71
Rp. 1000,00 dana yang diterima bank mampu menyalurkan sebesar Rp. 896,60. Untuk lebih jelasnya rasio LDR PD. BPR-BKK Kabupaten
Semarang dapat dilihat dalam grafik berikut. Grafik 4.6. Rasio LDR PD. BPR-BKK Kabupaten Semarang tahun 2005
dan 2006
71.70 99.20
103.42 89.56
101.06 83.36
100.32 109.51
74.25 72.43
77.28 79.69
83.30 93.68
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00 90.00
100.00 110.00
Un g
a ra
n Kl
e p
u B
a ny
ub ir
u Ba
w e
n Ja
m b
u Br
in g
in S
um o
w ono
Am b
a ra
w a
Tu n
ta n
g Ge
ta s
a n
S u
su ka
n T
e ng
ar a
n Su
ru h
Pa b
e la
n G
ran d M
e an
Grand mean dari rasip LDR sebesar 93,68 yang termasuk dalam kriteria sehat. PD. BPR-BKK yang berada di antara grand mean
adalah PD. BPR-BKK Ungaran, dan Pabelan. Sedangkan PD. BPR-BKK yang lainnya berada dibawah grand mean dan di atas grand mean.
4.2. Pembahasan
4.3.1. Capital Adequacy Ratio CAR
Rata-rata rasio CAR tahun 2005 dan 2006 pada PD. BPR-BKK
Kabupaten Semarang termasuk dalam kategori kurang sehat. Hal ini
disebabkan oleh salah satu komponen permodalan yaitu PPAP yang berkurang sehingga mengakibatkan modal inti menjadi bertambah. PPAP
72
yang tinggi ini sebagai akibat dari banyaknya kredit macet seperti yang terjadi pada PD.BPR-BKK Cab. Ambarawa dan Bawen yang
mengakibatkan modal bank menjadi negative. Sementara ATMR secara rata-rata cenderung mengalami peningkatan yang tidak dapat diimbangi
oleh modal inti yaitu modal disetor, cadangan tujuan dan umum serta laba tahun lalu, peningkatan ATMR yang terjadi menyebabkan meningkat pula
resiko yang terjadi pada aktiva yang dimiliki oleh bank. Menurut Lukman dalam bukunya Manajemen perbankan
mengatakan, bahwa modal bank bisa menjadi negative bila terdapat kredit bermasalah yang tidak dapat diselesaikan pada waktunya terutama dalam
kategori kredit macet. Untuk menutup kerugian tersebut maka bank membentuk cadangan yang berasal dari modal bank itu sendiri, bila
cadangan yang dibentuk terlalu besar maka berakibat modal bank menjadi negative.
4.3.2. Assets quality Aktiva Produktif
Ratio PPAP tahun 2005-2006 pada PD. BPR-BKK Kabupaten
Semarang termasuk dalam kategori Tidak Sehat. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya kualitas Aktiva produktif yang diklsifikasikan dalam kategori kurang lancar, diragukan dan macet. Karena terjadi tingkat
kolektibilitas bank yang cenderung meningkat sehingga mengakibatkan aktiva produktif diklasifikasikan juga ikut naik, disamping itu kurang
pengawasan kredit pada bank itu sendiri . Hal ini berarti komposisi aktiva produktif diklasifikasikan perlu ditekan dan penggunaan aktiva produktif
diperketat. Dengan kata lain, meningkatnya rasio aktiva produktif yang
73
diklasifikasikan tersebut karena pengelolaan yang kurang afektif dan efisien. Oleh karenanya perlu dilakukan penyaluran kredit secara selektif
untuk menekan besarnya komposisi aktiva produktif diklasifikasikan. Meningkatnya rasio ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan
PPAP, hal ini berarti bank akan mengalami kesulitan dalam mengatasi resiko kerugian dari kredit macet. Selain faktor diatas kurangnya
marketing strategi dari pihak manajemen bank juga ikut mempengaruhi peningkatan PPAP. Untuk menangulangi keadan diatas bank harus
melakukan analisis kredit lebih ketat dalam artian bahwa kredit hanya akan diberikan pada orang yang benar-benar memegang teguh janjinya
untuk melakukan kewajiban membayar kembali dana berikut dengan bunganya, serta meningkatkan mutu SDM dengan memberikan biaya
pendidikan untuk karyawan dan mengikutsertakan karyawan dalam seminar-seminar pengelolaan kredit.
4.3.3. Managemen Manajemen