Faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan

(1)

ADOPSI PETERNAK SAPI PERAH TENTANG

TEKNOLOGI BIOGAS DI KABUPATEN ENREKANG

SULAWESI SELATAN

YUSRIADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Peternak Sapi Perah tentang Teknologi Biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2011

Yusriadi I 351080061


(3)

Technology by Dairy Farmer in Enrekang Regency, South Sulawesi. Under the direction of AMRI JAHI, RICHARD W.E. LUMINTANG DAN SUHUT SIMAMORA

This study analysed factors associated with adoption of biogas technology amongst dairy farmers. There were 39 dairy cattle farmers in Enrekang Regency, South Sulawesi that had adopted tha biogas technology as research samples. Data were analysed by multiple correlation procedure using the excel 2007 program. Research results showed that factors related to adoption of biogas technology were age, education, income, experience, number of livestocks owned, number of family, contact with famers, contact with extension agent, the distance of digester the kitchen, ability to obtains information, time has of first knowing the biogas to adoption, farmers motivation, perception, and attitudes. The multiple correlation coefficeants of famers characteristics to their perception, attitudes, and adoption were 0.69, 0.61, 0.57 respectively. Coefficeants of determination of the farmers characteristics, perceptions and attitudes on the adoption of biogas technology was 0,38.


(4)

Peternak Sapi Perah tentang Teknologi Biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh AMRI JAHI, RICHARD W.E. LUMINTANG DAN SUHUT SIMAMORA

Tujuan penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan dan mengetahui hubungan faktor-faktor tersebut. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dalam pengembangan teknologi biogas, bahan masukan kepada pihak yang terkait, khususnya Dinas Peternakan dan Pertanian serta Dinas Pertambangan yang selama ini membantu peternak dalam pemanfaatan limbah ternak.

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Enrekang yang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki populasi ternak perah terbesar di Sulawesi Selatan, dengan populasi ternak perah kurang lebih 1500 ekor. Unit analisis adalah peternak sapi perah yang telah menggunakan biogas sebanyak 53 orang. Dengan menggunakan rumus Slovin, maka secara proporsional dapat ditentukan ukuran sampel peternak sebesar 39 responden. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dan pengisian kuesioner. Data diambil dari sampel dengan tujuan untuk membuat generalisasi dari observasi yang dilakukan, sehingga perlu mempertimbangkan teknik pengumpulan data secara benar. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data skunder baik itu data kualitatif maupun data kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang disajikan bukan dalam bentuk angka, seperti jenis kelamin, agama, status dan lain-lain sebagainya, sedangkan data kuantitatif diperoleh dalam bentuk mentah dari kuesioner dan catatan. Realibilitas instrument yang diperoleh melalui Cronbach Alpha. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Mei 2010. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan prosedur korelasi ganda dengan program excel 2007.

Hubungan karakteristik peternak yaitu umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, besarnya keluarga, partisipasi, kontak dengan penyuluh, jarak instalasi biogas ke dapur, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu peternak tahu sampai menggunakan biogas, motivasi, persepsi dan sikap peternak tentang teknologi biogas, diuji dengan prosedur korelasi ganda dengan rumus berikut: R2 = r’yx . rxx . rxy

Hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,69. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak akan meningkatkan persepsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,69 satuan. Pengaruh peubah tersebut secara bersama-sama pada persepsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,48 atau 48 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor-faktor lain yang tidak diteliti pada persepsi peternak tentang teknologi biogas mencapai 52 persen.

.

Hubungan karakteristik peternak dengan sikapnya tentang teknologi biogas ialah 0,61. Hal ini berarti bahwa peningkatan satu satuan karakteristik peternak akan meningkatkan sikap peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,61 satuan.


(5)

sikap peternak yang tidak diamati dalam penelitian ini.

Hubungan karakteristik peternak dengan adopsi teknologi biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan ialah 0,57. Hal ini menunjukkan setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak, akan meningkatkan adopsi teknologi biogas sebesar 0,57 satuan. Secara bersama-sama karakteristik peternak berpengaruh pada adopsi teknologi biogas sebesar 0,32 atau 32 persen. Selebihnya tabel tersebut menunjukkan bahwa pengaruh faktor-faktor lain pada adopsi teknologi biogas mencapai 68 persen.

Hubungan karakteristik, persepsi dan sikap peternak secara bersama-sama berhubungan pada adopsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,62. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak, persepsi peternak dan sikap peternak akan meningkatkan adopsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,62 satuan. Secara bersama-sama peubah tersebut berpengaruh pada adopsi peternak tentang teknologi biogas 0,38 atau 38 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor-faktor lain pada adopsi peternak tentang teknologi biogas mencapai 62 persen.

Kata kunci: Peternak Sapi Perah, Adopsi Teknologi Biogas


(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

ADOPSI PETERNAK SAPI PERAH TENTANG

TEKNOLOGI BIOGAS DI KABUPATEN ENREKANG

SULAWESI SELATAN

YUSRIADI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

Nama : Yusriadi

NIM : I351080061

Disetujui: Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc

Anggota

Ir. Richard W.E. Lumintang, M.SEA

Anggota

Ir. Suhut Simamora, MS

Diketahui Ketua Program Studi/Mayor

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.Si


(10)

limpahan rahmat karunia-Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul “faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan” dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc, selaku ketua komisi pembimbing, Ir. Richard W.E Lumintang, MSEA, dan Ir. Suhut Simamora, MS sebagai pembimbing anggota serta Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc, selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan maupun saran demi kesempurnaan tesis ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta dan saudara serta semua keluarga atas do’a restunya dan dengan tulus telah memberikan dukungan moril maupun materil. Terima kasih juga untuk Program Mayor Penyuluhan Pembangunan Fakultas Ekologi Manusia Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan izin serta memfasilitasi penulisan dalam penyusunan tesis ini, serta rekan mahasiswa PPN 2008 dan semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasama dan memberikan banyak bantuan dan masukan.

Demikian tesis ini disusun, semoga dapat bermanfaat dalam pengembangan penyuluhan di Indonesia terutama pengembangan teknologi biogas khususnya di Sulawesi Selatan.

Bogor, Januari 2011 Hormat Kami


(11)

Penulis lahir di Soppeng pada tanggal 13 Januari 1983 dari pasangan H. Muhammati dan Hj. A. Hajang. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara.

Tahun 1996 lulus di SDN 201 Panangeang Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan, 1999 lulus di SMP Negeri I Lilirilau Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan, 2002 lulus di SMU Negeri I Lilirilau Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan, 2007 penulis memperoleh gelar sarjana di Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Tahun 2008 penulis melanjutkan Program Magister (S2) pada Institut Pertanian Bogor pada program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan.

Bogor, Januari 2011

Yusriadi I 351080061


(12)

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... . iv

PENDAHULUAN ... 1

Latarbelakang ... 1

Masalah Penelitian ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... ... 4

Definisi Istilah ... ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... . 7

Pengertian Biogas ... ... 7

Perkembangan Biogas ... ... 8

Manfaat Biogas ... ... 10

Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas ... ... 16

Keuntungan Ekonomi Menggunakan Biogas ... ... 17

Pengertian Adopsi ... ... 19

Derajat Pengadopsian ... ... 21

Teori dan Konsep Adopsi Teknologi Biogas ... ... 22

Komponen Terkait tentang Adopsi Teknologi Biogas ... 23

Karakteristik Peternak ... ... 27

Hubungan Karakteristik Peternak dengan Persepsi Peternak ... 34

Hubungan Karakteristik Peternak dengan Sikap Peternak ... 38

Hubungan Karakteristik Peternak dengan Adopsi Teknologi Biogas . 41 KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... ... 47

Kerangka Pikir ... 47

Hipotesis ... 49

METODE PENELITIAN... ... 50

Populasi dan Sampel ... 50

Disain Penelitian ... 53

Data dan Instrumentasi ... 54

Pengumpulan Data ... 63


(13)

Hasil Penelitian ... 64

Hipotesis 1 ... 64

Hipotesis 2 ... ... 65

Hipotesis 3 ... ... 66

Hipotesis 4 ... ... 67

Pembahasan ... ... 69

KESIMPULAN DAN SARAN……… 87

Kesimpulan ………….……… 87

Saran ……… 87

DAFTAR PUSTAKA……… 89


(14)

1. Komposisi gas yang terdapat dalam biogas ... 15 2. Populasi sapi perah dan jumlah pengguna teknologi biogas di

Kabupaten Enrekang ... 51 3. Peubah, sub peubah dan indikator yang akan diukur pada penelitian . 54 4. Nilai koefisien korelasi karakteristik dengan persepsi peternak

tentang teknologi biogas ... ... 64 5. Nilai koefisien korelasi karakteristik dengan sikap peternak tentang

teknologi biogas... ... 65 6. Nilai koefisien korelasi karakteristik dengan adopsi peternak tentang

teknologi biogas ... ... 66 7. Nilai koefisien korelasi karakteristik, persepsi, sikap dengan adopsi


(15)

1. Model pengembangan peternakan sapi perah skala rumah tangga … 11 2. Tahap pembentukan biogas ……… 14 3. Model instalasi biogas menggunakan plastik sebagai digester ……. 19 4. Hubungan antar peubah ……..……… 48 5. Peta Kabupaten Enrekang ……….. 52


(16)

1. Distribusi peternak sapi perah yang menggunakan teknologi biogas

Berdasarkan karakteristik peternak ... 95

2. Tabel korelasi ... 96

3. Korelasi karakteristik peternak dengan persepsi peternak ... 97

4. Korelasi karakteristik peternak dengan sikap peternak ... 99

5. Korelasi karakteristik peternak dengan adopsi peternak ... 101

6. Korelasi karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi peternak ... 103


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hasil utama dari usaha peternakan sapi perah yaitu susu dan anakan, di samping juga dihasilkan feses dan urin yang kontinu setiap hari. Pendapatan utama peternak diperoleh dari hasil pengolahan susu dan penjualan anakan. Sebagai pendapatan sampingan, feses yang dihasilkan setiap hari diolah menjadi pupuk organik. Selain itu, untuk memanfaatkan feses tersebut digunakan teknologi biogas yang dapat mengurai feses ternak menjadi gas. Teknologi biogas ialah teknologi tepat guna yang mudah digunakan oleh masyarakat dan dipraktekkan, termasuk membangun ruang (instalasi) kedap udara tempat penguraian bahan-bahan organik (kotoran ternak).

Kabupaten Enrekang merupakan salah satu sentra sapi perah di Sulawesi Selatan. Ternak perah sudah ada sejak lama di Kabupaten Enrekang. Ternak perah sangat cepat berkembang, karena Kabupaten Enrekang merupakan daerah pegunungan dan memiliki lahan yang luas untuk menanam pakan ternak. Selain itu, salah satu makanan khas masyarakat di Kabupaten Enrekang berbahan dasar susu yaitu dangke.

Populasi ternak perah di Kabupaten Enrekang sebanyak 1100 ekor yang tersebar di beberapa Kecamatan. Jika satu ekor sapi perah menghasilkan feses antara 25 – 35 kg/hari, maka jumlah feses yang dihasilkan seluruh ternak perah setiap hari di Kabupaten Enrekang mencapai 27,5 – 37,5 ton/hari. Jumlah tersebut akan bertambah terus mengingat populasi sapi perah di Kabupaten Enrekang semakin besar. Satu kilogram kotoran ternak dapat menghasilkan 60 liter biogas. Oleh karen itu, jika semua feses ternak sapi perah yang dihasilkan setiap hari di Kabupaten Enrekang diolah menjadi biogas, maka akan diperoleh kurang lebih 1.650.000 liter biogas atau 1.650 m3 biogas/hari. Memasak selama satu jam membutuhkan kurang lebih 500 liter biogas, jadi potensi feses tersebut dapat digunakan memasak selama 3300 jam dan jika setiap keluarga memasak selama


(18)

tiga sampai empat jam/hari, maka potensi biogas itu dapat digunakan oleh 1100 keluarga/hari.

Feses ternak perah yang diolah dengan benar akan memberikan keuntungan bagi peternak. Contohnya, pengolahan feses menjadi pupuk organik dan pemanfaatan feses untuk biogas. Teknologi biogas merupakan teknologi yang memanfaatkan feses ternak menjadi gas. Gas hasil biogas terbentuk dari proses fermentasi feses ternak yang dicampur dengan air dan disimpan pada kondisi kedap udara. Gas yang dihasilkan dapat terbakar sehingga cocok digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak. Feses ternak jika dibiarkan menumpuk akan menimbulkan banyak masalah seperti; bau yang tidak sedap, sumber penyakit, dan jika dibuang ke sungai akan menimbulkan pencemaran lingkungan, serta membuat lingkungan sekitar kandang menjadi kotor.

Pemerintah mencoba memperkenalkan teknologi biogas untuk membantu peternak dalam mengolah limbah peternakan. Biogas merupakan teknologi sederhana yang sudah ada sejak lama dan digunakan untuk memfermentasikan feses menjadi gas. Di Indonesia, biogas sudah ada sejak 1970-an. Beberapa kelebihan jika menggunakan teknologi biogas dibanding menggunakan minyak tanah, LPG, atau kayu bakar, diantaranya mengubah feses menjadi energi, mengurangi pencemaran lingkungan, menjaga kesehatan masyarakat yang ada di sekitar peternakan, pembuatannya relatif mudah, biaya relatif murah, alat-alat dan bahan dasarnya mudah diperoleh, mengurangi pengeluaran rumah tangga dan limbah biogas dapat digunakan sebagai pupuk cair dan pupuk padat.

Di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan, ada sekitar 242 orang yang mengelola usaha peternakan sapi perah. Semua tersebar di beberapa kecamatan. Kepemilikan rata-rata sapi perah di Kabupaten Enrekang antara 2 – 10 ekor. Feses yang dihasilkan oleh dua ekor dapat menghasilkan biogas untuk memasak kebutuhan sebuah keluarga. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan peternak dalam menggunakan teknologi biogas, menjadi kendala yang menghambat diadopsinya biogas di kalangan peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang.


(19)

Masalah Penelitian

Biogas merupakan teknologi lama yang telah banyak dikembangkan di Kabupaten Enrekang. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan peternak tentang teknologi biogas menjadi salah satu faktor penyebab teknologi ini belum berkembang.

Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Faktor apakah yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan?

2. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan?

3. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan sikap peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan?

4. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan?

5. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan persepsi, sikap dan adopsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa alasan untuk menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi teknologi biogas di kalangan peternak sapi perah. Adopsi merupakan proses pengambilan keputusan yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor.

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 2. Menentukan hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak

tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

3. Menentukan hubungan karakteristik peternak dengan sikap peternak pada teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.


(20)

4. Menentukan hubungan karakteristik peternak dengan adopsi teknologi oleh peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 5. Menentukan hubungan bersama karakteristik, persepsi dan sikap peternak

dengan adopsi teknologi biogas peternak di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan informasi kepada orang lain terutama dinas-dinas atau instansi pemerintahan terutama yang ada di Kabupaten Enrekang dan Sulawesi Selatan umumnya.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:

1. Bahan informasi dalam pengembangan teknologi biogas, sehingga dalam pengembangannya dapat diketahui faktor-faktor yang selama ini mempengaruhi peternak sapi perah dalam mengadopsi teknologi Biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan

2. Bahan masukan kepada pihak yang terkait, khususnya Dinas Peternakan dan Pertanian serta Dinas Pertambangan yang selama ini membantu peternak dalam pemanfaatan limbah ternak. Sehingga feses yang selama ini tidak dimanfaatkan dapat memberikan nilai tambah bagi peternak sapi perah.

3. Bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, sehingga biogas tidak hanya memanfaatkan feses ternak, tetapi juga memanfaatkan limbah rumah tangga dan pertanian untuk biogas, khususnya di Kabupaten Enrekang dan Sulawesi Selatan pada umunya.


(21)

Definisi Istilah

Definisi istilah di bawah untuk memberikan suatu batasan tentang konsep yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini diharapkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi teknologi biogas oleh peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Faktor tersebut ialah sebagai berikut:

Karakteristik peternak (X1)

Karakteristik peternak ialah bagian dari individu peternak yang mendasari tingkah laku peternak, faktor ini terdiri dari:

1. Umur adalah jumlah tahun yang dihitung sejak peternak lahir sampai ke tahun terdekat pada saat pengamatan dilakukan.

2. Pendidikan adalah jumlah tahun pendidikan yang ditempuh peternak.

3. Pendapatan adalah besarnya penghasilan yang diterima peternak dalam sebulan, yang dihitung dalam rupiah.

4. Motivasi adalah jumlah skor keinginan yang mendorong peternak untuk menggunakan biogas.

5. Pengalaman beternak adalah jumlah tahun peternak menjalankan usaha peternaknnya.

6. Jumlah kepemilikan ternak adalah jumlah satuan ternak (ST) sapi perah seorang peternak.

7. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang masih tinggal dalam satu rumah.

8. Intensitas kontak dengan kelompok adalah banyaknya pertemuan kelompok yang dihadiri peternak dalam tiga bulan terakhir.

9. Intensitas kontak dengan penyuluh adalah frekuensi peternak bertemu dengan penyuluh biogas dalam tiga bulan terakhir.

10.Jarak instalasi biogas ke dapur peternak adalah jarak antara instalasi biogas (khususnya penampung feses) dengan dapur peternak, (dalam meter).


(22)

Persepsi Peternak Pada Teknologi Biogas (X2)

Persepsi ialah skor pemahaman peternak tentang teknologi biogas, yang meliputi:

1. Keuntungan relatif adalah apakah biogas lebih menguntungkan dibanding minyak tanah, LPG, bensin, dan kayu bakar.

2. Kompatibilitas adalah kesesuaian teknologi biogas dengan peternak lain. 3. Kompleksitas adalah tingkat kerumitan teknologi biogas.

4. Trialibilitas adalah kemudahan teknologi biogas untuk dicoba dalam skala kecil.

5. Observabilitas adalah hasil dari teknologi biogas dapat diamati. Sikap Peternak Pada Teknologi Biogas (X3)

Sikap ialah skor yang menafsirkan kecendrungan peternak bertingkahlaku dalam mengadopsi teknologi biogas, yang terdiri dari:

1. Aspek kognisi merupakan kepercayaan individu mengenai teknologi biogas. 2. Aspek afeksi merupakan perasaan individu terhadap teknologi biogas.

3. Aspek konasi menunjukkan bagaimana kecenderungan bertingkahlaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan teknologi biogas.

Adopsi Teknologi Biogas (Y)

Adopsi teknologi biogas oleh peternak sapi perah yaitu akor atau adopsi biogas oleh peternak sapi perah yang menggunakan teknologi setiap hari.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Biogas Pengertian Biogas

Biogas (gas bio) merupakan gas yang timbul dari hasil fermentasi bahan-bahan organik seperti, kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah direndam di dalam air dan disimpan di dalam tempat yang tertutup atau anaerob. Biogas ini sebenarnya dapat juga terjadi pada kondisi alami, namun untuk mempercepat dan menampung gas ini, maka diperlukan alat yang memenuhi syarat terbentuknya gas ini (Setiawan, 2007:35).

Hambali et al. (2007:52) menyatakan bahwa biogas didefinisikan sebagai

gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik (seperti, kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayuran) difermentasikan atau mengalami proses metanisasi.

Limbah yang selama ini tidak diolah dan dibiarkan menumpuk baik itu limbah pertanian, peternakan, dan limbah agro industri ternyata dapat menghasilkan suatu hal yang berguna. Contohnya, feses ternak yang selama ini hanya dipandang sebagai kotoran yang tidak bernilai. Ternyata dapat bermanfaat setelah diolah, tidak terlalu sulit untuk mengubah bahan tersebut menjadi gas, hanya mencampurkan bahan tersebut dengan air dan didiamkan dalam ruang hampa udara.

Kotoran ternak atau limbah organik lainnya jika di masukkan dalam

digester (tangki pengurai)dalam beberapa hari akan mengalami proses fermentasi dan terbentuklah gas. Contohnya biogas yang digunakan sekarang kebanyakan memanfaatkan feses ternak sebagai bahan bakunya, selain itu ada juga yang menggunakan dari limbah pertanian dari pabrik. Hampir sama yang disampaikan Shiddiq (2009) bahwa biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses pembusukan limbah organik (dari mahluk hidup) dengan bantuan bakteri dalam

keadaan anaerob. Limbah organik ini dapat berupa kotoran manusia, kotoran


(24)

Menurut Simamora et al. (2006:12) bahwa biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar merupakan metan dan karbon dioksida dan proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan.

Feses ternak yang dimasukkan dalam tangki pengurai (digester) akan

mengalami pembusukan sehingga terbentuk gas yang mengandung metan, karbondioksida, hydrogen, nitrogen dan oksigen. Demikian juga halnya dengan pendapat Said (2007:1) menyatakan bahwa biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan biologis atau organik oleh organisme kecil pada kondisi tanpa oksigen (anaerob). Artikel yang dikutip Departemen Pertanian (2009:3) menjelaskan bahwan “biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob”.

Teknologinya biogas merupakan teknologi sederhana yang memanfaatkan limbah yang tidak berguna lagi dengan proses penguraian. Kedua artikel diatas menjelaskan bahwa penguraian bahan organik secara anaerobik. Gas yang terbentuk akibat adanya proses fermentasi bahan-bahan organik yang diantaranya, kotoran manusia, kotoran hewan, atau limbah pertanian maupun limbah rumah

tangga dan gas yang dihasilkan adalah sebagian gas metane.

Perkembangan Biogas

Gas metan sudah lama digunakan oleh bangsa Mesir, China dan Romawi kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil kalori. Proses fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta (1776). Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada tahun 1806. Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan metan (Nandiyanto dan Fikri, 2006)

Sejak dulu, gas sudah ditemukan oleh manusia, gas yang selama ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari diperoleh dari proses penguraian organisme atau yang sudah mati jutaan tahun yang lalu. Fosil tersebut bercampur


(25)

dengan unsur-unsur hara yang terpendam di dalam bumi. Teknologi yang diciptakan oleh manusia maka unsur tersebut diangkat kepermukaan bumi dan diproses menjadi gas, batubara dan lain-lain sebagainya.

Menurut Haryati (2006:167) bahwa pemanfaatan biogas bukanlah hal yang baru, gas ini telah dipakai sekitar 200 tahun lalu. Pada era sebelum ada listrik, di Landon, biogas diperoleh dari saluran pembuangan di bawah tanah dan digunakan

sebagai bahan bakar lampu jalan yang terkenal dengan nama gaslight, negara lain

yang memanfaatkan biogas seperti, Tanzania, India, Cina dan Amerika Serikat. Pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif sangat memungkinkan untuk diterapkan dimasyarakat. Apalagi mengingat harga bahan bakar konvensional sekarang ini semakin mahal dan sulit diperoleh.

Artikel Departemen Pertanian (2009) menjelaskan bahwa sejarah

pemanfaatan biogas, diantaranya (1) Cina, sejak tahun 1975 “biogas for every

household”. Tahun 1992 5 juta rumah tangga di Cina menggunakan biogas. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak dan manusia serta limbah pertanian. (2) India, biogas

dikembangkan pada tahun 1981 “the national project on bigas development” oleh

departemen sumber energi non-konvensional. Pada tahun 1999, sebanyak 3 juta rumah tangga menggunakan biogas. Reaktor biogas yang digunakan model sumur tembok dan dengan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian.

Ditambahkan pula oleh Nandiyanto dan Fikri (2006), alat penghasil biogas secara anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Pada akhir abad ke-19, riset untuk menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh Jerman dan Perancis pada masa antara dua Perang Dunia. Selama Perang Dunia II, banyak petani di Inggris dan Benua Eropa yang membuat alat penghasil biogas kecil yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Akibat kemudahan dalam memperoleh BBM dan harganya yang murah pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini mulai ditinggalkan. Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas terus dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan dan Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset


(26)

dan pengembangan alat penghasil biogas. Selain di negara berkembang, teknologi biogas juga telah dikembangkan di negara maju seperti Jerman.

Berdasarkan artikel Agro Tekno (2007), Indonesia sampai sekarang telah banyak reaktor biogas yang telah berhasil dikembangkan, dimana teknologi ini di gunakan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar minyak. Teknologi biogas telah banyak dikembangkan di Bali, Sulawesi, Sumatera terutama daerah Jawa. Contohnya di Desa Wangunsari, Lembang Kabupaten Bandung, dimana biogas telah digunakan oleh keluarga petani dan peternak. Manfaat biogas juga telah dirasakan oleh warga di Kabupaten Garut, Desa Cisurapan, Jawa Barat. Hampir semua kegiatan dilaksanakan oleh pihak pemerintah dan beberapa Universitas seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan UPT BP-PTK LIPI Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan Irmawati tahun 2008 di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan, beberapa peternak telah mampu mengembangkan teknologi Biogas, contohnya, di Kabupaten Enrekang, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Barru. Bahkan biogas telah digunakan selama 24 jam di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Sinjai.

Selain keberhasilan teknologi biogas, beberapa peternak belum mampu memaksimalkan penggunaan teknologi biogas. Contohnya di Sulawesi Selatan (Kabupaten Enrekang, Bulukumba, Sinjai, Barru, Sidrap, Soppeng dan Bone) beberapa peternak belum mampu memperbaiki kerusakan pada instalasi biogas, selain itu peternak juga berhubungan dengan penyuluh setempat. Kerusakan yang terjadi kebanyakan pada penampung gas, karena bahan yang digunakan dari bahan plastik sehingga mudah sobek dan hal yang sama terjadi di Nusapenida, Bali.

Manfaat Biogas

Usaha peternakan sapi perah merupakan usaha yang menyediakan produk daging dan susu. Usaha peternakan sapi perah banyak dikembangkan karena mampu memproduksi susu tinggi. Selain itu, ada juga hasil sampingan berupa feses dan urin. Hasil sampingan ternak berupa limbah, semakin besar skala usaha semakin besar pula limbah yang dihasilkan. Limbah tersebut jika tidak di kelola


(27)

dengan baik, maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu untuk mengatasi limbah tersebut, diciptakan teknologi biogas yang memanfaatkan limbah ternak menjadi energi. Keuntungan dari biogas yaitu dapat digunakan untuk memasak dan tenaga listrik, limbah dari biogas tersebut dapat diolah menjadi pupuk padat dan cair yang dapat digunakan langsung pada tanaman.

Gambar 1. Model Pengembangan Sapi Perah Skala Rumah Tangga

Menurut Haryati (2006:160) biogas merupakan renewable energy yang

dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam. Di beberapa negara, biogas membawa keuntungan untuk kesehatan, sosial, lingkungan dan finansial. Dijelaskan lebih lanjut bahwa instalasi biogas adalah suatu penyediaan sumber energi desentralisasi yang sangat berguna. Contohnya di Tanzania biogas di hasilkan dari limbah kota dan industuri yang menghasilkan tenaga listrik dan pupuk. Departemen Pertanian (2009) dijelaskan bahwa manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan

KELUARGA Biogas (memasak dan

listrik)

Usaha Sapi Perah

Anak & Susu Limbah (feses & urin )

Pengolahan limbah

Pupuk padat & cair PASAR


(28)

untuk memasak. Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik, disamping itu produksi biogas juga menghasilkan sisa olahan kotoran ternak yang langsung dapat digunakan sebagai pupuk organik pada tanaman atau budidaya pertanian.

Biogas mempunyai banyak manfaat. Biogas merupakan hasil penguraian bahan organik dan menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai sumber energi, baik energi listrik, gas untuk memasak, pengganti minyak tanah. Di perjelas lagi oleh Setiawan (2007:35-37) bahwa kotoran ternak selain dijadikan pupuk kandang, kotoran ternak juga dapat digunakan untuk menghasilkan biogas. Biogas merupakan proses fermentasi feses ternak diubah menjadi gas dalam kondisi anaerob.

Menurut Hambali et al. (2007:57-61) bahwa ada tiga jenis bahan baku

yang prospektif untuk dikembangkan sebagai bahan baku biogas, diantaranya kotoran hewan dan manusia, sampah organik dan limbah cair.

a. Kotoran Hewan dan Manusia

Pemanfaatan kotoran ternak dan manusia sebagai bahan baku biogas akan mengatasi beberapa permasalahan yang timbul akibat kotoran tersebut bila dibandingkan limbah lain yang menumpuk tanpa pengolahan. Kotoran hewan yang menumpuk akan mencemari lingkungan. Jika kotoran tersebut terbawa air masuk kedalam tanah atau sungai.

Sebagai bahan baku biogas, ketersediaan kotoran hewan sangat melimpah. Hewan-hewan tersebut diperlihara baik dalam jumlah besar di peternakan maupun dipelihara secara individu dalam jumlah kecil oleh rumah tangga. Berdasarkan hasil estimasi, seekor sapi dalam satu hari dapat menghasilkan kotoran sebanyak 10 - 30 kg, seekor ayam menghasilkan kotoran 25 gram per hari dan seekor babi dewasa menghasilkan kotoran 4,5 – 5,3 kg per hari. Berdasarkan hasil riset yang pernah ada diketahui bahwa setiap 10 kg kotoran ternak sapi berpotensi menghasilkan 360 liter biogas dan 20 kg kotoran babi menghasilkan 1,379 liter biogas.


(29)

b. Sampah Organik Padat

Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu anorganik, organik dan khusus. Sampah organik berasal dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, kegiatan rumah tangga, industri dan kegiatan lainnya. Sampah organik ini dengan mudah dapat diuraikan dalam proses alami. Potensi sampah di Indonesia sangat besar. Khususnya untuk rumah tangga, jumlah yang dihasilkan pada tahun 2020 diperkirakan akan meningkat 5 kali lipat. Diprediksi peningkatan tersebut bukan saja karena pertambahan penduduk, tetapi juga karena meningkatnya timbunan sampah perkapita yang disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan kesejahteraan.

Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan biogas dari sampah organik

menghasilkan biogas dengan komposisi metan 51,33 – 58,18% dan gas CO2

c. Limbah Organik Cair

41,82 – 48,67% campuran sampah organik tersebut dengan kotoran dapat meningkatkan komposisi metan dalam biogas.

Limbah cair merupakan sisa pembuangan yang dihasilkan dari suatu proses yang sudah tidak dipergunakan. Kegiatan-kegiatan yang berpotensi sebagai penghasil limbah cair antara lain kegiatan industri, rumah tangga, peternakan, dan pertanian. Saat ini kegiatan rumah tangga mendominasi jumlah limbah cair dengan persentase sekitar 40 % dan diikuti oleh limbah industri 30% dan sisanya limbah rumah sakit, pertanian, peternakan, atau limbah lainnya. Komponen utama limbah cair adalah air (99%) sisanya yaitu bahan padat yang bergantung pada asal buangan tersebut. Tidak semua limbah cair dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas, hanya limbah cair organik yang dapat digunakan sebagai bahan baku biogas. Limbah tersebut diantaranya urin hewan, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair industri seperti, industri tahu, tempe, tapioka, brem dan rumah potong hewan. Pengolahan limbah cair untuk biogas dilakukan dengan mengumpulkan limbah cair dengan digester anaerob yang diisi dengan media penyangga yang berfungsi sebagai tempat hidup bakteri anaerob.


(30)

Menurut Irmawati (2008:7-8) pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2. Tahap Pembentukan Biogas Selulosa

Glukosa

Asam lemak dan alkohol

Selulosa

(C6H12O6)n + nH2O CH3CHOHCOOH Glukosa asam laktat

 CH3CH2CH2COOH+CO2+H2 asam butaman

 CH3CH2OH+CO2 etanol (C6H12O5)n + nH2O n(C3H12O6 selulosa glukosa

(C6H12O6)n + nH2O CH3CHOHCOOH Glukosa asam laktat

 CH3CH2CH2COOH+CO2+H2 asam butaman

 CH3CH2OH+CO2 etanol

4H2+CO2 2H2O + CH4

CH3CH2OH + CO2 CH3COOH + CH4 CH3COOH+CO2  CO2 + CH4

CH3CH2CH2OOH+2H2+CO2 Ch3COOH+CH4

Hidrolisis

Pengasaman


(31)

Tabel 1. Komposisi gas yang terdapat dalam biogas dapat dilihat dari tabel berikut :

Jenis Gas

Biogas

Kotoran sapi Campuran kotoran ternak dan sisa pertanian

Metana (CH4) 65.7 54 – 70

Karbondioksida (CO2) 27 45 – 27

Nitrogen (N2) 2.3 0.5 – 3

Karbon Monoksida (CO) 0 0.1

Oksigen (O2) 0.1 6

Propena (C3H8) 0.7 -

Hidrogensulfida (H2S) - Sedikit

Nilai Kalor (kkal/m3) 6513 4800 – 6700

Sumber : Harahap dalam Simamora et al. (2006).

Diketahui bahwa biogas memiliki banyak kegunaan yang dapat membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik yang diantaranya, kotoran manusia dan hewan, limbah rumah tangga, sampah atau limbah organik dapat digunakan untuk memasak dan menjalankan generator untuk pembangkit tenaga listrik. Kedua, limbah pertanian, perkebunan, dan peternakan yang selama ini dibuang sekarang ini sudah dapat dikelola dan dapat dimanfaatkan serta dapat menghindari adanya pencemaran lingkungan. Ketiga, limbah yang dihasilkan dari biogas dapat digunakan sebagai pupuk cair dan pupuk padat, dan dapat digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu, bioenergi adalah sumber energi terbarukan, yaitu sumber energi yang dapat tersedia kembali dalam jangka waktu tahunan, tidak seperti minyak bumi atau batu bara yang membutuhkan waktu jutaan tahun. Teknologi ini juga membantu dalam hal pengolahan limbah serta memberikan hasil tambahan berupa pupuk cair dan pupuk padat, mengingat harga pupuk kimia sekarang yang semakin langka dan semakin mahal.


(32)

Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas

Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas

Beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah mengembangkan teknologi biogas. Hal tersebut diantaranya, rata-rata pendapatan peternak masih rendah, kebutuhan akan energi sangat tinggi, untuk memenuhi kekurangan energi listrik, menghemat biaya untuk bahan bakar minyak dan dibutuhkan teknologi tepat guna pada usaha peternakan. Pemerintah mendapat kendala dalam pengembangan teknologi biogas.

Usaha peternakan di Indonesia untuk skala rumah tangga rata-rata masih kecil. Satu keluarga memelihara ternak antara dua sampai lima ekor. Selain itu, harga susu maupun produk olahan dari susu masih rendah. Di samping harga yang rendah produksi susu pun masih sangat rendah, sedangkan kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari semakin meningkat dan harga bahan-bahan pokok semakin mahal. Adanya faktor-faktor tersebut menyebabkan pendapatan yang diterima peternak masih rendah.

Kebutuhan akan energi di masyarakat masih tinggi. Seperti memasak, menyalakan lampu, menjalankan mesin, dan lain-lain sebagainya, masyarakat masih mempergunakan energi yang berasal dari alam. Energi yang diperoleh dari alam yang telah mengalami pengolahan berupa, gas LPG, minyak tanah, bensin, solar. Jika dimanfaatkan terus menerus tanpa ada upaya untuk memperbaharuinya lama kelamaan energi ini akan habis, selain itu untuk memperbaharuinya butuh waktu yang lama.

Intensitas penggunaan energi yang tinggi, menyebabkan pemerintah harus berpikir untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin hari semakin meningkat. Langkah yang ditempuh pemerintah yaitu mengurangi subsidi pada BBM sehingga seringnya terjadi pemadaman bergilir sehingga biaya hidup menjadi meningkat. Terjadinya hal tersebut, maka perlu diciptakan energi alternatif yang murah, tersedia sepanjang masa dan ramah lingkungan.

Membantu masyarakat dalam menangani masalah kekurangan energi, pemerintah mencoba mengembangkan teknologi biogas. Teknologi ini


(33)

memanfaatkan limbah berupa limbah peternakan, pertanian maupun limbah dari pabrik tahu dan tempe menjadi energi. Menggunakan teknologi biogas, gas yang dihasilkan dari hasil fermentasi limbah yang berupa gas metan dan dapat terbakar sehingga dapat digunakan untuk memasak. Selain untuk memasak, gas ini juga dapat digunakan untuk menyalakan mesin dan untuk listrik.

Pengembangan teknologi biogas, pemerintah menghadapi beberapa kendala. Langkah yang dilakukan pemerintah yaitu mencoba membuat instalasi namun masih dalam skala besar. Skala besar, harus dikeluarkan biaya yang besar juga. Sehingga hanya masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi yang dapat menggunakan teknologi ini. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah mencoba memodifikasi teknologi ini sehingga pembuatannya lebih murah dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang berpendapatan rendah.

Keuntungan Ekonomi Menggunakan Biogas

Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti gas-gas mudah terbakar yang lain. Biogas sangat bermanfaat, seperti untuk memasak dengan menggunakan biogas skala rumah tangga, untuk peternak yang memiliki 2 ekor

ternak dengan digester ukuran 2 m3 maka gas yang dihasilkan dapat digunakan

memasak selama 2 jam/hari. Sisa keluaran hasil fermentasi biogas dapat juga dimanfaatkan sebagai pupuk.

Menurut Said (2007:20) potensi gas yang akan dihasilkan oleh seekor ternak serta keuntungan yang diperoleh apabila menggunakan biogas. Satu unit reaktor biogas yang menggunakan umpan kotoran dari 2 – 4 ekor sapi perah mampu memenuhi kebutuhan memasak satu rumah tangga pedesaan dengan 6 orang anggota keluarga, biogas yang dihasilkan tersebut setara dengan 1 – 2 liter minyak tanah per hari. Keluarga peternak yang sebelumnya menggunakan minyak tanah untuk memasak bisa menghemat penggunaan minyak tanah 1 – 2 liter per hari, jika harga minyak tanah dipedesaan Rp 4.500,-/liter, berarti keluarga peternak bisa mengurangi pengeluaran sebesar Rp 1.642.500,- – Rp 3.285.000,- per tahun.


(34)

Data yang disampaikan Syifaunindra (2008) bahwa potensi ketersediaan biogas yang dapat dipergunakan oleh rumah tangga masyarakat pedesaan setara dengan 10.985.502 liter minyak tanah, yang apabila kebutuhan rata-rata minyak tanah rumah tangga 1.25 liter/hari, maka energi biogas dapat dipenuhi 8.788.401 per rumah tangga. jika diasumsikan masyarakat pedesaan membeli minyak tanah seharga Rp 1.200,- per liter, jumlah uang yang biasanya untuk membeli minyak tanah dapat dipergunakan untuk keperluan lain sebanyak Rp 4,8 triliun. Subsidi pemerintah terhadap minyak tanah sekitar Rp 1.847,- per liter pada saat harga minyak tanah import 45 dollar Amerika Serikat dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Rp 9.000,-. Dengan demikian subsidi bahan bakar minyak tanah dapat disaving sebesar Rp 7,38 triliun.

Jika membahas lebih jauh tentang keuntungan peternak sapi perah yang menggunakan biogas dengan tidak menggunakan biogas dapat kita lihat seberapa besar keuntungan yang dapat diperoleh. Mulai dari gasnya sampai pada pupuk organiknya. Ditinjau dari segi ekonomis biogas memberikan keuntungan lebih besar. Dengan harga bahan bakar minyak yang sekarang ini bertambah mahal dan semakin langka, peternak dapat memenuhi atau bahkan mengganti minyak tanah menjadi gas. Sebagai contoh, jika sekarang harga minyak tanah Rp 4.000,- liter, dan tiap rumah tangga menggunakan minyak tanah 2 – 3 liter setiap harinya, jadi dengan menggunakan teknologi biogas peternak dapat menghemat biaya Rp 8.000,- – Rp 12.000,- /hari.

Hampir sama dengan yang dijelaskan Eirlangga (2007) bahwa nilai kalori

dari 1 meter kubik biogas sekitar 6.000 Kkal/m3 yang setara dengan setengah liter

minyak disel. Oleh karena itu biogas sangat cocok digunakan untuk sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Penggunaan biogas sangat sederhana sama dengan penggunaan gas dan bahan bakar lainnya.


(35)

Gambar 3. Model Instalasi biogas Menggunakan Plastik sebagai Digester

Adopsi

Pengertian Adopsi

“Adopsi Inovasi” mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang mempengaruhinya. Berbagai pengertian adopsi inovasi, maka pengertian yang diberikan oleh Rogers dan Shoemaker tentang proses pengambilan keputusan untuk melakukan adopsi inovasi, dimana ada beberapa elemen yang penting yang perlu diperhatikan dalam proses adopsi inovasi (a) adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi, dan (b) adanya konfirmasi dari keputusan yang telah diambil (Soekartawi, 1988:55-56).

Adopsi diartikan penggunaan secara penuh suatu ide baru sebagai cara terbaik. Selanjutnya dikatakan mengadopsi suatu inovasi atau teknologi adalah kepuasan yang manusiawi dan keputusan tersebut didasarkan pada empat hal,


(36)

yaitu (1) kemauan untuk melakukan sesuatu, (2) tahu cara yang akan dilakukan, (3) tahu cara melakukannya, (4) mempunyai sarana untuk melakukannya.

Hampir sama dengan yang disampaikan Soejitno (1982) adopsi diartikan sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide, alat-alat dan teknologi “baru” yang disampaikan berupa pesan komunikasi (melalui penyuluhan). Manifestasi dari bentuk adopsi ini, dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metoda, maupun peralatan dan teknologi yang digunakan dalam kegiatan komunikasinya. Adopsi diartikan sebagai penerimaan dan penggunaan inovasi baru dari komunikan

Berbeda pula dengan yang dijelaskan Totok (1993) adopsi, dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa : pengetahuan (cognitive), sikap (affective),

maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima

“inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Adopsi merupakan proses penerimaan suatu yang “baru” yaitu menerima sesuatu yang ditawarkan dan yang diupayakan oleh pihak lain (penyuluh).

Menurut Hasanuddin (2005:22) adopsi inovasi merupakan kemampuan petani dalam menggunakan suatu teknologi untuk kegiatan usaha taninya.

Sedangkan menurut Subagiyo et al. (2005:313) proses adopsi merupakan proses

pelaksanaan suatu teknologi yang dapat berjalan secara sistematis sehingga memberikan keuntungan secara ekonomis dan memberikan dorongan untuk msyarakat setempat.

Seorang petani yang menggunakan metode atau teknologi baru dalam usahanya dapat dianggap sudah mampu mengadopsi, namun dalam proses adopsi yaitu tahap tahu, tahap minat, tahap menilai, tahap mencoba dan tahap mengadopsi. Lima tahap tersebut tidak mutlak harus berurutan mulai satu sampai lima. Kenyataan ada petani yang dari awalnya tahu kemudian langsung mencoba dan menerapkannya, tanpa harus berminat dulu dan mengevaluasinya.

Slamet dalam Mulyadi (2007:39) menyatakan bahwa proses adopsi inovasi adalah proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai seseorang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan, dan


(37)

menggunakan hal yang baru tersebut). Penerimaan atau penolakan inovasi ialah keputusan yang dibuat oleh seseorang dan memerlukan jangka waktu tertentu.

Selain itu Ibrahim et al. (2003:66) menyatakan bahwa adopsi adalah

proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan) hal baru tersebut. Sedangkan Van den Ban dan Hawkins (1999:124), menyatakan bahwa adopsi itu menerapkan inovasi dalam skala besar setelah membandingkannya dengan metode yang lama.

Diketahui bahwa adopsi merupakan proses dimana seseorang mulai mencoba sampai menggunakan suatu teknologi baru atau metode baru, yang dianggap dapat membantu dalam melaksanakan pekerjaan. Petani atau peternak jika mengetahui adanya teknologi baru tidak langsung menggunakannya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi, sehingga mereka belum menggunakan teknologi tersebut. Sebagai contoh, teknologi biogas dimana memanfaatkan feses ternak sapi menjadi gas. Peternak tidak langsung menggunakannya, namun mereka perlu mengetahui keuntungan yang diperoleh setelah menggunakan teknologi tersebut.

Derajat Pengadopsian

Derajat pengadopsian merupakan kecepatan penerimaan suatu inovasi baru. Kecepatan ini biasanya diukur dengan jumlah penerimaan yang pengadopsian suatu ide baru dalam suatu priode tertentu. Rogers dalam

Tipe keputusan inovasi mempengaruhi kecepatan adopsi. Secara umum

diharapkan bahwa tipe inovasi dapat dilakukan secara: (1) Sendiri (optional),

keputusan yang dibuat individu dengan mengabaikan keputusan lain dalam Hanafi (1971), dijelaskan lebih lanjut bahwa salah satu variabel penjelas dari kecepatan adopsi suatu inovasi adalah sifat-sifat inovasi itu sendiri. Selain sifat-sifat inovasi, hal lain yang dapat menjadi variabel penjelas kecepatan adopsi adalah (1) tipe keputusan inovasi, (2) sifat saluran komunikasi yang dipergunakan untuk menyebarkan inovasi dalam proses keputusan inovasi, (3) ciri-ciri sistem sosial, (4) gencarnya usaha agen pembaharu dalam mempromosikan inovasi.


(38)

masyarakat sekitarnya, (2) Secara kelompok (kolektif), keputusan yang dibuat oleh individu-individu dalam suatu masyarakat yang setuju membuat keputusan

bersama dan (3) Secara kekuasaan (otoriter), keputusan yang dipaksakan terhadap

individu oleh orang yang mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi.

Menurut Rogers (2003), semakin banyak orang yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan inovasi, semakin lambat tempo adopsinya. Oleh karena itu, salah satu jalan untuk mempercepat pengadopsian suatu teknologi adalah memilih unit pembuat keputusan yang lebih sedikit melibatkan orang.

Kecepatan pengadopsian dipengaruhi juga oleh saluran komunikasi. Saluran komunikasi yaitu alat yang digunakan untuk menyebarkan suatu inovasi dan mempengaruhi dalam kecepatan pengadopsian inovasi. Saluran komunikasi bisa berupa media massa seperti, televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain sebagainya.

Hal lain yang juga dipertimbangkan dapat mempengaruhi kecepatan pengadopsian suatu inovasi adalah sistem sosial, terutama norma-norma sistem. Suatu sistem moderen tempo adopsi mungkin lebih cepat karena kurangnya rintangan sikap antara para penerima (dalam hal ini peternak). Sedangkan dalam sistem yang tradisional, mungkin tempo adopsi agak lebih lambat.

Sifat lain yang mempengaruhi percepatan inovasi yaitu agen pembaharu. Agen pembaharu gencar melakukan usaha-usaha propomosi sehingga kecepatan pengadopsian dan usaha agen pembaharu. Tugas agen pembaharu adalah mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Agen pembaharu atau penyuluh harus mampu menggunakan metode penyuluhan yang tepat untuk membantu peternak membentuk pendapat dan mengambil keputusan.

Teori dan Konsep tentang Adopsi Teknologi Biogas

Menurut Ibrahim. et al. (2003:66) bahwa adopsi merupakan proses yang

terjadi sejak seseorang pertama kali mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan). Pada awalnya, petani sasaran mengetahui suatu inovasi, yang dapat berupa sesuatu yang


(39)

benar-benar baru atau yang sudah lama ditemukan namun masih dianggap baru oleh petani sasaran. Petani sasaran tersebut menerapkan suatu inovasi, maka petani tersebut meninggalkan cara-cara lama. Keputusan untuk menerima inovasi ini merupakan proses mental, yang terjadi sejak petani sasaran tersebut mengetahui adanya suatu inovasi sampai untuk menerima atau menolaknya dan kemudian mengukuhkannya.

Keputusan untuk melakukan perubahan dari semula hanya pengetahui sampai sadar dan mengubah sikap untuk melaksanakan ide baru tersebut, biasanya juga merupakan hasil dari urutan-urutan kejadian dan pengaruh tertentu berdasarkan dimensi waktu. Kata lain, perubahan yang dilakukan oleh seseorang merupakan proses yang memerlukan waktu dan tiap-tiap orang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh berbagai hal yang melatarbelakangi, misalnya karakteristik peternak, kondisi lingkungan dan teknologi yang diadopsi (Baba. 2008).

Menurut Rogers (2003:168-169) bahwa keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak orang mengetahui adanya suatu inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya. Menerima atau menolak inovasi merupakan keputusan yang dibuat oleh seseorang, jika menerima maka seseorang akan menggunakan ide baru tersebut menolak inovasi tersebut karena merasa tidak sesuai dengan pribadinya dan untuk digunakan. Proses keputusan suatu

inovasi tersebut terdiri dari pengetahuan (knowladge), persuasion, keputusan

(decision), implementasi dan konfirmasi. Keputusan seseorang dalam mengadopsi suatu inovasi dipengaruhi beberapa faktor, misalnya karakteristik individunya dan sifat inovasinya (teknologi).

Komponen Terkait tentang Adopsi Teknologi Biogas

Proses adopsi biogas merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan dimensi waktu. Mengadopsi biogas berlangsung mulai dari peternak tahu adanya teknologi biogas sampai peternak mau mencoba serta menggunakan teknologi ini terus-menerus. Adopsi teknologi biogas dapat dilihat dari keinginan peternak


(40)

menggunakan biogas dalam kegiatan rumah tangganya. Seperti, memasak maupun untuk tenaga listrik.

a. Investasi Peternak pada Teknologi Biogas

Investasi merupakan semua biaya yang dikeluarkan peternak untuk suatu unit biogas. Biaya investasi tersbut meliputi biaya bahan untuk konstruksi dan biaya upah pekerja. Selain itu ada juga biaya operasional yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dan perbaikan. Biaya ini digunakan untuk mengganti plastik

penampung yang bocor, perbaikan tangki pengurai (digester) dan pemeliharaan

kompor. Ada beberapa hal yang dapat diamati pada investasi peternak pada teknologi biogas, diantaranya, biaya konstruksi biogas, biaya membangun

digester, upah pekerja dan besarnya biaya operasional. Oleh karena itu, pengadopsian tentang teknologi biogas dapat diketahui dari investasi masyarakat tentang teknologi biogas.

b. Penggunaan Tangki Pengurai (digester)

Prinsip bangunan digester adalah menciptakan suatu ruang kedap udara yang menyatu dengan saluran pemasukan dan pembuangan. Saluran pemasukan berfungsi untuk saluran pemasukan feses atau kotoran ternak yang telah dicampur dengan air, sedangkan lubang pengeluaran bertujuan menyalurkan sisa hasil

perombakan yang terjadi pada digester menuju bak pembuangan (Sri,

2009:56-78).

Menurut Said (2007), bahwa tangki digester bisa terbuat dari berbagai bahan seperti, beton, fiber, plastik, dan drum. Kapasitas dari digester dapat di sesuaikan dengan kebutuhan, semakin besar semakin bagus. Setiap digester dilengkapi lubang pemasukan dan pengeluaran sebagai tempat pemasukan feses dan keluarnya limbah biogas dari tangki pengurai. Pada ujung pemasukan dihubungkan sebuah bak dengan ukuran 50 x 50 cm sebagai tempat pencampur kotoran ternak. Pada ujung saluran pembuangan dibuat bak pembuangan dengan ukuran 100 x 50 cm.

Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang penggunaan tengki pengurai pada teknologi biogas, diantaranya intensitas peternak


(41)

memasukkan feses dalam digester, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi

digester, tingkat pengetahuan peternak tentang jenis-jenis digester dan tingkat

pengetahuan peternak tentang model digester.

c. Penggunaan Katup

Fungsi katup pengaman adalah untuk menjebak air yang ikut keluar dari

tangki digester serta sebagai lubang pengeluaran gas apabila produksi gas

berlebih. Model katup bisa bermacam-macam, bentuk kotak, bentuk tabung dan lain sebagainya, serta bahan bahannya dapat dibuat dari bahan pipa, botol plastik maupun bahan fiber (Said, 2007).

Irmawati et al. (2008) bahwa model instalasi biogas yang digunakan di

Sulawesi Selatan menggunakan katup sebagai pengaman. Model yang digunakan berbentuk tabung dimana terdapat lubang pengeluaran dan pemasukan air. Air

berfungsi untuk mengikat kandungan air yang ikut dari digester serta untuk

menahan gas agar tidak keluar melalui lubang. Katup juga berfungsi tempat keluarnya gas apabila produksi gas berlebih.

Komponen yang mendukung peternak tentang penggunaan katup pengaman pada teknologi biogas diantaranya, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi katup, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi air dalam katup, tingkat pengetahuan peternak tentang posisi katup pada instalasi biogas dan tingkat pengetahuan peternak tentang bahan yang dapat digunakan untuk katup.

d. Penggunaan Penampung Gas

Menurut Said (2007), bahwa fungsi penampung gas adalah untuk

menampung gas yang telah diproduksi dari tangki pengurai (digester). Bahan

yang digunakan untuk penampung gas biasanya dari bahan plastik dengan ukuran 120 x 400 cm dan ukuran penampung gas dapat disesuaikan dengan kebutuhan

peternak. Sedangkan Irmawati et al. (2008), bahwa model instalasi yang

dikembangkan di Sulawesi Selatan semuanya menggunakan penampung gas. Bahan yang digunakan yaitu bahan plastik dengan ukuran 120 x 400 cm, jenis plastik PE.


(42)

Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang penggunaan penampung gas pada teknologi biogas diantaranya, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi penampung, tingkat pengetahuan peternak tentang jenis plastik yang digunakan untuk penampung gas, tingkat pengetahuan peternak tentang kapasitas penampung gas yang dapat digunakan dan tingkat pengetahuan peternak posisi penampung gas agar gas dapat mudah keluar ke kompor.

e. Penggunaan Kompor

Menurut Said (2007), bahwa kompor biogas dapat dibuat dari kompor LPG yang telah dimodifikasi, selain itu bisa juga dibuat dari kaleng bekas dengan syarat yang sesuai sehingga menyerupai kompor. Prinsip kerja kompor biogas dapat mengeluarkan gas yang sesuai untuk kebutuhan pembakaran. Menurut

Irmawati et al. (2008), menjelaskan bahwa setiap instalasi biogas memerlukan

kompor sebagai tempat keluarnya gas sehingga dapat digunakan untuk memasak. Secara umum kompor yang digunakan oleh peternak yaitu kompor gas biasa. Kompor gas yang digunakan terlebih dahulu dimodifikasi agar cocok digunakan untuk biogas.

Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang penggunaan kompor pada teknologi biogas diantaranya, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi kompor, tingkat pengetahuan peternak tentang jenis kompor yang cocok digunakan untuk kompor biogas, tingkat pengatahuan peternak untuk memodifikasi kompor LPG.

f. Peternak Menggunakan Biogas untuk Keperluan Sehari-hari

Menggunakan biogas dapat memberikan keuntungan dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, biogas dapat digunakan untuk memasak. Gas yang diperoleh dari proses fermentasi mengandung gas metan dan mudah terbakar. Biogas dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak seperti minyak tanah dan gas LPG. Gas yang telah ditampung kemudian disalurkan ke kompor. Ukuran

penampung gas sebanyak 4-5 m3 dapat digunakan untuk memasak untuk skala


(43)

Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang intensitas penggunaan biogas untuk memasak sehari-hari diantaranya, tingkat pengetahuan peternak tentang penggunaan teknologi biogas untuk mengolah feses ternak, tingkat penggunaan biogas untuk menjaga kebersihan lingkungan dan penggunaan biogas agar feses yang menumpuk di sekitar kandang.

g. Peternak Melakukan Pemeliharaan pada Instalasi Biogas

Keberlanjutan penggunaan teknologi biogas harus dilakukan dengan cara pemeliharaan secara rutin. Kerusakan pada tangki pengurai menjadi kendala yang sering dihadapi oleh masyarakat. Pemeliharaan dilakukan dengan menjaga agar penampung gas dan digester terhindar dari benda-benda asing sehingga tidak bocor. Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang pemeliharaan

teknologi biogas diantaranya, pemeliharaan peternak pada digester, intensitas

pemeliharaan peternak pada penampung gas, pemeliharaan peternak pada kompor dan peternak menjaga agar saluran pada biogas tidak ada yang bocor.

Karasteristik Peternak

Umur

Umur dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.

Menurut Soekartawi (1988, 71), bahwa makin muda petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu tentang apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut. Masyarakat yang masih muda memiliki kemampuan fisik lebih kuat untuk bekerja dan lebih cepat dalam menerima inovasi baru dibandingkan dengan yang berumur tua. Mengenai keterampilan, masyarakat yang berumur tua biasanya lebih terampil dalam mengelola usaha dibanding yang muda karena mereka lebih banyak memiliki pengalaman.


(44)

Pendidikan

Menurut Hamalik (1999, 2:3) bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat.

Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan seorang petani dalam mengadopsi suatu teknologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka dalam memahami suatu teknologi semakin mudah. Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas pula pengetahuannya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Margono dalam Setiadin (2005) menyatakan bahwa pendidikan warga belajar akan mempengaruhi pemahaman seseorang dalam mempelajari sesuatu baik berupa keterampilan maupun pengetahuan. Artinya hasil belajar yang diperoleh dari proses belajar akan dapat membuatnya melihat hubungan yang nyata antara berbagai fenomena yang dihadapi.

Penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, tingkat pendidikan dapat

mempengaruhi tingkat pengetahuan peternak. Akibat tidak mengetahui manfaat teknologi tersebut kebanyakan peternak atau petani tidak berani mengadopsi suatu teknologi. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka semakin mudah dalam mencoba ide-ide baru.

Pendapatan

Pendapatan merupakan keutungan yang diperoleh petani atau peternak dari hasil usahanya. Pendapatan diperoleh setelah mengeluarkan semua biaya-biaya yang digunakan selama usaha berlangsung. Kondisi sekarang ini pendapatan peternak sangat mempengaruhi pola hidup peternak, dimana tingkat kebutuhan yang semakin meningkat namun pendapatan yang diperoleh tidak mengalami perubahan.


(45)

Pendapatan diukur dari penerimaan yang diterima peternak setelah dikurangi oleh biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam proses kegiatan peternakan. Keterbatasan dana dalam kegiatan peternakan dapat mempengaruhi adopsi peternak untuk mengadopsi teknologi biogas. Peternak per petani lebih mementingkan kebutuhan lain yang lebih mendesak yang harus dipenuhi.

Motivasi

Zainun (1989), menyatakan motivasi adalah menggambarkan hubungan dan harapan. Keuntungan yang dirasakan dengan menggunakan suatu teknologi dapat menyebabkan seseorang termotivasi untuk menjalankan pekerjaannya. Teknologi yang sebelumnya hanya dicoba oleh seseorang akan digunakan sepenuhnya.

Danim (2004:15), menyatakan motivasi merupakan kekuatan yang muncul dari dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu atau keuntungan tertentu di lingkungan atau dunia kerjanya sendiri. Motivasi dapat mengarahkan orang dalam mengambil tindakan, sehingga motivasi merupakan proses yang mendorong manusia untuk mencapai tujuannya. Motivasi mempengaruhi seseorang dalam bekerja atau mungkin menjauhi pekerjaan, oleh karena itu beberapa unsur motivasi, seperti motivasi positif, motivasi negatif, motivasi dari dalam dan motivasi dari luar.

Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievement

MotivationTheory (Robbins, 1996:220) bahwa bagaimana suatu energi dari dalam diri dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Hal-hal yang memotivasi seseorang diantaranya :

(1) Kebutuhan akan prestasi, merupakan daya pengerak yang memotivasi

semangat kerja seseorang. Kebutuhan akan prestasi mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal.

(2) Kebutuhan akan afiliasi, menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat


(46)

orang lain di lingkungan tempat tinggalnya. Kebutuhan rasa dihormati, kebutuhan untuk maju dan tidak gagal dan kebutuhan untuk ikut berpartisipasi.

(3) Kebutuhan akan kekuasaan, merupakan daya penggerak yang memotivasi

semangat kerja seseorang. Hal ini memotivasi seseorang demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik.

Keterdedahan Peternak pada Informasi Biogas

Sumber informasi sangat berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi. Sumber informasi dapat berasal dari media massa, tetangga, teman, petugas penyuluh pertanian, pedagang, pejabat desa, atau dari informan yang lain. Ketika petani belajar tentang ide baru atau inovasi baru, maka sumber informasi yang paling relevan yaitu berasal dari majalah-majalah pertanian, kemudian sumber informasi lain adalah para tetangga atau petani yang tinggal di sekitar dimana petani melakukan adopsi inovasi tersebut bertempat tinggal (Soekartawi, 1988).

Sumber informasi sangat membantu petani maupun peternak untuk mengembangkan suatu teknologi baru. Sekarang ini semua informasi yang kita butuhkan dapat diperoleh dengan mudah. Teknologi biogas dengan mudah diakses baik dari majalah, surat kabar, televisi, radio dan yang lebih canggih lagi dengan menggunakan internet.

Pengalaman Beternak

Pengalaman dapat menunjukkan pengetahuan yang mendalam tentang usaha yang dikelola selama ini, sehingga akan berfikir untuk mempermudah pekerjaan yang selama ini digelutinya atau berfikir untuk meningkatkan produktivitas usahanya dengan sumberdaya yang dimilikinya. Masyarakat yang berpola pikir seperti ini cenderung mencari teknologi sedangkan masyarakat yang selama ini merasa aman dengan pola usaha memiliki kecenderungan apatis terhadap sebuah teknologi. Jika dikaitkan dengan teknologi biogas, maka teknologi biogas betul-betul memerlukan suatu pengetahuan tinggi dan kemauan untuk menanggung resiko besar karena memerlukan biaya yang cukup tinggi sehingga pengalaman saja tidak cukup.


(47)

Jumlah Kepemilikan Ternak

Jumlah kepemilikan ternak merupakan banyaknya ternak yang dimiliki

seseorang. Menurut Soekartawi (1988:93), bahwa ukuran usaha tani berhubungan positif dengan adopsi inovasi. Banyak teknologi baru memerlukan skala usaha tani dan sumber daya untuk keperluan adopsi inovasi. Hal ini di pengaruhi agar

hasil yang diperoleh lebih bermanfaat. Menurut Irmawati et al. (2008), bahwa

teknologi biogas sangat dipengaruhi oleh jumlah kepemilikan ternak, karena akan menentukan jumlah feses yang diproduksi setiap harinya. Mengetahui produksi feses, besar digester dapat disesuaikan sehingga tidak terjadi lagi kekurangan feses ataupun kelebihan feses. Digester yang memiliki kapasitas lebih besar dari skala usaha peternak, maka produksi gas tidak akan optimal.

Mengadopsi suatu teknologi dapat mempercepat peternak dalam mengembangkan skala usaha peternakannya. Skala kepemilikan ternak perah umumnya yang dikembangkan di Indonesia antara 2 sampai 5 ekor. Jumlah tersebut, biogas untuk skala rumah tangga sudah dapat diterapkan. Hal tersebut tidak menjamin peternak dapat mengadopsi teknologi biogas, sering kali peternak lebih memerlukan teknologi pengolahan pakan.

Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya orang yang tinggal dalam satu tempat tinggal. Anggota keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi. Menurut Soekartawi (1988:87), penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap seluruh sistem keluarga. Pada umumnya anggota keluarga sering dijadikan sebagai teman diskusi dan berkonsultasi dalam memutuskan untuk menerima suatu inovasi.

Irmawati et al. (2008) bahwa jumlah anggota keluarga peternak menentukan

banyaknya gas yang dibutuhkan untuk memasak. Anggota keluarga semakin besar jumlahnya, maka kebutuhan BBM semakin besar pula. Hal ini dihubungkan dengan kebutuhan biogas, maka semakin banyak anggota keluarga berarti semakin besar kapasitas digester yang dibutuhkan. Selain itu, anggota keluarga


(48)

juga dimanfaatkan oleh peternak sebagai tenaga kerja dalam mengelola usaha ternaknya.

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia umumnya masih dikembangkan dalam skala rumah tangga. Satu rumah tangga mengelola satu usaha. Teknologi biogas dikembangkan masih dalam skala rumah tangga. Satu rumah tangga

minimal menggunakan digester dengan ukuran 4 m3 dengan ukuran ini, untuk

memasak dapat digunakan selama 2 - 3 jam. Semakin besar kapasitas digester semakin lama pula intensitas penggunaannya dalam memasak. Suatu keluarga makin banyak jumlah suatu keluarga intensitas memasaknya semakin tinggi juga. Jumlah keluarga dapat mempengaruhi efektivitas penggunaan biogas dalam keluarga, semakin tinggi intensitas seseorang memasak dalam keluarga otomatis jumlah gas yang diperlukan akan semakin meningkat.

Frekuensi Kontak dengan Anggota Kelompok Peternak

Menurut Yunasaf (2009) kelompok peternak sekarang belum dipandang sebagai unsur strategis sebagai media atau wadah terjadinya proses tranformasi

dari peternak yang tradisional (gurem) menjadi sejatinya peternak (farmers).

Pemahaman yang keliru dari sebagian orang yang menganggap bahwa adanya kelompok merupakan kepentingan dari dinas (pemerintah). Kelompok dapat merupakan media dalam menyampaikan suatu inovasi baru yang akan disampaikan kepada peternak.

Keanggotaan dalam kelompok dapat mempengaruhi peternak dalam proses pengadopsian suatu inovasi. Kegiatan yang dikembangkan pemerintah sekarang ini banyak disalurkan melalui kelompok yang berperan sebagai perantara anatara pemerintah dengan peternak. Inovasi baru dikembangkan dalam kelompok, diharapkan agar peternak dapat langsung melihat hasilnya dan diharapkan akan mengadopsi inovasi tersebut. Oleh karena itu, semakin sering kontak antara peternak dengan anggota kelompoknya, semakin besar peluang untuk mengetahui teknologi biogas dan mengadopsinya.


(49)

Frekuensi Kontak dengan Penyuluh Biogas

Frekuensi kontak dengan penyuluh merupakan seberapa sering pertemuan atau kontak antara peternak dengan penyuluh. Semakin tinggi intensitas kontak antara peternak dengan penyuluh, semakin mudah peternak menangani kendala-kendala yang dihadapi pada penggunaan instalasi biogas.

Seorang penyuluh berkewajiban menyampaikan inovasi dan membantu sasaran dalam mengadopsi suatu teknologi. Prosesnya dilakukan secara terus menerus agar peternak dapat tahu, mau dan mampu mengadopsi suatu teknologi. Semakin rajin penyuluh menawarkan inovasi, proses adopsi akan semakin cepat pula. Penyuluh sebagai agen perubahan, penyuluh memiliki beberapa peran diantaranya mengkomunikasikan inovasi pada sasaran dan sebagai akseleran, dalam mempengaruhi pengambilan keputusan sasaran untuk mengadopsi suatu inovasi, (Totok, 2009).

Disimpulkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam mengadopsi suatu teknologi adalah frekuensi pertemuan dengan penyuluh. Seorang penyuluh harus menjelaskan keuntungan relatif yang akan diperoleh sasaran jika menggunakan suatu teknologi baru, membantu adopter memahami

inovasi secara komprehensif, dan membantu adopter dalam menanamkan

pengetahuan. Semakin tinggi tingkat intensitas kontak antara peternak dengan penyuluh semakin cepat peternak dalam mengadopsi teknologi biogas.

Jarak Rumah Peternak dengan Instalasi Biogas

Jarak rumah peternak dengan instalasi biogas diukur berdasarkan seberapa jauh antara instalasi biogas dengan dapur peternak dan diukur dalam meter. Gas yang telah diproduksi kemudian dialirkan ke plastik penampung gas dan kemudian ke kompor. Gas ini tidak mempunyai tekanan, sehingga semakin jauh jarak antara penampung gas dengan kompor, semakin kurang gas yang keluar ke kompor.

Gas yang diperoleh dari proses fermentasi merupakan gas metan yang dapat digunakan untuk memasak. Gas tersebut tidak berbahaya karena tidak mempunyai tekanan sehingga jika penampung gas bocor, gas akan menghilang


(50)

terbawa angin. Penampung gas yang terlalu jauh dari kompor, akan mempengaruhi kuatnya aliran gas dari penampung, sehingga sering dijumpai ada penampung gas yang penuh namun gas yang keluar di kompor hanya sedikit. Hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat penggunaan biogas di rumah tangga peternak. Oleh karena itu, semakin jauh instalasi biogas (khususnya penampung gas) dengan dapur peternak dapat mempengaruhi tekanan gas ke kompor.

Hubungan Karakteristik Peternak dengan Persepsi Peternak tentang Teknologi Biogas

Pareek dalam Seribulan (2003), persepsi didefinisikan sebagai peroses penerimaan, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera dan data. Sedangkan

Subagyo et al. (2005), persepsi merupakan proses pembuatan penilaian atau

pembangunan kesan mengenai berbagai macam hal yang terdapat di lapangan pengindraan seseorang.

Penelitian Hasumati dan Ahlawat (2010) mengemukakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Tingkat pendidikan, jumlah pendapatan, media massa, interaksi dengan masyarakat, kosmopolitan, adat-istiadat, suku atau bangsa, kepemilikan lahan menunjukkan pengaruh positif pada persepsi.

Senada dengan penelitian Kaliky dan Hidayat (2002), mengemukakan bahwa karakteristik individu turut mempengaruh pandangan/persepsi seseorang. terhadap suatu stimulus (objek). Secara psikologis setiap orang mempersepsi stimuli sesuai dengan karakteristik personalnya. Karakteristik individu diantaranya meliputi: umur, pendidikan, kepemilikan ternak, pendapatan keluarga, pengalaman beternak, kosmopolitan.

Selanjutnya penelitian Lilis (2010), mengemukakan bahwa hubungan antara karakteristik dengan persepsi peternak sapi potong hubungannya positif namun sangat lemah. Karakteristik peternak diantaranya umur, pendidikan, pengalaman, kepemilikan ternak, hubungan individu dengan instansi terkait. Sedangkan pesepsi peternak tentang teknologi IB diantaranya tingkat pengetahuan


(51)

peternak, minat peternak dan penilaian peternak. Penilaian peternak terdiri dari peubah keuntungan peternak, kompatabilitas, kemudahan penerapan IB, triabilitas dan observabilitas. Lebih lanjut dikemukakan oleh Nurlina bahwa banyak jumlah ternak tidak menunjang banyaknya peternak menggunakan teknologi. Masyarakat yang dianggap relatif homogen sebagai masyarakat agraris, secara individual memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga persepsi dan penerimaan peternak akan berbeda satu sama lain.

Terbentuknya persepsi pada diri individu dipengaruhi oleh banyak hal, diantaraya: (a) Perhatian, biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsangan yang ada disekitar sekaligus, tetapi memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja. Perbedaan fokus perhatian antara satu orang dengan orang yang lain akan menyebabkan perbedaan persepsi. (b) Set, adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. Perbedaan set akan menyebabkan adanya perbedaan persepsi. (c) Kebutuhan, baik kebutuhan sesaat maupun menetap pada diri individu akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan persepsi bagi tiap individu. (d) Sistem Nilai, dimana sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga berpengaruh pula terhadap persepsi. (e) Ciri Kepribadian, dimana pola kepribadian yang dimiliki oleh individu akan menghasilkan persepsi yang berbeda, (Kunthi, 2005).

Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan

menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut dibuat. Asumsi yang didasarkan pada pengalaman masa lalu dan persepsi yang dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang didasarkan pada pengalaman masa lalu dikemukakan oleh sekelompok peneliti yang berasal dari Universitas Princenton seperti Adelbert Ames, Jr, Hadley Cantril, Edward Engels, William H. Ittelson dan Adelbert Amer, Jr. Mereka mengemukakan konsep yang disebut


(1)

99

Lampiran 4. Korelasi Karakteristik Peternak pada Sikap Peternak

Hasil Perhitungan Rxx

Va ria b e l umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi

Umur 1.871 0.267 0.367 -0.361 -0.395 -0.624 0.683 -0.495 0.593

-0.627 -0.574 -0.431

pendidikan 0.415 1.385 -0.465 0.024 0.423 0.108 0.089 -0.154

-0.393 0.294 -0.186 -0.290

pendapatan -0.189 -0.572 2.566 0.364 -1.888 0.474 -0.326 0.201 0.021 0.113 0.218 0.252

pengalaman -0.494 0.034 0.230 1.332 -0.355 0.018 -0.265 0.186

-0.195 0.256 0.163 -0.180

jml.ternak 0.373 0.563 -1.855 -0.531 2.579 -0.384 0.242 -0.563

-0.246 0.339 -0.196 -0.183

jml.keluarga -0.699 0.146 0.273 -0.012 -0.112 1.680 -0.878 0.597

-0.666 0.444 0.318 0.239

partisipasi 0.715 0.040 -0.116 -0.222 -0.045 -0.861 2.073 -1.268 0.413

-0.258 -0.282 -0.079

kntk.penyuluh -0.630 -0.135 0.028 0.177 -0.332 0.622 -1.309 2.070 0.056

-0.366 0.301 0.022

Jarak 0.488 -0.455 0.177 -0.133 -0.467 -0.607 0.365 0.126 2.501 -1.805 -0.437 0.384

Info -0.491 0.363 -0.047 0.185 0.568 0.374 -0.198 -0.447 -1.798 2.543 0.595 -0.056

dari.tahu.guna -0.599 -0.144 0.043 0.127 0.044 0.303 -0.281 0.266

-0.477 0.645 1.340 0.264

motivasi -0.458 -0.260 0.119 -0.205 -0.001 0.231 -0.082 -0.002

-0.016 0.351


(2)

100

Nilai R' sikap

.x

Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi

Sikap .066 .254 .099 .054 -.074 -.257 -.141 -.095 .004 -.109 .256 .367

Hasil Perhitungan R'sikap,x . Rxx

Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi

Sikap

.028

.069

.314

.084

-.301

-.187

-.019

-.055

.268

-.134

.263

0.455

Nilai R

x,sikap

Va ria b e l Sikap

Umur .066

Hasil Perhitungan:

pendidikan .254

pendapatan .099

R2 =

0.38

pengalaman .054 jml.ternak -.074

jml.keluarga -.257

Hasil Perhitungan:

partisipasi -.141

kntk.penyuluh -.095

R =

0.618

Jarak .004

Info -.109

dari.tahu.guna .256 Motivasi


(3)

101

Lampiran 5. Korelasi Karakteristik Peternak pada Adopsi Peternak

Hasil Perhitungan Rxx

Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna Motivasi

Umur 1.871 0.267 0.367 -0.361 -0.395 -0.624 0.683 -0.495 0.593 -0.627 -0.574 -0.431

pendidikan 0.415 1.385 -0.465 0.024 0.423 0.108 0.089 -0.154

-0.393 0.294 -0.186 -0.290

pendapatan -0.189 -0.572 2.566 0.364 -1.888 0.474 -0.326 0.201 0.021 0.113 0.218 0.252

pengalaman -0.494 0.034 0.230 1.332 -0.355 0.018 -0.265 0.186

-0.195 0.256 0.163 -0.180

jml.ternak 0.373 0.563 -1.855 -0.531 2.579 -0.384 0.242 -0.563

-0.246 0.339 -0.196 -0.183

jml.keluarga -0.699 0.146 0.273 -0.012 -0.112 1.680 -0.878 0.597

-0.666 0.444 0.318 0.239

partisipasi 0.715 0.040 -0.116 -0.222 -0.045 -0.861 2.073 -1.268 0.413 -0.258 -0.282 -0.079

kntk.penyuluh -0.630 -0.135 0.028 0.177 -0.332 0.622 -1.309 2.070 0.056 -0.366 0.301 0.022

Jarak 0.488 -0.455 0.177 -0.133 -0.467 -0.607 0.365 0.126 2.501 -1.805 -0.437 0.384

Info -0.491 0.363 -0.047 0.185 0.568 0.374 -0.198 -0.447 -1.798 2.543 0.595 -0.056

dari.tahu.guna -0.599 -0.144 0.043 0.127 0.044 0.303 -0.281 0.266

-0.477 0.645 1.340 0.264


(4)

102

Nilai R' y

x

Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi

Adopsi .088 .208 .117 -.168 -.073 -.246 .015 -.062 -.232 -.243 .309 .049

Hasil Perhitungan R'yx . Rxx

Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi

Adopsi

.306

.131

.251

-.166

-.264

-.263

.269

-.176

-.083

-.141

.206

-0.013

Nilai R

x,y

Va ria b e l adopsi

Umur .088

Hasil Perhitungan:

Pendidikan .208

Pendapatan .117

R2 =

0.32

Pengalaman -.168 jml.ternak -.073

jml.keluarga -.246

Hasil Perhitungan:

Partisipasi .015

kntk.penyuluh -.062

R =

0.571

Jarak -.232

Info -.243

dari.tahu.guna .309 Motivasi .049


(5)

103

Lampiran 6. Korelasi karakteristik, Persepsi dan Sikap Peternak pada Adopsi Peternak

Hasil Perhitungan : Rxx

Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.

keluarga partisipasi

kntk.

penyuluh jarak info

dari.tahu.

guna motivasi Persepsi sikap Umur 1.99 0.373 0.291 -0.436 -0.496 -0.638 0.815 -0.660 0.391 -0.488 -0.456 -0.530

0.944

-0.93 Pendidikan 0.52 1.475 -0.534 -0.042 0.340 0.098 0.202 -0.295 -0.570 0.414 -0.087 -0.381

0.812

-0.79 Pendapatan -0.34 -0.671 2.908 0.534 -1.968 0.355 -0.528 0.396 0.509 -0.185 0.245 0.733

-1.350

0.59 Pengalaman -0.59 -0.038 0.374 1.417 -0.345 -0.017 -0.381 0.312 0.043 0.105 0.129 0.018

-0.799

0.54 jml.ternak 0.36 0.536 -1.999 -0.571 2.711 -0.300 0.255 -0.544 -0.374 0.405 -0.310 -0.391

0.034

0.41 jml.keluarga -0.70 0.133 0.144 -0.053 -0.010 1.749 -0.855 0.597 -0.793 0.513 0.232 0.054

0.118

0.26 Partisipasi 0.85 0.150 -0.265 -0.327 -0.105 -0.842 2.231 -1.451 0.126 -0.070 -0.194 -0.282

1.105

-0.90

kntk.penyuluh -0.79 -0.273 0.169 0.291 -0.227 0.620 -1.493 2.291 0.366 -0.573 0.168 0.211

-1.303

1.18

Jarak 0.26 -0.624 0.614 0.103 -0.510 -0.738 0.064 0.436 3.171 -0.465

-2.222 0.993

-2.044

1.16

Info -0.34 0.479 -0.318 0.034 0.579 0.450 0.000 -0.655 -2.225 2.811 0.629 -0.433

1.353

-0.82 dari.tahu.guna -0.53 -0.068 0.091 0.110 -0.095 0.242 -0.215 0.162 -0.510 0.681 1.478 0.340

0.506

-0.78 Motivasi -0.62 -0.359 0.552 -0.002 -0.140 0.067 -0.310 0.206 0.940 -0.371 0.341 1.988

-1.504

0.49

Persepsi

0.90

0.734

-1.059

-0.718

-0.361

0.160

1.069

-1.225

-1.989

1.292

0.550

-1.449

7.468

-5.94


(6)

104

Nilai R'yx

Va ria b e l Umur pendidikan Pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi Persepsi sikap

adopsi .088 .208 .117 -.168 -.073 -.246 .015 -.062 -.232 -.243 .309 .049

-0.091

.050

Hasil Perhitungan R'yx . Rxx

Va ria b e l Umur pendidikan Pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi Persepsi Sikap adopsi 0.258

13 0.10311923 0.389880953 -0.10246467 -0.3141526 -0.31730198 0.19956816 -0.11455 0.1023

-0.251 0.23528 0.18376 -0.45316 0.121

Nilai R

x,y

Va ria b e l

penggunaan

umur

0.088

Hasil Perhitungan:

pendidikan .208

pendapatan .117

R2 =

0.38

pengalaman -.168 jml.ternak -.073

jml.keluarga -.246

Hasil Perhitungan:

partisipasi .015

kntk.penyuluh -.062

R =

0.62

jarak -.232

info -.243

dari.tahu.gun a

.309

motivasi .049 Persepsi

-0.091