1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan sekolah dasar diharapkan mempunyai kemandirian dalam mewujudkan dan meningkatkan
mutu pendidikan. Melalui hubungan pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat terlaksananya proses
pendidikan di sekolah, sehingga menghasilkan lulusan sekolah yang produktif dan berkualitas.Pruduktifitas
dan kwalitas dapat dilihat dari hasil lulusan yang diraih dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan,
ketrampilan serta sikap yang dimiliki siswa.Dari hasil yang berkwalitas dapat dijadikan bekal hidup di
masyarakat sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup Mulyasa, 2009: 52
”. Proses pembentukan komite sekolah merupakan
penerapan UU No. 221999 tentang Pemerintahan Daerah
diberikan kewenangan
untuk mengatur
kewenangan disegala bidang yang tercakup pada bidang pemerintahan mulalai dari pekerjaan umum,
pendidikan, kesehatan,pertanian,
budaya, serta
ekonomi. Pendidikan
disini juaga
termasuk kewenangan
pemerintah pusat
yang telah
didesentralisasi melalui
Undang –undang
diatas.Disamping itu diterpkannya UU No. 251999 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah, serta perangkat PP yang berkaitan, yang menuntut terjadinya perubahan paradigma
pengelolaan sistem pendidikan. Hal ini berakibat terhadap perubahan struktural dalam pengelolaan
pendidikan, dan berlaku juga pada penentuan stakeholder pendidikan yang sepenuhnya ada di
2
tangan aparat pusat, maka dalam era otonomi pendidikan sekarang ini peranan sebagai stakehoder
itu akan tersebar kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Manajemen Berbasis Sekolah MBS
merupakah salah satu model manajemen pendidikan dimana sekolah diberikan kebebasan untuk mengelola
dan mengatur manajemen yang seluas-luasnya dan juga
merupakan perhatian
pemerintah yang
memberikan kesemoatan pada sekolah dalam menentukan
arah, kebijakan,
serta jalannya
pendidikan di daerah masing-masing. Kesuksesan pelaksanaan
MBS sangat
ditentukan oleh
implementasi kemandirian manajemen pendidikan pada tingkat kabupaten atau kota. Manajemen
Berbasis Sekolah merupakan jawaban atas tantangan pendidikan sejalan dengan diberlakukannya otonomi
daerah sehingga sistem pendidikan sekolah dituntut untuk
melakukan perubahan
dan penyesuaian
sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih
demokratis, memperhatikan
keberagaman kebutuhankeadaan daerah dan peserta didik, serta
mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Hubungan kerjasama antara sekolah dengan
masyarakat pada hakekatnya adalah suatu sarana yang cukup mempunyai peranan yang menentukan
dalam rangka
usaha mengadakan
pembinaan, pertumbuhan, dan pengembangan siswa di sekolah.
Dengan adanya hubungan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat, dapat dicapai perpaduan antara
sarana sekolah dengan masyarakat
“ Permadi, 2010: 25.
Salah satu
usaha pemerintah
dalam peningkatan mutu pendidikan tertera dalam
undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang
3
sistem pendidikan nasional yang menyebutkan bahwa,
“upaya pemerintah untuk meningkat- kan
mutu pendidikan
adalah dengan
dibentuknya Komite Sekolah yang mewadahi peran serta masyarakat untuk membantu
sekolah. Penekanan mutu dapat dilihat dari proses yang mutu sehingga dapat menghasil-
kan lulusan yang bermutu. Pendidikan
yang bermutu
adalah sistem
pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan pada berbagai jenjang dan jenis yang memiliki
kemapuan, nilai, dan sikap, baik kemampuan intelektual, profesional dan emosional, memiliki
sikap jujur, berdisiplin, etos kerja yang tinggi, rasional, kreatif, memiliki rasa tanggung jawab
kemanusiaan,
kemasyarakatan dan
kebangsaan serta berkhlak mulia, beriman dan bertakwa.
Dngan demikian,
pendidikan dianggap berkualitas bilamana pendidikan itu
mampu mengembangkan seluruh spektrum intelegensi manusia yang meliputi berbagai
aspek kebudayaan.. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu dalam hal ini mengacu kepada
proses dan hasil pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut diatas, suharsimi
2012:4 menyatakan bahwa pentingnya dilakukan evaluasi program kegiatan antara lain: memperlihat-
kan keberhasilan atau kegagalan programkegiatan, menunjukkan dimana dan bagaiamana perlu diadakan
perubahan-perubahan, memperlihatkan bagaimana kekuatan atau potensi ditingkatkan, memberikan
informasi
untuk membuat
perencanaan dan
pengambilan keputusan dan membantu untuk dapat
4
melihat konteks dengan lebih luas serta implikasinya terhadap kinerja programkegiatan.
Proses kegiatan evaluasi harus benar-benar selektif, agar sesuai dengan target tujuan yang ingin dicapai,
sedangkan dalam
melakukan evaluasi
terdapat berbagai
model evaluasi
program diantaranya
Discrepancy Models,
Countenance Models,
Goal Oriented Models, Responsive Models, CIPP Context,
Input, Process, Product Models, Goal Free Models. Melihat karakteristik kinerja komite sekolah yang
sangat komplek menyangkut konteks, input, proses, dan produk, maka dalam penelitian ini adalah model
evaluasi CIPP. Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang terdiri dari dari empat komponen
evaluasi yaitu Context, Input, Process, dan Product CIPP. CIPP merupakan singkatan dari context
evaluation artinya evaluasi terhadap context, input evaluation artinya evaluasi terhadap masukan, process
evaluation artinya evaluasi terhadap process, dan product evaluation artinya evaluasi terhadap hasil.
Dengan melihat penjelasan tersebut maka langkah evaluasi yang dilakukan adalah menganalisis program
tersebut, maka langkah evaluasi yang dilakukan adalah menganalisis program tersebut berdasarkan
komponen-komponennya.
Menurut Stufflebeam 2003: 2, mengemukakan model evaluasi CIPP sebagai berikut:
The models core concept are denoted by acronym CIPP, which stands for evaluations
of an entity’s context, input, process, and product. Context evaluations assess needs,
problems, assets, and help apportunities to help decicions makers define goals and
priorities, and outcomes. Input evaluations
5
assess alternatives approache, competing action
plans, and
budgets for their
feasibility and potential cost-effectiveness to meet targeted needs and achieved goals.
Decision makes us input evaluations in chososhing among competing plans, writing
funding proposals, allocation resources, assigning staff. Scheduling work, and
ultimately in helping others judge an effort’s plans and budget.
Evaluasi context menentukan kebutuhan, masalah- masalah, asset dan kesempatan untuk membantu
pengambilan keputusan menetapkan tujuan dan prioritas serta membantu kelompol lebih luas dalam
pengambilan tujuan, prioritas, dan hasil. Evaluasi input
menentukan alternative
pendekatan, pelaksanaan rencana kegiatan, penyedia sarana,
penyedia biaya efektif untuk penyiapan kebutuhan dan pencapaian tujuan. Pengambilan keputusan dalam
evaluasi input di dalamnya memilih penyusunan rencana, penulisan proposal, alokasi sumber daya,
pengelolaan ketenagaan, jadwal kegiatan, tersusun rapi dalam membantu pengamil keputusan berusaha
menyiapkan rencana dan pembiayaan. Lebih lanjut Stufflebeam 2003: 2 juga mengatakan:
Process evaluations assess the implement- tation of plans to helf staff carry out activites
and later help the board group of users judge program performance and interpret outcomes.
Product evaluations identify and assess outcomes-intended, short term and long term-
both to help a staff keep an enterprise focused on achieving important outcomes and
6
ultimately to help the broader group of user gauge the effort’s success in meeting targeted
needs.
Evaluasi proses menilai pelaksanaan rencana untuk membantu staf melaksanakan kegiatan, kemudian
membantu pengguna menilai kinerja program, dan membuat
penafsiran hasil
evaluasi product
mengidentifikasi dan menilai hasil baik jangka pendek dan jangka panjang untuk membantu staf untuk lebih
fokus pada hasil penting dan hasil akhir serta mengukur penting dan hasil akhir serta mengukur
keberhasilan upaya dalam memenuhi target yang di tetapkan.
Setelah mencermati hal tersebut maka diperlukan suatu evaluasi terhadap kinerja Komite Sekolah dalam
meningkatkan mutu pendidikan di suatu pendidikan. Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-
peneliti terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang berkaitan dengan peran
komite dan peningkatan mutu pendidikan pernah dilakukan oleh Murjini 2015 dengan judul evaluasi
kinerja komite sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan studi di SD Negeri Sukomarto Jumo
Temanggung. Hasil penelitiannya ditemukan kinerja komite sekolah sebagai badan pertimbangan, badan
pendukung, badan pengontrol, dan badan pendukung belum seluruhnya berhasil dibuktikan kinerja Komite
Sekolah sebagai penghubung antara Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan belum maksimal. Penelitian
lain yang dilakukan Ali Mursidi 2013 menemukan bahwa
dalam meningkatkan
mutu pendidikan
dilaksanakan dengan mengoptimalkan empat peran komite sekolah, yakni advisory agency, supporting
7
agency, controlling agency, dan mediator agency. Dalam penelitian A.T. Alabi 2012 juga berpendapat bahwa
hubungan yang harmonis di sekolah menengah oleh kepala sekolah melalui pemanfaatan sistem komite
membantu dalam meningkatkan standar pendidikan dan meningkatkan hasil pendidikan secara optimal.
Dengan keharmonisan antara pemangku sekolah dengan masyarakat melalui sistim komite sekolah lebih
mudah
untuk menyampaikan
informasi kepada
masyarakat untuk bersama-sama mencari solusi menentukan langkah apa yang harus ditempuh oleh
sekolah bersama komite. Sedangkan menurut Joyce Nyandoro
2013, menyimpulkan
bahwa Pengembangan Komite Sekolah tidak efektif dalam
mengelola dana untuk sekolah mereka, karena kurangnya
keterampilan dalam
berbagai aspek
manajemen keuangan
seperti persiapan
dan penggunaan anggaran untuk membuat keputusan,
menjaga asset inventarisasi dan penggalangan dana. Hal ini dikarenakan adanya Sumber Daya Manusia
dari pengurus komite yang sangat kurang dalam pengelolaan dana atau keuangan atau memanajemen
kegiatan yang dilaksanakan di sekolah.
Berdasarkan Keputusan
Menteri Pendidikan
Nasional Nomor
044U2002 tentang
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah menyebutkan bahwa:
“a Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional
melalui upaya
peningkatan mutu
pendidikan, pemerataan, efisiensi penyelengga- raan pendidikan, dan tercapainya demokratisasi
pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat yang lebih optimal; b bahwa
dukungan dan peran serta masyarakat perlu didorong untuk sinergi dalam suatu wadah Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah yang mandiri; c
8
bahwa sehubungan dengan huruf a dan b serta memfasilitasi terbentuknya Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional tetang
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
”. Maka
Komite Sekolah
diharapkan mampu
menjalankan perannya sebagai: 1 advisory agency pemberi petimbangan;yaknimemberikan pertimbangan
kepada sekolah disetiap saat ada kesulitan di sekolah. 2 supporting agency pendukung kegiatan layanan
pendidikan memberikan dukungan kepada sekolah apa yang diprogramkan sesuai dengan aturan yang
ada; 3 controlling agency pengontrol kegiatan layanan pendidikan apa yang telah diprigramkan akan dapat
terealisasi, maka pengawasan sangat penting bagi sekolah dan 4 mediator agency, penghubung atau
pengait tali komunikasi antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.Dengan adanya hubungan tersebut
maka apa yang telah diprogramkan sekolah akan berjalan sesuai yang diharapkan khususnya dalam
peningkata mutu pendidikan.
Dalam hubungannya
dengan model
MBS, keberadaan Komite Sekolah merupakan bagian yang
tidak dapat terpisahkan dengan MBS. Dengan demikian keberadaan Komite Sekolah merupakan
sesuatu yang perlu ada dalam MBS.
”Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, BAB I pasal 1 25 yang
menyatakan bahwa bahwa Komite SekolahMadrasah adalah lembaga madiri yang beranggotakan orang
tuawali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan
” Hubungan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat pada
hakekatnya adalah
suatu sarana
yang cukup
9
mempunyai peranan yang menentukan dalam rangka usaha pembinaan, pertumbuhan, dan pengembangan
siswa di sekolah. Keberadaan komite sekolah dalam MBS sangatlah penting karena untuk mencapai
keberhasilan dalam peningkata mutu pendidikan tidak bisa lepas dari kegiatan komite sekolah.
Sementara Menurut Dessler 2003: 103, Kinerja merupakan prosedur yang meliputi: penetapan standar
kinerja, penilaian kinerja aktual pegawai dalam hubungan dengan standar-standar ini, memberikan
umpan
balik kepada
pegawai dengan
tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan
kemerosotan kinerja atau terus berkinerja lebih tinggi lagi. Dalam konteks pendidikan kinerja merupakan
pelaksanaan tugas dari masing-masing warga sekolah dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan di
sekolah. Hal ini mengidentifikasi di satuan pendidikan maka komite sekolah harus dapat menjalankan
tugasnya sesuai Kemendiknas nomor: 044U2002 dengan baik. Disisi lain dibutuhkan evaluasi terhadap
kinerja
komite sekolah
yang berksinambungan
sehingga dapat berjalan dengan baik. Setelah mencermati hal tersebut maka diperlukan suatu
evaluasi terhadap kinerja Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di satuan pendidikan.
Penelitian ini memilih obyek di SD Negeri Purwosari 1 Sayung Kabupaten Demak, dimana sekolah tersebut
masih banyak kekurangan dalam peningkatan mutu pendidikan maka dengan latarbelakang diatas, penulis
memilih judul: Evaluasi Kinerja Komite Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di SD Negeri Purwosari
1 Sayung Demak.
10
1.2. Rumusan Masalah