Analisis Semiotik Gaya Hidup Laki-laki dan Perempuan dalam Iklan (Studi pada Iklan Produk Khusus untuk Laki-laki dan Iklan Produk Khusus untuk Perempuan)

(1)

ABSTRAK

Analisis Semiotik Pola Gaya Hidup Laki-laki dan Perempuan dalam Iklan

Oleh

Alifia Oktrina Fayardi

Industri periklanan yang berkembang pesat membuat para pengiklan berlomba-lomba dalam mengemas iklannya agar tampak semenarik mungkin. Berbagai tema digunakan dalam iklan, salah satunya adalah gaya hidup. Gaya hidup merupakan sesuatu yang melekat dalam kehidupan sehari-hari dan telah menjadi kebutuhan bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya hidup laki-laki maupun perempuan dalam iklan produk khusus untuk laki-laki dan iklan produk khusus untuk perempuan serta bagaimana proses konstruksinya. Metode penelitian ini menggunakan metode dan teori semiotika Roland Barthes sebagai pisau analisisnya. Penelitian ini menemukan bahwa iklan produk khusus laki-laki menekankan gaya hidup laki-laki dengan citra maskulin. Iklan produk khusus perempuan menanamkan bahwa gaya hidup perempuan lekat dengan urusan penampilan. Iklan seolah mendiktekan gaya hidup masyarakat dengan memberikan gambaran bagaimana seseorang harus berpenampilan, apa yang perlu dikonsumsi, serta bagaimana cara mengisi waktu luang.


(2)

ABSTRACT

Semiotics Analysis of Men's and Women's Lifestyle in Advertisement By

Alifia Oktrina Fayardi

The advertising industry which growing rapidly create advertisers vying to make the ads look as attractive as possible. Various themes are used in advertising, one of which is a lifestyle. Lifestyle is something inherent in daily life and has become a necessity for men and women. The purpose of this study was to determine the lifestyle of men and women in men's product advertisements and men's product advertisements as well as how the construction process of lifestyle in ads. This study used semiotic analysis of Roland Barthes as the method and the theory of analytic research. This study found that men’s product advertisementsemphasized men’s lifestyle with masculine image. Women’s product advertisementsinstilled women’s lifestyle attached to appearances. Lifestyle in advertising is used as a medium to form a public tastes. Advertising as though dictating people's lifestyle by providing an idea of how a person should be dressed, what needs to be consumed, and how to spend leisure time.


(3)

Analisis Semiotik Pola Gaya Hidup Laki-laki dan Perempuan dalam Iklan (Studi pada Iklan Produk Khusus untuk Laki-laki

dan Iklan Produk Khusus untuk Perempuan)

Oleh

Alifia Oktrina Fayardi Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU KOMUNIKASI

Pada

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Alifia Oktrina Fayardi. Lahir di Bandar Lampung pada tanggal 10 Oktober 1993, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, yakni merupakan anak dari pasangan Bapak Yarmaidi dan Ibu Fauziah Aryati.

Pendidikan formal yang pernah penulis tempuh adalah Taman Kanak-Kanak Kartika II-27 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Dasar Kartika II-5 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Bandar Lampung. Penulis menjalani pendidikan di kelas akselerasi sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dalam jangka waktu 2 tahun dan lulus di tahun 2008. Kemudian penulis mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus di tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi melalui Jalur SNMPTN di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi, penulis aktif di HMJ Ilmu Komunikasi sebagai anggota bidang Advertising.


(8)

MOTTO


(9)

PERSEMBAHAN

Untuk mama dan papa

Terima kasih atas doa dan dukungannya

I love you


(10)

SANWACANA

Puji syukur yang tiada terkira penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena bantuan, berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Semiotik Pola Gaya Hidup Laki-laki dan Perempuan dalam Iklan” ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW atas cahaya kebenaran yang dibawa oleh beliau.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai perbaikan pada skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan, namun dapat penulis selesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis megucapkan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada:

1. Allah SWT. Atas segala kebesaran, kuasa, kesehatan serta petunjuk yang selalu Engkau berikan. Nabi Muhammad SAW. atas kebenaran sejati yang disampaikan kepada kami.


(11)

2. Mama dan papa, Ibu Fauziah Aryati dan Pak Yarmaidi, terima kasih atas segala cinta, kasih sayang, doa, serta dukungannya. Terima kasih karena selalu memberikan kekuatan terutama di saat-saat berat dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih telah menjadi orang tua yang mengerti minat anaknya serta mendukung secara penuh dan tetap selalu mengingatkan untuk berada di jalan yang benar. Terima kasih telah menjadi orang tua yang baik serta menjadi teman yang senantiasa bisa berbagi cerita dan candaan setiap harinya. Semoga untuk selanjutnya alip bisa memberikan sesuatu yang lebih membanggakan lagi bagi mama dan papa, aamiin.

3. Kedua kakakku, Albar Wajid Fayardi dan Alvis Oktanza Fayardi, yang masih tetep saja jahil sampai sekarang haha. Terima kasih telah menjadi teman diskusi dan terima kasih atas semua nasehat yang diberikan walaupun kita menekuni bidang yang berbeda. Ayo kita buat mama dan papa bahagia dan bangga karena punya anak kayak kita!

4. Bapak Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

5. Dr. Abdul Firman Ashaf, SIP., M.Si. selaku Dosen Pembimbing senantiasa memberikan waktu, ilmu, masukan, dukungan, dan saran yang berharga, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih atas semua kebaikan yang telah bapak berikan. Berkat Bapak, telah banyak ilmu yang saya dapatkan selama proses bimbingan.

6. Prof. Dr. Karomani, M.Si. selaku Dosen Pembahas yang senantiasa telah meluangkan waktunya serta memberikan banyak masukan, kritik, dan


(12)

saran perbaikan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas semua saran dan ilmu yang telah bapak berikan selama ini.

7. Kelompok Belajar, sahabat terdahsyat selama masa perkuliahan! Terima kasih atas semua dukungan kalian selama ini, atas segala canda, tawa, air mata, kekesalan, dan kegilaan yang udah kita lewati bersama. Terima kasih atas kenangan tangis-tangisan bareng di Starbucks saat kita liburan waktu itu sehingga kita bisa lebih mengerti satu sama lain dan mencoba untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Semoga persahabatan kita bakal terus lanjut sampai kita tua nanti, aamiin. Terima kasih sudah menerima alip dengan segala kekurangan dan kekurangannya, I love you, guys.

8. Arinta Winsi, sahabat yang kok kayaknya sibuk banget, yang nggak selalu tampak ada tapi selalu ada, yang nggak pernah kehabisan bahan obrolan setiap ketemu, dan yang nggak pernah bosen bahas masalah klasik kita yang itu-itu aja haha. Terima kasih atas semua dukungan dan waktunya. Terima kasih sudah jadi tempat berkeluh kesah dan jadi teman curhat yang tidak baik.

9. Teman-teman Aksel 5 terutama Dije, Rendy, Unai, Fanisa, Ena, Oci, Ojek, Gusmau, Maja, Yoyok, Mayang, yang nggak pernah gagal untuk menghibur. Terima kasih atas semangat dan waktu kalian. Momen bareng kalian merupakan salah satu hal yang alip syukuri sampe saat ini.

10. Teman-teman komsebelas: Bang Jay, Prita, Ade, Mifta, Rizka, Tere, Fitri, Anggi, Venta, Zee, Vona, Dhila, Hesti, Mayang, Lidya, Fajriati, Pipit,


(13)

Ambar, Wahyu, Issa, Yessy, Cita, Mizanny, Ageta, Arum, Ayu Tia, Ida, Nita, Shaela, Amel, Rizal, Calvien, Arta, Nanang, Ricky, Fajri, Sade, Dimas, Yazid, Bayu, Metal, Fikri, Manda, Sigit, Adi, Yoga, Gigih, dll yang tidak bisa disebutkan satu persatu karena jumlahnya ratusan haha. Terimakasih buat kebersamaan dan dukungan kalian selama ini, luarrrrr biassaaa!

11.Adik-adik tingkat, Shyntia, Sis Riva, Emil, Aulia, Dendy, Zulfa, Nuy, Emon, Vina, Sarah, Astrid, Bibeh, Nidi, Shinta, Ndah, yang kalau ketemu hobi banget nanyain kapan seminar, kapan kompre, dan kapan wisuda. Kalian harus tahu kalau itu pertanyaan paling sensitif buat ditanyakan ke mahasiswa tingkat akhir haha. Terima kasih buat semangat dan waktunya untuk nemenin di saat nunggu dosen di kampus.

12.Teman-teman KKN, Aan, Aji, Wayan, Agung, Ade, Umi Ulum, Adit, Mario, Genji, Abdul. Terima kasih atas pengalaman berharga dan motivasi kalian dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Untuk semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu, mendoakan, memberikan semangat, pelajaran-pelajaran berharga, pengetahuan, kritik, dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Semoga Allah S.W.T membalas seluruh ketulusan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, 14 Agustus 2015 Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL …..……….. xv

DAFTAR GAMBAR ……….. xvi

I. PENDAHULUAN ……….. 1

1.1.Latar Belakang ………..………. 1

1.2.Rumusan Masalah ………..……… 4

1.3.Tujuan Penelitian ……… 5

1.4.Kegunaan Penelitian ………. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 6

2.1. Kerangka Kontekstual ……….………….. 6

2.1.1. Penelitian Terdahulu ……….……… 6

2.1.2. Kapitalisme, Iklan, dan Gaya Hidup ..………. 10

2.1.3. Iklan dan Gender ...……….……….. 14

2.2. Kerangka Konseptual …..……….………….. 19

2.2.1. Semiotika Iklan ………..……….………… 19

2.2.2. Paradigma Kritis ……….……….. 25

2.3. Kerangka Pikir ………..………. 27

III. METODE PENELITIAN ……….……….. 29

3.1. Paradigma Penelitian ……….…..……… 29

3.2. Pendekatan Penelitian ………..……… 29


(15)

3.3. Jenis Data ………. 30

3.4. Prosedur Penelitian ………..………. 31

1. Teknik Pengumpulan Data ………. 31

2. Teknik Analisis Data Kualitatif ………..……… 31

IV. GAMBARAN UMUM ………..……… 34

4.1. Belanja Iklan ………..……… 34

4.2. Gambaran Produk dan Iklan ………. 36

4.2.1. Garnier Men Acno Fight ………..….….. 36

a. Produk Garnier Men Acno Fight ………..………. 36

b. Deskripsi Iklan Garnier Men Acno Fight ……….…. 37

4.2.2. Rexona Men Invisible Dry ……….……. 38

a. Produk Rexona Men Invisible Dry ……….… 38

b. Deskripsi Iklan Rexona Men Invisible Dry ………...……… 39

4.2.3. L-Men Gain Mass ………...………….…. 39

a. Produk L-Men Gain Mass ………...……….…. 39

b. Deskripsi Iklan L-Men Gain Mass ………...……….…. 40

4.2.4. Garnier Pure Active ………....……..….. 41

a. Produk Garnier Pure Active ……….………. 41

b. Deskripsi Iklan Garnier Pure Active …………..……….………. 42

4.2.5. Rexona Women Invisible Dry ……….... 42

a. Produk Rexona Women Invisible Dry ………..…….… 42

b. Deskripsi Iklan Rexona Women Invisible Dry ………..……..…. 43

4.2.6. WRP Nutritious Drink ……….…… 44

a. Produk WRP Nutritious Drink ………..……….. 44

b. Deskripsi Iklan WRP Limited Edition …………...………..……. 45

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………...……… 46

5.1. Hasil Penelitian ………..………..……… 46

5.1.1. Signifikasi Dua Tahap Penandaan Garnier Men Acno Fight …….. 47


(16)

b. Signifikasi Tahap Kedua Garnier Men Acno Fight ………….…. 48

5.1.2. Signifikasi Dua Tahap Penandaan Rexona Men Invisible Dry …. 51

a. Signifikasi Tahap Pertama Rexona Men Invisible Dry ……….… 51

b. Signifikasi Tahap Kedua Rexona Men Invisible Dry ……… 56

5.1.3. Signifikasi Dua Tahap Penandaan L-Men Gain Mass ………. 58

a. Signifikasi Tahap Pertama L-Men Gain Mass ……….…. 58

b. Signifikasi Tahap Kedua L-Men Gain Mass ………. 61

5.1.4. Signifikasi Dua Tahap Penandaan Garnier Pure Active ……….…. 63

a. Signifikasi Tahap Pertama Garnier Pure Active ………. 63

b. Signifikasi Tahap Kedua Garnier Pure Active ………….………. 66

5.1.5. Signifikasi Dua Tahap Penandaan Rexona Women Invisible Dry .. 68

a. Signifikasi Tahap Pertama Rexona Women Invisible Dry ……… 68

b. Signifikasi Tahap Kedua Rexona Women Invisible Dry ……... 72

5.1.6. Signifikasi Dua Tahap Penandaan WRP Limited Edition …….… 76

a. Signifikasi Tahap Pertama WRP Limited Edition ……..……….. 76

b. Signifikasi Tahap Kedua WRP Limited Edition …………..……. 80

5.2. Pembahasan ………..……….………. 84

5.2.1. Gaya Hidup Laki-laki dalam Iklan ………...……..……. 86

5.2.2. Gaya Hidup Perempuan dalam Iklan ……….……. 91

5.2.3. Permainan Tanda dan Konstruksi Gaya Hidup .………...……. 98

VI. PENUTUP ……….……….. 114

6.1. Kesimpulan ………. 114

6.2. Saran ………. 115


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu ……….…….………. 9 Tabel 2.2 Perbedaan antara Men (Laki-laki) dan Women (Perempuan) … 15 Tabel 2.3 Perbedaan Gaya Hidup Laki-laki dan Perempuan ……….. 16


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes ………...… 21

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir ………..….. 28

Gambar 4.1 Garnier Men Acno Fight…….………. 37

Gambar 4.2 Rexona Men Invisible Dry Roll-on .………..………….. 38

Gambar 4.3 L-Men Gain MassBarthes ………..……… 40

Gambar 4.4 Garnier Pure Active ………….……….. 41

Gambar 4.5 Rexona Women Invisible Dry Roll-on……… 43

Gambar 4.6 WRP Nutritious Drink Choco Cereal ……….. 44

Gambar 5.1 Pergeseran Citra Perempuan …….……….………. 95

Gambar 5.2 New Masculinity.………..………..……….. 106


(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri periklanan adalah industri yang dapat dikatakan berkembang sangat pesat. Hal ini dapat terlihat dari total belanja iklan terus meningkat dari tahun ke tahun. Iklan itu sendiri, menurut Dunn dan Barban (dalam Widyatama, 2009: 15), merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang disampaikan lewat media dengan membayar ruang dipakainya untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk (persuasif) kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga non-komersial, maupun pribadi yang berkepentingan.

Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi massa karena proses penyampaiannya dilakukan melalui media massa. Diantara berbagai jenis media massa yang ada, televisi dianggap merupakan salah satu media yang efektif dalam pemasangan iklan dibandingkan media massa lainnya. Televisi merupakan media yang memiliki khalayak yang luas karena hampir setiap orang dapat menikmati tayangan televisi. Sesuai karakternya, iklan televisi mengandung unsur suara, gambar dan gerak. Oleh karena itu, pesan yang disampaikan melalui media ini sangat menarik perhatian dan impresif (Widyatama, 2009: 91).


(20)

2

Berkembangnya industri periklanan membuat produsen iklan berlomba-lomba dalam mengemas pesan ke dalam bentuk yang menarik. Mereka dituntut untuk memahami tren, karakter dan minat khalayak serta memperhatikan segala unsur dalam iklannya agar pesan dapat menarik perhatian dan isinya akan tersampaikan dengan baik. Ada berbagai tema yang diangkat dalam sebuah iklan dan yang sering kita jumpai adalah iklan bertemakan gaya hidup. Gaya hidup sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga lebih mudah jika digunakan dalam memepengaruhi pikiran khalayak. Gaya hidup mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan dan pola-pola respons terhadap hidup, serta terutama perlengkapan untuk hidup. Cara berpakaian, cara kerja, pola konsumsi, bagaimana individu mengisi kesehariannya merupakan unsur-unsur yang membentuk gaya hidup (Suyanto, 2013: 138).

Gaya hidup adalah bagian dari ciri masyarakat modern, terlebih masyarakat post-modern. Gaya hidup didefinisikan sebagai pola-pola tindakan yang membedakan satu orang dengan yang lain. Gaya hidup bukan hanya monopoli kaum perempuan, tetapi juga menjadi kebutuhan kaum laki-laki (Suyanto, 2013: 147). Kaum perempuan banyak tergoda dengan iklan yang berkaitan dengan kecantikan, seperti krim wajah, make up, minuman pelangsing, dan masih banyak lagi. Iklan-iklan produk tersebut membentuk definisi cantik pada pemikiran khalayak. Cantik itu seperti apa yang ada pada iklan yakni perempuan yang memliki kulit cerah, wajah mulus, rambut hitam panjang, badan langsing, dan sebagainya. Iklan-iklan tersebut membentuk pemikiran jika Anda ingin cantik, pakailah produk pada iklan-iklan tersebut. Sehingga seringkali seseorang membeli produk yang sebenarnya tidak ia butuhkan tetapi telah terbentuk di pikiran mereka bahwa


(21)

3

produk seperti itu perlu dimiliki. Sedangkan untuk kaum laki-laki, saat ini telah banyak muncul iklan yang menjual produk khusus untuk laki-laki, salah satunya adalah pembersih wajah. Iklan produk khusus untuk laki-laki tersebut mengiklankan produknya dengan memanfaatkan citra maskulin, hidup santai dan asik, atau yang berkaitan dengan hobi, seperti olahraga dan musik. Iklan-iklan tersebut umumnya memberikan penggambaran mengenai laki-laki yang maskulin, bergaya, dan membanggakan.

Banyaknya iklan bertemakan gaya hidup, baik produk untuk perempuan maupun laki-laki, membuat penulis ingin meneliti beberapa iklan televisi. Oleh karena itu, setelah melakukan pengamatan sederhana penulis menentukan beberapa iklan untuk diteliti dan memisahkannya menjadi dua kategori, yaitu iklan produk khusus untuk laki-laki (iklan Garnier Men Acno Fight, Rexona Men Invisible Dry, L-Men Gain Mass) dan iklan produk khusus untuk perempuan (iklan Garnier Pure Active, Rexona Women Invisible Dry, WRP Limited Edition). Penulis menganalisis bagaimana gaya hidup laki-laki dan perempuan pada iklan-iklan tersebut.

Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang tidak hanya berfungsi sebagai sarana promosi untuk menawarkan barang dan jasa saja, tetapi iklan mengalami perluasan fungsi, yaitu menjadi alat untuk menanamkan makna simbolik melalui bahasa dan visualisasi dalam pesan iklan (Vera, 2014: 43). Iklan merupakan bagian dari suatu kebudayaan, yakni kebudayaan sebagai salah satu jenis tanda. Iklan mewakili suatu makna tertentu yang oleh pembuatnya ingin disampaikan kepada khalayak sasaran, yakni kelompok tertentu dalam masyarakat (Hoed, 2014: 270). Terkadang pesan iklan dibuat sedemikian unik sebagai bentuk


(22)

4

kreativitas pembuatnya, yang justru hanya berupa representasi dari suatu fenomena yang harus dimaknai oleh penonton atau pembaca iklan tersebut (Vera, 2014: 44).

Umberto Eco mengungkapkan (dalam Wibowo, 2013: 24) bahwa semiotika adalah teori dusta. Pada prinsinya (semiotika) adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta. Iklan menampilkan realitas semu di mana produk digambarkan sedemikian rupa dengan kesan dahsyat namun seolah tetap realistis. Pada akhirnya, konsumen akan percaya tehadap kehebatan produk yang diiklankan. Iklan yang merupakan seperangkat tanda dapat dimaknai melalui semiotika. Oleh karena itu, digunakan teori dan metode semiotika Roland Barthes pada penelitian ini untuk mengetahui bagaimana gaya hidup laki-laki pada iklan Garnier Men Acno Fight, Rexona Men Invisible Dry, L-Men Gain Mass dan gaya hidup perempuan pada iklan Garnier Pure Active, Rexona Women Invisible Dry, dan WRP Limited Edition.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gaya hidup laki-laki pada iklan Garnier Men Acno Fight, Rexona Men Invisible Dry, dan L-Men Gain Mass?

2. Bagaimana gaya hidup perempuan pada iklan Garnier Pure Active, Rexona Women Invisible Dry, dan WRP Limited Edition?


(23)

5

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana gaya hidup laki-laki pada iklan Garnier Men Acno Fight, Rexona Men Invisible Dry, dan L-Men Gain Mass.

2. Untuk mengetahui bagaimana gaya hidup perempuan pada iklan Garnier Pure Active, Rexona Women Invisible Dry, dan WRP Limited Edition.

3. Untuk mengetahui bagaimana proses konstruksi gaya hidup dalam iklan televisi.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan peneliti dari penelitian ini adalah:

1. Kegunaan Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan konstribusi dalam perkembangan ilmu komunikasi, serta dapat dijadikan tambahan referensi dalam penelitian, khususnya penelitian mengenai semiotika iklan.

2. Kegunaan Praktis

Diharapkan penelitian ini mampu:

a) Untuk menjadi bahan masukan yang berharga bagi mahasiswa untuk lebih memahami semiotika, makna tanda dalam suatu iklan, dan realitas sosial yang dibentuk oleh iklan.

b) Untuk melengkapi dan memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.


(24)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Kontekstual

2.1.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai iklan telah banyak dilakukan dengan menganalisis berbagai tema, terutama yang lekat dengan kehidupan sehari-hari, seperti kecantikan, maskulinitas, gaya hidup, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai perbandingan dan tolak ukur penelitian.

Penelitian yang pertama merupakan penelitian yang dilakukan oleh Riza Syahrela

(2006) yang berjudul “Representasi Gaya Hidup dalam Iklan Televisi”. Objek

penelitian ini berfokus pada iklan kosmetik, yakni iklan Citra Lotion, Pond’s Facial Foam, dan Olay Facial Foam. Gaya hidup yang direpresentasikan oleh iklan-iklan tersebut berupa gaya hidup metroseksual, gaya hidup kembali ke alam (back to nature), dan gaya hidup mandiri dan modern. Ketiga gaya hidup ini memiliki peran dalam memproyeksikan visi ideologis. Iklan menciptakan suatu gaya hidup baru, yakni gaya hidup hedonistik yang menawarkan kebutuhan baru.


(25)

7

Media massa dimanfaatkan untuk menyebarluaskan ideologi konsumerisme semata-mata untuk memenuhi keinginan produsen.

Penelitian lain yang serupa dilakukan oleh Rosalina (2012). Namun, berbeda dengan penelitian Riza Syahrela yang menganalisis representasi gaya hidup pada iklan, penelitian ini menganalisis maskulinitas pada iklan. Penelitian tersebut berjudul “Maskulinitas pada Iklan Televisi” dan menganalisis tiga buah iklan, yakni iklan Extra Joss, Surya Pro Mild, dan Vaseline Men Face Moisturiser. Iklan yang merupakan tayangan televisi telah merepresentasikan maskulinitas yang ada di Indonesia. Bentuk maskulinitas yang direpresentasikan dalam iklan-iklan tersebut merupakan gambaran hegemonic masculinity yang sesuai dengan budaya Indonesia yang umumnya menganut sistem patriarki. Laki-laki digambarkan sebagai makhluk yang mendominasi, jantan, kuat, gagah, berani, dan tidak boleh menunjukkan kelemahannya.

Sama dengan iklan yang bertemakan gaya hidup, pada dasarnya iklan bertemakan maskulinitas juga memiliki tujuan yang sama, yakni membangun citra dan menjual produk sebanyak-banyaknya. Iklan bertemakan maskulinitas dibuat produsen untuk memperkuat ideologi patriarki dalam industri periklanan di media massa. Gambaran mengenai maskulinitas digunakan sebagai komoditas bagi produk yang diiklankan. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kesadaran palsu karena realitas yang digambarkan pada iklan tidak sepenuhnya benar. Kesadaran palsu ini pada akhirnya membuat konsumen seolah-olah membutuhkan produk-produk tersebut.


(26)

8

Lain halnya dengan dua penelitian terdahulu yang sudah dijabarkan sebelumnya, peneliti juga menggunakan jurnal yang ditulis Cons. Tri Handoko (2004) sebagai tolak ukur penelitian. Jurnal tersebut berjudul “Metroseksualitas dalam Iklan Sebagai

Wacana Gaya Hidup Posmodern”. Jurnal ini membahas mengenai gaya hidup dalam iklan, khususnya gaya hidup metroseksual yang merupakan produk hegemonitas konsumsi-iklan-gaya hidup.

Metroseksual adalah sosok narcissistic dengan penampilan dandy (pesolek), yang tidak jauh dari penampilan gaya dandan pria di media massa yang jatuh cinta tidak hanya terhadap diri sendiri, tetapi juga gaya hidup metropolis. Belakangan ini pria metroseksual bukanlah pria yang hanya dandy dalam penampilan namun juga tipe-tipe laki-laki berduit, dengan pola hidup bergerak menjangkau kota-kota metropolis yang menyediakan segala hal yang terbaik seperti klub, spa, salon, butik, penata rambut, restoran, dan toko. Gaya hidup metroseksual ini tumbuh dan berkembang dengan adanya sinergi antara produsen „ideologi’ budaya posmodern dengan media serta iklan untuk menciptakan kebutuhan baru pada kaum pria. Dalam iklan-iklan tersebut, sosok metroseksual dihadirkan untuk menawarkan produk dari gaya hidup konsumtif, tubuh (cita rasa), dan citra. Iklan tidak lagi menjual fungsionalitas produk namun juga telah dikaitkan dengan tampilan permukaan dan gaya, sehingga saat ini identitas metroseksual menjadi tidak hanya sekedar trend namun telah menjadi sebuah identitas sosial yang baru.


(27)

9

Tabel 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu

No Tinjauan Riza Syahrela Program

Pascasarjana Depatemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Potik Universitas Indonesia 2006

Rosalina Program Pascasarjana Depatemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Potik Universitas Indonesia 2012

Cons. Tri Handoko

Jurnal NIRMANA Vol. 6, No. 2, Juli 2004.

1 Judul Representasi Gaya Hidup dalam Iklan Televisi Maskulinitas pada Iklan Televisi Metroseksualitas dalam Iklan Sebagai Wacana Gaya Hidup Posmodern 2 Fokus Penelitian ini

berfokus pada iklan Ponds Facial Foam, Citra Lotion, dan Olay Lotion, yang menggambarkan gaya hidup.

Penelitian ini berfokus pada Extra Joss versi Laki, iklan Surya Pro Mild versi Kerjaan Benar sama dengan Kekuatan Besar, dan iklan Vaseline Men Face Moisturiser versi Darius, yang menggambarkan maskulinitas. Jurnal ini berfokus pada gaya hidup pada iklan, khususnya gaya hidup metroseksual.

3 Teori Analisis

semiotika Roland Barthes

Analisis semiotika Roland Barthes 4 Metode

Kualitatif-Deskriptif

Kualitatif-Deskriptif

Kualitatif-Deskriptif 5 Simpulan Terdapat 3 bentuk

gaya hidup, yakni gaya hidup metroseksual, gaya hidup kembali ke alam (back to nature), dan gaya hidup mandiri dan modern. Ketiga gaya hidup ini memiliki peran

Gambaran

maskulinitas yang ada pada iklan termasuk gambaran hegemonic masculinity yang sesuai dengan budaya Indonesia yang menganut sistem patriarki dan iklan dibuat

Iklan tidak lagi menjual fungsionalitas produk namun juga telah dikaitkan dengan tampilan permukaan dan gaya, sehingga saat ini identitas metroseksual menjadi tidak


(28)

10 dalam memproyeksikan visi ideologis. dengan melanggengkan ideologi patriarki supaya industri tetap berjalan sesuai kepentingan para elit kapitalis.

hanya sekedar trend namun telah menjadi sebuah identitas sosial yang baru.

2.1.2. Kapitalisme, Iklan, dan Gaya Hidup

Kapitalisme adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya (Suyanto, 2013: 85). Bila di zaman industrialisasi awal di masyarakat berkembang politik ekonomi komoditas (kapitalismme era Marx), maka di era kapitalisme lanjut berkembang politik ekonomi tanda di mana yang lebih dikedepankan adalah makna simbolis dari tanda-tanda yang dihasilkan kekuatan industri budaya. Sementara itu di era post-modern yang berkembang adalah politik ekonomi libido, yakni apa yang mendorong dan memengaruhi sekaligus menjadi roda penggerak perekonomian adalah hasrat masyarakat untuk terus mengkonsumsi sesuatu yang seolah tak pernah terpuaskan (Suyanto, 2013: 222).

Dalam politik ekonomi libido, energi penggerak utama aktivitas perekonomian adalah iklan. Iklan bukan lagi sebagai pelengkap sistem industrialisasi dan kapitalisme, melainkan telah menjadi salah satu instrument paling vital, karena terbukti mempunyai kekuatan dahsyat untuk membujuk nafsu dan hasrat (desire) konsumen terhadap produk barang maupun jasa di masyarakat melalui asosiasi-asosiasi ideologi citra yang dibangunnya (Kasiyan, dalam Suyanto, 2013: 223).


(29)

11

Pada dasarnya, iklan itu sendiri menurut Dunn dan Barban (dalam Widyatama, 2009: 15) merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang disampaikan lewat media dengan membayar ruang dipakainya untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk (persuasif) kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga non-komersial, maupun pribadi yang berkepentingan. Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi massa karena iklan menggunakan media massa dalam menyampaikan pesannya. Iklan dan gaya hidup dapat dikatakan tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Iklan seringkali terinspirasi dari gaya hidup masyarakat (yang merupakan realitas nyata) dan kemudian membentuk kembali gaya hidup masyarakat. Gaya hidup itu sendiri, menurut Machin dan Leeuwen, adalah gabungan gabungan dari gaya pribadi (individual style) dan gaya sosial (social style) yang muncul pada wilayah tertentu, merupakan aktivitas bersama dalam waktu senggang, dan sikap dalam menghadapi isu sosial tertentu (Suyanto, 2013: 143).

Di masyarakat, gaya hidup biasanya tumbuh bersamaan dengan globalisasi, perkembangan pasar bebas, dan transformasi kapitalisme konsumsi. Melalui dukungan iklan, budaya populer, media massa, dan transformasi nilai modern yang dilakukan, kapitalisme konsumsi akan memoles gaya hidup dan membentuk masyarakat konsumen. Gaya hidup dan perilaku konsumtif ibaratnya adalah dua sisi mata uang yang menjadi habitat subur bagi perkembangan kapitalisme (Suyanto, 2013: 144).

Gaya hidup cenderung berkembang cepat karena didorong keterbukaan, pluralisme tindakan, dan aneka ragam otoritas. Di masyarakat yang kapitalistik di


(30)

12

mana iklim keterbukaan berkembang pesat, demokrasi berjalan maksimal, dan semangat multipluralisme benar-benar tumbuh, maka kombinasi ini biasanya akan menjadi ladang persemaian yang subur bagi perkembangan gaya hidup. Di era masyarakat modern, orang cenderung bersedia mengeluarkan banyak uang untuk membiayai penampilan, karena biaya yang mereka keluarkan adalah bentuk investasi dalam rangka membangun citra diri dan makna personal yang dinilai lebih penting (Suyanto, 2013: 145).

Di era globalisasi dan perkembangan informasi yang masif, berbagai kajian memang telah membuktikan bahwa yang berperan besar membentuk gaya hidup: budaya citra (image culture) dan budaya cita rasa (taste culture) sesungguhnya adalah gempuran iklan yang menawarkan gaya visual yang acap kali mampu memesona dan memabukkan. Iklan merepresentasikan gaya hidup dengan menanamkan secara halus citra diri untuk tampil di muka publik Menurut Piliang, konsumer dikondisikan untuk lebih terpesona dengan makna-makna simbolis, tanda, citra atau tema yang ditawarkan di balik sebuah produk dalam iklan (Suyanto, 2013: 238).

Secara lebih perinci, karakteristik yang menandai iklan, yaitu: Pertama, iklan cenderung terus-menerus berusaha memanipulasi cita rasa konsumen, dengan cara melebih-lebihkan, mendramatisasi, mensimplifikasi, persoalan dan menjanjikan seolah-olah semua persoalan dan kebutuhan konsumen akan teratasi hanya dengan cara membeli produk yang diiklankan. Kedua, iklan senderung menggeser nilai guna menjadi nilai simbolis. Ketiga, iklan pada dasarnya adalah agen sosialisasi dan imitasi. Keempat, iklan pada dasarnya adalah agen utama sekaligus instrumen


(31)

13

yang paling efektif untuk memasyarakatkan ideologi pasar (Suyanto, 2013: 239-241).

Menurut Piliang (dalam Suyanto, 2013: 238), iklan, dalam pandangan Cultural Studies menjadi bagian tak terpisahkan dari penciptaan gaya hidup. Iklan menjadi perumus gaya hidup. Iklan diambil dari realitas nyata kemudian diolah kembali sehingga menciptakan realitas baru yang semu. Realitas baru tersebut dapat dikatakan semu karena telah didramatisasi sehingga mencitrakan bahwa produk yang sedang diiklankan merupakan produk yang perlu untuk dikonsumsi. Di era globalisasi, para pengiklan memanfaatkan situasi, di mana gaya hidup sangat diperhatikan, untuk mempromosikan produknya. Mereka berlomba-lomba membentuk citra dan memberi makna simbolis bagi produk mereka sehingga konsumen tertarik untuk mengkonsumsi produk tersebut. Iklan yang telah dirancang oleh copywriter dan visualiser membuat konsumen ingin memiliki produk yang diiklankan agar mendapatkan pengakuan dan menunjukkan kelas di mana ia berada. Iklan yang awalnya diangkat dari realitas sosial seperti gaya hidup, diolah sedemikian rupa dan membentuk realitas baru yang kemudian akan mempengaruhi kembali gaya hidup masyarakat. Sehingga dapat dikatakan iklan dan realitas seperti gaya hidup saling mempengaruhi satu sama lain.

Meskipun iklan menggempur khalayak dengan menggambarkan suatu realitas untuk mempengaruhi, khalayak dapat aktif menentukan tindakan apa yang akan ia ambil selanjutnya. Khalayak new media aktif mengkonsumsi maupun memproduksi pesan melalui new media. Stuart Hall menjabarkan metode encoding-decoding untuk mengintepretasikan persepsi khalayak. Dari metode tersebut, dapat dilihat bahwa encoding dan decoding sama-sama merupakan


(32)

14

proses pemaknaan. Proses pemaknaan pesan ini dipengaruhi oleh 3 unsur yaitu kerangka pengetahuan (frameworks of knowledge), relasi produksi (relations of production), dan infrastruktur teknis (technical infrastructure) yang memungkinkan adanya perbedaan antara encoding dan decoding. Untuk itu, Stuart Hall membagi tiga tipe utama pemaknaan atau pembacaan khalayak terhadap teks media (Baran, 2003: 270):

a. Dominant reading

Ketika khalayak memaknai isi media sesuai dengan yang dimaksud oleh pembuat pesan atau media. Seseorang melakukan pemaknaan sesuai dengan makna dominan (preffered reading) yang ditawarkan oleh teks media.

b. Negotiated meaning

Ketika khalayak membuat pemaknaan alternatif atau pemakanaan sendiri pada pesan media yang berbeda dari preferred reading sesuai dengan kondisi mereka. Khalayak tidak setuju atau menyalahartikan beberapa aspek dari pesan tersebut dan memberikan sebuah alternatif atau makna negosiasi yang berbeda dari pesan yang dipilih.

c. Oppositional decoding

Ketika khalayak membuat penafsiran atas isi media yang berlawanan dengan penafsiran dominan (preferred reading).

2.1.3. Iklan dan Gender

Gender adalah sebuah bentuk perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang lebih bersifat perilaku (behavioral differences) yang dikonstruksi secara sosial kultural dan berlangsung dalam sebuah proses yang panjang. Jadi, gender merupakan bentukan sosial, maka penempatannya selalu berubah dari waktu ke


(33)

15

waktu dan tidak bersifat universal, artinya antara masyarakat yang satu dengan yang lain mempunyai pengertian yang berbeda-beda dalam memahami gender. Gender berbeda dengan istilah seks. Seks merujuk pada perbedaan jenis kelamin yang secara biologis melekat pada diri perempuan dan laki-laki (Fakih 2001: 71-72, dalam Ariyani, 2013: 14).

Sistem kepercayaan mengenai gender mengacu kepada serangkaian kepercayaan dan pendapat tentang laki-laki dan perempuan dan tentang kualitas maskunilitas dan feminimitas. Sistem ini mencakup stereotype perempuan dan laki-laki, sikap terhadap peran dan tingkah laku yang cocok bagi laki-laki dan perempuan, sikap terhadap individu yang dianggap berbeda secara signifikan dengan pola baku. Dengan kata lain, kepercayaan gender itu merupakan kepercayaan tentang bagaimana laki-laki dan perempuan itu seharusnya (Deaux dan Kite 1987, dalam Ariyani, 2013: 21). Tabel berikut memperlihatkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara umum (MacDonald dalam Rosalina, 2012: 28).

Tabel 2.2 Perbedaan antara Men (Laki-laki) dan Women (Perempuan)

MEN are (should be) WOMEN are (should be)

Masculine Feminine

Dominant Submissive

Strong Weak

Aggressive Passive

Intelligent Intuitive

Rational Emotional

Active (do things) Communicative (talk about things)

MEN like WOMEN like

Cars/technology Shoping/make up

Getting drunk Social drinking with friends Casual sex with many partner Commited Relationship


(34)

16

Dalam penelitiannya yang berjudul Maskulinitas pada Iklan Televisi, Rosalina (2012: 89) mengungkapkan bahwa konstruksi nilai maskulin dan feminin merupakan produk konstruksi sosial masyarakat, yang mengkotak-kotakan peran antara laki-laki dan perempuan ke dalam nilai kepantasan tertentu. Padahal sebenarnya, apa yang dianggap sebagai nilai feminin dan maskulin ditemukan pada laki-laki dan perempuan. Namun melalui konstruksi masyarakat, nilai-nilai maskulin dan feminin dikontraskan dan dipisahkan sdemikian rupa, sehingga apa yang dianggap feminin bukan maskulin, dan apa maskulin berarti tidak feminin. Gaya hidup adalah bagian dari ciri masyarakat modern, terlebih masyarakat post-modern. Gaya hidup didefinisikan sebagai pola-pola tindakan yang membedakan satu orang dengan yang lain. Gaya hidup bukan hanya monopoli kaum perempuan, tetapi juga menjadi kebutuhan laki-laki. Kaum laki-laki juga sering kali ingin tampil macho, berkelas atau bergaya dengan cara mengonsumsi berbagai produk industri yang berkelas, yang menjadi bagian dari identitas sosialnya. Tetapi, dalam beberapa hal, gaya hidup yang ditampilkan masyarakat seringkali berbeda antara laki-laki dan perempuan (Suyanto, 2013: 147).

Tabel 2.3 Perbedaan Gaya Hidup Laki-laki dan Perempuan Angka

Keseluruhan Dewasa Awal

Laki-laki Perempuan

Pakaian 63 40 79

Musik 36 44 27

Jalan-jalan/minum 26 34 19

Penampilan Pribadi 16 3 30

Tabungan 14 11 16

Buku 8 7 10


(35)

17

Olahraga 8 14 2

Kendaraan 7 12 3

(Sumber: BMRB/Mintel (Mintel 1988: 98, dalam Bagong Suyanto, 2013: 149)

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa terdapat perbedaan antara gaya hidup laki-laki dan perempuan. Dalam hal berpakaian, perempuan menaruh perhatian lebih tinggi dibandingkan laki-laki, meskipun sebenarnya perhatian laki-laki pada hal berpakaian sudah cukup tinggi. Perempuan lebih suka bergaya dibandingkan dengan laki-laki karena sebagian besar perempuan selalu ingin tampil modis. Laki-laki lebih tertarik dengan jalan-jalan/minum, laki-laki lebih suka menghabiskan waktu dan uang untuk sekedar jala-jalan/minum bersama teman-teman. Selain itu, laki-laki juga tertarik dengan hal-hal yang berurusan dengan hobi, musik, olahraga dan kendaraan. Oleh karena itu, sering kali kita jumpai iklan produk khusus laki-laki mengangkat tema olahraga, musik, dan kendaraan agar dapat lebih mudah mempengaruhi khalayaknya.

Berbeda dengan laki-laki, perempuan lebih tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan penampilan pribadi. Sifat dasar perempuan yang selalu memperhatikan penampilan merupakan celah bagi para produsen untuk memasarkan produknya, terutama produk kecantikan, melalui iklan. Iklan-iklan produk khusus perempuan sering kali memanfaatkan mitos tentang kecantikan. Iklan-iklan tersebut, dengan menampilkan citra perempuan yang cantik, pada dasarnya mencoba mengkonstruksi pikiran perempuan tentang bagaimana perempuan harus menampilkan dirinya dan bagaimana perempuan dapat tampil cantik. Mitos-mitos tersebut yang akhirnya mampu membuat kekuatan iklan menjadi berlipat-lipat ketika ditawarkan kepada kaum perempuan (Suyanto, 2013: 235-236). Perempuan


(36)

18

yang merasa ingin cantik akan merasa bahwa ia memiliki banyak kekurangan dan pada akhirnya tergoda untuk menggunakan produk-produk pada iklan.

Menurut Tomagola (dalam Bungin, 2013: 225), Citra perempuan dalam iklan tergambarkan sebagai citra pigura, citra pilar, citra pinggan, dan citra pergaulan. Citra pigura dalam iklan ditekankan dengan pentingnya perempuan untuk selalu tampil memikat dengan mempertegas sifat kewanitaannya secara biologis, seperti memiliki waktu menstruasi, memiliki rambut hitam dan panjang, dan lainnya. Sedangkan citra pilar digambarkan ketika perempuan sebagai tulang punggung utama keluarga. Namun, karena fitrah perempuan berbeda dengan laki-laki, maka perempuan digambarkan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap rumah tangga. Perempuan juga digambarkan memilki citra pinggan, yaitu perempuan tidak bisa melepaskan diri dari dapur karena dapur adalah dunia perempuan. Terakhir pencitraan perempuan dengan memberi kesan bahwa perempuan memiliki citra pergaulan yang ditandai dengan pergulatan perempuan untuk masuk ke dalam kelas-kelas tertentu yang lebih tinggi di masyarakatnya.

Di sisi lain, saat ini banyak pula pria yang mulai memperhatikan penampilan. Mereka biasa disebut kaum metroseksual. Kaum lelaki yang termasuk metroseksual, sering kali tidak kalah konsumtif dibandingkan kaum perempuan yang suka berdandan dan selalu ingin tampil modis, wangi dan bergaya (Suyanto, 2013: 148). Sebagai mana pula diungkapkan Syahrela (2006: 77) dalam Representasi Gaya Hidup dalam Iklan Televisi, dalam masyarakat perkotaan (metropolis), budaya penampilan ini pun telah sedikit menggeser pendapat kuno mengenai kecantikan yang identik dengan kaum wanita. Ditandai munculnya masyarakat dandy (tipikal masyarakat yang gemar bersolek), memungkinkan baik


(37)

19

pria maupun wanita sangat membutuhkan alat-alat yang mampu mendukung penampilannya.

Hal tersebut mengakibatkan semakin banyaknya iklan produk perawatan khusus untuk laki-laki yang bermunculan, seperti facial wash, body lotion, deodorant, dan lain-lain. Namun, penyajian iklan produk-produk tersebut tidak terlepas dari citra maskulin dan hal-hal lain yang diminati laki-laki, yaitu hobi, olahraga, musik, dan kendaraan. Dengan demikian, laki-laki akan lebih tertarik pada iklan produk tersebut dan menjalani gaya hidup seperti yang digambarkan oleh iklan. Citra maskulin adalah stereotip laki-laki dalam realitas sosial nyata. Iklan mempertontonkan kejantanan, otot laki-laki, ketangkasan, keperkasaan, keberanian menantang bahaya, keuletan, keteguhan hati, bagian-bagian tertentu dari kekuatan daya tarik laki-laki sebagai bagian dari citra maskulin. Iklan mereproduksi citra maskulin dari realitas sosial nyata ke dalam realitas media, tanpa memandang bahwa yang digambarkan itu sesuatu yang real atau sekedar mereproduksi realitas itu dalam realitas media yang penuh dengan kepalsuan. 2.2. Kerangka Konseptual

2.2.1. Semiotika Iklan

Charles Sanders Pierce mendefinisikan semiotika sebagai studi tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, yakni cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Van Zoest, dalam Vera, 2014: 2). Menurut Preminger, ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem,


(38)

20

aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Kriyantono, 2012: 265). Analisis semiotik berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada (Kriyantono, 2012: 266).

Roland Barthes mengungkapkan bahwa semiologi hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Barthes melihat signifikansi sebagai sebuah proses yang total dengan suatu susunan yang sudah terstruktur. Signifikansi tidak terbatas pada bahasa, tetapi juga pada hal-hal lain di luar bahasa, seperti kehidupan sosial. Dengan demikian, kehidupan sosial merupakan suatu sistem tanda tersendiri (Kurniawan, dalam Vera, 2014: 27).

Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang tidak hanya berfungsi sebagai sarana promosi untuk menawarkan barang dan jasa saja, tetapi iklan mengalami perluasan fungsi, yaitu menjadi alat untuk menanamkan makna simbolik melalui bahasa dan visualisasi dalam pesan iklan. Sesuai dengan karakternya iklan merupakan potret realitas yang ada di dalam masyarakat sehingga dapat menyebarkan nilai-nilai sosial (Vera, 2014: 43).


(39)

21

Memaknai sebuah pesan terkadang tidak sama antara satu orang dengan orang lainnya. Terkadang pesan iklan dibuat sedemikian unik sebagai bentuk dari kreativitas pembuatnya yang justru hanya berupa representasi dari suatu fenomena yang harus dimaknai oleh penonton atau pembaca iklan tersebut. Dalam kaitannya dengan semiotika, iklan dapat dimaknai menggunakan teori dan metode semiotika (Vera, 2014: 44).

Umberto Eco mengungkapkan (dalam Wibowo, 2013: 24) bahwa semiotika adalah teori dusta. Pada prinsinya (semiotika) adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta. Iklan menampilkan realitas semu di mana produk digambarkan sedemikian rupa dengan kesan dahsyat namun seolah tetap realistis. Pada akhirnya, konsumen akan percaya tehadap kehebatan produk yang diiklankan.

Roland Barthes meyakini bahwa hubungan antara penanda dan petanda tidak terbentuk secara alamiah, melainkan bersifat arbiter sebagaimana pandangan Saussure. Bila Saussure hanya menekankan penandaan dalam tataran denotatif, maka Barthes menyempurnakan semiologi Saussure dengan mengembangkan sistem penandaan pada tingkat konotatif (Vera 2014: 27).


(40)

22

Dari peta Barthes tersebut terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Denotasi dalam pandangan Barthes merupakan tataran pertama yang maknanya bersifat tertutup. Tataran denotasi menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti. Denotasi merupakan makna sebenar-benarnya, yang disepakati bersama secara sosial, yang rujukannya pada realitas (Vera, 2014: 28). Konotasi merupakan tataran kedua dalam sistem pemaknaan, di mana konotatif merupakan tanda yang penandanya mempunyai keterbukaan makna yang implisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Vera, 2014: 28). Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca. Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi (Sobur, 2013: 68). Konotasi sebagai sistem pemaknaan tataran kedua menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya (Wibowo, 2013: 21).

Dalam dunia pertelevisian, sistem teknologi telah menguasai pikiran-pikiran manusia dengan cara membangun teater dalam pikiran manusia (theater of mind), sebagaimana gambaran realitas dalam iklan televisi. Iklan-iklan itu begitu mengagumkan karena selain realistis, adegan-adegan tersebut mampu membawa pemirsa kepada kesan dunia lain yang maha dahsyat. Pengetahuan itu hanyalah realitas yang dibangun oleh iklan televisi dalam media televisi untuk menjelaskan betapa hebatnya sebuah produk, sehingga pemirsa sampai ke kesimpulannya


(41)

23

mengenai produk tersebut. Penciptaan realitas tersebut menggunakan satu model produksi yang oleh Baudrillard disebutnya dengan simulasi. Wacana simulasi adalah ruang pengetahuan yang dikonstruksikan oleh iklan televisi di mana perbedaan antara yang nyata dan fantasi, atau yang benar dan yang palsu, menjadi sangat tipis. Televisi dan informasi lebih nyata dari pengetahuan sejarah dan etika, namun sama-sama membentuk sikap manusia (Bungin, 2013: 221-224).

Pesan iklan yang dekat dengan konsumen akan lebih diterima konsumen. Iklan berusaha menggambarkan konstruksi pasar yang dibidik olehnya. Suharko mengatakan bahwa melalui iklan, citra mengenai kelompok-kelompok masyarakat tersebut dibentuk, didiktekan, dan dikonstruksikan ke dalam bangunan kesadaran yang bermuara pada bujukan untuk mengkonsumsi suatu komoditas. Giacardi berpendapat bahwa iklan adalah acuan, artinya iklan adalah diskursus tentang realitas yang menggambarkan, memproyeksikan, dan menstimulasi suatu dunia mimpi yang hiperrealistik. Menurutnya iklan berusaha menciptakan suatu realitas namun realitas iklan itu sendiri selalu berbeda dari realitas nyata di masyarakat (Wibowo, 2013: 154).

Dunia hiper-realitas seungguhnya dunia perekayasaan (dalam pengertian dunia yang mengalami distorsi) realitas lewat hyper-sign, sehingga tanda-tanda tersebut kehilangan kontak dengan realitas yang direpresentasikannya. Di era masyarakat post-modern yang makin mengglobal, apa yang membuat kekuatan komersial mampu bertahan sesungguhnya merupakan kemampuan untuk memanipulasi emosi konsumen, menciptakan berbagai hyper-sign yang kreatif, dan kemampuan untuk mengembangkan dunia simulasi (Suyanto, 2013: 210).


(42)

24

Gaya hidup yang ditampilkan dalam iklan merupakan suatu konstruksi sosial. Konsep gaya hidup dalam sebuah iklan sengaja dibentuk/dikonstruksi melalui berbagai bentuk interaksi yang melibatkan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Dalam iklan, konten yang terpenting selain simbol adalah mitos dan ikon-ikon industri budaya. Mitos tentang kecantikan perempuan, misalnya adalah sesuatu yang sering kali dimanfaatkan kekuatan industri budaya untuk memasarkan produk-produk yang mereka hasilkan. Iklan-iklan tersebut, dengan menampilkan citra perempuan yang cantik, pada dasarnya mencoba mengkonstruksi pikiran perempuan tentang bagaimana perempuan harus menampilkan dirinya dan bagaimana perempuan dapat tampil cantik. Mitos-mitos tersebut yang akhirnya mampu membuat kekuatan iklan menjadi berlipat-lipat ketika ditawarkan kepada kaum perempuan (Suyanto, 2013: 235)

Dalam perspektif semiologi, iklan disebut sebagai seperangkat tanda yang berfungsi menyampaikan sejumlah pesan (Kasiyan, dalam Widyatama, 2011: 27). Iklan merupakan bagian dari suatu kebudayaan, yakni kebudayaan sebagai salah satu jenis tanda. Iklan mewakili suatu makna tertentu yang oleh pembuatnya ingin disampaikan kepada khalayak sasaran, yakni kelompok tertentu dalam masyarakat (Hoed, 2014: 270).

Tanda-tanda dalam iklan mengacu pada suatu rencana konstruksi berisi positioning pada karakteristik konsumen tujuan. Untuk itu diperlukan suatu tampilan yang sesuai dengan karakteristik pasar ataupun produk. Ada dua jenis tampilan iklan: pertama, tampilan rasional (Rational appeals), dutunjukan pada kebutuhan fungsional dan praktis konsumen yang bisa didapat dari produk barang atau jasa. Kedua, tampilan emosional (emotional appeals) menggambarkan


(43)

25

kebutuhan psikologis, yang simbolis yang dibutuhkan konsumen dari produk (William, dalam Wibowo, 2013: 156).

2.2.2. Paradigma Kritis

Paradigma secara sederhana dapat diartikan sebagai kaca mata atau cara pandang untuk memahami dunia nyata (Yasir, 2012: 9). Penelitian ini menggunakan paradigma kritis di mana paradigma kritis merupakan suatu cara pandang terhadap realitas sosial yang senantiasa diliputi rasa curiga dan kritis terhadap realitas tersebut (Hamidah dan Sa’diyyah, 2011: 241). Paradigma kritis ini berangkat dari cara melihat realitas dengan mengasumsikan bahwa selalu saja ada struktur sosial yang tidak adil (Yasir, 2012: 8).

Pada dasarnya paradigma kritis bersumber dari pemikiran mashab Frankfurt. Paradigma atau aliran ini dikembangkan oleh tokoh-tokoh yang berangkat dari pemikiran marxisme, yakni Max Horkheimer, Theodore Adorno, Herbert Marcuse, dan tokoh pemikir teori kritis kontemporer sampai sekarang yaitu, Jurgen Habermas. paradigma ini selalu mempertanyakan adanya kekuatan-kekuatan yang berada dalam masyarakat yang mengontrol komunikasi (Yasir, 2012: 11). Madzhab Frankfurt bermaksud memperjelas secara rasional struktur yang dimiliki oleh masyarakat industri sekarang dan melihat akibat-akibat struktur tersebut dalam kehidupan manusia dan dalam kebudayaan (Arviani, 2013: 134). Kekuatan dan dominasi kepentingan ideologi tertentu yang mendominasi media massa kita tentu sangat memprihatinkan. Setidaktidaknya ada dua kepentingan utama di balik media, yaitu kepentingan ekonomi (kapitalisme) dan kepentingan kekuasaan (politik). Kedua kepentingan itulah yang paling banyak menentukan


(44)

26

dan membentuk isi media, informasi yang disajikan dan makna yang ditawarkan. Di antara dua kepentingan utama tersebut, ada kepentingan yang lebih utama yang justru terabaikan, yaitu kepentingan publik. Media yang seharusnya berperan sebagai ruang publik (public share), disebabkan oleh kepentingan-kepentingan di atas, justru mengabaikan kepentingan publik itu sendiri. (Yasir, 2012: 12).

Dewasa ini, media telah habis-habisan didikte oleh logika pasar dan determinisme ekonomi serta teknologi. Realitas komunikasi akan hancur bila kita merelakan media menjadi instrument buta bagi kepentingan pasar, eknomi, dan teknologi. Masyarakat dikonstruk oleh kekuatan elit ekonomi, fenomena industri televisi yang didanai oleh kekuatan kapitalis dan juga kekuatan elit politik. Televisi juga telah menjelma menjadi representasi kelas (Yasir, 2012: 13).

Paradigma kritis berperan sebagai salah satu alternatif dalam melihat dan menemukan realitas sosial atau kebenaran khususnya realitas komunikasi. Paradigma ini percaya bahwa media adalah sarana di mana kelompok dominan dapat mengontrol kelompok yang tidak dominan bahkan memarjinalkan mereka dengan menguasai dan mengontrol media. Paradigma kritis (critical paradigm) adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud dan implikasi praktis dan berpengaruh terhadap perubahan sosial. Paradigma ini tidak sekedar melakukan kritik terhadap ketidakadilan sistem yang dominan yaitu sistem sosial kapitalisme, melainkan suatu paradigma untuk mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil kelas (Yasir, 2012: 13).


(45)

27

2.3. Kerangka Pikir

Iklan terutama iklan televisi (TVC) merupakan media yang cukup efektif dalam mempersuasi konsumen. Iklan dan gaya hidup dapat dikatakan saling mempengaruhi satu sama lain. Iklan seringkali diambil dari gaya hidup masyarakat (realitas nyata) dan menggambarkan kembali gaya hidup (realitas semu). Namun, gaya hidup yang digambarkan kembali oleh iklan telah didramatisasi sehingga membuat produk yang diiklankan seolah-olah perlu untuk dimiliki.

Di era globalisasi, gaya hidup menjadi hal yang cukup diperhatikan. Tidak hanya perempuan yang memperhatikan gaya hidup, tetapi laki-laki juga, terutama kaum lelaki metroseksual. Setiap orang berlomba-lomba menggunakan produk untuk mendapatkan sebuah pengakuan dan menunjukkan kelas di mana ia berada. Tema gaya hidup sering kali dimanfaatkan oleh para pengiklan karena mereka tahu tema gaya hidup melekat dengan kehidupan sehari-hari dan itu tentu saja mempermudah pengiklan dalam mempersuasi konsumen. Pada akhirnya iklan membuat masyarakat, bahkan kaum laki-laki, menjadi konsumtif. Tidak hanya produk perawatan khusus untuk wanita, saat ini telah banyak pula produk perawatan khusus untuk laki-laki yang diiklankan di media massa, khususnya televisi.

Hal tersebut yang melatarbelakangi penulis dalam meneliti beberapa iklan yang menggunakan tema gaya hidup dalam mempersuasi konsumen. Setelah melakukan pengamatan sederhana, penulis membagi iklan menjadi 2 kategori dan memilih enam buah iklan yang ingin diteliti,yaitu iklan produk khusus untuk


(46)

laki-28

laki (iklan Garnier Men Acno Fight, Rexona Men Invisible Dry, dan L-Men Gain Mass) dan iklan produk khusus untuk perempuan (iklan Garnier Men Acno Fight, Rexona Men Invisible Dry, L-Men Gain Mass, Garnier Pure Active, Rexona Women Invisible Dry, dan WRP Limited Edition).

Iklan merupakan seperangkat tanda yang memiliki makna. Oleh karena itu, penulis menganalisis iklan yang telah ditentukan melalui metode semiotika Roland Barthes untuk mengetahui bagaimana gaya hidup laki-laki dan perempuan yang digambarkan oleh iklan-iklan tersebut dan apa perbedaannya. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis di mana paradigma kritis merupakan suatu cara pandang terhadap realitas sosial yang senantiasa diliputi rasa curiga dan kritis terhadap realitas tersebut (Hamidah dan Sa’diyyah, 2011: 241). Berikut ini merupakan kerangka pikir yang dapat dilihat di dalam bagan :


(47)

29

III. METODE PENELITIAN

3.1. Paradigma penelitian

Menurut Hidayat, ilmu komunikasi merupakan ilmu yang memiliki multi-paradigm science, artinya komunikasi merupakan suatu bidang ilmu yang waktu bersamaan menampilkan sejumlah paradigm atau perspektif dasar. Pengertian paradigm itu sendiri menurut Bogdan dan Biklen adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian (Rosalina, 2012: 39).

Penelitian ini menggunakan paradigma kritis di mana paradigma kritis merupakan suatu cara pandang terhadap realitas sosial yang senantiasa diliputi rasa curiga dan kritis terhadap realitas tersebut (Hamidah dan Sa’diyyah, 2011: 241).

3.2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitaif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat (Bungin, 2013: 306). Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Di sini yang lebih ditekankan


(48)

30

adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data (Kriyantono, 2012: 56).

Analisis kualitatif umumnya tidak digunakan untuk mencari data dalam arti frekuensi, akan tetapi digunakan untuk menganalisis makna dari data yang tampak di permukaan itu, dengan demikian maka analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah fakta dan bukan untuk menjelaskan fakta tersebut (Bungin, 2013: 313).

3.3. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian pada adegan-adegan yang menggambarkan gaya hidup laki-laki pada iklan produk khusus untuk laki-laki (iklan Garnier Men Acno Fight, Rexona Men Invisible Dry, dan L-Men Gain Mass) dan gaya hidup perempuan pada iklan produk khusus untuk perempuan (Garnier Pure Active, Rexona Women Invisible Dry, dan WRP Limited Edition). Peneliti mengidentifikasi shot, dialog/suara/teks, dan visual pada adegan-adegan yang telah dipilih dan menganalisisnya dengan metode semiotika Roland Barthes untuk mengetahui bagaimana gaya hidup laki-laki dan perempuan pada iklan dan mengetahui bagaimana iklan mengkonstruksinya.

3.4. Jenis Data

Data pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder: 1. Data primer merupakan data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari


(49)

31

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil dokumentasi dan literatur-literatur yang berhubungan dengan judul penelitian ini.

3.5. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan penulis antara lain: 1. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat serta dapat dipertanggung jawabkan kebenaran ilmiahnya, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengambil data-data dari catatan, dokumentasi, administrasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

b) Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan melengkapi dan membaca literatur sebagai bahan dan panduan penulis dalam mengkaji penelitian. Bahan tersebut dijadikan sebagai referensi bagi penulis dalam mengidentifikasi dan mendeskripsikan masalah penelitian. Data-data untuk melengkapi penelitian ini didapat dari berbagai sumber informasi yang tersedia, seperti buku dan internet.

2. Teknik Analisis Data Kualitatif

Miles dan Huberman, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu :


(50)

32

data reduction (Reduksi Data), data display (Penyajian Data), dan conclusion. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Setelah data direduksi, maka langkah berikutnya adalah mendisplaykan data. Display data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya. Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya (Emzir, 2010).

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan penulis dengan langkah sebagai berikut:

a) Identifikasi Tanda

Penulis menentukan beberapa adegan yang dianggap mewakili iklan dalam menggambarkan gaya hidup dan melakukan penandaan. Adegan-adegan tersebut diambil dari enam buah iklan yang telah ditentukan, yaitu iklan Garnier Men Acno Fight, Rexona Men Invisible Dry, L-Men Gain Mass, Garnier Pure Active, Rexona Women Invisible Dry, dan WRP Limited Edition.

b) Signifikasi Dua Tahap Semiotika Roland Barthes

Adegan (tanda) yang telah ditentukan dianalisis menggunakan metode semiotika Roland Barthes. Analisis yang dilakukan berupa signifikasi dua tahap, di mana pada tahap pertama penulis mencari tahu makna denotasi dengan menggunakan adegan yang telah ditentukan sebelumnya.


(51)

33

Selanjutnya makna denotasi tersebut digunakan sebagai penanda dalam signifikasi tahap kedua. Dalam tahap ini, peneliti menggunakan adegan secara umum sebagai tandanya. Teknik pengambilan gambar dan dialog/suara/teks tidak dianalisis secara mendetail.

c) Hasil Analisis

Hasil analisis mendeskripsikan bagaimana gaya hidup laki-laki dan perempuan digambarkan dalam iklan berdasarkan analisis dengan metode semiotika Roland Barthes. Kemudian penulis akan membandingkan kedua gaya hidup tersebut dan mendeskripsikan bagaimana iklan mengkonstruksi gaya hidup.


(52)

34

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Belanja Iklan

Gaya hidup masyarakat kerap dipengaruhi oleh terpaan iklan di media massa, terutama televisi. Iklan memberikan gambaran mengenai gaya hidup untuk dijadikan panutan untuk diikuti. Seiring perkembangan teknologi dan informasi yang pesat, bisnis iklan di media massa pun ikut terus berkembang. Total belanja iklan terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup masyarakat.

Menurut data yang diproyeksikan oleh eMarketer, total belanja iklan media di Indonesia tahun 2015 akan mencapai angka $12,94 miliar (sekitar Rp 163 triliun). Nilai tersebut naik 16% ketimbang belanja iklan di tahun 2014. Porsi belanja iklan digital tahun 2015 diperkirakan akan mencapai $950 juta (sekitar Rp 12 triliun). Persentase iklan digital diperkirakan akan terus membesar hingga mencapai 20% di tahun 2018 (Karimuddin dalam artikel Prediksi Belanja Iklan Digital di Indonesia Tahun 2015).

Iklan produk perawatan merupakan iklan yang seringkali menampilkan gambaran gaya hidup. Iklan menyisipkan produknya sebagai kebutuhan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Temuan Nielsen di tahun 2010 mengungkapkan bahwa


(53)

35

produk perawatan dan kecantikan diri mencapai pertumbuhan tertinggi dalam pengeluaran rumah tangga dengan tingkat kenaikan mencapai 20 persen. Menurut Soon Lee Lim, Director of Consumer Panel Services Nielsen produk perawatan dan kecantikan tumbuh karena belanja iklan yang luar biasa serta trend fashion yang mampu mempengaruhi benak konsumen (desainlogodesign.com). Hal ini menunjukan bahwa perawatan dan penampilan merupakan hal utama yang diperhatikan dalam menjalani gaya hidup

Tak hanya produk perawatan perempuan, saat ini telah banyak pula bermunculan produk perawatan untuk laki-laki. Berdasarkan temuan hasil survey Nielsen kepada konsumen di perkotaan Indonesia selama 2013, Pasar produk perawatan pria (male grooming) di Indonesia bertumbuh signifikan (23%) selama tahun 2013. Nilai pasarnya per akhir tahun lalu mencapai Rp 3 Triliun. Pasar male grooming ini memberikan kontribusi sebesar 20% kepada total market produk perawatan diri.

Survei ini juga menunjukkan bahwa pasar male grooming lebih banyak dikontribusi oleh konsumen pria dari kalangan atas (49%). Ini menunjukkan bahwa kalangan ini lebih peduli dengan perawatan diri. Kontribusi penjualan berikutnya berasal dari kelas menengah (36,9%), dan kemudian kelas bawah (14,1%). Pertumbuhan pasar produk perawatan pria ini datang dari kota-kota besar, di mana Semarang mencatat pertumbuhan tertinggi dengan lebih dari 48%, disusul oleh Surabaya dengan lebih dari 44%, Makassar dengan lebih dari 27% dan Yogyakarta dengan lebih dari 22%. Jakarta dan Bandung sama-sama mencatat pertumbuhan lebih dari 20%, sementara Medan tercatat sebagai kota dengan pertumbuhan pangsa pasar produk perawatan pria terendah dengan lebih dari 7%.


(54)

36

Sepanjang 2013 lebih dari 50% rumah-tangga telah membeli produk perawatan pria. Produk deodorant dan penataan rambut (hairstyling) merupakan yang terbanyak dibeli konsumen dengan penetrasi masing-masing sebesar 21,5% dan 19,3% dan rata-rata pembelian sebanyak 2-4 kali setahun; disusul oleh spray cologne (17%) dan pembersih (cleanser) 13,7% dengan frekuensi pembelian sebanyak 2-3 kali setahun.

Pertumbuhan produk-produk perawatan pria ini tidak lepas dari dukungan dan keseriusan para pemain pasar dalam mempromosikan produknya di media massa. Selama 2013, anggaran beriklan terutama untuk produk perawatan wajah dan deodorant meningkat tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2012, belanja iklan produk perawatan wajah pria adalah sebesar Rp 114 Miliar, dan pada 2013 meningkat sebesar 134% menjadi Rp 266 Miliar. Sementara itu, untuk produk deodorant dan body spray pria, nilai belanja iklannya pada 2012 mencapai Rp 219 Milyar, dan pada 2013 meningkat sebesar 67% menjadi Rp 365 Miliar (Aruman dalam artikel Pasar Produk Perawatan Pria Indonesia Memang Seksi). 4.2. Gambaran Produk dan Iklan

4.2.1. Garnier Men Acno Fight

a. Produk Garnier Men Acno Fight

Garnier Men Acno Fight 6-in-1 Anti-Acne Foam merupakan facial foam pertama dari Garnier untuk pria yang mengalami 6 tanda masalah jerawat yang diperkaya dengan Herba Repair dan purifying salicylic acid. Formulanya membantu mengurangi 6 tanda masalah jerawat yaitu: minyak berlebih, timbulnya jerawat,


(55)

37

komedo, pori-pori besar, kemerahan dan noda bekas jerawat. (http://www.garnier.co.id/).

Gambar 4.1 Garnier Men Acno Fight

b. Deskripsi Iklan Garnier Men Acno Fight

Iklan yang berdurasi 30 detik ini menceritakan tentang remaja laki-laki yang mengatasi masalah jerawat dan minyak dengan menggunakan Garnier Men Acno Fight. Ia tampak sedang bertandng tinju dengan temannya di dalam ring tinju yang berada di luar ruangan. Ia dapat mengalahkan temannya dengan mudah. Pada saat pertandingan tersebut, iklan memperlihatkan wajah remaja laki-laki tersebut yang mengalami masalah jerawat dan minyak. Adegan ini diiringi dengan voice over “Semua bisa kubikin K.O. apalagi masalah jerawat dan minyak.”

Remaja laki-laki tersebut mencuci wajahnya dengan menggunakan Garnier Men Acno Fight untuk mengatasi masalah jerawat dan minyak pada wajhnya. Setelah menggunakan Garnier Men Acno Fight, wajahnya tampaksegar, mulus dan terbebas dari masalah. Ia pun dapat bercanda bersama teman-temannya, baik itu laki-laki dan perempuan, dengan penuh percaya diri.


(56)

38

4.2.2. Rexona Men Invisible Dry

a. Produk Rexona Men Invisible Dry

Rexona merupakan merek deodorant nomor satu di dunia berdasarkan perhitungan Unilever yang didasarkan sebagian data dari Nielsen Scantrack dan Retail Index kategori Deodorant di 34 negara selama 12 bulan hingga Desember 2012 (https://www.youtube.com/). Rexona Men Invisible Dry memberikan perlindungan terhadap noda kuning dan noda putih akibat keringat. Bahan-bahan aktif dalam deodoran dan antiperspirant bercampur dengan keringat dan minyak alami yang diproduksi tubuh dapat meninggalkan noda pada pakaian. Rexona Men Invisible Dry menggunakan teknologi Clearex dan Micro-Crystal, yang dapat meninggalkan lebih sedikit timbunan kerak dan tetap memberikan perlindungan 48 jam (http://www.rexona.co.id/).


(57)

39

b. Deskripsi Iklan Rexona Men Invisible Dry

Iklan Rexona Men Invisible Dry ini berdurasi 30 detik dan diperankan oleh seorang laki-laki yang digambarkan aktif melakukan berbagai kegiatan. Berbagai adegan kegiatan pada iklan ini diperlihatkan secara singkat dan diiringi musik dengan beat yang cepat untuk memberikan kesan bersemangat. Ia tampak melakukan beberapa olahraga seperti tinju dan basket. Selain itu, ia juga melakukan kegiatan lain seperti bermain musik (gitar), menari hiphop menjadi seorang DJ di sebuah klub.

Saat laki-laki tersebut berjalan, ia merasa tidak nyaman dan mengangkat tangan kirinya. Ia menemukan adanya noda kuning di bagian ketiak kemeja putihnya. Kemudian ia menggunakan Rexona Men Invisible Dry untuk mengatasi masalah noda kuning atau putih pada pakaian akibat penggunakan deodorant yang tidak tepat.

4.2.3. L-Men Gain Mass

a. Produk L-Men Gain Mass

L-Men Gain Mass merupakan susu tinggi protein dan rendah lemak yang mengandung semua formula efektif untuk meningkatkan massa otot hingga 1 kilogram/minggu. L-Men Gain Mass terdiri dari dua varian rasa yaitu rasa chocolate dan banana. L-Men Gain Mass mengandung formula efektif bernama L-Lysine yang berfungsi menambah nafsu makan serta meningkatkan produksi protein. L-Men Gain Mass yang rendah lemak dan bebas gula ini juga mengandung L-Glutamine yang berfungsi menaikkan daya tahan otot agar tidak


(58)

40

diurai setelah berolahraga dan meningkatkan produksi hormon pertumbuhan (http://www.l-men.com/).

Gambar 4.3 L-Men Gain Mass

b. Deskripsi Iklan L-Men Gain Mass

Iklan L-Men Gain Mass yang berdurasi 30 detik ini menggunakan Albern Sultan, pemenang L-Men of The Year 2013, sebagai tokoh utamanya. Albern menggambarkan sosok yang berhasil membentuk otot tubuhnya dengan rutin menjalankan latihan dan mengkonsumsi L-Men Gain Mass. Albern bermain basket di lapangan yang berada di atas atap sebuah gedung tinggi bersama ketiga orang temannya. Salah satu temannya mengalami kesulitan saat ingin menerima bola karena memiliki tubuh yang kecil dan mudah disingkirkan oleh temannya yang lain.

Saat Albern berada di lepan loker bersama temannya yang bertubuh kecil, ia memberikan motivasi dengan berkata, ““Gak papa Ton, dulu gue juga sekerempeng itu. Makanya gue kencengin latihan, minum L-Men Gain Mass tiap


(59)

41

hari. Jadi tak terkalahkan, invincible.” Kemudian adegan selanjutnya memperlihatkan Albern yang dengan mudahnya menggiring bola basket, menghindari lawan, dan memasukkan bola ke dalam ring. Para perempuan yang menyaksikan pertandingan itupun bersorak gembira seiring keberhasilan Albern dalam memasukkan bola. Kemudian iklan ini ditutup dengan Albern yang mengucapkan slogan L-Men yakni “Trust me, it works!” dan memasukkan bola ke dalam ring.

4.2.4. Garnier Pure Active

a. Produk Garnier Pure Active

Pure Active 6-in-1 Multi Action Foam merupakan pembersih wajah yang mengandung bahan anti bakteri dan ekstrak blueberry alami yang bantu lawan 6 masalah kulit yang disebabkan oleh jerawat dan minyak; jerawat, minyak, komedo, pori-pori besar, kemerahan, dan bekas jerawat. (http://www.garnier.co.id/).


(60)

42

b. Deskripsi Iklan Garnier Pure Active

Iklan ini menceritakan tentang seorang remaja yang seringkali merasa galau yang diperankan oleh Tasya Kamila, seorang artis remaja. Tasya berjalan diiringi kedua orang teman perempuannya dan berkata, “Banyak banget yang suka bikin galau.” Lalu disambut dengan anggukan kepala oleh kedua temannya tersebut. Beberapa hal yang membuat ia galau adalah urusan cowok, ujian, dan yang menurutnya paling susah adalah masalah jerawat dan minyak di wajah. Tasya berteriak dan panik saat menemukan enam masalah jerawat dan minyak pada wajahnya. Ia menggunakan Garnier Pure Active untuk mengatasi masalah tersebut. Setelah menggunakan Garnier Pure Active, wajahnya kembali mulus dan tampak segar. Saat masalah jerawat dan minyak teratasi, ia merasa tak galau lagi. Tasya pun dapat dengan percaya dirinya berjalan di kampus dan diiringi oleh beberapa orang temannya yang didominasi laki-laki. Kenudian iklan diakhiri dengan slogan Garnier “Satangi dirimu” yang diikuti gerakan Tasya menunjuk ke arah kamera dan tersenyum. Pada adegan terakhir ini Tasya didampingi oleh dua orang temannya yang ikut tersenyum.

4.2.5. Rexona Women Invisible Dry

a. Produk Rexona Women Invisible Dry

Rexona Women Invisible Dry merupakan deodorant dan anti-perspirant tanpa pewarna yang membantu menghilangkan bau badan tanpa meninggalkan noda putih pada baju hitam atau noda kuning pada baju putih. Rexona Women Invisible


(61)

43

Dry tidak mengandung alkohol dan teruji secara dermatologis. (http://www.rexona.co.id/).

Gambar 4.5 Rexona Women Invisible Dry Roll-on

Jika produk khusus prianya yaitu Rexona Men Invisible Dry dikemas dalam warna hitam, Rexona Women Invisible Dry dikemas dalam warna putih dan memiliki wangi yang berbeda.

b. Deskripsi Iklan Rexona Women Invisible Dry

Iklan yang juga berdurasi 30 detik ini memperlihatkan seorang perempuan yang melakukan berbagai kegiatan dan menggunakan Rexona Women Invisible Dry untuk melindungi badan dari keringat berlebih tanpa meninggalkan noda kuning ataupun putih pada pakaiannya. Ia menari balet, menari hiphop, melakukan latihan bela diiri (Muay Thai), menari di sebuah klub dan melakukan kegiatan lainnya.


(1)

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Iklan melalui media massa telah membentuk stereotype mengenai laki-laki dan perempuan seolah telah ada standar bagaimana laki-laki dan perempuan harus berperilaku.

1. Iklan produk khusus laki-laki seringkali menampilkan adegan yang berkaitan dengan fisik seperti olahraga untuk menekankan citra maskulin. Iklan juga menciptakan kebutuhan baru bagi laki-laki yang kini telah menjadi gaya hidup, seperti perlunya mengkonsumsi suplemen untuk menambah massa otot dan perlunya merawat diri. Dengan adanya label “for men” pada kemasan produk perawatan, akan wajar bagi laki-laki untuk menggunakan produk tersebut tanpa mengurangi sisi maskulin mereka. Iklan juga kerap menggambarkan laki-laki metroseksual yang lekat dengan gaya hidup metropolis dengan berbagai aktivitas olahraga, baik indoor maupun outdoor, dan clubbing.

2. Iklan produk khusus perempuan kerap menanamlan bahwa penampilan merupakan hal utama. Kecantikan seorang perempuan yang digambarkan dalam iklan begitu sempurna membuat perempuan merasa tak pernah puas


(2)

dan ingin menggunakan berbagai produk perawatan serta mengkonsumsi berbagai produk yang diiklankan. Selain itu, gambaran perempuan mulai bergeser dari lekat dengan urusan rumah tangga menjadi perempuan modern yang bekerja, menghabiskan waktu di luar rumah, dan memiliki keinginan untuk menikmati hidup. Iklan menampilkan berbagai kegiatan yang dapat menjadi pilihan bagi perempuan seperti berolahraga, menari, clubbing, berbelanja, bahkan melakukan latihan bela diri.

3. Dengan berbagai tanda yang ditampilan, iklan seolah mendiktekan gaya hidup masyarakat dengan memberikan gambaran bagaimana seseorang harus berpenampilan, apa yang perlu dikonsumsi, bagaimana cara mengisi waktu luang, dan lain-lain. Iklan seringkali menggambarkan kemampuan produknya yang seolah-olah begitu dahsyat tetapi dikemas serealistis mungkin. Iklan juga selalu memunculkan kebutuhan baru bagi masyarakat. Apa yang telah dikonsumsi selama ini seolah tidaklah cukup, iklan terus menerus menampilkan masalah baru dengan produk mereka sebagai solusinya. Produk yang diiklankan seakan begitu penting dan harus dimiliki. Tak jarang seseorang menjadi konsumtif dan membeli barang tanpa bisa membedakan mana produk yang memang dibutuhkan dan mana yang tidak.

6.2. Saran

Para penikmat media sebaiknya lebih jeli dalam menikmati apa yang ditampilkan oleh iklan. Perlu diingat bahwa pada dasarnya iklan bertujuan untuk menjual produknya. Oleh karena itu, jangan sampai mudah terpengaruh begitu saja sehingga mengkonsumsi suatu produk tanpa memikirkan kemampuan dan kebutuhan sebenarnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Baran, J. Stanley & Dennis K. Davis. 2003. Mass Communication Theory: Foundation, Ferment, and Future. Ontario: Wadsworth Thomson Learning. Bungin, Burhan. 2013. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers.

Hoed, Benny H., 2014. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.

Kriyantono, Rachmat. 2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Selby, Keith dan Ron Coedery. 1995. How to Study Television. London: Mc Millisan.

Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suyanto, Bagong. 2013. Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi di Era

Masyarakat Post-Modernisme. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia

Indonesia.

Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2013. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Widyatama, Rendra. 2009. Pengantar Periklanan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Widyatama, Rendra. 2011. Teknik Menulis Naskah Iklan. Yogyakarta: Cakrawala.

Jurnal dan Skripsi

Alfitri. 2007. Budaya Konsumerisme Masyarakat Perkotaan. Majalah Empirika, Volume IX, No: 01, 2007.


(4)

Andriani , Tuti. 2011. Media Massa dan Konstruksi Gaya Hidup Perempuan. Jurnal Marwah Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Pusat Studi Gender dan Anak Volume 10 Nomor 2.

Ariyani, Risky. 2013. Perempuan dalam Kotak Ajaib. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Arviani, Heidy. 2013. Budaya Global dalam Industri Budaya: Tinjauan Madzhab Frankfurt Terhadap Iklan, Pop Culture, dan Industri Hiburan. Global & Policy Vol.1, No.2, Juli - Desember 2013.

Fitryarini, Inda. 2009. Iklan Dan Budaya Popular: Pembentukan Identitas Ideologis Kecantikan Perempuan oleh Iklan di Televisi. Jurnal ILMU KOMUNIKASI VOLUME 6, NOMOR 2, Desember 2009.

Hamidah, Lilik dan Chalimatus Sa’diyyah. 2011. Analisis Simbol Iklan Rokok Dji Sam Soe Gold Edisi halus dan Mantap. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011.

Handoko, Tri. 2004. Metroseksualitas dalam Iklan Sebagai Wacana Gaya Hidup Posmodern. Jurnal NIRMANA Vol. 6, No. 2, Juli 2004.

Kurnia, Novi. 2004. Representasi Masklinitas dalam Iklan. Jurnal: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 8, Nomor 1, Juli 2004.

Marlianti, Nelly dan Ade Suryani. 2012. Representasi Tubuh Perempuan Dalam Rubrik Kecantikan Di Majalah Femina Edisi Mei 2011. Jurnal

Komunikologi Volume 9 Nomor 2, September 2012.

Murwani, Endah. 2010. Konstruksi ’Bentuk Tubuh Perempuan’ Dalam Iklan Televisi. Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, Nomor 1, Juni 2010.

Rosalina. 2012. Maskulinitas pada Iklan Televisi. Skripsi. Universitas Indonesia. Syahrela, Riza. 2006. Representasi Gaya Hidup dalam Iklan Televisi. Skripsi.

Universitas Indonesia.

Yasir. 2012. Paradigma Komunikasi Kritis: Suatu Alternatif Bagi Ilmu Komunikasi. Jurnal Ilmu Komunikasi; Vol 1, No 01 (2012).

Internet

Aruman, Edhy. Pasar Produk Perawatan Pria Indonesia Memang Seksi. 3 Juni 2015. http://mix.co.id/brand-insight/research/pasar-produk-perawatan-pria-indonesia-memang-seksi/

desainlogodesign.com. Survey Nielsen: Produk Premium dan Fast Moving Comsumer Goods Paling Laris. 3 Juni 2015.

http://desainlogodesign.com/produk-premium-dan-fast-moving-comsumer-goods-paling-laris-berdasarkan-survey-ac-nielsen-2049.html


(5)

Garnier Men Acno Fight. 22 Mei 2015. http://www.garnier.co.id/perawatan-wajah/beauty/garnier/acno-fight/6-in-1-anti-acne-foam.

Garnier Pure Active. 22 Mei 2015. http://www.garnier.co.id/perawatan-wajah/beauty/garnier/pure-active-6-in-1/6in1-multi-action-foam Imanto, Teguh. Pengaruh Iklan Televisi dalam Pencitraan Gaya Hidup. 20

Desember 2014. http://www.esaunggul.ac.id/article/pengaruh-iklan-televisi-dalam-pencitraan-gaya-hidup/

Karimuddin, Amir. Prediksi Belanja Iklan Digital di Indonesia Tahun 2015. 3 Juni 2015. https://dailysocial.net/post/prediksi-belanja-iklan-digital-di-indonesia-tahun-2015

L-Men Gain Mass. 22 Mei 2015. http://www.l-men.com/l-men-gainmass/ Rexona Men Invisible Dry. 22 Mei 2015.

https://www.youtube.com/watch?v=hGFbxk5Pb-o

http://www.rexona.co.id/produk/varian/911559/rexona-men-invisible-dry Rexona Women Invisible Dry. 22 Mei 2015.

http://www.rexona.co.id/produk/wanita

http://www.rexona.co.id/produk/varian/911590/rexona-women-invisible-dry WRP Limited Edition22 Mei 2015.

http://www.nutrimart.co.id/wrp-nutritious-drink-choco-cereal https://www.youtube.com/user/WRPcrew

Video

Garnier Men Acno Fight. 4 Februari 2015.

https://www.youtube.com/watch?v=oUODWKcrno0 https://www.youtube.com/user/GarnierMenIndonesia Garnier Pure Active. 10 November 2014.

https://www.youtube.com/watch?v=fMKLyrMKKFw https://www.youtube.com/user/GarnierIndonesia L-Men Gain Mass. 4 Februari 2015.

https://www.youtube.com/watch?v=oL-CPrF9fsE https://www.youtube.com/user/LmenCrew

Rexona Men Invisible Dry 4 Februari 2015.

https://www.youtube.com/watch?v=hGFbxk5Pb-o

https://www.youtube.com/channel/UC5agC9K8ESk2jx0ElOjR89w Rexona Women Invisible Dry. 4 Februari 2015.

https://www.youtube.com/watch?v=itXfIR9fGMU https://www.youtube.com/user/RexonaWomenIndonesia


(6)

WRP Limited Edition. 4 Februari 2015.

https://www.youtube.com/watch?v=-66BHHhI2IM https://www.youtube.com/user/WRPcrew


Dokumen yang terkait

REPRESENTASI LAKI-­LAKI DALAM IKLAN DI TELEVISI(Studi Semiotik pada Iklan L­Men dan Gatsby Body Lotions)

0 16 3

REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN PRODUKPERAWATAN TUBUH UNTUK LAKI-LAKI REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN PRODUK PERAWATAN TUBUH UNTUK LAKI-LAKI.

0 2 15

PENDAHULUAN REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN PRODUK PERAWATAN TUBUH UNTUK LAKI-LAKI.

0 4 56

OBYEK PENELITIAN REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN PRODUK PERAWATAN TUBUH UNTUK LAKI-LAKI.

0 3 13

PENUTUP REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN PRODUK PERAWATAN TUBUH UNTUK LAKI-LAKI.

0 4 9

REPRESENTASI LAKI – LAKI PADA IKLAN PRODUK KECANTIKAN NATASHA VERSI KULIT KERIPUT (Representasi Model Laki – laki Pada Iklan Natasha Versi “kulit keriput”).

2 5 76

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN PRODUK LAKI-LAKI (Studi Semiotik Mengenai Representasi Citra Perempuan Dalam Iklan Axe Deodorant Bodyspray versi ”Harga Minim” di Media Televisi).

2 8 86

REPRESENTASI STEREOTIP LAKI-LAKI PADA IKLAN TELEVISI. (Studi Semiotik Representasi Stereotip Laki-laki pada Iklan Nescafe Classic rasa Lebih Hitam di Televisi).

0 3 86

KATA PENGANTAR - REPRESENTASI STEREOTIP LAKI-LAKI PADA IKLAN TELEVISI. (Studi Semiotik Representasi Stereotip Laki-laki pada Iklan Nescafe Classic rasa Lebih Hitam di Televisi)

0 0 18

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN PRODUK LAKI-LAKI (Studi Semiotik Mengenai Representasi Citra Perempuan Dalam Iklan Axe Deodorant Bodyspray versi ”Harga Minim” di Media Televisi)

0 0 19