Alinea tersebut merupakan penanda, bahwa bangsa Indonesia sedang berkeinginan membawa rakyatnya terbebas dari segala bentuk penjajahan, dengan
harapan lebih mengupayakan terciptanya sendi-sendi kemanusiaan dan keadilan. Konsepsi ini merupakan konsepsi awal, dimana penegasan hak-hak asasi
manusia ditujukan tidak hanya bagi bangsa Indonesia yang saat itu baru merdeka, tetapi ditujukan untuk seluruh bangsa di dunia ini. Oleh karena itu, hak konstitusional warga
negara harus di jamin dalam konstitusi sebagai bentuk pengakuan HAM serta adanya peradilan yang independen tidak terpengaruh oleh penguasa dan segala tindakan
pemerintahan harus didasarkan atas hukum. Artinya, yang dimaksud sebagai hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap pribadi manusia. Karena itu, hak asasi
manusia itu berbeda dari pengertian hak warga negara. Namun, karena hak asasi manusia itu telah tercantum dengan tegas dalam UUD 1945, sehingga juga telah resmi
menjadi hak konstitusional setiap warga Negara.
4. Hak Pilih Kaum Disabilitas Dalam Pemilu
a. Undang-Undang No.4 Tahun 1997
Pada Pasal 5 Undang-Undang No.4 Tahun 1997 mengenai hak penyandang difabel disebutkan bahwa :
Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Pada pasal ini yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan yaitu meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, pendidikan, sosial,
ketenagakerjaan, ekonomi, pelayanan umum, hukum, budaya, politik, pertahanan,
olahraga, rekreasi, dan informasi. Sehingga penyandang difabel baik fisik ataupun mental memiliki hak dan kesempatan sama dalam politik.
Terkait dengan penelitian penulis, hak politik yang dimiliki para penyandang disabilitas dalam hal ini berhubungan dengan hak untuk memilih
wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR, DPRD PropinsiKabupatenKota dan anggota DPD serta memilih pemimpin yang mereka kehendaki baik ditingkat
daerah melalui Pemilukada maupun ditingkat pusat melalui Pemilu.
b. Undang-Undang No 19 Tahun 2011
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Cacat pada tanggal 18 Oktober 2011. Proses persiapan ratifikasi Konvensi Hak Penyandang Cacat ini
telah berjalan selama 4 tahun di tingkat antar kementerian sejak 2007 hingga 2011, yang juga melibatkan perwakilan dari organisasi kemasyarakatan penyandang
disabilitas. Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas dengan UU Nomor 19
Tahun 2011, konvensi ini mengganti istilah “penyandang cacat” dengan “penyandang disabilitas” yang dinilai lebih tepat dan manusiawi.
Setiap warga negara berhak terlibat aktif dalam kehidupan berpolitik. Hak ini terkandung dalam berbagai ketentuan hukum baik yang bersifat internasional
maupun nasional. Begitu pula penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Mereka
mempunyai kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama dengan masyarakat lainnya dari segala aspek kehidupan dan penghidupan, baik dari segi pendidikan,
ketenagakerjaan, komunikasi, dan lain-lainnya. Sebagai bagian dari warga negara Indonesia, para penyandang disabilitas juga berhak terlibat aktif dalam kehidupan
berpolitik.
c. Undang-undang No.8 Tahun 2012
Hak kaum disabilitas diatur dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang pemilhan umum pasal 19 ayat 1 dan 2. Undang Undang Nomor 8
tersebut sebagai mandat dari penafsiran UUD 1945 pasal 22 ayat 2. Ketika hak disabilitas mempunyai hak yang sama dengan pemilih lain, maka sudah
seharusnya penyelenggara memberikan perhatian khusus pada mereka.
B. HASIL PENELTIAN
1.
Profil Penyandang Disabilitas
Penyadang disabilitas di Kota Salatiga berdasarkan hasil pendataan Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah terdiri dari Penyadang Disabilitas Tuna Netra 18 orang,
Tuna Daksa 500 orang, Tuna Rungu 25 orang, Penyadang Disabilitas Mental 767 orang, Penyandang Disabilitas Fisik dan Mental 45 orang, dan Penyandang
Disabilitas Anak ada 135 orang.
29
2. Profil Komisi Pemilihan Umum Daerah