1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan
di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak pada periode selanjutnya. Masa tumbuh
kembang diusia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut
golden age masa keemasan Sutomo dan Anggraeni, 2010. Salah satu indikator penghambat pertumbuhan dan
perkembangan pada
balita adalah
kekurangan gizi.
Kekurangan gizi pada masa balita dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial dan
intelektual yang sifatnya menetap dan dibawa terus sampai dewasa Santoso, 2005. Apabila Anak yang mengalami
kekurangan gizi dapat meningkatkan resiko kematian, menghambat perkembangan kognitif, dan mempengaruhi
status kesehatan pada usia remaja dan dewasa Grasindo, 2009.
Anak yang mengalami kekurangan gizi juga dapat menyebabkan kekurangan energi, protein, zat besi dan bisa
menyebabkan berbagai keterbatasan antara lain pertumbuhan linear, berat dan tinggi badan menyimpang dari pertumbuhan
normal dan pada akhirnya menyebabkan keterlambatan pertumbuhan Puspitawati dan Sulistyarini, 2013.
Kekurangan gizi adalah bentuk gabungan dari gizi yang mencakup stunting dan wasting yang sering terjadi pada usia
0-59 bulan UNICEF, 2013. Stunting didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur PBU atau tinggi badan
dibanding umur TBU dengan batas z-score -2 SD UNICEF, 2013; WHO, 2013. Stunting atau retardasi
pertumbuhan linear yang tidak sesuai umur dimulai dari masalah gizi kurang yang bersifat kronis
. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti
lakukan di Puskesmas Sidorejo Kidul, kecamatan Tingkir dari data sekunder yang didapatkan ada 76 anak dari 6 kelurahan
yang dilaporkan mengalami status gizi kurang dan 7 anak yang berstatus stunting atau pertumbuhan linear yang berada
di Kelurahan Sidorejo Kidul. Secara global, pada tahun 2011 lebih dari seperempat
atau sekitar 25 yaitu sekitar 165 juta anak di dunia dari anak- anak yang berusia dibawah 5 tahun yang mengalami stunting.
Di dunia ada 14 negara yang dapat dikatakan cukup banyak memiliki prevalensi stunting yaitu sekitar 80 dan dilaporkan
bahwa 10 negara merupakan prevalensi yang sangat tinggi yaitu India, Nigeria, Pakistan, China, Indonesia, Bangladesh,
Ethiopia, Democratic Republic of the Congo, Phillppines, dan United Republic of Tanzanfa UNICEF Global Nutrition
Database, 2012. Pada tahun 2010, Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara yang memiliki prevalensi stunting
tertinggi yaitu 36 berjumlah 7, 547 anak stunting.
Grafik 1.1 Prevalensi Stunting
Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2013 Grafik 1.1 menunjukan prevalensi stunting pada tahun
2007 menunjukan 36,8, 2010 terjadi penurunan 35,5 namun pada tahun 2013 terjadi peningkatan ternjadi 37,2 .
34,5 35
35,5 36
36,5 37
37,5
2007 2010
2013 Prevalensi Stunting
Grafik 1.2 Prevalensi Stunting Pendek dan Sangat Pendek
Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2013 Grafik 1.2 menunjukan bahwa tahun 2013 prevalensi
sangat pendek 18,0 dan 19,2 pendek. Grafik tersebut lebih menunjukan bahwa prevalensi pendek meningkat dari 18,0
pada tahun 2007 menjadi 19,2 pada tahun 2013. Berdasarkan Grafik riset kesehatan dasar 2013, prevalensi
status gizi menurut TBU,-2 SD provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan pada tahun 2013 yaitu sekitar 37.
Banyak faktor penyebab yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting. Hasil-hasil penelitian tersebut diantaranya
pendidikan ibu, sanitasi lingkungan, air bersih, ASI Ekslusif, tidak diberikan makanan pendamping ASI MP-ASI, Imunisasi
yang tidak lengkap, berat badan lahir rendah BBLR, kurangnya asupan makanan konsumsi energi dan protein,
fasilitas pelayanan kesehatan, pendapatan rumah tangga
pendek sangat pendek
5 10
15 20
2007 2010
2013 pendek
sangat pendek
status ekonomi. Berdasarakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Welasasih dan Wirjatmadi 2008 bahwa faktor umur,
jenis konsumsi, tingkat kehadiran di posyandu, frekuensi sakit dan lama sakit mempunyai hubungan secara bermakna
dengan terjadinya status gizi stunting pada balita. Berdasarkan UNICEF 2012 rata-rata regional dan nasional disparitas
stunting terdapat pada kelompok populasi di tingkat daerah seperti jenis kelamin, pendapatan rumah tangga dan daerah
tempat tinggal. Secara global, lebih dari sepertiga dari anak-anak di
daerah pedesaan mengalami stunting dibandingkan dengan anak-anak di daerah perkotaan. Anak-anak pada rumah tangga
yang perekonomiannya kurang mampu lebih dari 2 kali lebih mungkin mengalami stunting dibandingkan dengan anak-anak
dirumah tangga yang perekonomiannya tergolong mampu. Jika pada usia anak mengalami keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan maka akan berdampak buruk bagi anak, keluarga
dan lingkungan
sekitarnya. Perkembangan
keterlambatan otak juga akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia SDM Wibowo, 2010 ; Valianti,
2011 Berdasarkan
uraian diatas
serta mengingat
permasalahan stunting di Indonesia masih tergolong tinggi dan
banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi balita stunting. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor
yang mempengaruhi balita stunting di kelurahan Sidorejo Kidul.
1.2 Fokus Penelitian