Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Hak Pilih bagi Penyandang Cacat Tuna Netra pada Pemilu Legislatif 2014 Kota Salatiga T1 312012707 BAB II

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Negara Hukum Demokratis

Secara etimologi kata Negara berasal dari Bahasa Belanda, “Staat” dan

Bahasa Jerman, “State” dalam Bahasa Inggris dan “Etat” dalam bahasa Perancis.1

Lalu, di Eropa kata-kata ini kemudian diturunkan dari kata “status” menjadi “Statum”

ke dalam bahasa latin. Dalam sejarahnya Kaisar Romawi Ulpianus pernah menyebutkan kata statum dalam ucapannya “Publicum ius est quad statum rei

Romanae Spectat”.2

Menurut F.Isjwara secara etoimologis kata status dalam bahasa latin klasik adalah suatu istilah yang menunjukkan keadaan yang tegak dan tetap9. Sejak Cicero

(104 SM-43 M) kata “status” atau “statum” itu lazim diartikan sebagai “standing”

atau “station” dan dihubungkan dnegan kedudukan persekutuan hidup manusia

sebagaimana diartikan dalam istilah “Status Civitatis” atau “StatusRepublicae”.3 Dan

baru pada abad ke-16 dipertalikan dengan kata Negara. F.Isjwara kemudian

mendefinisikan Negara sebagai berikut: Negara diartikan sebagai kata yang

menunjukkan organisasi politik territorial dari bangsa-bangsa. Sejak pengertian ini

1

F. Isjwara. 1999. Pengantar Ilmu Politik, Putra Bardin, Bandung, Hal 90

2 F.Isjwara, Ibid

3


(2)

diberikan sejak itu pula kata negara lazim ditafsirkan dalam berbagai arti. Negara lazim diidentifikasikan dengan pemerintah, umpamanya apabila kata itu dipergunakan dalam pengertian kekuasaan negara, kemauan negara dan sebagainya. Kata negara lazim pula dipersamakan dengan bangsa, dan negara dipergunakan sebagai istilah

yang menunjukkan baik keseluruhan maupun bagian-bagian negara federal.4 Dalam

KBBI sendiri, Negara didefinisikan sebagai organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Artinya, ketika Negara menjadi objek perdebatan maka hal yang seolah tak lepas dari Negara adalah daulat. Dimana daulat atau berdaulat memiliki makna yang merujuk kepada suatu sistem dalam sebuah organisasi atau dalam hal ini adalah Negara yang memiliki kekuasaan tertinggi atas suatu pemerintahan.

Berangkat dari uraian diatas penulis menyimpulkan, bahwasan Negara diibaratkan sebagai sebuah rumah yang awalnya. Lalu, kemudian terdapat syarat yang mesti terpenuhi sehingga rumah tersebut menjadi rumah yang ideal.

Adapun syarat yang menjadi tolak ukur terbentuknya sebuah Negara adalah, secara primer memiliki rakyat, wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan secara sekuder adalah mendapat pengakuan dari negara lain.

Mahfud MD dalam bukunya “Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi”. Dalam

buku yang diterbitkan oleh Gama Media itu, Mahfud menulisan Negara Hukum

sebagai terjemahan dari rechstaat (ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental) atau rule

of law (ahli-ahli hukum Anglo Saxon).5 Artinya konsep Negara hukum sebenarnya

4 Ernest Beker, Principles of Social and Political Theory, Hal 90 -91

5


(3)

berakar dari ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental. Dimana konsep Eropa Kontinental atau Rechstaat dipelopori oleh Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl. Menurut Stahl, konsep Eropa Kontinental ini ditandai dengan adanya empat unsur pokok, yang terdiri dari:

a. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

b. Negara didasarkan pada teori trias politika

c. Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang

d. Terdapat peradilan administrasi Negara yang bertugas menangani kasus

perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah.6

Lain halnya dengan Eropa Kontinental, konsep Negara Hukum Anglo-Saxon atau

Rule Of Law dipelopori oleh A.V. Dicey (Inggris). Menurut A.V. Dicey, konsep Rule Of Law ini menekankan tiga tolok ukur, yakni:

a. Supremasi hukum

b. Persamaan di hadapan hukum (equality before the law)

c. Konstitusi yang didasarkan atas hak-hak perorangan.7

Berdasarkan pandangan para pakar, maka Negara hukum hakikatnya adalah Negara yang menolak melepasakan kekuasaan tanpa kendali Negara yang pola hidupnya berdasarkan hukum yang adil dan demokratis. Kekuasaan Negara di dalamnya, harus

6 Selanjutnya Konsep Stahl Ini Dinamakan Negara Hukum Formal, Karena Lebih Menekankan Pada Suatu

Pemerintahan Yang Berdasar Atas Undang-Undang. Ibid., Hal. 66


(4)

tunduk pada “aturan main.” Hal lain justru disajikan oleh Bapak Filsafat, Plato. Ia secara konseptual menuliskan bentuk Negara hukum yang pada awalnya bermula dengan mencakup empat kategori, yakni: Negara hukum dalam bentuk polizei, Negara hukum liberal, Negara hukum formal dan Negara hukum materiil. Negara hukum dalam bentuk polizei dimulai sejak zaman Plato dengan konsepnya yang mengatakan “bahwa penyelenggaraan Negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik yang disebut dengan istilah Nomoi”. Kemudian, gagasan Plato tersebut disempurnakan oleh muridnya, Aristoteles, yang menggambarkan Negara sebagai Negara hukum yang di dalamnya terdapat sejumlah warga Negara yang ikut serta dalam permusyawaratan Negara. Yang dimaksud Aristoteles di sini adalah Negara yang berdiri di atas hukum, yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan menjadi syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai dasar dari keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga Negara yang baik.

Bagi Aristoteles perlu adanya aturan yang bisa menjadi keadilan bagi setiap manusia. Sehingga, menurutnya yang memerintah dalam sebuah Negara bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil yang tertuang dalam peraturan hukum.

Namun, bagi Immanuel Kant, ada dua hal yang substansial yang perlu diciptakan

dalam sebuah Negara hukum, yakni:


(5)

b. Adanya pemisahan kekuasaan dalam Negara. Sehingga, muncul tipe Negara hukum yang bertindak memisahkan kalau terjadi perselisihan di antara warga Negara dalam menyelenggarakan kepentingan yang disebut

sebagai “Negara Polisi”.8

Gagasan Negara hukum menurut Immanuel Kant inilah yang kemudian diperkenalkan sebagai bentuk Negara hukum liberal. Dimana rakyat diberi hak secara penuh untuk beaktifitas dan Negara sama sekali tidak dibenarkan untuk ikut campur tangan kecuali jika dalam keadaan tertentu.

Gagasan mengenai Negara hukum formil ini menjamin jangan sampai terjadi

tindakan kesewenang-wenangan dari penguasa Negara dalam menyelenggarakan

kesejahteraan rakyat. Namun, gagasan ini ternyata menimbulkan polemik. Dimana keterlibatan penyelenggara Negara dalam tata kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat berjalan sangat lamban akibat semua tindakan penguasa Negara harus

berjalan sesuai perundang-undangan terlebih dulu.

Dengan beberapa konsep Negara yang hadir, namun tidak sesuai dengan iklim masyarakat maupun Negara. Maka, kemudian konsep rechstaat di Eropa Kontinental yang didasarkan pada filsafat lliberal yang individualistik, maka ciri tersebut sangat

menonjol dalam pemikiran negara hukum menuruut konsep Eropa Kontinental.9

Berdasarkan hal di atas, dapatlah dipahami bahwa konsep Negara hukum terutama yang dikemukakan Immanuel Kant dan Frederich Julius Sthaal ternyata sangat menekankan pada dua hal, yaitu tertib hukum dan HAM. Dimasukkannya

8 Moh Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta. 1994 9 Padma Wahjono, Mekanisme Konstitusional Demokrasi Pancasila. BP


(6)

konsep HAM dalam kerangka berfikir Kant dan Sthaal pada konsep seperti

dikemukakan di atas mencerminkan Negara hukum yang dicita-citakan keduanya

adalah Negara kesejahteraan modern yang dibangun atas prinsip penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM yang dijamin kedudukannya dalam aturan hukum. Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Mengikuti pendapat Garry F. Bell dalam bukunya The New Indonesian Law Relating to Regional Autonomy Good Intentions, Confusing Laws seperti dikutip Denny Indrayana: sebagai terminologi Negara hukum dalam konteks hukum Indonesia lebih mendekati konsep hukum

continental disbanding konsep rule of law di negara negara Anglo-Saxon. Indonesia

sendiri sebagai Negara Hukum, sedikitnya memiliki tiga ciri-ciri pokok yang

menggambarkan sebagai Negara Hukum, berikut hal yang dimaksud:

a. Pengakuan dan perlindungan atas HAM yang mengandung persamaan dalam

bidang politik, social, ekonomi, hukum, budaya dan beberapa hal lainnya

b. Peradilan bebas dan tidak memihak serat tidak dipengaruhi oleh suatu

kekuasaan lain apapun

c. Menjunjung tinggi asas legalitas.10

Pendiri Negara, ketika mendirikan Indonesia menjadi sebuah Negara, merumuskan bahwa Negara kita adalah Negara yang berlandaskan atas hukum (rechstaat) dan bukan sebagai negara kekuasaan (machsstaat). Oleh karena itu, hukumhendaknya dijadikan sebagai kerangka berfikir dan menjadi acuan dalam

10

Joko Setiyono, Kebijakan Legislatif di Indonesai tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Sebagai Salah Satu Bentuk Pelanggaran HAM yang Berat, dalam Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat. (Editor Muladi), PT Refika Aditama, Bandung, 2005, Hal 120-121


(7)

setiap tindakan dalam menjalani roda kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Komisi Ahli Hukum Internasional (The International Commission of Justist)

sendiri dalam konferensinya di Bangkok Tahun 1965, menyebutkan bahwa pemerintahan yang demokratis di bawah rule of law haus memnuhi syarat sebegai berikut :

a. Adanya perlindungan konstitusional

b. Adanya pemilohan umum yang bebas

c. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak

d. Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat

e. Adanya kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi

f. Adanya pendidikan kewarganegaraan.11

Pemikiran Negara Hukum sebenarnya dimulai sejak Plato dengan konsepnya bahwa: “Penyelenggaraan Negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan

(hukum) yang baik yang disebut dengan istilah nomoi”12Lalu kemudian, ide tentang

Negara Hukum popular di abad ke-17 sebagai akibat dari situasi politik di Eropa yang

didominasi oleh absolutisme.13

11 Rofiqul

-Umam Ahmad, ed., Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi, cetakan kedua, (Jakarta:Setjen dan

Kepaniteraan MK, 2007) Hal. 42

12 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta:

Kencana 2010 Hal .61

13 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya dilihat dari Segi Hukum


(8)

Berdasarkan uraian konsep tentang negara hukum tersebut, terdapat dua substansi dasar, yaitu: 1) adanya paham konstitusi, dan 2) sistem demokrasi atau

kedaulatan rakyat. 14

Ada Lima kriteria negara hukum demokratis menurut Frans Magnis Suseno :

a. Negara hukum

Negara yang menjunjung tinggi hukum, artinya negara harus menjalankan kekuasaan berdasarkan hukum yang berlaku agar tercipta keadilan, misal dalam penyelesaian masalah diputus dengan hukum yang benar dan setiap orang berhak mendapat bantuan hukum.

b. Pemerintahan di bawah kontrol nyata masyarakat

Negara yang berdaulat, rakyat selalu terlibat dalam setiap proses pembuatan kebijakan publik mulai dari perencanaan, pembuatan, pelaksanaan dan melakukan pengawasan bagi kebijakan pemerintah.

c. Pemilihan umum yang bebas

Pemilu harus di lakukan secara terbuka, bebas, jujur dan adil, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih calon pemimpinnya

secara bebas tanpa paksaan dan intervensi (campur tangan) dari pihak-pihak

tertentu.

d. Prinsip mayoritas


(9)

Negara demokratis akan memakai suara mayoritas dari rakyatnya. Karena suara mayoritas bisa dijadikan dasar pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan hak dan aspirasi suara minoritas

e. Adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.

Negara hukum akan menjamin hak-hak demokratis rakyatnya, misal

hak beragama, hak berpendapat, hak berkumpul, dll. Negara akan mengakui hak individu atau HAM selama hak tersebut tidak bertentangan dengan hukum positif Indonesia, dan setiap individu tersebut mampu bertanggungjawab atas hak individunya.

2. Demokrasi dan Pemilihan Umum a. Demokrasi

Pengertian Demokrasi secara Etimologi istilah demokrasi berasal dari

bahasa Yunani yaitu dari kata ”demos” (rakyat) dan ”kratos” (pemerintahan).

Sehingga demokrasi diartikan secara sederhana adalah pemerintahan oleh rakyat (rule of the people), secara terminologi menurut Koentjoro Poerbopranoto dalam bukunya Sistem Pemerintahan Demokrasi, menyatakan demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan negara dimana dalam pokoknya semua orang (rakyat) adalah berhak sama untuk memerintah dan juga untuk diperintah.15

Afan Gafar menyatakan ada dua macam pemahaman tentang demokrasi yaitu pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empirik. Dalam pemahaman secara normatif, demokrasi merupakan sesuatu yang secara idiil hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara, seperti ungkapan

15


(10)

”pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”.ungkapan normatif tersebut biasanya diterjemahkan dalam konstitusi pada masing-masing negara, misalnya dalam UUD 1945 sebagai pemerintahan republik Indonesia.16

1) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang- undang dasar (pasal 1 ayat (2)

2) Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang (pasal 28) 3) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan untuk meribadat menurut agama dan kepercayaannya itu (pasal 29 ayat (2) )

Kutipan pasal-pasal diatas merupakan definisi normatif dari demokrasi. Tetapi kita harus memperhatikan bahwa apa yang normatif belum tentu dapat dilihat dalam konteks kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu perlu untuk melihat makna demokrasi secara empirik, yakni demokrasi dalam perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian inti (hakekat) demokrasi terletak pada peran senyatanya rakyat dalam proses politik yang berjalan terutama dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik, yakni berbagai program yang bertujuan untuk memecahkan berbagai persoalan publik (masyarakat, berbangsa dan bernegara) yang diputuskan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang. Persoalan publik misalnya : mengembangkan kebebasan menyatakan pendapat, mengatasi kemiskinan dan pengangguran,

16


(11)

meningkatkan hak warga negara untuk memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan dll.

Demokrasi merupakan sesuatu yang penting, karena nilai-nilai yang dikandungnya sangat diperlukan sebagai acuan untuk menata kehidupan berbangsa da bernegara yang baik. Henry B. Mayo (Miriam budiardjo, eds. 1980 :165-179) mengajukan beberapa nilai demokrasi, yaitu sebagai berikut :

1) Menyelesaikan pertiakaian secara damai dan sukarela.

Hal ini terlihat pada fungsi kompromi atau kebijakan umum dengan suara mayoritas, atau penyelesaian berbagai pertikaian secara sukarela.

2) Menjamin terjadinya perubahan secara damai.

Misalnya dalam menghadapi berbagai perubahan sosial, iptek yang sangat pesat, dengan metode demokrasi akan mampu mengakomodasinya secara fleksibel, misalnya dengan memperhatikan public opinion

sehingga perubahan tetap terjamin berjalan secara damai.

Rakyat adalah orang yang tunduk pada suatu pemerintahan negara. Dalam negara ada yang memerintah dan ada yang diperintah, yang memerintah negara disebut dengan pemerintah dan yang diperintah oleh negara disebut rakyat. Oleh karena itu, keberadaan suatu negara sangat ditentukan oleh dukungan rakyat. Pengertian kedaulatan rakyat sangat erat dengan pengertian perjanjian masyarakat dalam pembentukan asal mula negara. Negara terbentuk karena adanya perjanjian

masyarakat, disebut dengan istilah “Kontrak Sosial”.tokoh teori ini adalah Thomas


(12)

Kedaulatan rakyat maksudnya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Ini berarti kehendak rakyat merupakan kehendak tertinggi. Negara harus tunduk kepada rakyat. Dengan kata lain rakyat sebagai pemegang otoritas (kekuasaan yang sah) tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu Kedaulatan Rakyat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Perumusan kedaulatan rakyat ini dalam dokumen-dokumen yang bersifat resmi, pertama kali terdapat dalam Piagam Jakarta, 22 Juni 1945 yang menyatakan: “…Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik

Indonesia yang berkedaulatan rakyat”, yang kemudian menjadi rumusan Pembukaan

UUD 1945 yang mempengaruhi perumusan batang tubuhnya.

Pokok pikiran ini kemudian disepakati untuk dimuat dalam Undang-Undang Dasar dengan pernyataan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Bahkan gagasan ini diuraikan lebih lanjut dalam penjelasan UUD sebagai pokok pikiran keempat dari Pembukaan UUD 1945. Pokok pikiran keempat yang terkandung dalam “Pembukaan” ialah negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.

Utamanya dalam pemahaman dan kaitannya dengan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pasal 1 ayat (2) UUD 45 yang menentukan sebagai berikut:

“Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.”

Sedangkan isi pasal 1 ayat (2) UUD 45 hasil amandemen adalah sebagai berikut:


(13)

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik dua unsur/pokok pikiran dari isi pasal 1 ayat (2), yaitu:

1. kedaulatan rakyat; dan

2. implementasi kedaulatan rakyat.

Sila ke 4 Pancasila,“kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”.

Teori atas kedaulatan rakyat yang berlaku di Indonesia mendukung atas hukum dan menjamin kebebasan dari pada warganegaranya. Dalam pengerian bahwa kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas-batas perundang-undangan, sedangkan undang-undang disini yang berhak membuat adalah rakyat itu sendiri dengna memandang dari segi social. Maka kalau begitu undang-undang itu adalah merupakan penjelmaan dari pada kemauan atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah yang mewakili kekuasaan tertinggi atau kedaulatan.

Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – undang Dasar. Pemilik kedaulatan dalam Negara Indonesia adalah rakyat. Pelaksanaan kedaulatan ditentukan menurut Undang – undang Dasar. Pelaksanaan kedaulatan Negara Indonesia menurut Undang – undang Dasar 1945 adalah rakyat dan lembaga – lembaga Negara yang berfungsi menjalankan tugas – tugas kenegaraan sebagai representasi kedaulatan rakyat. Lembaga – lembaga Negara menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah MPR,


(14)

Presiden, DPR, BPK, MA, Mahkamah Konstitusi, DPD, Pemerintah Daerah, DPRD, KPU, Komisi Yudisial.

Pelaksanaan kedaulatan rakyat menurut Undang-Undang Dasar 1945 inilah sebagai sistem pemerintahan Indonesia. Dengan kata lain sistem pemerintahan Indonesia adalah pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat sebagaimana ditentukan oleh Undang- Undang Dasar 1945. Penjelasan pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 diuraikan lebih lanjut di bawah ini.

Konsep mengenai rule of law, menekankan apa yang dinamakan dynamic aspects of the rule of law in the modern age mengatakan bahwa disamping hak-hak sosial dan ekonomi, hak-hak politik harus diakui dan dipelihara.

Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya Pemerintah yang demokratis berdasarkan konsep rule of law antara lain :

1) Perlindungan konstitusional ,dalam arti bahwa konstitusi selain menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedurall untuk memperoleh hak-hak yang dijamin

2) Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak 3) Pemilahan Umum yang bebas

4) Kebebasan untuk menyatakan pendapat

5) Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi 6) Pendidikan kewarganegaraaan


(15)

1) Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga 2) Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu

masyarakat yang sedang berubah

3) Menyelenggara pergantian pemimpin secara teratur 4) Membatasi pemakaian kekerasan sampai batas minimum 5) Menganggap wajar adanya keanekaragaman

6) Menjamin tegaknya keadilan

b. Pemilihan Umum ( PEMILU)

Pemilu adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua BEM atau KOSMA, walaupun untuk ini kata „pemilihan‟ lebih sering digunakan. Sistem pemilu digunakan adalah asas luber dan jurdil. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.


(16)

Waktu pelaksanaan, dan tujuan pemilihan diatur di dalam Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, dan bukan di dalam Pasal 22E ayat (6) yang mengatur tentang ketentuan pemberian delegasi pengaturan tentang pemilihan umum dengan undang-undang. Asas Pemilu Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia Pemilu yang LUBER dan Jurdil mengandung pengertian bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan secara demokratis dan transparan, berdasarkan pada asaas-asas pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia, serta jujur dan adil:

1) Langsung berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara

2) Umum berarti pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia , yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilihan umum. Warganegara yang sudah berumu 21 (dua puluh satu) tahun berhak di-pilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial

3) Bebas berarti setiap warganegara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warganegara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya


(17)

4) Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan papun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun;

5) Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum; penyelenggaraan/ pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;Adil berarti dalam menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan partai politik peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak mana pun.


(18)

Dari uraian di yang telah paparkan, dapat kita ambil sebuah kesimpulan bahwa konsep negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, negara yang demokratis atau berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dengan melihat rumusan yang dipakai oleh pembentuk UUD 1945, yaitu “Indonesia

adalah negara yang berdasarkan atas hukum”. Bahwa negara kita bedasarkan atas negara hukum yang dilandasi pancasila dan UUD 1945 dengan pengertian adanya system demokratis yang bertanggugjawab dari individu masing-masing. Negara kita menjamin kebebasan tiap-tiap individu untuk mengeluarkan pendapat dan aspirasinya.

Dasar hukum negara Indonesia adalah berdaulat menurut rakyatnya dan berdasarkan atas demokrasi yang utuh untuk kepentingan masyarakat luas. Bedaulat tersebut bermaksud demokrasi yang utuh dan kebebasan berpendapat di depan umum kepada rakyatnya dengan disertai dengan tanggungjawab individu masing-masing. Kedaulatan tersebut mengatakan bahwa tujuan negara itu adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warganegaranya. Dalam pengertian bahwa kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas-batas perundang-undangan, sedangkan undang-undang disini yang berhak membuat adalah rakyat itu sendiri.

Pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat dapat dilakukan melalui demokrasi langsung maupun demokrasi perwakilan. Demokrasi langsung bercirikan rakyat mengambil bagian secara pribadi dalam tindakan-tindakan dan pemberian suara untuk membahas dan mengesahkan undang-undang. Sedangkan demokrasi perwakilan, rakyat memilih warga lainnya sebagai wakil yang duduk di lembaga perwakilan rakyat untuk membahas dan mengesahkan undang-undang.


(19)

Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.

3. Hak Asasi Manusia Dalam Pemilihan Umum

Salah satu ciri yang dimiliki oleh umat manusia adalah memiliki pandangan subjektif tentang sesuatu yang diketahui atau dialaminya. Aspek sibjektivitas yang dimiliki oleh manusia inilah yang menjadikan seluruh pandangan manusia yang sering kali diklaim sebagai suatu kebenaran adalah bersifat relative, tidak mutlak.

Pengertian kebenaran universal yang sering kali dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) pada hakikatnya jika sampai pada implementasinya pasti akan tersentuh oleh interpretasi (subjektiivitas) manusia, dan ini memang mustahil untuk dihindari.


(20)

Beberapa faktor seperti budaya, keyakikan agama, dan solidaritas (politis),17akan menjadi faktor yang bisa memperngaruhi pemikiran manusia yang pada akhirnya akan memengaruhi juga sikap dan pandangan masyarakat terhadap rasa keadilan.

Jika kita mencermati konsep Negara hukum seperti yang terurai di atas, tampak suatu paradigm kenegaraan dari sisi bangunan Negara. Namun, bentuk pengejawantahan paradigma kenegaraan tersebut sebagai suatu bangunan Negara hukum, baru dapat terlihat apa bila bangunan tersebut dilengkapi dengan struktur Negara dan mekanisme operasionalnya.

Secara etimologi, hak merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabat. Adapun asasi berarti yang bersifat paling mendasar atau fundamental. Dengan demikian hak asasi berarti hak yang paling mendasar yang dimiliki oleh manusia sebagai fitrah, sehingga taksatupun mahluk dapat mengintervesinya apalagi mencabutnya. Misalnya, hak hidup, yang mana tak satupun manusia ini memiliki

kewenangan untuk mencabut kehidupan manusia yang lain.18

Menurut Jan Materson dari Komisi HAM PBB sebagaimana dikutip Baharuddin

Lopa menegaskan, bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap

manusia.19 Mengingat pembentukan Negara dalam sistem demokrasi dan Negara hukum

merupakan kehendak rakyat secara kolektif, maka pemerintah bersama semua elemen penyelenggara Negara lainnya yang dilekati kewajiban untuk bertindak atau mengambil

17

Dr Taufiqurrahman SYahuri, S.H., M.H., Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Jakarta: Kencana, 2011, Hal 95

18 24 Ibid., Hal 282


(21)

kebijakan sesuai batas kewenangnan dalam menjalankan tugas dan fungsi Negara, semua itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada stakeholder Negara.

Salah satu tanggungjawab yang harus dilakukan oleh penyelenggara Negara kepada rakyat atau warga negaranya adalah penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM. Hal tersebut diamanatkan sendiri oleh UUD 1945 khususnya pada pasal 28 (i) ayat 4 hasil

amandemen ke-2 yaitu: “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi

manusia adalah tanggungjawab Negara, terutama pemerintah.”

Dalam sejarah konstitusi negara Republik Indonesia, Hak Asasi Manusia (HAM) yang pada awalnya diatur dalam UUD 1945, namun aturan tersebut ternyata belum mampu mewadahi dan menyelesaikan segala bentuk perkara HAM. Dimana hal ini menjadi momentum yang panjang dan sulit untuk diperjuangkan, karena adanya perbedaan pendapat/pandangan daripada pendiri negara mengenai hakekat Hak Asasi Manusia (HAM) itu sendiri.

Pada saat itu hakekat Hak Asasi Manusia (HAM) diidentikkan dengan ideologi liberalis yaitu merupakan paham terhadap pengakuan hak individu secara menyeluruh. Hal inilah yang dianggap tidak cocok dan bertolak belakang dengan kepribadian bangsa Indonesia. Namun setelah waktu yang cukup panjang, akhirnya Hak Asasi Manusia di

Indonesia diakui dan secara terbuka mulai diatur dalam konstitusi maupun undang

-undang. Dari masa orde lama dan orde baru panghargaan terhadap Hak Asasi Manusia masih sangat minim. Tetapi, dengan adanya reformasi membawa angin segar terhadap penjaminan Hak Asasi Manusia (HAM). Terbukti dengan diaturnya pasal dalam

konstitusi mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu pada pasal 28A-28J dan Undang


(22)

Undang-Undang Dasar 1945 sekalipun juga, hak asasi manusia diatur dalam pembukaan dan dalam batang tubuh. Pada pembukaan ada disebutkan tentang hak kemerdekaan. Sedangkan pada batang tubuh diatur dalam Pasal 28 A tentang Hak Asasi Manusia :

“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

kehidupannya.”20

“Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta

berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”21

Dengan lahir dan hadirnya beberapa aturan yang menjadi payung bagi hak asasi manusia ini cukup memperlihatkan bahwasanya hak asasi manusia ini sangat dijaga dan diperhatikan sungguh sungguh oleh Negara.

Penegakan hak asasi manusia ini tentunya menjadi hal yang tak kalah penting bagi negara Indonesia. Oleh karena itu, selain dimuat dalam Undang Undang Dasar 1945 dan dijabarkan melalui Undang Undang No. 39 Tahun 1999, juga dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM). Keseriusan pemerintah menegakkan

HAM ini juga dapat diperhatikan dengan adanya Undang-Undang No. 26 Tahun 2000

Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pengadilan HAM ini merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum.

20 Pasal 28A, Undang Undang Dasar 1945


(23)

Tidak hanya itu, secara umum Undang Undang HAM membagi HAM ke dalam beberapa kategori yang semuanya tertuang secara jelas dalam Undang Undang tersebut, seperti di bawah ini :

a. Hak untuk hidup dan hak untuk tidak dihilangkan paksa dan/atau tidak

dihilangkan nyawa.

b. Hak memperoleh keadilan

c. Hak atas kebebasan pribadi

d. Hak atas rasa aman

e. Hak atas kesejahteraan

f. Hak turut serta dalam pemerintahan

g. Hak wanita

h. Hak anak

i. Hak atas kebebasan beragama

Kesembilan hak yang tertera dan dijelaskan secara rinci dalam Undang Undang HAM tersebut cukup memberikan gambaran jelas jika pemerintah Indonesia pada dasarnya memiliki kepedulian terhadap HAM di Indonesia.

Selain itu, berikut juga ruang lingkup hak asasi manusia, sebagai berikut:

a. setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,

dan hak miliknya.

b. setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di


(24)

c. setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

d. setiap orang tidak boleh diganggu yang merupakan hak yang berkaitan dengan

kehidupan pribadi di dalam tempat kediamannya.

e. setiap orang berhak atas kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan komunikasi

melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau

kekuasaan lain yang sah sesuai dengan undang-undang.

f. setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan

yang kejam, tidak manusiawi, penghilangan paksa, dan penghilangan nyawa.

g. setiap orang tidak boleh ditangkap, ditekan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau

dibuang secara sewenang-wenang.

h. setiap orang berhak hidup dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai,

aman, dan tenteram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur

dalam undang-undang.22

Deskripsi tentang kewajiban penyelenggara negara seperti yang tergambar diatas, merupakan bentuk pengejawantahan konsep Good Governance yang belakangan ini marak dipromosikan sebagai era baru tata kelola pemerintahan yang baik. Betapa tidak, karena untuk mewujudkan tingkat kesejahteraan dan kemakmuran serta kemajuan yang lebih tinggi pada setiap bangsa, maka sebagian besar ditentukan oleh tata kelola pemerintahannya.

22 Zainuddin Ali, Filsafat Hukum Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2006, Hal 91 -92


(25)

Dalam penyelenggaraan pemerintahan pada dasarnya berorientasi pada tiga elemen

utama yakni, pemerintahan atau negara (state), sektor swasta (private sector), dan

masyarakat (society) serta ditambah lagi dengan interaksi antar ketiga elemen tersebut.

Ketiga elemen tersebut di atas masing-masing memiliki fungsinya sendiri yang

tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan mempunyai hubungan yang saling bersinergi.

Fungsi dari masing-masing elemen tersebut antara lain: negara berfungsi menciptakan

lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta berfungsi menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan dan masyarkat ikut berperan positif dalam

interaksi sosialnya, baik di bidang sosial, ekonomi maupun politik.23

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapatlah dipahami bahwa asas umum tata kelola pemerintahan yang baik adalah tuntutan moral yang hingga kini telah menjadi noram hukum bagi penyelenggara Negara (UU No. 28/1999), untuk menggunakan segala kewenangan dalam melaksanakan tugas dengan tindakan bahkan sampai pada penggunaan freis ermessen demi mewujudkan esensi tujuan negara hukum sebagaimana yang digagas Immanuel Kant dan Fedrich Julius Sthaal.

Hal yang sama juga terjadi pada HAM karena secara substansial HAM

mengandung nilai-nilai universal. Namun, jika nilai HAM itu sampai pada definisi

operasional, ia akan bernilai relatif.

Hak Konstitusional adalah hak hak warga Negara yang dijamin dalam dna oleh UUD NRI 1945, sedangkan warga Negara meliputi semua orang yang bertempat tinggal

23

Sedarmayanti, Good Governance, (Pemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Upaya Membangun Organisasi Efektif Dan Efisien Melalui Rekonstruksi Dan Pemberdayaan, Mandar Maju, Badung, 2003


(26)

di dalam wilayah kekuasaan Negara Indonesia dna tunduk kepada kekuasaan Negara

Indonesia.24Sedangkan Hak asasi Manusia seperti yang telah dijelaskan tadi bahwa hak

yang melekat pada diri setiap pribadi manusia. Karena itu, hak asasi manusia (the human rights) itu berbeda dari pengertian hak warga negara (the citizen’s rights).

Hak warga negara adalah Hak-hak yang lahir dari peraturan di luar undang-undang

dasar disebut hak-hak hukum (legal rights), bukan hak konstitusional (constitutional

rights). Sedangkan Hak asasi Manusia yang terkandung dalam konstitusi dapat disebut sebagai hak konstitusional warga negara.yang terkandung dalam konstitusi dapat disebut sebagai hak konstitusional warga negara.

Oleh karena itu prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam UUD 1945 adalah

merupakan Hak konstitusional Warga Negara Indonesia. Dalam suatu negara hukum yang

lahir dari konstitusionalisme harus bercirikan :25

a. adanya perlindungan HAM,

b. adanya peradilan yang bebas dan

c. adanya asas legalitas.

Hukum konstitusi membentuk hierarki norma, dan hirarki ini juga mengkondisikan interpretasi konstitusi. Akibat langsung dari hak asasi manusia misalnya membentuk satu hubungan hierarkis diantara teks konstitusi. Satu hirarki dalam konstitusi (intraconstitutional hierarchies) lebih rumit, tetapi hukum menyiratkan satu status yang istimewa bagi hak konstitusi.

24 C.S.T. Kansil. Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta. 2000, hal. 216 25 Ashiddiqie Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2005


(27)

Teks konstitusi bisa dianggap terlebih dahulu memproklamasikan HAM, sebelum

membentuk lembaga negara dan sebelum fungsi-fungsi Pemerintahan dibagikan

kepada lembaga-lembaga negara. Akibat pendirian ini, HAM dilihat oleh sarjana hukum

dan banyak hakim memiliki satu eksistensi juridis yang lebih awal dan bebas dari negara.

Doktrin menyatakan bahwa norma HAM merupakan satu jenis normativitas

suprakonstitutional (supraconstitutional normativity) yang membuat mereka

(setidaknya sebagian dari padanya) kebal terhadap perubahan melalui revisi konstitusi. Ini melekat dalam posisi hukum alam, meskipun hukum alam sangat jarang dikemukakan sebagai alasan. Status istimewa hak asasi ini, tentu saja, ditegakkan oleh ketentuan yang mengaturnya, meskipun terjadi perubahan konstitusi.

Konstitusi-konstitusi yang mengadopsi prinsip-prinsip hak-hak asasi manusia,

setidaknya telah mendorong pada suatu idealitas sistem politik (ketatanegaraan) yang bertanggung jawab pada rakyatnya, karena menegaskannya dalam hokum dasar atau

tertinggi di suatu Negara.26

Konstitutionalisme HAM yang berwujud pada upaya penyejahteraan hak-hak

warga negara, belum cukup bila dipahami secara tekstual. Tetapi harus dilihat pula bagaimana aras tafsir konteks dan implementasi tekstual yang melandasi pemerintah

dalam menjalankan mandat konstitusinya.27

26 Wiratraman, R. Herlambang Perdana “Konstitusionalisme dan HAM: Konsepsi Tanggung Jawab Negara dalam


(28)

Kegagalan memaknai dan menerjemahkan konstitusionalisme dalam kebijakan dan tindakan nyata akan melahirkan banyak masalah serius, tidak bisa menghapuskan masalah kemiskinan ekonomi, atau diskriminasi sosial, atau penyalahgunaan kekuasaan politik, sehingga memudahkan penguasa pada kerakusan, korupsi dan pada akhirnya

menggampangkan untuk membatasi dan mencerabut hak-hak dasar warga negaranya.

Konstitusi-konstitusi yang mengadopsi prinsip-prinsip hak-hak asasi manusia,

setidaknya telah mendorong pada suatu idealitas sistem politik (ketatanegaraan) yang bertanggung jawab pada rakyatnya, karena menegaskannya dalam hukum dasar atau tertinggi di suatu negara.

Di sinilah sesungguhnya konteks relasi negara-rakyat diuji, tidak hanya dalam

bentuknya yang termaterialkan dalam konstitusi sebuah negara, tetapi bagaimana negara mengimplementasikan tanggung jawabnya atas penghormatan, perlindungan, dan

pemenuhan hak-hak asasi manusia.

Indonesia yang memiliki konsepsi hak-hak asasi manusia dalam hukum dasarnya

sejak tahun 1945, menunjukkan adanya corak konstitutionalisme yang dibangun dan terjadi konteksnya pada saat menginginkan kemerdekaan atau lepasnya dari penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain, atau bisa disebut memiliki corak konstitutionalisme yang anti kolonialisme.

Dalam Undang-Undang Dasar sendiri menegaskan : “Bahwa sesungguhnya

kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas

dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”28


(29)

Alinea tersebut merupakan penanda, bahwa bangsa Indonesia sedang berkeinginan membawa rakyatnya terbebas dari segala bentuk penjajahan, dengan

harapan lebih mengupayakan terciptanya sendi-sendi kemanusiaan dan keadilan.

Konsepsi ini merupakan konsepsi awal, dimana penegasan hak-hak asasi

manusia ditujukan tidak hanya bagi bangsa Indonesia yang saat itu baru merdeka, tetapi ditujukan untuk seluruh bangsa di dunia ini. Oleh karena itu, hak konstitusional warga negara harus di jamin dalam konstitusi sebagai bentuk pengakuan HAM serta adanya peradilan yang independen tidak terpengaruh oleh penguasa dan segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas hukum. Artinya, yang dimaksud sebagai hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap pribadi manusia. Karena itu, hak asasi manusia itu berbeda dari pengertian hak warga negara. Namun, karena hak asasi manusia itu telah tercantum dengan tegas dalam UUD 1945, sehingga juga telah resmi menjadi hak konstitusional setiap warga Negara.

4. Hak Pilih Kaum Disabilitas Dalam Pemilu a. Undang-Undang No.4 Tahun 1997

Pada Pasal 5 Undang-Undang No.4 Tahun 1997 mengenai hak penyandang difabel disebutkan bahwa :

Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Pada pasal ini yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan yaitu meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, pendidikan, sosial, ketenagakerjaan, ekonomi, pelayanan umum, hukum, budaya, politik, pertahanan,


(30)

olahraga, rekreasi, dan informasi. Sehingga penyandang difabel baik fisik ataupun mental memiliki hak dan kesempatan sama dalam politik.

Terkait dengan penelitian penulis, hak politik yang dimiliki para penyandang disabilitas dalam hal ini berhubungan dengan hak untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR, DPRD Propinsi/Kabupaten/Kota dan anggota DPD serta memilih pemimpin yang mereka kehendaki baik ditingkat daerah melalui Pemilukada maupun ditingkat pusat melalui Pemilu.

b. Undang-Undang No 19 Tahun 2011

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Cacat pada tanggal 18 Oktober 2011. Proses persiapan ratifikasi Konvensi Hak Penyandang Cacat ini telah berjalan selama 4 tahun di tingkat antar kementerian sejak 2007 hingga 2011, yang juga melibatkan perwakilan dari organisasi kemasyarakatan penyandang

disabilitas. Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities

(Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) dengan UU Nomor 19

Tahun 2011, konvensi ini mengganti istilah “penyandang cacat” dengan “penyandang disabilitas” yang dinilai lebih tepat dan manusiawi.

Setiap warga negara berhak terlibat aktif dalam kehidupan berpolitik. Hak ini terkandung dalam berbagai ketentuan hukum baik yang bersifat internasional maupun nasional. Begitu pula penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Mereka mempunyai kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama dengan masyarakat lainnya dari segala aspek kehidupan dan penghidupan, baik dari segi pendidikan,


(31)

ketenagakerjaan, komunikasi, dan lain-lainnya. Sebagai bagian dari warga negara Indonesia, para penyandang disabilitas juga berhak terlibat aktif dalam kehidupan berpolitik.

c. Undang-undang No.8 Tahun 2012

Hak kaum disabilitas diatur dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang pemilhan umum pasal 19 ayat (1) dan (2). Undang Undang Nomor 8 tersebut sebagai mandat dari penafsiran UUD 1945 pasal 22 ayat (2). Ketika hak disabilitas mempunyai hak yang sama dengan pemilih lain, maka sudah seharusnya penyelenggara memberikan perhatian khusus pada mereka.

B. HASIL PENELTIAN

1. Profil Penyandang Disabilitas

Penyadang disabilitas di Kota Salatiga berdasarkan hasil pendataan Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah terdiri dari Penyadang Disabilitas Tuna Netra 18 orang, Tuna Daksa 500 orang, Tuna Rungu 25 orang, Penyadang Disabilitas Mental 767 orang, Penyandang Disabilitas Fisik dan Mental 45 orang, dan Penyandang

Disabilitas Anak ada 135 orang.29

2. Profil Komisi Pemilihan Umum Daerah


(32)

Visi dari Komisi Pemilihan Umum adalah Terwujudnya Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan dan akuntabel, demi terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan Misi dari Komisi Pemilihan Umum adalah :

a. Membangun lembaga penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki kompetensi, kredibilitas dan kapabilitas dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum;

b. Menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, akuntabel, edukatif dan beradab;

c. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum yang bersih, efisien dan efektif;

d. Melayani dan memperlakukan setiap peserta Pemilihan Umum secara adil dan setara, serta menegakkan peraturan Pemilihan Umum secara konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam Pemilihan Umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.


(33)

Berikut ini merupakan daftar 7 anggota KPU yang telah dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Kamis, 12 April 2012: Ketua: Husni Kamil Manik,

S.P., Anggota KPU Sumatera Barat, Ida Budhiati, S.H., M.H., Ketua KPU Jawa Tengah,

Sigit Pamungkas, S.IP., MA., Dosen FISIPOL UGM Yogyakarta, Arief Budiman, S.S.,

S.IP., MBA., Anggota KPU Jawa Timur, Dr. Ferry Kurnia Rizkiyansyah, S.IP., M.Si., Ketua KPU Jawa Barat, Drs.Hadar Nafis Gumay, Pegiat LSM/Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) dan Juri Ardiantoro, M.Si., Ketua KPU DKI Jakarta.

Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga berlokasi di Argosari Tetep Randoacir

Argomulyo Salatiga berdasarkan undang-undang adalah penyelenggara Pemilihan Umum

di tingkat daerah. Struktur Organisasi Komisioner Sekretariat Komisi Pemilihan Umum

Kota Salatiga Periode: 2013 S/D 2018

STRUKTUR ORGANISASI KOMISONER KOMISI PEMILIHAN UMUM

KOTA SALATIGA PROPINSI JAWA TENGAH PERIODE 2013-2018

KETUA Dra. Putnawati, Msi


(34)

Tabel 2.1 : Menjelaskan Strukurtur Organisasi KPUD Kota Salatiga

3. Responden

a. Penyandang Disabilitas Tuna Netra

1) Profil Penyandang Disabilitas Tuna Netra di Kota Salatiga

Penyandang disabilitas tuna netra di Kota Salatiga ada 18 Orang30 dan dari

9 responden yang berhasil diwawancari berjumlah 5 responden dan tersebar di beberapa kecamatan di Kota Salatiga.

Sebagaimana Penulis uraikan di Bab I huruf E bagian 4 berkaitan dengan Populasi dan sampel dijelaskan bahwa ada 5 responden yang diwawancarai. Daftar 5 responden tersebut diuraikan dalam tabel berikut :

Tabel 3.1 Responden

NO NAMA JENIS KELAMIN USIA ALAMAT

1 Bachtiar Azhari Laki-Laki 43 Gendongan, Kecamatan Tingkir

2 Sudiyono Laki-Laki 62 Gendongan, Kecamatan Tingkir

30 Data Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah 2014

ANGGOTA Syaemuri, S.Ag

ANGGOTA Dayusman Junus,

S.Pd

ANGGOTA Suryatno, Spd ANGGOTA

Drs. Sujit Mudjirno, S.IP, M.Pd


(35)

3 Sutriah Perempuan 26 Cabean, Kecamatan Sidomukti

4 Abdul Asyik Laki-Laki 32 Pulutan, Kecamatan Sidomukti

5 Manto Sudarmo Laki-Laki 67 Kemiri Sari, Kecamatan Sidorejo

Tabel 3.1 : menjelaskan bahwa dari 5 Responden yang diwawancarai adalah 4

orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Berdasarkan Usia 5 Responden tersebut

memiliki Hak Pilih dalam Pemilihan Umum yang tersebar di setiap kecamatan di Kota Salatiga

2) Penyandang Disabilitas Tuna Netra Pada Pemilu Legislatif 2014 di Kota Salatiga

Hasil wawancara dengan responden di kecamatan yang berhasil diwawancarai berkaitan dengan keikutsertaanya pada Pemilihan Umum Legislatif di Kota Salatiga.

Tabel 3.2 Alamat Responden

NO NAMA ALAMAT Penggunaan Templete Braiele


(36)

2 Sudiyono Gendongan, Kecamatan Tingkir Tidak Ada

3 Sutriah Cabean, Kecamatan Sidomukti Ada

4 Abdul Asyik Pulutan, Kecamatan Sidomukti Tidak Ada

5 Manto Sudarmo Kemiri Sari, Kecamatan Sidorejo Tidak Ada

Tabel 3.2 : menjelaskan Responden yang diwawancarai berdasarkan kelurahan dan kecamatan yang menjadi domisili responden, dimana ada dari 5 Responden hanya 1 yang mendapatkan alat bantu template braile

b. Hasil Wawancara di KPU Kota Salatiga

KPU Kota Salatiga tidak memiliki data berkaitan dengan pemilih penyadang disabilitas, KPU Salatiga menjaring pemilih penyadang disabilitas dengan melakukan sosialisasi terhadap kaum disabilitas melalui relawan demokrasi yang diterjunkan langsung ke komunitas tersebut. KPU Kota Salatiga tidak melakukan kerjasama dengan instansi lain berkaitan memperoleh data kaum disabilitas, KPU memiliki alat bantu untuk kaum disabilitas untuk memberikan suaranya dalam Pemilihan Umum

disetiap TPS. Langkah-langkah KPU untuk mewujudkan hak pilih penyadang

disabilitas adalah dengan cara membentuk relawan demokrasi untuk melakukan sosialisasi ke tiap segmen yakni kepada kelompok perempuan, kelompok agama,

kelompok pemilih pemula dan kelompok penyandang disabilitas.31


(37)

c. Hasil Wawancara Mantan Anggota KPPS Pemilu Legislatif 2014

Hasil wawancara Penulis mendapatkan di cabean RT02/RW14, dengan mantan ketua KPPS setempat, mereka menyebutkan bahwa di TPS tempat mereka melakukan pencoblosan tersedia fasilitas template braille untuk para disabilitas tuna netra. Maka

dapat disimpulkan bahwa KPUD tidak betul-betul memperhatikan kaum disabilitas

tuna netra, karena dapat dilihat dalam pengadaan alat bantu bagi para penyandang tuna netra ternyata tidak merata di fasilitaskan di setiap tempat pemungutan suara yang telah disediakan. Ini juga terlihat dalam proses pencarian data maka terlihat bahwa KPUD Kota Salatiga tidak memiliki data berkaitan dengan Pemilih Kaum

Disabilitas terkhusus bagi Kaum disabilitas tuna netra.32

4. Kendala-Kendala Yang Didapatkan oleh Pemilih Penyadang Disabilitas Tuna Netra Dari total sembilan kaum disabilitas tuna netra, Penulis mengambil lima sampel dalam melakukan penelitian dan wawancara dengan hasil terlihat dari prosesnya maka bisa di lihat bahwa Pemilih penyandang disabilias tuna netra melakukan pelaksanaan pemilu dengan cara dijemput dan diantar oleh pihak KPPS, PANWASLU dan pihak keamanan serta saksi untuk melakukan pencoblosan dalam bilik yang sudah disediakan tanpa di fasilitasi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan telah di khususkan bagi para penyandang

disabilitas tuna netra. Antara lain inti yang sudah di dapat dalam wawancara tersebut adalah sebagai berikut:


(38)

a. Tidak disediakan template braille dari KPUD.

b. Ada yang tidak tahu alat tersebut dan ada yang tahu dari media radio tetapi

mereka tidak mendapati adanya alat tersebut dalam pelaksanaan pencoblosan.

c. KPUD juga tidak memberikan sosialisasi kepada kaum disabilitas khusunya

tuna netra untuk pengarahan dalam proses pemilu di lapangan serta fasilitasnya.

d. Tidak ada kerjasama dengan pihak-pihak tertentu untuk merekrut para kaum

disabilitas tuna netra dan di jadikan satu wadah.

C. Analisis

1. Analisis Berkaitan Dengan Diskriminasi Hak Pilih Kaum Disabilitas Tuna Netra Dalam Negara demokrasi, masyarakat harus dapat dilibatkan dalam setiap pembuatan kebijakan publik agar tepat sasaran dan tepat guna. Dalam hal

mengakomodasikan hak-hak kaum disabilitas dalam hal ini kaum disabilitas negara harus

mampu membuat kebijakan yakni dengan cara memberikan akses dan fasilitas dalam keikutsertaanya dalam Pemilihan Umum

Template Braile adalah media yang harus ada disediakan dalam Pemilihan Umum oleh penyelenggara Pemilihan Umum yakni Komisi Pemilihan Umum untuk memfasilitasi kaum disabilitas tuna netra

Tindakan peniadaan template braille dengan demikina tidak memfasilitasi kaum


(39)

sebagaimana diatur Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia,

khususnya yang menyangkut hak-hak sipil politik, lebih khusus lagi terkait hak memilih

bagi kaum tunanetra.

Mengatasi protes kaum difabel, KPU menyediakan pendamping disetiap TPS

sehingga kaum difabel khususnya penyandang tuna netra tetap bisa menggunakan hak

pilihnya.Namun, hal ini dinilai tidak efektif karena beberapa penyandang tuna netra

mengaku tidak nyaman dengan disediakan pendamping.+

Sejumlah penyandang tuna netra memilih untuk tidak memilih

karenaPenggunaan pendamping merupakan kebijakan yang melanggar asas pemilu

yakniprinsip kerahasiaan yang dianut dalam sistem pemilihan di Indonesia, selain

langsung, umum dan bebas (Luber). Hal ini juga terindikasi pendamping

dapatmengarahkan surat suara tuna netra kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung

jawab.

Hal ini ditegaskan dalam „Forum tuna netra menggugat‟ yang dibacakan oleh Rieke terdapat 5 poin penting, sebagai berikut:

1. Keputusan KPU yang tidak menyediakan template braille bagi tuna netra

menunjukkan inkompetensi KPU dalam menyelenggarakan pemilu sejalan segenap peserta pemilu dalam hal ini kaum difabel.

2. Kami melihat krisis profesionalisme KPU yaitu terdapat perbedaan pandangan


(40)

3. Kami menolak putusan KPU yang menyediakan pendampingan karena melanggar

asas pemilu itu sendiri, yang justru bisa diarahkan ke partai tertentu oleh pihak

-pihak yang tidak bertanggung jawab.

4. Kami memandang keputusan KPU diskriminatif dan tidak mencabut paksa hak

kewarganegaraan kami

5. Penyediaan template braille pada pemilu 2014 merupakan harga mati.

Penyandang Tuna Netra di se Indonesia mengancam Golput Kabar Pemilu hal ini mendapat tanggapan dari Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono

melalui akun twitter-nya bahwa setiap warga negara yang memiliki hak pilih wajib

menggunakan hak pilihnya.

Kemudahan fasilitas dan lokasi TPS merupakan hal sederhana yang sangat penting dan dibutuhkan oleh para penyandang difabel dalam menyalurkan hak pilih. Seperti :

1. Pintu TPS sebaiknya memiliki lebar 90 cm karena ukuran lebar kursi roda rata

-rata adalah 85 cm.

2. Meja pemilih sebaiknya jangan terlalu tinggi, karena jika terlalu tinggi akan

menyulitkan para penyandang difabel terutama penyandang tuna daksa untuk menyalurkan hak pilihnya.

Usulan lain yang kemudian muncul adalah mengenai kotak suara yang sebaiknya tidak ditaruh di atas meja akan lebih memudahkan bagi penyandang pengguna kursi roda dan penyandang tuna daksa.


(41)

3. Selain itu lokasi TPS jangan ditempatkan pada lokasi yang hanya bisa diakses melalui tangga karena akan menyulitkan penyandang difabel.

4. Jangan menempatkan TPS dekat dengan lokasi seperti parit agar tidak

menimbulkan risiko dan kesulitan bagi para penyandang difabel. Lokasi TPS dapat disiapkan di daerah yang landai.

Hal ini kembali ditekankan oleh pihak KPU dibeberapa daerah bahwa KPU RI memang tidak menyediakan surat suara braille untuk DPR, DPRD. Mereka hanya menyediakan surat suara braille untuk DPD.

Kekecewaan publik terhadap kinerja KPU Kota Salatiga sehingga mengakibatkan tidak tersedianya surat suara braille dan tidak terselenggaranya prinsip Pemilu di Indonesia yaitu Langsung Umum Bebas Jujur Adil (Luber Jurdil) tidak hanya dirasakan oleh kaum difabel saja namun juga masyarakat umum lainnya.

Hal ini menandakan tidak kesiapan Komisi Pemilihan Umum dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum 2014 dan ini terjadi di Salatiga dengan melihat ada bagian dalam negara ini yakni warga negara yang menyandang disabilitas tuna netra tidak terakomodasikan dengan baik. Komisi Pemilihan Umum di Kota Salatiga dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum 2014 di beberapa kecamatan jelas tidak menggunakan templete braile tetapi ada kecamatan yang menggunakana template braile. Ini secara tidak langsung tidak mengakomodasikan hak pilih kaum disabilitas yang merupakan warga negara yang memiliki hak pilih.


(42)

Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga yang tidak menggunakan kewenagannya dengan baik atau tidak tunduk kepada Undang-Undang secara tidak langsung melanggar hak-hak politik yakni hak pilih dari kaum disabilitas yang sebagai warga negara mempunyai hak untuk ikut serta dalam pesta demokrasi pada tahun 2014. Terkait jaminan kehidupan berpolitik kaum disabilitas tuna netra di kota Salatiga, Komisi Pemilihan

Umum telah melanggar hak-hak politik karna telah melanggar Undang-Undang No 19

Tahun 2011 tentang Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas dalam hal ini

kaum disabilitas tuna netra yang diatur mengenai hak-hak penyandang disabilitas, antara

lain hak mendapatkan aksesibilitas (pasal 9) dan hak partisipasi dalam kehidupan politik dan publik (pasal 29).

Dengan terlihat Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga dapat diduga telah

melanggar Hak Asasi Manusia dengan tidak dapat menjamin hak-hak pilih kaum

disabilitas tuna netra dalam keikutsertaanya atau partisipasinya dalam Pemilihan Umum 2014 dengan tidak memberikan atau tidak mengakomodasikan fasilitas penunjang pemilu bagi kaum disabilitas tuna netra seperti template braile untuk dapat digunakan secara

efektif seseuai Pasal 29 Undang-Undang No 19 Tahun 2011 huruf a dan b yang berbunyi

:

a) Menjamin agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, secara langsung atau melalui perwakilan yang dipilih secara bebas, termasuk hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memilih dan dipilih, antara lain dengan:


(43)

b) Memastikan bahwa prosedur, fasilitas, dan bahan-bahan pemilihan bersifat layak, dapat diakses serta mudah dipahami dan digunakan

Indonesia adalah Negara Demokrasi yang menjamin hak-hak demokratis rakyatnya,

misal hak beragama, hak berpendapat, hak berkumpul, dll. Negara akan mengakui hak individu atau HAM selama hak tersebut tidak bertentangan dengan hukum positif Indonesia, dan setiap individu tersebut mampu bertanggungjawab atas hak individunya.

Dengan demikian Negara harus menjamin keikutsertaan setiap warga negara dalam Pemilihan Umum dengan tidak membedakan kaum disabilitas tuna netra dengan warga negara yang normal. Namun fakta yang terjadi pada Pemilihan Umum 2014 di Kota Salatiga yang

terjadi adalah penyelenggara Pemilihan Umum tidak menjamin hak-hak kaum disabilitas tuna

netra khususnya untuk mendapatkan akses pemilu yang tepat dengan memfasilitas template braile disetiap kecamatan, yang terjadi hanya ada 1 kecamatan saja yang menggunakan template braile.

2. Analisis Kendala-Kendala Dalam Implimetasi Hak Pilih Penyendang Disabilitas Tuna Netra Di Kota Salatiga

Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat.

Ini berarti bahwa rakyat memegang kekuasaan tertinggi dalam menjalankan pemerintahan. Rakyat menentukan cara dan corak pemerintahan serta menetapkan

kebijakan-kebijakan yang akan dicapai. Di Indonesia, kedaulatan rakyat dilaksanakan


(44)

luas. Dalam negara demokrasi, pemilihan umum (pemilu) merupakan lembaga penyalur

aspirasi rakyat dalam memilih orang-orang yang duduk di kursi legislatif dan eksekutif.

Orang-orang inilah perumus dan penyusun kebijakan strategis pemerintah pusat

dan daerah atas nama rakyat. Partisipasi setiap warga negara dalam pemilu merupakan hak asasi yang harus dijunjung tinggi. Setiap warga negara berhak terlibat dalam

mengambil kebijakan politik dan negara wajib melindungi hak-hak tersebut. Ketentuan

tentang partisipasi secara aktif dalam kehidupan berpolitik terkandung dalam pasal 21

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak

-Hak Sipil dan Politik, pasal 28D ayat (3), pasal 28H ayat 2 dan pasal 28I ayat (2) UUD 1945 setelah amandemen dan pasal 43 ayat (1) dan (2) UU No. 39/1999 tentang Hak

Asasi Manusia. Inti pasal-pasal tersebut antara lain setiap warga negara berhak

mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan, baik kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan berupa dipilih dan memilih dalam pemilu maupun aksesibilitas untuk mendapatkan kesempatan tersebut tanpa diskriminasi. Landasan hukum tersebut berlaku pula bagi penyandang disabilitas dan diperkuat dengan UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang cacat.

Adapun permasalahan-permasalahan terkait kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pemilih penyandang disabilitas tuna netra dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kota Salatiga antara lain :

1. Meskipun KPU bekerja sama dengan relawan demokrasi di Kota Salatiga tetap sosialisasi dan simulasi pemilu masih sangat kurang. Pemilih penyandang disabilitas tidak memahami mekanisme dan teknis pengambilan suara. Sosialisasi terhadap petugas di lapangan juga terbatas. Petugas banyak yang tidak memahami


(45)

cara menangani pemilih penyandang disabilitas seperti penggunaan alat bantu tuna netra, petunjuk bagi tuna rungu dan tempat bagi pengguna kursi roda.

2. Jumlah dan posisi pemilih penyandang disabilitas tidak terpetakan di Kota Salatiga tidak terpetakan sehingga banyak pemilih penyandang disabilitas yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap. Hal ini disebabkan oleh keengganan petugas pendata untuk menanyakan jenis disabilitas kelompok yang didata dan kecurangan petugas pendata untuk tidak mendaftarkan pemilih penyandang disabilitas.

3. Alat bantu tuna netra yang tersedia tidak merata di setiap TPS di tiap kecamatan di Kota Salatiga sehingga untuk melakukan proses pemilihan pemilih penyandang disabilitas tuna netra mesti didampingi petugas atau anggota keluarganya.

4. Asas luber tidak terjamin karena dalam memberikan suaranya pemilih tuna netra didampingi oleh petugas, bukan orang yang dipilihnya sendiri.

5. Waktu yang kurang efisien itu terlihat dalam Pemilu Legislatif Meskipun menggunakan alat bantu tuna netra, seorang pemilih tuna netra membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit untuk memberikan suaranya.

3. Analisis Berkaitan Dengan Peran Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga Sebagai Penyelenggara Pemilihan Umum Legislatif di Kota Salatiga

Indonesia adalah Negara Demokrasi yang berarti Pemerintahan Rakyat, dimana dalam artian rakyat ikut mengambilbagian dalam Pemerintahan dengan ikut serta


(46)

memilih pemimpinya baik di lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Pemilihan Umum adalah cara dimana rakyat ikut serta dalam mensukseskan Demokrasi di suatu negara.

Pemilu harus di lakukan secara terbuka, bebas, jujur dan adil, setiap warga negara dalam hal ini kaum disabilitas tuna netra memiliki hak yang sama dengan pemilih normal untuk memilih calon pemimpinnya secara bebas tanpa paksaan dan intervensi (campur

tangan) dari pihak-pihak tertentu.

Pemilihan Umum adalah cara dimana setiap warga negara dapat ikut dalam pesta demokrasi. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan mempersiapkan Komisi Pemilihan

Umum sebagai penyelenggara Pemilihan Umum di Indonesia. Adapun amanat Undang

-Undang yang ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum yakni Pasal 8 Undang-undang

Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas

kewenangan sebagai berikut :

a. merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;

b. menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;

c. membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;

d. menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;


(47)

e. menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;

f. mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;

g. memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.

Pasal 8 huruf (a) sudah menjadi kewajiban Komisi Pemilihan Umum untuk merencanakan dan menyelenggarakan Pemilihan Umum dengan demikian berkaitan Pemilhan Umum di Kota Salatiga Komisi Pemilihan Umum harus mampu menyediakan fasilitas berkaitan untuk mengakomodir para pemilih didalam Pemilu.

Setiap warga negara dalam hal ini siapapun yang memenuhi syarat untuk Pemilu

dapat ikut turut serta dalam Pemilihan Umum. ini termakna dalam Norma atau aturan

yang menyatakan bahwa Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang No 8 Tahun 2012 yang berbunyi :

Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.

Dalam artian setiap warga yang disabilitas juga harus dapat diakomodasi oleh penyelenggara Pemilihan Umum yakni Komisi Pemilihan Umum, dengan menyediakan fasilitas kepada para kaum disabilitas untuk turut serta dalam Pemilihan Umum.

Konsep Dae Sollen termakna Kewajiban Komisi Pemilihan Umum dalam

menyelenggarakan Pemilihan Umum dengan mengakomodasikan fasilitas bagi kaum


(48)

Sein : Para Pemilih tidak dapat melaksanakan haknya dalam Peemilihan Umum di

karnakan tidak diakmodasiknya fasilitas-fasilitas penunjang bagi kaum disabilitas .

Berkaitan dengan hasil penelitian dari wawancara yang Penulis lakukan maka dapat terlihat berkaitan dengan Pemilihan Umum Legislatif di Kota Salatiga bahwa kewajiban dari Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga sebagai penyelenggara pemilihan umum tidak dengan sepenuh hati atau terkesan tidak serius dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum, ini terlihat berkaitan dengan fasilitas bagi kaum disabilitas tuna netra, ada kecamatan yang disediakan fasilitas atau media templete braille, tapi ada dibeberapa kecamatan yang tidak menyediakan template baraile. Dengan demikian sangat berdampak bagi Pemilih Kaum disabilitas tuna netra dimana mereka tidak dapat melaksanakan hak politik mereka dikarena tidak akomodasikan oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga.


(1)

b) Memastikan bahwa prosedur, fasilitas, dan bahan-bahan pemilihan bersifat layak, dapat diakses serta mudah dipahami dan digunakan

Indonesia adalah Negara Demokrasi yang menjamin hak-hak demokratis rakyatnya, misal hak beragama, hak berpendapat, hak berkumpul, dll. Negara akan mengakui hak individu atau HAM selama hak tersebut tidak bertentangan dengan hukum positif Indonesia, dan setiap individu tersebut mampu bertanggungjawab atas hak individunya.

Dengan demikian Negara harus menjamin keikutsertaan setiap warga negara dalam Pemilihan Umum dengan tidak membedakan kaum disabilitas tuna netra dengan warga negara yang normal. Namun fakta yang terjadi pada Pemilihan Umum 2014 di Kota Salatiga yang terjadi adalah penyelenggara Pemilihan Umum tidak menjamin hak-hak kaum disabilitas tuna netra khususnya untuk mendapatkan akses pemilu yang tepat dengan memfasilitas template braile disetiap kecamatan, yang terjadi hanya ada 1 kecamatan saja yang menggunakan template braile.

2. Analisis Kendala-Kendala Dalam Implimetasi Hak Pilih Penyendang Disabilitas

Tuna Netra Di Kota Salatiga

Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat. Ini berarti bahwa rakyat memegang kekuasaan tertinggi dalam menjalankan pemerintahan. Rakyat menentukan cara dan corak pemerintahan serta menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan dicapai. Di Indonesia, kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui perwakilan karena jumlah penduduknya sangat banyak dan wilayahnya sangat


(2)

luas. Dalam negara demokrasi, pemilihan umum (pemilu) merupakan lembaga penyalur aspirasi rakyat dalam memilih orang-orang yang duduk di kursi legislatif dan eksekutif.

Orang-orang inilah perumus dan penyusun kebijakan strategis pemerintah pusat dan daerah atas nama rakyat. Partisipasi setiap warga negara dalam pemilu merupakan hak asasi yang harus dijunjung tinggi. Setiap warga negara berhak terlibat dalam mengambil kebijakan politik dan negara wajib melindungi hak-hak tersebut. Ketentuan tentang partisipasi secara aktif dalam kehidupan berpolitik terkandung dalam pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak -Hak Sipil dan Politik, pasal 28D ayat (3), pasal 28H ayat 2 dan pasal 28I ayat (2) UUD 1945 setelah amandemen dan pasal 43 ayat (1) dan (2) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Inti pasal-pasal tersebut antara lain setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan, baik kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan berupa dipilih dan memilih dalam pemilu maupun aksesibilitas untuk mendapatkan kesempatan tersebut tanpa diskriminasi. Landasan hukum tersebut berlaku pula bagi penyandang disabilitas dan diperkuat dengan UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang cacat.

Adapun permasalahan-permasalahan terkait kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pemilih penyandang disabilitas tuna netra dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kota Salatiga antara lain :

1. Meskipun KPU bekerja sama dengan relawan demokrasi di Kota Salatiga tetap sosialisasi dan simulasi pemilu masih sangat kurang. Pemilih penyandang disabilitas tidak memahami mekanisme dan teknis pengambilan suara. Sosialisasi terhadap petugas di lapangan juga terbatas. Petugas banyak yang tidak memahami


(3)

cara menangani pemilih penyandang disabilitas seperti penggunaan alat bantu tuna netra, petunjuk bagi tuna rungu dan tempat bagi pengguna kursi roda.

2. Jumlah dan posisi pemilih penyandang disabilitas tidak terpetakan di Kota Salatiga tidak terpetakan sehingga banyak pemilih penyandang disabilitas yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap. Hal ini disebabkan oleh keengganan petugas pendata untuk menanyakan jenis disabilitas kelompok yang didata dan kecurangan petugas pendata untuk tidak mendaftarkan pemilih penyandang disabilitas.

3. Alat bantu tuna netra yang tersedia tidak merata di setiap TPS di tiap kecamatan di Kota Salatiga sehingga untuk melakukan proses pemilihan pemilih penyandang disabilitas tuna netra mesti didampingi petugas atau anggota keluarganya.

4. Asas luber tidak terjamin karena dalam memberikan suaranya pemilih tuna netra didampingi oleh petugas, bukan orang yang dipilihnya sendiri.

5. Waktu yang kurang efisien itu terlihat dalam Pemilu Legislatif Meskipun menggunakan alat bantu tuna netra, seorang pemilih tuna netra membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit untuk memberikan suaranya.

3. Analisis Berkaitan Dengan Peran Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga Sebagai

Penyelenggara Pemilihan Umum Legislatif di Kota Salatiga

Indonesia adalah Negara Demokrasi yang berarti Pemerintahan Rakyat, dimana dalam artian rakyat ikut mengambilbagian dalam Pemerintahan dengan ikut serta


(4)

memilih pemimpinya baik di lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Pemilihan Umum adalah cara dimana rakyat ikut serta dalam mensukseskan Demokrasi di suatu negara.

Pemilu harus di lakukan secara terbuka, bebas, jujur dan adil, setiap warga negara dalam hal ini kaum disabilitas tuna netra memiliki hak yang sama dengan pemilih normal untuk memilih calon pemimpinnya secara bebas tanpa paksaan dan intervensi (campur tangan) dari pihak-pihak tertentu.

Pemilihan Umum adalah cara dimana setiap warga negara dapat ikut dalam pesta demokrasi. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan mempersiapkan Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan Umum di Indonesia. Adapun amanat Undang -Undang yang ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum yakni Pasal 8 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas

kewenangan sebagai berikut :

a. merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;

b. menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;

c. membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;

d. menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;


(5)

e. menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;

f. mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;

g. memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.

Pasal 8 huruf (a) sudah menjadi kewajiban Komisi Pemilihan Umum untuk merencanakan dan menyelenggarakan Pemilihan Umum dengan demikian berkaitan Pemilhan Umum di Kota Salatiga Komisi Pemilihan Umum harus mampu menyediakan fasilitas berkaitan untuk mengakomodir para pemilih didalam Pemilu.

Setiap warga negara dalam hal ini siapapun yang memenuhi syarat untuk Pemilu dapat ikut turut serta dalam Pemilihan Umum. ini termakna dalam Norma atau aturan yang menyatakan bahwa Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang No 8 Tahun 2012 yang berbunyi :

Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.

Dalam artian setiap warga yang disabilitas juga harus dapat diakomodasi oleh penyelenggara Pemilihan Umum yakni Komisi Pemilihan Umum, dengan menyediakan fasilitas kepada para kaum disabilitas untuk turut serta dalam Pemilihan Umum.

Konsep Dae Sollen termakna Kewajiban Komisi Pemilihan Umum dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum dengan mengakomodasikan fasilitas bagi kaum disabilitas yang merupakan amanat Undang-Undang No.15 Tahun 2011, sedangkan Das


(6)

Sein : Para Pemilih tidak dapat melaksanakan haknya dalam Peemilihan Umum di karnakan tidak diakmodasiknya fasilitas-fasilitas penunjang bagi kaum disabilitas .

Berkaitan dengan hasil penelitian dari wawancara yang Penulis lakukan maka dapat terlihat berkaitan dengan Pemilihan Umum Legislatif di Kota Salatiga bahwa kewajiban dari Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga sebagai penyelenggara pemilihan umum tidak dengan sepenuh hati atau terkesan tidak serius dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum, ini terlihat berkaitan dengan fasilitas bagi kaum disabilitas tuna netra, ada kecamatan yang disediakan fasilitas atau media templete braille, tapi ada dibeberapa kecamatan yang tidak menyediakan template baraile. Dengan demikian sangat berdampak bagi Pemilih Kaum disabilitas tuna netra dimana mereka tidak dapat melaksanakan hak politik mereka dikarena tidak akomodasikan oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga.


Dokumen yang terkait

POLA MENGAKSES MEDIA PADA PENYANDANG TUNA NETRA Studi Pada Penyandang Tuna Netra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang

0 20 23

PARTISIPASI PEMUDA DALAM MENGGUNAKAN HAK PILIH PADA PEMILU LEGISLATIF BAGI PARA PEMILIH PEMULA Partisipasi Pemuda Dalam Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilu Legislatif Bagi Para Pemilih Pemula (Studi Kasus Pemilu Legislatif Tahun 2014 Desa Sidomulyo Kecamat

0 2 16

PARTISIPASI PEMUDA DALAM MENGGUNAKAN HAK PILIH PADA PEMILU LEGISLATIF BAGI PARA PEMILIH PEMULA Partisipasi Pemuda Dalam Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilu Legislatif Bagi Para Pemilih Pemula (Studi Kasus Pemilu Legislatif Tahun 2014 Desa Sidomulyo Kecamat

0 3 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Hak Pilih bagi Penyandang Cacat Tuna Netra pada Pemilu Legislatif 2014 Kota Salatiga T1 312012707 BAB I

0 0 19

T1 312012707 BAB III

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Hak Pilih bagi Penyandang Cacat Tuna Netra pada Pemilu Legislatif 2014 Kota Salatiga

0 0 18

T1 3120012707 Daftar Pustaka

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Penggunaan Mariyuana Bagi Mantan Pengguna di Kota Salatiga T1 132009701 BAB II

0 0 6

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembaruan Hukum Pemilu Melalui Pembentukan Peradilan Pemilu T1 BAB II

0 0 45

Implementasi Rencana Program Rehabilitasi Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Netra (Studi di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang)

0 0 8