Pembuatan dan Karakterisasi Komposit Berbasis Lateks Pekat-Silika Ampas Tebu

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT

BERBASIS LATEKS PEKAT-SILIKA AMPAS TEBU

SKRIPSI

Eman Juliskar Harefa 110801012

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT

BERBASIS LATEKS PEKAT-SILIKA AMPAS TEBU


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

EMAN JULISKAR HAREFA 110801012

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pembuatan dan Karakterisasi Komposit Berbasis Lateks Pekat-Silika Ampas Tebu

Kategori : Skripsi

Nama : Eman Juliskar Harefa

Nomor Induk Mahasiswa : 110801012

Program studi : Sarjana (S1) Fisika Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Agustus 2015

Komisi Pembimbing

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Diana Alemin Barus, M.Sc Dr. Kerista sebayang, M.S NIP. 196607291992032002 NIP. 195806231986011001

Diketahui/Disetujui Oleh: Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang NIP : 195510301980031003


(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT BERBASIS LATEKS PEKAT-SILIKA AMPAS TEBU

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2015

EMAN JULISKAR HAREFA 110801012


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih setianya yang selalu menyertai dan memberi kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Tugas akhir ini merupakan salah satu proses untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut diatas saya mengerjakan tugas akhir dengan judul : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT BERBASIS LATEKS PEKAT-SILIKA AMPAS TEBU, yang dilaksanakan di laboratorium Kimia Organik USU, Pusat Penelitian Karet Tanjung Morawa, Lab. Penelitian Farmasi USU dan Laboratotium Uji Material Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik USU sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

Penulis menyadari bahwa selama proses sampai terselesaikannya penyusunan skripsi ini banyak sekali bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc. sebagai Dekan, dan Pembantu Dekan Fisika FMIPA USU.

2. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku Ketua Departemen Fisika, dan Drs.Syahrul Humaidi, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Fisika FMIPA USU, Kak Tini, Bang Jo dan Kak Yuspa selaku staf Departemen Fisika, seluruh dosen, staf dan pegawai Departemen Fisika FMIPA USU yang telah membantu dan membimbing dalam menimba ilmu dan menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Diana Alemin Barus, M.Sc sebagai dosen Pembimbing I, Bapak Dr. Kerista Sebayang, M.S sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dalam melaksanakan penelitian hingga penyelesaian penulisan skripsi ini 4. Yang terkhusus buat Ayahanda Tercinta Samahati Harefa dan Ibunda

Tersayang Yameria Zega, Adik-adik ku Edisaputra Harefa, Eforyuman Harefa, Erni Putri Kasih Harefa dan juga buat Widya Susanti Sitanggang terima kasih buat motivasi, kasih sayang, perhatian dan juga menjadi semangat saya dalam menyelesaikan penelitian ini. 5. Teman-teman di GEMA NIAS (Diky, Dani, Mercy, Herman, Octime,

Trisman Zil, Vetman dkk), teman-teman di NHC tanpa saya sebutkan namanya satu persatu, teman-teman di Lab. Kimia Organik dan Anorganik USU ada Lianta, Hotland, Juli, Friska, Daniel, dkk

6. Kepada teman-teman stambuk FISIKA 2011, juga seluruh anggota PHYSICS PROLIX (Rahel, Lilis, Trisno, Wahyu, William, Pesta, David H, Jansius, Hendri, Rinto, Ancela, Russel, Fahmi, Ilham Suryadi, Fitri, Jepri, Jerry, Rusty, Trimala, Diana, Putri, Ita, Fauzi, Nensy, Tabita, Desi, Nova, Parasian, Damos, dkk) yang telah


(6)

memberikan partisipasi, semangat dan dukungan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga kita semakin sukses semua. GBU

7. Untuk seluruh adik-adikku di Fisika USU angkatan 2012, 2013, 2014 dan teman-teman di FMIPA USU.

8. Juga buat teman-teman asisten di Laboratorium ZAT PADAT (B’Ronal, K’Emidola, K’Tere, Lilis, Nensy, dkk), terima kasih buat dukungannya

9. Dan kepada mereka yang tidak disebutkan namanya yang telah mendukung penulis, saya ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini . Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi orang lain yang membacanya.

Medan, Agustus 2015

NIM.110801012 Eman Juliskar Harefa


(7)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT BERBASIS LATEKS PEKAT-SILIKA AMPAS TEBU

ABSTRAK

Lateks adalah cairan berwarna putih menyerupai susu yang keluar dari tanaman yang dilukai yang berasal dari tanaman Hevea Brasiliensis. Lateks dapat digunakan untuk membuat spesimen sarung tangan dengan menambahkan bahan lain yakni silika ampas tebu dan bahan kimia. Penambahan bahan-bahan ini menggunakan perhitungan perseratus bagian karet atau phr (Per Hundred Rubber). Silika diperoleh melalui pembakaran, pencucian dengan HCl (Asam Klorida) dan diekstraksi dengan NaOH (Natrium Hidroksida). Penelitian dilakukan dengan cara memvariasikan dosis bahan kimia yaitu KOH (Kalium Hidroksida) 10% 4 phr ; dispersi Sulfur 1 phr ; dispersi MBT (Mercapto Benzotiazol) 1,2 phr ; dispersi BHT (Butil Hidroksi Toulena) 2 phr ; dispersi ZnO (Zink Oksida) 0,5 phr ; dispersi asam stearat 0,5 phr serta diikuti dengan penambahan silika ampas tebu untuk masing-masing formula yakni tanpa penambahan silika, penambahan 2phr, 3phr, 4phr, 5phr. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil yang lebih baik pada penambahan silika ampas tebu 5phr dengan kuat tarik 1,372 Mpa; kemuluran 9,528 ; dan modulus 0,1259 MPa. Semakin banyak penambahan silika ampas tebu, semakin baik tegangan, regangan, kuat tarik yang dihasilkan.


(8)

PREPARATION AND CARACTERITATION COMPOSITE BASED LATEX - SILICA BAGASSE

ABSTRACT

Latex is a white liquid like milk coming out of the plant were wounded coming from the plant Hevea Brasiliensis. Latex can be used to make a specimen gloves by adding other ingredients namely silica bagasse and chemicals. The addition of these materials using a percentile calculation rubber parts or Phr (Per Hundred Rubber). Silica obtained by combustion, leaching with HCl (Hydrochloric Acid) and extracted with NaOH (sodium hydroxide). Research done by varying the dose of the chemical that is KOH 10 % 4 phr ; Sulfur dispersion 1phr ; MBT (Mercapto Benzotiazol) dispersion 1.2 phr ; 2 phr BHT (Buthil Hidroksi Toulena) dispersion ; ZnO (Zink Okside) dispersion 0.5 phr ; 0.5 phr stearat acid dispersion followed by the addition of silica and bagasse for each formula that is without the addition of silica , the addition 2phr , 3phr , 4phr , 5phr . Based on the results of this study showed better results in the addition of silica bagasse 5phr with a Tensile Strength of 1,372 Mpa; Elongation 9,528; and Modulus 0,1259 MPa. The more the addition of silica bagasse , the better the stress, strain , tensile strength is generated .


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Batasan Masalah 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Lateks 5

2.1.1 Morfologi dan properti campuran (blend) karet alam

NR/PP 10

2.1.2 Proses Produksi Lateks Karet Alam 11

2.1.3 Pravulkanisi Lateks Karet Alam 13

2.2 Silika 14

2.2.1 Abu Pembakaran Ampas Tebu 16

2.2.2 Modifikasi Silika 17

2.3 Karet Alam 18

2.4 Komposit 19

2.5 Sarung Tangan Karet 20

2.6 Pengujian Sarung tangan karet 21

2.6.1 Pengujian Kuat Tarik (Tensile Strength) 21

2.6.2 Spektrofotometer FTIR 24

Bab 3. Metodologi Penelitian

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 25

3.2 Alat dan Bahan 25

3.2.1 Alat 25

3.2.2 Bahan 26

3.3 Metodologi Penelitian 26

3.3.1 Lateks Pekat 26

3.3.2 Preparasi Ampas Tebu 26


(10)

3.3.4 Proses Dispersi 27

3.3.5 Pembuatan Kompon Lateks 27

3.3.6 Pencetakan 27

3.4 Karekteristik Sarung Tangan Lateks – Ampas Tebu 28 3.4.1 Analisis Gugus Fungsional Spesimen dengan

Spektrofotometer Infra Red (FT-IR) 28

3.4.2 Uji Tarik 28

3.5 Bagan Penelitian 30

3.5.1 Proses Pembuatan Silika Ampas Tebu 30

3.5.1.1 Proses pengabuan 30

3.5.1.2 Preparasi Larutan Natrium Silikat 30

3.5.1.3 Pembuatan Silika Gel 31

3.5.2 Proses Pembuatan Komposit Lateks− Ampas Tebu 32

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Pengujian dengan FT-IR 33

4.1.1 Spektrum FT-IR dari Silika Ampas Tebu 33 4.1.2 Spektrum FT-IR dari Spesimen Sarung Tangan

Lateks tanpa Silika Ampas Tebu 34

4.1.3 Spektrum FT-IR dari Spesimen Sarung Tangan

Lateks dengan Penambahan Silika Ampas Tebu 35 4.2 Pengujian Kekuatan Tarik Mekanik Spesimen Sarung Tangan 37

4.3 Kemuluran/Regangan (Strain) 38

4.4 Modulus Elastis/Modulus Young (E) 39

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 41

5.2 Saran 41


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Havea Brasiliensis 5

Tabel 2.2 Bahan-bahan senyawa lateks pravulkanisasi 7 Tabel 2.3 Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu 17 Tabel 4.1 Data Analisis FT-IR dari Silika Ampas Tebu 34 Tabel 4.2 Data Analisis FT-IR pada Spesimen Sarung Tangan

Lateks 36

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Sifat Mekanik Uji Tarik Spesimen

Sarung Tangan Lateks 37

Tabel 4.4 Nilai Kemuluran dari Pengujian Spesimen Sarung

Tangan Lateks 38

Tabel 4.5 Nilai Modulus Elastis dari Pengujian Spesimen Sarung


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Mekanisme reaksi pembentukan ikatan silang

sulfur dengan polimer karet menggunakan ZDEC

dan aktivator ZnO 9

Gambar 2.2 Mekanisme pelepasan protein dari selubung pelindung karet dalam lateks karena

penambahan surfaktan 12

Gambar 2.3 Skema alat sentrifuse lateks 12

Gambar 2.4 MBE sistem arc plasma-generator 13 Gambar 2.5 Diagram alir pra-vulkanisasi NRL dengan proses

sulfur 14

Gambar 2.6 Susunan tetrahedral Si04 pada silika gel tidak

beraturan 16

Gambar 2.7 Struktur Isoprena 18

Gambar 2.8 Struktur Ruang 1,4 cis poliisoprena 19 Gambar 2.9 Gaya Tarik terhadap Pertambahan Panjang 21

Gambar 2.10 Uji Tarik ASTM D 638M 22

Gambar 2.11 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik 23

Gambar 3.1 Gambar Spesimen Uji Tarik 28

Gambar 4.1 Grafik Spektrum FT-IR dari Silika Ampas Tebu 33 Gambar 4.2 Grafik Spektrum FT-IR dari Spesimen Sarung

Tangan Lateks tanpa Silika Ampas Tebu 34 Gambar 4.3 Grafik Spektrum FT-IR dari Spesimen Sarung

Tangan Lateks dengan Penambahan Silika Ampas

Tebu 35

Gambar 4.4 Grafik Kuat Tarik vs Jumlah Silika Ampas Tebu 37 Gambar 4.5 Grafik Kemuluran vs Jumlah Silika Ampas Tebu 38 Gambar 4.6 Grafik Modulus vs Jumlah Silika Ampas Tebu 39


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Hasil Uji Tarik Mekanik 46

Lampiran 2 perhitungan data uji tarik mekanik 47 Lampiran 3 perhitungan penggunaan bahan kimia (per 100

bagian) untuk dispersi vulkanisasi lateks pekat

menjadi spesimen sarung tangan karet 49 Lampiran 4 persyaratan mutu lateks pekat pusingan

(centrifuge nr concentrated specification) astm

d.1976 – 1980 dan iso 2004 52

Lampiran 5 Gugus Fungsi Pada FTIR 53

Lampiran 6 uji tarik dengan universal tensile machine

(utm) 54


(14)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT BERBASIS LATEKS PEKAT-SILIKA AMPAS TEBU

ABSTRAK

Lateks adalah cairan berwarna putih menyerupai susu yang keluar dari tanaman yang dilukai yang berasal dari tanaman Hevea Brasiliensis. Lateks dapat digunakan untuk membuat spesimen sarung tangan dengan menambahkan bahan lain yakni silika ampas tebu dan bahan kimia. Penambahan bahan-bahan ini menggunakan perhitungan perseratus bagian karet atau phr (Per Hundred Rubber). Silika diperoleh melalui pembakaran, pencucian dengan HCl (Asam Klorida) dan diekstraksi dengan NaOH (Natrium Hidroksida). Penelitian dilakukan dengan cara memvariasikan dosis bahan kimia yaitu KOH (Kalium Hidroksida) 10% 4 phr ; dispersi Sulfur 1 phr ; dispersi MBT (Mercapto Benzotiazol) 1,2 phr ; dispersi BHT (Butil Hidroksi Toulena) 2 phr ; dispersi ZnO (Zink Oksida) 0,5 phr ; dispersi asam stearat 0,5 phr serta diikuti dengan penambahan silika ampas tebu untuk masing-masing formula yakni tanpa penambahan silika, penambahan 2phr, 3phr, 4phr, 5phr. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil yang lebih baik pada penambahan silika ampas tebu 5phr dengan kuat tarik 1,372 Mpa; kemuluran 9,528 ; dan modulus 0,1259 MPa. Semakin banyak penambahan silika ampas tebu, semakin baik tegangan, regangan, kuat tarik yang dihasilkan.


(15)

PREPARATION AND CARACTERITATION COMPOSITE BASED LATEX - SILICA BAGASSE

ABSTRACT

Latex is a white liquid like milk coming out of the plant were wounded coming from the plant Hevea Brasiliensis. Latex can be used to make a specimen gloves by adding other ingredients namely silica bagasse and chemicals. The addition of these materials using a percentile calculation rubber parts or Phr (Per Hundred Rubber). Silica obtained by combustion, leaching with HCl (Hydrochloric Acid) and extracted with NaOH (sodium hydroxide). Research done by varying the dose of the chemical that is KOH 10 % 4 phr ; Sulfur dispersion 1phr ; MBT (Mercapto Benzotiazol) dispersion 1.2 phr ; 2 phr BHT (Buthil Hidroksi Toulena) dispersion ; ZnO (Zink Okside) dispersion 0.5 phr ; 0.5 phr stearat acid dispersion followed by the addition of silica and bagasse for each formula that is without the addition of silica , the addition 2phr , 3phr , 4phr , 5phr . Based on the results of this study showed better results in the addition of silica bagasse 5phr with a Tensile Strength of 1,372 Mpa; Elongation 9,528; and Modulus 0,1259 MPa. The more the addition of silica bagasse , the better the stress, strain , tensile strength is generated .


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karet alam merupakan salah satu hasil pertanian yang penting karena memegang peranan penting dalam meningkatkan taraf hidup manusia, serta menghasilkan devisa negara. Di dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ditetapkan karet merupakan salah satu komoditas unggulan yang perlu dikembangkan di koridor ekonomi Sumatera. Koridor ekonomi Sumatera menghasilkan sekitar 65% dari produksi karet nasional, di mana Sumut memberikan kontribusi sebesar 16% dari produksi karet nasional. Sejak tahun 2007 kajian peluang investasi pengembangan industri karet dan turunannya menunjukkan terdapat 5 (lima) jenis industri yang memiliki peluang investasi dalam kurun waktu beberapa tahun mendatang. Kelima jenis industri tersebut adalah crum rubber, lateks pekat, sarung tangan karet, conveyor belt dan ban vulkanisir. Tetapi dari kelima jenis industri maka sarung tangan lateks adalah salah satu produk yang memiliki potensi pasar yang luas di dalam negeri maupun luar negeri (Kemenperin, 2011).

Indonesia adalah negara penghasil NR terbesar kedua di dunia setelah Thailand dengan produksi 2,84 juta ton tahun 2010 dan diperkirakan akan menjadi negara penghasil NR terbesar di dunia di tahun 2020. Perluasan areal penggunaan NR pada gilirannya akan meningkatkan konsumsi NR di Indonesia dan akan meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia khususnya petani karet. Produk-produk komersial yang dibuat dari karet alam biasanya dalam bentuk karet vulkanisat atau karet termoset (KT). Material KT merupakan suatu produk yang berbahan dasar karet dengan penambahan filler yang tahan terhadap suhu ekstrim, memiliki ketahanan terhadap bahan-bahan kimia, bersifat tahan air, memiliki ketahanan terhadap sinar UV dan tidak mudah terdegradasi. (Bahruddin dkk, 2012)


(17)

Indonesia adalah negara negara produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand, padahal luas areal kebun karet Indonesia terluas di dunia. Hal ini disebabkan oleh pencapaian produktivitas kebun karet Indonesia hanya sekitar 1,5-2,0 ton per hektar pertahun, lebih rendah dibanding produktivitas karet Thailand yang mencapai diatas 3 ton perhektar per tahun. (Media Perkebunan, 2014).

Berdasarkan pernyataan di atas saya sebagai warga Indonesia pemilik lahan terluas merasa terinspirasi untuk memajukan produksi karet Indonesia karena produk karet Indonesia termasuk sarung tangan lateks masih kalah jumlahnya dari Negara Thailand yang memiliki lahan lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia yang disebabkan oleh tingginya biaya produksi. Komponen terbesar dan dominan dalam biaya produksi sarung tangan adalah biaya bahan baku penolong berupa lateks pekat. Hal inilah yang menjadi alasan melakukan penelitian bagaimana menekan biaya produksi, yaitu dengan melakukan perlakuan khusus kepada bahan baku lateks pekat, yaitu dengan penambahan filler.

Penelitian di bidang nanoteknologi terus berkembang di berbagai macam bidang aplikasi. Dalam pengembangan material polimer juga telah banyak dilakukan penelitian untuk mengembangkan material nanocomposite, dimana filler berukuran nanometer terdispersi ke dalam system matriks polimer. Jenis nanopartikel yang banyak digunakan sebagai objek penelitian dan sudah diproduksi secara komersil adalah silika gel. Silika gel merupakan salah satu padatan anorganik yang dapat digunakan untuk keperluan adsorbsi karena memiliki gugus silanon (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) yang merupakan sisi aktif pada permukaannya. Disamping itu silika gel memiliki pori-pori yang luas, berbagai ukuran partikel dan area permukaan yang khas. Salah satu sumber silika adalah abu bagase dari ampas tebu. Dan penelitian ini memanfaatkan silika ampas tebu sebagai filer pada lateks agar produksi karet Indonesia semakin meningkat dan juga ampas tebu tidak terbuang begitu saja.

Metode yang dilakukan meliputi proses compounding dengan mencampurkan dispersi kimia, stabilizer, wetting agent, anti oksidan, air serta


(18)

silika ampas tebu sebagai filler pada ball mill, dengan waktu dan suhu yang diatur disertai stirer untuk menjaga kestabilan kompon. Selanjutnya proses pencetakan spesimen sarung tangan dan pematangan yang dilakukan pada oven. Dengan metode ini diharapkan sarung tangan lateks memiliki sifat mekanik yang lebih baik dan lebih murah. Pada tahapan akhir pembuatan sarung tangan lateks dilakukan juga pengujian meliputi uji kuat tarik dan uji FTIR.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana metode pencampuran lateks pekat dengan bahan kimia dan silika ampas tebu.

2. Karakterisasi untuk mengetahui perbedaan sarung tangan lateks dengan penambahan silika ampas tebu dan sarung tangan lateks tanpa penambahan silika ampas tebu.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sifat-sifat fisis dan kimia karet alam dan silika ampas tebu. 2. Membuat spesimen sarung tangan lateks dengan penambahan silika ampas

tebu.

3. Mengetahui susunan komposisi yang paling optimal untuk mendapatkan kekuatan karet vulkanisat.

4. Menguji kuat tarik dan uji FTIR dari spesimen sarung tangan lateks dengan penambahan silika ampas tebu.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk membantu pelaku industri melalui informasi teknologi tepat guna pengolahan lateks pekat dengan penambahan silika ampas tebu menjadi produk sarung tangan lateks dengan sifat mekanik yang kuat dan tidak mahal.

2. Memberi nilai tambah pada silika ampas tebu sebagai sumber daya alam yang melimpah di Indonesia.


(19)

terutama mahasiswa untuk melakukan penelitian-penelitian tentang karet alam.

1.5 Batasan Masalah

1. Bahan dasar yang digunakan adalah lateks pekat produksi PT.Bakrie Sumatera Plantations Tbk, Kisaran Barat, Asahan Sumatera Utara. 2. Pada lateks kompon digunakan pengisi berupa accelerator, filler, bahan

pemvulkanisasi dan antioksidan.

3. Pengujian yang dilakukan antara lain; uji kuat tarik dan uji FTIR. 4. Pencampuran lateks pekat, silika ampas tebu dan bahan kimia

menggunakan two roll mill yang dilengkapi dengan stirer dan kontrol suhu.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lateks

Lateks adalah cairan berwarna putih menyerupai susu yang keluar dari tanaman yang dilukai yang berasal dari tanaman Hevea brasiliensis (tanaman karet). Lateks merupakan sistem koloid, yaitu sistem yang terdiri dari zat pendispersi dari zat terdispersi. Komposisi Hevea Brasiliensis ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut ini

Tabel 2.1 Komposisi Hevea Brasiliensis Komposisi Persentase (%) Hidrokarbon air Protein Lipid Garam-garam Mineral Ammonia 37,69 59,62 1,06 0,23 0,40 0,68 0,32 Sumber : Septriani, dkk, 2013, dikutip dari Arta

Sihombing 2010

Koagulasi lateks adalah peristiwa terjadinya perubahan fase sol menjadi gel dengan bantuan koagulan. Koagulasi lateks dapat terjadi karena :

a. Dehidrasi

Koagualasi lateks secara dehidrasi deilakukan dengan menambah bahan atau zat menyerap lapisan molekul air disekeliling partikel karet yang bersifat sebagai pelindung pada lateks, zat yang dapat digunakan misalnya alkohol

b. Penurunan pH lateks

Penurunan pH terjadi karena terbentuknya asam hasil penguraian oleh bakteri. Apabila lateks ditambahkan dengan asam akan terjadi penurunan pH sampai pada titik isoelektrik sehingga partikel karet


(21)

menjadi tidak bermuatan. Protein pada lateks yang kehilangan muatan akan mengalami denaturasi sehingga selubung protein yang berfungsi melindungi partikel karet akan terjadi tumbukan yang menyebabkan terjadinya koagulasi

c. Penambahan Elektrolit

Penambahan larutan elektrolit yang mengandung kation berlawanan dengan partikel karet akan menurunkan potensial elektro kinetik sehingga lateks menjadi koagulasi. Kation dari logam alkali dapat juga digunakan sebagai koagulan.

d. Pengaruh Enzim

Enzim yang terdapat didalam lateks, terutama enzim proteolitik akan menghidrolisa ikatan peptida dari protein menjadi asam amino akibatnya partikel karet kehilangan selubung sehingga partikel karet menjadi tidak bermuatan maka lateks menjadi tidak stabil atau mengalami koagulasi.

Dalam penelitian Septriani, koagulasi lateks menggunakan ekstrak nenas. Proses koagulasi semakin baik apabila volume asam yang digunakan semakin besar sehingga mempercepat penurunan muatan listrik molekul lateks. Penggumpalan lateks dapat disebabkan oleh penurunan pH. Ekstrak nanas dapat menggumpalkan lateks dikarenakan adanya kandungan asam askorbat, sehingga lateks akan mengalami penurunan pH sampai titik isolistrik. Protein pada lateks yang kehilangan muatan akan mengalami denaturasi sehingga selubung protein yang berfungsi melindungi partikel lateks akan terjadi tumbukan yang menyebabkan koagulasi. (Septriani, dkk, 2013)

Tepung kulit pisang dapat digunakan sebagai filler pada lateks. Sebelum lateks digunakan untuk menghasilkan produk perlu dilakukan sambung-silang terlebih dahulu. Tujuan penyambung-silangan lateks adalah untuk menentukan kekuatan film lateks yang dihasilkan agar mencapai spesifikasi yang diinginkan. Proses penyambung-silangan bagi lateks dilakukan dengan mencampurkan bahan tambahan tertentu kedalam lateks. Lateks dengan kadar amonia tinggi dicampur dengan bahan kuratif dan dipravulkanisasi kemudian dicampur dengan tepung kulit pisang. Massa


(22)

bahan-bahan senyawa lateks pravulkanisasi dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Bahan-bahan senyawa lateks pravulkanisasi

Bahan Berat basah (gram)

High Ammonia Lateks Larutan Sulfur 50 % Larutan ZDECt 50 %

Larutan ZnO 30 % Larutan Antioksidan 50 %

Larutan KOH 10 % Pengisi (tepung kulit pisang)

166,67 3 3 0,83 2 3

0, 5, 10, 15, 20, 25 Sumber : Emelya K, dkk, 2012

(tZDEC : Zinc Diethylditiocarbonate)

Penggunaan tepung kulit pisang yang telah diputihkan sebagai pengisi produk film lateks karet alam mengakibatkan proses degradasi menjadi lebih lambat. Semakin banyak pembebanan pengisi, maka semakin kecil persentase kehilangan berat. Semakin ditambahnya pembebanan pengisi, maka kemampuan terdegradasi semakin kecil. produk lateks karet alam yang tidak berpengisi menjadi lebih lembut dan lengket karena oksidasi oksigen dan degradasi oleh sinar ultraviolet sementara produk karet berpengisi tepung kulit pisang yang diputihkan tidak begitu lembut karena sinar ultraviolet tidak dapat menembus matriks karet karena adanya pengisi, sehingga lebih tahan untuk produk yang terpapar sinar matahari dan cuaca. Karet alam apabila teroksidasi oleh oksigen yang mengakibatkan pemutusan ikatan rangkap, maka akan menjadi lengket dan telah menjadi sifat alami karet alam. Sifat yang lengket dan lembut ini karena perusakan sambung silang oleh oksidasi oksigen dan ultraviolet sinar matahari. (Emelya K, dkk, 2012)

Analisis pengaruh perubahan komposisi campuran bahan dari serabut kelapa dengan kompon lateks pada beberapa variasi komposisi campuran terhadap sifat fisik dan mekanik yaitu: kerapatan massa, perubahan tebal cocofoam setelah kompresi, kekuatan tarik dan perpanjangan putus. Pada volume tetap, peningkatan rasio komposisi campuran serabut kelapa dengan


(23)

kompon lateks yang divulkanisasi menghasilkan vulkanisat cocofoam yang kuat dengan sifat-sifat fisik dan mekanik yang berbeda (ID.K.Anom, dkk,2009).

Lateks yang digunakan adalah lateks cair yang sudah bersih sehingga tidak perlu melakukan proses penyaringan untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor seperti debu dan pasir. Bahan kimia yakni Sulfur, BHT, ZnO, ZMBT, ZDEC, KOH, Kalium oleat dilarutkan dalam lateks, dan campuran ini diaduk lalu didiamkan. Poliisopren adalah karet alam, karena rangkaian reaktif C=C dalam rantai tidak memiliki ketahanan tinggi terhadap serangan kimia, maka penambahan bahan aditif akselerator, aktivator dan antioksidant ke dalam karet memegang peranan penting dalam teknologi karet.

Proses pembuatan cocofoam diawali dengan pemanasan dengan tujuan untuk menguapkan air sehingga jarak antar partikel karet semakin dekat. Jarak tersebut memungkinkan terbentuk- nya ikatan silang antar partikel, sehingga mobilitas partikel karetnya terhenti. Proses pengeringan juga bertujuan untuk memperkuat ikatan antar serabut yang telah disemprot dengan kompon lateks. Kadar air yang berkurang dalam kompon lateks akan membuat jarak antar partikel karet semakin kecil sehingga dimungkinkan akan terjadi proses vulkanisasi atau pembentukan ikatan silang antar partikel karet dengan belerang. Perlakuan vul- kanisasi cocofoam dapat mempercepat perubahan kompon lateks yang bersifat plastis menjadi elastis (ID.K.Anom, dkk, 2011).

Sifat elastis cocofoam disebabkan karena adanya vulkanisasi yaitu proses pembentukan ikatan silang sulfur dengan karet. Mekanisme reaksi pembentukan katan silang sulfur dengan polimer karet disajikan pada gambar 1. Bahan pencepat atau akselerator (Ac) dengan sulfur (S8) berinteraksi terhadap panas untuk membentuk agent sulfur aktif. Rantai polimer karet (RH) berinteraksi dengan agent sulfur aktif untuk membentuk grup pendant polisulfida terminal oleh grup akselerator. Grup pendant polisulfida berinteraksi dengan rantai polimer karet (RH) lainnya untuk membentuk ikatan silang sulfur dengan polimer karet. Mekanisme reaksi


(24)

pembentukan ikatan silang sulfur dengan polimer karet menggunakan ZDEC dan aktivator ZnO dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Mekanisme reaksi pembentukan ikatan silang sulfur dengan polimer karet menggunakan ZDEC dan

aktivator ZnO (Sumber: ID.K.Anom, 2011)


(25)

Blend dibuat dengan rasio berat NR/PP(SIR-201polypropylene). Permasalahan utama blend PP dan NR adalah belum dapat dihasilkan blend yang kompatibel. Hal ini disebabkan oleh fasa NR yang tidak mudah berdistribusi ke dalam matriks PP. Diperkirakan bahwa faktor-faktor penyebabnya antara lain adalah perbedaan viskositas kedua polimer tersebut yang cukup besar pada suhu leleh PP, dan interaksi molekular antara PP dan NR yang relatif kurang besar. Beberapa peneliti melakukan proses vulkanisasi dinamik untuk meningkatkan interaksi molekul PP dan NR dalam blend (Bahruddin, dkk,2007).

Proses vulkanisasi dinamik dapat dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kuratif seperti sulfur, uretan, resin fenolik (Dikutip dari: Coran dan Patel, 1981) ataupun peroksida (Dikutip dari: Tinker, dkk). Peningkatan rasio blend NR/PP yang divulkanisasi dinamik dengan kuratif sulfur dapat menghasilkan distribusi partikel yang makin merata dan ukuran partikel yang makin kecil.

Blend dibuat dalam dua tahapan proses, yaitu pembuatan kompon karet dan pencampurannya dengan PP. Kompon karet merupakan campuran yang terdiri dari SIR-20, asam stearat, zinc oxide, MBTS dan sulfur yang dibuat dengan menggunakan Two Roll Mixing Mill. Poses pembuatannya dilakukan pada suhu kamar (Bahruddin, dkk, 2007).

Hasil penelitian Bahruddin, dkk menunjukkan bahwa komposisi NR dalam blend mempengaruhi suhu transisi glass. Semakin besar komposisi NR menyebabkan terjadinya peningkatan suhu transisi glass, namun tidak mengubah suhu leleh. Suhu leleh blend relatif sama dengan suhu leleh komponen PP. Adanya suhu transisi glass dan suhu leleh pada blend NR/PP mengindikasikan bahwa material tersebut semikristal dan dapat diproses sebagaimana pemrosesan thermoplastik. Sedangkan NR yang sudah divulkanisasi secara konvensional, tidak dapat diproses lagi dengan pemanasan. Peningkatan rasio blend NR/PP juga menghasilkan peningkatan properti elongation at break, namun menurunkan properti tensile strength, izod impact, tearing dan hardness. (Bahruddin, dkk, 2007)


(26)

Siklisasi karet alam adalah proses perubahan struktur molekul polisopren karet alam dari struktur molekul lurus menjadi struktur siklik, yang dapat dilakukan pada karet padat, larutan karet dan fasa lateks.

Penelitian Siklisasi karet alam ini sudah dilakukan oleh Ary A. A, dkk, dimana Lateks karet alam berprotein rendah (lateks DPNR) digunakan sebagai bahan baku siklisasi karet alam dalam fasa lateks (siklisasi lateks), karena protein diprediksi menghambat kinerja proses siklisasi. Kombinasi enzim papain dan surfaktan digunakan sebagai penghidrolisis protein lateks. Penelitian dilakukan dengan cara memvariasikan dosis papain dan menentukan jenis dan dosis surfaktan, yang ditambahkanpada lateks alam dari berbagai tingkat keenceran.

Pemanfaatan lateks DPNR sebagai bahan baku siklisasi lateks mampu menghasilkan karet alam siklis (KA siklik) dengan karakter yang lebih baik dari KA siklik dari lateks pekat biasa. Karet alam tersiklis (KA siklo) merupakan produk modifikasi karet alam yang dihasilkan melalui suatu proses yang disebut siklisasi. Proses produksi lateks karet alam berprotein rendah untuk bahan baku siklisasi karet alam dalam fasa lateks dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1.

Ditetapkan surfaktan penstabil lateks diawali dengan pengumpulan informasi mengenai jenis surfaktan yang akan diamati kemampuannya

2.

Dilakukan pengamatan proses produksi lateks DPNR dari lateks alam dengan menggunakan enzim papain sebagai penghidrolisis protein

3.

Tahap uji coba siklisasi lateks DPNR

4.

Pada tahap akhir dilakukan kajian terhadap kelayakan teknis proses produksi lateks DPNR

Kestabilan lateks yang telah ditambah surfaktan diamati pada setiap tahapan proses, yaitu selama tahapan proses deproteinisasi lateks dan tahapan proses siklisasi lateks. dipekatkan dengan alat sentrifus lateks dan disimpan selama 2 minggu. deproteinisasi lateks dilakukan secara enzimatis, menggunakan enzim papain sebagai senyawa penghidrolisis protein.


(27)

Mekanisme pelepasan protein dari selubung pelindung karet dalam lateks karena penambahan surfaktan dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2 Mekanisme pelepasan protein dari selubung pelindung karet dalam lateks karena penambahan surfaktan.

(Sumber Ary A. A, dkk, 2007, dikutip dari Schloman, 1997)

Secara teknis proses produksi lateks DPNR relatif sama dengan proses produksi lateks pekat biasa. Proses produksi lateks DPNR memerlukan waktu proses lebih lama, karena memerlukan proses deproteinisasi lateks, sebelum lateks dipekatkan dengan alat sentrifus (Gambar 2.3). Pada tahap deproteinisasi lateks, protein dihidrolisis oleh papain menjadi asam-asam amino yang pada pemekatan lateks, asam amino yang larut dalam air terbuang bersama serum (lateks skim).

Gambar 2.3 Skema alat sentrifuse lateks (Sumber: Ary A. A, dkk, 2007, di peroleh dari hasil pengolahan)

Secara visual, lateks DPNR tidak berbeda jauh dari lateks pekat biasa, namun viskositas Mooneynya jauh lebih rendah. Selain kadar nitrogen yang jauh lebih rendah, perbedaan lain antara lateks DPNR dengan lateks


(28)

pekat biasa adalah pada bilangan ALE dan viskositas Mooney yang lebih rendah. (Ary A. A, dkk, 2007)

2.1.3 Pravulkanisi Lateks Karet Alam

Penelitian penentuan kapasitas pra-vulkanisasi lateks karet alam menggunakan iradiasi berkas elektron pulsa, dilakukan oleh Herry P, Rani S, dimana berkas elektron pulsa yang dibangkitkan dari sistem arc plasma-generator oleh katoda plasma relatif mempunyai umur pakai katoda yang lebih panjang daripada filamen Tungsten, LaB6 maupun CeB6 sebagai

pembangkit elektron kontinyu. Berdasarkan umur pakai katoda yang lebih panjang tersebut, maka perlu diketahui kemampuan mesin berkas elektron (MBE) sistem arc plasma-generator untuk pra-vulkanisasi lateks karet alam. Salah satu hal penting untuk mengetahui kemampuan MBE pulsa adalah kapasitas pra-vulkanisasi lateks karet alam.

Gambar 2.4 MBE sistem arc plasma-generator (Sumber : Herry P, Rani S,2012)

Pra-vulkanisasi lateks karet alam secara iradiasi atau radiation vulcanization of natural rubber latex (RVNRL) dapat dilakukan dengan radiasi sinar gamma dari iradiator 60Co, berkas elektron dari mesin berkas elektron (MBE), dan radiasi sinar ultraviolet (UV). Pra-vulkanisasi NRL dengan proses sulfur yang banyak digunakan oleh pabrik pengolahan karet alam seperti ditunjukkan pada gambar 2.5 berikut


(29)

Gambar 2.5 Diagram alir pra-vulkanisasi NRL dengan proses sulfur (Sumber : Sumber : Herry P, Rani S,2012)

Pra-vulkanisasi lateks dengan proses sulfur membutuhkan 3 sampai 4 macam bahan kimia yaitu bahan pra-vulkanisasi yaitu belerang, bahan pemercepat berupa senyawa karbamat, bahan penggiat, dan bahan pemantap yaitu KOH. (Herry P, Rani S,2012)

2.2 Silika Gel

Silika gel merupakan salah satu bahan anorganik yang memiliki kelebihan sifat, yaitu memiliki kestabilan tinggi terhadap pengaruh mekanik, temperatur, dan kondisi keasaman. Natrium silikat sebagai prekursor untuk produksi silika secara langsung kebanyakan dibuat dari peleburan pasir kuarsa dengan natrium karbonat pada temperatur 13000C (Dikutip dari: Brinker dan Scherer, 1990). Abu sekam padi mempunyai kandungan silika yang cukup tinggi (lebih dari 60%) sehingga dengan mengekstraksi kandungan silikanya dengan natrium hidroksida akan menghasilkan larutan natrium silikat (Dikutip dari: Kalapathy, dkk, 2000).

Silika gel merupakan silika amorf yang terdiri dari globula-globula Si04

tetrahedral yang tersusun secara tidak teratur dan beragregasi membentuk kerangka tiga dimensi yang lebih besar (sekitar 1-25 m). Rumus kimia


(30)

silika gel secara umum adalah Si02.xH20. Struktur satuan mineral silika

pada dasarnya mengandung kation Si4+ yang terkoordinasi secara tetrahedral dengan anion 02-, namun susunan Si04 pada silika gel tidak

beraturan (Dikutip dari: 0scik 1982).

Susunan ini terbentuk karena kondensasi asam ortosilikat atau asam monosilikat (silika yang larut dan umumnya ditulis sebagai H4Si04, Si(0H)4,

atau Si02.(0H)2)

Silika gel dapat dibuat dalam dua route:

• polimerisasi asam silikat dan

• agregasi partikel koloid dari silika. Asam silikat, Si(0H)4 mempunyai

kecenderungan yang kuat untuk berpolimerisasi membentuk jaringan siloksan (Si-0-Si), meninggalkan sejumlah minimum gugus Si-0H yang tidak terkondensasi. (Sriyanti, dkk. 2005)

Dari penelitian Siti Sulastri dikatakan bahwa modifikasi pada silika gel dapat memperluas bidang pemanfaatan. Sampai saat ini masih dikembangkan berbagai upaya untuk melakukan modifikasi dengan berbagai pereaksi.

Walaupun mempunyai berbagai kelebihan, ternyata silika gel juga mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut adalah karena pada silika gel jenis situs aktif hanya berupa gugus silanol (-SiOH) dan siloksan (Si-O-Si). Gugus silanol ini mempunyai sifat keasaman yang rendah, disamping mempunyai oksigen sebagai atom donor yang sifatnya lemah (Dikutip dari: Tokman, 2003). Adanya kelemahan ini dapat diatasi dengan cara modifikasi permukaan. Pada modifikasi ini diharapkan jenis situs aktifnya akan berubah sehingga menjadi lebih luas bidang pemanfaatannya.

Modifikasi silika gel untuk merubah gugus fungsi pada situs aktifnya dilakukan dengan menambahkan pereaksi dan memberi suatu perlakuan fisis. Susunan tetrahedral Si04 pada silika gel tidak beraturan dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut


(31)

Gambar 2.6 Susunan tetrahedral Si04 pada silika gel tidak beraturan (Sumber: Siti S,2009, dikutip dari: 0scik, 1982)

Sifat silika gel ditentukan oleh orientasi dari ujung tempat gugus hidroksil berkombinasi. Oleh karena ketidak-teraturan susunan permukaan SiO4 tetrahedral, maka jumlah distribusinya per unit area bukan menjadi ukuran kemampuan adsorpsi silika gel, meskipun gugus silanol dan siloksan terdapat pada permukaan silika gel. Kemampuan adsorpsi ternyata tidak sebanding dengan jumlah gugus silanol dan gugus siloksan yang ada pada permukaan silika gel, tetapi tergantung pada distribusi gugus OH per unit area adsorben (Siti S,2009, dikutip dari: 0scik, 1982).

2.2.1 Abu Pembakaran Ampas Tebu

Abu pembakaran ampas tebu merupakan hasil perubahan secara kimiawi dari pembakaran ampas tebu murni. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan boiler dengan suhu mencapai 5000-6000C dan lama pembakaran setiap 4-8 jam dilakukan pengangkutan atau pengeluaran abu dari dalam boiler,karena jika dibiarkan tanpa dibersihkan akan terjadi penumpukan yang akan mengganggu proses pembakaran ampas tebu berikutnya (Mukmin Batubara,2009).

Wibobo (1998) menemukan bahwa sebesar 62,748% silika diperoleh dari ampas tebu yang telah dibakar pada temperatur 200-3000C selama 2 jam. Silka adalah salah satu bahan organik yang memiliki sifat stabil terhadap pengaruh mekanik, panas, pelarut organik dan kondisi pH ekstrim (Mulder 1996), sehingga silika dari ampas tebu dapat dibuat menjadi membran penyaring limbah pestisida. Komposisi kimia dari abu ampas tebu terdiri dari


(32)

beberapa senyawa yang dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu Unsur Kimia dalam Abu Ampas Tebu Persentase (%)

Kadar Air Kadar Abu Kadar Karbon Kadar Silikat Kadar Magnesium Kadar Kalsium Kadar Aluminium Kadar Besi (Fe2O3)

3,79 79,03 10,91 72,33 0,58 0,63 3,24 0,58 (Sumber: Ronny P, 2014)

Secara fisik Abu Ampas Tebu sangat halus dan ringan, ini terbukti dari hasil penelitian laboratorium yang menunjukan bahwa berat volumenya 0,497 kg/liter (Ronny P, 2014).

2.2.2 Modifikasi Silika

Modifikasi permukaan silika gel berhubungan dengan keseluruhan proses yang bertujuan untuk mengubah komposisi kimia pada permukaan. Proses modifikasi adalah dengan mengubah gugus -Si-OH menjadi -Si-OM, dimana M adalah beberapa spesies baik sederhana ataupun kompleks selain H. Berdasarkan jenis senyawa yang digunakan, modifikasi silika gel dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu organofungsionalisasi jika zat pemodifikasinya adalah gugus organik dan anorganofungsionalisasi jika gugus yang terikat pada permukaan adalah senyawa organologam atau oksida logam. Modifikasi gugus fungsi pada pemukaan silika gel dapat dilakukan dengan berbagai teknik, antara lain:

1. Melalui impregnasi

Impregnasi berkaitan dengan adanya interaksi fisik antara bahan pemodifikasi dengan permukaan padatan, baik dengan cara memasuki pori padatan atau dengan interaksi adhesif atau elektrostatik.


(33)

Dilakukan dengan berbagai proses, antara lain proses imobilisasi pereaksi silan dan proses sol - gel. Molekul-molekul organik yang akan membentuk khelat dengan ion biasanya terikat pada permukaan silika melalui proses silanisasi yang melibatkan pembentukan ikatan kovalen. (Sumber: Siti S, Susila K, 2010, dikutip dari: Jal,dkk,2004)

2.3 Karet alam

Karet alam merupakan suatu rantai hidrokarbon poliisopren yang memiliki rumus empiris (C5H8)n dimana n adalah derajat polimerisasi yang besarnya bervariasi dari satu rantai kerantai yang lain. Isoprena adalah nama umum (nama trivial) dari 2-metil-1,3-butadiena. Struktur isoprena dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut ini

Gambar 2.7 Struktur Isoprena (Sumber: Elvri M.S, dkk, 2013, dikutip dari: Mia H, 2009)

Struktur molekul karet alam terdiri dari susunan isoprena yang berikatan secara cis 1,4. Pada karet, ditemukan susunan cis, mendekati dan menyambung dengan rantai molekular pada sisi yang sama pada ikatan rangkap. Struktur polimer karet alam yang berikatan secara trans 1,4 dari monomer isoprena terdapat dalam gutta percha. Pada gutta terdapat susunan trans mendekati dan menyambung pada sisi yang berlawanan. Karet alam dengan struktur ikatan cis 1,4 mempunyai sifat kenyal dan plastis, sedangkan yang berikatan secara trans 1,4 bersifat keras dan getas. (Sumber: Elvri M.S, dkk, 2013, dikutip dari: Mia H, 2009)

Karet alam adalah suatu polimer alami yang tersusun dari satuan unit ulang (monomer) trans/cis 1,4- isoprena dengan rumus umum (C5H8)n dimana

n adalah bilangan yang menunjukkan jumlah monomer di dalam rantai polimer. Struktur Ruang 1,4 cis poliisoprena dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut ini


(34)

Gambar 2.8 Struktur Ruang 1,4 cis poliisoprena (Sumber: Restu Y, 2009, dikutip dari: Honggokusumo, 1978)

Semakin besar harga n maka molekul karet semakin panjang, semakin besar bobot molekul, dan semakin kental (viscous). Nilai n dapat berkisar antara 3000-15000. Karet alam bergabung secara ikatan kepala ke ekor. (Sumber: Restu Y, 2009, dikutip dari: Cowd, 1991)

2.4 Komposit

Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material dimana sifat mekanik dari material pembentuknya berbeda-beda. Dikarenakan karakteristik pembentuknya berbeda-beda, maka akan dihasilkan material baru yaitu komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material-material pembentuknya (Schwartz, 1984)

Material komposit memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari pada logam, memiliki kekuatan bisa diatur yang tinggi, memiliki kekuatan lelah (fatigue) yang baik, memiliki kekuatan jenis dan kekakuan jenis (modulus Young/density) yang lebih tinggi daripada logam, tahan korosi, memiliki sifat isolator panas dan suara, serta dapat dijadikan sebagai penghambat listrik yang baik, dan dapat juga digunakan untuk menambal kerusakan akibat pembebanan dan korosi (Sirait, 2010).

Bahan komposit polimer terbuat dari bahan utama polimer sebagai matrik dan bahan yang dicampurkan sebagai bahan pengisi (filler). Sifat fisis dan mekanik akhir bahan komposit yang dihasilkan sangat ditentukan oleh karakteristik sifat bahan pengisinya, yang meliputi ukuran partikulit, konsentrasi, bentuk dan distribusi partikulit dalam matrik (Callister, 1985)


(35)

serta sifat ikatan antar permukaan antara bahan matrik dengan bahan pengisi (Chawla, 1987)

Secara umum material komposit tersusun dari dua komponen utama yaitu matrik (bahan pengikat) dan filler (bahan pengisi). Filler adalah bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit, biasanya berupa serat atau serbuk. Gibson (1984) mengatakan bahwa matrik dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Matrik secara umum berfungsi untuk mengikat serat menjadi satu struktur komposit.

Tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit (Vlack L. R., 1985).

2.5 Sarung Tangan Karet

Sarung tangan adalah produk yang digunakan untuk melapisi tangan dalam mengerjakan pekerjaan tertentu, dengan berbagai jenis bahan dasar, diantaranya kulit, bahan serat benang, plastik dan lateks karet alam. Sarung tangan dari lateks karet alam banyak beredar di pasaran dengan berbagai jenis kegunaan sesuai dengan pembuatannya

Penggunaan sarung tangan lateks di Indonesia sampai saat ini mencapai dua juta pasang/tahun, 90% lebih masih diimpor, walaupun Indonesia merupakan negara produsen karet alam nomor 2 (dua) di dunia, sementara itu kebutuhan sarung tangan lateks di dunia sekitar 540 juta pasang (Utama, 2011).

Karakteristik sarung tangan bedah dari karet harus sesuai dengan persyaratan mutu SNI.06-1301-1989, meliputi: tebal 0,5-1,0 mm, tegangan putus minimal 17 N/mm2, perpanjangan putus minimal 160%, ketahanan sobek minimal 11 N/mm2, perubahan panjang minimal 60%, kenampkan


(36)

sarung tangan harus baik, tidak boleh ada tambalan bebas dari lubang lepuh dan adanya benda-benda asing serta cacat fisik lainnya.

2.6 Pengujian Sarung tangan karet

2.6.1 Pengujian Kuat Tarik (Tensile Strength)

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Gaya Tarik terhadap Pertambahan Panjang pada pengujian kekuatan tarik, dapat dilihat pada gambar 2.9

Gambar 2.9 Gaya Tarik terhadap Pertambahan Panjang

Hal yang menjadi perhatian dalam gambar tersebut adalah kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut "Ultimate Tensile Strength" disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan, pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke, yaitu : rasio tegangan (stress) dan regangan


(37)

(strain) adalah konstan. Bentuk sampel uji secara umum digambarkan seperti gambar berikut :

Gambar 2.10 Uji Tarik ASTM D 638M

Pengujian dilakukan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama diamati pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Kekuatan tarik atau tekan diukur dari besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk

memutuskan/mematahkan spesimen bahan dengan luas awal A0. Umumnya

kekuatan tarik polimer lebih rendah dari baja 70 kg.f/mm2. Hasil pengujian adalah grafik beban versus perpanjangan (elongasi).

Enginering Stess (�) :

σ = �����

�� (1)

Fmaks = Beban yang diberikan arah tegak lurus terhadap penampang spesimen (N)

Ao = Luas penampang awal spesimen sebelum diberikanpembebanan (m2)

σ = Enginering Stress (Nm-2) Enginering Strain (ε):

ε = �1−��

�0 =

∆�

�� (2)

ε = Enginering Strain

lo = Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan

Δl = Pertambahan panjang

Hubungan antara stress dan strain dirumuskan: E = �

� (3)

E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young (Nm-2) σ = Enginering Stress (Nm-2)


(38)

ε = Enginering Strain

Dari gambar kurva hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang kita dapat membuat hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs strain). Selanjutnya kita dapat gambarkan kurva standar hasil eksperimen uji tarik. Kurva tegangan dan regangan uji tarik dapat dilihat pada gambar 2.11 berikut:

Gambar 2.11 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik

Daerah Linear ( elastic limit)

Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O. Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan tersebut. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga disebut perubahan elastis yaitu kurang 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% .


(39)

Titik dimana suatu bahan apabila diberi suatu beban memasuki fase peralihan deformasi elastis ke plastis. Yaitu titik sampai di mana penerapan hokum Hook masih bisa ditolerir. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.

Deformasi plastis (plastic deformation)

Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula, yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional.

Ultimate Tensile Strength (UTS)

Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik. Titik Putus

Merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.

2.6.2 Spektrofotometer FTIR

Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidik jari sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material, analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan -bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran.

Spektra infra merah (IR) adalah gambar antar persen transmitansi (%T) dengan bilangan gelombang. Cara menganalisis spektra IR dimulai dari kiri ke kanan atau dari bilangan gelombang yang besar ke kecil. Serapan susatu gugus fungsional biasanya disajikan tidaklah eksak (tunggal), tapi dapat berupa interval bilangan gelombang.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2015 di laboratorium Kimia Anorganik Usu, Pusat Penelitian Karet Tanjung Morawa, LP Farmasi USU dan Laboratorium Uji Material Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik USU.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat-alat yang digunakan a. Gelas beker

b. Pengaduk c. Ayakan

d. Plastik (wadah bahan kimia) e. Aluminium Foil

f. Gelas timbang g. Oven pengering h. Alat pemotong i. Cetakan Spesimen j. Two roll mill k. Stirer

l. Alat uji tarik m. Timbangan digital n. FTIR

o. Tanur p. Heat Stir q. Pompa vakum r. Botol Plastik


(41)

3.2.2 Bahan-bahan yang digunakan a. Lateks pekat

b. Sulfur c. MBT d. ZnO e. BHT f. KOH 10%

g. Silika Ampas Tebu h. Asam Stearat i. Aquadest j. NaOH k. H2SO4

l. HCl

m. Dispersol dan Tepung

Variabel bebas : - Silika Ampas Tebu - Dispersol

Variabel terikat : hasil analisa uji kekuatan tarik mekanik (tegangan putus, regangan, perpanjangan putus, modulus) uji spektrometer FTIR

Variabel tetap : - Lateks pekat

- Vulkanisasi 15 menit

- Temperatur pengeringan 100-1200C

3.3 Metodologi Penelitian 3.3.1 Lateks Pekat

Lateks karet alam yang digunakan adalah produksi PT.Bakrie Sumatera Plantations,Tbk, Kisaran Barat, Asahan Sumatera Utara yang mempunyai kadar karet kering 60%.

3.3.2 Preparasi ampas tebu

Dibakar sampai menjadi abu, dimasukkan dalam tanur selama 4 jam dengan suhu 7000C, sehingga diperoleh abu bagase.


(42)

3.3.3 Persiapan Silika Ampas Tebu

Abu bagase dicuci dengan HCl, disaring sambil dibilas dengan aquadest, kemudian dilebur dengan NaOH, disaring sambil dibersihkan dengan aquadest, sehingga menghasilkan larutan Natrium Silikat. Larutan Natrium Silikat ditetesi dengan asam sulfat sehinggga terbentuk gel

3.3.4 Proses Dispersi

Bahan kimia ditimbang dan dicampurkan dengan air dan bahan pendispersi lalu dimasukkan kedalam sebuah tabung bertutup yang didalamnya dilengkapi dengan peluru – peluru , kemudian tabung ditutup rapat dan diletakkan pada sebuah wadah yang berputar (gilingan dispersi) dan dibiarkan berputar selama 38 jam untuk sulfur dilakukan proses dispersi selama 72 jam. Formula dasar dari suatu disperse adalah :

- Bahan terdispersi 50 bagian - Pendispersi (dispersol) 2-4 bagian

- Air 48-46 bagian

Jumlah 100 bagian

3.3.5 Pembuatan kompon lateks

Lateks pekat dimasukkan ke dalam gelas beaker lalu ditambahkan dengan bahan kimia yang telah didispersikan dengan susunan kompon tertentu, yakni KOH 10%, ZnO, Asam Stearat, MBT, BHT, Sulfur. Selanjutnya silika ampas tebu dimasukkan. Campuran ini diaduk perlahan-lahan selama 45 menit sampai campuran homogen, campuran yang diperoleh disebut kompon lateks. Sebelum pencetakan, kompon diperam selama 3-5 hari, agar bahan kimia terdispersi dan lateks lebih homogen.

3.3.6 Pencetakan

Kompon yang telah diperam, dituangkan kedalam cetakan spesimen dan dibiarkan hingga mengering. Kemudian diberi powder lalu di masukkan ke dalam oven dengan suhu 100-120oC selama 40 menit. Selanjutnya sampel


(43)

21 mm 3,18 mm

15 mm 21,5 mm

9,53 mm

63,5 mm

dikeluarkan dari oven dan dibiarkan sampai dingin, kemudian sampel dikeluarkan dari cetakan.

3.4 Karekteristik Sarung Tangan Lateks – Ampas Tebu

3.4.1 Analisis Gugus Fungsional Spesimen dengan Spektrofotometer Infra Red (FT-IR)

Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidik jari sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh spesimen komposit lateks-ampas tebu yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material, analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam spesimen komposit lateks-ampas tebu.

3.4.2 Uji Tarik

Film hasil spesimen dibuat dengan ketebalan 0,3 mm dan dipotong membentuk spesimen dengan Standar ASTM D 638-II, seperti Gambar 3.1 berikut :

Gambar 3.1 Gambar Spesimen Uji Tarik

Kedua ujung spesimen dijepit pada alat kemuluran kemudian dicatat perubahan panjang (mm) berdasarkan besar kecepatan 50 mm/menit. Dicatat


(44)

harga tegangan maksimum (Fmaks) dan regangannya. Data pengukuran

regangan diubah menjadi kuat tarik (σt) dan kemuluran (ε). Harga kemuluran

(%) bahan dihitung dengan menggunakan rumus persamaan dibawah ini: ��������� (�) =∆�

�0� 100 % (3.1)

dengan :

∆� =� − �0 = harga stoke �0 = panjang awal

Nilai kekuatan tarik bahan dihitung dengan persamaan berikut: �������������= ���������� ����� (���)

(��2) (3.2)

dengan :


(45)

3.5 Bagan Penelitian

3.5.1 Proses Pembuatan Silika Ampas Tebu 3.5.1.1 Proses pengabuan

3.5.1.2 Preparasi Larutan Natrium Silikat

Abu Bagase kering yang telah dicuci

Lebur dengan NaOH 1M

Aduk sampai mendidih sampai 1 jam

Diamkan 18 jam

Saring dengan kertas Whatman No.42

Larutan Natrium Silika

Diabukan dengan T = 7000C, selama 4 jam

Ayak (200 mesh)

Dicuci dengan larutan HCl 0,1M

Diaduk 1 jam

Diamkan 1 malam

Saring dengan kertas Whatman No.42

Bilas dengan aquadest hingga netral

Keringkan pada suhu 1100C, selama 2 j


(46)

3.5.1.3 Pembuatan Silika Gel

Larutan Natrium Silika

Tambahkan H2SO4 3M setetes demi setetes sambil diaduk hingga terbentuk gel dan teruskan sampai pH=7

Diamkan 1 malam

Saring dengan kertas Whatman No.42

Cuci dengan aquadest hingga

Keringkan: T = 1200C, 2 jam

Ayak 200 mesh


(47)

3.5.2 Proses Pembuatan Komposit Lateks Ampas Tebu

Data/Analisa Data

Hasil dan Pembahasan Dispersi (KOH,ZnO,Asam

Stearat,MBT,BHT,Sulfur,

Ampas Tebu) Lateks Pekat

Dicampur di dalam beaker gelas dan diaduk perlahan selama 45 menit Diperam selama 3-5 hari

Kompon Pravulkanisasi

Pencetakan

Vulkanisasi Dipanaskan dalam oven selama 40 menit pada suhu 1000C

Didinginkan

Diberikan powder pada komposit Lateks - Ampas Tebu

Komposit Lateks - Ampas Tebu


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian dengan FT-IR

4.1.1 Spektrum FT-IR dari Silika Ampas Tebu

Spektrum FT-IR dari silika ampas tebu memberi puncak-puncak spektrum serapan dengan bilangan gelombang yang dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 4.1 Grafik Spektrum FT-IR dari Silika Ampas Tebu

Pada pengujian silika ampas tebu, memunculkan bilangan-bilangan gelombang 3448.72 cm-1, 2897.08 cm-1, 2831.50 cm-1, 2391.71 cm-1, 2083.12


(49)

cm-1, 1635.64 cm-1, 1199.72 cm-1, 1111 cm-1. Ini sesuai dengan gugus fungsi seperti dapat diihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Data Analisis FT-IR dari Silika Ampas Tebu

No. Gugus Fungsi Panjang gelombang (cm-1)

1. Serapan O-H 3448.72

2. Rentangan C-H 2897.08

3. C-H aldehida 2831.50

4. Vibrasi tekuk Si-O Siloksan 2391.71

5. Serapan C=C lemah 2083.12

6. Vibrasi ulur C=O 1635.64

7. C-O tunggal 1199.72

8. C-O tajam dan kuat 1111.00

Dari data tersebut, diperoleh gugus asli dari silika yang muncul dengan bilangan gelombang 2391.71 cm-1 yaitu gugus Si-O siloksan

4.1.2 Spektrum FT-IR dari Spesimen Sarung Tangan Lateks tanpa Silika Ampas Tebu

Gambar 4.2 Grafik Spektrum FT-IR dari Spesimen Sarung Tangan Lateks tanpa Silika Ampas Tebu


(50)

Spektrum FT-IR dari spesimen sarung tangan lateks tanpa penambahan silika ampas tebu menampilkan puncak-puncak serapan dengan bilangan gelombang 3506.59 cm-1, 2943.37 cm-1, 2885.51 cm-1, 2723.49 cm-1, 2440.69 cm-1, 1743.65 cm-1, 1674.21 cm-1, 1546.91 cm-1,1168.86 cm-1, 1064.71 cm-1, 929.69 cm-1, 864.11 cm-1, 729.09 cm-1, 493.78 cm-1.

4.1.3 Spektrum FT-IR dari Spesimen Sarung Tangan Lateks dengan Penambahan Silika Ampas Tebu

Gambar 4.3 Grafik Spektrum FT-IR dari Spesimen Sarung Tangan Lateks dengan Penambahan Silika Ampas Tebu

Spektrum FT-IR dari spesimen sarung tangan lateks dengan penambahan silika ampas tebu menampilkan puncak-puncak serapan dengan bilangan gelombang 3464.15 cm-1, 2939.52 cm-1, 2889.37 cm-1,2727.35 cm-1, 2040.69 cm-1, 1743.65 cm-1, 1654.92 cm-1, 1516.05 cm-1, 1161. 15 cm-1, 929.69 cm-1, 856.39 cm-1, 763.81 cm-1, 590.22 cm-1.


(51)

Tabel 4.2 Data Analisis FT-IR pada Spesimen Sarung Tangan Lateks

No

. Gugus Fungsi

Spesimen Sarung Tangan

lateks + Silika Ampas tebu

Spesimen Sarung Tangan lateks

Tanpa Silika Ampas tebu

1. Monomer asam karbosilat - 3506,59

2. Regangan O-H dari H2O 3464,15 cm-1 -

3 Vibrasi C-H alifatik 2889,37 cm-1 - 4. Regangan C-H (Methylene

simetris) - 2885,31 cm

-1

5. Aldehida, C-H regangan 2727,35 cm-1 -

6. Gugus C=O 1743,65 cm-1 1743,65 cm-1

7. Regangan C=C (alkena) 1654,92 cm-1 - 8. Cincin aromatik C=C 1516,05 cm-1 1546,91 cm-1 9. Regangan SO2 simetris - 1168,86 cm-1

10. Ikiatan C-O kuat, alkohol,

eter, ester 1161,15 cm

-1

1064,71 cm-1 11. Regangan P-F 929,69 cm-1 929,69 cm-1

12. Ikatan O-Si-O 763,81 cm-1 -

13. Cincin aromatik C-H - 729,09 cm-1

14. Regangan P-S 590,22 cm-1 -

15. Regangan C-I - 493,78 cm-1

Dari spektrum yang dihasilkan terlihat jelas puncak-puncak gelombangnya. Terdapat puncak yang hilang disebabkan oleh adanya interaksi antar bahan kimia dengan silika ampas tebu. Munculnya gugus OH pada spesimen lateks yang ditambahkan dengan ampas tebu disebabkan oleh adanya kandungan lateks. Demikian juga dengan munculnya ikatan O-Si-O, disebabkan oleh adanya interaksi lateks dengan silika ampas tebu. Inilah puncak yang membedakan antara spesimen lateks tanpa silika ampas tebu dengan spesimen lateks dengan penambahan silika ampas tebu.

4.2 Pengujian Kekuatan Tarik Mekanik Spesimen Sarung Tangan

Berdasarkan hasil pengukuran kuat tarik, regangan dan modulus dari spesimen komposit lateks dengan silika ampas tebu menunjukkan nilai yang lebih bagus dibandingkan tanpa menggunakan ampas tebu. Dari hasil pengukuran Tensile Strength untuk lateks yang ditambahkan dengan silika ampas tebu diperoleh Tensile Strength minimum sebesar 0,588 MPa dan


(52)

maksimum sebesar 1,372 MPa. Untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Sifat Mekanik Uji Tarik Spesimen Sarung Tangan Lateks

Tipe Sampel Lebar

(mm)

Tebal (mm)

Kuat Tarik (MPa) I Lateks tanpa Silika Ampas Tebu 6 0,32 0,392 II Lateks + Silika Ampas Tebu 2 Phr 6 0,37 0,588 III Lateks + Silika Ampas Tebu 3 Phr 6 0,28 1,078 IV Lateks + Silika Ampas Tebu 4 Phr 6 0,25 1,078 V Lateks + Silika Ampas Tebu 5 Phr 6 0,33 1,372

Pada pengukuran kuat tarik, ditunjukkan bahwa semakin banyak silika ampas tebu yang ditambahkan pada lateks, maka semakin bertambah kuat tarik yang dihasilkan.

Gambar 4.4 Grafik Kuat Tarik vs Jumlah Silika Ampas Tebu Pada penambahan silika ampas tebu 3 phr dan 4 phr memiliki nilai kuat tarik yang sama karena pengaruh ketebalan yang kurang merata.

4.3 Kemuluran/Regangan (Strain)

Dari pengujian mekanik sarung tangan lateks-ampas tebu, diperoleh nilai kemuluran yang ditunjukkan pada tabel 4.4 sebagai berikut


(53)

Tabel 4.4 Nilai Kemuluran dari Pengujian Spesimen Sarung Tangan Lateks

Tipe Sampel Lebar

(mm)

Tebal

(mm) Kemuluran I Lateks tanpa Silika Ampas Tebu 6 0,32 3,106 II Lateks + Silika Ampas Tebu 2 Phr 6 0,37 7,595 III Lateks + Silika Ampas Tebu 3 Phr 6 0,28 8,562 IV Lateks + Silika Ampas Tebu 4 Phr 6 0,25 7,714 V Lateks + Silika Ampas Tebu 5 Phr 6 0,33 9,528

Berdasarkan data diatas, nilai kemuluran dari lateks dengan penambahan silika ampas tebu lebih baik dibandingkan dengan lateks tanpa penambahan silika ampas tebu.

Gambar 4.5 Grafik Kemuluran vs Jumlah Silika Ampas Tebu Berdasarkan grafik diatas, ditunjukkan bahwa semakin banyak penambahan silika ampas tebu, maka kemuluran semakin meningkat, kecuali pada penambahan 4 phr terjadi penurunan. Hal ini disebabkan karena penyebaran silika ampas tebu pada lateks kurang merata, dimana terjadinya penggumpalan saat pengeraman kompon, sehingga hasil pencetakan yang kurang merata dan menghasilkan kemuluran yang kurang baik.


(54)

Modulus elastis merupakan ukuran kekakuan suatu bahan elastis. Modulus elastis ditentukan oleh gaya ikat antar atom. Nilai modulus elastis dari spesimen latek-ampas tebu, dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini :

Tabel 4.5 Nilai Modulus Elastis dari Pengujian Spesimen Sarung Tangan Lateks

Tipe Sampel Tegangan/�

(MPa) Regangan/�

Modulus (MPa) I Lateks tanpa Silika A.T. 0,392 3,106 0,1262 II Lateks + Silika A.T 2 Phr 0,588 7,595 0,0774 III Lateks + Silika A.T. 3 Phr 1,078 8,562 0,1259 IV Lateks + Silika A.T. 4 Phr 1,078 7,714 0,1397 V Lateks + Silika A.T. 5 Phr 1,372 9,528 0,1440

Pada pengukuran modulus spesimen sarung tangan lateks-ampas tebu diperoleh nilai modulus minimum 0,0774 MPa dan nilai modulus maksimum 0,1440 MPa.

Gambar 4.6 Grafik Modulus vs Jumlah Silika Ampas Tebu

Modulus spesimen sarung tangan lateks-ampas tebu menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan spesimen sarung tangan lateks tanpa penambahan silika ampas tebu. Modulus elastis yang dihasilkan pada penambahan silika ampas tebu 2 phr lebih kecil karena pengaruh regangan yg semakin besar yaitu terjadinya perubahan bentuk yang lebih besar yang disebabkan oleh gaya tarik yang diberikan pada spesimen itu.


(55)

Gambar 4.7 Grafik Regangan vs Tegangan

Dari grafik di atas, terlihat bahwa kurva tegangan-regangan maksimal pada tipe-V, yaitu tegangan 1,372 MPa dan regangan 9,528. Sampel uji Tipe-V adalah sampel dengan lateks yang ditambahkan silika ampas tebu 5 phr. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan silika ampas tebu, maka semakin besar tegangan dan regangan yang dihasilkan.

BAB V


(56)

5.1 Kesimpulan

1. Lateks dapat mengalami penggumpalan saat kontaminasi lama dengan udara bebas. Silika dapat dipisahkan dari unsur lain dengan menggunakan aqua regia (asam klorida ditambah asam nitrat) sehingga dapat diperoleh silika yang lebih murni. Pengujian silika dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (Baristand) dengan metode gravimetri dan diperoleh kemurnian sebesar 53,35%.

2. Pembuatan spesimen sarung tangan lateks dengan penambahan silika ampas tebu menunjukkan hasil yang lebih bagus dibandingkan tanpa penambahan silika ampas tebu

3. Komposisi paling optimal untuk pembuatan spesimen sarung tangan lateks pada penelitian ini adalah 167 phr lateks pekat 60%, 4 phr KOH 10%, dispersi kimia (dispersi Sulfur 1 phr, dispersi MBT 1,2 phr, dispersi BHT 2 phr, dispersi ZnO 0,5 phr, dispersi Asam stearat 0,5 phr) dan silika ampas tebu 5 phr

4. Kekuatan tarik yang paling besar ditunjukkan pada penambahan silika 5 phr yaitu 1,372 MPa dengan nilai kemuluran 9,528 dan modulusnya 0,1259 MPa. Sedangkan pada pengujian FTIR terdapatnya gugus baru yang disebabkan oleh ikatan dari silika ampas tebu. Inilah yang meningkatkan kekuatan tariknya.

5.2 Saran

1. Disarankan untuk penelitian selanjutnya pada proses pencampuran dan pengaduan kompon agar dapat berhati-hati saat melakukannya supaya penyebaran bahan kimia tersebar merata, kompon yang diaduk semakin homogen dan tidak cepat membeku sehingga diperoleh kompon yang lebih baik.

2. Disarankan untuk penelitian selanjutnya, memperhatikan pembungkusan saat pengeraman kompon agar udara tidak masuk ke dalam kompon yang dapat menyebabkan pembekuan.


(57)

3. Disarankan untuk penelitian selanjutnya lebih teliti saat menimbang dispersi supaya hasilnya lebih maksimal.

4. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar melakukan pengujian lain seperti uji SEM, DTA, Uji Sobek dan lain-lain


(58)

Ary A. A., dkk. 2007. Proses Reduksi Lateks Karet Alam Berprotein Rendah untuk Bahan Baku Siklisasi Karet Alam dalam fasa Lateks. Bogor : Balai Penelitian Karet Bogor.

Bahruddin, dkk. 2007. Morfologi dan Properti Campuran Karet Alam/Polypropylene yang Divulkanisasi Dinamik dalam Internal Mixer. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.

Bahruddin dkk. 2012. Pemanfaatan Limbah Fly Ash Pabrik Kelapa Sawit sebagai Filler Substitusi untuk Material Karet Alam Termoset : Pengaruh Nisbah Fly Ash/Carbon Black dan Kadar Coupling Agent Maleated Natural Rubber. LIPI : Bandung.

BRD Uli Simorangkir. MEDIA PERKEBUNAN. Copyright 2008-2014. Industri Hilir Karet Harus Ditangani Dengan Serius.

Elvri M. S, dkk, 2013. Metode Penurunan Bobot Molekul Karet Alam SIR 10 Sebagai Bahan Baku Pembuatan Karet Alam Siklo. Medan: PTKI, USU, UNIMED.

Emelya K, dkk. 2012. Pengaruh Pencuacaan Alami terhadap Produksi Lateks Alam berpengisi Tepung kulit Pisang yang diputihkan dengan Hidrogen Peroksida. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Fachry, Rasyidi dkk. 2012. Pengaruh penambahan filler kaolin terhadap elastisitas dan kekerasan produk souvenir dari karet alam. Prosiding SNTK Topi 2012. Pekanbaru: Universitas Sriwijaya.

Hasan, Abu. 2013. Studi Proses Mastikasi Dan Penggilingan Karet Alam : Pengaruhnya Terhadap Karakteristik Vulkanisasi Dan Sifat Fisik Vulkanisat. Yogyakarta: Perpustakaan Pusat UGM.

Herry P, Rany S, 2012. Penentuan Kapasitas Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam menggunakan Iradiasi Berkas Elektron Pulsa. Yogyakarta : Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan-Badan Tenaga Nuklir Nasional.

ID. K. Anom, dkk. 2009. Sifat Fisik Dan Mekanis Cocofoam Dari Serabut Kelapa Dengan Kompon Lateks Pada Beberapa Variasi Komposisi Campuran. Sulawesi Utara: Universitas Negeri Manado.

John Wiley & Sons, Inc. 2011. Rubber-Clay Nanocomposites. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. Published simultaneously in Canada.

Karda, Made Sumarti. 2010. Pembuatan Kopolimer Lateks Karet Alam Striren Irradiasi Untuk Sarung Tangan Listrik. Pusat Teknologi


(59)

Isotop dan Radiasi (PATIR)-BATAN. Jurnal Sains Materi Indonesia Vol 11,No.3 Juni 2010.

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. 2011. SIARAN PERS. Kemenperin Dorong Daya Saing Industri Dan Pelaksanaan MP3I Di Sumut. Pusat Komunikasi Publik. Medan, 23 September 2011.

Marlina, Poppy. 2009. Sarung tangan karet rendah protein alergen. Jurnal riset industri vol III No.2 Agustus 2009. Hal 103-108.

Marsyahyo, Eko. 2010. Material Polimer dan Elastomer. Hands out kuliah. Prodi Teknik Mesin Fakultas teknologi industri ITN Malang.

Resty Y. T, 2009. Depolimerisasi Lateks Karet Alam Secara Kimia menggunakan Senyawa Hidrogen Peroksida-Natrium Nitrit-Asam Askorbat. Bogor: IPB.

Ronny, P. 2014. Kajian Eksperimental Sifat Karakteristik Mortar yang Menggunakan Abu Ampas Tebu sebagai Substitusi Parsial Semen. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi.

Septriani L, dkk. 2013. Pengaruh Asam Askorbat dari Ekstrak Nanas terhadap Koagulasi Lateks (Studi Pengaruh Volume dan Waktu Pencampuran). Palembang : UNSRI.

Setyamidjaja, Djoehana. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan.Yogyakarta : Kanisius.

Siti S, 2009. Modifikasi Silika Gel dalam Kaitannya dengan Peningkatan Manfaat.Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Siti S, Susila K, 2010. Berbagai Macam Senyawa Silika Sintesis: Sintesis, Karakterisasi, dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Sriyanti, dkk. 2005. Pengaruh Keasaman Medium Dan Imobilisasi Gugus Organik Pada Karakter Silika Gel Dari Abu Sekam Padi. Yogyakarta: UGM.

Susila K, dkk. 2011. Pengaruh Jenis Asam Pada Sintesis Silika Gel dari Abu Bagase dan Uji Sifat Adsorptifnya Terhadap Ion Logam Tembaga (II). Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Triwijoso, Sri Utami. 1995. Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea. Bogor : Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.


(60)

Utama, Marga dkk. 2009. Studi produksi sarung tangan bedah berprotein rendah dari lateks alam iradiasi dalam skala industri rumah tangga. Serpong : Pusat penelitian Isotop dan Radiasi (PATIR)-BATAN.

Wibobo. 1998. Peningkatan Kandungan SiO2 Abu Ampas Tebu dan Efeknya pada Kuat Desak Beton. Yogyakarta : Laporan Studi Fak. Teknik UAJY

LAMPIRAN I

DATA HASIL UJI TARIK MEKANIK


(61)

Sampel (mm) (mm) (mm) (mm) (kgf/mm2) (mm)

I 115 6 0,32 71 0.04 220,532

II 115 6 0,37 73 0,06 554,471

III 116 6 0,28 70 0,11 599,338

IV 116 6 0,25 70 0,11 539,974

V 116 6 0,33 73 0,14 695,538

LAMPIRAN II


(62)

1. Menghitung Kekuatan Tarik (Tensile Streght) Sampel (�) �=����� 9,8 ������

dimana: 1 kgf = 9,80665 N

a. Komposisi Tanpa penambahan Silika Ampas Tebu �= 0,04 ���

��2� 9,8 ������ = 0,392 MPa

b. Komposisi dengan penambahan Silika Ampas Tebu 2 Phr �= 0,06�����2� 9,8 ������ = 0,588 MPa

c. Komposisi dengan penambahan Silika Ampas Tebu 3 Phr �= 0,11 ���

��2� 9,8 ������ = 1,078 MPa

d. Komposisi dengan penambahan Silika Ampas Tebu 4 Phr �= 0,11 ���

��2� 9,8 ������ = 1,078 MPa

e. Komposisi dengan penambahan Silika Ampas Tebu 5 Phr �= 0,14�����2� 9,8 ������ = 1,372 MPa

2. Menghitung Kemuluran (�) � = ��������� (∆�)

����� (�0)

a. Komposisi Tanpa penambahan Silika Ampas Tebu � = 220,532 ��

71 �� = 3,106

b. Komposisi dengan penambahan Silika Ampas Tebu 2 Phr � = 554,471 ��

73 �� = 7,595

c. Komposisi dengan penambahan Silika Ampas Tebu 3 Phr � = 599,338 ��

70 �� = 8,562

d. Komposisi dengan penambahan Silika Ampas Tebu 4 Phr � = 539,974 ��

70 �� = 7,714

e. Komposisi dengan penambahan Silika Ampas Tebu 5 Phr � = 695,538 ��


(63)

3. Menghitung Modulus Elastis/Modulus Young (E)

� = ��������

��������=

� �

a. Komposisi Tanpa penambahan Silika Ampas Tebu � = 0,392 �/��2

3,106 = 0,1262 MPa

b. Komposisi dengan penambahan Silika Ampas Tebu 2 Phr � = 0,588 �/��2

7,595 = 0,0774 MPa

c. Komposisi dengan penambahan Silika Ampas Tebu 3 Phr � = 1,0788 �/��2

,562 = 0,1259 MPa

d. Komposisi dengan penambahan Silika Ampas Tebu 4 Phr � = 1,078 �/��2

7,714 = 0,1397 MPa

e. Komposisi dengan penambahan Silika Ampas Tebu 5 Phr � = 1,3729 �/��2

,528 = 0,1259 MPa

LAMPIRAN III

PERHITUNGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA (PER 100 BAGIAN) UNTUK DISPERSI VULKANISASI LATEKS PEKAT MENJADI SPESIMEN SARUNG TANGAN KARET


(64)

No Komposisi Bahan

Formula (Per Hundred Rubber / Phr)

I II III IV V

Dry Wet Dry Wet Dry Wet Dry Wet Dry Wet 1. Lateks 60% 100 167 100 167 100 167 100 167 100 167

2. KOH 10% 0,4 4 0,4 4 0,4 4 0,4 4 0,4 4

3. Dispersi Sulfur 50% 0,5 1 0,5 1 0,5 1 0,5 1 0,5 1 4. Dispersi MBT 50% 0,6 1,2 0,6 1,2 0,6 1,2 0,6 1,2 0,6 1,2

5. Dispersi BHT 50% 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

6. Dispersi ZnO 50% 0,25 0,5 0,25 0,5 0,25 0,5 0,25 0,5 0,25 0,5 7. Dispersi As.Stearat

50% 0,25 0,5 0,25 0,5 0,25 0,5 0,25 0,5 0,25 0,5 8. Dispersi silika 50% 0 0 1 2 1,5 3 2 4 2,5 5

Total 103 176,2 104 178,2 104,5 179,2 105 180,2 105,5 181,2

Cara menghitung Formula Basah (wet) adalah:

�����������ℎ (���) = ������������� (���) �����������������ℎ�� Catatan :

Kadar kering untuk silika adalah kita tentukan sendiri (sesuai kebutuhan).

Formula I

Basis kompon = 50 gr ; Total Phr = 176,2 Lateks =17650

,2 � 167 = 47,389 gram (faktor Pengali) Massa bahan yang digunakan:

KOH 10% = 4

167 � 47,389 = 1,135 gram

Dis. Sulfur 50% = 1

167 � 47,389 = 0,284 gram

Dis. MBT 50% = 1,2

167 � 47,389 = 0,341 gram

Dis. BHT 50% = 2

167 � 47,389 = 0,568 gram

Dis. ZnO 50% = 0,5

167 � 47,389 = 0,142 gram

Dis. Asam Stearat 50% = 0,5

167 � 47,389 = 0,142 gram

Formula II

Basis kompon = 50 gr ; Total Phr = 178,2 Lateks =17850

,2 � 167 = 46,857 gram (faktor Pengali) Massa bahan yang digunakan:


(65)

KOH 10% = 4

167 � 46,857 = 1,122 gram

Dis. Sulfur 50% = 1

167 � 46,857 = 0,281 gram

Dis. MBT 50% = 1,2

167 � 46,857 = 0,337 gram

Dis. BHT 50% = 2

167 � 46,857 = 0,561 gram

Dis. ZnO 50% = 0,5

167 � 46,857 = 0,140 gram

Dis. Asam Stearat 50% = 0,5

167 � 46,857 = 0,140 gram

Dis. Silika Ampas Tebu 50% = 2

167 � 46,857 = 0,561 gram

Formula III

Basis kompon = 50 gr ; Total Phr = 179,2 Lateks =17950

,2 � 167 = 46,596 gram (faktor Pengali) Massa bahan yang digunakan:

KOH 10% = 4

167 � 46,596 = 1,116 gram

Dis. Sulfur 50% = 1

167 � 46,596 = 0,279 gram

Dis. MBT 50% = 1,2

167 � 46,596 = 0,335 gram

Dis. BHT 50% = 2

167 � 46,596 = 0,558 gram

Dis. ZnO 50% = 0,5

167 � 46,596 = 0,140 gram

Dis. Asam Stearat 50% = 0,5

167 � 46,596 = 0,140 gram

Dis. Silika Ampas Tebu 50% = 3

167 � 46,596 = 0,837 gram

Formula IV

Basis kompon = 50 gr ; Total Phr = 180,2 Lateks =18050

,2 � 167 = 46,337 gram (faktor Pengali) Massa bahan yang digunakan:

KOH 10% = 4

167 � 46,337 = 1,110 gram

Dis. Sulfur 50% = 1

167 � 46,337 = 0,277 gram

Dis. MBT 50% = 1,2


(66)

Dis. BHT 50% = 2

167 � 46,337 = 0,555 gram

Dis. ZnO 50% = 0,5

167 � 46,337 = 0,139 gram

Dis. Asam Stearat 50% = 0,5

167 � 46,337 = 0,139 gram

Dis. Silika Ampas Tebu 50% = 4

167 � 46,337 = 0,110 gram

Formula V

Basis kompon = 50 gr ; Total Phr = 181,2 Lateks =18150

,2 � 167 = 46,082 gram (faktor Pengali) Massa bahan yang digunakan:

KOH 10% = 4

167 � 46,082 = 1,104 gram

Dis. Sulfur 50% = 1

167 � 46,082 = 0,276 gram

Dis. MBT 50% = 1,2

167 � 46,082 = 0,331 gram

Dis. BHT 50% = 2

167 � 46,082 = 0,552 gram

Dis. ZnO 50% = 0,5

167 � 46,082 = 0,138 gram

Dis. Asam Stearat 50% = 0,5

167 � 46,082 = 0,138 gram

Dis. Silika Ampas Tebu 50% = 5

167 � 46,082 = 1,380 gram

LAMPIRAN IV

PERSYARATAN MUTU LATEKS PEKAT PUSINGAN (CENTRIFUGE NR CONCENTRATED SPECIFICATION) ASTM D.1976 – 1980 DAN ISO 2004


(67)

PARAMETER MUTU

ASTDM 1976 -1980

ISO 2004

HA LA HA LA

Jumlah zat padat (TSC) min % 61,5 61,5 61,5 61,5 Kadar karet kering (DRC) min % 60 60 60 60 Kebasaan (NH3) % dalam Air Min 1,6 Min 1,6 Min 1,6 Min 1,6 Kemantapan Mekanis (MST) min det 650 650 540 540

Bilangan VFA, maks - - 0,2 0,2

Bilangan KOH, maks 0,80 0,80 1,0 1,0

Kadar Koagulan, maks % dari jumlah padatan

0,10 0,10 0,08 0,08

Kadar endapan, maks % dari jumlah padatan

0,10 0,10 0,10 0,10

Kadar Tembaga (Cu) maks ppm 8 8 8 8

Kadar Mangan (Mn) maks ppm 8 8 8 8

Warna sesuai Visual Tidak Berwarna Biru dan Abu-Abu

Tidak Berwarna Biru dan

Abu-Abu Bau setelah dinetralkan dengan asam

borat

Tidak Berbau Busuk

Tidak Berbau Busuk (Sumber: M. Ompusunggu, 1987)

Keterangan: HA (lateks pekat jenis high ammonia) LA (lateks pekat jenis low amonia)

LAMPIRAN V


(68)

Ikatan Tipe Senyawa Daerah Frekuensi

(cm-1) Intensitas

C-H Alkana 2850-2970

1340-1470 Kuat Kuat C-H H C=C Alkena 3010-3095 675-995 Sedang Kuat

C-H −� ≡ � −

Alkuna 3300 Kuat

C-H Cincin Aromatik 3010-3100

690-900

Sedang Kuat

O-H

Fenol, monomer alkohol, alkohol ikatan hidrogen, fenol

Monomer asam karbosilat, ikatan hidrogen asam karbosilat

3590-3650 3200-3600 3500-3650 2500-2700 Berubah-ubah Berubah-ubah, Terkadang melebar Sedang Melebar

N-H Amina, Amida 3300-3500 Sedang

C=C Alkena 1610-1680 Berubah-ubah

C=C Cincin Aromatik 1500-1600 Berubah-ubah

C≡C Alkuna 2100-2260 Berubah-ubah

C-N Amina, Amida 1180-1360 Kuat

C≡N Nitril 2210-2280 Kuat

C-O Alkohol, Eter, Asam Karbosilat,

Ester 1050-1300 Kuat

C=O Aldehid, Keton, Asam

Karbosilat, Ester 1690-1760 Kuat

NO2 Senyawa Nito

1500-1570 1300-1370

Kuat Kuat Sumber : Principle Of Instrumental Analysis, Skoog, Holler, Nieman, 1998)

LAMPIRAN VI

UJI TARIK DENGAN UNIVERSAL TENSILE MACHINE (UTM)


(69)

5.2 Pengujian Kuat Tarik pada Sampel Tipe II


(70)

5.4 Pengujian Kuat Tarik pada Sampel Tipe IV


(71)

LAMPIRAN VII


(72)

Pompa Vakum

Heat Stir Timbangan Digital


(73)

Jangka Sorong Cetakan Spesimen

Oven Aluminium Foil


(74)

Ayakan dan Spatula Tabung Reaksi

Desikator Kertas Whatman


(75)

Dispersol Tepung


(76)

(1)

LAMPIRAN VII


(2)

Pompa Vakum

Heat Stir Timbangan Digital


(3)

Jangka Sorong Cetakan Spesimen

Oven Aluminium Foil


(4)

Ayakan dan Spatula Tabung Reaksi

Desikator Kertas Whatman


(5)

Dispersol Tepung


(6)