SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT-SILIKA PADA SUHU SINTERING 1200 oC

(1)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT-SILIKA PADA SUHU SINTERING 1200 oC

Oleh

IRENE LUCKY OKTAVIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2016


(2)

i ABSTRAK

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT-SILIKA PADA SUHU SINTERING 1200 oC

Oleh

IRENE LUCKY OKTAVIA

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik komposit hidroksiapatit-silika amorf 5% sintering 1200 °C selama 3 jam. HAp diperoleh dari bahan dasar

tulang sapi menggunakan metode solid state reaction dengan perlakuan suhu kalsinasi 800 °C selama 5 jam serta silika amorf yang diperoleh dari bahan dasar

sekam padi dengan perlakuan suhu kalsinasi 700 °C selama 3 jam dan

hidroksiapatit tanpa pencampuran di kalsinasi 1200 °C selama 3 jam. Selanjutnya

dilakukan pengkompositan serbuk HA dan SiO₂ dengan perlakuan suhu sintering 1200 °C selama 3 jam, kemudian dikarakterisasi. Hasil analisis menggunakan

FTIR, XRD menunjukkan terdapat gugus-gugus yang menandakan terbentuknya CO32ˉ (karbonat), PO43ˉ (fosfat), Si-O-Si (silika). Perlakuan termal dan distribusi silika yang diberikan menyebabkan beberapa gugus fosfat dan OH hilang dan membentuk fasa kalsium fosfat silikat. Komposit HA-SiO₂ menunjukkan adanya 3 fasa yang terbentuk yaitu kalsium fosfat silikat (Ca5(PO4) SiO4), TCP (Ca3(PO4)2), dan hidroksiapatit (Ca (PO ) (OH)). Berdasakan analisis menggunakan SEM-EDS terlihat komposisi yang mengindikasikan terbentuknya kalsium posfat silikat (Ca (PO ) SiO ), yaitu unsur Ca, P, O, dan Si. Morfologi sampel komposit hidroksiapatit-silika amorf menunjukkan butiran tersebar merata dan ukuran butir homogen pada setiap permukaan sampel.

Kata kunci: komposit, hidroksiapatit, tulang sapi, silika, FTIR, XRD, dan SEM-EDS.


(3)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT-SILIKA PADA SUHU SINTERING 1200 oC

(Skripsi)

Oleh

IRENE LUCKY OKTAVIA

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

2.1. (a) tulang femur, (b) bagian dalam tulang femur ... 8

2.2. Struktur kima HA ... 9

2.3. (a) Skematik sampel polikristalin (b) Mikrostruktur ditunjukkan melalui mikroskop optic ... 10

2.4. Radiologi dari HA (kiri) dan xenograft tulang sapi (kanan) ... 17

2.5. Planetary Ball Mill ... 20

3.1. Diagram alir penelitian ... 34

4.1. Pola spektrum FTIR hidroksiapatit kontrol 800 °C ... 36

4.2. Pola spektrum FTIR silika (SiO) 700 °C ... 37

4.3. Pola spektrum FTIR hidroksiapatit 1200 °C ... 39

4.4. Pola spektrum FTIR komposit hidroksiapatit-silika 5% 1200 °C ... 40

4.5. Pola spektrum FTIR hasil penggabungan hidroksiapatit kontrol 800 °C, Hidroksiapatit 1200 °C, dan komposit hidroksiapatit-silika 5% 1200 °C ... 42

4.6. Pola difraksi sinar-x (a) silika (SiO₂) 700 °C dan (b) hidroksiapatit kontrol 800 °C ... 44

4.7. Pola difraksi sinar-x (a) hidroksiapatit 1200 °C, (b) komposit hidroksiapatit-silika 5% 1200 °C ... 46

4.8. Struktur mikro perbesaran 5000x (a) hidroksiapatit kalsinasi 800 °C (b) silika kalsinasi 700 °C ... 51


(5)

ix

4.9. Hasil karakterisasi EDS (a) hidroksiapatit kalsinasi 800 °C, (b) silika

kalsinasi 700 °C ... 52

4.10. Struktur mikro perbesaran 5000x (a) hidroksiapatit 1200 °C

(b) komposit hidroksiapati-silika 5% sintering 1200 °C ... 53

4.11. Hasil karakterisasi EDS (a) hidroksiapatit 1200 °C


(6)

xiii DAFTAR ISI

halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

SANWACANA ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Batasan Masalah ... 4

D.Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Komposisi Dasar Tulang Sapi ... 7

B.Hydroxyapatite (HA) ... 8


(7)

xiv

D.Sintesis Hidroksiapatit ... 10

E. Biokeramik Sebagai Pengganti Tulang (Bone Substitute) ... 12

F. Komposit ... 14

G.Biokompatibilitas ... 15

H.Keramik Silika dari Sekam Padi ... 17

I. Planetary Ball Mill ... 19

J. Aplikasi ... 20

K.Karakterisasi Material Komposit Biokeramik Hidroksiapatit (HA) ... 21

1. Fourier Transform Infra Red (FTIR) ... 22

2. X-Ray Difraction (XRD ... 23

3. Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 23

III. METODE PENELITIAN A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

B.Alat dan Bahan Penelitian ... 25

C.Prosedur Penelitian ... 26

1. Prosedur Preparasi Tulang Sapi ... 26

2. Prosedur Silika Sekam Padi ... 27

3. Prosedur komposit hidroksiapatit-silika 5% ... 27

D.Preparasi Bahan Dasar ... 28

1. Tulang Sapi ... 28

2. Sekam Padi ... 29

E. Perendaman Sampel pada Larutan ... 29

F. Proses Sol-Gel ... 30

G.Preparasi Karakterisasi ... 30

1. FTIR (Fourier Transform Infra Red) ... 30

2. XRD (X-Ray Diffraction) ... 31

3. SEM (Scanning Electron Microscopy) ... 32

H.Diagram Alir ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Analisis Karakterisasi Gugus Fungsional dengan FTIR ... 35

B.Hasil Analisis Karakterisasi Struktur dengan XRD ... 43

C.Hasil Analisis Mikro Struktur dan Komposisi Unsur Menggunakan SEM-EDS ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

x

DAFTAR TABEL

Tabel halaman 4.1. Puncak spektra gugus fungsi hidroksiapatit kontrol 800 °C ... 37

4.2. Puncak spektra gugus fungsi silika (SiO₂) 700 °C ... 38

4.3. Puncak spektra gugus fungsi hidroksiapatit 1200 °C ... 40

4.4. Puncak spektra gugus fungsi komposit hidroksiapatit-silika 5%

1200°C ... 42

4.5. Interprestasi (pencocokkan) data penelitian yang diperoleh dengan

data standar PDF hidrosiapatit kontrol kalsinasi 800 ºC ... 45

4.6. Interprestasi (pencocokkan) data peneitian yang diperoleh dengan

data standarPDF sampel hidroksiapatit 1200 °C ... 48

4.7. Interprestasi (pencocokkan) data yang diperoleh dengan data standar


(9)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit-Silika pada Suhu Sintering 1200 oC”. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 dan juga melatih mahasiswa untuk berpikir cerdas kan kreatif dalam menulis karya ilmiah.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bandar Lampung, 4 Januari 2016 Penulis,


(10)

(11)

viii MOTTO

“Yakin, percaya dengan iman, dan jangan putus harapan”

“Kasih yang tulus tidak pernah menilai hasilnya, melainkan hanya memberi (Jhonny Sanjaya)”

“Satu-satunya yang harus kita takuti adalah ketakutan itu sendiri (Franklin D.Rosevelt)”

“Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan”


(12)

ix

PERSEMBAHAN

Dengan ketulusan dan rasa syukur kepada ALLAH SWT, kupersembahkan karya ku ini kepada:

“ Tata dan Ibu tersayang (Irham MD dan Helna Haddad) yang telah memberikan kasih sayang, dukungan materi, doa, serta motivator terbesar

dalan hidupku”

“Kakak-kakak ku tercinta (Irwan Ardiyansyah, Irvan Dedi Sajaya, Irjhon Aprizal, dan Iriance Novika Putra)”

“All my great family and friends” “Almamater Tercinta” “UNIVERSITAS LAMPUNG”


(13)

(14)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Irene Lucky Oktavia, dilahirkan di Tanjung Karang Bandar Lampung-Lampung pada tanggal 25 Oktober 1992 dari pasangan berbahagia Bapak Irham MD dan Ibu Helna Haddad sebagai anak ke lima dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Kaliawi pada tahun 2004, melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 7 Bandar Lampung tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Liwa Lampung Barat pada tahun 2010. Melalui jalur SBMPTN penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung tahun 2010.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Fisika Universitas Lampung, penulis pernah menjadi asisten Praktikum Fisika Dasar I, Praktikum Fisika Dasar II, Praktikum Sol Gel dan Padatan. Tahun 2013 penulis melaksanakan Peraktek Kerja Lapangan (PKL) di UPT. BPML LIPI tanjung bintang, Lampung Selatan dengan judul “Pengolahan Limbah Sekam Padi untuk Mendapatkan Silika Menggunakan Pelarut NaOH dengan Metode Gravimetri”.


(15)

xi

SANWACANA

Penulisan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan semua pihak yang tulus membantu, membimbing dan mendoakan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tuaku Irham MD dan Helna Haddad serta kakak-kakakku tercinta Iwan, Dedi, Ijal, Pika yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun pemikiran yang senantiasa mendoakanku sehingga mendapatkan yang terbaik dalam hidup.

2. Dra. Dwi Asmi, M.Si, Ph.D sebagai pembimbing pertama yang tulus mengajari dan baik serta membantu penulis dalam penelitian, membimbing dan memberikan pemahaman.

3. Drs. Ediman Ginting, M.Si selaku pembimbing kedua yang membimbing dan memberi masukan penulisan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Drs. Pulung Karo-karo, M.Si. selaku pembahas yang telah banyak memberikan masukan dan koreksi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bambang Joko Suroto, S.Si, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang selalu memperhatikan anak bimbingannya.

6. Dr. Yanti Yulianti, M.Si selaku ketua jurusan fisika FMIPA UNILA

7. Arif Surtono, S.Si, M.Si, M.Eng selaku sekretaris jurusan FMIPA UNILA yang telah baik memperhatikan dan membantu dalam proses penyelasaian pengisian KRS.

8. Bapak dan Ibu dosen Fisika yang juga memberi masukan dan bimbingan kepada penulis selama berkuliah. Terimakasih untuk ilmu fisikanya.


(16)

xii

9. Teman terdekat dan sahabat terbaikku Jhonny Sanjaya terimakasih atas semua kasih, dukungan, bantuan, pengertian, pemahaman, kebersamaan, semangat dan mengajariku pemikiran yang lebih dewasa, semoga kita selalu sukses. 10. Adikku Jefry Wijaya terimakasih atas semua kasih, kebersamaan serta selalu

berbagi, menghibur, dan membantu menyelesaikan skripsi.

11. Umi dan Pak Ami serta adik-adikku Zakki, Attar, Naila, terimakasih atas bantuan, kebaikan, kebersamaan, dan kasih yang kalian berikan.

12. Mama Jhonny dan Asuk terimakasih telah membantu serta berbagi dan memberikan kasihnya.

13. Sahabat terbaik: Wahyu Nugroho, Rudi Haryanto, Amir Hamzah, Charlie V, Galang Ramadhan, terimakasih atas semua yang telah kalian berikan, semoga kita selalu sukses dan bisa terus berkumpul.

14. Sahabatku: Fransisca Regina Aurora, Dionanita, Agung Kartika Putra, terimakasih atas semua yang telah kalian berikan, semoga kita selalu sukses dan bisa terus berkumpul.

15. Teman sepenelitian Helrita, Anisa, Desty, Ayu, Ulil, Laras, Ika. terimakasih atas kerjasama, dan bantuannya selama penelitian

16. Teman-teman Fisika 2010: Meta, Fina, Njo, Ita, Yupi, ST, Uci, Alvi, Tika, Ulum, Dapot, Putri, Lidiya dll terimakasih untuk kebersamaan selama ini. 17. Teman-teman Fisika 2011: Umi, Nindy, Shella, Ratna, Ditta, Edo, Sum, Putri

dll terimakasih untuk kebersamaan selama ini.

18. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga atas segala bantuan, doa, motivasi, dan dukungan menjadi yang terbaik untuk penulis. Penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi semuanya.

Bandar Lampung, 4 Januari 2016 Penulis


(17)

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya kebutuhan bahan rehabilitas dalam bidang kedokteran terutama bagian tulang dan gigi disebabkan oleh meningkatnya kasus patah tulang dan kerusakan gigi. Sehingga memicu berbagai upaya untuk mencari alternatif yang baik menggantikan struktur jaringan tulang yang rusak tanpa menimbulkan efek yang negatif serta terjangkau masyarakat. Bahan tulang pengganti tradisional yang sudah umum seperti autografts, allogratfs dan xenogratfts, tidak tahan lama dan dapat menyebabkan resiko infeksi dan pengurangan kekebalan tubuh, sehingga mempengaruhi kualitas tulang pengganti tersebut (Mondal et al, 2010). Sebagai alternatif ada berbagai bahan sintetik komposit yaitu biokeramik, polimer atau logam (Ylinen, 2006)

Bahan biokeramik telah berhasil digunakan untuk memperbaiki, merekonstruksi, dan mengganti bagian yang sakit atau bagian tubuh yang rusak terutama tulang dibandingkan dengan polimer atau logam (Kusrini dan Sontang, 2012). Bahan biokeramik tidak bersifat beracun, memiliki biokompatibilitas, dan ikatan tulang atau sifat regenerasi tulang yang baik (Mollazadeh et al, 2007). Biokeramik digunakan untuk melapisi biomaterial logam. Selain itu, biokeramik juga


(19)

2

digunakan sebagai penguat komponen komposit, dengan menggabungkan kedua sifat material menjadi material baru yang memiliki sifat mekanis dan biokompatibel. Bahan biokeramik yang biasa digunakan dalam bidang rehabilitasi jaringan adalah hidroksiapatit.

Hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 (HA) yaitu senyawa mineral apatit yang mempunyai struktur heksagonal. HA merupakan fase kristal dari senyawa kalsium fosfat yang paling stabil dibawah kondisi fisiologi normal (Windarti dan Astuti 2006). Hidroksiapatit adalah unsur anorganik alami yang berasal dari tulang yang dimanfaatkan untuk regenerasi tulang, memperbaiki, mengisi, menambahkan dan merekonstruksi jaringan tulang yang telah rusak dan juga merekontruksi didalam jaringan lunak (Miao et al, 2004).

Hidroksiapatit dapat diperoleh dengan mensintesis dari beberapa sumber yang ada di alam seperti tulang ikan, tulang sapi (Fahimah dkk, 2014), cangkang kerang, cangkang telur (Mahreni, 2012), dan koral (Gravel et al, 2006). Hidroksiapatit yang diperoleh dari bahan dasar tulang sapi memiliki keefektifan lebih tinggi di bandingkan dari bahan dasar pembuatan hidroksiapatit yang lain (Kusumawardini, 2012). Berbagai teknik telah coba di kembangkan untuk sitesis hidroksiapatit diantaranya metode kering, metode basah, reaksi hidrotermal dan sol gel (Suryadi, 2011).

Material hidroksiapatit baik untuk transpalansi tulang karena bersifat bioaktif yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan dengan kecocokan tubuh


(20)

3

penerima (biokompatibel) dan mempunyai karakter yang dapat menyatu dan membentuk dengan ikatan tulang manusia atau matriksnya (bioaktif) (Vallet et al, 2005) dan merangsang pertumbuhan tulang baru di sekitar jaringan. Namun jika hidroksiapatit digunakan sendiri, hidroksiapatit tidak memiliki kekuatan mekanik (mechanical strength) dan tidak tahan terhadap tekanan. Untuk itu perlu dibuat suatu penggabungan material mengandung hidroksiapatit sehingga memiliki kekuatan mekanik yang hampir sama dengan kekuatan mekanik tulang serta tahan terhadap tekanan.

Material yang paling memungkinkan untuk memenuhi kriteria tersebut adalah suatu komposit. Material komposit ini harus tetap stabil pada saat kontak dengan cairan tubuh dan larutan berair lainnya (Windarti dan Astuti, 2006). Komposit merupakan penggabungan dua macam bahan yang mempunyai sifat berbeda menjadi satu material baru dengan sifat yang berbeda pula sehingga dengan tujuan dapat mengatur komposisi material komposit yang diinginkan dari material pembentuknya (Sari dkk, 2011). Penelitian sebelumnya, Nakata et al, (2009), mengatakan bahwa silika yang dicampurkan pada hidroksiapatit dapat meningkatkan sifat matriks, biokatif dan pembentukan tulang. Selain silika, keramik yang digunakan untuk implan biologis adalah Al2O3, dan ZrO2 (Ylinen, 2006). Silika dari sekam padi yang diektraksi dengan metode sol-gel memiliki kemurnian tinggi, homogen, serat, butiran halus, dan lebih reaktif (Nayak dan Bera, 2010).


(21)

4

Pada penelitian ini menggunakan bahan dasar hidroksiapatit tulang sapi dan silika sekam padi. Penggabungan kedua sifat material hidroksiapatit (HA) sebagai pengikat dan SiO2 sebagai penguat menjadi komposit sehingga menjadi material baru dengan sifat yang diingikan memiliki kekuatan mekanik serta tahan terhadap tekanan. Dari penelitian penggabungan kedua sifat material penambahan silika 5% terhadap hidroksiapatit dengan karakterisasi bahan meliputi X-Ray Diffraction (XRD), Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan Scanning Electron Microscopy-Energy Disversive Spectrometer (SEM-EDS).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pengaruh penambahan 5% berat silika sekam padi terhadap gugus fungsional komposit biokeramik hidroksiapatit menggunakan bahan dasar tulang sapi dengan teknik FTIR?

b. Bagaimana pengaruh penambahan 5% berat silika sekam padi terhadap mikrostruktur komposit biokeramik hidroksiapatit menggunakan bahan dasar tulang sapi dengan teknik SEM?

c. Bagaimana pengaruh penambahan 5% berat silika sekam padi terhadap struktur kristal komposit biokeramik hidroksiapatit yang menggunakan bahan dasar tulang sapi dengan teknik XRD?

C. Batasan Masalah

Pada penelitian ini dilakukan pengujian dan pengamatan dengan batasan masalah sebagai berikut:


(22)

5

a. Bahan pembuatan komposit hidroksiapatit-silika menggunakan bahan dasar dari tulang sapi dan sekam padi.

b. Bahan komposit yang digunakan 5% silika sekam padi menggunakan metode sol-gel.

c. Karakterisasi yang digunakan meliputi FTIR, SEM-EDS dan XRD.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan 5% silika sekam padi sebagai bahan pembuatan komposit biokeramik hidroksiapatit meliputi:

a. Mempreparasi bahan komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar limbah tulang sapi dangan campuran silika sekam padi.

b. Mengetahui pengaruh penambahan 5% silika sekam padi terhadap gugus fungsional komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar tulang sapi dengan FTIR.

c. Mengetahui pengaruh penambahan 5% silika sekam padi terhadap mikrostruktur komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar dari tulang sapi dengan SEM-EDS.

d. Mengetahui pengaruh penambahan 5% silika sekam padi terhadap struktur kristal komposit hidroksiapatit menggunakan bahan dasar tulang sapi dengan XRD.


(23)

6

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Dapat mempreparasi dan mengetahui gugus fungsi, mikrostruktur dan struktur kristal komposit hidroksiapatit-silika 5% menggunakan bahan dasar tulang sapi dan sekam padi.

b. Menjadi salah satu sumber bahan bagi peneliti-peneliti lainnya yang membahas komposit hidroksiapatit-silika terkhusus dari bahan dasar tulang sapi dan sekam padi.

c. Mempermudah pengerjaan penelitian berikutnya yang ingin meneruskan mengenai komposit hidroksiapatit-silika dari bahan baku tulang sapi dengan metode yang sama.

d. Menjadi bahan acuan bagi peneliti lainnya untuk mempermudah memahami preparasi dan karakterisasi komposit hidroksiapatit-silika dari bahan dasar tulang sapi.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab II menjelaskan tentang beberapa konsep dasar teori yang mendukung topik penelitian. Pembahasan dimulai dengan penjelasan mengenai komposisi dasar tulang sapi, hidroksiapatit, mikrostruktur hidroksiapatit, sintesis hidroksiapatit, biokeramik sebagai pengganti tulang (bone substitute), komposit, biokompatibilitas, keramik silika dari sekam padi, plenetary ball mill, aplikasi, dan karakterisasi komposit biokramik hidroksiapatit.

A. Komposisi Dasar Tulang Sapi

Tulang merupakan jaringan kuat pembentuk kerangka tubuh manusia dengan jaringan kompleks yang berfungsi sebagai sistem penggerak dan pelindung organ tubuh seperti otak, jantung, dan paru-paru (Matsumoto et al, 2011). Tulang memiliki sifat keras, kuat, dan kaku (Ooi et al, 2007). Tulang terdiri dari dua bagian yaitu bagian kompak yang disebut tulang kortikal dan bagian spongi yang disebut tulang trabekula (Guo, 2001).

Tulang terdiri dari organik dan anorganik. Pada prinsipnya tulang sapi dengan tulang lainnya memiliki struktur yang sama yaitu terbagi menjadi bagian epiphysis dan diaphysis. Tulang sapi merupakan unsur anorganik yang terdiri dari 93%


(25)

8

hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 dan 7% �-tricalcium phosphate (Ca3(PO4)2, � -TCP (Ooi et al, 2007 ; Ylinen, 2006).

Gambar 2.1 (a) tulang femur, (b) bagian dalam tulang femur

Komposisi kimia tulang sapi terdiri dari zat anorganik berupa Ca, P, O, H, Na dan Mg, dimana gabungan reaksi kimia unsur-unsur Ca, P, O, H merupakan senyawa apatite mineral sedangkan Na dan Mg merupakan komponen zat anorganik tambahan penyusun tulang sapi dengan suhu titik lebur tulang sapi sebesar 1227 oK (Sontang, 2000). Tulang sapi mengandung Ca

3(PO4)2 58,30%, Ca Co3 7,07%, Mg3(PO4)2 2,09%, CaF2 1,96%, kolagen 4,62% (Perwitasari, 2008).

B. Hydroxyapatite (HA)

Hidroksiapatit (HA) adalah senyawa polikristalin kalsium fosfat (Ylinen, 2006) dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan mineral apatit yang mengkristal dalam struktur heksagonal dan berbentuk padatan berwarna putih.


(26)

9

Hidroksiapatit digunakan sebagai material pengganti tulang dan gigi manusia (Darjito dkk, 2014). Karena HA merupakan material penyusun tulang dengan 60-70% berat tulang kering. HA murni adalah Ca5(PO4)3(OH) namun biasa ditulis Ca10(PO4)6(OH)2 untuk menunjukkan bahwa unit kristalnya terdiri dari dua molekul.

Gambar 2.2 Struktur kima HA (Ylinen, 2006)

Apatit merupakan istilah pada senyawa mineral. Apatit berasal dari kata yunani “ απαταω” (apato) yang berarti “rekayasa atau untuk menipu” (Ylinen, 2006). Hidroksiapatit telah teruji sebagai tulang buatan karena memilki kemiripan dengan tulang alami meskipun tidak semirip dengan unsur pokok organik seperti kolagen dan polisakarida (Park, 2008). Hidroksiapatit merupakan unsur anorganik alami berasal dari tulang yang dapat dimanfaatkan sebagai regenerasi tulang, memperbaiki, mengisi, memperluas, dan merekontruksi jaringan tulang (Wahdah dkk, 2014). Karena HA memiliki sifat biokompatibel yang sangat baik terhadap tubuh manusia yang mengandung kalsium fosfat dalam jaringan keras pada tubuh manusia (Dahlan dkk, 2009). Mineral HA sebagai komponen utama tulang merupakan kalsium fosfat yang paling stabil dibawah kondisi fisiologi normal. Material ini baik untuk transplantasi tulang karena dapat berikatan kuat dengan tulang, membentuk lapisan pada permukaan jaringan tulang dan mempercepat pembentukan tulang yang diimplantasi (Pang & Zhitomirsky 2005; Maachou et al, 2008).


(27)

10

C. Mikrostruktur Hydroxyapatite (HA)

Padatan kristalin ada dalam keadaan kristal tunggal atau polikristalin. Kristal tunggal adalah suatu padatan yang susunan atom-atomnya berulang dan periodik sempurna, sampai seluruh spesimen semuanya tanpa gangguan. Suatu padatan polikristalin tersusun dari kumpulan banyak kristal-kristal tunggal yang disebut grain, pemisah grain satu dengan yang lain dengan luasan yang tidak teratur yang disebut grain boundearies (batas grain). Pertumbuhan grain terjadi setelah HA mengalami sintering (Berezhnaya et al, 2008), pada proses pertumbuhan grain bagian yang signifikan adalah mengecilnya pori-pori dianatara grain (Volceanov, et al, 2006) sehingga terjadi penambahan ukuran grain.

Gambar 2.3 (a) Skematik sampel polikristalin (b) Mikrostruktur ditunjukkan melalui mikroskop optic (Barsoum, 2005).

D. Sintesis Hidroksiapatit

Hidroksiapatit dapat disintesis dari beberapa sumber di alam seperti tulang sapi, tulang babi, tulang ikan (barakat et al, 2009) koral (Gravel et al, 2006), cangkang telur (Sari dkk 2004), cumu-cumi, gipsum alam, dan kalsit (Darjito, 2014). Beberapa metode telah dipergunakan untuk mensintesis HA melalui solid state reactions, teknik pengendapan (precipitation technique), proses sol-gel (sol-gel process), teknik hidrotermal (hydrothermal technique). Metode dengan teknik


(28)

11

pengendapan adalah metode yang paling banyak dipergunakan untuk sintesis HA, karena teknik ini dapat mensintesis HA dalam jumlah besar tanpa menggunakan pelarut-pelarut organik dengan biaya yang terjangkau (Oliveira, 2004). Sintesis menggunakan metode sol-gel adalah sebuah metode efektif untuk sintesis HA fasa-nano. Material HA yang disintesis dengan proses sol-gel efisien untuk meningkatkan kontak dan stabilitas pada antarmuka alami/buatan di dalam lingkungan in vitro dan juga di dalam tubuh (in vivo) (Suryadi, 2011).

 Preparasi Hydroxyapatite (HA)

Ada 3 cara untuk preparasi HA yaitu: (1) metode wet chemical (presipitasi atau pengendapan dan hidrolisis) pada suhu yang relatif rendah; (2) metode hidrotermal menggunakan suhu tinggi dan tekanan tinggi dalam larutan encer, dan (3) metode reaksi solid-state reaction konvensional (proses basah dan kering) (Shackelford, 2005).

Proses wet-chemical sebagai berikut:

1. Menggunakan presipitasi dari campuran larutan encer atau hidrolisis kalsium phosphat.

2. Dipreparasi dengan presipitasi dibawah kondisi dasar dan disentering pada 950 oC hingga 1100 oC .

3. Serbuk yang dipreparasi umumnya mengkristal buruk, tak homogen dalam komposisi dan terbentuk tidak teratur, memiliki luas permukaan tinggi dan ukuran partikel halus.

Proses Hydrothermal sebagai berikut: 1. Melibatkan reaksi dalam lingkungan air.


(29)

12

2. Dilakukan pada suhu dan tekanan yang relatif tinggi, sistemnya tertutup. Suhu dan tekanan dapat bervariasi dalam range 80 oC hingga 400 oC dan tekanan hingga 100 Mpa atau lebih.

3. Serbuk yang dihasilkan terkristal baik, namun pada HA masih kukurangan kalsium.

Proses solid-state reaction sebagai berikut:

1. Metode ini lebih populer dimasyarakat. Ada 2 proses teknik dalam penggrindingan yaitu basah dan kering.

2. Proses basah menghasilkan serbuk yang lebih halus, lebih homogen dan lebih reaktif dari pada proses kering.

3. sintering dilakukan umumnya pada suhu diatas 1100 oC (Shackelford, 2005).

E. Biokeramik Sebagai Pengganti Tulang (Bone Substitute)

Keramik adalah material logam dan nonlogam yang memiliki ikatan ionik dan ikatan kovalen. Sedangkan Bio-Keramik adalah produk yang terbuat dari berbagai jenis keramik yang dicampur dengan oksida mineral seperti silika, aluminium oksida, dan sebagainya (Putra, 2009). Bahan biokeramik telah berhasil digunakan untuk memperbaiki, merekonstruksi, dan mengganti bagian yang sakit atau bagian tubuh yang rusak terutama tulang dan gigi. Bahan biokeramik memiliki biokompatibilitas dan ikatan tulang atau sifat regenerasi tulang yang baik (Miao et al, 2004). Sifat biokeramik antara lain tidak beracun, tidak mengandung zat karsinogenik, tidak menyebabkan alergi, dan radang. Biokeramik yang paling banyak digunakan adalah kalsium fosfat yang terdapat pada hidroksiapatit (HA)


(30)

13

yang terkandung pada tulang, gigi, dan tendon. Kalsium fosfat merupakan kandungan senyawa anorganik yang paling penting pada jaringan keras manusia yang memiliki 69% kalsium fosfat dari berat tulang (Lavernia & Schoenung, 1991). Selain itu biokeramik juga digunakan sebagai penguat komponen komposit dengan menggabungkan kedua sifat material menjadi material baru yang memiliki sifat mekanis dan biokompatibilitas yang baik dan apabila diimplankan tidak menunjukkan reaksi penolakan yang di anggap benda asing oleh tubuh. Biokeramik dapat diklasifikasikan karena memiliki sifat sebagai berikut :

1. Bioaktif keramik

Memiliki stabilitaas kimia yang tinggi dalam tubuh dan ketika diimplankan pada tulang yang hidup maka tulang tersebut akan melebur dan menyatu pada jaringan tulang tersebut.

2. Bioinert keramik

Tidak meyebabkan perubahan dalam tubuh, baik dari segi fisik maupun kimia.

3. Bioresorable

Material akan diserap dalam tubuh dan membentuk jaringan tulang yang baru pada jaringan tulang (Ylinen, 2006).

Pengganti tulang buatan baru untuk sementara atau implan permanen telah dikembangkan yaitu logam, polimer, dan keramik untuk digunakan dalam biomaterial. Tiga logam umum yang digunakan sebagai bahan implan adalah baja, cobalt, dan titanium. Tetapi tidak satupun dari logam tersebut dapat memberikan keuntungan (Lin et al, 1994). Saat ini perhatian terfokus pada bahan keramik yang


(31)

14

memiliki kekuatan mekanik yang tinggi dan telah dikembangkan sebagai pengganti jaringan keras dalam aplikasi medis karena bioaktivitas baik serta osteoinduktivitas dan karakteristik biodegradasi (Nayak et al, 2010). Berbagai komposit keramik yaitu termasuk campuran-campuran seperti silika (SiO2) dan alumina (Al2O3) yang memiliki kemurnian tinggi serta mampu menunjukkan biokompatibilitas yang baik dan ketahanan tinggi. Keramik yang digunakan untuk implan biologis ada tiga jenis antara lain :

1. Keramik oksida seperti Alumunium Oksida Al2O3 dan Zirkonium Oksida ZrO2.

2. Kalsium fosfat yang mengandung keramik seperti silika, dan

3. Keramik kalsium fosfat seperti tri-kaslium fosfat (TCP), Hidroksiapatit (HA) dan BCP (Heimke dan Gross, 1980 ; Jarcho, 1981).

F. Komposit

Komposit adalah material yang terbentuk dari dua macam atau lebih material yang dipadukan dalam skala makroskopis. Sifat yang dimiliki bahan komposit merupakan paduan dari sifat-sifat dan bahan-bahan penyusunnya. Secara umum, komposit tersusun atas 2 bagian utama, yaitu:

a. Matriks, merupakan dasaran untuk merekatkan, melindungi filler (pengisi) dari gangguan eksternal. Matriks yang biasa digunakan adalah: karbon, gelas, Kevlar.

b. Filler (pengisi), merupakan penguat dari matriks, kekuatan bahan komposit tergantung dari berapa jumlah, jenis, dan perbandingan filler yang ditambahkan


(32)

15

pada suatu matriks. Filler yang sering digunakan antara lain: aramid, hidroksiapatit, karbon, dll.

Komposit dibagi menjadi 3 jenis, jika diklasifikasikan berdasarkan matriks penyusunnya, yaitu antara lain:

a. MMC (Metal Matriks Composite), yang menggunakan matriks dari material logam.

b. CMC (Ceramic Matriks Composite), yang menggunakan matriks dari material keramik.

c. PMC (Polymer Matriks Composite), yang menggunakan matriks dari material polimer.

Hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) adalah salah satu jenis biokeramik inert berpori dan berbentuk seperti jarum-jarum (Vlack, 2004). Dalam komposit hidroksiapatit dengan silika, hidroksiapatit bertindak sebagai filler (pengisi) dan silika sebagai matriks. Manfaat utama dari penggunaan komposit hidroksiapatit adalah mendapatkan kombinasi sifat kekuatan serta kekakuan tinggi dan berat jenis yang ringan. Dengan memilih kombinasi material serat dan matriks yang tepat, dapat membuat suatu material komposit dengan sifat yang tepat sama dengan kebutuhan sifat untuk suatu struktur tertentu dan tujuan tertentu pula.

G. Biokompatibilitas

Biokompatibilitas adalah kemampuan dari material untuk tidak menimbulkan reaksi inflamasi atau reaksi penolakan (rejection) pada resipien (Migliaresi et al,


(33)

16

2007). Sifat bioresorbsi menunjukkan tingkat kemampuan suatu material untuk dapat terserap/larut/melebur dengan lingkungan resipien. Dalam konteks material sebagai pengganti tulang, sifat bioresorbsi menunjukkan kemampuan material tersebut untuk dapat terserap oleh jaringan tulang resipien akibat aktivitas selular dan/atau pengaruh lingkungan biologis tubuh (Ylinen, 2006).

Salah satu indikasi dalam penerapannya pada bidang ortopedi, suatu material implan dikatakan teresorbsi adalah ketika batas antara material implan dan tulang induk menghilang sehingga implan tersebut dapat dikatakan menyatu dengan tulang induknya, seperti pada gambar 4. di bawah yang memperlihatkan hasil uji biokompatibilitas secara in vivo pada kelinci yang dilakukan BPPT pada tahun 2007. Pada gambar tersebut tampak bahwa pada waktu pengamatan selama 3 minggu batas antara implan HA dengan tulang induk masih sangat tegas. Berbeda halnya dengan xenograft, batas antara implan dan tulang induk sudah mulai tersamar yang mengindikasi sudah terjadinya proses bioresorbsi. Pada minggu ke 6, batas antara HA dan tulang induk juga masih jelas terlihat meskipun tidak setegas minggu ke 3, sementara pada xenograft batas itu sudah ampir hilang. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa HA kurang teresorbsi sementara xenograft dapat teresorbsi dengan baik.


(34)

17

Gambar 2.4 Radiologi dari HA (kiri) dan xenograft tulang sapi (kanan) yang memperlihatkan bahwa xenograft lebih bioresorbable dibandingkan HA.

Bioresorbsi suatu material implan merupakan hal penting karena adanya kemampuan ini maka tidak diperlukan lagi operasi kedua untuk peleasan implan. Jadi resorbsi ini harus dicapai agar resipien mampu mengadakan pertumbuhan pada tempat yang mengalami defek. Sementara itu implan tersebut bertindak sebagai scaffold yang mengalami resorbsi secara parsial sehingga mampu mempertahankan integritas mekanik hingga jaringan baru yang terbentuk memiliki kekuatan yang cukup untuk.

H. Keramik Silika dari Sekam Padi

Sekam padi memiliki kandungan silika 20%, sehingga dapat dijadikan bahan baku yang berharga untuk produksi silika untuk aplikasi seperti pemisahan, adsorbsi, katalis dan isolasi termal (Jullaphan et al, 2009 ; Li et al, 2011). Penggunaan sekam padi sebagai sumber silika untuk produksi nano komposit dengan proses sol gel juga telah diteliti (Qu et al, 2010).


(35)

18

Salah satu metoda dalam pembuatan nanopartikel silika, SiO2 adalah metoda sol-gel. Metoda sol-gel merupakan metoda yang paling banyak dilakukan. Hal ini disebabkan karena beberapa keunggulannya, antara lain: proses berlangsung pada temperatur rendah, prosesnya relatif lebih mudah, bisa diaplikasikan dalam segala kondisi (versatile), menghasilkan produk dengan kemurnian dan kehomogenan yang tinggi. Proses sol gel dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan senyawa anorganik melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah, dimana dalam proses tersebut terjadi perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) membentuk fasa cair kontinyu (gel) (Zawrah et al, 2009).

Silika gel merupakan salah satu bahan anorganik yang memiliki kelebihan sifat, yaitu memiliki kestabilan tinggi terhadap pengaruh mekanik, temperatur, dan kondisi keasaman (Sriyanti dkk, 2005). Silika gel tergolong sebagai silika amorphous yang terdiri dari partikel-partikel dalam bentuk polimer (SiO2). Atom Si pada silika gel berikatan kovalen terhadap empat atom O dalam susunan tetrahedral. Setiap atom O tersebut berikatan kovalen dengan atom Si yang lain membentuk gugus fungsional siloksan (-Si-O-Si-) dan silanol (-Si-OH). Pada umumnya panjang ikatan Si-O ± 0,16 nm dan sudut ikatan Si-O-Si sekitar 1480 (Brinker dan Scherer, 1990)

Silika gel umumnya disintesis dengan cara presipitasi larutan silikat dan sol silikat. Pori-pori silika gel tergantung pada kondisi preparasinya pada rata-rata berdiameter 7.103-1,8.103 Å sedangkan luas permukaan silika gel antara 450-530 m2/g, dan densitasnya sekitar 0,67-0,75 g/cm2. Luas permukaan silika gel


(36)

19

biasanya akan bertambah dengan kenaikan ukuran pori-pori silika gel. Adanya gugus aktif dan sifat-sifat fisik silika gel tersebut maka silika gel secara umum sering digunakan sebagai adsorben, desikan dan pengisi pada kromatografi (sebagai fase diam) (Ishizaki, 1998). Silika gel murni dengan adanya gugus silanol dan siloksan telah dilaporkan dapat mengabsorbsi ion logam keras seperti Na+, Mg2+, Ca2+, dan Fe2+ (Cestari, 2000).

Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan aplikasinya sangat luas mulai bidang elektronik, mekanis, medis, seni, hingga bidang-bidang lainnya (Harsono, 2002). Keramik dalam aplikasi biomedis digunakan sebagai komposit karena bioaktivitas sangat baik serta osteoinduktivitas dan karakteristik biodegradasi. Apabila di implankan pada tulang keramik tidak menunjukkan tosisitas lokal dan sistemik, peradangan, bahkan tidak menolak dan tidak dianggap sebagai benda asing pada tubuh. Keuntungan dari keramik adalah memiliki kekuatan mekanik, serta bioaktivas yang sangat mirip dengan tulang alami (Nayak, 2010).

I. Planetary Ball Mill

Planetary ball mill adalah ball mill dengan skala kecil yang digunakan di dalam laboratorium dan digunakan untuk mereduksi ukuran baik dengan penggilingan secara kering dan basah. Pencampuran, homogenisasi dari bahan kimia, tanah, dan bahan farmasi. Umpan yang diizinkan masuk ke dalam planetary ball mill berukuran hingga 10 nm dengan keadaan lunak, keras, dan rapuh.


(37)

20

Planetary ball mill terdiri dari bola giling dan wadah penggilingan. Bola giling berfungsi sebagai penghancur, sehingga material pembentuk bola giling harus memiliki kekerasan yang tinggi agar tidak terjadi kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk, bola dan wadah penggilingan. Ukuran bola yang digunakan dalam proses pereduksi mempengaruhi efisiensi serta bentuk aktif serbuk setelah dilakukan proses milling. Penggunaan bola yang besar memungkinkan adanya kontaminan yang semakin besar dan bagian bola yang menumbuk serbuk akan semakin kecil luasnya. Selain itu penggunaan bola besar akan mempercepat kenaikan temperatur.

Wadah penggiling merupakan media yang digunakan untuk menahan gerakan bola-bola giling dan ketika proses penggilingan berlangsung. Akibat yang ditimbulkan dari proses penahanan gerak bola-bola giling tersebut adalah terjadinya benturan antara bola giling, serbuk dan wadah penggilingan sehingga menyebabkan terjadinya proses penghancuran serbuk secara berulang-ulang (Rachmania, 2012).

Gambar 2.5 Planetary Ball Mill. J. Aplikasi

Fungsi HA dalam aplikasi biomedis sangat ditentukan oleh kesamaan dalam struktur kimia dengan apatit biologis, yang terdiri dari klasifikasi jaringan fase


(38)

21

mineral dalam enemel, dentin, dan tulang (Nather, 2012). Sifat hidroksiapatit sangat mirip dengan komponen organ-organ tertentu dari tubuh manusia seperti tulang dan gigi. Meluasnya penggunaan HA untuk aplikasi biomedis tulang dalam kaki palsu yang di dasarkan pada analogi struktural dan kelemban dengan biologi tulang yang hidup (Ylinen, 2006). Tulang dan gigi mengandung komponen mineral HA yang menyangga mayoritas beban in vivo (dalam tubuh). Jaringan otot keras juga mengandung fasa mineral yang mirip dengan keramik hydroxyapatite. Tulang (berpori) banyak digunakan untuk membuat implan.

Teknik jaringan sering didefinisikan sebagai teknik penerapan dan ilmu kedokteran untuk desain, sintesis, memodifikasi, pertumbuhan, dan regenerasi jaringan hidup. Sejumlah bahan implan berdasarkan kalsium hidroksiapatit, kalsium fosfat, keramik fosfat, bio-glass dan komposit telah diterapkan. Implan telah digunakan dalam ortopdi bedah saraf dan kedokteran gigi (Habib dan Alam, 2012). Bahan implan dapat menunjukkan afinitas dan aktifitas biologis untuk jaringan sekitarnya ketika pada saat ditanamkan (Sargolzaei et al, 2006).

K. Karakterisasi Material Komposit Biokeramik Hidroksiapatit (HA)

Beberapa teknik karakterisasi digunakan unutk mengetahui karakteristik dari material yang dihasilkan pada penelitian ini antara lain Fourier Transform Infra Red (FTIR), X-Ray Diffractometer (XRD), dan Scanning Electron Microscopy (SEM).


(39)

22

1. Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Konsep dari teknik pengujian ini adalah memberikan radiasi kepada sampel sehingga nantinya akan diketahui perilaku sampel tersebut terhadap radiasi yang diberikan, apakah radiasi tersebut ada yang diserap atau dilewatkan. Metode FTIR merupakan bagian dari metode pengujian berbasis serapan spektroskopi tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa baik sebuah sampel menyerap cahaya pada tiap panjang gelombang. Pada FTIR, sampel disinari dengan sebuah berkas cahaya sekaligus yang mengandung banyak frekuensi cahaya berbeda, dan mengukur berapa banyak berkas cahaya tersebut yang diserap oleh sampel dan digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari komposit biokramik hidroksiapatit yang diperoleh.

Analisa sampel pada spektroskopi FTIR diawali dengan dipancarkannya sinar infra merah dari sumber benda hitam. Sinar tersebut melaju dan melawati celah yang mengontrol jumlah energi yang disediakan untuk sampe. Sinar akan masuk kedalam interferometer, yang mengijinkan beberapa panjang gelombnag untuk lewat dan memblokir yang lainnya berdasarkan interferensi gelombang. Sinar tersebut kemudian memasuki ruang sampel, dimana sinar ditransmisikan keluar atau dipantulkan kembali bergantung pada tipe analisis yang diselesaikan. Setelah itu sinar tersebut masuk kedektetor untuk di analisa akhir. Hasil keluaran diolah menjadi sinyal digital berupa interferogram dan dikirimkan ke komputer. Komputer digunakan untuk merupah data mentah menjadi hasil yang diinginkan.


(40)

23

2. X-Ray Diffraction (XRD)

X-Ray Diffraction (XRD) digunakan untuk melihat pola difraksi dan kristalin komposit biokramik hidroksiapatit. XRD merupakan suatu metode yang berdasarkan pada sifat-sifat difraksi sinar X, yakni hamburan dengan panjang gelombang saat melewati kisi kristal dengan sudut datang θ dan jarak antar bidang kristal sebesar d. Data yang diperoleh dari metode XRD adalah sudut hamburan (sudut Bragg) dan intensitas cahaya difraksi. XRD dapat digunakan untuk menentukan fasa kristal, parameter kisi, derajat kritalinitas, dan fasa yang terdapat dalam suatu sampel. Metode XRD dapat memberikan informasi secara kuanttatif tentang komposisi fasa-fasa yang terdapat dalam suatu sampel.

3. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Struktur mikroskopik diamati menggunakan SEM, prinsip kerjanya yaitu dengan memindai permukaan dari material. Ketika elektron berenergi tinggi menumbuk spesimen, elektron tersebut akan dihamburkan oleh atom dari spesimen. Hamburan elektron menyebabkan perubahan arah hambatan elektron dibawah permukaan spesimen. Interaksi yang terjadi antara berkas elektron hanya terjadi pada volum tertentu di bawah permukaan spesimen. Dari interaksi tersebut dihasilkan apa yang disebut dengan Secondary Electron (SE) dan Backscattered Electron (BSE) yang nantinya dipergunakan sebagai sumber sinyal untuk membentuk gambar.

Prinsip kerja SEM mirip dengan mikroskop optik, hanya saja berbeda dalam perangkatnya. Pertama berkas elektron disejajarkan dan difokuskan oleh magnet


(41)

24

yang didesain khusus berfungsi sebagai lensa. Energi elektron biasanya 100 keV, yang menghasilkan panjang gelombang kira-kira 0,04 nm. Spesimen sasaran sangat tipis agar berkas yang dihantarkan tidak diperlambat atau dihamburkan terlalu banyak. Bayangan akhir diproyeksikan ke dalam layar pendar atau film.


(42)

25

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung, dengan uji karakterisasi yang dilakukan di Laboratorium Material UIN Jakarta, Laboratorium Material ITS Surabaya dan Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Potensi Generasi Muda (LP3GM) Bandung.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, pressure cooker, kompor listrik, neraca digital, magnetic stirrer, ball mill, mortal dan pastel, cawan, beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, corong, pipet tetes, saringan, kertas saring, alumunium foil, cetakan, pellet, furnace, Fourier Transform Infra Red (FTIR), Scanning Electron Microscop-Energy Disversive Spectrometer (SEM-EDS) dan X-Ray Diffractions (XRD). Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tulang sapi, sekam padi, aquades, ethanol, KOH, HCl, NaOH.


(43)

26

C. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Preparasi Tulang Sapi

Untuk memperoleh hidroksiapatit berbahan dasar tulang sapi digunakan prosedur sebagai berikut:

1. Membersihkan tulang sapi dengan air secara berulang-ulang.

2. Mengeringkan tulang sapi dengan oven pada suhu 100 selama 3 jam.

3. Merebus tulang sapi dalam pressure cooker selama 8 jam, dengan ketentuan setiap 2 jam sekali dilakukan penambahan air pada garis batas alat.

4. Mengeringkan tulang sapi dengan oven suhu 150 selama 2 jam. 5. Merendam tulang sapi menggunakan larutan HCl 1 N selama 24 jam.

6. Meniriskan dan mengeringkan tulang sapi dengan oven suhu 100 selama 3 jam, kemudian mencuci bersih dengan aquades.

7. Merendam kembali menggunakan larutan NaOH 1 N selama 24 jam dan membersihkan tulang sapi menggunakan aquades.

8. Meniriskan dan mengeringkan kembali tulang sapi dengan oven suhu 100 selama 3 jam

9. Menggerus tulang sapi selama3 jam.

10.Mealakukan ball mill pada tulang sapi dengan menambahkan etanol selama 2 jam (aging)

11.Mengoven tulang sapi 100 °C selama 2 jam dan menggerus selama 1 menit

2. Prosedur Silika Sekam Padi

Untuk memperoleh silika dari bahan dasar sekam padi digunakan metode sol-gel dengan prosedur sebagai berikut:


(44)

27

1. Membersihkan sekam padi dari kotoran seperti batang dan daun.

2. Merendam sekam padi, sekam yang mengapung dibuang dan sekam yang mengendap diambil.

3. Membersihkan sekam padi dengan air biasa secara berulang ulang. 4. mengeringkan sekam padi dibawah sinar matahari

5. Merendam sekam padi dengan menggunakan air panas selama 15 menit. 6. Mengeringkan sekam padi dibawah sinar matahari hingga mengering

kemudian mengeringkan kembali menggunakan oven pada suhu 110 selama 2 jam.

7. Mengekstraksi sekam padi dengan mencampurkan larutan KOH 5% kedalam sekam padi dan dipanaskan selama 1 jam (aging).

8. Mengubah sol menjadi gel dengan memberi larutan HCl 10% sedikit demi sedikit hingga sol berubah menjadi gel coklat (aging).

9. Memutihkan gel coklat menggunakan pemutih (aging)

10. Mengoven gel putih 100 °C selama 8 jam hingga mengering dan berbentuk

padatan silika berwarna putih.

11. Menggerus silika padatan selama 3 jam hingga menjadi serbuk silika

3. Prosedur komposit hidroksiapatit-silika 5%.

Berikut adalah prosedur yang digunakan untuk komposit hidroksiapatit-silika 5%. 1. Mencampur serbuk hidroksiapatit dan serbuk silika dengan perbandingan 5%

silika kedalam larutan etanol

2. Menstirrer sampel selama 3 jam dan di (aging). 3. Memisahkan larutan etanol dengan endapan sampel.


(45)

28

4. Mengoven endapan sampel 100 selama 2 jam. 5. Menggerus sampel selama 1 jam.

6. Membakar sampel dengan menggunakan furnace pada suhu 1200 dengan waktu tahan 3 jam.

7. Mengkarakterisasi sampel menggunakan FTIR, XRD, dan SEM-EDS.

D. Preparasi Bahan Dasar

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang sapi dan sekam padi, berikut adalah preparasi bahan dasar yang dilakukan pada penelitian ini.

1. Tulang sapi

Tulang sapi yang digunakan adalah tulang sapi yang masih dalam kondisi baik, bukan tulang sapi yang sudah terlalu lama. Tulang sapi yang digunakan masih berbentuk bongkahan-bongkahan, kotor dan masih adanya sisa-sisa daging yang menempel pada tulang. Untuk mendapatkan sampel yang diinginkan sehingga perlu dilakukan preparasi bahan terlebih dahulu. Preparasi bahan dimulai dengan pemotongan tulang sapi kecil-kecil dari bentuk semula berupa bongkahan. Kemudian memilih bentuk dan struktur potongan tulang yang bagus sebagai bahan penelitian karena menentukan banyak atau sedikitnya kandungan kalsium, dalam hal ini dipilihlah jenis tulang kortikal. Selanjutnya membersihkan sisa-sisa daging yang masih melekat pada tulang dan mencuci berulang-ulang menggunakan air hingga bersih.


(46)

29

2. Sekam padi

Sekam padi yang digunakan adalah sekam padi yang masih dalam kondisi baik, tidak terlalu lama sehingga tidak dalam kondisi busuk. Hal ini dapat dilihat dari warna dan bentuknya yang masih terlihat baru. Sekam padi yang baru diambil dari pabrik penggilingan umumnya masih bercampur dengan kotoran-kotoran sisa penggilingan seperti tanah, daun bahkan batang jerami itu sendiri, sehingga untuk mendapatkan sampel yang diinginkan perlu dilakukan preparasi bahan terlebih dahulu. Preparasi dimulai dengan merendam, membuang sekam yang mengapung mengambil sekam yang mengendap. Mencuci sekam padi hingga benar bersih, ditiriskan dan menjemur sekam dibawah sinar matahari. Sekam padi yang sudah kering direndam di air panas selama 15 menit, sekam yang mengapung dibuang dan mengendap diambil lalu sekam dijemur kembali dibawah sinar matahari hingga mengering dan dioven selama 2 jam.

E. Perendaman Sampel pada Larutan

Perendam yang dilakukan dengan menggunakan larutan HCl 1 N selama 24 jam bertujuan untuk menghilangkan kandungan pengotor pada tulang sapi. Lalu meniriskan hasil rendaman dan mengeringkan kembali menggunakan oven pada suhu 100 selama 3 jam. Berikutnya mencuci bersih mengguanakan aquades. Tahap selanjutnya perendaman menggunakan larutan NaOH dengan perlakuan yang sama yaitu merendam tulang sapi hasil perendaman HCl selama 24 jam yang bertujuan menetralkan kandungan HCl yang masih melekat pada tulang sapi. Kemudian mengeringkan kembali menggunakan oven pada suhu yang sama yakni 100 selama3 jam dan mencuci bersih dengan aquades.


(47)

30

F. Proses Sol-Gel

Proses ini sekam padi di ekstraksi dengan mencampurkan larutan KOH kedalam sekam padi dan dipanaskan selama 1 jam (aging). Proses sol menjadi gel menggunakan larutan HCl dengan memberi larutan HCl sedikit demi sedikit kedalam sol hingga berubah menjadi gel coklat. Memutihkan gel coklat menjadi gel berwarna putih dengan menggunakan pemutih. Pengovenan gel putih sleama 8 jam dengan suhu 100 oC hingga mengering dan berbentuk silika padatan berwarna putih dan digerus selama 3 jam hingga menjadi serbuk silika.

G. Preparasi Karakterisasi

Dari bahan yang sudah diperoleh, selanjutnya dilakukan pencampuran 95 gram hidroksiapatit dengan 5 gram silika kedalam larutan etanol dengan menggunakan stirrer selama 3 jam, dioven 100oC selama 2 jam dan digerus selama 1 jam. Pada tahap akhir dilakukan uji karakterisasi yang meliputi karakterisasi FTIR, SEM-EDS, dan XRD.

1. FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Karakterisasi menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red) dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi bahan hidroksiapatit. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses FTIR adalah:

1. Menimbang sampel halus sebanyak ± 0,1 gram.

2. Menimbang sampel padat (bebas air) dengan massa ± 1% dari berat KBr. 3. Mencampur KBr dan sampel kedalam mortal dan mengaduk hingga


(48)

31

4. Menyiapkan cetakan pellet, mencuci bagian sampel, base dan tablet frame dengan kloroform.

5. Memasukkan sampel KBr yang telah dicampur dengan set cetakan pellet. 6. Menghubungkan dengan pompa vakum untuk meminimalkan kadar air. 7. Meletakkan cetakan pompa hidrolik dan memberikan tekanan sebesar ± 8

gauge.

8. Menghidupkan pompa vakum selama 15 menit.

9. Mematikan pompa vakum, kemudian menurunkan tekanan dalam cetakan dengan cara membuka keran udara.

10. Melepaskan pellet KBr yang telah terbentuk dan menempatkan pellet KBr pada tablet holder.

11. Menghidupkan alat dengan mengalirkan sumber arus listrik, alat interferometer dan komputer.

2. XRD (X-Ray Diffraction)

Karakterisasi menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan untuk mengetahui struktur kristal bahan hidroksiapatit. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses XRD adalah:

1. Menyiapkan sampel yang akan dianalisis, kemudian merekatkannya pada kaca dan memasang pada tempatnya berupa lempeng tipis berbentuk persegi panjang (sampel holder) dengan lilin perekat.

2. Memasang sampel yang telah disimpan pada sampel holder kemudian meletakkannya pada sampel stand dibagian goniometer.


(49)

32

3. Memasukkan parameter pengukuran pada software pengukuran melalui computer pengontrol, yaitu meliputi penentuan scan mode, penentuan rentang sudut, kecepatan scan cuplikan, member nama cuplikan dan member nomorurut fille data.

4. Mengoperasikan alat difraktometer dengan perintah “start” pada menu komputer, dimana sinar-X akan meradia sisa mpel yang terpancar dari target Cu dengan panjang gelombang 1,5406 Å.

5. Melihat hasil difraksi pada computer dan intensitas difraksi pada sudut 2 tertentu dapat dicetak oleh mesin printer.

6. Mengambil sampel setelah pengukuran cuplikan selesai.

7. Data yang terekam berupa sudut difraksi (2 ), besarnya intensitas (I), dan waktu pencatatan perlangkah (t).

8. Setelah data diperoleh analisis kualitatif dengan menggunakan search match analisys yaitu membandingkan data yang diperoleh dengan data standar (PDF = Power Diffraction File).

3. SEM (Scanning Electron Microscopy)

Karakterisasi SEM dilakukan untuk mengetahui mikrostruktur hidroksiapatit. Langkah-langkah dalam proses SEM adalah:

1. Memasukkan sampel yang akan dianalisa ke vacum column, dimana udara akan dipompa keluar untuk menciptakan kondisi vakum. Kondisi vakum ini diperlukan agar tidak ada molekul gas yang dapat mengganggu jalannya electron selama proses berlangsung.


(50)

33

2. Elektron ditembakkan dan akan melewati berbagai lensa yang ada menuju kesatu titik di sampel.

3. Sinar electron tersebut akan dipantulkan kedetektor lalu ke amplifier untuk memperkuat signal sebelum masuk ke computer untuk menampilkan gambar atau image yang diinginkan.

H. Diagram Alir

Adapun diagram alir penelitian preparasi dan karakterisasi komposit hidroksiapatit-silika 5% yang berbahan dasar tulang sapi dan sekam padi dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini:


(51)

34

Direndam pada Larutan HCl 1 N 24 jam, Oven

100 3 jam

Direbus 8 jam, dioven

150 2 jam

Oven 100 3 jam, digerus

3 jam

Dicuci dengan aquades, direndam pada Larutan

NaOH 1 N 24 jam Tulang sapi Dibersihkan, dicuci dan

dioven 120 3 jam

Mulai Mulai

Sekam padi Dibersihkan, dicuci, dan

dijemur d bawah sinar matahari Direndam dengan menggunakan air panas

selama 15 menit

Oven suhu 110 2 jam

Mengekstraksi sekam padi 1jam (sol) Menge-gel sol dan

memutihkan gel

Mencampur serbuk hidroksiapatit dan 5% serbuk silika

Furnace suhu 1200 °C 3 jam, karakterisasi SEM-EDS, XRD,

FTIR

Oven 100 °C 10 jam, gerus 3 jam Menambahkan larutan etanol,

menstirrer 3 jam, aging Ballmilling 2 jam, oven 100 2 jam

dan di gerus 1 menit

Oven suhu 8 jam, digerus 3 jam (silika)


(52)

56

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian karakteristik komposit BHAp-SiO₂ dari sintesis HA berbahan dasar tulang sapi dengan metode solid state reaction dan SiO₂ berbahan dasar sekam padi dengan metode sol gel dapat dilihat dari hasil analisis fungsional, mikrostruktur, dan fasa, maka didapat kesimpulan seagai berikut :

1. Hasil analisis FTIR kompsit hidroksiapatit-silika amorf 5% sintering 1200 °C

hasil sintesis memiliki gugus fungsi yang mengindikasikasikan terbentuknya Ca (PO ) SiO , yakni gugus OHˉ, CO32ˉ, PO43ˉ dan SiO2.

2. Hasil analisis struktur mikro menggunakan SEM menunjukkan sampel komposit hidroksiapatit-silika amorf 5% sintering 1200 °C memiliki ukuran

butir yang lebih homogen, tersebar merata dan ukuran partikel yang sama. 3. Hasil FTIR, XRD menunjukkan pengaruh komposit terhadap perubahan fasa

yang terjadi akibat subtitusi dari silika amorf dan perlakuan termal yang diberikan menyebabkan beberapa gugus fosfat dan OH hilang untuk menjaga keseimbangan muatan hidroksiapatit dan membentuk fasa kalsium fosfat silikat.


(53)

57

4. Hasil analisis komposisi unsur dan senyawa dengan menggunakan EDS menunjukkan komposit hidroksiapatit-silika amorf 5% terdiri dari unsur Si dalam bentuk senyawa SiO2, Unsur Ca dalam bentuk senyawa CaO, Unsur P dalam bentuk senyawa P2O5.

B.Saran

Pada penelitian lebih lanjut disarankan agar:

1. Untuk mengetahui komposisi terbaik komposit hidroksiapatit dan silika disarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan komposisi hidroksiapatit dan silika yang berbeda yaitu 15%, 20%.atau 30%.

2. Melakukan uji sifat fisis dan mekanik pada komposit hidroksiapatit untuk mengetahui nilai densitas dan porositas dari sampel.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Barakat, N.A.M. Khil M.S. Sheikh F.A. Omran A.M. Kim H.Y. 2009. Extraction of Pure Natural Hydroxyapatite from the Bovine Bone Bio Waste by Three Different Methods. Materials Processing Technology. Vol. 209. pp. 3408-3415.

Barezhnaya, A. 2008. Solid-Phase Interaction In The Hydroxyapatite/Titanium Heterostructures Upon High-Temperature Aneling In Air and Argon. Inorganic Materials. Vol. 44, No. 11, pp. 1214-1217.

Barsoum,M.W. 2005. Fundamentals Ceramics. John Wiley. New York

Brinker, C.J. and Scherer G.W. 1990. The Physics and Chemistry of Sol-Gel Processing. Sol-Gel Science. pp. 839-880.

Darjito, Arum C.D. dan Sri W. 2014. Sintesis Biokeramik Hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2 dari Limbah Tulang Sapi Menggunakan Metode Sol-Gel. Kimia Student Journal. Vol. 1, No. 2, pp. 203-209.

Fahimah, A. Diniyah W. Sri W. Mohammad M.K. 2014. Pengaruh Perbandingan Massa a:P Terhadap Sintesis Hidroksiapatit Tulang Sapi dengan Metode Kering. Kimia Student Journal. Vol. 1, No. 2, pp. 196-202.

George, S. 2001. Infrared and Raman Characteristic Group Frequencies: Tables and Charts. Canada: Wiley.

Habib, F.S. Alam N. Zahra M. Irfan W. Iqbal. 2012. Synthesis Route and Characterization of Hydroxyapatite Powder Prepared from Waste Egg Shells. Pakistan Institute of Technology for Minerals and Advanced Engineering Materials PCSIR Lab. Complex Lahore. Pakistan

Heimke, G and Gross P. 1980. Ceramic Implant Materials. Medical & Biology Engineering. Vol.18, pp. 503–510.

Hoque, M.E. Sakinah.N. Chuan.Y.L. Ansari.M.N.M. 2014. Synteshesis and Characterization of Hydroxyapatite Bioceramic. International Journal of Scientific Engineering and Technology. Vol. 3, No. 5, pp. 458-462.


(55)

Jullaphan, O. Witoon T. Chareonpanich M. 2009. Synthesis of Mixed-Phase Uniformly Infiltrated SBA-3-Like in SBA-15 Bimodal Mesoporous Silica From Rice Husk Ash. Materials Letters.Vol. 63, pp. 1303-1306. Kim, M. Yoon S.K. Choi E. Gil B. 2008. Comparison of The Adsorbent

Performance Between Rice Hull Ash and Rice Hull Silica Gel According to Their Structural Differences. Food Science and Technology. Vol. 41, pp. 701706.

Kim, S.R. Leeb J.H. Kim Y.T. Riu D.H. Jung S.J. Lee Y.J. Chung S.C. Kim Y.H. 2002. Synthesis of Si, Mg Substituted Hydroxyapatites and Their Sintering Behaviors. Biomaterials. Vol. 24, pp.1389–1398.

Kusrini, E dan Sontang M. 2012. Characterization of X-Ray Diffraction and Electron Spin Resonance. Physical and Chemistry. Vol. 81, pp. 118-125. Lavernia, C.J.M. and Schoenung. 1991. Calcium Phosphate Ceramics as Bone

Substitute. Ceramic Bulletin. Vol. 70, No. 1, pp. 53-62.

Li, D.W. Chen D.Y. Zhu X.F. 2011. Reduction in Time Required for Synthesis of High Specific Surface Area Silica from Pyrolized Rice Husk by Precipitation at Low PH. Bioresource Technology. Vol. 102, pp. 7001-7003.

Lin, P. and Groot K. 1994. Better Bioactive Ceramics Through Sol-Gel Process. Journal of Sol-Gel Science and Technology. Vol. 3, No. 3, pp 797-801. Maachou, H. 2008. Characterization and In Vitro Bioactivity of

Chitosan/Hydroxyapatite Composite Membrane Prepared by Freeze-Gelation Method. Ceramics International. Vol. 22, No. 1, pp. 16-27. Matsumoto, T.J. Sang H. Takuya I. Takayosi N. Takuya M. Satosi I. 2011.

Zirconia-Hydroxyapatite Composite Material With Micro Porous Structure. Dental Materials. Vol. 27, pp. 205-212.

Mollazadeh, S.J. Javadpour A. Khavandi. 2007. In Situ Synthesis and Characterization of Nano-Size Hydroxyapatite in Poly (Vinyl Alcohol) Matrix. Ceramics International. Vol. 33, pp 1579-1583.

Mondal, S. Biswanath M. Apurba d. Sudit S. Mukhopadhay. 2010. Studies of Processing and Characerization of Hydroxyapatite Biomaterials from Different Bio Wastes. Journal of Minerals and Materias Characterization and engineering. Vol. 11, No. 1, pp. 55-67.

Nather, A. 2012. Bone grafts and bone substitutes-Basic Science and clinical applications. Structure of bone. Singapore: World Scientific Publishing.


(56)

Nayak, J.P. 2010. Preparation and Characterization of Bioactive Silica-based Ceramics derived from Rice Husk Ash. India: National Institute of Technology Rourkela.

Nayak, J.P and J. Bera. 2010. Effect of Sintering Temperature on Mechanical Behavoir and Bioactivity of Sol-Gel Synthesized Bioglass-Ceramics Using Rice Husk Ash as a Silica Source. Applied Surface Science. Vol. 257, pp. 458-462.

Ooi, C.Y. Hamdi M. Ramesh S. 2007. Properties of Hidroxyapatite Produced By Annealing of Bovine Bone. Ceramics International. Vol. 33, pp. 1171-1177.

Park, J. 2008. Properties Characterizations, and Aplications. Springer. New York.

Perwitasari, D.C. 2008. Hidrolisis Tulang Sapi Menggunakan HCl Untuk Pembuatan Gelatin. Makalah Seminar Nasional Soebardjo Brotohardjono.

Pijarn, N. Jaroenworaluck A. Sunsaneeyametha W. Stevens R. 2010. Synthesis and Characterization of Nanosized-Silica Gels Formed Under Contolled Conditions. Powder Technology. No. 203, pp. 462-468.

Qu, Y.N. Tian Y.M. Zou B. Zhang J. Zheng Y.H. Wang I.I. Li Y. Rong C.G. Wang Z.C. 2010. A Novel Mesoporous Lignin/Silica Hybrid from Rice Husk Produced by a Sol-Gel Method. Bioresource Technology. Vol. 101, pp. 8402-8405.

Rachmania, A.P. 2012. Preparasi Hidroksiapatit dari Tulang Sapi dengan Metode Kombinasi Ultrasonik dan Spray Drying. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.

Sari, Y.W. Maddu A. Dahlan K. Fajriyah H.I. Dewi S.U. Soejoko D.S. 2011. In Situ Synthesis of Composite of Calcium Phosphate Carbonate-Polyglycolide. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi. Vol. 1, No. 2, pp. 63-66.

Shackelford, J.F. 2005. Advanced Ceramics: Bioceramics. Gordon and Breach Publisers, New Jessey. New York.

Sheeraz, N. Zulkifli C. Rahman I.A. Mohamad D. Husein A. 2013. A Green Sol-Gel Route The Synthesis of Structurally Controlled Silica Perticles From Rice Husk For Dental Comosite Filler. Ceramics International. Vol. 39, pp. 4559-4567.

Sontang, M. 2000. Optimasi Hydroxyapatite dalam Tulang Sapi Melalui Proses Sintering. Tesis. Universitas Indonesia.


(57)

Suryadi. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Biomaterial Hidroksipatit dengan ProsesPengendapan Kimia Basah. Tesis. Depok: Universitas Indonesia. Wahdah, I. Sri W. Darjito. 2014. Sintesis Hidroksiapatit dari Tulang Sapi dengan

Metode Basah-Pengendapan. Kimia Student Journal. Vol.1, No. 1, pp. 92-97.

Windarti, T dan Astuti Y. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ca2+ dan (PO4)3- pada Pembentukan Hidroksiapatit di dalam Matrik Selulosa Material. Kimia Student. Vol. 9, No. 3, pp. 1-4.

Vlack, L. H. 2004. Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material. Jakarta: Erlangga

Ylinen, P. 2006. Applications of Coralline Hidroxyapatite with Bioresorbable Containment and Reinforcement as Bonegraft Substitute. Academic dissertation. Medical Faculty of the University of Helsinki.

Zaragoza, D.L. Guzman E.T.R. Gutierrez L.R.R. 2009. Surface and Physicochemical Characterization of Phosphates Vivianit, Fe2(PO4)3 and Hydroxyapatite Ca5(PO4)3(OH). Journal of Minerals and Materials Characterization and Engineering. Vol. 8, No. 8, pp 591-609.


(1)

56

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian karakteristik komposit BHAp-SiO₂ dari sintesis HA berbahan dasar tulang sapi dengan metode solid state reaction dan

SiO₂ berbahan dasar sekam padi dengan metode sol gel dapat dilihat dari hasil analisis fungsional, mikrostruktur, dan fasa, maka didapat kesimpulan seagai berikut :

1. Hasil analisis FTIR kompsit hidroksiapatit-silika amorf 5% sintering 1200 °C hasil sintesis memiliki gugus fungsi yang mengindikasikasikan terbentuknya Ca (PO ) SiO , yakni gugus OHˉ, CO3, PO

4

dan SiO 2.

2. Hasil analisis struktur mikro menggunakan SEM menunjukkan sampel komposit hidroksiapatit-silika amorf 5% sintering 1200 °C memiliki ukuran butir yang lebih homogen, tersebar merata dan ukuran partikel yang sama. 3. Hasil FTIR, XRD menunjukkan pengaruh komposit terhadap perubahan fasa

yang terjadi akibat subtitusi dari silika amorf dan perlakuan termal yang

diberikan menyebabkan beberapa gugus fosfat dan OH hilang untuk menjaga keseimbangan muatan hidroksiapatit dan membentuk fasa kalsium fosfat silikat.


(2)

57

4. Hasil analisis komposisi unsur dan senyawa dengan menggunakan EDS menunjukkan komposit hidroksiapatit-silika amorf 5% terdiri dari unsur Si

dalam bentuk senyawa SiO2, Unsur Ca dalam bentuk senyawa CaO, Unsur P dalam bentuk senyawa P2O5.

B.Saran

Pada penelitian lebih lanjut disarankan agar:

1. Untuk mengetahui komposisi terbaik komposit hidroksiapatit dan silika disarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan komposisi hidroksiapatit dan silika yang berbeda yaitu 15%, 20%.atau 30%.

2. Melakukan uji sifat fisis dan mekanik pada komposit hidroksiapatit untuk mengetahui nilai densitas dan porositas dari sampel.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Barakat, N.A.M. Khil M.S. Sheikh F.A. Omran A.M. Kim H.Y. 2009. Extraction of Pure Natural Hydroxyapatite from the Bovine Bone Bio Waste by Three Different Methods. Materials Processing Technology. Vol. 209.

pp. 3408-3415.

Barezhnaya, A. 2008. Solid-Phase Interaction In The Hydroxyapatite/Titanium Heterostructures Upon High-Temperature Aneling In Air and Argon.

Inorganic Materials. Vol. 44, No. 11, pp. 1214-1217.

Barsoum,M.W. 2005. Fundamentals Ceramics. John Wiley. New York

Brinker, C.J. and Scherer G.W. 1990. The Physics and Chemistry of Sol-Gel Processing. Sol-Gel Science. pp. 839-880.

Darjito, Arum C.D. dan Sri W. 2014. Sintesis Biokeramik Hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2 dari Limbah Tulang Sapi Menggunakan Metode Sol-Gel. Kimia Student Journal. Vol. 1, No. 2, pp. 203-209.

Fahimah, A. Diniyah W. Sri W. Mohammad M.K. 2014. Pengaruh Perbandingan Massa a:P Terhadap Sintesis Hidroksiapatit Tulang Sapi dengan Metode Kering. Kimia Student Journal. Vol. 1, No. 2, pp. 196-202.

George, S. 2001. Infrared and Raman Characteristic Group Frequencies: Tables

and Charts. Canada: Wiley.

Habib, F.S. Alam N. Zahra M. Irfan W. Iqbal. 2012. Synthesis Route and Characterization of Hydroxyapatite Powder Prepared from Waste Egg Shells. Pakistan Institute of Technology for Minerals and Advanced

Engineering Materials PCSIR Lab. Complex Lahore. Pakistan

Heimke, G and Gross P. 1980. Ceramic Implant Materials. Medical & Biology Engineering. Vol.18, pp. 503–510.

Hoque, M.E. Sakinah.N. Chuan.Y.L. Ansari.M.N.M. 2014. Synteshesis and Characterization of Hydroxyapatite Bioceramic. International Journal of Scientific Engineering and Technology. Vol. 3, No. 5, pp. 458-462.


(4)

Jullaphan, O. Witoon T. Chareonpanich M. 2009. Synthesis of Mixed-Phase

Uniformly Infiltrated SBA-3-Like in SBA-15 Bimodal Mesoporous Silica From Rice Husk Ash. Materials Letters.Vol. 63, pp. 1303-1306.

Kim, M. Yoon S.K. Choi E. Gil B. 2008. Comparison of The Adsorbent Performance Between Rice Hull Ash and Rice Hull Silica Gel According to Their Structural Differences. Food Science and Technology. Vol. 41,

pp. 701706.

Kim, S.R. Leeb J.H. Kim Y.T. Riu D.H. Jung S.J. Lee Y.J. Chung S.C. Kim Y.H. 2002. Synthesis of Si, Mg Substituted Hydroxyapatites and Their Sintering Behaviors. Biomaterials. Vol. 24, pp.1389–1398.

Kusrini, E dan Sontang M. 2012. Characterization of X-Ray Diffraction and Electron Spin Resonance. Physical and Chemistry. Vol. 81, pp. 118-125.

Lavernia, C.J.M. and Schoenung. 1991. Calcium Phosphate Ceramics as Bone Substitute. Ceramic Bulletin. Vol. 70, No. 1, pp. 53-62.

Li, D.W. Chen D.Y. Zhu X.F. 2011. Reduction in Time Required for Synthesis of High Specific Surface Area Silica from Pyrolized Rice Husk by Precipitation at Low PH. Bioresource Technology. Vol. 102, pp.

7001-7003.

Lin, P. and Groot K. 1994. Better Bioactive Ceramics Through Sol-Gel Process. Journal of Sol-Gel Science and Technology. Vol. 3, No. 3, pp 797-801.

Maachou, H. 2008. Characterization and In Vitro Bioactivity of Chitosan/Hydroxyapatite Composite Membrane Prepared by Freeze-Gelation Method. Ceramics International. Vol. 22, No. 1, pp. 16-27.

Matsumoto, T.J. Sang H. Takuya I. Takayosi N. Takuya M. Satosi I. 2011. Zirconia-Hydroxyapatite Composite Material With Micro Porous Structure. Dental Materials. Vol. 27, pp. 205-212.

Mollazadeh, S.J. Javadpour A. Khavandi. 2007. In Situ Synthesis and Characterization of Nano-Size Hydroxyapatite in Poly (Vinyl Alcohol) Matrix. Ceramics International. Vol. 33, pp 1579-1583.

Mondal, S. Biswanath M. Apurba d. Sudit S. Mukhopadhay. 2010. Studies of Processing and Characerization of Hydroxyapatite Biomaterials from Different Bio Wastes. Journal of Minerals and Materias Characterization and engineering. Vol. 11, No. 1, pp. 55-67.

Nather, A. 2012. Bone grafts and bone substitutes-Basic Science and clinical applications. Structure of bone. Singapore: World ScientificPublishing.


(5)

Nayak, J.P. 2010. Preparation and Characterization of Bioactive Silica-based Ceramics derived from Rice Husk Ash. India: National Institute of

Technology Rourkela.

Nayak, J.P and J. Bera. 2010. Effect of Sintering Temperature on Mechanical

Behavoir and Bioactivity of Sol-Gel Synthesized Bioglass-Ceramics Using Rice Husk Ash as a Silica Source. Applied Surface Science. Vol.

257, pp. 458-462.

Ooi, C.Y. Hamdi M. Ramesh S. 2007. Properties of Hidroxyapatite Produced By Annealing of Bovine Bone. Ceramics International. Vol. 33, pp.

1171-1177.

Park, J. 2008. Properties Characterizations, and Aplications. Springer. New

York.

Perwitasari, D.C. 2008. Hidrolisis Tulang Sapi Menggunakan HCl Untuk Pembuatan Gelatin. Makalah Seminar Nasional Soebardjo

Brotohardjono.

Pijarn, N. Jaroenworaluck A. Sunsaneeyametha W. Stevens R. 2010. Synthesis and Characterization of Nanosized-Silica Gels Formed Under Contolled Conditions. Powder Technology. No. 203, pp. 462-468.

Qu, Y.N. Tian Y.M. Zou B. Zhang J. Zheng Y.H. Wang I.I. Li Y. Rong C.G. Wang Z.C. 2010. A Novel Mesoporous Lignin/Silica Hybrid from Rice Husk Produced by a Sol-Gel Method. Bioresource Technology. Vol. 101,

pp. 8402-8405.

Rachmania, A.P. 2012. Preparasi Hidroksiapatit dari Tulang Sapi dengan Metode Kombinasi Ultrasonik dan Spray Drying. Tesis. Depok:

Universitas Indonesia.

Sari, Y.W. Maddu A. Dahlan K. Fajriyah H.I. Dewi S.U. Soejoko D.S. 2011. In Situ Synthesis of Composite of Calcium Phosphate Carbonate-Polyglycolide. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi. Vol. 1, No. 2, pp.

63-66.

Shackelford, J.F. 2005. Advanced Ceramics: Bioceramics. Gordon and Breach

Publisers, New Jessey. New York.

Sheeraz, N. Zulkifli C. Rahman I.A. Mohamad D. Husein A. 2013. A Green Sol-Gel Route The Synthesis of Structurally Controlled Silica Perticles From Rice Husk For Dental Comosite Filler. Ceramics International. Vol. 39,

pp. 4559-4567.

Sontang, M. 2000. Optimasi Hydroxyapatite dalam Tulang Sapi Melalui Proses Sintering. Tesis. Universitas Indonesia.


(6)

Suryadi. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Biomaterial Hidroksipatit dengan ProsesPengendapan Kimia Basah. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.

Wahdah, I. Sri W. Darjito. 2014. Sintesis Hidroksiapatit dari Tulang Sapi dengan Metode Basah-Pengendapan. Kimia Student Journal. Vol.1, No. 1, pp.

92-97.

Windarti, T dan Astuti Y. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ca2+ dan (PO4)3- pada Pembentukan Hidroksiapatit di dalam Matrik Selulosa Material. Kimia Student. Vol. 9, No. 3, pp. 1-4.

Vlack, L. H. 2004. Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material. Jakarta:

Erlangga

Ylinen, P. 2006. Applications of Coralline Hidroxyapatite with Bioresorbable Containment and Reinforcement as Bonegraft Substitute. Academic

dissertation. Medical Faculty of the University of Helsinki.

Zaragoza, D.L. Guzman E.T.R. Gutierrez L.R.R. 2009. Surface and Physicochemical Characterization of Phosphates Vivianit, Fe2(PO4)3 and Hydroxyapatite Ca5(PO4)3(OH). Journal of Minerals and Materials Characterization and Engineering. Vol. 8, No. 8, pp 591-609.