ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS MENGGUNAKAN PEER ASSESSMENT PADA PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DAN DIRECT INSTRUCTION (DI)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS MENGGUNAKAN PEER

ASSESSMENT PADA PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

DAN DIRECT INSTRUCTION (DI)

Oleh

FERA MULYA SARI

Penilaian praktikum hanya terbatas pada penilaian hasil tes tertulis dan penilaian laporan kelompok maupun laporan individu. Menanggapi hal tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan penilaian pada aspek lain yaitu aspek proses yang berupa aktivitas siswa. Pada penelitian ini menggunakan peer assessment untuk menilai KPS siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment dan guru observer pada pembelajaran inkuiri terbimbing; (2) perbedaan KPS yang dinilai siswa melalui peer

assessment dan guru observer pada pembelajaran DI; (3) interaksi antara pelaku asesmen KPS dengan model pembelajaran. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Terbanggi Besar. Sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling sehingga diperoleh kelas XC dan XD sebagai sampel. Desain penelitian ini adalah desain faktorial 2x2. Dari hasil penelitian diperoleh data skor KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment dan guru observer pada pembelajaran inkuiri terbimbing dan DI. Kemudian data tersebut diolah


(2)

Fera Mulya Sari T-test untuk mengetahui perbedaan KPS yang dinilai siswa melalui peer

assessment dan guru observer pada masing-masing pembelajaran serta menggunakan Uji Two Way Anova untuk mengetahui interaksi antara pelaku asesmen KPS dengan model pembelajaran. Dari hasil analisis diperoleh

kesimpulan bahwa: (1) terdapat perbedaan KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment dan guru observer pada pembelajaran inkuiri terbimbing; (2) terdapat perbedaan KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment dan guru observer pada pembelajaran DI; (3) tidak terdapat interaksi antara pelaku asesmen KPS dengan model pembelajaran.


(3)

ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS MENGGUNAKAN PEER

ASSESSMENT PADA PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

DAN DIRECT INSTRUCTION (DI)

Oleh Fera Mulya Sari

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

Judul Skripsi : ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS MENGGUNAKAN PEER ASSESSMENT PADA PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DAN DIRECT INSTRUCTION (DI)

Nama Mahasiswa : Fera Mulya Sari Nomor Pokok Mahasiswa : 0913022007 Program Studi : Pendidikan Fisika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Drs. Nengah Maharta, M.Si. Dr. Undang Rosidin, M.Pd. NIP. 19551231 198303 1 022 NIP. 19600301 198503 1 003

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si. NIP. 19671004 199303 1 004


(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Nengah Maharta, M.Si.

Sekretaris : Dr. Undang Rosidin, M.Pd.

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Abdurrahman, M.Si.

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP. 19600315 198503 1 003


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah:

Nama : Fera Mulya Sari

NPM : 0913022007

Fakultas/Jurusan : FKIP/P MIPA Program Studi : Pendidikan Fisika

Alamat : Desa Bumi Kencana Kec. Seputih Agung, Lampung Tengah

Menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, 13 Mei 2013 Yang Menyatakan,

Fera Mulya Sari NPM. 0913022007


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Bumi Kencana, Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah, pada tanggal 07 November 1991, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Tugiyo dan Ibu Misni.

Jenjang pendidikan dimulai di Taman Kanak-kanak (TK) PKK Bumi Kencana selama dua tahun. Tahun pertama TK nol kecil dan diselesaikan pada tahun 1996. Tahun kedua TK nol besar dan diselesaikan pada tahun 1997. Kemudian

melanjutkan ke Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Bumi Kencana dan diselesaikan pada tahun 2003. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Terbanggi Besar, diselesaikan pada tahun 2006. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Terbanggi Besar, diselesaikan pada tahun 2009.

Tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui Seleksi Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah bergabung di organisasi kampus tingkat jurusan pendidikan MIPA, yaitu Himasakta. Pada periode

2009/2010 penulis mendaftarkan diri sebagai eksmud (eksakta muda) dan periode 2010/2011 sebagai anggota dari divisi kerohanian.


(8)

Tahun 2011, penulis melakukan Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik dan praktek mengajar melalui Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Kedondong, Pesawaran.


(9)

MOTTO:

”Jika kita melakukan hal/sesuatu yang orang lain tidak lakukan, maka kita akan mendapatkan hal/sesuatu tersebut yang orang lain tidak dapatkan”

(Fera Mulya Sari)

”Kebahagiaan hidup adalah mampu memberikan hal terbaik yang dibutuhkan oleh orang-orang tersayang didekat kita”

(Fera Mulya Sari)

“Sabar, tabah, setia, dan istiqomah, Allah SWT telah mengatur jalan hidup setiap hamba-Nya”


(10)

PERSEMBAHAN

Teriring doa dengan kerendahan hati dan rasa syukur kehadirat Allah SWT, Penulis mempersembahkan karya sederhana ini sebagai tanda bakti dan kasih cinta penulis yang tulus dan mendalam kepada:

1. Bapak dan Mamak tercinta, dengan ketulusan doa dan kasih sayang tanpa putus yang telah membesarkan, mendidik, memberikan semangat optimis untuk mewujudkan impian dan cita-cita demi keberhasilan dan kebahagiaan penulis.

2. Mbak dan adik tersayang,‎”Yeni‎Pertiwi‎dan‎Yusina‎Maria‎Ningsih”,‎yang‎ telah memberikan doa, semangat dan dorongan demi keberhasilan penulis.

3. Para pendidik yang kuhormati, yang telah mendidik dan mengajar dengan penuh kesabaran.

4. Teman-teman seperjuangan pendidikan fisika 2009.


(11)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis

dapat‎menyelesaikan‎penyusunan‎skripsi‎yang‎berjudul‎“Analisis Keterampilan Proses Sains Menggunakan Peer Assessment pada Pembelajaran Inkuiri

Terbimbing dan Direct Instruction (DI) ”‎sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA. 3. Bapak Dr. Agus Suyatna, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Fisika atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan bimbingan serta bantuannya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Nengah Maharta, M.Si. selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing I bagi penulis atas kesediaannya memberikan bimbingan,

motivasi, semangat, nasehat- nasehat bijak, saran, dan kritiknya selama kuliah dan dalam proses penyusunan skripsi ini.


(12)

5. Bapak Dr. Undang Rosidin, M.Pd. selaku Pembimbing II bagi penulis atas kesediaannya memberikan bimbingan, motivasi, semangat, nasehat-nasehat, saran dan kritik selama kuliah dan dalam proses penyusunan skripsi ini. 6. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si. selaku pembahas atas kritik, saran, dan

bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan Pendidikan MIPA.

8. Ibu Dra. EB. Ambarwati, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Terbanggi Besar atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung.

9. Bapak Drs. Suharyanto selaku guru mitra dan murid-murid kelas XC dan XD SMA Negeri 1 Terbanggi Besar atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung.

10.Sahabat seperjuangan Mas Fajar, Wahyu, Puji, Cahya, Eka, Yeda, Sumirat, Arin, Rista, Lisa, Citra, Asep, dan Dimas. Terimakasih untuk kebersamaan kalian dimanapun dan kapanpun, yang membuat hari-hari penuh warna. 11.Teman-teman‎fisika‎’09,‎kakak dan adik tingkat, serta teman-teman Mada

yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terimakasih atas bantuan dan dukungan kalian selama ini.

Semoga Allah SWT melindungi dan membalas semua kebaikan yang sudah kalian berikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Bandar lampung, 13 Mei 2013 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis ... 6

1. Keterampilan Proses Sains ... 6

2. Peer Assessment ... 12

3. Inkuiri Terbimbing ... 18

4. Direct Instruction (DI) ... 22

5. Dimensi Pengetahuan dan Dimensi Psoses Kognitif ... 25

B. Kerangka Pemikiran ... 38

C. Anggapan Dasar ... 40

D. Hipotesis ... 40

III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian ... 41

B. Sampel Penelitian ... 41

C. Desain Penelitian ... 42


(14)

xv

E. Variabel Penelitian ... 45

F. Instrumen Penelitian ... 45

G. Analisis Instrumen ... 45

1. Uji Validitas ... 46

2. Uji Reliabilitas ... 47

H. Teknik Pengumpulan Data ... 48

I. Teknik Analisis Data ... 49

1. Uji Normalitas ... 50

2. Uji Homogenitas ... 50

3. Uji Hipotesis Statistik ... 51

a. Uji T untuk Dua Sampel Bebas (Independent Samples T-test) .. 51

b. Uji Analisis Dua Jalur (Two Way Anova) ... 53

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil ... 55

1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 55

a. Uji Validitas ... 55

b. Uji Reliabilitas ... 56

2. Tahap Pelaksanaan ... 57

a. Kelas Eksperimen 1 ... 57

b. Kelas Eksperimen 2 ... 64

3. Data Hasil Penelitian ... 65

4. Hasil Uji Penelitian ... 67

a. Uji Normalitas KPS Siswa ... 67

b. Uji Homogenitas KPS Siswa ... 68

c. Perbandingan KPS yang Dinilai Siswa Melalui Peer Assessment dan Guru Observer ... 69

d. Interaksi antara Asesmen KPS dengan Model Pembelajaran ... 71

B. Pembahasan ... 73

1. Data KPS Siswa ... 73

2. Perbandingan KPS yang Dinilai Siswa Melalui Peer Assessment dan Guru Observer pada Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 74

3. Perbandingan KPS yang Dinilai Siswa Melalui Peer Assessment dan Guru Observer pada Pembelajaran DI ... 76

4. Interaksi antara Pelaku Asesmen KPS dengan Model Pembelajaran ... 77


(15)

xvi V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan ... 79

B.Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan Standar Isi ... 84

2. Silabus ... 86

3. Rubrikasi KPS ... 93

4. RPP Hukum Ohm ... 95

5. RPP Rangkaian Hambatan Seri Paralel ... 100

6. RPP Hukum I Kirchoff ... 105

7. LKS Hukum Ohm ... 110

8. LKS Rangkaian Hambatan Seri Paralel ... 114

9. LKS Hukum I Kirchoff ... 119

10.Tabel Spesifikasi Lembar Penilaian ... 123

11.Lembar Pengamatan Perilaku Berkarakter ... 124

12.Lembar Penilaian KPS untuk Guru Observer ... 125

13.Lembar Penilaian KPS Melalui Peer Assessment ... 126

14.Lembar Penilaian Aspek Psikomotor ... 127

15.Hasil Uji Instrumen KPS ... 128

16.Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas KPS ... 129

17.Skor KPS Melalui Peer Assessment pada Sub-I (Hukum Ohm) Siswa Kelas XD ... 131

18.Skor KPS Melalui Peer Assessment pada Sub-II (Rangkaian Hambatan Seri Paralel) Siswa Kelas XD ... 133

19.Skor KPS Melalui Peer Assessment pada Sub-III (Hukum I Kirchoff) Siswa Kelas XD ... 135

20.Skor KPS Melalui Peer Assessment pada Sub-I (Hukum Ohm) Siswa Kelas XC ... 137

21.Skor KPS Melalui Peer Assessment pada Sub-II (Rangkaian Hambatan Seri Paralel) Siswa Kelas XC ... 139

22.Skor KPS Melalui Peer Assessment pada Sub-III (Hukum I Kirchoff) Siswa Kelas XC ... 141


(16)

xvii

23.Rekapitulasi Skor Rerata KPS Melalui Peer Assessment pada Kelas

XD ... 143

24.Rekapitulasi Skor Rerata KPS Melalui Penilaian/Observasi Guru pada Kelas XD ... 144

25.Rekapitulasi Skor Rerata KPS Melalui Peer Assessment pada Kelas XC ... 145

26.Rekapitulasi Skor Rerata KPS Melalui Penilaian/Observasi Guru pada Kelas XC ... 146

27.Uji Normalitas Skor KPS ... 147

28.Uji Independent Samples T-test KPS pada Kelas XD ... 148

29.Uji Independent Samples T-test KPS pada Kelas XC ... 149

30.Uji Variansi Univariate KPS ... 150 31.Surat Ijin Penelitian


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Klasifikasi keterampilan proses sains ... 9

2.2. KPS dan indikatornya ... 10

2.3. Perbandingan antara peer assessment dengan teknik penilaian lain .... 15

2.4. Kelebihan peer assessment ... 16

2.5. Kekurangan peer assessment ... 17

2.6 Matrik tujuan pembelajaran antara dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif berdasarkan taksonomi bloom revisi ... 37

3.1 Desain penelitian ... 42

3.2. Interpretasi validitas ... 46

3.3. Kriteria reliabilitas instrumen ... 48

4.1. Hasil validitas skor KPS ... 56

4.2. Hasil reliabilitas skor KPS ... 57

4.3. Skor rata-rata KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment dan guru observer kelas XD pada tiap sub bahasan ... 66

4.4. Skor rata-rata KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment dan guru observer kelas XC pada tiap sub bahasan ... 66

4.5. Hasil uji normalitas skor rata-rata KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment dan guru observer ... 67

4.6. Hasil uji homogenitas skor rata-rata KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment dan guru observer pada kedua kelas eksperimen (XD dan XC) ... 69

4.7. Hasil uji perbandingan KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment dan guru observer kelas XD ... 70

4.8. Hasil uji perbandingan KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment dan guru observer kelas XC ... 71

4.9. Hasil analisis variansi interaksi pelaku asesmen KPS dengan model pembelajaran ... 72


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kerangka pemikiran ... 39 4.1. Diagram skor rata-rata KPS yang dinilai siswa melalui peer

assessment dan guru observer pada kelas XC dan XD ... 74 4.2. Grafik interaksi antara pelaku asesmen KPS dengan model


(19)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelajaran fisika merupakan salah satu cabang dari IPA yang memberikan pengalaman belajar siswa dalam memahami konsep dan proses penemuan fakta, konsep, dan prinsip fisika. Oleh karena itu, salah satu hal yang paling penting yang harus dimiliki oleh siswa agar mendapatkan pengalaman belajar dalam memahami konsep dan proses penemuan tersebut adalah suatu

keterampilan proses sains (KPS). Life skill (kecakapan hidup) seperti

kemampuan berpikir, bekerja, bersikap ilmiah, dan berkomunikasi merupakan bagian dari KPS. KPS merupakan skill yang harus dimiliki siswa sebagai modal dasar memahami sains. KPS tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan eksperimen yaitu praktikum. Diharapkan melalui KPS dan kegiatan

praktikum ini, siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam membangun konsep-konsep IPA dan dapat memberikan pengalaman yang nyata bagi siswa.

Penilaian dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa, yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.


(20)

2 Oleh karena itu, sistem penilaian harus sesuai dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam pembelajaran dan penilaian dalam kegiatan

pembelajaran harus menuju pada penguasaan kompetensi yang diinginkan.

Penilaian dalam kegiatan praktikum merupakan kegiatan untuk memperoleh dan menganalisis data tentang proses dan hasil belajar siswa selama kegiatan praktikum. Biasanya yang terjadi di lapangan, penilaian pada kegiatan praktikum hanya terbatas pada penilaian hasil tes tertulis dan penilaian laporan kelompok maupun laporan individu yang merupakan produk dari kegiatan praktikum. Menanggapi hal ini, seharusnya ada aspek lain yang menjadi penilaian dalam kegiatan praktikum yaitu aspek proses yang berupa aktivitas siswa selama kegiatan praktikum berlangsung. Penilaian untuk aspek proses dapat berupa penilaian kinerja (performance assessment). Dengan melakukan performance assessment ini maka dapat melihat kemampuan siswa selama proses pembelajaran berlangsung tanpa harus menunggu hingga proses berakhir.

Performance assessment ini sudah diterapkan pada sekolah yang akan menjadi tempat penelitian terutama pada kegiatan praktikum yaitu penilaian terhadap keterampilan proses sains siswa. Hal ini berdasarkan hasil

wawancara pada salah satu guru mata pelajaran fisika yang ada di sekolah tempat penelitian yang menyatakan bahwa pada kegiatan praktikum sudah diterapkan penilaian KPS dan penilaian KPS ini hanya pada beberapa indikator KPS saja.


(21)

3 Performance assessment seperti yang telah dipaparkan di atas adalah bentuk penilaian yang dilakukan dari pihak guru. Dalam hal ini berarti siswa belum terlibat ikut menilai proses belajarnya. Bertolak dari sifat pembelajaran fisika yang berpusat pada siswa (student oriented) yang menuntut siswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran, maka pada penilaian pembelajaran pun diharapkan dapat membuat siswanya terlibat aktif dalam menilai proses belajar mereka sehingga dapat mengetahui kekurangan mereka dalam belajar.

Salah satu bentuk alternatif penilaian yang dapat membuat siswa terlibat aktif tersebut adalah peer assessment. Peer assessment adalah bentuk penilaian untuk mengkritisi proses belajar terhadap diri rekannya. Peer assessment ini dapat dijadikan umpan balik bagi siswa untuk memperbaiki proses

belajarnya. Dengan menilai pekerjaan rekannya, siswa mendapatkan

pengetahuan untuk membantu kinerjanya. Peer assessment diharapkan dapat membantu siswa meningkatkan kemampuannya dalam melakukan penilaian. Sebuah kemampuan untuk belajar dan hidup professional yang dapat

meningkatkan rasa tanggung jawab dan kemandirian. Untuk mengetahui pelaksanaan peer assessment pada penilaian keterampilan proses sains, telah dilakukan penelitian yang berjudul “Analisis Keterampilan Proses Sains Menggunakan Peer Assessment pada Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Direct Instruction (DI)”.


(22)

4 B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan KPS yang dinilai siswa melalui peer

assessment dengan guru observer pada pembelajaran inkuiri terbimbing? 2. Apakah terdapat perbedaan KPS yang dinilai siswa melalui peer

assessment dengan guru observer pada pembelajaran DI?

3. Apakah terdapat interaksi antara pelaku asesmen KPS dengan model pembelajaran?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Perbedaan KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment dengan guru observer pada pembelajaran inkuiri terbimbing dan DI.

2. Interaksi antara pelaku asesmen KPS dengan model pembelajaran.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan alternatif penilaian guru dalam menilai KPS siswa. 2. Sebagai referensi penelitian selanjutnya.


(23)

5 E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. KPS dibatasi pada indikator: mengamati, merumuskan hipotesis,

merencanakan percobaan, melakukan percobaan, menginterpretasi data, menerapkan konsep, dan berkomunikasi.

2. Peer assessment adalah penilaian KPS yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa lain dalam 1 kelompok praktikum.

3. Model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan metode eksperimen. Metode eksperimen adalah salah satu cara mengajar dimana siswa

melakukan suatu percobaan tentang suatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu

disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.

4. Model pembelajaran DI adalah suatu pembelajaran yang menekankan pada penguasaan konsep dan/atau perubahan perilaku serta dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah.

5. Materi yang dibelajarkan pada penelitian ini adalah materi pokok listrik dinamis.

6. Objek penelitian ini adalah siswa kelas XC dan XD semester genap SMAN 1 Terbanggi Besar Tahun Ajaran 2012/2013.


(24)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoretis

1. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains merupakan sejumlah keterampilan yang dibentuk oleh komponen-komponen metode sains. Keterampilan proses (prosess-skill) sebagai proses kognitif termasuk di dalamnya juga interaksi dengan isinya (content). Indrawati dalam Nuh (2010: 1) mengemukakan bahwa:

Keterampilan Proses sains (KPS) merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun

psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi).

KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan, dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh

pengetahuan baru/mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.

Keterampilan proses mencakup keterampilan berpikir/keterampilan

intelektual yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui proses belajar mengajar di kelas, yang dapat digunakan untuk memperoleh


(25)

7 pengetahuan tentang produk IPA. Keterampilan proses perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah siswa.

Keterampilan proses sains merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk-produk sains. Keterampilan proses dalam pembelajaran sains merupakan suatu model atau alternatif pembelajaran sains yang dapat melibatkan siswa dalam tingkah laku dan proses mental, seperti ilmuwan. Funk dalam Dimyati (2009: 140) mengemukakan bahwa:

berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan terintegrasi (integrated skill). Keterampilan proses dasar meliputi kegiatan yang berhubungan dengan observasi, klasifikasi,

pengukuran, komunikasi, prediksi, dan inferensi. Keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, tabulasi, grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis penyelidikan, dan hipotesis eksperimen.

Keterampilan proses sains merupakan dasar dari pemecahan masalah dalam sains dan metode ilmiah. Keterampilan proses sains dikelompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Menurut Wetzel dalam Mahmuddin (2010: 1), keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu:

1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.

2. Klasifikasi, proses pengelompokkan dan penataan objek. 3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui

dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran.

4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagi temuan.

5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan.


(26)

8 6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang

diharapkan.

Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuwan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan ke keterampilan proses yang lebih rumit dan kompleks.

Perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih membentuk keterampilan terpadu. Keterampilan proses terpadu (terintegrasi) menurut Wetzel dalam Mahmuddin (2010: 1) meliputi:

1. merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan;

2. mengidentifikasi variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan;

3. membuat definisi operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati;

4. percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data; dan

5. interpretasi data, menganalisis hasil penyelidikan.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Nurohman (2010: 3). Keterampilan proses sains dibagi dalam dua kelompok, yaitu:

1) the basic (simpler) process skill dan 2) integrated (more

complex) skill. The basic process skill, terdiri dari 1) Observing, 2) Inferring, 3) Measuring, 4) Communicating, 5) Classifying, dan 6) Predicting. Sedangkan yang termasuk dalam integrated science process skills adalah 1) Controlling variables, 2) Defining

operationally, 3) Formulating hypotheses, 4) Interpreting data, 5) Experimenting, dan 6) Formulating models.


(27)

9 Keterampilan proses di atas merupakan keterampilan proses sains yang

diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam

pembelajaran sains. Oleh karena itu, penilaian terhadap keterampilan proses sains siswa harus dilakukan terhadap keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh. Klasifikasi keterampilan proses sains menurut Nurohman (2010: 4) terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu Basic, Intermediate, dan Advanced yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 serta keterampilan proses sains dan indikatornya menurut Nuh (2010: 1) dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Klasifikasi keterampilan proses sains. Basic

Mengobservasi Menggunakan indera untuk mengumpulkan informasi.

Membandingkan Menemukan persamaan dan perbedaan antara dua objek/ kejadian.

Mengklasifikasikan Mengelompokkan objek atau ide dalam kelompok atau kategori berdasarkan bagian-bagiannya.

Mengukur Menentukan ukuran objek atau kejadian dengan menggunakan alat ukur yang sesuai.

Mengkomunikasikan Menggunakan lisan, tulisan, atau grafik, untuk menggambarkan kejadian, aksi, atau objek.

Membuat Model Membuat grafik, tulisan, atau untuk menjelaskan ide, kejadian, atau objek.

Merekam Data Menulis hasil observasi dari objek atau kejadian menggunakan gambar, kata-kata, maupun angka.

Intermediate

Inferring Membuat pernyataan mengenai hasil observasi yang

didukung dengan penjelasan yang masuk akal.

Memprediksi Menerka hasil yang akan terjadi dari suatu kejadian berdasarkan observasi dan biasanya pengetahuan dasar dari kejadian serupa.

Advanced

Membuat Hipotesis Membuat pernyataan mengenai suatu permasalahan dalam bentuk pertanyaan.

Merancang Percobaan Membuat prosedur yang dapat menguji hipotesis.

Menginterpretasikan Membuat dan menggunakan tabel, grafik, atau diagram untuk mengorganisasikan dan menjelaskan informasi.


(28)

10 Tabel 2.2 KPS dan indikatornya.

KPS Indikator

Melakukan Pengamatan (observasi)

 Mengidentifikasi ciri-ciri suatu benda.

 Mengidentifikasi persamaan dan perbedaan pada objek atau peristiwa.

 Membaca alat ukur.

 Mencocokkan gambar dengan uraian tulisan/ benda.

Menafsirkan pengamatan (interpretasi)

 Mengidentifikasi fakta-fakta berdasarkan hasil pengamatan

 Menafsirkan fakta atau data menjadi suatu penjelasan yang logis.

Mengelompokkan (klasifikasi)

 Mencari perbedaan atau persamaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan dan mencari dasar penggolongan.

Meramalkan (prediksi)  Mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan/ pola yang sudah ada.

Berkomunikasi  Mengutarakan suatu gagasan.

 Menjelaskan penggunaan data hasil penginderaan secara akurat suatu objek atau kejadian.

 Mengubah data dalam bentuk tabel kedalam bentuk lainnya misalnya grafik, peta secara akurat.

Berhipotesis  Hipotesis merupakan dugaan sementara tentang pengaruh variabel manipulasi terhadap variabel respon. Hipotesis menyatakan penggambaran yang logis dari suatu hubungan yang dapat diuji melalui eksperimen.

Merencanakan

percobaan/penyelidikan

 Menentukan alat dan bahan, menentukan variabel atau peubah yang terlibat dalam suatu percobaan, menentukan variabel terikat dan variabel bebas, menentukan apa yang diamati, diukur/ditulis, serta menentukan cara dan langkah kerja termasuk keterampilan merencanakan penelitian.

Menerapkan sub konsep/ prinsip

 Menggunakan subkonsep yang telah dipelajari dalam situasi baru, menggunakan subkonsep pada

pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.

Nuh (2010: 1)

Keterampilan proses sains perlu dikembangkan dalam diri siswa karena dapat memberikan dampak positif bagi siswa yaitu siswa dapat mengembangkan


(29)

11 proses berpikirnya secara ilmiah. Hal ini didukung oleh Dimyati (2009: 121) yang menyatakan bahwa KPS memiliki beberapa kelebihan antara lain:

1. KPS dapat memberikan rangsangan ilmu pengetahuan, sehingga siswa dapat memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan dengan lebih baik;

2. Memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan siswa menjadi lebih aktif; dan

3. KPS membuat siswa menjadi belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.

Penilaian merupakan tahapan penting dalam proses pembelajaran. Penilaian dalam pembelajaran sains dapat dimaknai sebagai membawa konten, proses sains, dan sikap ilmiah secara bersama-sama. Penilaian dilakukan terutama untuk menilai kemajuan siswa dalam pencapaian keterampilan proses sains. Menurut Smith dan Welliver dalam Mahmuddin (2010: 1), pelaksanaan penilaian keterampilan proses dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, diantaranya: pretes dan postes, diagnostik, penempatan kelas, dan bimbingan karir.

Penilaian keterampilan proses sains dilakukan dengan menggunakan

instrumen yang disesuaikan dengan materi dan tingkat perkembangan siswa atau tingkatan kelas. Oleh karena itu, penyusunan instrumen penilaian harus direncanakan secara cermat sebelum digunakan. Menurut Widodo dalam Mahmuddin (2010: 1), penyusunan instrumen untuk penilaian terhadap keterampilan proses sains dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.


(30)

12 1) Mengidentifikasikan jenis keterampilan proses sains yang akan

dinilai.

2) Merumuskan indikator untuk setiap jenis keterampilan proses sains.

3) Menentukan dengan cara bagaimana keterampilan proses sains tersebut diukur (misalnya apakah tes unjuk kerja, tes tulis, ataukah tes lisan).

4) Membuat kisi-kisi instrumen.

5) Mengembangkan instrumen pengukuran keterampilan proses sains dan tingkatan keterampilan proses sains (objek tes). 6) Melakukan validasi instrumen.

7) Melakukan uji coba terbatas untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas empiris.

8) Perbaikan butir-butir yang belum valid.

9) Terapkan sebagai instrumen penilaian keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains.

Pengukuran terhadap keterampilan proses siswa, dapat dilakukan

menggunakan instrumen tertulis. Pelaksanaan pengukuran dapat dilakukan secara tes (paper and pencil test) dan bukan tes. Penilaian melalui tes dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis (paper and pencil test). Sedangkan penilaian melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Penilaian teman sebaya (peer assessment) adalah penilaian dalam bentuk observasi atau pengamatan yang dapat menjadi penilaian alternatif. Peer assessment dapat mengasah objektivitas siswa, rasa menghargai orang lain, dan kemampuan mengobservasi.

2. Peer Assessment

Peer assessment adalah penilaian siswa yang dilakukan oleh siswa lain. Siswa dilibatkan dalam penilaian yang menyangkut pekerjaan atau unjuk kerja siswa lain. Unjuk kerja tersebut dievaluasi secara kritis oleh teman sebayanya. Unjuk kerja yang dinilai misalnya berupa tulisan, presentasi visual atau lisan. Hal ini


(31)

13 sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Bostock (2000: 2), yaitu

Peer assessment promotes lifelong learning, by helping students to evaluate their own and their peers achievements realistically, not just encouraging them to always to rely on evaluation from on high”.

Sejalan dengan Bostock, Zulharman (2007: 1) menyatakan bahwa “Peer assessment adalah sebuah proses dimana seorang siswa menilai hasil belajar teman atau siswa lainnya yang setingkat. Maksud dari setingkat ini adalah jika dua orang siswa atau lebih berada dalam kelas yang sama atau subjek pelajaran yang sama”.

Hal yang sama tentang peer assessment juga diungkapkan oleh Ellington (1997: 1), yaitu “Peer assessment melibatkan siswa baik dalam memberikan penilaian (mengkritik, menilai atau mengevaluasi pekerjaan siswa lain) dan dalam menerima penilaian (memperoleh kritikan hasil pekerjaan mereka sendiri, dinilai atau dievaluasi oleh siswa lain)”.

Race (2001: 1) menambahkan tentang peer assessment, yaitu:

Peer assessment bisa diterapkan dalam kegiatan penilaian untuk menilai aspek performance siswa, tes tertulis, atau laporan. Kegiatan peer assessment bisa dilakukan oleh satu atau lebih penilai. Siswa yang melaksanakan peer assessment bisa disembunyikan identitasnya, dan penilaiannya pun bisa ditentukan secara acak, sehingga faktor hubungan pertemanan yang mempengaruhi hasil penilaian dapat diminimalisasi. Peer assessment akan lebih efektif dilaksanakan oleh lebih banyak penilai. Sehingga kekurangan yang ada pada kriteria penilaian, serta tingkat keobjektivan siswa dalam menilai dapat diketahui.

Hal ini dipertegas oleh Isaacs (1999: 1) yang menyebutkan bahwa “peer assessment menjadi penilaian pekerjaan siswa oleh siswa lain yang belajar


(32)

14 pada pokok bahasan yang sama”. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa peer assessment merupakan bentuk penilaian yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa lain yang berada se-level untuk mencapai tujuan tertentu.

Peer assessment merupakan teknik penilaian yang memiliki perbedaan dengan teknik penilaian lain. Untuk mengetahui perbandingan antara peer assessment dengan teknik penilaian lain, Orsmond (2004: 5) menampilkannya pada Tabel 2.3.


(33)

15 Tabel 2.3 Perbandingan antara peer assessment dengan teknik penilaian lain.

Peer Assessment Teknik Penilaian Lain

Student centered (berpusat kepada siswa).

Jarang melibatkan siswa.

Kriteria yang digunakan jelas dan transparan.

Menggunakan penilaian acuan norma. Atau jika menggunakan kriteria, langsung diberikan kepada siswa tanpa adanya diskusi.

Memberi wewenang terhadap siswa, sehingga siswa merasa diakui keberadaannya.

Siswa dipisahkan dari penilaian dan proses pembelajaran.

Salah satu pendekatan yang mendorong pembelajaran dari dalam diri siswa.

Merupakan pendekatan yang membantu perkembangan pembelajaran dari luar diri siswa.

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara efektif.

Tidak memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar sendiri.

Mendorong adanya diskusi antara siswa dengan guru.

Diskusi sedikit dilakukan, atau bahkan tidak ada sama sekali.

Adanya umpan balik formatif. Ketidakmengertian terhadap umpan balik dikarenakan tidak adanya waktu atau hilangnya komunikasi yang berkelanjutan antara guru dengan siswa.

Kesempatan untuk memperbaiki atau meninjau kembali kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran.

Berupa hasil akhir.

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih banyak berlatih dan mengurangi kesalahan dalam pembelajaran.

Hasil penilaiannya terlalu lambat diterima oleh siswa dalam metode untuk adanya perbaikan atau untuk berguna dalam proses pembelajaran. Sedikit latihan dan lebih banyak kesalahan dalam pembelajaran. Mempersiapkan siswa dengan kaitan

pembelajaran selanjutnya dalam jangka waktu yang panjang.

Ditunjukkan hanya untuk pembelajaran yang sedang dilakukan.

Peer assessment menggunakan beberapa orang penilai.

Satu penilai dan seorang moderator atau paling banyak dua penilai.

Merupakan kesempatan yang baik untuk penilaian formatif.

Sedikit memberikan kesempatan untuk penilaian formatif.

Dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa.

Hampir tidak ada atau memberikan efek yang negatif terhadap kepercayaan diri siswa. Meningkatkan unjuk kerja/ kualitas

pembelajaran dari hasil pembelajaran. -

Sering berupa tugas yang autentik. Kurang memberikan tugas yang autentik. Orsmond (2004: 8)


(34)

16 Sedangkan kelebihan dan kekurangan dari peer assessment yang

diungkapkan oleh Ellington (1997: 1) dan Isaacs (1999: 1) digambarkan pada Tabel 2.4 dan 2.5.

Tabel 2.4 Kelebihan peer assessment.

Guru Siswa

a. Menghemat waktu dan mengurangi beban guru dalam menilai dalam kelas yang besar, karena seorang guru akan merasakan kewalahan apabila ia harus mengamati dan memperhatikan siswa satu-persatu. b. Memfokuskan guru terhadap aspek

lain dari pembelajaran. c. Sebagai salah satu cara untuk

mempermudah guru dalam memberikan umpan balik terhadap pekerjaan siswa di (dalam) kelas besar.

d. Peer assessment dapat digunakan sebagai pelengkap model penilaian lain seperti penilaian diri.

e. Membantu guru memberikan penilaian individu dalam tugas kelompok berdasarkan pengamatan rekan dalam kelompoknya. f. Memberikan masukan bagi guru

dalam memberikan nilai akhir, karena penentuan nilai akhir bukan hanya berdasarkan hasil tes tertulis saja.

a. Meningkatkan motivasi siswa karena peer assessment melibatkan siswa secara aktif dalam proses penilaian.

b. Membantu siswa mendapatkan umpan balik dari pekerjaan siswa yang dinilai oleh siswa lain.

c. Siswa dapat belajar dari kelemahan dan keberhasilan satu sama lain.

d. Belajar untuk mengevaluasi dan

memberikan umpan balik terhadap siswa lain.

e. Membantu siswa untuk berfikir lebih kritis. f. Mendorong pelajar untuk memiliki rasa

tanggung jawab terhadap proses belajarnya sehingga pelajar dapat mandiri.

g. Membuat siswa merasa dihargai oleh rekan kelompoknya, karena keberadaannya mendapatkan pengakuan dari orang lain. h. Melatih evaluation skill yang berguna untuk

life long learning dan mendorong deep learning.

i. Menyadarkan siswa akan tujuan dan hasil pembelajaran mengenai kinerja siswa yang akan dinilai secara objektif berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

j. Mampu untuk mengubah dan meningkatkan hasil kerja kelompok.

k. Mengembangkan teknik kritik membangun. l. Meningkatkan hasil belajar siswa.


(35)

17 Tabel 2.5 Kekurangan peer assessment.

Guru Siswa

a. Memerlukan waktu yang banyak untuk persiapan (model jawaban, aturan penilaian dll).

b. Menghadapi tantangan bagaimana seharusnya peran guru dan siswa pada pembelajaran konvensional. c. Memerlukan perencanaan,

pelaksanaan dan pengawasan yang sangat teliti.

d. Harus memberikan pelatihan peer assessment agar penilaian bersifat obyektif, adil dan efektif, dan mereka dapat menerima hasil penilaian sebagai hasil keputusan.

a. Kurang pengalaman melakukan penilaian secara objektif, pada awalnya siswa cenderung menilai terlalu subjektif. b. Siswa mungkin merasa enggan untuk

berpartisipasi karena ketidaktahuan dari kriteria-kriteria yang diberikan. c. Siswa merasa tidak biasa dengan teknik

penilaian yang digunakan.

d. Merasa enggan untuk menilai temannya. e. Adanya persekongkolan antar siswa. f. Peer assessment hanya dapat berhasil

ketika ada rasa saling menghormati dan saling percaya balik antara guru dan siswa dan antara siswa dan siswa.

g. Hasil penilaian siswa sangat dipengaruhi oleh perasaan tertentu siswa terhadap siswa lain baik bersifat positif atau negatif.

h. Jika tidak dimonitor dengan baik, efektivitas dan keabsahan penilaian akan mengakibatkan perselisihan, prasangka dan over kompetisi antara siswa. i. Siswa merasa tertekan dan menimbulkan

kegelisahan yang tidak semestinya.

Kekurangan-kekurangan yang terdapat pada peer assessment dapat

menghambat jalanya proses penilaian. Ada beberapa langkah untuk mengatasi kendala-kendala di atas sehingga peer assessment dapat berjalan dengan efektif. Menurut Zulharman (2007: 1), langkah-langkah untuk mengatasi berbagai kendala dalam peer assessment sebagai berikut.

a. Penyampaian maksud dan tujuan peer assessment secara jelas kepada siswa.

b. Melaksanakan peer assessment secara bertahap.

c. Dalam format penilaian, siswa tidak mencantumkan nama penilai.

d. Penjelasan kriteria.

e. Diadakan pelatihan peer assessment.


(36)

18

3. Inkuiri Terbimbing

Model inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang

menitikberatkan kepada aktifitas siswa dalam proses belajar. Tujuan umum dari pembelajaran inkuiri adalah untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan lainnya seperti

keterampilan generik sains, mengajukan pertanyaan, dan keterampilan menemukan jawaban yang berawal dari keingintahuan mereka. Menurut Herdian (2010: 1) yang mengungkapkan bahwa

Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Pembelajaran inkuiri bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan berpikir reflektif.

Pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan kemampuan siswa dan

mengembangkan sikap percaya diri yang dimiliki oleh siswa. Pembelajaran model inkuiri mencakup inkuiri induktif terbimbing dan tak terbimbing, inkuiri deduktif, dan pemecahan masalah. Diantara model-model inkuiri yang lebih cocok untuk siswa adalah inkuiri induktif terbimbing, dimana siswa terlibat aktif dalam pembelajaran tentang konsep atau suatu gejala melalui pengamatan, pengukuran, pengumpulan data untuk ditarik kesimpulan. Pada inkuiri induktif terbimbing, guru tidak lagi berperan sebagai pemberi

informasi dan siswa sebagai penerima informasi, tetapi guru membuat rencana pembelajaran atau langkah-langkah percobaan. Siswa melakukan percobaan atau penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep yang telah ditetapkan guru.


(37)

19 Inkuiri terbimbing adalah sebagai proses pembelajaran dimana guru

menyediakan unsur-unsur asas dalam satu pelajaran kemudian meminta siswa membuat generalisasi. Hal ini didukung oleh Sanjaya (2006: 200) yang mengungkapkan bahwa:‎“Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan suatu model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh guru dan siswa tidak merumuskan problem atau masalah”.

Tugas guru dalam pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berpikir lambat atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa yang memiliki kemampuan berpikir tinggi tidak memonopoli kegiatan. Oleh sebab itu, guru harus mempunyai kemampuan mengelola kelas yang bagus.

Hal yang perlu dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran inkuiri terbimbing adalah sikap ilmiah. Seperti yang dikutip dari Andriansyah (2011: 4) yang menjelaskan tentang sikap-sikap ilmiah yang harus dimiliki seseorang yang sesuai dengan prinsip-prinsip ilmiah ketika mengikuti proses pembelajaran yaitu:


(38)

20 1. jujur terhadap data;

2. rasa ingin tahu yang tinggi;

3. terbuka atau menerima pendapat orang lain serta mau mengubah pandangannya jika terbukti bahwa pandangannya tidak benar; 4. ulet dan tidak cepat putus asa;

5. kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil observasi empiris; dan

6. dapat bekerja sama dengan orang lain. Sikap ilmiah merupakan faktor psikologis yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan siswa.

Selain sikap ilmiah siswa, guru harus memperhatikan langkah-langkah inkuiri yang benar dalam proses pembelajaran. Sanjaya (2006: 202) mengungkapkan langkah-langkah dalam pembelajaran inkuiri sebagai berikut.

1) Orientasi

Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif.

2) Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki.

3) Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.

4) Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis.

5) Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh. 6) Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

Keenam langkah pada inkuiri terbimbing di atas mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan mengajar di kelas. Siswa akan berperan aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan

pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tugas guru adalah mempersiapkan skenario pembelajaran sehingga


(39)

21 pembelajarannya dapat berjalan dengan lancar dan baik. Tentunya skenario yang dibuat oleh guru mengacu pada referensi yang ada.

Pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan pembelajaran lain. Keunggulan inkuiri terbimbing menurut Yusfy (2012: 1) sebagai berikut.

1. Dapat meningkatkan potensi intelektual siswa;

2. Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik bergeser kearah kepuasan intrinsik;

3. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan karena terlibat langsung dalam proses penemuan;

4. Belajar melalui inkuiri dapat memperpanjang proses ingatan; 5. Siswa dapat memahami konsep-konsep sains dan ide-ide

dengan baik;

6. Pengajaran menjadi terpusat pada siswa;

7. Proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa;

8. Tingkat harapan siswa meningkat; 9. Dapat mengembangkan bakat siswa;

10. Dapat menghindarkan siswa belajar dengan hafalan; dan 11. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencerna dan

mengatur informasi yang didapatkan.

Selain memiliki kelebihan, pembelajaran inkuiri terbimbing juga memiliki kekurangan. Adapun kekurangan dari pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Yusfy (2012: 1) sebagai berikut.

1. Pembelajaran inkuiri mengandalkan suatu kesiapan berpikir tertentu siswa;

2. Tidak efisien, khususnya untuk mengajar siswa yang berjumlah besar;

3. Harapan-harapan dalam pembelajaran ini dapat terganggu oleh siswa dan guru yang telah terbiasa dengan pengajaran

tradisional;

4. Dalam beberapa bidang ilmu sains, fasilitas yang dibutuhkan untuk menguji ide-ide tertentu tidak tersedia.


(40)

22

4. Direct Instruction (DI)

Menurut‎Nesama‎(2010:‎1),‎“model‎pembelajaran DI merupakan suatu pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah”.‎Pendapat lain diungkapkan oleh Sudrajat (2011: 1) yang menyatakan‎bahwa‎“model‎pembelajaran‎DI‎‎adalah‎model‎pembelajaran‎ yang menekankan pada penguasaan konsep dan/atau perubahan perilaku dengan‎mengutamakan‎pendekatan‎deduktif”.

Apabila guru menggunakan pembelajaran DI ini, maka guru mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa. Guru harus memberikan pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik.

Model pembelajaran DI secara empirik dilandasi oleh teori belajar yang berasal dari rumpun perilaku (behavior family). Teori belajar perilaku menekankan pada perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang dapat

diobservasi. Menurut teori ini, belajar bergantung pada pengalaman termasuk pemberian umpan balik dari lingkungan. Prinsip penggunaan teori ini dalam belajar adalah pemberian penguatan yang akan meningkatkan perilaku yang diharapkan. Penguatan melalui umpan balik kepada siswa merupakan dasar praktis penggunaan teori ini dalam pembelajaran.


(41)

23 Model pembelajaran DI dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap. Pemikiran mendasar dari model pengajaran DI adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan tingkah laku gurunya. Atas dasar pemikiran tersebut hal penting yang harus diingat dalam menerapkan model pengajaran DI adalah

menghindari menyampaikan pengetahuan yang terlalu kompleks.

Ciri-ciri model pembelajaran DI menurut Sudrajat (2011: 1) adalah:

 transformasi dan keterampilan secara langsung;

 pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu;

 materi pembelajaran yang telah terstruktur;

 lingkungan belajar yang telah terstruktur; dan

 distruktur oleh guru.

Dengan demikian maka guru berperan sebagai penyampai informasi. Dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dan sebagainya.

Tahapan atau sintaks model pembelajaran DI menurut Slavin dalam Sudrajat (2011: 1), sebagai berikut.

1. Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa

Guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja siswa yang diharapkan.

2. Mereview pengetahuan dan keterampilan prasyarat

Guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai siswa.

3. Menyampaikan materi pelajaran


(42)

24 memberikan contoh-contoh mendemonstrasikan konsep-konsep maupun keterampilan.

4. Melaksanakan bimbingan

Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.

5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih konsep atau keterampilan secara individu atau kelompok.

6. Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik

Guru memberikan review terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.

7. Memberikan latihan mandiri

Guru memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajari.

Model pembelajaran DI memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran DI menurut Sudrajat (2011: 1) sebagai berikut.

a. Guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa;

b. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil;

c. Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa;

d. Menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual yang sangat terstruktur;

e. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah;

f. Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa;

g. ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki ketrampilan dalam menyusun dan menafsirkan informasi; dan

h. Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu tugas dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya.


(43)

25 Sedangkan kekurangan model pembelajaran DI menurut Sudrajat (2011: 1) sebagai berikut.

a. Model pembelajaran DI bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasi informasi melalui kegiatan mendengarkan,

mengamati, dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus

mengajarkannya kepada siswa;

b. Sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan,

pengetahuan awal, tingkat pembelajaran, dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa;

c. Sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif;

d. Kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan

perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat; e. Karena model pembelajaran ini melibatkan banyak komunikasi

satu arah, guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa.

5. Dimensi Pengetahuan dan Dimensi Proses Kognitif

Taksonomi yang baru melakukan pemisahan yang tegas antara dimensi pengetahuan dengan dimensi proses kognitif. Pemisahan ini dilakukan sebab dimensi pengetahuan berbeda dengan dimensi proses kognitif. Pengetahuan merupakan kata benda sedangkan proses kognitif merupakan kata kerja.

Ada dua nilai positif dari taksonomi yang baru ini dalam kaitannya dengan asesmen. Pertama, dengan dilakukannya pemisahan antara pengetahuan dengan proses kognitif maka guru dapat segera mengetahui jenis pengetahuan mana yang belum terukur. Pengetahuan prosedural dan pengetahuan


(44)

26 metakognitif merupakan dua macam pengetahuan yang dalam taksonomi yang lama kurang mendapat perhatian. Dengan dimunculkannya pengetahuan prosedural, guru sains akan lebih terdorong mengembangkan soal untuk mengukur keterampilan proses siswa yang selama ini masih sering terabaikan.

Kedua, taksonomi yang baru memungkinkan pembuatan soal yang bervariasi untuk setiap jenis proses kognitif. Apabila dalam taksonomi yang lama, hanya dikenal jenjang C1, C2, C3, dst., dalam taksonomi yang baru tiap jenjang menjadi empat kali lipat sebab ada 4 macam pengetahuan. Seorang guru yang membuat soal jenjang C1, kini bisa memvariasikan soalnya, menjadi C1-faktual, C1-konseptual, C1-prosedural, dan C1-metakognitif, dsb.

a. Dimensi Pengetahuan

Ada empat macam pengetahuan, yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Jenis-jenis pengetahuan ini menunjukkan penjenjangan dari sifatnya konkret (faktual) hingga yang abstrak (metakognitif). Menurut Widodo ( 2006: 2) mengungkapkan empat macam dimensi pengetahuan, yaitu:

1) Pengetahuan faktual (factual knowledge) : pengetahuan yang berupa

potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan faktual pada

umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam

pengetahuan faktual, yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology) dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur


(45)

27 (knowledge of specific details and element).

a) Pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology) : mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non verbal. Contoh: pengetahuan tentang alfabet, pengetahuan tentang istilah ilmiah, dan pengetahuan tentang simbol dalam peta.

b) Pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific details and element) : mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu, dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik. Contoh: pengetahuan tentang nama tempat dan waktu kejadian, pengetahuan tentang produk suatu negara, dan pengetahuan tentang sumber informasi.

2) Pengetahuan konseptual : pengetahuan yang menunjukkan saling

keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama. Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang implisit maupun yang eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan struktur. a) Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori :mencakup

pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian, atau susunan yang berlaku dalam suatu bidang ilmu tertentu. Pengetahuan klasifikasi dan kategori merupakan pengetahuan yang sangat penting sebab pengetahuan ini juga menjadi dasar bagi siswa dalam


(46)

28 mengklasifikasikan informasi dan pengetahuan. Tanpa kemampuan melakukan klasifikasi dan kategorisasi yang baik siswa akan kesulitan dalam belajar. Contoh: pengetahuan tentag bagian-bagian kalimat, pengetahuan tentang masa geologi, dan pengetahuan tentang pengelompokkan tumbuhan.

b) Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi : mencakup abstraksi hasil observasi ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip atau

generalisasi. Prinsip dan generalisasi merupakan abstraksi dari sejumlah fakta, kejadian, dan saling keterkaitan antara sejumlah fakta. Prinsip dan generalisasi biasanya cenderung sulit dipahami siswa apabila siswa belum sepenuhnya menguasai

fenomena-fenomena‎yang‎merupakan‎bentuk‎yang‎“teramati”‎dari‎suatu‎prinsip‎ atau generalisasi. Contoh: pengetahuan tentang hukum Mendel, pengetahuan tentang seleksi alamiah, dan pengetahuan

tentangprinsip-prinsip belajar.

c) Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur : mencakup

pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dan saling keterkaitan antara keduanya yang menghasilkan kejelasan terhadap suatu fenomena yang kompleks. Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur merupakan jenis pengetahuan yang sangat abstrak dan rumit. Contoh: pengetahuan tentang teori evolusi, pengetahuan tentang model DNA, dan pengetahuan tentang model atom.

3) Pengetahuan prosedural : pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan


(47)

29 pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

a) Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu dan pengetahuan tentang algoritme: mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau tentang algoritme yang harus ditempuh untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Contoh: pengetahuan tentang keterampilan menimbang, pengetahuan mengukur suhu air yang didihkan dalam beker gelas, dan pengetahuan tentang memipet.

b) Pengetahuan tentang teknik dan metode yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu: mencakup pengetahuan yang pada umumnya merupakan hasil konsensus, perjanjian, atau aturan yang berlaku dalam disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan tentang teknik dan metode lebih mencerminkan bagaimana ilmuwan dalam bidang tersebut berpikir dan memecahkan masalah yang dihadapi. Contoh: pengetahuan tentang metode penelitian yang sesuai untuk suatu permasalahan sosial dan pengetahuan tentang metode ilmiah. c) Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan suatu

prosedur tepat untuk digunakan: mencakup pengetahuan tentang kapan suatu teknik, strategi, atau metode harus digunakan. Siswa dituntut bukan hanya tahu sejumlah teknik atau metode tetapi juga dapat mempertimbangkan teknik atau metode tertentu yang


(48)

30 yang dihadapi saat itu. Contoh: pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan jenis-jenis tulisan, pengetahuan tentang kriteria pemilihan rumus yang sesuai untuk memecahkan masalah, dan pengetahuan memilih metode statistika yang sesuai untuk mengolah data.

4) Pengetahuan metakognitif : mencakup pengetahuan tentang kognisi

secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri.

a) Pengetahuan strategik: mencakup pengetahuan tentang strategi umum untuk belajar, berpikir, dan menentukan masalah.

Pengetahuan jenis ini dapat digunakan bukan hanya dalam suatu bidang tertentu tetapi juga dalam bidang-bidang yang lain. Contoh: pengetahuan bahwa mengulang-ulang informasi merupakan salah satu cara untuk mengingat, dan pengetahuan tentang strategi perencanaan untuk mencapai tujuan.

b) Pengetahuan tentang tugas kognitif, termasuk di dalamnya

pengetahuan tentang konteks dan kondisi yang sesuai: mencakup pengetahuan tentang jenis operasi kognitif yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tertentu serta pemilihan strategi kognitif yang sesuai dalam situasi dan kondisi tertentu. Contoh: pengetahuan bahwa buku pengetahuan lebih sulit dipahami daripada buku populer dan pengetahuan bahwa meringkas bisa digunakan untuk


(49)

31

b. Dimensi Proses Kognitif

Jumlah dan jenis proses kognitif ada enam dan secara umum menunjukkan penjenjangan dari proses kognitif yang sederhana ke proses kognitif yang lebih kompleks. Pembagian dimensi proses kognitif menurut Widodo (2006: 2) sebagai berikut.

1) Menghafal (Remember) : menarik kembali informasi yang tersimpan

dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling). a) Mengenali (recognizing) : mencakup proses kognitif untuk menarik

kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang yang identik atau sama dengan informasi yang baru. Bentuk tes yang meminta siswa menentukan betul atau salah, menjodohkan, dan pilihan berganda merupakan tes yang sesuai untuk mengukur kemampuan mengenali.

b) Mengingat (recalling) : menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang apabila ada petunjuk (tanda) untuk melakukan hal tersebut. Tanda disini seringkali berupa pertanyaan.

2) Memahami (Understand) : mengkonstruk makna atau pengertian

berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru kedalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Karena penyusunan skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup


(50)

32 tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengklasifikasikan (classifying), meringakas

(summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

a) Menafsirkan : mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari kata-kata ke grafik atau gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau sebaliknya, maupun dari kata-kata ke kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. Informasi yang disajikan dalam tes haruslah “baru”‎sehingga‎dengan‎mengingat‎saja‎siswa‎tidak‎akan‎bisa‎

menjawab soal yang diberikan. Istilah lain untuk menafsirkan adalah mengklarifikasi (clarifying), memparafrase (paraphrasing),

menerjemahkan (translating), dan menyajikan kembali (representing).

b) Memberikan contoh (exemplifying): memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntut kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggunakan ciri tersebut untuk membuat contoh. Istilah lain untuk memberikan contoh adalah memberikan ilustrasi (illustrating) dan mencontohkan (instantiating).

c) Mengklasifikasikan (classifying) : mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu. Termasuk dalam kemampuan mengklasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau fenomena. Istilah lain untuk


(51)

33 mengklasifikasikan adalah mengkategorisasikan (categorising). d) Meringkas (summarising): membuat suatu pernyataan yang

mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuah tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan meringkasnya. Istilah lain untuk meringkas adalah membuat generalisasi (generalising) dan mengabstraksikan (abstracting).

e) Menarik inferensi (inferring): menemukan suatu pola dari sederetan contoh atau fakta. Untuk dapat melakukan inferensi siswa harus terlebih dapat menarik abstraksi suatu konsep/prinsip berdasarkan sejumlah contoh yang ada. Istilah lain untuk menarik inferensi adalah mengekstrapolasi (extrapolating), menginterpolasi

(interpolating), memprediksi (predicting), dan menarik kesimpulan (concluding).

f) Membandingkan (comparing): mendeteksi persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua objek, ide, ataupun situasi.

Membandingkan mencakup juga menemukankaitan unsur-unsur satu objek atau keadaan dengan unsur yang dimiliki objek atau keadaan lain. Istilah lain untuk membandingkan adalah mengkontraskan (contrasting), mencocokkan (matching), dan memetakan (mapping). g) Menjelaskan (explaining) : mengkonstruk dan menggunakan model

sebab-akibat dalam suatu sistem. Termasuk dalam menjelaskan adalah menggunakan model tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi apabila salah satu bagian sistem tersebut diubah. Istilah lain


(52)

34 untuk menjelaskan adalah mengkonstruksi model (constructing a model).

3) Mengaplikasikan (Applying) : mencakup penggunaan suatu prosedur

guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan

prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing). a) Menjalankan (executing) : menjalankan suatu prosedur rutin yang

telah dipelajari sebelumnya. Langkah-langkah yang diperlukan sudah tertentu dan juga dalam urutan tertentu.

b) Mengimplementasikan (implementing): memilih dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru. Karena diperlukan kemampuan memilih, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman tentang permasalahan yang akan dipecahkannya dan juga prosedur-prosedur yang mungkin digunakannya. Apabila prosedur yang tersedia ternyata tidak tepat benar, siswa dituntut untuk bisa memodifikasinya sesuai keadaan yang dihadapi. Istilah lain untuk mengimplementasikan adalah menggunakan (using).

4) Menganalisis (Analyzing) : menguraikan suatu permasalahan atau obyek

ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis: membedakan


(53)

35 tersirat (attributting).

a) Membedakan (differentiating): membedakan bagian-bagian yang menyusun suatu struktur berdasarkan relevansi, fungsi dan penting tidaknya. Oleh karena itu membedakan (differentiating) berbeda dari membandingkan (comparing). Membedakan menuntut adanya kemampuan untuk menentukan mana yang relevan/esensial dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar.

b) Mengorganisir (organizing) : mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu. Contoh: menganalisis keseimbangan dinamis suatu ekosistem.

c) Menemukan pesan tersirat (attributting) : menemukan sudut pandang, bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi. Contoh: menganalisis mengapa seseorang menulis di surat kabar bahwa hutan di Jawa Barat masih cukup luas.

5) Mengevaluasi : membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan

standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking) dan mengkritik (critiquing).

a) Memeriksa (Checking): menguji konsistensi atau kekurangan suatu karya berdasarkan kriteria internal (kriteria yang melekat dengan sifat produk tersebut. Contoh: memeriksa apakah kesimpulan yang ditarik telah sesuai dengan data yang ada.

b) Mengkritik (Critiquing) : menilai suatu karya baik kelebihan maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal. Contoh:


(54)

36 menilai apakah rumusan hipotesis sesuai atau tidak (sesuai atau tidaknya rumusan hipotesis dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara pandang dan cara pandang penilai).

6) Membuat (Create) : menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu

bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producting).

a) Membuat (generating): menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut. Contoh: merumuskan hipotesis untuk memecahkan permasalahan yang terjadi berdasarkan pengamatan di lapangan.

b) Merencanakan (planning): merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Contoh: merancang serangkaian percobaan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. c) Memproduksi (producing) : membuat suatu rancangan atau

menjalankan suatu rencana untuk memecahkan masalah. Contoh: mendesain (atau juga membuat) suatu alat yang akan digunakan untuk melakukan percobaan.

Berdasarkan penjelasan tentang dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif maka dapat dibuat tabel matrik tujuan pembelajaran antara dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Tabel matrik tujuan


(55)

Tabel 2.6. Matrik tujuan pembelajaran antara dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif berdasarkan taksonomi bloom revisi.

Dimensi Proses Kognitif

C-1 C-2 C-3 C-4 C-5 C-6

Dime

n

si Penget

ah

u

an

a

A

Pengetahuan Faktual √ √ √ √ √ √

B Pengetahuan

Konseptual

√ √ √ √ √ √

C Pengetahuan

Prosedural

− √ √ √ √ √

D Pengetahuan Metakognitif

√ √ √ √ √ √

Wulan (2006: 8)


(56)

38

B. Kerangka Pemikiran

KPS merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah baik kognitif maupun psikomotor yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep, prinsip, atau teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya. KPS dapat dicapai dengan maksimal jika pada proses pembelajaran

menggunakan model dan metode pembelajaran yang sesuai.

Penelitian ini menggunakan dua kelas sampel yang diberikan perlakuan berbeda yaitu satu kelas dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan satu kelas lagi dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran DI. Kedua kelas sama-sama dilakukan kegiatan praktikum dan juga diterapkan penilaian yang sama yaitu pada KPS. Penilaian tersebut pada kegiatan praktikum umumnya sudah dilakukan di sekolah-sekolah, namun proses penilaiannya hanya dari pihak guru saja artinya bahwa siswa belum terlibat dalam proses penilaian tersebut. Untuk mengurangi beban guru dalam menilai dan untuk membantu guru dalam menilai individu siswa berdasarkan pengamatan pada kegiatan praktikum, maka diduga penilaian oleh siswa dapat menjadi salah satu solusi penilaian alternatif pada proses pembelajaran. Dimana hasil penilaian siswa ini akan menjadi perbandingan penilaian guru untuk mengetahui kemampuan siswa yang sesungguhnya.

Penilaian oleh siswa pada KPS yang diterapkan pada kedua kelas eksperimen dilakukan oleh peer (siswa lain dalam satu kelompok praktikum) yang disebut dengan peer assessment, dan penilaian oleh guru observer. Dengan adanya anggapan bahwa siswa akan memberikan hasil penilaian yang lebih


(57)

39

Diterapkan peer assessment pada KPS

terhadap dirinya sendiri, maka berdasarkan hasil KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment diduga bahwa penilaian siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing akan menyamai penilaian oleh siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran DI. Namun demikian berbeda dengan hasil penilaian yang dilakukan oleh guru observer. Observer akan memberikan hasil penilaian yang lebih objektif sehingga berdasarkan hasil penilaian oleh observer diduga bahwa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing hasil KPSnya lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang menggunakan model pembelajaran DI. Perolehan KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment dan guru observer pada penelitian ini dibandingkan berdasarkan perlakuan yang diberikan. Diagram kerangka pemikiran untuk memberikan gambaran yang lebih jelas ditampilkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kerangka pemikiran Inkuiri

Terbimbing

KPS oleh peer

KPS oleh Guru observer

DI

dibandingkan KPS oleh siswa

melalui peer assessment

dibandingkan KPS oleh siswa

melalui peer assessment

KPS oleh Guru observer


(58)

40

C. Anggapan Dasar

Beberapa hal yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Setiap sampel penelitian memperoleh materi yang sama. 2. Setiap siswa mempunyai kemampuan KPS yang sama.

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian yang diuji adalah:

1. terdapat perbedaan KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment

dengan guru observer pada pembelajaran inkuiri terbimbing. 2. terdapat perbedaan KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment

dengan guru observer pada pembelajaran DI.

3. Tidak terdapat interaksi antara pelaku asesmen KPS dengan model pembelajaran.


(59)

41

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah yang terdiri dari sembilan kelas, yaitu XA sampai dengan XI dengan jumlah 276 siswa.

B. Sampel Penelitian

Jumlah seluruh kelas X pada SMA Negeri 1 Terbanggi Besar ada 9 kelas. Dari sembilan kelas diambil dua kelas sebagai sampel . Cara penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu penentuan sampel dari anggota populasi dengan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Arikunto, 2010: 183). Penentuan tertentu yang dilakukan dalam memilih dua kelas sebagai sampel dengan melihat prestasi belajar fisika siswa semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 yaitu mempunyai kesamaan rata-rata prestasi maka kelas sampel adalah kelas XC dan XD. Dari dua kelas dipilih secara random untuk menentukan mana kelas yang mendapat


(60)

42 perlakuan pembelajaran inkuiri terbimbing (eksperimen-1) dan mana

mendapat perlakuan pembelajaran DI (eksperimen-2).

C. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah studi eksperimen dengan menggunakan dua kelas yang menjadi sampel dalam penelitian. Kelas tersebut diberi perlakuan yang berbeda yaitu pembelajaran inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen 1 dan pembelajaran DI pada kelas eksperimen 2. Untuk masing-masing kelompok eksperimen diterapkan penilaian KPS menggunakan peer assessment.

Penelitian ini menggunakan desain faktorial 2x2 yang dapat ditampilkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Desain penelitian. Pelaku asesmen Model KPS Pembelajaran

Penilaian Siswa Melalui Peer

Assessment

(A1)

PenilaianGuru Observer

(A2)

Inkuiri Terbimbing (B1)

A1B1 A2B1

DI (B2)

A1B2 A2B2

Keterangan:

A1B1 = KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment pada pembelajaran inkuiri terbimbing.

A1B2 = KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment pada pembelajaran DI.

A2B1 = KPS oleh guru observer pada pembelajaran inkuiri terbimbing. A2B2 = KPS oleh guru observer pada pembelajaran DI.


(61)

43 D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap refleksi dan evaluasi.

a) Tahap Persiapan

1. Mengidentifikasi permasalahan.

2. Merencanakan pembelajaran, bahan ajar, serta alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian.

3. Melakukan perizinan tempat penelitian. 4. Melakukan observasi tempat penelitian.

5. Menentukan dan memilih sampel dari populasi yang telah ditentukan. 6. Menyusun instrumen penelitian.

7. Menguji coba instrumen yang akan digunakan untuk mengetahui kualitasnya. Uji coba instrumen ini diberikan kepada siswa yang bukan anggota dari populasi penelitian ini, tetapi kepada siswa yang pernah mendapatkan materi pembelajaran yang akan digunakan pada

penelitian ini.

8. Analisis kualitas/kriteria instrumen.

9. Merevisi instrumen penelitian apabila diperlukan.

b) Tahap Pelaksanaan

1. Pengenalan peer assessment

Pada tahap ini siswa diberi informasi mengenai peer assessment, tujuan, dan manfaatnya. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan peer


(62)

44 assessment dapat berjalan lancar karena siswa mengetahui tujuan dan manfaatnya.

2. Pelatihan peer assessment

Pada tahap ini siswa diingatkan kembali dengan tujuan dan manfaat peer assessment. Selanjutnya siswa diberi informasi mengenai prosedur pelaksanaan peer assessment. Hal tersebut bertujuan agar siswa tidak merasa bingung saat melakukan praktikum dan pengisian lembar observasi peer assessment. Disamping itu siswa juga diberi tahu bagaimana kriteria penilaian dalam peer assessment.

3. Pelaksanaan praktikum dan pelaksanaan peer assessment

Pelaksanaan praktikum dan pelaksanaan peer assessment dilaksanakan selama 2 jam pelajaran fisika. Dari sampel penelitian dibentuk

kelompok-kelompok praktikum yang beranggotakan 3 orang setiap kelompok. Pemilihan anggota kelompok dilakukan secara acak untuk mengurangi bias dalam penelitian. Semua anggota dalam kelompok tersebut bersama-sama melakukan praktikum dan sekaligus melakukan penilaian KPS menggunakan peer assessment selama praktikum berlangsung (Purnamasari, 2012: 25).

c) Tahap Refleksi dan Evaluasi 1. Melakukan pengumpulan data. 2. Melakukan pengolahan data.

3. Melakukan pengkajian dan analisis terhadap penemuan-penemuan dalam proses penelitian.


(1)

54 Hipotesis statistik:

H0 : Interaksi A = B A = Pelaku Asesmen KPS H1 :‎Interaksi‎A‎≠‎B B = Model Pembelajaran

Kriteria uji:

Bila nilai Sig. interaksi pelaku asesmen KPS * model pembelajaran > 0,050 maka H0 diterima. Sebaliknya, bila nilai Sig. interaksi pelaku asesmen KPS * model pembelajaran < 0,050 maka H0 ditolak (Trihendradi, 2005: 172).


(2)

79

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan dari data hasil percobaan dan pembahasan yang telah diuraikan adalah:

1. Terdapat perbedaan KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment

dengan guru observer pada pembelajaran inkuiri terbimbing.

2. Terdapat perbedaan KPS yang dinilai siswa melalui peer assessment

dengan guru observer pada pembelajaran DI.

3. Tidak terdapat interaksi antara pelaku asesmen KPS dengan model pembelajaran.

B. Saran

Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan kesimpulan adalah:

1. Agar tidak terjadi perbedaan skor yang terlalu besar antara penilaian guru observer dengan penilaian siswa melalui peer assessment, maka

sebaiknya guru observer harus menyamakan persepsi indikator yang akan dinilai secara matang kepada siswa.

2. Guru harus membiasakan siswa untuk terlibat dalam menilai proses pembelajaran guna mengembangkan kemampuan menilai siswa serta


(3)

80 menciptakan siswa yang bertanggung jawab dan jujur terhadap

kemampuan yang dimilikinya.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan peer assessment sebagai feedback untuk menilai proses pembelajaran khususnya pada aspek kinerja siswa.


(4)

81

DAFTAR PUSTAKA

Andriansyah. (2011). Studi Perbandingan pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Metode Eksperimen dan Demonstrasi pada Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Fisika Siswa. Skripsi. Universitas Lampung: Bandarlampung.

Arikunto. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

_________. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Bostock, S. (2000). Student Peer Assessment [online]. Tersedia:

http://www.reading.ac.uk/web/FILES/engageinassessment/Student_p eer_assessment_-_Stephen_Bostock.pdf diakses pada 20 Oktober 2012.

Dimyati. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Ellington, H. (1997). Making Effective Use of Peer and Self Assessment [online]. Tersedia: http ://apu.gcal.ac.uk/ciced/Ch26.html diakses pada 20 Oktober 2012.

Herdian. (2010). Model Pembelajaran Inkuiri [online]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-inkuiri/ diakses pada 23 november 2012.

Isaacs, G. (1999). Brief Briefing; Peer Assessment [Online]. Tersedia:

http://www.tedi.uq.edu.au/conferences/A_conf/papers/isaacs.htm. diakses pada 12 Agustus 2012.

Mahmuddin. (2010). Belajar Jadi Manusia: Komponen Penilaian Keterampilan Proses Sains. Artikel Pendidikan [online]. Tersedia:

http://mahmuddin.wordpress.com/2010/04/10/komponen-penilaian-keterampilan-proses-sains/. diakses pada 29 Oktober 2012.


(5)

82 Marlangen, Taranesia. (2010). Studi Kemampuan Berpikir Kritis dan Konsep

pada Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Multiple

Representation. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Nesama, Eka Guru. (2010). Model Pembelajaran Langsung Direct [online].

Tersedia: http://ekagurunesama.blogspot.com/2010/07/model-pengajaran-langsung-direct.html. diakses pada 14 Desember 2012. Nuh, Usep. (2010). Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains. Artikel

Pendidikan. Tersedia: http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/ 03/keterampilan-proses-sains.html. diakses pada 29 Oktober 2012. Nurohman, Sabar. (2010). Penerapan Seven Jump Method (SJM) Sebagai Upaya

Peningkatan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Orsmond, P. (2004). Self and Peer Assessment Guidance on Practice in The Bioscience [Online]. Tersedia: http://www.bioscience.heacademi. ac.uk/fulltext.pdf. diakses pada 23 Mei 2012.

Priyanto, Duwi. (2010). Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Jakarta: MediaKom.

Purnamasari, Mia. (2012). Penerapan Peer Assessment untuk Menilai Kerjasama Siswa pada Kegiatan Praktikum Pencemaran Air. Skripsi. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.

Race, P. (2001). A Briefing on Self, Peer and Group Assessment [online].

Tersedia: http://www.ltsn.ac.uk/geneiccentre diakses pada 9 Januari 2008.

Sanjaya, Wina. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Sudrajat, Akhmad. (2011). Model Pembelajaran Langsung [online]. Tersedia: http://

akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/01/27/model-pembelajaran-langsung/ diakses pada 14 Desember 2012. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Trihendradi, Cornelius. (2005). Step by Step SPSS 13 Analisis Data Statistik.


(6)

83 Widodo, A. (2006). Taksonomi Bloom dan Pengembangan Butir Soal.Buletin

Puspendik. Tersedia:

file.upi.edu/...WIDODO/2006-Taksonomi_Bloom_dan_alat_evaluasi.pdf‎. diakses pada 11 Mei 2013.

Wulan, Ana Ratna. (2006). Taksonomi Bloom-Revisi. [online]. Tersedia:

file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI...IPA/.../taksonomi_Bloom_revisi. pdf. diakses pada 11 Mei 2013.

Yusfy. (2012). Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing [online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/social- sciences/education/2253992-kelebihan-dan-kekurangan-model-pembelajaran/ diakses pada 26 November 2012.

Zulharman. (2007). Self dan Peer Assessment Sebagai Penilaian Formatif dan Sumatif [online]. Tersedia: http://zulharman79.wordpress.com/ 2007/05/29/self-dan-peer-assessment-sebagai-penilaian-formatif-dan-sumatif diakses pada 20 Oktober 2012.