15
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembuktian
Bukti, pembuktian, atau membuktikan dalam hukum Belanda disebut “bewijs” dan dalam Hukum Inggris disebut proof dan evidence. Menurut Prof. Dr. R.M.
Soedikno Mertokusumo, membuktikan mempunyai arti yuridis. Dalam ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi
setiap orang serta menutup segala kemungkinan akan bukti lawan, akan tetapi merupakan pembuktian yang konvensional yang bersifat khusus. Pembuktian dalam
arti yuridis ini hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka. Dengan demikian, pembuktian dalam arti yuridis tidak
menuju pada kebenaran mutlak. Hal ini terlihat karena adanya kemungkinan bahwa pengakuan, kesaksian, atau surat-surat yang tidak benar atau dipalsukan. Maka dalam
hal ini dimungkinkan adanya bukti dari lawan.
1
Pengertian mengenai Pembuktian juga dikemukakan oleh R.Soebekti, pembuktian adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang
dikemukakan dalam suatu persengketaan.
2
Penulis berpendapat yang di maksud dengan pembuktian dalam ilmu hukum adalah suatu proses, baik dalam acara perdata
1
Ahmad Ali. Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hal. 16.
2
R.Soebekti, Hukum Pembuktian, Pradnyparamita, Jakarta, 1978, Hal. 35.
maupun pidana, dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah, dilakukan tindakan dengan prosedur khusus, untuk mengetahui suatu fakta atau pernyataan, khususnya
fakta atau pernyataan yang dipersengketakan di pengadilan, yang diajukan dan dinyatakan oleh salah satu pihak dalam proses pengadilan.
Menurut asas hukum acara perdata, hakim dianggap mengetahui akan hukumnya, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis dan hakimlah
yang bertugas menerapkan hukum perdata materil terhadap perkara yang diperiksa dan diputuskannya. Pasal 1865 B.W. mengatakan bahwa: barang siapa mengajukan
peristiwa-peristiwa atas mana ia mendasarkan sesuatu hak, diwajibkan membuktikan peristiwa-peristiwa itu, sebaliknya barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa guna
pembantahan hak orang lain, diwajibkan juga membuktikan peristiwa-peristiwa itu. Ini berarti bahwa penggugat maupun tergugat dapat dibebani dengan pembuktian.
Terutama penggugat wajib membuktikan gugatannya, dan tergugat wajib membuktikan sangkalannya.
3
Dengan pembuktian dalam proses perdata, bertujuan untuk menyelesaikan persengketaan para pihak yang berperkara, dengan jalan seadil-adilnya, dengan
member kepastian hukum baik bagi para pihak yang berperkara maupun masyaralat pada umumnya.
4
Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana. Jika majelis
hakim hendak meletakkan kebenaran yang ditemukan dalam keputusan yang akan
3
Ibid
4
Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum Pembuktian Hukum Perdata, Kencana Prenandamedia, Jakarta, hal., 59.
dijatuhkan kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti, dengan cara dan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan.
5
Mencari kebenaran materil itu tidaklah mudah. Alat-alat bukti yang tersedia menurut undang-undang sangat relatif. Bagi majelis hakim harus benar-benar sadar
dan cermat menilai dan mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang ditemukan selama pemeriksaan persidangan.
6
Alat-alat bukti seperti kesaksian, menjadi kabur dan sangat relatif. Kesaksian diberikan oleh mansia yang pada dasarnya mempunyai
sifat pelupa. Bahkan menurut psikologi, penyaksian suatu peristiwa yang baru saja terjadi beberapa orang akan berbeda-beda.
Oleh karena itulah, dahulu orang berpendapat bahwa alat bukti yang paling dapat dipercaya ialah pengakuan terdakwa sendiri karena ialah yang mengalami
peristiwa tersebut. Di usahakanlah memperoleh pengakuan terdakwa tersebut dalam pemeriksaan, yang akan menentramkan hati hakim yang meyakini ditemukannya
kebenaran materil itu. Dalam alasan mencari kebenaran materil itulah maka asas akusator accusatoir
yang memandang terdakwa sebagai pihak sama dengan dalam perkara perdata, ditinggalkan dan diganti dengan asas inkisitor inquisitoir yang memandang
terdakwa sebagai objek pemeriksaan bahkan kadangkala dipakai alat penyiksa untuk memperoleh pengakuan terdakwa. Pihak-pihak yang berperkaralah yang
berkewajiban membuktikan peristiwa-peristiwa yang dikemukakannya. Pihak-pihak
5
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, hal.,253.
6
Ibid.
yang berperkara di pengadilan tidak perlu memberitahukan dan membuktikan peraturan hukumnya.
2.2 Teori-Teori Pembuktian