2.2 Kejadian Brucellosis di Indonesia
Kejadian infeksi brucellosis meluas hingga seluruh dunia, sekarang ini terutama pada negara-negara berkembang. Akan tetapi, kasus brucellosis dapat
menjadi sangat umum di negara yang program pengendalian penyakit hewannya belum dapat mengurangi jumlah penyakit antar hewan. Negara-negara ini
biasanya tidak memiliki program kesehatan hewan domestik dan kesehatan masyarakat yang efektif dan sesuai standar Karimuribo, et al, 2007; Aulakh, et
al., 2008; Widiasih dan Budiharta, 2012. Di Indonesia, secara serologi penyakit brucellosis dikenal pertama kali pada
tahun 1935, ditemukan pada sapi perah di Grati-Pasuruan, Jawa Timur. Kuman Brucella abortus berhasil diisolasi pada tahun 1938. Pada tahun 1940 brucellosis
dilaporkan muncul di Sumatera Utara dan Aceh, dikenal dengan sebutan sakit sane radang sendi atau sakit burut radang testis. Tingginya angka prevalensi
brucellosis pada ternak di Indonesia mencapai angka 40 dan menyebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Data Direktorat Jenderal Peternakan di tahun
2000 menyebutkan bahwa kerugian ekonomi industri peternakan sapi akibat brucellosis mencapai 138,5 milyar rupiah setiap tahun meskipun angka
mortalitasnya relatif kecil Noor, 2006.
2.3 Kejadian Brucellosis di Sulawesi Selatan
Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari 24 kabupaten kota dengan luas wilayah 62.482,54 kmĀ² dan populasi sapi sebanyak 1.152.053 ekor pada data
sensus ternak tahun 2012. Jumlah sapi potong Provinsi Sulawesi Selatan berada di
urutan ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan populasi 983.985 ekor, dimana rata-rata kenaikan populasi 12,83 lebih tinggi dari rata-rata nasional
yang hanya sebesar 6,4. Hal ini membuktikan bahwa potensi Sulawesi Selatan sangat tinggi untuk mensukseskan program swasembada daging. Kejadian
brucellosis di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami penurunan secara signifikan namun jumlah kasus masih cukup tinggi, dimana pada tahun 2012 saja terdapat
684 kasus Noor, 2006. Target untuk membebaskan Provinsi Sulawesi Selatan dari brucellosis
merupakan prioritas yang tidak bisa ditunda lagi, sehingga diperlukan terobosan penelitian terkait seroprevalensi brucellosis dengan metode diagnosis yang lebih
baik agar hasilnya benar-benar akurat dan data yang diperoleh merupakan data yang sahih sebagai dasar langkah penanggulangan lebih lanjut.
2.4 Diagnosis Brucellosis