PREPARASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT 10% BERAT SILIKA

(1)

PREPARASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT 10 % BERAT SILIKA

(Skripsi)

Oleh

AHMAD SULAIMAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

PREPARASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT 10% BERAT SILIKA

Oleh

AHMAD SULAIMAN

Penelitian ini dilakukan untuk mempreparasi dan mengkarakterisasi komposit hidroksiapatit 10% berat silika dengan perlakuan suhu sintering 1200oC. Sampel dikarakterisasi dengan uji FTIR, SEM, dan XRD. Beberapa gugus fungsi yang dihasilkan yaitu OH-, , , Si-O-Si dan Si-H yang merupakan gugus pembentuk hidroksiapatit dan silika. Bentuk butiran dan batas butir yang dihasilkan juga semakin jelas dengan ukuran butir yang semakin besar dan merata. Akibat distribusi silika pada struktur hidroksiapatit dan perlakuan termal yang diberikan terjadi dekomposisi pada senyawa dengan munculnya dua fasa yang berbeda pada sampel. Fasa yang terbentuk adalah kalsium fosfat silikat (Ca5(PO4)2SiO4) dengan nomor PDF file 40-0393 dan trikalsium fosfat (Ca3(PO4)2) dengan nomor PDF file 9-0169.

Kata kunci: komposit, hidroksiapatit, silika, FTIR, XRD, dan SEM.


(3)

ABSTRACT

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF HYDOXYAPATITE -10 Wt% SILICA COMPOSITE

By

AHMAD SULAIMAN

This study was conducted to prepare and characterize of hydroxyapatite -10 Wt% silica composite with sintering temperature 1200oC. Materials characterized by FTIR test, SEM, and XRD. Some functional groups generated was OH-, , , Si-O-Si dan Si-O-Si-H which is a group that forming hydroxyapatite and silica. Granules and the resulting grain boundary also increasingly apparent with increasing grain size and evenly. Due to the distribution of silica in the structure of hydroxyapatite and given thermal treatment, there is decomposition of compounds with the emergence of two distinct phases in the sample. The formed phase are calcium phosphate silicate (Ca5(PO4)2SiO4) PDF file number 40-0393 and tricalcium phosphate (Ca3(PO4)2) with a PDF file number 9-0169.

Keywords: composites, hydroxyapatite, silica, FTIR, XRD, and SEM.


(4)

PREPARASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT 10 % BERAT SILIKA

Oleh

AHMAD SULAIMAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Ahmad Sulaiman dilahirkan di kota Metro provinsi Lampung pada tanggal 31 Agustus 1990. Penulis merupakan anak bungsu dari empat bersaudara pasangan bapak Chairullah dan almarhumah ibu Siti Marlian.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD N 2 Metro pada tahun 2003, Sekolah menengah pertama di SMP N 4 Metro tahun 2006 dan sekolah menengah atas di Madrasah Aliyah Negri 1 Metro Lampung Timur tahun 2009. Melalui jalur SBMPTN penuis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negri dan terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung tahun 2009.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar I, Fisika Dasar II, Eksperimen Fisika, Sol-Gell dan kuliah Agama Islam. Penulis juga aktif dalam perlombaan Olimpiade Sains Nasional Fisika dan lolos sebagai 10 besar tingkat provinsi bidang fisika pada Olimpiade Sains Nasional Pertamina tahun 2012. Tahun 2013 penulis berhasil menjadi pemenang tingkat reigonal Sumatra Bagian Selatan pada Oliempiade Sains Nasional Pertamina dalam bidang fisika dan mewakili Regional Sumatra Bagian Selatan maju


(9)

kebabak final di Jakarta. Tahun 2013 penulis melaksanakan Peraktek Kerja Lapangan (PKL) di UPT. BPML LIPI tanjung bintang, Lampung Selatan. Dalam bidang organisasi yang pernah diikuti penulis sebagai anggota bidang kaderisasi Himafi FMIPA Unila dan anggota bidang kajian Rois FMIPA Unila periode 2010/2011. Menjadi ketua kaderisasi Himafi FMIPA Unila dan kepala departemen Hubungan Luar dan Pengabdian Masyarakat (HLPM) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA Universitas Lampung pada periode 2011/2012. Selanjutnya penulis diberikan kepercayaan untuk memimpin pergerakkan organisai mahasiswa BEM FMIPA Universitas Lampung sebagai Ketua Umum (Gubernur) periode 2012/2013. Periode 2013/2015 penulis diberikan kepercayaan menjadi dewan pertimbangan pengurus Ikatan Lembaga Mahasiswa Matematika dan Ilmu pengtahuan Alam (ILMMIPA) Indonesia. Disela-sela Kesibukannya, penulis juga aktif mengajar les privat matematika dan fisika.


(10)

MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum

kaum itu sendiri yang akan merubah nasib mereka”

~Q.S. Arra’ad:11~

Kita matang karena masalah, Kita maju karena usaha dan Kita kuat karena doa.

Rasa percaya diri bukan timbul karena kita yakin akan kemampuan kita, tapi kerna kita yakin ada Allah bersama kita”

~Ahmad Sulaiman~

Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, saya revisi dan saya menang!


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis haturkan dan sanjungkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat karunia serta kebesaran-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Preparasi dan Karakterisasi Komposit

Hidroksiapatit 10% Berat Silika”. Karya ini memaparkan potensi limbah tulang

sapi dan sekam padi yang dapat dimanfaatkan sebagai material dasar pembuatan bahan komposit hidroksiapatit 10% berat silika. Secara spesifik, karya ini membahas gugus fungsi, mikrostruktur dan stuktur kristal bahan tersebut. Tujuan dari skripsi ini adalah sebagai sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 dan juga melatih mahasiswa agar berfikir cerdas dan kreatif serta terbiasa dalam menulis karya ilmiah.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terkhusus untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis,


(12)

PERSEMBAHAN

Dengan ketulusan dan segala kerendahan hati kupersembahkan karya kecilku kepada:

ALLAH SWT

Kedua orang tuaku yang paling hebat dan terbaik di dunia

“Bapak Chairullah, M.S,almarhumah Ibu Siti Marlian”

Buyah dan ibu, terimakasih atas semua pengorbanan dan kasih sayang yang tiada henti. Terimakasih untuk semua doa yang terus mengalir untuk kami. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat, kemulyaan dan kebahagian

dunia dan akhirat untuk ayahanda dan ibu tercinta.

Ibuk yang telah mengisi kekosongan di keluarga kami. Terimakasih atas semua usaha dan pengorbanan yang sudah dilakukan.

Kakak-kakakku tersayang

“ Hen, Kanjeng Wawan, Hen Iyes, Semuhun, Kanjeng Noni dan Hen Dedi ”

Trimakasih, walaupun kadang terasa sulit kalian selalu tersenyum dan tak pernah melepaskan tangan adikmu ini.

Adik-adikku tercinta

“Alan, Anta dan Desi”

Almamater tercinta


(13)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam atas nikmat-Nya yang tak terhingga, kasih sayang-Nya yang tak terbilang, serta nikmat persaudaraan yang senantiasa terjaga hingga hari ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PREPARASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT 10% BERAT SILIKA.

Shalawat teriring salam semoga tersampaikan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabat serta umatnya di akhir zaman, Aamiin.

Alhamdulillah dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan masukan dan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak yang tentunya sangat bermanfaat dan berharga sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Teriring doa nan tulus jazaakumullah khaiiran katsir, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1) Kedua orang tuaku tercinta yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun pemikiran yang senantiasa mendoakanku sehingga mendapatkan yang terbaik dalam hidup.

2) Ibu Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D. selaku pembimbing utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan kepada saya dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran.


(14)

3) Bapak Drs. Ediman Ginting, M.Si. selaku pembimbing Kedua yang juga membimbing dan memberi masukan penulisan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4) Bapak Drs. Pulung Karo-karo, M.Si. selaku Pembahas yang telah banyak memberikan masukan dan koreksi dalam proses penyelesaian skripsi ini. 5) Bapak Posman Manurung, DRS,. M.Si., Ph.D. selaku Pembimbing

Akademik.

6) Tim penelitianku mbak Firda Azizah dan Ika Rosalia yang selama ini penuh canda tawa dan saling memotivasi dalam penelitian.

7) Teruntuk sahabat terbaikku Dokter Bintang, Pak Eko, Khaidir, Kholis, Ubay, Wahyu, Sindy, Hapin, Bang Edi, Kak Alan, Ridho, Herman, jazaakumullah khairaan jazaa, terima kasih untuk persaudaraan yang berdasar pada ukhuwah. Semoga Allah limpahkan kebaikan kepada antum wa antunna.

8) Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 Fisika FMIPA Unila Semoga tali persaudaraan kita selalu terjalin erat.

9) Keluarga besar BEM dan ROIS FMIPA UNILA. 10)Keluarga besar ILMMIPA INDONESIA.

11)Seluruh pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas peran dan dukungannya dalam menyusun laporan ini. Semoga Allah SWT membalas atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Juni 2015 Ahmad Sulaiman


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tulang kanselus dan tulang kortikal ... 12

2. Struktur kristal hidroksiapatit ... 15

3. Skema alat difraksi sinar-X ... 20

4. Ilustrasi hukum Bregg ... 21

5. Sekema alat dan prinsip kerja SEM ... 23

6. Prinsip kerja FTIR ... 25

7. Pola spektrum FTIR sampel hidroksiapatit... 36

8. Pola spektrum FTIR sampel hidroksiapatit kontrol... 37

9. Pola spektrum FTIR sampel silika... 39

10.Pola spektrum FTIR sampel komposit hidroksiapatit 10% berat silika... 41

11.Pola spektrum FTIR hasil penggabungan pola spektrum FTIR sampel hidroksiapatit, hidroksiapatit kontrol dan komposit hidroksiapatit 10% berat silika... 43

12.Pola difaksi sinar-X sampel (a). Hidroksiapatit, (b). Hidroksiapatit kontrol... 45

13.Pola difraksi sinar-X sampel silika... 50

14.Pola difraksi sinar-X sampel komposit hidroksiapatit 10% berat silika... 51

15.Pola Difraksi sinar-X hasil penggabungan pola Difraksi sinar-X sampel hidroksiapatit, hidroksiapatit kontrol dan komposit hidroksiapatit 10% berat silika... 56


(16)

IV

16.Hasil analisis karakterisasi SEM dengan perbesaran 5000x

sampel hidroksiapatit kontrol... 57 17.Hasil analisis karakterisasi EDS

hidroksiapatit kontrol... 58 18. Hasil analisis karakterisasi SEM dengan perbesaran 5000x

(a).Sampel hiroksiapatit dan

(b) sampel silika... 59 19.Hasil analisis karakterisasi EDS (a). Sampel hidroksiapatit

dan (b) Sampel silika... 60 20.Hasil analisis karakterisasi komposit hidroksiapatit 10%


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Puncak spektra gugus fungsi sampel hidroksiapatit

dan hidroksiapatit kontrol... ... 39 2. Puncak spektra gugus fungsi ... 41 3. Puncak spektra gugus fungsi komposit hidroksiapatit 10%

berat silika... 43 4. Interprestasi (pencocokkan) data yang diperoleh dengan data

standar PDF sampel hidrosiapatit... 47 5. Interprestasi (pencocokkan) data yang diperoleh dengan data

standar PDF sampel hidroksiapatit kontrol... 49 6. Interprestasi (pencocokkan) data yang diperoleh dengan data

standar PDF sampel komposit hidroksiapatit 10% berat silika... 53 7. Lanjuttan tabel Interprestasi (pencocokkan) data yang

diperoleh dengan data standar PDF sampel komposit


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komposit ... 7

B. Biomaterial dan Biokeramik ... 8

C. Tulang Sapi ... 10

D. Hidroksiapatit ... 12

E. Silika ... 16

F. Karakterisasi Material Biokeramik ... 18

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 27

C. Prosedur Penelitian... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Karakterisasi Gugus Fungsi dengan FTIR... 36

D. Preparasi Bahan Dasar ... 29

E. Perendaman Sampel pada Larutan ... 31

F. Sintering ... 31

G. Preparasi dan Karakterisasi ... 31


(19)

ii

B. Hasil Analisis Karakterisasi Struktur dengan XRD... 44 C. Hasil Analisis Karakterisasi Mikrostruktur dengan SEM-EDS... 57 V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan ... 64 B. Saran... 65 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan rehabilitasi saat ini semakin banyak diperlukan oleh masyarakat. Pada bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk merehabilitasi tulang yang rusak akibat penyakit, kecelakaan yang menyebabkan tulang patah, remuk atau timbul keluar. Selama ini dunia kedokteran menggunakan implan yang terbuat dari logam dengan struktur yang kaku dan kurang fleksibel. Akibatnya, dalam beberapa kasus sering terjadi nyeri dan alergi pada pemakai. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu material baru dengan kualitas yang lebih baik, ekonomis dan dapat menggantikan struktur jaringan yang hilang tanpa menimbulkan efek lain dalam penggunaannya (Yolanda, 2009).

Penggunaan biokeramik sebagai bahan rehabilitasi pengganti pembuatan implan cukup efektif karena biokeramik mengandung bahan bioaktif yang dapat menimbulkan respon biologis yang spesifik antara pertemuan bahan dengan jaringan yang akan menimbulkan proses pembentukan tulang atau yang sering disebut osteogenesis (Hench, 1991). Bahan biokeramik yang biasa digunakan dalam bidang rehabilitasi jaringan adalah biokeramik hidroksiapatit. Biokeramik hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 adalah keramik berbasis kalsium fosfat yang merupakan paduan dua senyawa garam trikalsium fosfat dan kalsium hidroksida.


(21)

2

Biokeramik banyak digunakan pada bidang ortopedi dan kedokteran gigi sebagai material pengganti tulang (bone substitute) (Chui et al., 2005).

Sifat biokompatibilitas yang sempurna apabila diimplankan pada tulang menjadikan hidroksiapatit merupakan unsur anorganik alami yang dapat dimanfaatkan untuk regenerasi tulang, memperbaiki dan merekonstruksi jaringan tulang serta dapat langsung mengikat tulang regenerasi (Sych et al., 2009). Hidroksiapatit pada makhluk hidup biasanya disebut juga dengan biological hydroxyapatite. Hidroksiapatit dapat diperoleh dari tulang manusia yang bersangkutan (autograft), dapat juga didapat dari tulang manusia lain (allograft), dan tulang hewan (xenograft). Penggunaaan autograft dan allograft mempunyai ketersediaan yang terbatas dan mempersyaratkan pembedahan. Oleh sebab itu penggunaan hidroksiapatit dari tulang hewan (xenograft) dianggap lebih praktis dan ekonomis (Ratih et al., 2003). Hidroksiapatit diperoleh dari bahan dasar tulang sapi. Tulang sapi adalah bahan yang memiliki tingkat keefektifan tinggi sebagai bahan dasar pembuatan hidroksiapatit dibandingkan tulang manusia, domba, ayam dan tikus (Bahrololoom et al., 2009).

Hidroksiapatit (HA) dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 sebagai komponen utama tulang merupakan kalsium fosfat yang paling stabil di bawah kondisi fisiologi normal. Material ini baik untuk transplantasi tulang karena dapat berikatan dengan tulang, tidak beracun, biokompatibel dan osteoinductive (Sobczak et al., 2009). Namun, hidroksiapatit tidak memiliki kekuatan mekanik (mechanical strength) yang baik dan tidak tahan terhadap tekanan sehingga tidak dapat digunakan tanpa tambahan material lain sebagai filler (Agrawal et al., 2011).


(22)

3

Oleh karena itu perlu campuran suatu material yang dapat menambah nilai mekanik dari bahan hidroksiapatit sehingga dapat memperbaiki sifat mekanik tulang dan tahan terhadap tekanan (chui et al., 2005). Hasil pencampuran itu disebut dengan komposit. Komposit adalah suatu golongan material yang dibuat dengan menggabungkan dua atau lebih material lain dengan tujuan untuk memperbaiki sifatnya (Windarti and Astuti, 2006).

Penelitian dengan tujuan serupa juga pernah dilakukan Monmaturapoj and Chockai (2010) tentang sintering yang digunakan untuk meningkatkan nilai mekanik dari hidroksiapatit serta metode basah yang digunakan oleh Palard et al (2009). Pada penelitian ini akan dilakukan pencampuran hidroksiapatit dengan 10% berat silika dari sekam padi dengan metode pengabuan sebagai filler. Hal tersebut didukung dengan keberadaan sekam padi yang saat ini masih melimpah dan pemanfaattannya yang masih minim. Silika dipilih karena mempunyai tingkat subtitusi yang baik (Kim et al., 2002). Pada penelitian sebelumnya, Nakata et al (2009), mengatakan bahwa silika yang dicampurkan pada hidroksiapatit dapat meningkatkan sifat matriks, biokatif dan pembentukan tulang. Silika dari sekam padi dipilih karena mempunyai banyak keunggulan yaitu butirannya halus, lebih reaktif, dapat diperoleh dengan cara mudah dengan biaya yang relatif murah (Agung dkk., 2013).

Dewasa ini, hidroksiapatit sudah banyak digunakan pada pengobatan-pengobatan di bidang medis, akan tetapi karena sifat mekanik dan daya tahan tekanannya yang buruk, penggunaanya dibatasi hanya untuk beban bantalan aplikasi klinis (Demirkol et al., 2012). Seiring dengan laju pertumbuhan manusia yang tinggi


(23)

4

dan perkembangan tehnologi menyebabkan kebutuhan akan kesehatan juga semakin meningkat. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk meningkatkan nilai mekanik dan kuat tekan dari material hidroksiapatit sehingga dapat digunakan untuk fungsi yang lebih luas. Hal ini dapat dilakukan dengan menambahkan silika dari sekam padi sebagai filler. Pada penelitian preparasi dan karakterisasi komposit silika hidroksiapatit dengan pencampuran 10% berat silika ini, digunakan tulang sapi sebagai bahan dasar hidroksiapatit dan sekam padi sebagai bahan dasar silika dengan karakterisasi bahan meliputi X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectrometer (SEM-EDS) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi terhadap gugus fungsional komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar tulang sapi dengan teknik FTIR?

b. Bagaimana pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi terhadap mikrostruktur komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar tulang sapi dengan teknik SEM-EDS?

c. Bagaimana pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi terhadap struktur kristal komposit hidroksiapatit yang menggunakan bahan dasar tulang sapi dengan teknik XRD?


(24)

5

C. Batasan Masalah

Pada penelitian ini dilakukan pengujian dan pengamatan dengan batasan masalah sebagai berikut:

a. Bahan pembuatan komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar dari tulang sapi.

b. Bahan campuran yang digunakan 10% berat silika sekam padi dengan metode pengabuan.

c. Karakterisasi yang digunakan meliputi FTIR, SEM-EDS dan XRD.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi sebagai bahan pembuatan komposit hidroksiapatit meliputi: a. Mempreparasi bahan komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar

limbah tulang sapi dangan campuran silika sekam padi.

b. Mengetahui pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi terhadap gugus fungsional bahan pembuatan komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar tulang sapi dengan teknik FTIR.

c. Mengetahui pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi terhadap mikrostruktur bahan pembuatan komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar dari tulang sapi dengan teknik SEM-EDS.

d. Mengetahui pengaruh penambahan 10% berat silika sekam padi terhadap struktur kristal bahan pembuatan komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar tulang sapi dengan teknik XRD.


(25)

6

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Dapat mempreparasi dan mengetahui gugus fungsi, mikrostruktur dan struktur kristal pembuatan komposit menggunakan bahan dasar tulang sapi dengan penambahan 10% berat silika.

b. Menjadi salah satu sumber bahan bagi peneliti-peneliti lainnya yang membahas komposit hidroksiapatit terkhusus dari bahan dasar tulang sapi. c. Mempermudah pengerjaan penelitian berikutnya yang ingin meneruskan

mengenai komposit hidroksiapatit dari bahan baku tulang sapi dengan metode yang sama.

d. Menjadi bahan acuan bagi peneliti lainnya untuk mempermudah memahami preparasi dan karakterisasi komposit hidroksiapatit dari bahan dasar tulang sapi.


(26)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tinjauan pustaka ini akan dijelaskan tentang beberapa konsep dasar teori yang mendukung topik penelitian. Pembahasan dimulai dengan penjelasan mengenai komposit, biokeramik, tulang sapi, hidroksiapatit, silika dan karakterisasi material komposit biokeramik hidroksiapatit dengan pencampuran 10% berat silika yang meliputi X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).

A. Komposit

Komposit adalah campuran dua material atau lebih untuk menghasilkan suatu material baru. Jika dilihat dari komposisinya komposit dibagi menjadi dua, matriks dan penguat (Filler). Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan) yang berfungsi sebagai penyokong dan pengikat fasa. Sedangkan penguat (filler) adalah reinforcement (penguat) yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit. Bahan komposit dapat didefinisikan sebagai bahan rekayasa yang diperoleh dari kombinasi dua atau lebih bahan sehingga menghasilkan sifat yang lebih baik dari pada ketika komponen individu itu digunakan sendiri (Campbell, 2010). Logam, keramik, dan polimer dapat digunakan sebagai material pengikat pada pembuatan komposit tergantung dari sifat yang ingin dihasilkan (Suswanto, 2013). Komposit


(27)

8

dikenal sebagai bahan teknologi dan bukan bahan struktur konvensional yang artinya bahan ini diperoleh dari hasil teknologi pemrosesan bahan. Kelebihan material komposit dibandingkan dengan logam adalah ketahanan terhadap korosi atau pengaruh lingkungan bebas dan untuk jenis komposit tertentu memiliki kekuatan dan kekakuan yang lebih baik (Andri dan Johar, 2011).

B. Biomaterial dan Biokeramik

Secara umum biomaterial dapat diartikan sebagai material yang ditanam di dalam tubuh manusia untuk pengganti jaringan atau organ tubuh yang terserang penyakit atau yang rusak dan cacat. Biomaterial memainkan peranan penting dalam banyak aspek terapi pada dunia kesehatan, alat-alat kesehatan, prostheses, pendistribusi obat (drug delivery system), teknik diagnostik, perbaikan jaringan (tissue) dan replacement technology. Karena memiliki potensial yang besar dalam peningkatan kualitas hidup, biomaterial merupakan salah satu fokus utama pada bidang riset / penelitian di seluruh dunia (Anderson, 2001).

Semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia setiap tahunnya membuat kebutuhan akan kesehatan juga semakin meningkat. Hal ini juga menjadi salah satu faktor berkembang pesatnya penelitian tentang biomaterial. Berdasarkan bahan pembentuk dan sifatnya biomaterial dikelompokan menjadi empat yaitu: biomaterial logam, biomaterial polimer (biopolymer), biomaterial keramik (bioceramic) dan biomaterial komposit. Biomaterial logam yang banyak diteliti dan dikembangkan adalah biomaterial logam mampu luruh. Biomaterial logam mampu luruh merupakan paduan logam yang ditanamkan ke dalam jaringan tubuh yang diharapkan mampu terdegradasi secara alami karena keberadaannya tidak


(28)

9

diperlukan secara permanen dalam tubuh, contohnya seperti stent jantung. Sejauh ini telah dikembangkan dua jenis biomaterial logam yaitu paduan magnesium dan paduan besi. Biomaterial polimer (biopolymer) contohnya adalah selulosa dan starch, protein dan petida, serta DNA dan RNA adalah biopolimer yang diproduksi oleh organisme hidup, dimana unit monomernya adalah gula, asam amino dan nukleotida. Selulosa adalah biopolimer yang paling umum dan juga merupakan senyawa organik yang paling banyak di bumi. Biomaterial keramik (bioceramic) merupakan fokus pembahasan pada penelitian ini, dimana keramik dikenal sebagai sintesis anorganik, solid dan material kristalin. Keramik yang digunakan sebagai biomaterial untuk mengisi cacat pada gigi atau tulang, untuk melengkapi grafit tulang, patahan, atau prostheses pada tulang dan untuk menggantikan jaringan yang rusak disebut biokeramik. Biokeramik harus memiliki sifat biokompatibilitas yang tinggi dan antithrombogenic, harus tidak beracun, tidak beralergi, tidak memiliki sifat karsinogen atau tetratogen dan tahan lama sedangkan biomaterial komposit merupakan kombinasi material yang direkayasa untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan dalam memenuhi kriteria sebagai biomaterial (Binnaz and Sener, 2012).

Keramik adalah material logam dan non logam yang memiliki ikatan atom ionik dan ikatan kovalen. Sedangkan pengertian biokeramik adalah keramik yang digunakan untuk kesehatan tubuh dan gigi pada manusia. Sifat biokeramik antara lain tidak beracun, tidak mengandung zat karsinogenik, tidak menyebabkan alergi, tidak menyebabkan radang, memiliki biokompatibilitas yang baik dan tahan lama. Kelebihan biokeramik adalah biokeramik memiliki biokompatibilitas yang baik dengan sel-sel tubuh dibandingkan dengan biomaterial polimer atau logam


(29)

10

(Malhotra et al., 2014). Oleh karena itu, biokeramik digunakan untuk tulang, persendian, dan gigi. Bahan yang sering digunakan adalah hidroksiapatit (HA) dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2, hal ini karna material ini baik untuk

transplantasi tulang karena dapat berikatan dengan tulang, tidak beracun, biokompatibel dan osteoinductive (Garakani et al., 2011).

C. Tulang Sapi

Tulang adalah Jaringan yang tumbuh sehingga secara terus menerus dapat diperbaharui dan direkonstruksi. Tulang terbuat dari kolagen, protein dan kalsium fosfat, unsur mineral yang ada menambah kekuatan dan kekerasan struktur kerangka. Kombinasi kollagen dan kalsium membuat jaringan kompleks ini mempunyai sifat keras, kuat dan kaku. Di dalam tubuh, tulang mempunyai fungsi sebagai sistem penggerak dan pelindung organ tubuh (yolanda, 2009). Komponen utama tulang adalah mineral organik (terutama kolagen serat) dan anorganik fase, yang dikenal sebagai hidroksiapatit biologis yang merupakan 65-70% dari berat tulang alami. Penyusun utama tulang adalah kolagen (20%), kalsium fosfat (69%) dan air (9%). Sebagai tambahan, bahan organik lain seperti protein, polisakarida dan lemak juga terdapat dalam jumlah yang kecil (Padnamabhan et al., 2007). Tulang sapi dipilih sebagai bahan utama pembuatan komposit biokeramik hidroksiapatit yang nantinya akan digunakan pada bidang medis sebagai implan pada tulang manusia karena memiliki karakteristik mekanik dan struktur yang hampir sama dengan tulang manusia (sama-sama mamalia dan vertebrata). Selain itu tulang sapi lebih mudah diperoleh dan memiliki penampang tulang yang cukup lebar sehingga dalam pengambilan spesimen atau sampel lebih mudah.


(30)

11

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah ternak sapi yang dipotong di Provinsi Lampung dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2013 rata-rata pertahun 11.490 ekor. Bahkan untuk tahun 2013 saja jumlah sapi yang tercatat dipotong pada rumah pemotongan hewan tercatat mencapai 14.364 ekor sapi (BPS, 2014). Banyak jumlah sapi yang dipotong setiap tahunnya akan sebanding dengan jumlah limbah tulang sapi yang dihasilkan. Tulang sapi memiliki kandungan kalsium fosfat sebanyak 58,3% sehingga digunakan tulang sapi sebagai bahan untuk sintesis biokeramik hidroksiapatit (Wahdah dkk., 2014). Menurut Yolanda (2009) penggunaan tulang sapi dikarenakan mudah didapat lebih ekonomis dan secara umum lebih padat dan berisi dibanding tulang kambing atau tulang hewan lainnya. Secara kimia, tulang sapi mengandung unsur seperti kalsium dan fosfor. Kalsium yang terkandung dalam tulang sapi adalah sebesar 7,07% dalam bentuk senyawa Ca , 1,96% dalam bentuk senyawa Ca , dan 58,30% dalam bentuk senyawa sedangkan fosfor sebanyak 2,09% dalam bentuk senyawa dan 58,30% dalam bentuk senyawa . Kalsium dan fosfor merupakan unsur utama pembentuk hidroksiapatit sehingga tulang sapi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam sintesis hidroksiapatit (Fahimah dkk., 2014).

Pada penelitian sebelumnya Joschek et al. (2000), mengatakan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara biokeramik hidroksiapatit dengan tulang asli. Meningkatnya sifat porositas, ukuran pori dan luas permukaan sangatlah penting untuk pengobatan pada tulang. Ada dua jenis tulang yang paling baik dalam penggunaan biokeramik yaitu: tulang kanselus dan tulang kortikal. Berikut adalah gambar tulang kanselus dan tulang kortikal.


(31)

12

Gambar 2.1 Tulang kanselus dan tulang kortikal (Widyastuti, 2009).

Tulang kortikal banyak dipilih sebagai bahan utama pembuatan hidroksiapatit karena lebih tebal dan banyak mengandung kalsium dan fosfat. Tulang kortikal atau kompak adalah tulang padat yang terdiri dari silinder paralel unit dan ditemukan di poros tulang panjang (Widyastuti, 2009).

D. Hidroksiapatit

Hidroksiapatit (HA) Ca10(PO4)6(OH)2 adalah unsur anorganik alami yang berasal

dari tulang yang dapat dimanfaatkan untuk regenerasi tulang, memperbaiki, mengisi, memperluas dan merekonstruksi jaringan tulang pada manusia (Demirkol et al., 2012). Hal ini dikarenakan hidroksiapatit memiliki sifat biokompatibiltas yang sempurna dan mirip dengan struktur jaringan keras manusia (Purwamargapratala, 2011).

Terdapat dua jenis utama hidroksiapatit yaitu hidroksiapatit alami dan buatan. Jenis hidroksiapatit alami diproduksi dari berbagai sumber alami (yaitu


(32)

13

kalsinasi (Agaogullari et al., 2011). Hidroksiapatit pada makhluk hidup biasanya

disebut juga dengan biological hydroxyapatite atau bio-HA. Bio-HA yang diimplankan dalam waktu yang sementara harus stabil selama proses penyembuhan sampai bio-HA tersebut dilepaskan kembali. Bio-HA yang diimplankan secara permanen, disamping harus bioaktif dan biokompatibel, juga harus mempunyai kekuatan yang tinggi dan tahan terhadap korosi dalam waktu yang sangat lama. Bahan ini dapat diperoleh dari manusia yang bersangkutan yang disebut autograft, dari manusia lainnya yang disebut allograft dan dari hewan yang disebut xenograft. Pemakaian autograft biasanya tidak menimbulkan reaksi penolakan dari tubuh, hanya saja ketersediaannya terbatas dan mempersyaratkan pembedahan (Mulyaningsih, 2007). HA alami dapat diperoleh dengan mudah, namun berpotensi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan, dapat

menularkan penyakit fatal seperti Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Aplikasinya terbatas karena sifat mekanik implan yang rendah. Menurut Demirkol et al (2012), permasalahan tentang penularan penyakit dapat disiasati dengan membakar hidroksiapatit pada suhu C, karena pada suhu tersebut dipastikan dapat membersihkan semua pengotor dan dapat membunuh semua bakteri serta penyakit ada pada bahan hidroksiapatit. Produksi hidroksiapatit (HA) dari sumber alami lebih disukai karena alasan ekonomis.

Beberapa keunggul hidroksiapatit pada bidang medis antara lain adalah tidak beracun dan biokompatibel, tetapi memiliki sifat mekanik yang relatif rendah terutama di lingkungan basah dan tidak diserap oleh tubuh sehingga cocok digunakan untuk restorasi jangka panjang. Namun, memiliki osteointegration (penggabungan tulang) yang relatif lambat (Palard et al., 2008) serta memiliki


(33)

14

kekuatan dan ketangguhan patah yang dibatasi hanya dengan luas penampang pada beban. Oleh karena itu, banyak upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mekanik properti melalui penggabungan tahap kedua keramik (Kim et al., 2003). Pori-pori HA yang letaknya tidak teratur dan tidak saling berhubungan satu sama lain (tidak rekat) juga menyebabkan pori-pori menjadi faktor yang melemahkan kekuatan bahan HA. Ukuran butir juga menurunkan kekuatan bahan HA dengan mempengaruhi ikatan antara butir. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hidroksiapatit dengan karakter-karakter yang diharapkan, banyak para peneliti menggabungkan hidroksiapatit dengan material pengisi guna meningkatkan nilai mekanis yang disebut dengan komposit. Salah satu material yang banyak digunkan pada penelitian penelitian sebelumnya untuk meningkatkan nilai mekanik hidroksiapatit adalah silika. Menurut Nakata et al (2009), Palard et al (2009) dan Oktar et al (2007), penggabungan silikat dalam struktur apatit dapat meningkatkan bioaktivitas dengan meningkatkan kecepatan dan kualitas proses perbaikan tulang. Hal ini terjadi karena meningkatnya laju disolusi bahan, yang bisa mendukung aktivitas selular dan proses perbaikan tulang. Silika juga dapat mengisi ruang kosong yang ada di dalam partikel hidroksiapatit sehingga menambah nilai mekanik.

Karakter penting lainnya sehubungan dengan penggunaan kalsium fosfat dalam bidang medis adalah kemurnian bahan dan komposisi fasanya. Hal ini akan berpengaruh secara signifikan ketika bahan tersebut digunakan sebagai bahan tulang tiruan, bahan tambalan gigi atau drug carrier ketika kontak langsung dengan jaringan tubuh. Senyawa kalsium fosfat hidroksiapatit biasanya digunakan


(34)

15

dalam bentuk serbuk atau bentuk kompak yang telah disinter, karena hidroksiapatit yang telah disinter pada suhu tertentu akan mempunyai kekuatan mekanik yang lebih besar dan densitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan hidroksiapatit yang tidak disinter. Hal ini terjadi karena selama sintering energi kinetik atom-atom dalam bahan menjadi meningkat, sehingga akan terjadi difusi antara atom-atom yang berdekatan dan terjadi pengikatan partikel bersama dan ruang kosong antarpartikel menjadi semakin kecil. Untuk mendapatkan hidroksiapatit dengan karakter-karakter yang diharapkan, serbuk hidroksiapatit dipanaskan sampai suhu 14000C, karena secara umum fenomena termal dalam senyawa kalsium fosfat masih teramati sampai suhu 14000C (Mulyaningsih, 2007).

Secara umum hidroksiapatit merupakan komponen utama senyawa anorganik pada jaringan keras hewan vertebrata yang berhubungan erat dengan kristal stabil kalsium fosfat. Struktur kristal HAP mempunyai bentuk heksagonal dengan parameter kisi a = 9,42 Å dan c = 6,88 Å (Soejoko dan Wahyuni, 2012). Seperti ditunjukkan pada gambar 2.2 berikut ini.


(35)

16

Komposisi kimia hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 berupa kesatuan sel dari hidroksiapatit dalam tiga dimensi memiliki panjang 0,944 nm, lebar 0,944, tinggi 0,688 nm dengan bentuk keseluruhan berupa jajar genjang. Kesatuan sel hidroksiapatit terdiri dari dua dataran berbentuk jajar genjang di permukaan atas dan bawah. Tiga ion terletak ditengah pada masing-masing dataran, sedangkan delapan ion lainnya berada pada tepi dan bergabung dengan sel lain yang berdekatan. Dua ion terletak ditengah dan merupakan inti dari unit sel, delapan ion terletak ditepi dan bergabung dengan empat unit sel lainnya yang berdekatan. Delapan ion pada keempat dataran vertikal sel (Leeuw, 2001).

satuan SiO4 tetrahedral dengan formula umum SiO2. Sebagai senyawa silikon dioksida (SiO2), yang dalam penggunaannya dapat berupa amorf dan krital. Silika sering digunakan sebagai dessicant, adsorben, media filler dan komponen katalisator (Wickramasinghe and Rowell, 2005).

Pemanfaatan dan aplikasi silika juga sangat luas mulai bidang elektronik, mekanik, seni dan medis termasuk juga pada pembuatan biomaterial. Di alam senyawa silika ditemukan dalam beberapa bahan alam seperti pasir, kuarsa, gelas, dan sebagainya. Silika juga banyak ditemukan diberbagai macam tumbuhan seperti pelepah pisang dan sekam padi (Sulastri dan Kristianingrum, 2010).

E. Silika


(36)

17

Sekam padi merupakan salah satu sumber penghasil silika terbesar setelah dilakukan pembakaran sempurna. Abu sekam padi hasil pembakaran yang terkontrol pada suhu tinggi akan menghasilkan abu silika dengan 86%-97% berat kering (Olawale et al., 2012). Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea. Sel-sel sekam yang telah masak mengandung lignin dan silika dalam konsentrasi tinggi. Kandungan silika diperkirakan berada dalam lapisan luar (Adam et al., 2013). Silika yang dihasilkan dari sekam padi memiliki beberapa kelebihan, dimana silika sekam padi memiliki butiran yang halus, lebih reaktif, dapat diperoleh dengan cara yang mudah dengan biaya yang murah serta didukung dengan ketersediaannya yang melimpah dan dapat diperbaharui (Agung dkk., 2013). Karakteristik silika sekam padi yang diperoleh dengan metode ekstraksi mempunyai fasa amorf tanpa sintering dan awal perubahan struktur amorf ke kristal pada suhu sintering C, dan dengan meningkatnya suhu sintering C mengakibatkan tranformasi amorf membentuk fasa kristal crystoballite dan trydimite. Di samping itu, karakteristik termal silika sekam padi menunjukkan peningkatan stabilitas termal, dan pembentukan fasa crystoballite, trydimite meningkat seiring dengan naiknya suhu sintering, serta tingkat persentasi kemurnian silika meningkat dengan kenaikan suhu sintering sebesar 98,85% pada suhu sintering C. Proses pembakaran semua pengotor pada sekam padi akan berinteraksi dengan panas sehingga akan mengurangi komposisi pengotor yang ada (Saoza et al., 2002). Silika amorf mempunyai kerapatan 2,21 gr/ . Menurut Nayak and Bera (2009), silika amorf akan berubah menjadi kristal pada suhu 900- C. Penggunaan silika amorf diatas 10% akan membawa dampak


(37)

18

negatif yaitu dengan timbulnya reaksi alkali silika. Reaksi alkali silika merupakan reaksi antara kandungan silika aktif dalam bubuk silika dan alkali dalam semen. Reaksi ini membentuk suatu gel alkali-alkali yang menyelimuti butiran-butiran agregat. Gel tersebut dikelilingi oleh pasta semen dan akibatnya pemuaian terjadilah tegangan internal, yang dapat mengakibatkan retak (Herlina, 2005). Silika yang dicampurkan pada hidroksiapatit berfungsi sebagai pengisi ruang kosong yang ada didalam hidroksiapatit, sehingga dapat meningkatkan nilai mekanisnya. Beberapa penelitian pemanfaatan silika serupa juga pernah dilakukan oleh Ruseska (2006), pada penelitiannya dikatakan bahwa penggunaan silika terbaik pada komposit hidroksipatit berada pada 10% berat total. Lapisan Si-HA pada titanium yang bioaktif dan dapat digunakan dalam ortopedi dan aplikasi gigi, hal ini di sebabkan karena penggabungan silikon dalam apatit meningkatkan laju disolusi bahan yang bisa mendukung aktivitas selular dan proses perbaikan tulang (Palard et al., 2009).

Karakterisasi material komposit biokeramik hidroksiapatit 10% berat silika pada percobaan ini diantaranya yaitu karakterisasi XRD, SEM dan FTIR

1. X-Ray Diffraction (XRD)

Identifikasi strukktur kristal sempel dilakukan dnegan menggunakan difraksi sinar-X atau yang disebut dengan XRD (X-Ray Diffraction). Panjang gelombang yang dimiliki oleh difraksi sinar-X yaitu 0,1Å sampai 100Å. Alat ini juga digunakan untuk menghasilkan pola difraksi tertentu yang dapat digunakan dalam F. Karakterisasi Material Biokeramik


(38)

19

analisis kualitatif dan kuantitatif material. Penggunaan XRD untuk membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf, mengukur macam-macam keacakan dan penyimpangan kristal, karakterisasi material kristal, dan identifikasi mineral-mineral yang berbutir halus seperti tanah liat. Penentuan dimensi-dimensi sel satuan. Sedangkan aplikasi XRD diantaranya yaitu menentukan struktur kristal dengan menggunakan rietveld refinement, menganalisis kuantitatif dari mineral, dan karakteristik sampel film. Kelebihan penggunaan sinar-X dalam karakterisasi material adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energi sangat tinggi akibat panjang gelombangnya yang pendek. Sedangkan kekurangannya adalah untuk objek berupa kristal tunggal sangat sulit mendapatkan senyawa dalam bentuk kristalnya. Sedangkan untuk objek berupa bubuk (powder) sulit untuk menentukan strukturnya.

Prinsip kerja alat XRD adalah penembakan elektron berenergi tinggi (anoda) atau berkas elektron (elektron beam) yang berasal dari tabung X. Tabung sinar-X terdiri dari tabung gelas yang telah di vakumkan dan filamen yang dipanaskan menghasilkan elektron-elektron yang kemudian ditembakkan ke logam target (katoda), sehingga elektron yang bertumbukan dengan logam akan menghasilkan radiasi yang keluar melalui jendela tipis berylium dan membentuk sudut θ. Lapisan berylium ini disebut juga dengan slit. Slit berfungsi membuat spektrum sinar-X sejajar dan mengenai sampel. Berkas yang keluar dari berylium disebut dengan sinar-X. Sesuai dengan hukum Bragg ketika sinar-X diposisikan sedemikian rupa dan mengenai sampel, maka atom sampel akan mendifraksikan sianar-X dan seterusnya ditangkap oleh detektor (Connolly, 2007). Berikut adalah gambar prinsip kerja alat XRD.


(39)

20

Gambar 2.3 Skema alat difraksi sinar-X (Connolly, 2007).

Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg:

n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,... (1) Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar ini disebut JCPDS (Joint Committee of Powder Difraction Standard). Berikut adalah ilustrasi hukum Bragg.


(40)

21

Gambar 2.4 Ilustrasi hukum Bregg (Lee, 1992).

Metode analisis difraksi sinar-X dikenal dengan sebutan X-Ray Diffraction (XRD) ini digunakan untuk mengetahui fasa kristalin meliputi transformasi struktur fasa, ukuran partikel bahan seperti keramik, komposit, polimer dan lain-lain. Difraksi sinar-X dalam analisis padatan kristalin memegang peranan penting untuk meneliti parameter kisi dan tipe struktur, selain itu dimanfaatkan untuk mempelajari cacat pada kristal individu dengan mendeteksi perbedaan intensitas difraksi di daerah kristal dekat dislokasi dan daerah kristal yang mendekati kesempurnaan (Cullity, 1978).

Jika jalan sinar yang terdifraksi oleh kisi kristal tersebut memenuhi hukum Bragg pada persamaan (1), maka akan terbentuk puncak pada pola difraksi. Untuk menentukan besarnya parameter kisi kristal HA yang telah diketahui memiliki sistem kristal heksagonal, yakni dengan menggunakan persamaan (Zhang et all., 2013).


(41)

22

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan, diketahui bahwa parameter kisi kristal HA adalah a= 9.423 Å dan c = 6.875 Å (Pramanik and Chakraborty, 2012).

2. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah sebuah mickroskop yang menggunakan cahaya untuk membentuk sebuah gambar. Dibandingkan dengan mikroskop optik SEM memiliki resolusi dan kedalaman fokus yang sangat tinggi. Alat ini digunakan untuk mengamati morfologi dari suatu bahan. SEM adalah microskop elektron yang mempunyai resolusi hingga 50 nm atau magnifikasi 8.000-400.000 x (Cristiane et al., 2006).

Prinsipnya adalah sifat gelombang dari elektron yakni difraksi pada sudut yang sangat kecil. Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang bermuatan (karena sifat listriknya), karena itu HA yang akan diuji pertama harus dilapisi (coating) dengan emas karena HA tidak bersifat konduktif sehingga harus dilapisi dengan bahan konduktor yang baik seperti emas. Gambar yang terbentuk menunjukkan struktur dari sampel yang diuji (Voutou and Chrysanthi, 2008).

Prinsip kerja SEM yaitu sebuah filamen yang terdiri dari kutub katoda sebagai penghasil elektron dan sumber tegangan negatif pada anoda, dialiri arus dari sumber elektron sehingga pada filamen terjadi beda potensial sehingga akan menghasilkan berkas elektron. Selanjutnya berkas elektron menuju ke anoda setelah melawati celah pelindung. Sebelum mencapai permukaan sampel berkas elektron melalui lensa magnetik agar berkas elektron tersebut terfokus menuju permukaan sampel. Berkas elektron dipermukaan sampel dideteksi oleh


(42)

23

backscaterred electron dan secondary electron kemudian elektron diubah menjadi sinyal-sinyal listrik dan diperkuat oleh amplifier yang diteruskan ke tabung sinar katoda. Detektor mengumpulkan elektron yang dipancarkan dan mengubahnya menjadi sebuah sinyal yang dikirim ke sebuah layar monitor dan meghasilkan sebuah gambar. Berikut adalah gambar skematik cara kerja Scaning Electron Microscopy.

Gambar 2.5 Sekema alat dan prinsip kerja SEM (Redetik, 2011).

3. Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah suatu metode analisis yang dipakai untuk karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi. Dengan cara menentukan dan merekam hasil spektra residu dengan serapan energi oleh molekul organik dalam sinar infra merah. Dengan infra merah didefinisikan sebagai daerah yang memiliki panjang gelombang dari 1 – 500 cm-1. Setiap gugus


(43)

24

dalam molekul umumnya mempunyai karakteristik sendiri sehingga spektroskopi FTIR dapat digunakan untuk mendeteksi gugus yang spesifik pada polimer. Intensitas pita serapan merupakan ukuran konsentrasi gugus yang khas yang dimiliki oleh polimer. Metode ini didasarkan pada interaksi antara radiasi infra merah dengan materi (interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik). Interaksi ini berupa absorbansi pada frekuensi atau panjang gelombang tertentu yang berhubungan dengan energi transisi antara berbagai keadaan energi vibrasi, rotasi dan molekul. Radiasi infra merah yang penting dalam penentuan struktur atau analisis gugus fungsi terletak pada 650 4000 (Pudjiastuti, 2012).

Pada dasarnya Spektrofotometri FTIR adalah sama dengan Spektrofotometri IR dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada sistem optik sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel. Beberapa radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian dilewatkan (ditransmisikan). Spektrum yang dihasilkan merupakan penyerapan dan transmisi molekul, menciptakan bekas molekul dari sampel. Seperti sidik jari tidak ada dua struktur molekul khas yang menghasilkan spektrum infra merah sama. Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah. Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram (Bassler, 1986). Spektroskopi FTIR digunakan untuk mendeteksi sinyal lemah menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah analisis getaran (Baravkar and Kale, 2011). Berikut adalah gambar prinsip kerja FTIR.


(44)

25

Gamabar 2.6 Prinsip kerja FTIR (Stuart, 2004).

Ada 5 bagian utama FTIR yaitu, sumber sinar yang terbuat dari filamen nert atau gelobar yang dipanaskan menggunakan listrik hingga temperatur 1000 – 18000C, beam slitter, berupa material transparan dengan indeks relatif, sehingga menghasilkan 50% radiasi akan direfleksikan dan 50% radiasi akan diteruskan. Interferometer, merupakan bagian utama dari FTIR yang berfungsi untuk membentuk interferogram yang akan diteruskan menuju detektor. Daerah cuplikan, dimana berkas acuan dan cuplikan masuk kedalam daerah cuplikan dan masing-masing menembus sel acuan secara bersesuaian. Detektor, merupakan piranti yang mengukur energi pancaran yang lewat akibat panas yang dihasilkan. Detektor yang sering digunakan adalah termokopel dan balometer.

Mekanisme yang terjadi pada alat FTIR dapat dijelaskan sebagai berikut sinar yang datang dari sumber sinar akan diteruskan, dan kemudian akan dipecahkan oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak.


(45)

26

Sinar hasil pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecahan sinar untuk saling berinteraksi. Dari pemecahan sinar, sebagian sianr akan diarahkan menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan menyebabkan sinar yang sampai ke detektor akan berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap detektor, dan akan saling melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah menjadi spektra IR dengan bantuan komputer berdasarkan operasi matematika (Stuart, 2004).


(46)

27

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung, dengan uji karakterisasi yang dilakukan di Laboratorium Material UIN Jakarta dan Laboratorium Pusat Sumber Daya Geologi Bandung.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, pressure cooker, kompor listrik, neraca digital, mortal dan pastel, nampan, beaker glass larutan, cetakan pellet, furnace, kertas label, Platik, Fourier Transform Infra Red (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan X-Ray Diffraction (XRD). Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tulang sapi, silika sekam padi, aquades, larutan NaOH 1 N dan larutan HCl 1 N.

C. Prosedur Penelitian

1. Prosedur preparasi tulang sapi

Untuk memperoleh hidroksiapatit dari tulang sapi digunakan prosedur sebagai berikut:


(47)

28

2. Mengeringkan tulang sapi dengan oven pada suhu 120 selama 3 jam.

3. Merebus tulang sapi dalam pressure cooker selama 8 jam, dengan ketentuan setiap 2 jam sekali dilakukan penambahan air pada garis batas alat.

4. Mengeringkan tulang sapi dengan oven pada suhu 150 selama 2 jam. 5. Merendam tulang sapi menggunakan larutan HCl 1 N selama 24 jam. 6. Meniriskan dan mengeringkan tulang sapi dengan oven pada suhu 100

selama 12 jam, kemudian mencuci bersih dengan aquades.

7. Merendam kembali menggunakan larutan NaOH 1 N selama 24 jam.

8. Meniriskan dan mengeringkan kembali tulang sapi dengan oven pada suhu 100 selama 12 jam selanjutnya membersihkan tulang sapi menggunakan aquades.

9. Menggerus tulang sapi selama 3 jam.

2. Prosedur silika sekam padi

Untuk memperoleh silika dari bahan dasar sekam padi digunakan metode pengabuan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Membersihkan sekam padi dengan air biasa secara berulang ulang. 2. mengeringkan sekam padi yang sudah benar-benar bersih dari tanah dan

kotoran-kotoran lainnya.

3. Merendam sekam padi dengan menggunakan air panas selama 15 menit. 4. Mengeringkan sekam padi dengan menggunakan oven pada suhu 110 selama

2 jam.

5. Membakar sekam padi dengan menggunakan furnace selama 5 jam pada suhu 700 .


(48)

29

6. Menggerus silika hasil pembakaran sekam padi selama 2 jam.

3. Prosedur pencampuran hidroksiapatit dengan 10 % berat silika.

Berikut adalah prosedur yang digunakan untuk mencampur hidroksiapatit yang diperoleh dari tulang sapi dengan 10% silika berat silika.

1. Mencampur serbuk hidroksiapatit dan serbuk silika dengan perbandingan 10% berat silika.

2. Menambahkan larutan etanol sampai sampel tenggelam. 3. Menstirrer tampel selama 3 jam.

4. Membiarkan (aging) sampel selama 24 jam.

5. Memisahkan larutan etanol dengan endapan sampel. 6. Mengoven endapan sampel selama 100 selama 10 jam. 7. Menggerus ampel selama 3 jam.

8. Membakar sampel dengan menggunakan furnace pada suhu 1200 dengan waktu tahan 3 jam.

9. Mengkarakterisasi sampel.

D. Preparasi Bahan Dasar

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang sapi dan sekam padi, berikut adalah preparasi bahan dasar yang dilakukan pada penelitian ini.

1. Tulang sapi

Tulang sapi yang digunakan adalah tulang sapi yang masih dalam kondisi baik, bukan tulang sapi yang sudah terlalu lama. Awalnya tulang sapi yang digunakan


(49)

30

masih berbentuk bongkahan-bongkahan, kotor dan masih adanya bekas-bekas daging yang menempel pada tulang. Untuk mendapatkan sampelyang diinginkan sehingga perlu dilakukan preparasi bahan terlebih dahulu. Preparasi bahan dimulai dengan pemotongan tulang sapi kecil-kecil dari bentuk semula berupa bongkahan. Kemudian memilih bentuk dan struktur potongan tulang yang bagus sebagai bahan penelitian karena menentukan banyak atau sedikitnya kandungan kalsium, dalam hal ini dipilihlah jenis tulang kortikal. Selanjutnya membersihkan sisa-sisa daging yang masih melekat pada tulang dan mencuci berulang-ulang menggunakan air hingga bersih.

2. Sekam padi

Sekam padi yang digunakan adalah sekam padi yang masih dalam kondisi baik, tidak terlalu lama sehingga tidak dalam kondisi busuk. Hal ini dapat dilihat dari warna dan bentuknya yang masih terlihat baru. Sekam padi yang baru diambil dari pabrik penggilingan umumnya masih bercampur dengan kotoran-kotoran sisa penggilingan seperti tanah, daun bahkan batang jerami itu sendiri, sehingga untuk mendapatkan sampel yang diinginkan perlu dilakukan preparasi bahan terlebih dahulu. Preparasi dimulai dengan mencuci berkali-kali sekam padi dengan menggunakan air sampai benar-benar bersih. Kemudian sekam padi ditiriskan untuk mengurangi kadar air sisa pencucian sebelumnya. Sekam padi yang sudah kering direndam di air panas selama 15 menit, dengan tetap membuang sekam padi dan kotoran-kotoran yang mengapung selama proses perendaman. Tahap terakhir pada preparasi ini adalah sekam padi ditiriskan dan langsung dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 110 selama 2 jam.


(50)

31

E. Perendaman Sampel pada Larutan

Perendam yang dilakukan dengan menggunakan larutan HCl 1 N selama 24 jam bertujuan untuk menghilangkan kandungan pengotor pada tulang sapi. Lalu meniriskan hasil rendaman dan mengeringkan kembali menggunakan oven pada suhu 100 selama 12 jam. Berikutnya mencuci bersih mengguanakan aquades. Tahap selanjutnya perendaman menggunakan larutan NaOH dengan perlakuan yang sama yaitu merendam tulang sapi hasil perendaman HCl selama 24 jam yang bertujuan menetralkan kandungan HCl yang masih melekat pada tulang sapi. Kemudian mengeringkan kembali menggunakan oven pada suhu yang sama yakni 100 selama 12 jam dan mencuci bersih dengan aquades.

F. Sintering

Proses selanjutnya yang dilakukan pada sekam padi yang sudah siap digunakan adalah sintering yang dilakukan dengan menggunakan tungku pembakaran (furnace). Pada proses ini sekam padi disintering dengan menggunakan suhu 700 selama 5 jam. Dengan pembakaran sekam padi pada suhu 700 selama 5 jam, diharapkan dapat menghilangkan semua unsur yang tidak diperlukan pada sekam padi sehingga diperoleh silika murni pada tahap akhir pembakaran.

G. Preparasi Karakterisasi

Dari bahan yang sudah diperoleh, dilanjutkan dengan proses penggerusan kurang lebih selama 3 jam untuk tulang sapi dan 2 jam untuk silika sekam padi. Selanjutnya dilakukan pencampuran komposit hidroksiapatit dengan 10% berat silika sekam padi dengan menggunakan pelarut etanol dan distirrer selama 3 jam.


(51)

32

Setelah sampel diendapkan selama 24 jam kemudian sampel dipisahkan dari endapan dan di oven pada suhu 100oC kemudian sampel digerus lagi selam 3 jam dan di furnace selama 3 jam pada suhu 1200oC. Pada tahap akhir dilakukan uji karakterisasi yang meliputi karakterisasi FTIR, SEM, dan XRD

a. FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Karakterisasi menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red) dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi bahan hidroksiapatit. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses FTIR adalah:

1. Menimbang sampel halus sebanyak ± 0,1 gram.

2. Menimbang sampel padat (bebas air) dengan massa ± 1% dari berat KBr. 3. Mencampur KBr dan sampel ke dalam mortal dan mengaduk hingga

keduanya rata.

4. Menyiapkan cetakan pellet, mencuci bagian sampel, base dan tablet frame dengan kloroform.

5. Memasukkan sampel KBr yang telah dicampur dengan set cetakan pellet. 6. Menghubungkan dengan pompa vakum untuk meminimalkan kadar air. 7. Meletakkan cetakan pompa hidrolik dan memberikan tekanan sebesar ± 8

gauge.

8. Menghidupkan pompa vakum selama 15 menit.

9. Mematikan pompa vakum, kemudian menurunkan tekanan dalam cetakan dengan cara membuka keran udara.

10. Melepaskan pellet KBr yang telah terbentuk dan menempatkan pellet KBr pada tablet holder.


(52)

33

11. Menghidupkan alat dengan mengalirkan sumber arus listrik, alat interferometer dan komputer.

b. XRD (X-Ray Diffraction)

Karakterisasi menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan untuk mengetahui struktur kristal bahan hidroksiapatit. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses XRD adalah:

1. Menyiapkan sampel yang akan dianalisis, kemudian merekatkannya pada kaca dan memasang pada tempatnya berupa lempeng tipis berbentuk persegi panjang (sampel holder) dengan lilin perekat.

2. Memasang sampel yang telah disimpan pada sampel holder kemudian meletakkannya pada sampel stand dibagian goniometer.

3. Memasukkan parameter pengukuran pada software pengukuran melalui komputer pengontrol, yaitu meliputi penentuan scan mode, penentuan rentang sudut, kecepatan scan cuplikan, memberi nama cuplikan dan memberi nomor urut fille data.

4. Mengoperasikan alat difraktometer dengan perintah “start” pada menu komputer, dimana sinar-X akan meradiasi sampel yang terpancar dari target Cu dengan panjang gelombang 1,5406 Å.

5. Melihat hasil difraksi pada komputer dan itensitas difraksi pada sudut 2 tertentu dapat dicetak oleh mesin printer.

6. Mengambil sampel setelah pengukuran cuplikan selesai.

7. Data yang terekam berupa sudut difraksi (2), besarnya intensitas (I), dan waktu pencatatan perlangkah (t).


(53)

34

8. Setelah data diperoleh analisis kualitatif dengan menggunakan search match analisys yaitu membandingkan data yang diperoleh dengan data standard (PDF = Power Diffraction File).

c. SEM (Scanning Electron Microscopy)

Karakterisasi SEM dilakukan untuk mengetahui mikrostruktur hidroksiapatit. Langkah-langkah dalam proses SEM adalah:

1. Memasukkan sampel yang akan dianalisa ke vacum column, dimana udara akan dipompa keluar untuk menciptakan kondisi vakum. Kondisi vakum ini diperlukan agar tidak ada molekul gas yang dapat mengganggu jalannya elektron selama proses berlangsung.

2. Elektron ditembakkan dan akan melewati berbagai lensa yang ada menuju ke satu titik di sampel.

3. Sinar elektron tersebut akan dipantulkan ke detektor lalu ke amplifier untuk memperkuat signal sebelum masuk ke komputer untuk menampilkan gambar atau image yang diinginkan.

H. Diagram Alir

Adapun diagram alir penelitian preparasi dan karakterisasi komposit hidroksiapatit 10% berat yang berbahan dasar tulang sapi dan sekam padi dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini:


(54)

35

Merebus 8 jam

Merendam pada Larutan HCl 1 N 24 jam Oven suhu 150 2 jam

Oven suhu 100 12 jam

Menggerus sampel selama 3 jam Mencuci dengan

aquades Merendam pada Larutan

NaOH 1 N 24 jam Oven suhu 100 12

jam

Mencuci dengan aquades

Tulang sapi Membersihkan dengan air

Oven suhu 120 3 jam

Mulai Mulai

Sekam padi Membersihkan dengan air

Meniriskan sekam padi Merendam dengan menggunakan air panas

selama 15 menit Oven suhu 110 2 jam

Furnace suhu 700 5 jam

Menggerus sampel selama 3 jam

Mencampur serbuk hidroksiapatit dan 10% serbuk silika

Aging sampel selama 24 jam

Stirrer sampel selama 3 jam

Menambahkan larutan etanol Mengerus sampel

selama 3 jam Oven pada suhu 100

10 jam. Memisahkan larutan

dengan endapan

Furnace pada suhu 1200 3 jam karakterisasi


(55)

64

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil analisis FTIR komposit hidroksiapatit 10% berat silika menunjukkan adanya distribusi silika pada sampel hidroksiapatit dengan munculnya gugus fungsi OH-, , dan SiO2.

2. Hasil analisis struktur XRD pada sampel komposit hidroksiapatit 10% berat silika menunjukkan perubahan fasa yang terjadi akibat distribusi silika dan perlakuan termal yang diberikan pada sampel komposit hidroksiapatit, fasa yang terbentuk adalah trikalsium fosfat (Ca3(PO4)2) dengan nomor PDF File 9-0169 dan kalsium fosfat silikat (Ca5(PO4)2SiO4) dengan nomor PDF File 40-0393.

3. Hasil analisis mikrostruktur dari karakterisasi SEM menunjukkan komposit hidroksiapatit 10% berat silika mengalami peningkatan ukuran butir secara merata.

4. Hasil analisis komposisi unsur dan senyawa dengan menggunakan EDS menunjukan komposit hidroksiapatit 10% berat silika terdiri dari unsur Si dalam bentuk senyawa SiO2, Unsur Ca dalam bentuk senyawa CaO, Unsur O dan unsur P dalam bentuk senyawa P2O5.


(56)

65

B. Saran

Pada penelitian lebih lanjut disarankan agar:

1. Untuk mengetahui komposisi terbaik komposit hidroksiapatit dan silika disarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan komposisi hidroksiapatit dan silika yang berbeda yaitu 15% atau 20%.

2. Melakukan uji sifat fisis dan mekanik pada komposit hidroksiapatit untuk mengetahui nilai densitas dan porositas dari sampel.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, F., Thiam S,C., and Yahya, S. 2013. Bio-template Synthesis of Silika-Ruthenium Catalyst of Benzylation of Toluene. Journal of Physical Science. Vol. 24. No. 1. Pp. 29-35.

Agaogullari, D., Kel, D., Gokce, H., Duman, I., Ovecoglu, M.L., Akarsubasi, A.T., Bilgic, D., and Oktar, F.N. 2011. Bioceramic Production from Sea Urchins. Acta Physica Polonica A. Vol. 121. No. 1. Pp. 23-26.

Agung M, G.F., Hanafie SY, M.R., dan Mardina, P. 2013. Ekstraksi Silika dari Abu Sekam Padi dengan Pelarut KOH. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 2. No. 1. Hal. 1-4.

Agrawal, K., Gurbhinder, S., Devendra, P., and Satya, P. 2011. Synthesis and Characterization of Hydroxyapatite Powder by Sol-Gel Method for Biomedical Application. Journal of Minerals and Materials Characterization and Engineering. Vol. 10. No. 8. Pp. 727-734.

Anderson, J.M. 2001. Biological Responses to Materials. Annual Review of Materials Research. Vol. 31. Pp. 81-110.

Andri, D.P., dan Johar, L. 2011. Karakterisasi Komposit Berpenguat Serat Bambu dan Serat Gelas sebagai Alternatif Bahan Baku Industri. Skripsi. Institut Tehnologi Surabaya. Surabaya.

Bahrololoom, M.E., Javidi, M., Javadpour, S., and Ma, J. 2009. Characterisation of natural hydroxyapatite extracted from bovine cortical bone ash. Journal of Ceramic Processing Research. Vol. 10. No. 2. Pp. 129-138.


(58)

67

Baravkar, A.A., and Kale, R.N. 2011. FTIR Spectroscopy: Principle, Technique and Mathematics. Pharmaceutical Analysis. Vol. 2. No. 1. Pp. 513-518. Bassler.1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik, edisi keempat.

Erlangga: Jakarta.

Binnaz, A. H. Y., and Sener, C. 2012. Roadmap of Biomedical Engineers and Milestones. Yilidiz Technical University: Turkey.

Badan Pusat Statistik. 2014. Jumlah Sapi yang Dipotong di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Provinsi Lampung Tahun 2000-2013. Lampung: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.

Campbell, F. C. 2010. Structural Composite Materials. American Society for Metals International: United State of America.

Chiu, C.Y, Hsu, H.C., and Tuan, W.H. 2005. Effect of Zirconia Addition on the Microstructural Evolution of Porous Hydroxyapatite. Ceramics International. Vol. 33. Pp. 15-718.

Cristiane, A.C.C., Thais, M.P., Borba, J.D., Caetano, J.Z.S., Luiz, G.P., and Andre, F.S. 2006. Physico-Chemical Characterization and Biocompatibility Evaluation of Hydroxyapatites. Jurnal of Oral Science. Vol. 48. No. 4. Pp. 219-226.

Cullity, B. D. 1978. Element of X-Ray Diffraction. Addison-Wesley Publishing Company, Incorporated:United State of America.

Connolly, J. R. 2005. Introduction to X-ray Diffraction. Earning Per Share (EPS) 400-200.

Demirkol, N., Oktar, F.N., and Kayali, E.S. 2011. Mechanical and Microstructural Properties of Sheep Hydroxyapatite (SHA)–Niobium Oxide Composites. Acta Physica Polonica A. Vol. 121. No. 1. Pp. 274-276.


(59)

68

Demirkol, N., Meydanoglu, O., Gokce, H., Nuzhet, F.T., and Sabri, E.K. 2012. Comparison of Mechanical Properties of Sheep Hydroxyapatitte (SHA) and Commercial Synthetic Hydroxyapatitte (CSHA)-MgO Composites. Engineering Materials. Vol. 493-494. Pp. 588-539.

Fahimah, A.D.W., Wardiani, S., dan Musbah, M.K. 2014. Pengaruh Perbandingan Masa Ca:P terhadap Sintesis Hidroksiapatit Tulang Sapi dengan Metode Kering. Jurnal Mahasiswa Kimia. Vol. 1. No. 2. Hal. 196-202.

Garakani, B., Javadpour, J., Samim, H.R.B., and Naser, H.Z. 2011. Synthesis and Characterization of Hydroxyapatite/Alumina Composite Nonopowders with Various Alumina Content. International Conference. University of Tehran: Iran. 2-3 November 2011.

Hench, L.L. 1991. Bioceramics: from Concept to Clinic. Journal of the American Ceramic Society. Vol. 74. No. 7. Pp. 1487-1510.

Herlina, F.S. 2005. Kajian Abu Sekam Padi untuk Stabilisasi Tanah dalam Sistem Pondasi Ditanah Ekspansi.

http://www.Pu.go.id/Publik/IND/Produk/Seminar/Kolokium2005/Kolokium 2005_06.pdf. Diakses Pada Minggu, 05 Oktober 2014 Pukul 14.30 WIB. Hossein, M.F., Mortazavi, V., and Sayed, I.R.E. 2008. Bioactivity Evaluation of

Synthetic Nanocrystalline Hydroxyapatit. Dental Research Journal. Vol. 5. No. 2. Pp. 81-87.

Joschek, S., Nies, B., Krotz, R.A., and Gopferich, A. 2000. Chemical and Physicochemical Characterization of Porous Hydroxyapatite Ceramics Made of Natural Bone. Biomaterials. Vol. 21. No. 16. Pp. 1645-1658. Kim, H., Kong, Y.M., Koh, H.Y., and Kim, H.E. 2003. Pressureless Sintering and

Mechanical and Biological Properties of Fluor-hydroxyapatite Composites with Zirconia. Journal of the American Ceramic Society. Vol. 86. No. 12. Pp. 2019-2026.

Kim, S.R., Lee, J.H., Kim Y.T., Riu, D.H., Jung, S.J., Lee, Y.J., Chung, S.C., and Kim, Y.H. 2002. Synthesis of Si, Mg Substituted Hydroxyapatites and Their Sintering Behaviors. Biomaterials. Vol. 24. Pp. 1389-1398.


(60)

69

Lee, R. E. 1992. Scanning Electron Microscopy and X-ray Micro Analysis. Prentice Hall. p458.

Http://www.asdlib.org/onlineArticles/ecourseware/Bullen_XRD/XRDModu le_Theory_Instrumentasi%20Design_3.htm.

Diakses Minggu, 05 Oktober 2014 Pukul 09.15 WIB.

Leeuw, N.H. 2001. Local Ordering of Hydroxy Groups in Hydroxyapatite. The Royal Scociety of Chemistry. Vol. 17. Pp. 1646-1647.

Malhottra, S., Hegde, M.W., and Shetty, C. 2014. Bioceramic Technology in Endodontics. Journal of Medicine and Medical Research. Vol. 4. No. 12. Pp. 2446-2454.

Mulyaningsih, N. 2007. Karakterisasi Hidroksiapatit Sintetik dan Alami pada Suhu C. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Monmaturapoj, N., and Yatongchai, C. 2010. Effect of Sintering on Microstructure and Properties of Hydroxyapatite Produced by Different Synthesizing Methods. Journal of Metals, Materials and Minerals. Vol. 20. No. 2. Pp. 53-61.

Nayak, J. P. And Bera, J. 2009. Effect of Sintering Temperature on Phase-Formation Behavior and Mechanical Properties of Silica Ceramics Prepared from Rice Husk Ash. Phase Transitions. Vol. 82. No. 12. Pp. 879-888. Nakata, K., Kubo, T., Numako, C., Onoki, T., and Nakahina, A. 2009. Synthesis

and Characterization of Silicon-Doped Hydroxyapatite. Materials Transaction. Vol. 50. No. 5. Pp. 1046-1049.

Oktar, F.N., Agathopoulos, S., Ozyegin, L.S., Gunduz, O., Dermikol, N., Bozkurt, Y., and Salman, S. 2007. Mechanical Properties of Bovine Hydroxyapatite (BHA) Composite Doped with SiO2, MgO, Al2O3 and ZrO2. Journal of Materials Science: Materials in Medicine. Vol. 10. Pp. 1007-10856.

Olawele, O., Oyawale, F.A., Makinde, O.W., and Ogundele, K.T. 2012. Effect of Oxalic Acid on Rice Husk. Journal of Applied Sciences and Enginnering Research. Vol. 1. No. 5. Pp. 663-668.


(61)

70

Palard, M., Combes, J., Champion, E., Sylvie F., Aline, R., and Didier, B. 2009. Effect of silicon content on the sintering and biological behaviour of Ca10 (PO4)6-x(SiO4)x(OH)2-x ceramics. Acta Biomaterialia. Vol. 5. Pp. 1223-1232.

Pramanik, N., and Chakraborty, S. 2012. Processing of Mesoporous Hydroxyapatite Using Cetyltrimethylammonium Bromide (CTBAB) As A Porogen and Its Characterization. International Journal of Engineering Research and Aplications. Vol. 2. No. 6. Pp. 981-986.

Prasath , V. P., Kulandaivelu, R., Vandivel, S., and Sindu, R. 2007. Synthesis of Hydroxyapatite-Nanorods With the Effect of Non-ionic Surfactant as a Drug Carrier for the Treatment of Bone Infections. International Journal of Inovative Research in Science & Engineering. Vol. 2. No. 1 Pp. 2347-3207.

Pudjiastuti, A.R. 2012. Preparasi Hidroksiapatit dari Tulang Sapi dengan Metode Kombinasi Ultrasonik dan Spray Drying. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta.

Purwamargapratala, Y. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dengan Pori Terkendali. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Radetic. T. 2011. Fundamentals of Scanning Elektron Microscopy and Energy Dispersive X-ray Analysis in SEM and TEM. University of Belgrade. Serbia.

Reni. 2014. Sintesis dan Karakterisasi Gugus Fungsi dan Struktur Keramik Silika ( ) Sekam Padi dengan Leaching menggunakan Asam Sitrat ( ). Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.

Ruseska, G., Fidancevska, E., Bossert, J., and Vassilev, V. 2006. Fabrication of Composite Based on . Bulletin of the Chemists and Technologists of Macedonia. Vol. 25. No. 2. Pp. 130-144.

Septiani, L., Yudyanto., dan Hartatiek. 2014. Pengaruh Lama Maturasi Terhadap Derajat Kristalinitas dan Kekerasan (Hardness) Nano-Hidroksiapatit dari Calcite Druju Malang. Skripsi. Universitas Negri Malang. Malang.

Sobczak, A., Kawalski, Z., and Wzorek, Z. 2009. Preparation of Hydroxyapatite from Animal Bones. Journal Bioengineering and Biomechanics. Vol. 11. No. 4. Pp. 23-28.


(1)

Baravkar, A.A., and Kale, R.N. 2011. FTIR Spectroscopy: Principle, Technique and Mathematics. Pharmaceutical Analysis. Vol. 2. No. 1. Pp. 513-518. Bassler.1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik, edisi keempat.

Erlangga: Jakarta.

Binnaz, A. H. Y., and Sener, C. 2012. Roadmap of Biomedical Engineers and Milestones. Yilidiz Technical University: Turkey.

Badan Pusat Statistik. 2014. Jumlah Sapi yang Dipotong di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Provinsi Lampung Tahun 2000-2013. Lampung: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.

Campbell, F. C. 2010. Structural Composite Materials. American Society for Metals International: United State of America.

Chiu, C.Y, Hsu, H.C., and Tuan, W.H. 2005. Effect of Zirconia Addition on the Microstructural Evolution of Porous Hydroxyapatite. Ceramics International. Vol. 33. Pp. 15-718.

Cristiane, A.C.C., Thais, M.P., Borba, J.D., Caetano, J.Z.S., Luiz, G.P., and Andre, F.S. 2006. Physico-Chemical Characterization and Biocompatibility Evaluation of Hydroxyapatites. Jurnal of Oral Science. Vol. 48. No. 4. Pp. 219-226.

Cullity, B. D. 1978. Element of X-Ray Diffraction. Addison-Wesley Publishing Company, Incorporated: United State of America.

Connolly, J. R. 2005. Introduction to X-ray Diffraction. Earning Per Share (EPS) 400-200.

Demirkol, N., Oktar, F.N., and Kayali, E.S. 2011. Mechanical and Microstructural Properties of Sheep Hydroxyapatite (SHA)–Niobium Oxide Composites. Acta Physica Polonica A. Vol. 121. No. 1. Pp. 274-276.


(2)

Demirkol, N., Meydanoglu, O., Gokce, H., Nuzhet, F.T., and Sabri, E.K. 2012. Comparison of Mechanical Properties of Sheep Hydroxyapatitte (SHA) and Commercial Synthetic Hydroxyapatitte (CSHA)-MgO Composites. Engineering Materials. Vol. 493-494. Pp. 588-539.

Fahimah, A.D.W., Wardiani, S., dan Musbah, M.K. 2014. Pengaruh Perbandingan Masa Ca:P terhadap Sintesis Hidroksiapatit Tulang Sapi dengan Metode Kering. Jurnal Mahasiswa Kimia. Vol. 1. No. 2. Hal. 196-202.

Garakani, B., Javadpour, J., Samim, H.R.B., and Naser, H.Z. 2011. Synthesis and Characterization of Hydroxyapatite/Alumina Composite Nonopowders with Various Alumina Content. International Conference. University of Tehran: Iran. 2-3 November 2011.

Hench, L.L. 1991. Bioceramics: from Concept to Clinic. Journal of the American Ceramic Society. Vol. 74. No. 7. Pp. 1487-1510.

Herlina, F.S. 2005. Kajian Abu Sekam Padi untuk Stabilisasi Tanah dalam Sistem Pondasi Ditanah Ekspansi.

http://www.Pu.go.id/Publik/IND/Produk/Seminar/Kolokium2005/Kolokium 2005_06.pdf. Diakses Pada Minggu, 05 Oktober 2014 Pukul 14.30 WIB. Hossein, M.F., Mortazavi, V., and Sayed, I.R.E. 2008. Bioactivity Evaluation of

Synthetic Nanocrystalline Hydroxyapatit. Dental Research Journal. Vol. 5. No. 2. Pp. 81-87.

Joschek, S., Nies, B., Krotz, R.A., and Gopferich, A. 2000. Chemical and Physicochemical Characterization of Porous Hydroxyapatite Ceramics Made of Natural Bone. Biomaterials. Vol. 21. No. 16. Pp. 1645-1658. Kim, H., Kong, Y.M., Koh, H.Y., and Kim, H.E. 2003. Pressureless Sintering and

Mechanical and Biological Properties of Fluor-hydroxyapatite Composites with Zirconia. Journal of the American Ceramic Society. Vol. 86. No. 12. Pp. 2019-2026.

Kim, S.R., Lee, J.H., Kim Y.T., Riu, D.H., Jung, S.J., Lee, Y.J., Chung, S.C., and Kim, Y.H. 2002. Synthesis of Si, Mg Substituted Hydroxyapatites and Their Sintering Behaviors. Biomaterials. Vol. 24. Pp. 1389-1398.


(3)

Lee, R. E. 1992. Scanning Electron Microscopy and X-ray Micro Analysis. Prentice Hall. p458.

Http://www.asdlib.org/onlineArticles/ecourseware/Bullen_XRD/XRDModu le_Theory_Instrumentasi%20Design_3.htm.

Diakses Minggu, 05 Oktober 2014 Pukul 09.15 WIB.

Leeuw, N.H. 2001. Local Ordering of Hydroxy Groups in Hydroxyapatite. The Royal Scociety of Chemistry. Vol. 17. Pp. 1646-1647.

Malhottra, S., Hegde, M.W., and Shetty, C. 2014. Bioceramic Technology in Endodontics. Journal of Medicine and Medical Research. Vol. 4. No. 12. Pp. 2446-2454.

Mulyaningsih, N. 2007. Karakterisasi Hidroksiapatit Sintetik dan Alami pada Suhu C. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Monmaturapoj, N., and Yatongchai, C. 2010. Effect of Sintering on Microstructure and Properties of Hydroxyapatite Produced by Different Synthesizing Methods. Journal of Metals, Materials and Minerals. Vol. 20. No. 2. Pp. 53-61.

Nayak, J. P. And Bera, J. 2009. Effect of Sintering Temperature on Phase-Formation Behavior and Mechanical Properties of Silica Ceramics Prepared from Rice Husk Ash. Phase Transitions. Vol. 82. No. 12. Pp. 879-888. Nakata, K., Kubo, T., Numako, C., Onoki, T., and Nakahina, A. 2009. Synthesis

and Characterization of Silicon-Doped Hydroxyapatite. Materials Transaction. Vol. 50. No. 5. Pp. 1046-1049.

Oktar, F.N., Agathopoulos, S., Ozyegin, L.S., Gunduz, O., Dermikol, N., Bozkurt, Y., and Salman, S. 2007. Mechanical Properties of Bovine Hydroxyapatite (BHA) Composite Doped with SiO2, MgO, Al2O3 and ZrO2. Journal of Materials Science: Materials in Medicine. Vol. 10. Pp. 1007-10856.

Olawele, O., Oyawale, F.A., Makinde, O.W., and Ogundele, K.T. 2012. Effect of Oxalic Acid on Rice Husk. Journal of Applied Sciences and Enginnering Research. Vol. 1. No. 5. Pp. 663-668.


(4)

Palard, M., Combes, J., Champion, E., Sylvie F., Aline, R., and Didier, B. 2009. Effect of silicon content on the sintering and biological behaviour of Ca10 (PO4)6-x(SiO4)x(OH)2-x ceramics. Acta Biomaterialia. Vol. 5. Pp. 1223-1232. Pramanik, N., and Chakraborty, S. 2012. Processing of Mesoporous Hydroxyapatite Using Cetyltrimethylammonium Bromide (CTBAB) As A Porogen and Its Characterization. International Journal of Engineering Research and Aplications. Vol. 2. No. 6. Pp. 981-986.

Prasath , V. P., Kulandaivelu, R., Vandivel, S., and Sindu, R. 2007. Synthesis of Hydroxyapatite-Nanorods With the Effect of Non-ionic Surfactant as a Drug Carrier for the Treatment of Bone Infections. International Journal of Inovative Research in Science & Engineering. Vol. 2. No. 1 Pp. 2347-3207. Pudjiastuti, A.R. 2012. Preparasi Hidroksiapatit dari Tulang Sapi dengan Metode

Kombinasi Ultrasonik dan Spray Drying. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta.

Purwamargapratala, Y. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dengan Pori Terkendali. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Radetic. T. 2011. Fundamentals of Scanning Elektron Microscopy and Energy Dispersive X-ray Analysis in SEM and TEM. University of Belgrade. Serbia. Reni. 2014. Sintesis dan Karakterisasi Gugus Fungsi dan Struktur Keramik Silika ( ) Sekam Padi dengan Leaching menggunakan Asam Sitrat ( ). Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.

Ruseska, G., Fidancevska, E., Bossert, J., and Vassilev, V. 2006. Fabrication of Composite Based on . Bulletin of the Chemists and Technologists of Macedonia. Vol. 25. No. 2. Pp. 130-144.

Septiani, L., Yudyanto., dan Hartatiek. 2014. Pengaruh Lama Maturasi Terhadap Derajat Kristalinitas dan Kekerasan (Hardness) Nano-Hidroksiapatit dari Calcite Druju Malang. Skripsi. Universitas Negri Malang. Malang.

Sobczak, A., Kawalski, Z., and Wzorek, Z. 2009. Preparation of Hydroxyapatite from Animal Bones. Journal Bioengineering and Biomechanics. Vol. 11. No. 4. Pp. 23-28.


(5)

Souza, M.F., Magalhaes, W.L.E., and Persegil, M.C. 2002. Silica Derived from Burned Rice Hulls. Materials Research. Vol. 5. No. 4. Pp. 467-474.

Sulastri, S., dan Kristianingrum, S. 2010. Berbagai Macam Senyawa Silika: Sintesis, Karakterisasi dan Pemanfaatan. Skripsi. Universitas Negri Yogyakarta. Yogyakarta.

Suswanto, B. 2013. Pengaruh Temperatur Post-Curing terhadap Kekuatan Tarik Komposit Epoksi Resin yang Diperkuat Woven Serat Pisang. Skripsi. Politeknik Negri Semarang. Semarang.

Soejoko, S. S., dan Wahyuni, S. 2012. Spektroskopi Inframerah Senyawa Kalsium Fosfat Hasil Presipitasi. Journal of Makara Sains. Vol. 6. No. 3. Hal. 117-120.

Stuart, B. 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Application. John Wiley & Sons, Ltd.

Sych, O., Pinchuk, N., and Ivanchenko, L. 2009. Structure Evalution and Properties of Biogenic Hydroxyapatite-Based Biocomposite. Processing and Aplication of Ceramics. Vol. 3. No. 3. Pp. 157-160.

Tanti, K. S. 2009. Pengaruh Penambahan Silika Amorf dari Sekam Padi Terhadap Sifat Mekanis dan Sifat Fisis Mortar. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Ummah, S., Prasetyo, A., dan Barroroh, H. 2010. Kajian Penambahan Abu Sekam Padi dari Berbagai Suhu Pengabuan terhadap Plastisitas Kaolin. Alchemy. Vol. 1. No. 2. Pp. 53-103.

Vouto, B., and Stefanaki, C. E. 2008. Electron Microscopy: The Basics. Physis of Advanced Materials winter school. University of Thessaloniki. Greece. Wahdah, I., Wardhani, S., dan Darjito. 2014. Sintesis Hidroksiapatit dari Tulang

Sapi dengan Metode Basah-Pengendapan. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.


(6)

Wickramasinghe, D.B., and Rowell, D.L. 2006. The Release of Silicon From Amorphous Silica and Rice Straw in Sri Lanka Soils. Biology Fertility of Soils. Vol. 42. No. 3. Pp. 231-240.

Widiyastuti. 2009. Synthesis and Characterization of Carbonated Hydroxyapatite as Bioceramic Material. Skripsi. Universitas Sains Malaysia. Malaysia. Windarti, T., dan Astuti, Y. 2006. Pengaruh Konsentrasi Dan pada

Pembentukan Hidroksiapatit di dalam Matriks Selulosa Bakterial. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. Vol. 9. No. 3. Hal. 1-4.

Yolanda, H. 2009. Pengaruh Distribusi Hidroksiapatit (HA) Pada Kekuatan Dari Komposit Matrix Albumen. Perpustakaan Kampus Universitas Gunadarma: http://library.gunadarma.ac.id. Diakses pada Selasa, 07 Oktober 2014 Pukul 20.30 WIB.

Zaragoza, L. D., Romero, E. T. G., and Rayes, I. R. G. 2009. Surface and Physicochemical Characterization of Phosphates Vivianit, and Hydroxyapatite OH). Journal of Minerals and Materials Characterization and Engineering. Vol. 8. No. 8. Pp 591-609.

Zhang, Z., Yingchao, D., Lixin, D. Y., Hua, J., Huang, W., dan Tang, C. 2013. X-Ray Spectra Reconstruction with Highly Oriented Pyrolytic Graphite (HOPG) Crystal onTsinghua Thomson X-ray (TTX). Proceedings of Infrared Processing and Analysis Center. Vol. 021. Pp. 2174-2176.