Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Balita Stunting di Kelurahan Sidorejo Kidul Salatiga T1 462011033 BAB IV
33
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada 4 partisipan. Penelitian mulai dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2015 – 10 November 2015. Penyajian data hasil penelitian yang pertama yaitu akan menjelaskan gambaran lokasi penelitian, proses penelitian. Kedua, hasil penelitian terdiri dari penyajian data-data penelitian berupa hasil wawancara tidak terstruktur dipandu dengan panduan wawancara dan catatan lapangan yang disusun berdasarkan tema-tema yang ditemukan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi balita stunting di Kelurahan Sidorejo Kidul Salatiga. Bagian yang ketiga berisi data uji keabsahan data dengan menggunakan member check untuk memastikan data yang sudah ada memang valid terhadap kondisi balita stunting. Kemudian yang keempat berisi tentang pembahasan hasil penelitian yang telah didapat untuk dibandingkan dengan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini.
4.1 Setting Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan berada di Kelurahan Sidorejo Kidul, Kecamatan Tingkir, Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan Tingkir terdiri dari 6 Kelurahan yaitu
(2)
Kelurahan Gendongan, Kelurahan Kalibening, Kelurahan Kutowinangun, Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan Tingkir Lor dan Kelurahan Tingkir Tengah. Pada 6 kelurahan tersebut berada dibawah pengawasan Puskesmas Sidorejo Kidul, Salatiga. Peneliti melakukan pemilihan partisipan melalui bantuan Puskesmas Sidorejo Kidul yang beralamat di jalan Tritis Mukti No. 1 Klumpit, Sidorejo Kidul Salatiga, dengan luas lahan 1.523 m2. Berdasarkan data dari Puskemas Sidorejo Kidul, Kelurahan Sidorejo Kudul yang paling banyak memiliki anak yang berstatus stunting yaitu ada 7 balita yang berlokasi di Dusun Dayaan dan Klumpit. Dalam pelayanannya, Puskesmas Sidorejo Kidul memiliki program peduli terhadap balita yang berstatus gizi kurang, gizi buruk termasuk 7 balita stunting berupa pemberian makanan tambahan.
4.1.2 Proses Penelitian
Penelitian dimulai dari tahap pembuatan surat izin studi pendahuluan maupun surat penelitian. Setelah itu peneliti melakukan koordinasi dengan petugas gizi puskesmas Sidorejo Kidul dan melakukan survey terhadap calon partisipan pada bulan Juli. Pemilihan calon pertisipan ditentukan melalui data bulanan gizi balita dengan melihat data balita yang status gizi TB/U berstatus stunting.Kemudian
(3)
partisipan yang digunakan yaitu ibu dari balita yang berstatus stunting. Balita yang berstatus stunting di kelurahan Sidorejo Kidul berjumlah 7 orang. Namun, saat peneliti mencari 7 ibu dari balita yang berstatus stunting tersebut, peneliti hanya mendapatkan 4 ibu yang bersedia menjadi partisipan. Hal tersebut dikarenakan 1 ibu yang memiliki anak berstatus stunting sudah berusia diatas 5 tahun, sedangkan untuk 2 ibu lainya tidak bersedia menjadi partisipan. Peneliti mulai turun ke lapangan untuk memulai proses pendekatan pada awal bulan agustus dan melakukan wawancara terhadap partisipan pada awal bulan oktober.
4.1.2.1 Partisipan 1 (P1)
Wawancara bersama P1 dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2015 pukul 15.00 – 16.30 WIB. Bertempat di ruang tamu P1 dengan kondisi anak dari partisipan sedang tidur di depan TV. Saat menyambut peneliti P1 terlihat kelelahan karena saat itu P1 baru pulang dari Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga (RSUD) mengantarkan anaknya untuk terapi. Kondisi rumah saat itu terlihat mainan dari anak P1 berantakan. Saat sadang wawancara anak F terbangun lalu tidur lagi. Kemudian peneliti dan P1 melanjutkan wawancara.
(4)
4.1.2.2 Partisipan 2 (P2)
Wawancara dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2015 pukul 14.30 – 16.00 WIB bertempat di ruang tamu P2. Saat peneliti datang, P2 sedang mengusir-ngusir bebek yang masuk kedalam rumah dan saat peneliti datang anak P2 sedang tidur-tiduran di depan TV sambil makan roti. P2 menyambut peneliti dengan sangat baik dan terlihat P2 sedang menunggu kedatangan peneliti. Saat itu kondisi rumah sedikit gelap dan ada beberapa bebek yang masuk kedalam rumah.
4.1.2.3 Partisipan 3 (P3)
Wawancara dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2015 pukul 13.00 – 14.45 WIB bertempat di ruang tamu P3. P3 saat itu terlihat rapi dan menyambut peneliti dengan baik dan menyuruh masuk kedalam rumah. Anak P3 terlihat baru pulang dari sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), dan sedang bermain di depan TV sambil menulis-nulis buku. Anak P3 juga terlihat sangat aktif melakukan kegiatannya. Anak P3 juga bermain bersama kakaknya dan memperlihatkan apa yang ditulisnya sewaktu di sekolah. Kondisi lingkungan saat itu terlihat bersih dan rapi. Saat wawancara dilakukan P3 dan peneliti duduk bersama diruang tamu.
(5)
4.1.2.4 Partisipan 4 (P4)
Wawancara dilakukan pada tanggal 1 November 2015 pukul 16.00 – 17.30 WIB bertempat di ruang tamu di rumah kakak P4. Saat menyambut peneliti P4 sedang menggendong anaknya (anak N) dan mengajak untuk wawancara di ruang tamu rumah kakaknya yaitu tepat dibelakang rumah P4. Kondisi ruang tamu saat itu terlihat ada tempat tidur dilantai dan terdapat 2 kandang ayam tepat disudut ruangan. P4 dan peneliti melakukan wawancara di atas tempat tidur. Anak dari P4 selalu berada dipangkuan P4, terlihat murung dan tidak pernah bicara selama wawancara berlangsung.
4.1.3 Gambaran Umum Partisipan 4.1.3.1 Partisipan 1 (P1) (Ny. N)
Partisipan 1 berinisial Ny. N berumur 34 Tahun dan beragama Islam, berpendidikan terakhir SMA dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ny. N tinggal bersama suaminya Tn. W yang bekerja sebagai penjual pasir. Mereka memiliki 2 orang anak yaitu An. N (11 Tahun) dan An. F (4 Tahun) yang berstatus stunting. Ny. N juga tinggal bersama adiknya. 4.2.1.2 Partisipan 2 (P2) (Ny. J)
Partisipan 2 berinisial Ny. J berumur 25 Tahun beragama Islam. Pendidikan terakhir Ny. J tidak tamat SD dan sekarang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ny. J tinggal bersama
(6)
suaminya Tn. N yang bekerja sebagai tukang somai, memiliki 2 orang anak An. Rd (6 Tahun) dan An. Rz (3 Tahun) yang berstatus stunting. Selain mereka, Ny. J tinggal bersama Ibu dan Ayah mertua serta adik dari suaminya.
4.2.1.3 Partisipan 3 (P3) (Ny. Ek)
Partisipan 3 berinisial Ny. Ek berumur 38 Tahun beragama Islam berpendidikan terakhir SD dan berkerja sebagai ibu rumah tangga, tinggal bersama suaminya Tn. H yang bekerja di pabrik benang dan 2 orang anaknya An. M (11 tahun) dan An. I (4 Tahun) yang berstatus stunting. Aktifitas yang dilakukan Ny. Ek setiap harinya yaitu memasak untuk bekal suami pergi kerja dan mempersiapkan anak-anaknya untuk berangkat ke sekolah. Selain itu, Ny. Ek menjaga warung dan menjual telur asin untuk pengasilan tambahan.
4.2.1.4 Partisipan 4 (P4) (Ny. Ng)
Partisipan 4 berinisal Ny. Ng berumur 47 Tahun beragama Islam berpendidikan terakhir SD berkerja sebagai ibu rumah tangga memiliki 4 orang anak. Partisipan 4 sekarang tinggal bersama suaminya dan 2 orang anaknya yaitu anak ke 3 dan anak ke 4 An. N (4 Tahun) yang berstatus stunting. Sedangkan 2 orang anak lainya sudah berkeluarga dan tinggal bersama keluarga mereka.
(7)
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Balita Stunting 4.2.1.1 Nutrisi Masa Kehamilan
Nutrisi pada masa kehamilan P1, P2 dan P4 terlihat lebih mengikuti apa yang mereka ingin makan, seperti makan singkong, buah, dan bahkan hanya makan rujak sebagai cemilan dari pada makan makanan yang baik dan bergizi untuk bayi mereka, terbukti dari hasil wawancara dengan P1, P2 dan P4
“Pas hamil, 0 sampai 5 bulan saya nggak doyan nasi, tiap
bau nasi pasti muntah” (P120) ....makanannya tiap hari ya cuma singkong, buah ya kadang-kadang ya macem-macem lah mba pokoknya selain nasi...(P123)...saya kebanyakan mengkonsumsi kopi, lah kalau saya nggak minum kopikan muntah (P126).
Ya dari pertama hamil ya cuman ngemil mba. karna itu nggak makan, cuma ngemil. Ngemil roti, buah, susu (P225).
Pokoknya kalau hamil 1-6 bulan itu makannya ya buah-buahan kalau kayak yang pokok-pokok itu kadang-kadang kalau perutnya mau. Ya yang kayak rujak ya mesti itu.. tiap hari malahan (P435)... Ya nggak ada mba hanya makan buah itu aja (P446)...Susu saya nggak suka ii mba. ya hanya buah mba kalau nasi juga saya muntah (P448).
Berbeda dengan nutrisi masa kehamilan pada P3 lebih memikirkan nutrisi yang baik bagi bayinya. P3 sangat memperhatikan apa yang baik untuk dimakan
(8)
demi kesehatan bayinya. Terbukti dengan hasil wawancara pada P3.
Ya makanan mba pokoknya sayuran itu pasti. Habis nasi gitu trus sayuran. Pokoknya tiap hari itu mesti ada sayuran gak bosan saya mba. pokoknya yang hijo-hijo (hijau-hijau) gitu, sawi, bayem (P364)... mba minum susu setelah makan, makan telur susu itu harus penuh (P368)... Makanya dulu itu mba tak kasih ikan yang begitu-begitu (P378).
4.2.1.2 ASI Ekslusif dan Makanan Pendamping ASI (MP- ASI)
ASI ekslusif pada P1 dan P3 diberikan sampai usia 6 bulan kemudian di ikuti MP-ASI. Berikut peryataan dari P1 dan P3.
Anak F minum ASI sampai umur 11 bulan (P1131)... Makannya juga serelak, bubur lembut, trus pas udah umur 3,5 tahun sudah mulai mau bubur baby food itu toh yang dijual dipinggir-pinggir jalan (P1141)
ASI itu sampai umur 9 bulan (P389)...Ya makannya biasa mba, saya kasi nasi yang lembek itu sama sayur itu mau. Trus akhirnya umurnya mau 17,5 bulan baru mau saya sambung susu SGM explor itu mba (P3120)
Berbeda dengan balita dari P2 memberikan ASI tidak sampai usia 6 bulan, ASI diberikan hanya beberapa hari setelah melahirkan. Setelah itu P2 memberikan susu formula sebagai pengganti ASI. Hal ini dikarenakan ASI dari P2 tidak keluar, sehingga balita dari P2 mengkonsumsi susu formula dan bubur saring sebagai
(9)
makanan pendamping. Berikut adalah pernyataan dari partisipan 2
terus menyusui tapi cuman sedikit setelah itu ASInya nggak keluar (P272)... Pas sudah pulang ASInya sudah nggak mau keluar udah disambung susu formula (P275)... Sampai usia 8 bulan mba (P281)... Hanya memberikan bubur yang disaring mba (P284)
sedangkan balita dari P4 terus mengkonsumsi ASI sampai usia 3 tahun akan tetapi untuk mekanan pendamping ASI P4 hanya memberikan apa yang diingian anaknya. Berikut pernyataanya
Iya minum ASI mba, dia minumnya kalau saya nggak sakit ini masih minum mba (P491)... Ya roti yang kayak gitu-gitu mba yang dari puskesmas (P494)... Ya maunyalah apa gitulah saya (P498)... Roti ya anak kecil kan maunya yang ciki - ciki itu (makanan ringan) ya itu makan jajanan itu. Pokoknya kalau suka saya belikan mba (P4100).
4.2.1.3 Kelengkapan Imunisasi
Imunisasi saat masih bayi sangat penting dimana proses imunisasi akan membuat seseorang kebal terhadap penyakit-penyakit. Pada Balita dari P1, P2 dan P3 imunisasi diberikan secara lengkap. Berikut pernyataan dari setiap partisipan,
Imunisasinya lengkap mba, vaksin pentabio yang terakhir juga sudah mba (P1206)
(10)
Udah slesai semua mba, tapi saya lupa nama-nama imunisasinya (P2131)
Trus imununisasi pertama saya ke sana ke dr. W. Tapi pas imunisasi yang kedua yang BCG saya ke puskesmas. Imunisasinya juga rutin slesai smua mba, lengkap semua dia ini (P3235)
Berbeda dengan balita P4. P4 sama sekali tidak mengetahui tentang imunisasi, P4 mengatakan yang mengetahui imunisasi itu adalah kader posyandu. Berikut pernyataan dari P4
Ya gak tau ya mba.. yang tau itu ibu T (kader posyandu) (P4135).
4.2.1.4 Pola Asuh
Ibu sangat berperan penting dalam pola asuh anak karena akan memberikan dampak yang positif bagi tumbuh dan kembang anak. Setiap orang tua dalam memberikan perhatian pada anaknya akan berbeda-beda. Pada P1 dan P3 memberikan dukungan dan perhatian dengan memperhatikan apa yang terbaik bagi anaknya, seperti halnya dalam memberikan makan P1, dan P3 memberikan makanan yang memang seharusnya baik untuk dikonsumsi.
Makannya juga serelak, bubur lembut, trus pas udah umur 3,5 tahun sudah mulai mau bubur baby food itu toh (P1141)...Walaupun dibliin bubur tetap ditambahkan
(11)
serelak lagi 2-3 sendok biar ada manis-manisnya gitu baru anak F mau, ne bubur itu langsung nggak mau.(P1148)
Gak pernah beli-beli dia nggak pernah makan nestle serelac itu nggak mba. jadi bubur trus ta saring ke. Trus ta kasih parutan wortel, kentang trus saya rebuskan bayem (P3181)... Kalau sup gitu dia sukanya cuma wortel sama magroni. Dia ini anaknya nurut oo mba, kemarin di kasih tau dari bidannya nggak boleh makan mie ya, nggak boleh makan kici-kici (P3189)
Apabila P1 dan P3 memiliki kesibukan atau merasa kurang sehat yang mengharuskan anak mereka di jaga oleh orang lain P1 dan P3 tetap memperhatikan apa yang dilakukan dan diperlukan oleh anaknya.
Pernah sih mba, tapi itu bukan saya pergi atau kerja. Dulu itu karna saya sakit mba. tapi itupun cuman seminggu. Waktu saya sakit cikungunya bu’le nya yang jaga mba, tapi maem sama minum tetap sama saya, sama tangan orang lain nggak mau sama bapaknya juga nggak mau (P1215)
Belum pernah saya mba. paling kalau saya tinggal ke pasar gitu tok, ta titip ke ke teman ne. Trus aku pulang ta tanya nangis nggak mba tadi main aja kok mba. paling kalau saya tinggal paling 2 jam mba. takutnya kalau kalau di titip ke orang itu mba takutnya nangis dengan tiba-tiba anak I kadang gitu mba. trus kalau udah nangis susah brentinya (P3315).
P2 dan P4 juga memberikan perhatian kepada anak mereka akan tetapi berbeda dengan P1 dan P3. P2 dan P4 memberikan perhatian yaitu lebih mementingkan apa yang diinginkan oleh anaknya tanpa memikirkan
(12)
konsekuensi bagi anak mereka, sama halnya dalam pemberian makanan.
Ya saya kalau kasih makan sih ke dia agak susah, tapi biarpun itu saya kasih sayarun, dia juga suka bakso sek penting yang manis gitu. Kalau gak ya sosis gitu(P2120).... Mau mba, tapi ya kadang 3-4 sendok gitu. si R kalau udah lari-lari susah makanny(P2125)
Ya kalau orang luar sedikit kawatir mba takutnya dia ga nyaman gitu. kalau keluarga sih ngga papa sih mba. tapi kalau orang lain kawatir (P2152)
Ya maunyalah apa gitulah saya (P498)... Roti ya anak kecil kan maunya yang ciki - ciki itu (makanan ringan) ya itu makan jajanan itu. Pokoknya kalau suka saya belikan mba (P4100)
Ya nggak pernah mba, saya terus yang jaga.. saya pergi ya saya bawa mba (P4121).
4.2.1.5 Status Ekonomi
Keadaan ekonomi keluarga akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak karena akan mempengaruhi terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga. Pada P1 dan P3 status ekonomi mereka masih tergolong sedang. Sehingga pemenuhan kebutuhan kelurga masih dapat terpenuhi.
Kalau penghasilan keluarga, kira-kira ya mba itu 1.500.000 mba. (P1235)
P3 tidak mengetahui penghasilan kelurga setiap bulannya karena P3 sangat mempercayai masalah
(13)
keuangan kepada suaminya. Akan tetapi, kebutuhan setiap harinya selalu terpenuhi.
Kalau itu saya kurang tau mba, saya kan dikasih blanja tiap hari gitu tok. Kalau saya memang dari dulu mba memang ngak pengen tau dan saya nggak mau tau yang penting kebutuhan tiap hari saya terpenuhi. Pokoknya saya cuman minta tiap hari untuk kebutuhan sehari-hari jangan sampai kurang. Kayak gitu tok. Misalkan untuk bli sayuran tau lauk untuk sehari-hari mba dikasih sama suamiku 20.000 kadang 15.000 kayak gitu mba (P3381-P3391)
Berbeda dengan P2 dan P4 yang berada pada status ekonomi rendah. Dalam memenuhi kebutuhan keluarga masih belum maksimal. Sehingga mempengaruhi kondisi tumbuh kembang anak mereka. Berikut pernyataan dari P2 dan P4.
Hmmmm kalau satu bulannya itu kadang 200.000 mba (P2162)
Ya saya dulunya itu 15.000 perhari mba (P4145)... kalau bapak itu pokoknya 100.000 lebihlah 1 minggu itu atau gak 150 lah itu paling banyak mba (P4147).
4.2.1.6 Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan anak P1 yaitu 2,4 kg dan panjang badan 46 cm dan memiliki lingkar kepala 40 cm. Anak P1 terdiagnosa mengalami mikrosefalus sejak lahir.
Waktu lahir beratnya 2,4 kg panjangnya 46 cm, lingkar kepalanya cuma 40 cm mba (P1203)...Trus pas dilihat
(14)
dokter anak katanya “ ohhh ini udah kelihatan kalau anak F mikrosefalusn (P197)
P2 tidak mengetahui berat badan balitanya saat lahir, sehingga peneliti melihat melalui buku kartu menuju sehat (KMS)
Berat badan 2,7 kg dan panjang badan 40 cm
Anak P3 memiliki berat dan panjang seperti hasil wawancara berikut,
Lahirnya... dia normal mba, dia berat badannya 2,7 kg, panjangnya 48 cm(P3201)
P4 melahirkan dibawa 9 bulan yaitu melahirkan pada usia kandungan masih 7 bulan sehingga anak dari Partisipan 4 lahir dengan berat badan yang kurang.
lahirnya kurang gitu loh 7 bulan lahir trus berat cuman 2 kg mba (P419).
4.3 Pembahasan
4.3.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kondisi Balita Stunting Faktor – faktor yang mempengaruhi kondisi balita stunting di Kelurahan Sidorejo Kidul adalah faktor pemenuhan nutrisi masa kehamilan (Asupan makanan) dan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan faktor secara langsung dan untuk faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung yaitu pola asuh dan status
(15)
ekonomi. ASI ekslusif dan makanan pendamping ASI (MP-ASI), kelengkapan imunisasi faktor pemungkin yang bisa mempengaruhi balita menjadi stunting. Faktor – faktor tersebut memiliki pengaruh terhadap kondisi stunting yang dialami oleh 4 balita di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul yang mewakili total balita yang berstatus stunting.
4.3.1.1 Faktor Secara Langsung
Faktor pemenuhan nutrisi masa kehamilan (asupan makanan) dimana faktor ini merupakan faktor langsung yang terjadi pada balita stunting dimiliki oleh 3 partisipan yang berada di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul. Faktor pemenuhan nutrisi masa kehamilan memiliki pengaruh pada kondisi stunting balita di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul dikarenakan pemenuhan nutrisi masa kehamilan pada ketiga partisipan masih sangat kurang. Ketiga partisipan ini, pada masa kehamilan mereka masih kurang dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi dikarenakan mereka lebih mengikuti keinginan untuk makan makanan yang mereka inginkan daripada makan makanan yang bergizi bagi ibu maupun bayi. Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Sistiarani (2008) bahwa semakin buruk gizi ibu selama masa kehamilan maka semakin kurang berat dan panjang bayinya.
(16)
Salah satu partisipan (P1) mengalami penurunan berat badan sebanyak 15 kg. Sebelum hamil memiliki berat badan 70 kg dan mengalami penurunan berat badan pada masa kehamilannya yaitu 55 kg. Dalam artikel yang ditulis oleh Sri Mintarsih (2008) bahwa wanita hamil sangat penting untuk selalu memantau peningkatan berat badan dan nutrisi selama kehamilan karena merupakan indikator pertumbuhan dan perkembangan janin dan juga penting untuk persiapan menyusui. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa apabila berat badan sudah berlebih sebelum kehamilan, maka kenaikan berat badan antara 7,5-12 kg. Selain itu, pada trimester pertama pada P1 selalu mengkonsumsi kopi untuk menghilangkan rasa mual dan muntah. Alasan yang diungkapkan oleh salah satu partisipan (P1) tersebut seharusnya dihindari, sesuai dengan artikel yang dinyatakan oleh Sri Mintarsih (2008) bawah minuman yang mengandung cafein seperti kopi dapat mempengaruhi berat badan lahir rendah pada bayi, keguguran dan juga cafein dapat mengurangi penyerapan zat besi dalam tubuh.
Faktor kedua yang terjadi secara langsung di Kelurahan Sidorejo Kidul adalah berat badan lahir rendah yang dialami oleh balita di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul. Berat badan lahir rendah disebabkan karena faktor yang lainnya, seperti
(17)
pemenuhan nutrisi pada masa kehamilan. Faktor ini dapat mempengaruhi balita menjadi stunting. Seperti pada P1 dan P4 yang menyatakan adanya kondisi berat badan lahir rendah pada balita mereka. Kondisi berat badan lahir rendah ada dikarenakan kurangnya pemenuhan nutrisi pada balita selama dalam kandungan.
Pada P1 menyatakan bahwa ketika lahir berat badan anaknya hanya 2,4 kg dan terdiagnosa anak tersebut mengalami mikrosefalus. Mikrosefalus merupakan gangguan pertumbuhan tulang tengkorak sehingga kepala berukuran kecil. Kepala berukuran kecil karena pertumbuhan tulang tengkorak pada masa bayi mengalami kekurangan kalsium. Anak dengan gangguan mikrosefalus akan mengalami gangguan terhadap perkembangan otak, sehingga kemampuan masing-masing bagian otak juga tidak sempurna, ini akan berpengaruh pada kemampuan motorik pada anak dan kemampuan lainya. Pada anak P1 ini karena terdiagnosa mengalami mikrosefalus sehingga perkembangan fisik anak P1 menjadi lambat.
Sedangkan pada P4 melahirkan anaknya pada usia kandungan masih berusia 7 bulan dan anak tersebut memiliki berat badan yang kurang yaitu 2 kg. Kemungkinan hal ini
(18)
terjadi dikarenakan usia ibu saat mengandung sudah melampaui batas usia normal wanita mengandung. World Health Organisation (WHO) merekomendasikan untuk usia yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalaninan adalah 20-30 tahun. Akan tetapi mengingat kemajuan teknologi saat ini, usia 35 tahun masih diperbolehkan untuk hamil. Namun, usia menjalani kehamilan dan persalaninan 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi. Kehamilan pada usia ini masih bisa diterima akan tetapi kondisi tubuh dan kesehatan wanita yang bersangkutan dalam keadaan baik termasuk gizinya. Saat ini angka kematian ibu dan bayi meningkat. Sehingga tidak dianjurkan menjalani kehamilan diatas usia 40 tahun. Pada P4 usia saat mengandung yaitu berusia 43 tahun.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sistiarani (2008), bahwa umur yang terlalu lanjut lebih dari 34 tahun merupakan kehamilan resiko tinggi. Pada umur 34 tahun ke atas endometrium yang kurang subur serta memperbesar kemungkinan untuk menderita kalainan konginetal, sehingga dapat berakibat terhadap kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin dan beresiko untuk mengalami kelahiran berat badan lahir rendah. Faktor yang saling berpengaruh menyebabkan stunting ini juga
(19)
sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Rahayu dan Sofyaningsih (2011), mengenai faktor berat badan lahir rendah dan panjang badan yang kurang memiliki hubungan yang signifikan terjadi stunting pada balita usia 6-12 bulan.
4.3.1.2 Faktor Secara Tidak Langsung
Faktor yang mempengaruhi kondisi balita stunting secara tidak langsung di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul adalah pola asuh yang kurang tepat. Faktor ini memiliki keterkaitan dengan faktor- faktor sebelumnya. Seperti bagaimana keluarga memberikan asupan nutrisi dan juga pemberian ASI ekslusif ataupun makanan pendamping ASI (MP-ASI). Sehingga kondisi balita tidak akan dapat mengalami tumbuh kembang yang maksimal. Sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Renyoet dkk (2012) menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis univariat dengan menggunakan uji chi-Square diperoleh hasil yang menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan ibu terhadap anak dalam praktek pemberian makanan, persiapan dan penyimpanan dengan pertumbuhan panjang badan anak dengan kejadian stunting di kecamatan Tallo, Makassar. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Husaini (2000), menyatakan bahwa peran keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak akan
(20)
menentukan tumbuh kembang anak. Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Picauly dan Toy (2013) menunjukan bahwa ibu dengan pola asuh kurang, rentan mengalami stunting.
Dari hasil penelitian P4 memberikan perhatian yang kurang sesuai dngan kebutuhan anak, seharusnya pemenuhan nutrisi yang dimaksud adalah pemberian makanan ataupun minuman yang bergizi. Namun yang diberikan hanyalah makanan ataupun minuman yang tidak mengandung nutrisi yang baik, hanya makanan ringan yang diinginkan anaknya yang diberikan oleh P4.
Faktor kedua yang terjadi secara tidak lansung adalah faktor status ekonomi. Faktor ini juga memiliki keterkaitan dengan bagaimana keluarga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi maupun bagaimana keluarga dapat memberikan pola asuh yang sesuai dengan kondisi balita. Sehingga dapat mempengaruhi balita menjadi stunting. Dua dari partisipan yang memiliki balita dengan stunting mengungkapkan bahwa faktor status ekonomi sangat mempengaruhi bagaimana mereka dapat memberikan makanan, minuman, maupun perlengkapan yang seharusnya dimiliki oleh anak yang mengalami stunting ataupun untuk mencegah terjadinya
(21)
stunting. Namun karena sebagaian dari partisipan berada pada status ekonomi yang kurang, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk memberikan asupan nutrisi yang tepat, pemberian asi ekslusif ataupun makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan kurangnya kelengkapan imunisasi. Namun pada salah satu partisipan (P2) masih lebih baik dibandingkan dengan P4. Kondisi yang demikian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2013) yang menyatakan bahwa faktor status ekonomi keluarga yang rendah merupakan faktor resiko kejadian stunting pada balita usia 2-3 tahun.
Faktor ASI ekslusif dan MP-ASI bukan merupakan faktor utama tetapi merupakan faktor pendukung yang mempengaruhi kondisi stunting pada balita di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul. Pemberian ASI eksklusif yang seharusnya dapat memberikan banyak manfaat bagi tumbuh kembang balita, namun apabila ASI tidak diberikan dengan seharusnya, maka akan menimbulkan gangguan pada balita. Seperti pada P2 yang memiliki balita dengan stunting, menyatakan bahwa partisipan sebagai ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada An. R dikarenakan ASI dari partisipan tidak keluar sejak An. R lahir dan An.R hanya diberikan susu formula dan bubur sebagai makan pendamping.
(22)
Menurut Roesli (2000), menyatakan bahwa ASI ekslusif adalah bayi yang hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa makanan tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Selain itu, manfaat ASI ekslusif bagi bayi yaitu sebagai sumber gizi, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kecerdasan bagi bayi dan meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi dan ASI tersebut hanya diberikan selama 6 bulan pertama kelahirannya. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Winny dan Nova (2014), dimana hasil penelitian mereka menunjukan bahwa balita yang tidak mendapat ASI ekslusif mempunyai kemungkinan 2 kali beresiko untuk menjadi stunting dibandingkan dengan balita yang mendapat ASI ekslusif.
Faktor pendukung lainya yang mempengaruhi kondisi balita stunting di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul adalah kurangnya kelengkapan imunisasi yang diberikan orang tua kepada balita mereka. Imunisasi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya berbagai macam gangguan penyakit ataupun serangan virus memang penting diberikan pada balita, seperti yang nyatakan oleh Picauly dan Toy (2013), Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukan sesuatu kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang
(23)
mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi dasar diberikan pada awal bayi baru lahir sampai usia 1 tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Departemen Kesehatan RI, 2005). Namun apabila tidak diberikan sesuai dengan yang seharusnya, maka dapat mempengaruhi keadaan stunting pada balita. Seperti pada P4 yang menyatakan bahwa P4 tidak mengetahui pentingnya pemenuhan imunisasi pada balita, selain itu juga pihak kader posyandu membenarkan bahwa partisipan 4 baru mulai mengikuti posyandu ketika anak sudah berusia 2 tahun. Sehingga ada beberapa imunisasi yang tidak diberikan. Penelitian yang dilakukan Picauly dan Toy (2013) menunjukan bahwa anak yang tidak memilik riwayat imunisasi memiliki peluang mengalami stunting.
Sedangkan faktor fasilitas pelayanan kesehatan, penyakit infeksi, jumlah anggota keluarga, dan pekerjaan ibu tidak ditemukan dalam penelitian ini. Meskipun keempat faktor tersebut terdapat dalam penelitian sebelumnya seperti pada penelitian oleh Wigoyowati (2012) mendapatkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan dapat memicu terjadinya kejadian stunting di Papua Barat dikarenakan didaerah tersebut terdapat fasilitas pelayanan kesehatan akan tetapi terdapat kendala pada masalah georafis sehingga akses pelayanan kesehatan masih sangat rendah. Sedangkan pada Kelurahan Sidorejo Kidul terdapat fasilitas
(24)
kesehatan yang dapat dijangkau dan juga terdapat beberapa bantuan dari pihak puskesmas maupun pemerintah kota Salatiga sehingga faktor pelayanan kesehatan tidak berpengaruh terhadap kondisi balita stunting di Kelurahan Sidorejo Kidul.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fikadu, dkk (2014) jumlah anggota keluarga dan pekerjan ibu dapat mempengaruhi balita stunting. Jumlah anggota kelurga yang banyak, 4 kali lebih mungkin terjadi balita menjadi stunting dibandingkan mereka dengan jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit. Sedangkan pekerjaan ibu sebagai pedagang dan petani akan lebih mungkin menjadi stunting dibandingkan dengan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Jumlah anggota keluarga, pekerjaan ibu dan penyakit infeksi tidak termasuk faktor yang mempengaruhi balita stunting di Kelurahan Sidorejo Kidul Salatiga, karena jumlah anggota kelurga yang menjadi partisipan berjumlah 3-5 orang dan semua partisipan bekerja sebagai ibu rumah tangga dan anak dari partisipan tidak ada yang mengalami penyakit infeksi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Claudia (2014), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada balita usia 13-36 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado. Hal tersebut dikarenakan
(25)
banyak balita yang menderita penyakit infeksi dalam hal ini infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPA).
Peran perawat dalam keperawatan anak memiliki peran dan fungsi sebagai perawat anak yaitu pemberi perawatan, sebagai advocat keluarga, pencegahan penyakit, pendidikan, konseling, kolaborasi, pengambilan keputusan etnik, dan sebagai seorang peneliti. Peran utama seorang perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan anak, sebagai perawat anak, dan pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar anak seperti kebutuhan asuh, asah dan asih (Hidayat, 2009). Peran sebagai perawat terkait balita yang mengalami stunting yaitu perawat harus proaktif dalam mengajarkan orang tua tentang nutrisi yang tepat bagi bayi, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat dan dewasa.
4.4 Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian, dari awal sampai akhir penelitian terhadap 4 partisipan, peneliti mengalami beberapa keterbatasan yaitu:
a) Jumlah pertisipan yang masih kurang, sehingga diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat menambah partisipan yang lebih banyak agar informasi yang didapatkan lebih akurat.
(26)
b) Dari teori faktor-faktor yang mempengaruhi balita stunting peneliti belum meneliti secara keseluruhan, sehingga bagi peneliti selanjutnya bisa melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang belum diteliti.
(1)
stunting. Namun karena sebagaian dari partisipan berada pada status ekonomi yang kurang, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk memberikan asupan nutrisi yang tepat, pemberian asi ekslusif ataupun makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan kurangnya kelengkapan imunisasi. Namun pada salah satu partisipan (P2) masih lebih baik dibandingkan dengan P4. Kondisi yang demikian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2013) yang menyatakan bahwa faktor status ekonomi keluarga yang rendah merupakan faktor resiko kejadian stunting pada balita usia 2-3 tahun.
Faktor ASI ekslusif dan MP-ASI bukan merupakan faktor utama tetapi merupakan faktor pendukung yang mempengaruhi kondisi stunting pada balita di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul. Pemberian ASI eksklusif yang seharusnya dapat memberikan banyak manfaat bagi tumbuh kembang balita, namun apabila ASI tidak diberikan dengan seharusnya, maka akan menimbulkan gangguan pada balita. Seperti pada P2 yang memiliki balita dengan stunting, menyatakan bahwa partisipan sebagai ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada An. R dikarenakan ASI dari partisipan tidak keluar sejak An. R lahir dan An.R hanya diberikan susu formula dan bubur sebagai makan pendamping.
(2)
Menurut Roesli (2000), menyatakan bahwa ASI ekslusif adalah bayi yang hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa makanan tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Selain itu, manfaat ASI ekslusif bagi bayi yaitu sebagai sumber gizi, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kecerdasan bagi bayi dan meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi dan ASI tersebut hanya diberikan selama 6 bulan pertama kelahirannya. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Winny dan Nova (2014), dimana hasil penelitian mereka menunjukan bahwa balita yang tidak mendapat ASI ekslusif mempunyai kemungkinan 2 kali beresiko untuk menjadi stunting dibandingkan dengan balita yang mendapat ASI ekslusif.
Faktor pendukung lainya yang mempengaruhi kondisi balita stunting di wilayah Kelurahan Sidorejo Kidul adalah kurangnya kelengkapan imunisasi yang diberikan orang tua kepada balita mereka. Imunisasi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya berbagai macam gangguan penyakit ataupun serangan virus memang penting diberikan pada balita, seperti yang nyatakan oleh Picauly dan Toy (2013), Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukan sesuatu kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang
(3)
mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi dasar diberikan pada awal bayi baru lahir sampai usia 1 tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Departemen Kesehatan RI, 2005). Namun apabila tidak diberikan sesuai dengan yang seharusnya, maka dapat mempengaruhi keadaan stunting pada balita. Seperti pada P4 yang menyatakan bahwa P4 tidak mengetahui pentingnya pemenuhan imunisasi pada balita, selain itu juga pihak kader posyandu membenarkan bahwa partisipan 4 baru mulai mengikuti posyandu ketika anak sudah berusia 2 tahun. Sehingga ada beberapa imunisasi yang tidak diberikan. Penelitian yang dilakukan Picauly dan Toy (2013) menunjukan bahwa anak yang tidak memilik riwayat imunisasi memiliki peluang mengalami stunting.
Sedangkan faktor fasilitas pelayanan kesehatan, penyakit infeksi, jumlah anggota keluarga, dan pekerjaan ibu tidak ditemukan dalam penelitian ini. Meskipun keempat faktor tersebut terdapat dalam penelitian sebelumnya seperti pada penelitian oleh Wigoyowati (2012) mendapatkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan dapat memicu terjadinya kejadian stunting di Papua Barat dikarenakan didaerah tersebut terdapat fasilitas pelayanan kesehatan akan tetapi terdapat kendala pada masalah georafis sehingga akses pelayanan kesehatan masih sangat rendah. Sedangkan pada Kelurahan Sidorejo Kidul terdapat fasilitas
(4)
kesehatan yang dapat dijangkau dan juga terdapat beberapa bantuan dari pihak puskesmas maupun pemerintah kota Salatiga sehingga faktor pelayanan kesehatan tidak berpengaruh terhadap kondisi balita stunting di Kelurahan Sidorejo Kidul.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fikadu, dkk (2014) jumlah anggota keluarga dan pekerjan ibu dapat mempengaruhi balita stunting. Jumlah anggota kelurga yang banyak, 4 kali lebih mungkin terjadi balita menjadi stunting dibandingkan mereka dengan jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit. Sedangkan pekerjaan ibu sebagai pedagang dan petani akan lebih mungkin menjadi stunting dibandingkan dengan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Jumlah anggota keluarga, pekerjaan ibu dan penyakit infeksi tidak termasuk faktor yang mempengaruhi balita stunting di Kelurahan Sidorejo Kidul Salatiga, karena jumlah anggota kelurga yang menjadi partisipan berjumlah 3-5 orang dan semua partisipan bekerja sebagai ibu rumah tangga dan anak dari partisipan tidak ada yang mengalami penyakit infeksi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Claudia (2014), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada balita usia 13-36 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado. Hal tersebut dikarenakan
(5)
banyak balita yang menderita penyakit infeksi dalam hal ini infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPA).
Peran perawat dalam keperawatan anak memiliki peran dan fungsi sebagai perawat anak yaitu pemberi perawatan, sebagai advocat keluarga, pencegahan penyakit, pendidikan, konseling, kolaborasi, pengambilan keputusan etnik, dan sebagai seorang peneliti. Peran utama seorang perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan anak, sebagai perawat anak, dan pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar anak seperti kebutuhan asuh, asah dan asih (Hidayat, 2009). Peran sebagai perawat terkait balita yang mengalami stunting yaitu perawat harus proaktif dalam mengajarkan orang tua tentang nutrisi yang tepat bagi bayi, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat dan dewasa.
4.4 Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian, dari awal sampai akhir penelitian terhadap 4 partisipan, peneliti mengalami beberapa keterbatasan yaitu:
a) Jumlah pertisipan yang masih kurang, sehingga diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat menambah partisipan yang lebih banyak agar informasi yang didapatkan lebih akurat.
(6)
b) Dari teori faktor-faktor yang mempengaruhi balita stunting peneliti belum meneliti secara keseluruhan, sehingga bagi peneliti selanjutnya bisa melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang belum diteliti.