedia.org/wiki/Ovarium. Diakses 29 Juni 2009. 02:56:40 PM. html.

Astirin, O.P. dan Muthmainah. 2002. Struktur Histologi Ovarium Tikus (Rattus norvegicus) gravid Setelah Pemberian Ekstrak Momordica charantia L. Jurnal Pharmacon. Jakarta. 1(2). 26-30.

Balkan, J. 2001. Aroma Terapi. Dahara Prize. Semarang. Hal 5-6.

Diniah, Z. 2006. Peran Biokimia Terhadap Hormon Wanita. Universitas PGRI Adi Buana. Surabaya. Hal 10-11.

Geneser, F. 1994. Buku Teks Histologi. Diterjemahkan oleh Dr. F. Arifin Gunawijaya M.S. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal.284-286.

Gunawan, B., dan Sumadiono. 2007. Stres dan Sistem Imun Tubuh : Suatu

Pendekatan Psikoneuroimunologi. Cermin Dunia Kedokteran. Hal. 13-15. Guyton, A.C. dan J.E.Hall. 1997. Buku Ajar Histologi Kedokteran. Edisi ke-9.

Diterjemahkan oleh dr. Irawati Setiawan, dkk. Buku Kedokteran (EGC). Jakarta. Hal. 1284-1286.


(5)

Junqueira L.C., Carneiro J., and Kelley R.O. 1998. Histologi Dasar. Edisi ke-8. Diterjemahkan oleh Dr. Jan Tambayong. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal. 434-438.

Mariano, S.H.1974. Atlas of Human Histology. Edisi ke-4. United Status of Amerika. Hal. 211.

Mursito, B. 1999. Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 4.

Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta. Hal. 44-50.

Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikiat. Penebar Swadaya. Yakarta. Hal 5-6.

Sa’roni dan Wahjoedi, B. 2002. Pengaruh Infus Rimpang Cyperus rotundus L. (Teki) terhadap Siklus Estrus dan Robot Uterus pada Tikus Putih. Jurnal Bahan Alam Indonesia (1): 45-48.

Shaddiqi, T. 2008. Potensi In Vitro Zat Sitotoksik Anti Kanker Daun Tanaman Kepel (Stelechocarpus buharol) Terhadap Carcinoma Colorectal. Hal. 4-5.

Singh, I. 1991. Teks dan Histologi Manusia. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal. 293.

Smith, J.B. dan Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan

Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta. Hal. 276. Toelihere, M.R. 1997. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung. Hal.

138-143.

Utama, C. 2009. Bagaimana Hormon Estrogen dapat Menyebabkan Menstruasi dan Bagaimana Mekanismenya. http:/www.klikdokter.com.15/07/09. 01:10:30 PM.

Wikipedia. 2008. Mus musculus

Linn.http://images.google.co.id/images?um=1&hl=id&q=mus+musculus+ Linn&btnG=Cari+Gambar.7 April 2008. 16:37 WIB.


(6)

Winda. 2007. Siklus Hidup Ovarium. http://ksuheimi.blogspot.com/2007/09/ siklus- hidup-ovarium.html.29/06/09. 02:05:24 PM.

Yatim, W. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito. Bandung. Hal. 68-70.