T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembaruan Hukum Pemilu Melalui Pembentukan Peradilan Pemilu T1 BAB II

BAB II PEMBAHASAN

  Pemilihan Umum merupakan tanda bahwa suatu negara tersebut disebut negara demokratis. Demokratis sendiri bermakna bahwa kedaulatan atau kehendak rakyat yang paling utama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut merupakan suatu dasar yang pasti untuk menilai bahwa di setiap negara yang demokratis maka akan ada Pemilu. Hal ini sesuai dengan yang dikonstruksikan para Jurits yang tergabung dalam Commision of Jurist dalam konferensinya di Bangkok tahun 1965, yang menyatakan bahwa:

  “salah satu syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan demokrasi di bawah rule of law adalah pemilu yang bebas, di samping syarat lain seperti: adanya perlindungan konstitusi selain menjamin hak-hak individu, dan cara untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang terjamin; adanya badan-badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak; adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat; terjaminnya kebebasan untuk berserikat dan berorganisasi dan beroposisi, serta terselenggaranya

  pendidikan kewarganegaraan.” 1

  1 International Commission of Jurist, The Dynamic Aspect of the Rule of Law in the Modern Age (Bangkok: International Commission of Jurist, 1965), hlm. 39-50.

  Untuk mewujudkan pemilu yang benar-benar demokratis, terdapat beberapa standar yang harus menjadi acuan: 2

  a. Pelaksanaan pemilihan umum harus memberikan peluang sepenuhnya kepada semua partai politik untuk bersaing secara bebas, jujur, dan adil.

  b. Pelaksanaan pemilu memang benar dimaksudkan untuk memilih wakil rakyat yang berkualitas, memiliki integritas moral dan yang paling penting wakil-wakil tersebut betul-betul mencerminkan kehendak rakyat.

  c. Pelaksanaan pemilu harus melibatkan semua warga negara tanpa diskriminasi sedikitpun, sehingga rakyat benar-benar mempunyai kepercayaan bahwa dirinya adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat

  d. Pemilu dilaksanakan dengan perangkat peraturan yang mendukung kebebasan dan kejujuran, sehingga dengan adanya undang-undang yang lebih memberi kesempatan kebebasan pada warga negara, peluang ke arah pemilu yang demokratis dapat dicapai

  e. Pelaksanaan

  penyelengaraa akan menganggu kemurnian pemilu

  f. Pada persoalan yang lebih filosofi, pemilu hendaknya lebih ditekankan pada manifestasi hak masyarakat, guna menciptakan partisipasi dalam pemerintahan.

  Pemilihan umum (Pemilu) menjadi bagian dari hidup bernegara. Di setiap negara baik negara maju mauapun berkembang dengan latar belakang ideologi yang berbeda mempunyai bentuk atau sistem pemilunya yang berbeda-beda.

  2 International IDEA, Melanjutkan Dialog Menuju Reformasi Konstitusi di Indonesia (Jakarta: International IDEA, 2001) , hlm. 71.

  Pemilu sebagai suatu kesatuan proses yang besar memiliki dampak yang luas bagi kelangsungan kehidupan suatu negara. di dalam suatu sistem yang besar tersebut masih saja memiliki celah-celah kelemahan hukum. Kelemahan hukum yang mempengaruhi sistem pemilu haruslah segera diperbarui. Pembaruan hukum menjadi senjata utama dalam mengahadapi kelemahan sistem pemilu.

A. Pembaruan Hukum Pemilu

  Konsep pembaruan hukum telah dikenal di berbagai literatur bidang keilmuan hukum. Pembaruan hukum sebagai suatu cara yang mana digunakan untuk memperbaiki atau mengembangkan suatu tatanan sistem yang lebih luas dari suatu hukum. Mengenal pembaruan hukum maka haruslah memahami Hukum itu sendiri. Hukum dalam beberapa literatur dapat dikatakan sebagai suatu norma dan kenyataan. Jikalau memandang hukum itu dari sudut normatif, maka hukum itu merupakan suatu perangkat atau kesatuan norma atau kaidah yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat. Jikalau memandang dari sudut kemasyarakatan atau dari sudut sosilogis, jadi sebagai lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan hukum, asas-asas dan kaidah, maka dapat

  melihat hukum itu sebagai suatu kenyataan. 3

  Hukum yang dipandang sebagai suatu norma dan kenyataan tersebut tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat sebagai suatu norma dan kenyataan. Hukum bersifat mengatur dan memaksa namun disatu sisi hukum bersifat dinamis. Bagaimana hukum dapat bersifat dinamis oleh karena sifat dasar manusia itu sendiri. Sifat dasar manusia yang telah dikemukakan oleh seorang

  3 Todung Mulya Lubis, Sekitar Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm.10.

  filsuf terkenal Yunani Aristoteles mengatakan bahwa Manusia adalah Mahluk Sosial “Zoon Politicon”. Ungkapan Aristoteles tersebut sangat mendasar dan mengatakan bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya, adanya ketergantungan sosial membuat manusia tidak dapat lepas dari campur tangan atau bantuan orang lain dalam mempertahankan hidupnya.

  Manusia sebagai perorangan atau individu cenderung untuk berkumpul dengan indvidu-individu lain dengan itu membentuk kelompok manusia yang

  hidup bersama. 4 Dalam rangka pemenuhan hidup masing-masing individu maka akan ada sifat untuk saling ketergantungan. Kebutuhan yang berbeda-beda

  menuntut untuk beberapa individu memunculkan egonya masing-masing. Kebutuhan individu yang kuat haruslah dibatasi dengan adanya aturan yang mengatur hubungan antar individu. Kelompok manusia yang hidup bersama membuat atau melahirkan aturan atau kaidah atau norma yang mengatur pergaulan hidup antar individu. Perkembangan dan kemajuan jaman menuntut perkembangan dan lebih banyak serta kompleksnya kebutuhan manusia. Hukum yang tumbuh akibat adanya pergaulan masyarakat pasti akan mengikuti kebutuhan yang berkembang, bukan masyarakat yang terus mengikuti hukum dan berubah tetapi hukum yang berubah dan mengikuti masyarakat, sebab itulah hukum dapat dikatakan sebagai suatu norma yang dinamis.

  Menurut Hans Kelsen hukum adalah termasuk dalam sistem norma yang dinamik (nomodynamics) oleh karena hukum itu selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang berwenang membentuk atau menghapusnya, sehingga dalam hal ini tidak dilihat dari segi isi norma tersebut,

  4 Mochtar Kusumaatmadja, Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Pertama Ruang lingkup Berlakunya Ilmu Hukum (Bandung: Alumni, 2009), hlm.12.

  tetapi dilihat dari segi berlakunya atau pembentukannya. 5 Hukum sebagai norma yang dinamis memberikan ruang untuk adanya pembaruan oleh otoritas yang

  berwenang dan hal tersebut menjadi kewajiban bagi otoritas berwenang tersebut dalam hal ini adalah pemerintah untuk senantiasa melakukan pembaruan berkaitan terhadap masa berlaku atau proses pembentukan norma hukumnya. Pembaruan oleh otoritas tersebut tentu saja demi kepentingan masyarakat luas.

  Sifat dasar manusia yang mempengaruhi hukum tersebut menggeser paradigma bahwa norma hukum adalah norma yang pasti dan kuat tidak dapat digeser, dirubah, atau dipermasalahkan. Memang dapat dikatakan bahwa hukum yang bersifat kaku memberikan garis tegas akan keberadaan hukum yang sejati. Kesenjangan antara kebutuhan individual dan kebutuhan masyarakat menjadi faktor penting dalam pertumbuhan hukum secara internal. Kesenjangan yang terjadi tersebut dapat diselesaikan dengan adanya perubahan atau pembaruan hukum. Kebutuhan masyarakat yang berkembang menuntut pembaruan yang signitifkan di bidang hukum. Hukum membutuhkan masyarakat begitu pula sebaliknya. Hukum yang tidak dapat tumbuh dan berkembang sendiri senantiasa memperlukan masyarakat di dalamnya sebagai penggerak terhadap perubahan supaya norma hukum senantiasa diterima di masyarakat luas.

  Konsep pembaruan hukum berkaitan erat dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasa berubah. Negara adalah sekumpulan individu yang di dalamnya adanya komunitas sosial yang dinamakan masyarakat. Pembaruan hukum yang lebih nyata ada di dalam sistem bernegara itu sendiri. Serangkain proses yang menuntut akan perkembangan dan kemajuan suatu pemerintahan dengan terus

  5 Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan, Jenis Fungsi dan Materi Muatan (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm.23.

  merubah sistem yang ada semakin lebih baik demi kepentingan masyarakat. Dari segi hukum suatu perubahan menimbulkan dampak yang besar bagi kelangsungan suatu negara. Pembaruan hukum diartikan sebagai suatu proses melakukan pengujian terhadap berbagai rumusan ketentuan hukum dan peraturan perundang- undangan yang berlaku, dan terhadapnya diimplementasikan sejumlah perubahan agar dapat tercapai efisiensi, keadilan dan juga kesempatan untuk memperoleh

  keadilan menurut hukum yang berlaku. 6 Di dalam sistem pemerintahan negara adanya perubahan hukum yang meliputi ketentuan hukum dan peraturan

  perundang-undangan yang berlaku merupakan wujud konkrit dari pembaruan hukum itu sendiri. Perubahan yang dilakukan terdapat hal tersebut memberikan gambaran bahwa pembaruan hukum memberi pengaruh yang sangat penting bagi negara. Dinamika yang terjadi di dalam negara tidak terlepas dari suatu proses pembaruan hukum yang mana pembaruan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku mendorong negara untuk memiliki tanggungjawab akan pembaruan hukum yang terus terjadi.

  Teori yang cocok untuk memperkuat konsep pembaruan hukum adalah teroi yang dikemukakan oleh Eugen Ehrlich yaitu Teori Sociological Jurisprudence. Dalam teori ini adanya perbedaan mengenai hukum positif yang berlaku saat ini dengan hukum yang hidup dan tumbuh di masyarakat. Perkembangan hukum saat ini tidak hanya terletak pada Undang-Undang tidak pula pada ilmu hukum ataupun juga pada putusan hakim tetapi pada masyarakat

  itu sendiri. 7 Hukum yang perlu diperbarui oleh karena perkembangan tersebut bersumber pada kehendak masyarakat yang terdiri atas individu-individu. Eugen

  6 Teguh Prasetyo, Pembaruan Hukum Prespektif Teori Keadilan Bermartabat (Malang: Setara Press, 2017), hlm.5.

  7 Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum (Jakarta: Kencana, 2005), hlm.19.

  Ehrlich 8 menganjurkan agar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terdapat keseimbangan antara keinginan untuk mengadakan pembaruan hukum melalui

  perundang-undangan dengan kesadaran untuk memperhatikan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan-kenyaatan yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat tersebut dapat dikatakan sebagai hukum yang hidup, tumbuh, dan berkembang di dalam masyarakat (living law) yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat tersebut.

  Pembaruan hukum yang berangkat dari kebutuhan dasar manusia itu sendiri merupakan suatu pandangan yang mendasar namun perlu diketahui bahwa setiap perubahan membutuhkan suatu dorongan. Dorongan yang ada berasal dari kekuatan masyarakat sebagai pemilik kebutuhan. Hukum dan masyarakat merupakan modal utama dalam melakukan dorongan pembaruan tersebut. Hukum dengan segala kekuatan dalan pengikatan norma yang memaksa dan masyarakat dengan kekuatan kebutuhan dan daya pikir untuk mengembangkan hukum bersinergi di dalam suatu kekuatan dan daya dorong dalam melakukan perubahan. Cara yang paling sederhana adalah mendekatkan masyarakat akan pemahaman hukum yang mendasar. Menjadikan hukum sebagai suatu kebutuhan membuat pandangan masyarakat akan hukum menjadi berubah, semula masyarakat yang memandang hukum sebagai suatu norma yang kaku dan tidak tersentuh bergeser dan menjadikan hukum sebagai alat akan pemenuhan kebutuhan dirinya. Masyarakat yang memiliki hukum akan mendorong perubahan hukum itu sendiri. Seperti contoh masyarakat yang menyampaikan pendapatnya dalam forum terbuka dengan pemerintah, atau masyarakat yang melakukan kritik yang

  8 W. Friedman, Legal Theory, Stevenss Sons, 3 rd Edition, 195, hlm.191.

  mendasar terhadap pemerintah, dan bahkan masyarakat yang langsung menjadi mitra kerja dengan pemerintah. Hal tersebut adalah tanda bahwa adanya benih- benih pembaruan sistem (termasuk hukum) yang ada di dalam kehidupan bernegara. Awal mula pembaruan hukum yang di dorong dari pemikiran masyarakat menjadikan pembaruan hukum tidak hanya sebagai serangkain proses ceremonial. Hal tersebut dikemukakan oleh Teguh Prasetyo sebagai berikut:

  Pembaruan hukum atau juga sering disebut dengan reformasi hukum di Indonesia bukan sekedar mengubah, menambahkan, mengoreksi, men-review, mengganti atau menghapus sama sekali ketetuan, kaidah dan asas hukum dalam hukum dan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku dalam sistem hukum. Pembaruan hukum lebih merupakan ruh dalam hukum, mewujud melalui pengubahan, penambahan, penggantian atau penghapusan suatu ketentuan, kaidah atau asas hukum dalam hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada suatu sistem hukum sehingga sistem hukum yang bersangkutan menjadi lebih baik, menjadi lebil adil, menjadi lebih bermanfaat dan menjadi lebih berkepastian

  menurut hukum; 9

  Pembaruan hukum terjadi di seluruh negara di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Sebagai negara berkembang Indonesia memiliki berbagai macam

  9 Teguh Prasetyo, Op.Cit., Kata Pengantar.

  permasalah yang biasa dialami oleh negara berkembang salah satunya adalah permasalahan hukum. Pembaruan hukum menjadi solusi untuk menghadapi permasalahan hukum. Disetiap rezim pemerintahan pembaruan hukum menjadi topik utama dalam setiap agenda perubahan atau pembaruan sistem hukum. Banyaknya bidang hukum di Indonesia yang diperbarui menyesuaikan permasalahan atau konflik yang terjadi salah satu bidang hukum yang perlu dilakukan pembaruan adalah bidang hukum pemilu.

  Pembaruan hukum pemilu tidak lepas dari perihal hukum yang progesif. Hukum progesif berarti kemajuan dalam bidang hukum. Hukum progesif bersifat menerima akan kemajuan namun dengan cara aktif berpikir yang ideal. Secara singkat dapat dikatakan, kekuatan hukum progesif adalah kekuatan yang menolak dan ingin mematahkan keadaan status quo. Mempertahankan status quo adalah menerima nomartivitas dan sistem yang ada tanpa ada usaha untuk melihat aneka kelemahan di dalamnya, lalu bertindak mengatasi. Hampir tidak ada untuk melakukan perbaikan, yang ada hanya menjalankan hukum seperti apa adanya

  dan secara “biasa-biasa” saja (business as usual) 10 , dapat diambil contoh terhadap realitas hukum pemilu dewasa ini perkara kewenangan Mahkamah Konstitusi

  (MK) terkait dengan sengketa Pemilu. Bilamana terhadap kewenangan perkara perselisihan pemilu yang ditangani oleh MK tidak dikupas lebih mendalam maka akan terjadi keadaan yang menjalankan hukum sekedar hanya sebagai kepantasan saja. Hal tersebut tentu mengurangi Hak-Hak warga negara yang terlibat di dalam proses pemilu, proses pemilu yang panjang dan melibatkan kepentingan yang lebih besar. Celah-celah kekurangan tersebut harus segera diatasi sebagi suatu

  10 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progesif (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2006), hlm. 114-115.

  bentuk kesadaran akan pentingnya pemilu yang berkualitas. Hukum progesif menilai bahwa keadaan hukum tidak begitu saja menerima kelemahan yang ada baik kelemahan oleh karena proses pembuatan hukum atau pada saat kajian hukum. Hukum pemilu yang diperbarui melengkapi kekurangan akibat keadaan penerimaan kewenangan MK yang tertuang di dalam Hukum yang mengatur kewenangan tersebut (UUD 1945 dan beberapa UU terkait kewenangan MK).

  Bagi pihak yang menjalankan keadaan hukum yang bersifat tetap (status quo) lebih mudah dijalankan daripada harus memikirkan mengenai pembaruan hukum itu sendiri. Karena ketika melakukan pembaruan hukum maka keluar segala upaya untuk menterjemahkan kepentingan rakyat atau masyarakat ke dalam suatu ketentuan perturan perundang-undngan tertentu. Ketika MK menjalankan kewenangannya maka akan lebih mudah daripada harus merubah atau mengganti kewenangan MK yang harus melakukan perombakan besar terhadap beberapa ketentuan yang dari tingkat UUD 1945 sampai pada Undang-Undang dibawahnya yang mengatur perkara perselisihan hasil Pemilu oleh MK. Selain itu pembaruan dengan memunculkan peradilan khusus pemilu merubah sistem tatanan peradilan di Indonesia lebih luas. Namun tidak bisa dipandang bahwa sulitnya merubah sebagai hambatan akan kemajuan dan perkembangan hukum, yang terpenting dari pembaruan hukum pemilu adalah bagaimana untuk menjaga hukum pemilu sebagai suatu hukum yang ideal adalah berani memperbarui ketentuannya dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan masyarakat.

  Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu peristiwa kenegaraan yang sangat krusial dan penting yang terjadi di Indonesia. Dinamika pemilu Indonesia tidak terlepas dari sejarah perjalanan panjang yang ada di dalam setiap

  rezim pemerintahan. Sejak awal kemerdekaan Indonesia pada 17 Agutus 1945 hingga tahun 2014 Indonesia mengalami 11 kali pemilu dengan sistem yang berbeda-beda. Meskipun pada Pemilu Tahun 1955 dikatakan pemilu murni yang bersih dan bebas praktek kecurangan namun tetap saja diwarnai aksi protes yang penyebabnya adalah ketika akan pembentukan panitia pelaksanaan pemilu di daerah oleh Panitia Pemilihan Indonesia yang dianggap terlalu lama oleh partai oposisi, indikasinya adalah adanya praktek kolusi guna kepantingan partai pemerintah supaya unggul dalam pemilihan umum tersebut, dapat dikatakan bahwa Panitia Pemilihan Indonesia tidak idependen karena telah memiliki tujuan yang menguntungkan pihak tertentu. Pada rezim orde baru proses pemilu berlangsung sebagai proses pemilihan semu, dikatakan semu oleh karena pemilu hanya sebagai suatu progam pelaksanaan rutin tanpa memumculkan nilai demokrasi, pada masa itu hanya ada satu partai yang selalu memenangkan pemilu dengan hasil mutlak yaitu partai Golongan Karya, partai desain dari pemerintah tersebut selalu memenangkan pemilu selama kurang lebih 7 kali masa jabatan berturut-turut meskipun sejak Pemilu 1982 dibentuk Badan seperti Panwaslu namun tetap tidak memberikan pengaruh akibat badan tersebut hanya meredam gelombang protes terhdapa ketidakpuasan pemilu tidak menyelesaikan pelanggaran dan kecurangan yang terjadi selama pemilu kala itu. Reformasi yang terjadi tidak berdampak baik pada pemilu tahun 1999 oleh karena hasil pemilu 1999 tidak dapat disahkan karena penolakan hasil suara sah nasional oleh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) kala itu berasal dari partai politik yang tentunya memiliki kepntingan terhadap hasil pemilihan umum 1999. Hal sama juga terjadi pada pemilu 2004 terhadap pemilu legislatif dan adanya tuntutan untuk pemilihan rezim pemerintahan. Sejak awal kemerdekaan Indonesia pada 17 Agutus 1945 hingga tahun 2014 Indonesia mengalami 11 kali pemilu dengan sistem yang berbeda-beda. Meskipun pada Pemilu Tahun 1955 dikatakan pemilu murni yang bersih dan bebas praktek kecurangan namun tetap saja diwarnai aksi protes yang penyebabnya adalah ketika akan pembentukan panitia pelaksanaan pemilu di daerah oleh Panitia Pemilihan Indonesia yang dianggap terlalu lama oleh partai oposisi, indikasinya adalah adanya praktek kolusi guna kepantingan partai pemerintah supaya unggul dalam pemilihan umum tersebut, dapat dikatakan bahwa Panitia Pemilihan Indonesia tidak idependen karena telah memiliki tujuan yang menguntungkan pihak tertentu. Pada rezim orde baru proses pemilu berlangsung sebagai proses pemilihan semu, dikatakan semu oleh karena pemilu hanya sebagai suatu progam pelaksanaan rutin tanpa memumculkan nilai demokrasi, pada masa itu hanya ada satu partai yang selalu memenangkan pemilu dengan hasil mutlak yaitu partai Golongan Karya, partai desain dari pemerintah tersebut selalu memenangkan pemilu selama kurang lebih 7 kali masa jabatan berturut-turut meskipun sejak Pemilu 1982 dibentuk Badan seperti Panwaslu namun tetap tidak memberikan pengaruh akibat badan tersebut hanya meredam gelombang protes terhdapa ketidakpuasan pemilu tidak menyelesaikan pelanggaran dan kecurangan yang terjadi selama pemilu kala itu. Reformasi yang terjadi tidak berdampak baik pada pemilu tahun 1999 oleh karena hasil pemilu 1999 tidak dapat disahkan karena penolakan hasil suara sah nasional oleh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) kala itu berasal dari partai politik yang tentunya memiliki kepntingan terhadap hasil pemilihan umum 1999. Hal sama juga terjadi pada pemilu 2004 terhadap pemilu legislatif dan adanya tuntutan untuk pemilihan

  Di setiap masanya pemilu memunculkan permasalahan yang berbeda pula. Permasalahan yang muncul setiap zamannya tidak lepas dari kepentingan. Kepentingan dimiliki oleh orang yang berkuasa atau memiliki pengaruh yang kuat. Kepentingan terhadap permasalahan ini adalah kepentingan yang mengarah pada kepentingan individu atau golongan tertentu terhadap proses pemilu. Perumusan yang umumnya dikenal ialah bahwa kekuasaan adalah kemampuan seorang pelaku untuk mempengaruhi perilaku seorang pelaku lain, sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai

  kekuasaan. 11 Pihak yang berkuasa berpotensi mempunyai kepentingan untuk mempengaruhi proses pemilu. Kepentingan yang dimiliki dalam proses pemilu

  pada dasarnya adalah memperebutkan kekuasaan, mengingat pemilu adalah proses peralihan kekuasan dari satu pihak ke pihak lain. Untuk menjaga proses pemilu dari kepentingan pihak-pihak tertentu maka dari itu hukum pemilu harus dinamis

  11 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm.60.

  dan senantiasa mengikuti perkembangan hukum dalam aras kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara luas.

  Pemilu menjadi peristiwa penting bagi warga negara. Pembaruan hukum pemilu menjadi kebutuhan guna menjaga keutuhan proses pemilu yang ideal. Hukum pemilu yang ideal tentu saja memiliki proses penegakan hukum yang baik dan benar. Belajar dari sejarah proses pemilu di Indonesia penegakan hukum masih menjadi kendala utama. Ketentuan hukum yang berlaku terhadap pemilu fokus pada proses pemilu yang ada, bagaimana mencapai pemilu yang ideal tidak hanya sebelum dan saat pemilu tersebut berlangsung namun bagaimana setelah proses pemilu telah dilaksanakan terhadap perkara atas ketidakpuasaan proses pemilu juga harus menjadi perhatian serius. Sejarah pemilu Indonesia menggambarkan suatu proses menuju keadilan dalam pemilu yang belum sempurna, dapat dikatakan belum sempurna oleh karena perkara penegakan hukum terhadap sengketa pemilu pasca pemilu tidak ditangani secara khusus. Bila melihat pada suatu tatanan hukum lain dalam bernegara selalu menyediakan tempat untuk perselisihan akhir. Tempat tersebut menjadi wadah bagi para pencari keadilan untuk mengutarakan ketidak puasaan terhadap proses yang beretentangn dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Tidak terkecuali pada proses pemilu.

  Hukum pemilu termasuk pula norma hukum yang dinamis. Baik dalam proses maupun saat akhir dalam hal penegakan hukum pasca pemilu merupakan norma yang dinamis yang artinya dapat dilakukan adanya pembaruan. Hukum Indonesia yang berfokus pada proses sebelum dan saat pemilu haruslah ditekankan bahwa peristiwa pasca pemilu menjadi momen yang sangat krusial oleh karena berbicara pasca pemilu selesai maka setiap individu yang Hukum pemilu termasuk pula norma hukum yang dinamis. Baik dalam proses maupun saat akhir dalam hal penegakan hukum pasca pemilu merupakan norma yang dinamis yang artinya dapat dilakukan adanya pembaruan. Hukum Indonesia yang berfokus pada proses sebelum dan saat pemilu haruslah ditekankan bahwa peristiwa pasca pemilu menjadi momen yang sangat krusial oleh karena berbicara pasca pemilu selesai maka setiap individu yang

  Pembaruan hukum pemilu berbicara tentang keadilan. Keadilan yang ada pada pemilu secara tidak langsung adalah memberikan jaminan bahwa pemilu adalah soal kepentingan bersama. Kepentingan bersama soal proses yang panjang yang lengkap dari hulu sampai hilir, proses demokrasi tersebut haruslah jelas dan lengkap. Kesadaran akan pemilu sebagai kepentingan bersama terhadap kepentingan lebih luas meminimalisir resiko gelombang protes atas ketidakpuasaan terhadap proses penegakan hukum pemilu. Protes-protes ketidakpuasan atas proses dan hasil pemilu yang dilatari oleh banyaknya pelanggaran yang tidak bisa diselesaikan, serta perasaan telah diperlakukan tidak adil oleh penyelenggara tersebut, menunjukkan adanya masalah penegakan hukum

  dalam setiap penyelenggaraan pemilu. 12 Penyelenggaran pemilu yang tidak adil mengurangi nilai esensi dari pemilu itu sendiri sebagai pesta demokrasi rakyat

  yang memenuhi asas-asas pemilu yang Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.

  Indonesia yang masih terus melakukan proses perubahan sistem pemilu haruslah memiliki pandangan khusus terhadap proses penegakan hukum (peradilan) pemilu. Melihat di beberapa negara dunia di belahan Amerika Latin serius dalam menangani proses perkara pasca pemilu dengan dibentuknya

  12 Aswanto dalam Topo Santoso, et. al., Penegakan Hukum Pemilu (Jakarta: Perludem, 2006),

  hlm.3-5.

  lembaga peradilan khusus pemilu. Kewenangan yang khusus tersebut memberi gambaran bahwa proses penanganan sengketa pemilu di negara-negara tersebut mempunyai tempatnya. Proses penegakan hukum pemilu di negara-negara tersebut tentu saja melalui proses yang panjang dalam membentuk suatu kekhususan penanganan sengketa pemilu. Indonesia yang memiliki catatan panjang permasalahan pemilu harus mulai mengarah ke hal tersebut. Bahwa potensi sengketa pemilu berdampak langsung pada arah beripikir mengenai masa depan hukum atau rancangan hukum terhadap sengketa pemilu yang dilalui melalui proses pembaruan hukum pemilu.

  Reformasi peradilan telah berjalan sejak tahun 2000. Pada masa awal reformasi peradilan, sejarah mencatat besarnya peran serta masyarakat melalui berbagai organisasi non pemerintah dalam mendorong proses reformasi peradilan, baik sebagai pemantau yang kritis maupun sebagai partner peradilan dalam melaksanakan proses perubahan. Selain organisasi non pemerintah, bantuan juga datang dari negara-negara donor yang turut memberikan kontribusi dalam proses

  perubahan monumental yang tengah berlangsung di lembaga peradilan. 13 Salah satu bentuk kelanjutan pembaruan peradilan adalah melalui badan peradilan

  khusus pemilu melalui reformasi hukum atau pembaruan hukum. Badan peradilan khusus pemilu dibutuhkan oleh Indonesia dalam penanganan sengketa pemilu yang ada di Indonesia. Merupakan suatu bentuk badan peradilan yang baru dalam kelembagaan yudikatif di Indonesia.

  Penyelesaian sengketa pemilu berlandaskan pada pengalaman, fakta-fakta yang ada, dan sejarah pemilu di Indonesia yang telah mengalami 11 kali masa

  13 Konsep Ideal Peradilan Indonesia: Menciptakan Kesatuan Hukum Meningkatkan Akses Masyarakat pada Keadilan, Diterrbitkan oleh Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi

  Peradilan (LeIP) Didukung Oleh National Legal Reform Program (NLRP), 2010. Kata Pengantar Peradilan (LeIP) Didukung Oleh National Legal Reform Program (NLRP), 2010. Kata Pengantar

B. Perlindungan Hak Asasi Manusia (Hak Pilih)

  Hak Asasi Manusia adalah serangkaian hak yang melekat dan dimiliki pada diri manusia yang tidak boleh dikurangi atau dirampas sebab hak tersebut melekat pada manusia karena dia manusia seutuhnya (kodrat manusia) dan berlaku secara universal. Lebih lanjut, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mendeskripsikan pengertian hak asasi manusia sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pernyataan umum dan yang terdapat dalam Undang-Undang tentang pengertian definisi HAM tersebut mengandung makna yang sangat luhur karena ketika seorang manusia lahir atau bahkan masih dalam kandungan manusia telah memiliki suatu hak yang melekat dan memberi identitas bahwa dia adalah manusia sejatinya. Meskipun beberapa pakar menyatakan dapat meruntut konsep HAM yang sederhana sampai kepada filsafat Stoika di zaman kuno lewat Hak Asasi Manusia adalah serangkaian hak yang melekat dan dimiliki pada diri manusia yang tidak boleh dikurangi atau dirampas sebab hak tersebut melekat pada manusia karena dia manusia seutuhnya (kodrat manusia) dan berlaku secara universal. Lebih lanjut, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mendeskripsikan pengertian hak asasi manusia sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pernyataan umum dan yang terdapat dalam Undang-Undang tentang pengertian definisi HAM tersebut mengandung makna yang sangat luhur karena ketika seorang manusia lahir atau bahkan masih dalam kandungan manusia telah memiliki suatu hak yang melekat dan memberi identitas bahwa dia adalah manusia sejatinya. Meskipun beberapa pakar menyatakan dapat meruntut konsep HAM yang sederhana sampai kepada filsafat Stoika di zaman kuno lewat

  dan ke-18. 14 Sejarah perjalanan panjang HAM terjadi seluruh dunia dari awal timbul pemikiran yang mengacu pada revolusi abad 18 dan abad 18 sampai pada

  penafsiran dan bentuk-bentuk perlindungan terhadap HAM itu sendiri memunculkan pemahaman-pemahan akan arti penting HAM bagi umat manusia di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri mengakui HAM sebagai suatu bentuk perlindungan dan dituangkan di dalam Konstitusi yaitu di dalam pasal 28A sampai 28J Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR Nomor XVII Tahun 1998, Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang- Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pegadilan Hak Asasi Manusia.

  HAM menjamin hak yang berkaitan dengan pemilu (Hak pilih). Dimensi HAM di dalam Pemilu tertuang di dalam pasalarticle 21 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights ) yaitu:

  1. Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas.

  2. Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya.

  3. Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat

  14 Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan Internasional,

  (Jakarta: Grafiti, 1994), hlm. 2.

  umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.

  Penjabaran dari Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia tersebut sangat detail dan lengkap dalam menjamin HAM. Perihal pasal 21 tersebut juga tertuang sama persis di dalam pasal 43 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Bahwa HAM terkait dengan Pemilu telah diatur secara umum di dalam Universal Declaration of Human Rights dan di dalam hukum nasional. Yang menjadi persoalan terkait tentang hak di dalam Pemilu adalah bagaimana pengamalan ketentuan tersebut di dalam sistem pemilu di Indonesia.

  Hak pilih merupakan salah satu bentuk hak politik yang termasuk ke dalam kategori hak asasi manusia. Hak pilih diatur di dalam ketentuan hukum fundamental suatu negara (biasanya di dalam undang-undang dasar dan di dalam undang-undang terkait) dan di dalam berbagai instrumen hukum internasional tentang hak asasi manusia. Pada beberapa kasus, hak pilih diatur khusus dalam

  case law. 15 Jadi dapat disimpulkan bahwa hak pilih merupakan bagian dari hak politik.

  Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Convenant on Civil and Political RightsICCPR) mengklasifikasikan hak sipil dan politik yang tercantum di dalam ICCPR ke dalam dua bagian, yaitu hak absolut

  dan hak yang boleh dikurangi. 16 Indonesia telah meratifikasi Kovenan tentang

  15 International IDEA, Keadilan Pemilu (Jakarta: International IDEA, 2010), hlm.7.

  16 Pertama adalah hak-hak absolut yang harus ditegakkan dan dihormati dalam keadaan apapun, seperti hak untuk hidup, hak untuk bebas dari penyiksaan, hak bebas dari perbudakan, hak bebas

  dari penahanan karena gagal memenuhi perjanjian (hutang), hak bebas dari pemidanaan yang

  Hak-hak Sipil dan Politik melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik). Hak di dalam pemilu dapat disamakan sebagai hak politik. Politik dalam hal ini dalam arti keikutsertaan warga negara dalam pemerintahan. Kebebasan dari hak politik dan sipil mencakup hak-hak yang memungkinkan warga negara ikut berpartisipasi dalam kehidupan politik. Hak politik mencakup hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan memberikan suara dalam pemilihan umum yang berkala dengan hak suara

  yang universal dan setara 17 . Keikutsertaan warga negara di dalam pemerintahan

  ada berbagai cara atau kedudukan yang ada, bisa warga negara tersebut di dalam pemerintahan atau bisa juga diluar pemerintahan sesuai profesi masing-masing. Tidak hanya dalam pemerintahan dalam arti di struktur eksekutif atau yudikatif namun pada taraf legislatif dengan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Yang artinya adanya pembagian keikutsertaan warga negara tersebut maka dapat diartikan bahwa warga negara yang berada di dalam pemerintahan adalah warga negara yang memiliki hak dipilih dan warga negara yang berada di luar pemerintahan berada pada kedudukan warga negara yang memilih. Singkatnya warga negara diberikan pilihan untuk memilih atau dipilih. Jadi warga negara yang memiliki hak pilih memiliki 2 hak yaitu hak untuk memilih dan hak untuk dipilih. Hak-hak politik yang diatur dalam Pasal 25 Kovenan Internasional tentang

  berlaku surut, hak atas kebebasan berpikir dan sebagainya. Kedua, hak-hak yang boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara seperti hak atas kebebasan berkumpul secara damai, hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi, hak atas kebebasan berserikat, hak untuk mendapatkan dan memberi informasi dll. Lebih lengkap baca Muhardi Hasan dan Estika Sari. Hak Sipil dan Politik. Demokrasi Vol. IV No.1 (2005). Hlm. 93-101. Hlm. 97

  17 Jurnal analisis sosial, Volume 7. Hlm. 11-31. (2002), hlm. 17.

  Hak-Hak Sipil dan Politik adalah hak dan kesempatan tanpa pembedaan dan pembatasan yang tidak wajar untuk:

  a. Ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik secara langsung ataupun melalui perwakilan yang dipilih secara bebas;

  b. Memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang jujur, dengan hak pilih yang universal dan sederajat, dan dilakukan dengan pemungutan suara yang rahasia yang menjamin kebebasan para pemilih menyatakan keinginannya;

  c. Mendapatkan akses, berdasarkan persyaratan yang sama secara umum, pada dinas pemerintahan di negaranya. Pengakuan tidak diperlukan bagi HAM, baik dari pemerintah atau dari

  suatu sistem hukum, karena HAM bersifat universal. Berdasarkan alasan ini, sumber HAM sesungguhnya semata-mata berasal dari manusia. 18 Pemerintah dan

  sistem hukum yang harus mengikuti HAM secara otomatis melandasakan HAM pada aspek-aspek di dalam pemerintahan dan sistem hukum. Tidak terkecuali dalam hal sistem hukum pemilu. Bahwa individu baik yang memilih atau dipilih memiliki hak yang harus diikuti dan dipenuhi oleh pemerintah dan sistem hukum pemilu itu sendiri. Pengakuan akan mengakibatkan niali-nilai dari HAM itu sendiri hanya sebatas tulisan kosong, yang artinya ketentuan secara tegas mengenai pemilu hanya sebatas memenuhi ketentuan hukum dengan tulisan dan aturan-aturan yang mengikat namun tidak memperhatikan hakekat dari hak asasi manusia itu sendiri.

  18 Todung Mulya Lubis, In search of Human Rights Legal-Political Dilemmas of Indonesia’s New Order, 1966-1990 (Jakarta: Gramedia, 1993), hlm. 15-16.

  Hukum pemilu yang sarat makna akan banyak kepentingan pihak tertentu harus teguh untuk tetap mengutamakan hak politik masing-masing individu. Hak politik yang dimiliki oleh pihak yang memilih atau pihak yang dipilih memiliki kedudukan yang sama namun memiliki tanggungjawab yang berbeda. Pemilih yang dalam hal ini merupakan warga negara yang berada di luar pemerintahan memiliki tanggungjawab hak politik yang lebih luas karena ketika melakukan hak politiknya melibatkan banyak lembaga negara yang diisi oleh warga negara dengan hak untuk dipilih. Hak-hak politik berkembang sejalan dengan tumbuhnya sistem negara bangsa yang dilembagakan ke dalam sistem parlementer. Hak-hak politik yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan yang diwujudkan dalam bentuk partisipasi dengan memberikan hak pilih pada saat pemilihan

  berlangsung. 19 Bentuk secara nyatanya adalah pemilih atau warga negara dengan hak pilih menujukkan eksistensinya melalui pemilihan umum yang sedang

  berlangsung pada kala itu. Warga negara yang tidak ikut berpartisipasi dalam pemerintahn menunjukan perannya dalam berpartisipasi melalui pemilihan umum. Keputusan pemilih dalam hal ini menentukan bagaimana pihak yang dipilih terpilih, untuk menata negara dalam konteks kepentingan bersama dan bagian dari pemenuhan haknya untuk partisipasi dalam pemerintahan.

  Selain pada warga negara sebagai pemilih, warga negara yang lain mempunyai keinginan lain untuk turut serta dalam pemerintahan melalui partisipsi di dalam sistem pemerintahan langsung. Warga negara tersebut dapat mengajukan diri di berbagai sektor pemerintahan baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, namun oleh karena konteks pembahasan hak di dalam pemilu maka terbatas pada

  19 Fuad Fachruddin, Agama dan Pendidikan Demokrasi: Pengalaman Muhammadiyah dan Nadhlatul Ulama (Pustaka Alvabet, 2006), hlm. 35-36.

  sektor pemerintahan yang proses rektumennya melalui suatu pemilihan umum yang melibatkan banyak pihak secara langsung bukan melalui penunjukan atau seleksi internal kelembagaan. Pemilu bagi warga negara yang dipilih menjadi ajang untuk tampil memperkenalkan diri dan progam, ajang untuk meyakinkan pihak yang memilih untuk bisa maju dalam keikusertaan partisipasi di dalam pemerintahan secara internal. Maju sebagai perwakilan rakyat atau sebagai kepala daerah atau kepala negara sekalipun seluruh warga negara memiliki kesempatan yang sama namun pada akhirnya tetap dipilih oleh warga negara yang lainnya.

  Kesempatan untuk mengajukan diri bagi warga negara yang ikut dalam partisipasi di dalam pemerintahan menyita banyak tenaga, waktu, dan materi. Selain itu bagi pihak yang memilih juga merasakan hal yang sama ketika hak-hak yang lainnya tersita oleh suatu proses panjang yang dinamakan pemilu. Pada saat proses pemilu bagi warga negara selain mengurangi hak-hak yang lain secara langsung juga ketika terjadi sengketa maka akan lebih besar pula resiko hak-hak lain menjadi berkurang atau bahkan hilang. Berkurang atau bahkan menghilangnya hak warga negara dalam hal pemilu disebabkan oleh faktor tidak kepuasan terhadap sistem, baik pihak yang mempunyai hak memilih atau pihak yang mempunyai hak untuk dipilih.

  Kelemahan suatu sistem hukum tidak lepas dari kajian-kajian akademis yang kurang dan pemahaman akan kebutuhan akan pemenuhan hak dari warga negara yang dikesampingkan. Sistem hukum pemilu yang lemah melahirkan suatu tatanan hukum yang merusak citra pemilu sebagai pesta demokrasi. Pesta demokrasi tersebut sesungguhnya adalah sarana bagaimana hak politik bisa tersalurkan dengan tepat. Hak politik di dalam pemilu memberikan warga negara Kelemahan suatu sistem hukum tidak lepas dari kajian-kajian akademis yang kurang dan pemahaman akan kebutuhan akan pemenuhan hak dari warga negara yang dikesampingkan. Sistem hukum pemilu yang lemah melahirkan suatu tatanan hukum yang merusak citra pemilu sebagai pesta demokrasi. Pesta demokrasi tersebut sesungguhnya adalah sarana bagaimana hak politik bisa tersalurkan dengan tepat. Hak politik di dalam pemilu memberikan warga negara

  Pembaruan peradilan harus dilakukan dalam kerangka merevitalisasi fungsi pengadilan yang hakiki. Tujuan dari penyelenggaraan peradilan adalah memutus suatu sengketamenyelesaikan suatu masalah hukum yang timbul karena

  adanya konflik kepentinganpendapat. 20 Muara sengketa adalah peradilan. Suatu sengketa yang terjadi di dalam hukum ketika tidak dapat terselesaikan dengan cara

  baik oleh kedua belah pihak maka peradilan menjadi tempat akhirnya perselesaian perselisihan. Pemilu melahirkan banyak sengketa. Muara dari sengketa pemilu adalah penyelesaian yang adil. Indonesia tidak menyediakan ruang yang pasti dan tepat dalam perkara penyelesaian sengketa pemilu, hal tersebut berarti adanya kekosongan terhadap penyelesaian sengketa pemilu di Indonesia. Kekosongan yang terjadi tersebut merupakan suatu kelemahan hukum. Celah kekosongan hukum tersebut berpengaruh pada perlindungan HAM. Warga negara yang hendak mengajukan gugatan terhadap hasil perselisihan umum baik

  20 Konsep Ideal Peradilan Indonesia, Op.cit., hlm.5.

  kedudukannya sebagai pemilih atau yang dipilih tidak tersedia ruang yang pasti dan berkeadilan. Penyelesaian yang ditangani oleh Mahkamah Konstiusi (MK) tidak fokus pada pokok sengekta pemilu. MK hanya menangani persoalan sengketa hasil yang artinya MK menjadi „mesin penghitung‟. Dikatakan seperti itu oleh karena beberapa pokok perkara yang melibatkan sengketa pemilu secara luas tidak dapat diulas secara mendalam sebagai fakta-fakta hukum dalam persidangan. Penyelesaian yang demikian mengurangi nilai-nilai HAM khususnya hak politik yang artinya tidak adanya jaminan akan perlindungan HAM. Kehadiran peradilan khusus pemilu memberikan keadilan yang berlandaskan pada pelindungan Hak-hak politik warga negara.

C. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Terkait Sengketa Pemilu

  Alasan selanjutnya mengenai mengapa peradilan pemilu penting hadir di Indonesia adalah melihat struktur kelembagaan itu sendiri. Selain pada peradilan pemilu penting guna perlindungan HAM, sistem hukum pemilu di Indonesia sendiri tentu saja menjunjung perlindungan HAM tersebut dalam tingkat yudikatif. Pemilu di Indonesia secara konstitusi diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum. Diamanatkan di dalam pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Konstitusi memberi amanat kepada KPU untuk melaksanakan Pemilu. Selain pada KPU ada beberapa lembaga negara yang langsung terlibat pada proses Pemilu. Lembaga negara tersebut adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai penegak kode etik dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pengawas Alasan selanjutnya mengenai mengapa peradilan pemilu penting hadir di Indonesia adalah melihat struktur kelembagaan itu sendiri. Selain pada peradilan pemilu penting guna perlindungan HAM, sistem hukum pemilu di Indonesia sendiri tentu saja menjunjung perlindungan HAM tersebut dalam tingkat yudikatif. Pemilu di Indonesia secara konstitusi diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum. Diamanatkan di dalam pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Konstitusi memberi amanat kepada KPU untuk melaksanakan Pemilu. Selain pada KPU ada beberapa lembaga negara yang langsung terlibat pada proses Pemilu. Lembaga negara tersebut adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai penegak kode etik dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pengawas

  Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution) 21 sesuai dengan ketentuan UUD 1945,

  memiliki empat kewenangan mengadili dan satu kewajiban, yaitu :

  1. melakukan pengujian atas konstitusionalitas Undang-Undang;

  2. mengambil keputusan atas segala sengketa kewenangan atas lembaga negara yang ditentukan menurut Undang-Undang Dasar;

  3. memutuskan perkara berkenaan dengan pembubaran partai politik;

  4. memutuskan perkara perselisihan mengenai hasil-hasil pemilihan umum. Serta satu kewajiban tersebut yakni : mengambil putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum ataupun mengalami perubahan sehingga secara hukum menjadi terbukti dan karena itu dapat dijadikan alasan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden menjadi terbukti dan karena itu dapat dijadikan alasan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dari jabatannya. Pengaturan kewenangan Mahkamah Konstitusi secara tegas dalam konstitusi merupakan bukti jika keberadaannya sebagai salah satu lembaga negara diharapkan mampu menjadi satu lembaga yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan peradilan dalam sistem konstitusi, pengawal konsitusi

  21 Mustafa Lutfi, Hukum Sengketa Pemilukada di Indonesia, Gagasan Perluasan Kewenangan

  Mahkamah Konstitusi (Yogyakarta: UII Press, 2010), hlm.17.

  (the guardian of the Constitution) dan penafsir konstitusi yang kompeten dalam kehidupan bernegara. Di samping itu, lembaga ini dapat juga berperan mendorong mekanisme checks and balance dalam penyelenggaraan negara dan berperan

  dalam negara hukum yang demokratis. 22

  Mahkamah Konstutusi merupakan suatu lembaga negara yang lahir oleh karena perintah dari konstitusi itu sendiri pada pasal 24C Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman UUD 1945, selain dari Mahkamah Agung sebagai 2 lembaga negara dalam bidang yudikatif. Mengenai tugas dan kewenangan MK sndiri juga telah diatur dalam UUD. Pada pasal 24C ayat (1) yang berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain Undang-Undang itu MK sebagai lembaga tinggi sendiri memiliki ketentuan hukum yang mengaturnya yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Di dalam Undang-Undang tersebut juga mengatur kewenangan MK yang sama terdapat di dalam UUD khsususnya mengenai Pemilu yang terdapat di dalam pasal 1 angka 3 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Ketentuan mengenai kewenangan MK tentang Mahkamah Konstitusi mengenai Pemilu juga diatur pada Undang-Undang lain. Pasal 29

  22 Ibid, Hlm.18.

Dokumen yang terkait

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN MENGENAL UNSUR BANGUN DATAR KELAS II SDN LANGKAP 01 BANGSALSARI

1 60 18

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Pembaruan pendidikan islam KH. A. Wahid Hasyim ( Menteri Agama RI 1949-1952)

8 109 117

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Strategi Public Relations Radio Cosmo 101.9 FM Bandung Joged Mania Dalam Mempertahankan Pendengar Melalui Pendekatan Sosial

1 78 1

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22