Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Laju Reaksi

(1)

(Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 4 Kabupaten Tangerang)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk Memenuhi Prasyarat Mencapai Gelar Sarjana Strata 1 (S.Pd)

Disusun Oleh:

WULAN SUSANTI

109016200011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA

2014


(2)

LEMBAR PENCESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul

Pengaruh

Model

Pembelajaran

Inkuiri

Terbimtring

Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Laju Reaksi disusun

oleh Wulan Susanti,

NIM

109016200011. Program Studi Pendidikan Kimia,

Jurusan Pendidikan

Ilmu

Pengetahuan AIam, Fakultas

Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ihniah yang berhak untuk diujikan

pada sidang munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Marlet2A14

Yang mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

14

fiu*lr^,r,^"A'

NIP: 19710528 200003

I

002

a.

Burhanudin Milama. M.Pd


(3)

LE&{BAR

FEHGESAtrAI{

Skripsi

tre{*dut

Pe*garatr

}{odd

P*rrtrelajara:r

l:rkxiri

T*rbimbing

Terhadap Keter*mpilan Proses S*ins Sisw,a peda &Iateri

L*ju

Reaksi dis*s*:r

oleh Wulan Susanti N*mor lnduk fufa]:*sisrva 1t]9et16?0**1i, rJiajuk** tiepada Fakuitas limu Tarbiy:ah dan Keguruan

UIli

Srvarif Flida=1,"atullah Jakaria dan ieiah dinyatakan luius dalair-i Ujian fulunaq*sair aada ta*ggai 3 Aprit :tJi4

*i

ha<iapa:i dewan penguji. Karena itu, penuiis herh*k meinper*leh gelar Saqiana

Sl

iS,Fdi dalam bidang pe;rdiiiikaa Kirnia.

Jakarta. 22 Aprii 2U I.i

Panitia Ujian Munaqosah

Ketua Panitia {Jurusa* Feadidikan iPAi

BaiqHana Susanti" Iv{.Sc

NiP. i970020? 20t083 2 0*1

Penguji I

Tonih Feronrka- M.Pd

NIP

19760i07 20050i 1 007 Pergu-ji 1l

Salamah Aeu{rg. M4. Ph.D

NIP. 1979CI6?4 2S0604 2 fi02

Taaggai

Saloq'zot.r

7q

*tq

eT/

14-yq

l\l--*-;^t ,,i tvrLttS!tclttLlrr

I]ekan Fakuitas ilmu Tarbiy'ah dan Keguruan

LliN S_varii Hidayatuiiah Jakarta L-'-'

Dra" Nurlene6i&li. MA. Ph.D


(4)

NIM

Jurusan Alamat

10901620001 1

Pendidikan IPA/ Pendidikan Kimia

Jl. Raya Serang Km. 14"5 RT. 001104 Desa Cikupa, Kec. Cikupa,

Kel. Cikupa, Kab. Tangerang, Banten, 15710.

Dedi Irwandi, M.Si

197t0528 200003 1 002

Pendidikan IPA/ Pendidikan Kimia

Burhanudin Milama, M.Pd 19770241 200801 1 011

Pendidikan IPA/ Pendidikan Kimia

MEN-YATAKAI{ DENGAI{ SESUNCGUHI\TYA

Bahwa Skripsi

yang

berjudul Pengaruh

Model

Pembelajaran

Inkuiri

Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Sisrya pada Materi Laju

Reaksi adalah benar kwyasendiri dibawah bimbingan dosen :

1.

Nama Pembimbing I

NIP

Jurusan/ Program Studi

2.

Nama Pembimbing II

NIP

Jurusan/ Program Studi

Demikian surat pernyataan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri.

.Takafta, April 2014


(5)

pada Materi Laju Reaksi”.

Skripsi, Program Studi Pendidikan

Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains siswa pada materi laju reaksi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 di SMAN 4 Kabupaten Tangerang. Metode yang digunakan adalah quasi experiment dengan desain pretest-posttest control group desain. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing berjumlah 37 siswa. Pengambilan data menggunakan instrumen keterampilan proses sains. Analisis data menggunakan uji-t, data hasil perhitungan perbedaan rata-rata kedua kelas diperoleh thitung sebesar 6,13, sedangkan ttabel pada taraf signifikan 0,05 sebesar

1,99 atau thitung > ttabel. Sehingga hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan model

pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains siswa pada materi laju reaksi, diterima.

Kata Kunci : Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Keterampilan Proses Sains, Materi Laju Reaksi.


(6)

Reaction Material.

Skripsi, Program Study of Chemistry Education

Department, Faculty of Tarbiyah and Teachers’ Training of State

Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

The aim of this research is to know the influence of guided inquiry learning

models on students’ science process skill. This research was held at SMA Negeri (State Senior High School) 4 Regency Tangerang in November 2013. The writer used quasi experiment as the method with pretest-posttest control group design. The sample was taken by using purposive sampling technique. The total number of each research sample for eksperimental and control class are 37 students . The writer took the data by using science process skill test instrument. The writer used t-test as data analysis, the result of the mean of differences calculation between the two group are obtained the value of tcount was aqual to 6,13, while ttable on significant level 0,05 is aqual 1,99. It means that alternative hypotesis (Ha), which told there are an influence of guided inquiry learning models on students’ science process skill on accelerate reaction material has been accepted.

Keyword: Guided Inquiry Learning Models, Science Process Skill, Accelerate Reaction Material.


(7)

i

hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap

Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Laju Reaksi”. Skripsi ini ditujukan sebagai prasyarat memperoleh gelar sarjana Strata I (S1) pada Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini mungkin tidak terlaksana tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, yaitu kepada:

1. Dra. Nurlena Rifa’i, M.A, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dedi Irwandi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai pembimbing I yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran dan motivasi dalam membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 4. Burhanudin Milama, M.Pd, selaku Dosen Pendidikan Kimia dan sebagai

pembimbing II yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran dan motivasi dalam membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Drs. H. Shofa’i Adnan, M.M, selaku Kepala SMA Negeri 4 Kabupaten Tangerang.

6. Ricky Tony Rahayu, S.Pd, selaku Guru Kimia SMA Negeri 4 Kabupaten Tangerang.


(8)

ii

9. Teman-teman Program Studi Pendidikan Kimia 2009, atas segala bantuan dan kerjasama selama ini.

10.Siswa/i kelas XI IPA SMA Negeri 4 Kabupaten Tangerang, atas kerjasama selama proses penelitian.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang ikut terlibat selama penulisan skripsi ini.

Akhir kata penulis ucapkan mohon maaf atas segala kekurangan yang ada di dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis meminta kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi ini, agar dapat memperbaiki dalam menyusun karya tulis selanjutnya. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca dan membutuhkannya.

Jakarta, Maret 2014


(9)

iii ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II: KERANGKA TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik ... 7

1. Model Pembelajaran Inkuiri ... 7

a. Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri ... 7

b. Macam-macam Pembelajaran Inkuiri ... 9

c. Karakter Inkuiri ... 10

d. Prosedur Operasional Pembelajaran Inkuiri ... 12

e. Kelebihan dan Kelemahan Inkuiri ... 12

2. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) ... 13

a. Pengertian Inkuiri Terbimbing ... 13


(10)

iv

c. Keterampilan Proses dan Indikatornya ... 22

4. Hakikat Laju Reaksi ... 24

a. Hukum Laju Reaksi Kimia ... 24

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi ... 26

B. Kerangka Berpikir ... 28

C. Penelitian Relevan ... 29

D. Hipotesis Penelitian ... 30

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 31

B. Metode dan Desain Penelitian ... 31

1. Metode Penelitian ... 31

2. Desain Penelitian ... 31

C. Subjek Penelitian ... 32

1. Populasi ... 32

2. Sampel ... 32

D. Variabel Penelitian ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 33

F. Instrumen Penelitian ... 33

G. Kalibrasi Instrumen ... 35

1. Uji Validitas ... 35

2. Uji Reliabilitas ... 36

3. Uji Tingkat Kesukaran ... 38

4. Uji Daya Beda ... 39

H. Teknik Analisis Data ... 40

1. Uji Normalitas ... 40


(11)

v

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 45

1. Hasil Pretest Keterampilan Proses Sains Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 45

2. Hasil Postest Keterampilan Proses Sains Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 47

B. Analisis Data ... 49

1. Uji Prasyarat Analisis Data ... 49

a. Uji Normalitas Data Pretest dan Posttest ... 49

b. Uji Homogenitas ... 50

c. Pengujian Hipotesis Pretest ... 51

2. Uji Prasyarat Analisis Data ... 52

a. Uji Normalitas Posttest ... 52

b. Uji Homogenitas Posttest ... 53

3. Pengujian Hipotesis Posttest ... 54

C. Pembahasan ... 55

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN – LAMPIRAN


(12)

vi

Tabel 3.3 : Hasil Uji Validitas Instrumen ... 36

Tabel 3.4 : Kriteria Validitas Butir Soal ... 36

Tabel 3.5 : Kriteria Reliabilitas Butir Soal ... 37

Tabel 3.6 : Hasil Uji Realibilitas ... 37

Tabel 3.7 : Kriteria Tingkat Kesukaran ... 38

Tabel 3.8 : Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 39

Tabel 3.9 : Kriteria Daya Beda ... 40

Tabel 3.10 : Hasil Uji Daya Beda ... 40

Tabel 3.11 : Kategori Keterampilan Proses Sains ... 44

Tabel 4.1 : Hasil Pretest Keterampilan Proses Sains Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 46

Tabel 4.2 : Persentase Ketercapaian Pretest Aspek KPS Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 46

Tabel 4.3 : Hasil Posttest Keterampilan Proses Sains Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 48

Tabel 4.4 : Persentase Ketercapaian Posttest Aspek KPS Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 48

Tabel 4.5 : Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 50

Tabel 4.6 : Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 51

Tabel 4.7 : Uji Kesamaan Rata-rata Hasil Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 51

Tabel 4.8 : Hasil Uji Normalitas Posttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 53

Tabel 4.9 : Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 53


(13)

(14)

viii

Gambar 4.1 : Perbandingan Rata-rata Posttest Kelompok Kontrol dan

Kelompok Eksperimen ... 56 Gambar 4.2 : Persentase Pretest dan Posttest Keterampilan Proses Sains


(15)

ix

Lampiran 3 : Kisi-kisi Soal Keterampilan Proses Sains ... 94

Lampiran 4 : Jawaban dan Pedoman Penilaian Tes KPS ... 105

Lampiran 5 : Lembar Kerja Siswa ... 118

Lampiran 6 : Lembar Observasi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 143

Lampiran 7 : Data Persentase (%) Ketercapaian Pretest Aspek KPS Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... ... 147

Lampiran 8 : Data Persentase (%) Ketercapaian Postest Aspek KPS Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... ... 152

Lampiran 9 : Data Uji Normalitas Pretest Kelompok Kontrol ... 158

Lampiran 10 : Data Uji Normalitas Pretest Kelompok Eksperimen ... 160

Lampiran 11 : Data Uji Normalitas Posttest Kelompok Kontrol... 162

Lampiran 12 : Data Uji Normalitas Posttest Kelompok Eksperimen...164

Lampiran 13 : Daftar Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Kontrol ... 166

Lampiran 14 : Daftar Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Eksperimen ... 170

Lampiran 15 : Daftar Distribusi Frekuensi Posttest Kelas Kontrol ... 174

Lampiran 16 : Daftar Distribusi Frekuensi Posttest Kelas Eksperimen ... 178

Lampiran 17 : Data Uji Homogenitas Pretest ... 182

Lampiran 18 : Data Uji Homogenitas Posttest ... 183

Lampiran 19 : Data Uji Hipotesis Pretest ... 184

Lampiran 20 : Data Uji Hipotesis Posttest ... 185

Lampiran 21 : Surat Izin Penelitian ... 186

Lampiran 22 : Surat Pernyataan Validasi ... 187


(16)

1

Pembelajaran Kimia sebagai bagian dari pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memiliki peranan penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di Indonesia. Hal tersebut diperkuat dengan adanya Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), bahwa pembelajaran lebih mengutamakan pada kompetensi siswa.1 Secara empiris, berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik yang disebabkan dominannya proses pembelajaran konvensional, dimana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa

menjadi pasif. Guru lebih suka menerapkan menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau referensi lain. Dalam hal ini siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami bagaimana belajar, berpikir dan memotivasi diri sendiri (self motivation), padahal aspek-aspek tersebut

merupakan kunci keberhasilan dalam suatu pembelajaran. Oleh karena itu, perlu menerapkan suatu strategi belajar yang dapat membantu siswa untuk memahami materi ajar dan aplikasi serta relevansinya dalam kehidupan sehari-hari.2

Pada dasarnya tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat. Menurut Wina rumusan tujuan pembelajaran mengandung unsur ABCD, yaitu Audience (siapa yang harus memiliki kemampuan), Behavior (perilaku kondisi dan situasi yang bagaimana subjek dapat menunjukkan kemampuan sebagai hasil belajar yang telah diperoleh), Condition (dalam kondisi dan situasi yang bagaimana subjek

1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan,

Kementrian Pendidikan Nasional, 2006).

2

Trianto, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2009), h. 5.


(17)

dapat menunjukkan kemampuan sebagai hasil belajar yang telah diperolehnya), dan Degree (kualitas atau kuantitas tingkah laku yang

diharapkan dicapai sebagai batas minimal).3

Selama ini pengukuran hasil belajar IPA kebanyakan hanya mengukur pada aspek kognitif saja, sehingga guru yang mengajar hanya mengejar target nilai yang sudah ditetapkan. Seperti pada soal-soal ujian, hampir tidak pernah memunculkan soal-soal yang mengukur keterampilan proses.4 Tugas guru bukanlah memberikan pengetahuan, melainkan menyiapkan situasi yang menggiring anak untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep sendiri. Seorang ilmuan yang sejati pada akhirnya akan mengakui bahwa ia hanya mendapat ide yang baik, konsep yang tepat, jika ia benar-benar menangani peralatan dan bahan penelitian. Kalau ilmuwan harus bertindak demikian apalagi anak yang masih selalu ingin mengadakan percobaan dengan benda, bahasa, dan situasi guna memahami dunia sekelilingnya. Kalau peranan guru sangat dominan, maka anak akan sedikit sekali belajar, anak tidak berminat, dan anak kehilangan motor penggerak tindakan atau motivasi.5

Untuk mengukur keterampilan proses yang dimiliki siswa, guru harus menggunakan metode yang tepat salah satunya adalah metode eksperimen yang terangkum dalam model pembelajaran inkuiri. Diperkuat dengan hasil penelitian Burak Feyzioglu bahwa terdapat hubungan yang positif antara keterampilan proses sains dengan kegiatan praktikum.6 Inkuiri merupakan implementasi dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mencanangkan bahwa pembelajaran disajikan secara kontekstual dan mampu mengembangkan keterampilan proses siswa.

3 Wina Sanjaya,

Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Cet. 7, h. 88.

4

Nuryani, dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri Malang Press, 2005), h. 77.

5 Conny Semiawan,

Pendekatan Keterampilan Proses, (Jakata: Grasindo, 1992), h. 15.

6

Burak Feyzioglu, An Invvestigation of the Relationship between Science Process Skill with Efficient Laboratory Use and Sciens Achievement in Chemistry Education, (Journal of Turkish Science Education, 2009).


(18)

Dalam Standard for Science Teacher Preparation terdapat 3 tingkatan

inkuiri, yakni, (1) Discovery/Structured Inquiry,(2) Guided Inquiry dan (3) Open Inquiry. Discovery/Structured Inquiry atau inkuiri terstruktur adalah tingkatan pembelajaran inkuiri dimana tindakan utama guru ialah mengidentifikasi permasalahan dan proses, sementara siswa mengidentifikasi alternatif hasil. Sementara tingkatan Guided Inquiry atau tingkatan pembelajaran inkuiri dimana tindakan utama guru ialah mengajukan permasalahan, siswa menentukan proses dan penyelesaian masalah. Dan

Open Inkuiri atau inkuiri terbuka adalah tingkatan pembelajaran inkuiri dimana tindakan utama guru ialah memaparkan konteks penyelesaian masalah kemudian siswa mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah. 7

Penggunaan tingkatan inkuiri tersebut harus disesuaikan dengan jenis materi yang akan dipelajari dan jenis jenjang pendidikan, agar tujuan penggunaan pembelajaran inkuiri tepat sasaran.

Keterampilan proses sangat ideal untuk dikembangkan dalam pembelajaran IPA atau Kimia. Hal ini dikarenakan keterampilan proses tercermin dalam hakikat sains, yaitu sains sebagai proses dan produk. Namun, sangat sedikit guru yang mengembangkan keterampilan proses ini. Pengembangan keterampilan proses sains ini menghabiskan waktu yang lebih lama dibandingkan pembelajaran yang berorientasi pada ranah kognitif saja merupakan salah satu penyebab guru mengabaikan KPS ini. Sesungguhnya keterampilan proses sains ini merupakan kemampuan dasar untuk menjadi seorang ilmuwan yang akan mengembangkan IPTEK dan keterampilan proses sains ini juga dimiliki secara alami pada setiap orang. Jika keterampilan proses ini diasah, maka semakin banyak penerus bangsa yang akan menjadi ilmuwan besar.

Keterampilan proses melibatkan keterampilan kognitif, manual dan sosial. Keterampilan kognitif terlibat karena siswa menggunakan pikiran dalam merumuskan masalah atau menarik kesimpulan. Keterampilan manual

7

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains.(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 121.


(19)

terlibat karena siswa menggunakan alat dan bahan serta melakukan pengukuran. Keterampilan sosial terlibat karena siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan cara bekerja sama atau berkelompok.

Materi Laju reaksi dalam Kimia adalah materi pelajaran yang memiliki konsep yang harus dikuasai siswa. Tidak dapat disangkal, bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subjek pendidik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah. Kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki.8 Atas dasar itulah, konsep-konsep dalam materi laju reaksi harus dapat ditegaskan dengan melakukan pembuktikan dalam suatu percobaan praktikum. Praktikum tersebut dapat dilakukan dengan penerapan model pembelajaran inkuiri.

Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran dari adanya permasalahan di atas. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan siswa untuk berperan dalam investigasi yang akan dilakukan oleh pembelajar atau siswa.9 Namun, perlu adanya penelitian mengenai seberapa besarkah pengaruh model pembelajaran tersebut dan apakah ada pengaruh secara signifikan keterampilan proses sains yang dikembangkan melalui pembelajaran tersebut. Atas dasar inilah penulis

mengambil penelitian dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Inkuiri

Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Laju

Reaksi.”

8

Trianto, Op. Cit.,, h. 5.

9 Zulfiani, dkk.,


(20)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian singkat pada latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Penggunaan pembelajaran konvensional yang kurang efektif dalam pembelajaran IPA.

2. Kondisi pembelajaran yang tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih mengembangkan kebiasaan berpikir mandiri.

3. Keterampilan proses sains sebagai kemampuan dasar siswa pada pembelajaran IPA tidak mejadi penilaian utama dalam evaluasi praktikum di sekolah.

4. Pengukuran hasil belajar yang kebanyakan hanya mengukur aspek kognitif dan kurang memunculkan penilaian aspek keterampilan proses.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains siswa pada materi laju reaksi.

D. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini difokuskan pada “Apakah

terdapat pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan

proses sains siswa pada materi laju reaksi?” E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains pada materi laju reaksi.


(21)

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi siswa, dapat membantu dalam pembelajaran sains khususnya kimia dan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan KPS siswa.

2. Bagi guru, dapat dijadikan alternatif model pembelajaran sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sains.

3. Bagi sekolah, dengan mengembangkan model-model pembelajaran yang lebih inovatif diharapkan dapat meningkatkan mutu kinerja guru dan kemampuan para siswanya.

4. Bagi penulis, dapat mengetahui pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap KPS pada materi laju reaksi.

5. Bagi para peneliti, dapat dijadikan masukan untuk melakukan penelitian sejenis dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan sains.


(22)

7 1. Model Pembelajaran Inkuiri

a. Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri

Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang perilaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar. Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai kesusilaan, seni, agama, sikap, dan keterampilan.1

Menurut Joyce dalam Trianto, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain. Joyce juga menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.2

Kata “inquiry” dalam bahasa Inggris berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Dapat diartikan bahwa inkuiri sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pembelajaran inkuiri adalah kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.3

Menurut Jerome Brumer dalam Trianto, bahwa siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan

1

Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,

(Bandung: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 131.

2 Trianto,

Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Surabaya:

Prestasi Pustaka, 2007), h. 5.

3

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Cet. 7, h. 196.


(23)

prinsip-prinsip agar siswa memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.4 Belajar menemukan merupakan cara belajar yang akan memberikan hasil yang terbaik. Selain itu, dilihat dari segi kepuasan secara emosional, sesuatu hasil menemukan sendiri nilai kepuasan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pemberian. Salah satu model pembelajaran penemuan ini adalah inkuiri.

Hasil penelitian Schlenker dalam Trianto, bahwa latihan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berpikir kreatif, dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi.5 Keterampilan yang dikembangkan dalam pembelajaran inkuiri yaitu merumuskan masalah atau mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan. Semua keterampilan tersebut merupakan bagian keterampilan proses sains.

Salah satu prinsip utama inkuiri, yaitu siswa dapat mengkonstruks sendiri pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif dalam pembelajarannya.6 Menurut Rutherford dan Ahlgren dalam Zulfiani, menyatakan pengertian Scientific inquiry (inkuiri ilmiah) tidak begitu

saja diambil dari konteks penyelidikan tertentu. Namun, inkuiri ilmiah lebih tepat dikaitkan dengan tahapan-tahapan tindakan para saintis yang mengarahkan mereka pada pengetahuan ilmiah. Walaupun inkuiri ilmiah seolah-olah dikaitkan dengan sebagian tindakan saintis profesional, namun setiap orang dapat melatih kemampuan inkuiri ilmiahnya dari segala sesuatu yang menarik dalam kehidupannya sehari-hari.7

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri merupakan proses komunikasi dua arah antara guru

4 Trianto,

Op. Cit., h. 26.

5

Ibid., h.136

6

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains. (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 119.

7


(24)

dan siswa dalam belajar dimana kondisi lingkungan pembelajaran sengaja dibuat agar siswa mampu berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

b. Macam-macam Pembelajaran Inkuiri

Dalam Standard for Science Teacher Preparation terdapat 3 tingkatan inkuiri, yakni: 8

1) Discovery/Structured Inquiry (Inkuiri Terstruktur)

Dalam tingkatan ini tindakan utama guru ialah mengidentifikasi permasalahan dan proses, sementara siswa mengidentifikasi alternatif hasil.

2) Guided Inquiry

Tahap guided inquiry mengacu pada tindakan utama guru

ialah mengajukan permasalahan, siswa menentukan proses dan penyelesaian masalah. Siswa diberikan kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator.

3) Open Inquiry

Tindakan utama pada open inquiry ialah guru memaparkan konteks penyelesaian masalah kemudian siswa mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah.

Lain halnya dengan yang dikemukakan oleh Alan Colburn, tentang pembagian inkuiri yaitu sebagai berikut:9

8

Ibid., h. 121.

9 Alan Colburn,


(25)

1) Structured Inquiry (Inkuiri terstruktur)

Dalam inkuiri terstruktur, guru mengarahkan siswa dalam melakukan suatu percobaan dengan terlebih dahulu menentukan parameter dan prosedur kerja beserta bahan-bahan.

2) Guided Inquiry (inkuiri terbimbing)

Guru memberikan suatu tema permasalahan dan memberitahukan bahan-bahan yang dibutuhkan, tetapi tidak memberikan prosedur kerja.

3) Free Inquiry (inkuiri bebas)

Siswa memformulasikan suatu tema permasalahan dan menentukan sendiri alat, bahan beserta prosedur kerjanya. 4) Learning Cycle

Siswa mengikuti panduan prosedur inkuiri. Kemudian guru mendiskusikan penemuan mereka. Dalam melakukan percobaan siswa sudah mengetahui konsep sehingga ia dapat menerapkannya dalam situasi baru.

c. Karakter Inkuiri

Hinrichsen dan Jarrett dalam Program Report The Northwest Regional Educational Laboratory menyatakan empat

karakter inkuiri, yaitu:10 1) Koneksi

Pada tahap ini:

a) Siswa mampu menghubungkan pengetahuan sains pribadi dengan konsep komunitas sains.

b) Dilakukan dengan diskusi bersama, eksplorasi fenomena. c) Guru mendorong untuk mendiskusikan dan menjelaskan

pemahaman mereka bagaimana suatu fenomena bekerja, menggunakan contoh dari pengalaman pribadi, menemukan hubungan dengan literatur.

10 Zulfiani,


(26)

d) Proses koneksi melalui: konsiliasi, pertanyaan, dan observasi.

2) Desain

Pada tahap ini:

a) Proses melalui prosedur-materi

b) Siswa membuat perencanaan mengumpulkan data yang bermakna yang ditujukan pada pertanyaan. Disini terjadi integrasi konsep sains dengan proses sains.

c) Siswa berperan aktif mendikusikan prosedur, persiapan materi, menentukan variabel kontrol, pengukuran.

d) Guru memantau ketepatan aktivitas siswa. 3) Investigasi

Pada tahap ini:

a) Proses melalui koleksi dan mempresentasikan data

b) Siswa dapat membaca data secara akurat, mengorganisasi data dalam acara yang logis dan bermakna, dan memperjelas hasil penyelidikan.

4) Membangun pengetahuan Pada tahap ini:

a) Proses melalui refleksi-konstruksi-prediksi

b) Konsep yang dilakukan dengan eksperimen akan memberi arti yang lebih bermakna dan mampu berpikir kritis. Ia harus menghubungkan antara interpretasi data dengan interpretasi ilmiah yang diterima.

c) Siswa dapat mengaplikasikan pemahamannya pada situasi baru yang mengembangkan inferensi, generalisasi, dan prediksi.


(27)

d. Prosedur Operasional Pembelajaran Inkuiri

Prosedur operasional pembelajaran inkuiri adalah:11

1) Pelajaran dimulai dari mencari jawaban untuk pertanyaan yang menarik perhatian mereka.

2) Mencari pertanyaan alternatif yang berhubungan guna mendorong peningkatan pemahaman sehingga penyelidikan

(investigasi) menjadi suatu peristiwa yang berkelanjutan.

3) Pertanyaan, penyelidikan, dan pelajaran secara langsung dan dengan seketika dihubungkan dengan aktivitas yang dilakukan dan dialami siswa.

4) Dalam penyelidikan satu masalah, dapat digunakan cara-cara yang berbeda, sehingga dalam kelas dan waktu yang sama terjadi banyak aktivitas yang berbeda.

5) Intervensi guru dalam proses pembelajaran sangat kecil, karena guru harus berperan sebagai:

a) Pembantu dan fasilitator penyelidikan/investigasi siswa. b) Motivator, penegak disiplin dan manajer kelas

(mengembangkan hubungan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru).

c) Pendengar yang baik, penilai dan lawan.

e. Kelebihan dan kelemahan inkuiri

Metode pembelajaran inkuiri memiliki keunggulan sebagai berikut:12

1) Merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.

11

Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2009) h. 56

12 Wina Sanjaya,


(28)

2) Dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

3) Merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. 4) Strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa

memiliki kemampuan di atas rata-rata.

Adapun kelemahan dari metode pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:

1) Jika strategi pembelajaran inkuiri digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

2) Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit untuk menyesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan.

4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka strategi pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

2. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

a. Pengertian Inkuiri Terbimbing

Inkuiri terbimbing adalah pembelajaran yang direncanakan dengan hati-hati, diawasi dan ditargetkan dari tim instruksional pustakawan sekolah dan guru kepada siswa, dipandu melalui kurikulum berbasis unit penyelidikan yang mendalam dan pemahaman yang mendalam dari topik mereka.13

13

Ross J. Tood, et. all., A toolkit and Handbook For Tracking and Assessing Student Learning Outcomes of Guided Inquiry Through The School Library. (Rutgers University: Institute for Museum and Library Service, 2005), h. 8.


(29)

Menurut Carol, Inkuiri terbimbing merupakan cara belajar yang efektif untuk mempersiapkan siswa berpikir secara mendalam tentang suatu pelajaran, sehingga mereka dapat berhasil dalam tes otentik. Inkuiri terbimbing menargetkan penilaian untuk peserta didik dari situasi yang dihubungkan ke dalam proses. Hasilnya, siswa memiliki arti dan penerapan pembelajaran dalam kehidupannya.14

Menurut Alan pembelajaran inkuiri terbimbing adalah suatu pembelajaran bersifat investigasi dimana guru hanya memberikan bahan dan permasalahan untuk diselesaikan. Siswa memutuskan sendiri bagaimana cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.15

Dari beberapa definisi mengenai di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa inkuiri terbimbing adalah meodel pembelajaran yang berfokus pada proses berpikir yang membangun pemahaman oleh keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Siswa belajar dengan membangun pemahaman mereka berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang telah ada dalam kognitifnya. Cara pandang inkuiri membantu pengembangan pola dan cara berpikir yang akan terus bertahan dan berkembang dalam perjalanan siswa sebagai pembelajar.

b. Karakteristik Model Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

Carol membagi inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) ke dalam 6 karakteristik, yaitu:16

1) Siswa belajar aktif dan terefleksikan pada pengalaman 2) Siswa belajar berdasarkan pada apa yang mereka tahu

3) Siswa mengembangkan rangkaian berpikir dalam proses pembelajaran melalui bimbingan

4) Perkembangan siswa terjadi secara bertahap

5) Siswa mempunyai cara yang berbeda dalam pembelajaran

14 Carol C. Kuhlthau,

et. all., Guided Inquiry Learning in the 21st Century, (London:

Libraries Unlimited, 2007). h. 4.

15

Alan Colburn, Loc. It.

16 Carol C. Kuhlthau,


(30)

6) Siswa belajar melalui interaksi sosial dengan orang lain

c. Tahap Pelaksanaan Inkuiri Terbimbing

Menurut Carol terdapat tujuh langkah kegiatan inkuiri terbimbing (Guided Inqury), yaitu: 17

1) Inisisasi

Guru memulai proses penyelidikan dengan menjelaskan materi yang akan dipelajari dengan cara membangun pemikiran siswa. Guru memotivasi siswa sebelum memulai topik pelajaran dengan harapan siswa tidak merasa tertekan dalammempelajari materi.

2) Seleksi

Siswa memilih topik secara umum dan menyiapkan pertanyaan tentang materi yang akan dipelajari. Topik-topik tersebut dapat dipilih berdasarkan kepentingan pribadi, persyaratan tugas informasi yang tersedia dan waktu yang diberikan.

3) Eksplorasi

Siswa mencari informasi materi pelajaran dan mengidentifikasi cara yang mungkin dapat dilakukan dari berbagai sumber. Bagi kebanyakan siswa, ini adalah tahap yang paling sulit dari proses penelitian.

4) Formulasi

Pada tahap ini, siswa diberikan waktu untuk membentuk informasi umum yang mereka temukan dalam berbagai konsep. Siswa perlu mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi yang didapat menjadi satu-kesatuan yang terfokus.

5) Koleksi

Setelah membentuk konsep, siswa harus dapat memperluas materi dalam pengetahuan atau pemahaman yang baru. Kepercayaan diri dapat meningkatkan minat dan mengembangkan keahlian mereka.

17 Carol C. Kuhlthau,


(31)

6) Presentasi

Tahap ini adalah puncak dari proses penyelidikan, siswa berbagi informasi yang didapat dengan orang lain. Kegiatan ini membentuk dasar penyelidikan untuk menilai informasi yang salah.

7) Penilaian

Pada tahap ini siswa dan guru menilai apa yang telah dipelajari. Tahap ini adalah tahap merefleksikan proses penyelidikan untuk mengevaluasi proses yang telah dilakukan. Tahap ini merupakan kesempatan untuk merefleksikan proses secara keseluruhan.

3. Hakikat Keterampilan Proses Sains

a. Pengertian Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan keterampilan sosial dimaksudkan bahwa siswa berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan.18 Keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang strategis, mendayagunakan semua daya (fungsi) diri siswa, bersifat generis (mendukung nilai tambah dan meningkatkan kreativitas), bersasaran utuh serta kemanusiaan, dan

18

Nuryani, dkk.,Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri Malang Press, 2005), h. 78.


(32)

sekaligus meningkatkan sosialisasi diri siswa.19Menurut Dimyati keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan ketermpilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa.20 Dimyati menjelaskan beberapa alasan mengapa keterampilan proses diperlukan, yaitu:21

1) Keterampilan proses memberikan kepada siswa pengertian yang tepat tentang hakikat ilmu pengetahuan. Siswa dapat mengalami rangsangan ilmu pengetahuan dan dapat lebih baik mengerti fakta dan konsep ilmu pengetahuan.

2) Mengajar dengan keterampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Di sisi yang lain, siswa merasa bahagia sebab mereka aktif dan tidak menjadi pembelajar yang pasif.

3) Menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu pengetahuan, membuat siswa belajar proses dan produkilmu pengetahuan sekaligus.

Keterampilan proses sains (KPS) merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada proses IPA. Jenis-jenis keterampilan proses dalam pendekatan KPS dapat dikembangkansecara terpisah-pisah, bergantung metode yang digunakan.22

Keterampilan proses sains berkembang pada saat guru memahami hakikat belajar sains, yaitu sains sebagai proses dan produk. Keterampilan proses dapat dikembangkan melalui pengalaman langsung atau penemuan sendiri. Penemuan merupakan kegiatan inti dari pembelajaran inkuiri. Dalam pembelajaran inkuiri siswa akan diasah

19 Samana,

Sistem Pengajaran Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) dan Pertimbangan Metodologisnya, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), h. 111.

20

Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. 4. h. 138

21

Ibid.

22 Nuryani, dkk.,


(33)

keterampilan prosesnya, tetapi keterampilan proses tidak dapat dikembangkan hanya dalam satu kali pembelajaran.

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan-keterampilan yang biasa dilakukan ilmuwan untuk memperoleh pengetahuan. Beberapa alasaan keterampilan proses sains diperlukan dalam pendidikan dasar dan menengah ialah: 23

1) Memiliki manfaat dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan.

2) Memberi bekal siswa untuk membentuk konsep sendiri dan cara bagaimana mempelajari sesuatu.

3) Membantu siswa mengembangkan dirinya sendiri.

4) Sangat membantu siswa yang masih berada pada taraf perkembangan berpikir konkret.

5) Mengembangkan kreatifitas siswa.

Keterampilan proses sains dibangun dari tiga keterampilan manual, intelektual, dan sosial. Sesuai dengan karakteristik sains yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya fakta, konsep, prisip saja namun menekankan pada penemuan. Kemampuan siswa dalam menemukan konsep perlu dibekalkan dengan kegiatan pembelajaran yang beorientasi proses

(student centered). Dalam hal ini guru dapat mengembangkan keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains. Terlatihnya siswa menggunakan keterampilan proses ini akan memudahkan dalam menerapkan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari (pemecahan masalah). Peran guru dengan demikian adalah sebagai fasilitator.

23 Zulfiani, dkk


(34)

Gambar 2.1 Keterampilan Proses Sains

b. Jenis-Jenis Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses yang dikembangkan dalam kegiatan praktikum meliputi: 24

1) Observasi

Observasi atau pengamatan meupakan keterampilan sains yang mendasar. Dalam observasi kita dituntut untuk menggunakan seluruh indera, untuk melihat, mendengar, merasa, mengecap, dan mencium. Kegitan yang berhubungan dengan observasi meliputi penghitungan, pengukuran, klasifikasi dan hubungan ruang waktu.

2) Pembuatan hipotesis

Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Dalam kerja ilmiah, seorang ilmuwan biasanyamembuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksperimen.

24

Conny Semiawan, dkk., Pendekatan Keterampilan Proses, (Jakarta: PT.Gramedia, 1992), h. 17.


(35)

3) Perencanaan penelitian/eksperimen

Eksperimen adalah usaha menguji atau mengetes melalui penyelidikan praktis. Dalam merencanakan penelitian, kita perlu menentukan alat dan bahan yang akan digunakan, objek yang akan diteliti, factor atau variable yang perlu diperhatikan, kriteria keberhasilan, cara dan langkah kerja, serta bagaimana mencatat dan mengolah data untuk menarik kesimpulan.

4) Pengendalian variabel

Variabel adalah factor yang berpengaruh. Pengendalian variabel adalah suatu aktivitas yang dipandang sulit, namun sebenarnya tidak sesulit seperti yang dibayangkan.Yang penting adalah bagaimana guru melatih peserta didik untuk mengontrol dan memperlakukan variabel.

5) Interpretasi data

Interpretasi data artinya menafsirkan data yang sudah didapatkan. Data yang dikumpulkan melalui observasi, penghitungan, pengukuran, eksperimen, dapat dicatat atau disajikan dalah bentuk table, grafik, histogram atau diagram. 6) Inferensi

Guru melatih peserta didik dalam menyusun suatu kesimpulan sementara dalam proses penelitian yang dilakukan. Pertama-tama data dikumpulkan, kadang-kadang melalui eksperimen terlebih dahulu, lalu dibuat kesimpulan sementara berdasarkan informasi yang dimiliki sampai suatu waktu tertentu. Kesimpulan tersebut bukan merupakan kesimpulan sementara yang dapat diterima sampai pada saat itu.

7) Peramalan

Para ilmuwan sering membuat ramalan atau prediksi berdasarkan hasil observasi, pengukuran, atau penelitian yang memperlihatkan kecenderungan gejala tertentu.


(36)

8) Aplikasi

Guru melatih siswa untuk menerapkan konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan masalah tertentu, atau menjelaskan suatu peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki.

9) Komunikasi

Setelah menemukan hasil penelitian, kita dituntut untuk menyampaikannya kepada orang lain. Bentuk komunikasinya berupa laporan penelitian, membuat paper, jurnal atau dapat dikomunikasikan secara lisan.

Dimyati menjelaskan kegiatan-kegiatan yang menunjukkan penampakan dari keterampilan proses, yaitu:25

1) Mengamati

Melalui kegiatan mengamati, siswa belajar tentang dunia sekitar yang fantastis. Siswa mengamati objek-objek dan fenomena alam dengan pancaindra.

2) Mengklasifikasikan

Siswa dapat memahami sejunlah besar objek, peristiwa, dan segala yang ada dalam kehidupan di sekitar kita, lebih mudah apabila menentukan berbagai jenis golongan.

3) Mengkomunikasikan

Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan. Grafik, bagan, peta, lambang-lambang, diagram, persamaan matematik, dan demonstrasi visual, sama baiknya dengan kata-kata yang ditulis dan dibicarakan.

4) Mengukur

Pengembangan yang baik terhadap keterampilan-keterampilan mengukur merupakan hal yang terpenting dalam membina observasi kuantitatif, megklasifikasikan, dan

25 Dimyati,


(37)

membandingkan segala sesuatu di sekeliling kita, serta mengkomunikasikan secara tepat dan efektif kepada yang lain. 5) Memprediksi

Suatu prediksi merupakan suatu ramalan dari apa yang kemudian hari mungkin dapat diamati. Untuk dapat membuat prediksi yang dapat dipercaya tentang objek dan peristiwa, maka dapat dilakukan dengan memperhitungkan penentuan secara tepat perilaku terhadap lingkungan kita.

6) Menyimpulkan

Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui.

c. Keterampilan Proses dan Indikatornya

Nuryani menjelaskan indikator kegiatan siswa dalam setiap tahap keterampilan proses sains, yaitu:26

1) Mengamati/Observasi

a) Menggunakan sebanyak mungkin indera

b) Mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan 2) Mengelompokan/Klasifikasi

a) Mencatat setiap pengamatan secara terpisah b) Mencari perbedaan, persamaan

c) Mengontraskan ciri-ciri d) Membandingkan

e) Mencari dasar pengelompokan atau penggolongan f) Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

3) Menafsirkan/Interpretasi

a) Menghubungkan hasil-hasil pengamatan b) Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan c) Menyimpulkan

26 Nuryani, dkk.,


(38)

4) Meramalkan/Prediksi

a) Menggunakan pola-pola hasil pengamatan

b) Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati

5) Mengajukan Pertanyaan

a) Bertanya apa, bagaimana dan mengapa b) Bertanya untuk meminta penjelasan

c) Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis 6) Berhipotesis

a) Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari satu kejadian

b) Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diujin kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah

7) Merencanakan Percobaa/ Penelitian

a) Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan b) Menentukan variabel/ faktor tertentu

c) Menentukan apa yang diukur, diamati, dicatat

d) Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja

8) Menggunakan Alat/ Bahan a) Memakai alat/bahan

b) Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan c) Mengetahui bagaimana menggunakan alat/bahan 9) Menerapkan Konsep

a) Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru

b) Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi

10) Berkomunikasi


(39)

b) Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik atau tabel diagram

c) Menyusun dan menyampaikan laporan secra sistematis d) Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian

e) Membaca grafik atau tabel atau diagram

f) Mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa

11) Melaksanakan Percobaan/ Eksperimentrasi

4. Hakikat Laju Reaksi

a. Hukum Laju Reaksi Kimia

Laju reaksi adalah berkurangnya jumlah konsentrasi pereaksi untuk setiap satuan waktu atau bertambahnya jumlah konsentrasi hasil reaksi untuk setiap satuan waktu.27 Laju atau kecepatan menunjukkan sesuatu yang terjadi per satuan waktu, misalnya per detik, per menit. Apa yang terjadi dalam reaksi kimia adalah perubahan jumlah pereaksi dan hasil reaksi. 28 Untuk beberapa reaksi laju reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan matematik yang dikenal sebagai hukum laju atau persamaan laju.

a A + bB + ... → g G + h H + ...

Dimana a,b, ... merupakan koefisien reaksi. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju

= k[A]m[B]n..

Dalam rumusan tersebut, lambang [A], [B] menunjukkan konsentrasi molar. Pangkat m, n, .... merupakan angka-angka bulat yang kecil, walaupun dalam beberapa kasus dapat berupa pecahan ataupun negatif. Penting untuk diingat bahwa tidak ada hubungan antara pangkat

m, n, .... dengan koefisien reaksi a, b, ...i Bila dalam beberapa kasus

27

Yuliani, Intisari Kimia, (Jakarta: Laskar Aksara, 2012), h. 159.

28

Ralph H. Petruci, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern, (Jakarta: Erlangga, 1987), h. 151.


(40)

keduanya identik (m = a, atau n = b), hal itu hanya suatu kebetulan, dan

tidak dapat diharapkan.

Pangkat-pangkat dalam persamaan laju dinamakan orde reaksi. Bila m = 1, reaksi merupakan reaksi orde pertama terhadap A. Bila m = 2, reaksi merupakan reaksi orde kedua terhadap B, dan seterusnya, total jumlah pangkat m + n + .... merupakan ordo reaksi total. Faktor k dalam persamaan disebut tetapan laju. Faktor tersebut merupakan sifat khas dari suatu reaksi, dan hanya tergantung pada suhu. Laju reaksi biasa dinyatakan dalam satuan mol per liter per satuan waktu, misalnya, mol L

-1 det-1 atau mol L-1 men-1. Satuan k tergantung dari orde reaksi.29

Laju reaksi dapat dinyatakan dengan berbagai cara, seperti perubahan volume, perubahan massa, atau perubahan warna. Untuk sistem homogen, cara yang umum digunakan untuk menyatakan laju reaksi adalah laju pengurangan konsentrasi molar pereaksi atau laju pertambahan konsentrasi molar produk dalam satu satuan waktu sebagai berikut.30

Reaksi: mR →n P

Dengan, R = pereaksi (reaktan) P = produk

v = laju reaksi

t = waktu reaksi

� [R] = perubahan konsentrasi molar pereaksi

� [P] = perubahan konsentrasi molar produk

= laju pengurangan konsentrasi molar salah satu

pereaksi dalam satu satuan waktu.

29

Ibid.

30

Michael Puba, Sunardi, Kimia untuk SMA/MA kelas XI, (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 111.


(41)

= laju pertambahan konsentrasi molar salah satu produk

dalam satuan waktu.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

Menurut Michael faktor-faktor laju reaksi dapat dibedakan menjadi: 31

1) Luas Permukaan

Semakin halus partikel dari suatu zat padat, maka total luas permukaannya akan semakin besar.

2) Konsentrasi Pereaksi

Reaksi zat yang konsentrasinya lebih tinggi berlangsung lebih cepat daripada reaksi zat yang konsentrasi yang lebih kecil. 3) Tekanan

Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari reaksi seperti itu juga dipengaruhi tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil volume akan memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi.

4) Suhu

Laju reaksi dapat juga dipercepat atau diperlambat dengan mengubah suhunya.

5) Katalis

Katalis adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi zat itu sendiri tidak mengalami perubahan yang kekal (tidak dikonsumsi atau tidak dihabiskan).

31


(42)

Menurut Wirawan faktor-faktor laju reaksi dapat dibedakan menjadi: 32

1) Sifat Kimia

Sifat kimia pereaksi merupakan hal mendasar yang membedakan laju suatu reaksi dengan reaksi lainnya.

2) Pengaruh Konsentrasi

Laju reaksi akan naik dengan bertambahnya konsentrasi pereaksi dan sebaliknya.

3) Pengaruh luas permukaan bidang sentuh.

Semakin besar kemungkinan partikel-partikel untuk bertemu sehingga bereaksi dan laju reaksi semakin naik dan sebaliknya. 4) Pengaruh suhu

Sebagian besar reaksi kimia akan berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi dan sebaliknya.

5) Pengaruh katalis

Katalis adalah suatu zat yang dapat mengubah laju reaksi kimia tanpa mengalami perubahan secara kimiawi di akhir reaksi.

32 Wirawan,


(43)

B. Kerangka Berpikir

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Faktor-faktor yang mempengaruhi Laju Reaksi 1. Konsentrasi

2. Luas Permukaan 3. Pengaruh Suhu 4. Pengaruh Katalis

1. Guru lebih suka menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau referensi lain.

2. Siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami bagaimana belajar, berpikir dan memotivasi diri sendiri.

3. Keterampilan proses sains sebagai kemampuan dasar siswa pada pembelajaran IPA tidak menjadi penilaian utama dalam evaluasi praktikum di sekolah

4. Pengukuran hasil belajar IPA hanya mengukur pada aspek kognitif saja sehingga guru yang mengajar hanya mengejar target nilai yang sudah ditetapkan.

Model Pembelajaran yang efektif untuk membuat variasi suasana pola pembelajaran kelas dan memberi kesempatan siswa untuk berpikir mandiri.

Keterampilan Proses Sains (KPS) Siswa yang Meningkat

Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Sains Siswa

Inisiasi Seleksi Eksplorasi Formulasi Koleksi Presentasi Penilaian Kimia

Membuat Hipotesis

Interpretasi Data

Observasi Merencanakan Percobaan

Berkomunikasin

Menerapkan Konsep Menggunakan alat dan bahan


(44)

C. Penelitian Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Memi Malihah dengan judul pengaruh model guided inquiry (inkuiri terbimbing) terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi, menunjukkan bahwa rata-rata nilai hasil belajar kimia menggunakan inkuiri terbimbing lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan model konvensional.33 2. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Ummi Kalsum dengan

judul penerapan model pembelajaran guided inquiry untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa di SMA Triguna Utama, Ciputat menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa semakin meningkat pada siklus I dan II.34

3. Penelitian yang dilakukan oleh Endah Puspita Sari dengan judul pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inkuiri) terhadap

keterampilan proses sains, menunjukkan bahwa thitung > ttabel, maka Ho

ditolak. Dengan demikian model pembelajaran inkuiri terbimbing berpengaruh terhadap keterampilan proses sains.35

4. Penelitian yang dilakukan oleh Remziye ERGÜL dkk. di Universitas Uludag Turkey dengan judul the effects of inquiry-based science

teaching on elementary school students’ science process skills and science process skills and science attitudes, menunjukkan bahwa nilai-nilai kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol berdasarkan nilai rata-rata, baik kelas 4-6 dan kelas 7-8 memiliki keterampilan proses dan sikap terhadap ilmu pengetahuan. Hasil dari

33

Memi Malihah, Pengaruh Model Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing) Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Konsep Laju Reaksi, (Skripsi tidak diterbitkan: FITK UIN Jakarta, 2012).

34 Ummi Kalsum,

Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry Untuk meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa. (Skripsi tidak diterbitkan: FITK UIN Jakarta, 2010).

35

Endah Puspita Sari, Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inkuiri) Terhadap Keterampilan Proses Sains, (Skripsi tidak diterbitkan: FITK UIN Jakarta, 2011).


(45)

penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian serupa sebelumnya dilakukan.36

5. Penelitian yang dilakukan oleh Elliot P. Douglas dengan judul use of guided inquiry as an active learning technique in engineering, menunjukkan bahwa survei dan data wawancara, ditemukan bahwa siswa memang mengakui manfaat pembelajaran menjadi aktif, tetapi mereka merasa tidak nyaman tanpa adanya keterbukaan dalam penyediaan jawaban yang sebenarnya.37

D. Hipoteis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing

terhadap keterampilan proses sains siswa pada materi laju reaksi (thitung

< ttabel).

Ha : Terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap

keterampilan proses sains siswa pada materi laju reaksi (thitung > ttabel).

36 Remziye ERGÜL dkk.,

The Effects of Inquiry-based Science Teaching on Elementary School Students’ Science Process Skills and Science Process Skills and Science Attitudes. (Uludag University, Turkey, 2011).

37

Elliot P. Douglas, Use of Guided Inquiry As An Active Learning Technique In Engineering, (Universitas of Florida, USA, 2009).


(46)

31

Penelitan ini dilaksanakan di kelas XI Semester Ganjil pada tanggal 11 November 2013 sampai dengan 21 November 2013 bertempat di SMA Negeri 4 Kabupaten Tangerang, Jl. Raya Serang Km. 14,5 Cikupa Tangerang.

B. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi Experimental Design atau penelitian semu. Tujuannya untuk memprediksi keadaan

yang dapat dicapai melalui eksperimen yang sebenarnya, tetapi tidak ada pengontrolan atau manipulasi terhadap seluruh variabel yang relevan.1

Dalam penelitian ini terdapat kelompok kontrol, namun fungsi dari kelompok tersebut tidak dapat berperan penuh dalam mengontrol kelompok eksperimen. Kelompok kontrol hanya digunakan sebagai pembanding hasil yang diperoleh dari kelompok eksperimen.

2. Desain Penelitian

Desain yang digunakan adalah Quasi Experimental Design dengan

bentuk Matching Pretest-Posttest Control Group Design. Dalam desain pengambilan kelompoknya tidak dilakukan secara acak penuh, hanya satu karekteristik saja, atau diambil dengan dipasangkan/dijodohkan.2 Dua kelompok dipilih berdasarkan nilai akademik, perlakuan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing diberikan kepada kelompok eksperimen.

1 Zainal Arifin,

Model Penelitian Eksperimen, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.

74.

2

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. 8. h. 207.


(47)

Tabel 3.1 Matching Pretest-Posttest Control Group Design

Kelompok Tes Awal Perlakuan Tes Akhir

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O1 O2

Keterangan : X : perlakuan berupa pemberian model inkuiri terbimbing O1 : pemberian pretest

O2 : pemberian posttest

C. Subjek Penelitian 1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa/i SMA Negeri 4 Kabupaten Tangerang, Cikupa, Tangerang.

2. Sampel

Sampel yang digunakan adalah siswa/i SMA Negeri 4 Kabupaten Tangerang. Kelompok pertama adalah kelas dengan siswa/i yang diberikan model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan kelompok kedua adalah kelas dengan siswa/i yang diberikan metode demonstrasi selama proses pembelajaran.

D. Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu:

1. Variabel independen (bebas) adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing dan tanpa model pembelajaran inkuiri terbimbing (dengan menggunakan metode lain yaitu demonstrasi). Variabel ini disimbolkan dengan huruf X.

2. Variabel dependen (terikat) adalah keterampilan proses sains siswa. Variabel ini disimbolkan dengan huruf Y.


(48)

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari tes keterampilan proses sains sebagai instrumen penelitian yang diberikan sebelum dan setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Jenis tes yang digunakan berupa tes uraian sebanyak 10 butir soal esai.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian yaitu tes tertulis. Tes tertulis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) yang diberikan kepada kelas

eksperimen maupun kelas kontrol.

Bentuk tes tulis yang digunakan adalah tipe esai. Tes esai memiliki beberapa kelebihan, yakni tes esai dapat digunakanuntuk menilai hal-hal yang berkaitan erat dengan beberapa butir berikut:3

a. Mengukur proses mental para siswa dalam menuangkan ide kedalan jawaban item secara tepat.

b. Mengukur kemampuan siswa dalam menjawab melalui kata dan bahasa mereka sendiri.

c. Mendorong siswa untuk mempelajari, menyusun, merangkai, dan menyatakan pemikiran siswa secara aktif.

d. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat mereka sendiri.

e. Mengetahui seberapa jauh siswa telah memahami dan mendalami suatu permasalahan atas dasar pengetahuan yang diajarkan di dalam kelas.

Desain pembelajaran kisi-kisi instrumen penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

3

Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet. 6, h. 101.


(49)

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Soal Keterampilan Proses Sains Indikator

KPS Sub Indikator No. Soal Valid / Tidak Valid

Observasi

Membedakan laju reaksi dari perlakuan yang berbeda.

1 Valid

8 Valid

Membuat Hipotesis

Menentukan hipotesis dari permasalahan

2 Valid

9 Tidak Valid

Merencanakan Percobaan

Menyebutkan alat dan bahan pada percobaan luas permukaan bidang sentuh.

3 Valid

Menjelaskan langkah kerja dari percobaan pengaruh katalis terhadap laju reaksi.

7 Tidak Valid

Menggunakan Alat dan

Bahan

Menentukan dan

menjelaskan penggunaan alat yang digunakan dalam percobaan pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi.

4 Valid

Menjelaskan cara penggunaan bahan praktikum pengaruh katalis terhadap laju reaksi.

10 Valid

Interpretasi Data

Membuat kesimpulan berdasarkan data yang disediakan.

5 Tidak Valid

11 Valid


(50)

Indikator

KPS Sub Indikator No. Soal Valid / Tidak Valid

Berkomunikasi

Membuat grafik berdasarkan data yang disediakan.

6 Valid

13 Valid

Menerapkan Konsep

Menjelaskan penerapan konsep laju reaksi dalam kehidupan sehari-hari

12 Valid

14 Tidak Valid

G. Kalibrasi Instrumen

Adapun tahapan analisis data hasil uji coba yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Uji Validitas

Validitas merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen4. Untuk menghitung validitas instrumen yaitu dengan cara menghitung koefisien validitas menggunakan rumus Korelasi

Produk Moment5:

rxy =

 

2 2

2

 

2

. Y Y N X X N Y X XY N           Keterangan :

rxy : koefisien antara variabel X dan variabel Y

X : skor tiap item dari responden uji coba variabel X Y : skor tiap item dari responden uji coba variabel Y

N : jumlah responden

Valid atau tidaknya butir soal dapat diketahui dengan membandingkan rxy dengan rtabel dengan product moment dengan α =

4

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet. 6, h. 168.

5


(51)

0,05. Perhitungan validitas soal dalam penelitian ini menggunakan bantuan software Anates versi 4.0. hasil uji validitas instrument tes dapat

dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Instrumen

Statistik

Jumlah soal 15

Jumlah siswa 31

Nomor soal valid 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 11, 12, 13

Jumlah soal valid 10

Dengan menggunakan kriteria acuan untuk validitas butir soal, yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.4 Kriteria Validitas Butir Soal

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas memiliki pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengambil data penelitian6. Menurut Margono, perlunya menghitung reliabilitas karena dalam menghitung reliabilitas terdapat tiga aspek penting dari sebuah instrumen, yaitu kemantapan, ketepatab dan homogenitas. Oleh karena itu, instrumen yang reabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya.

6

Ibid., h. 178.

No. Rentang Kriteria

1. 0,8-1,00 Sangat tinggi

2. 0,6-0,79 Tinggi

3. 0,4-0,59 Sedang

4. 0,2-0,39 Rendah


(52)

Dikarenakan bentuk instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal uraian, maka rumus yang digunakan adalah rumus alpha7, sebagai berikut :

r =

∑ Keterangan : r : reliabilitas instrumen

K : jumlah soal

∑ : jumlah varian butir

varian total

Adapun kriteria acuan untuk reliabilitas butir soal dapat dilihat di bawah ini :

Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas Butir Soal No. Rentang Kriteria

1. 0,8-1,00 Sangat tinggi

2. 0,6-0,79 Tinggi

3. 0,4-0,59 Sedang

4. 0,2-0,39 Rendah

5. 0,0-0,19 Sangat rendah

Perhitungan uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan software Anates versi 4.0. hasil uji reliabilitas instrumen tes dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Hasil Uji Realibilitas Statistik

rhitung 0,80

Kesimpulan Tingkat reliabilitas sangat tinggi

7


(53)

3. Uji Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran dimaksudkan untuk menyatakan bahwa butir soal yang mudah, sedang dan sukar. Tingkat kesukaran dapat dihitung dengan rumus:8

Keterangan :

P : Indeks kesukaran

B : Banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes

Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus tersebut, maka perhitungan tersebut diklasifikasikan sesuai dengan kriteria nilai yang ada. Untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap butir soal, digunakan kriteria tingkat kesukaran pada tabel berikut ini :

Tabel 3.7 Kriteria Tingkat Kesukaran No. Rentang Nilai Tingkat Kesukaran Kriteria

1. 0,70 TK 1,00 Mudah

2. 0,30 TK 0,70 Sedang

3. 0,70 TK 0,30 Sukar

Perhitungan pengujian taraf kesukaran dalam penelitian ini menggunakan bantuan Software anates versi 4.0. Hasil perhitungan tingkat kesukaran instrumen tes dapat dilihat pada tabel 3.8.

8

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. 6, h. 208.


(54)

Tabel 3.8 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen

Kategori Soal Jumlah Soal Prosentase (%)

Sangat sukar - -

Sukar 4 26,67

Sedang 11 73,33

Mudah - -

Sangat mudah - -

Jumlah 15 100

4. Uji Daya Beda

Daya beda dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal mampu dijawah oleh setiap siswa. Daya beda suatu soal tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:9

D =

Keterangan : D : daya beda

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar JA : banyaknya peserta kelompok atas

JB : banyaknya peserta kelompok bawah PA :

JA BA

= Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB :

JB BB

= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Sebagai acuan untuk mengklasifikasikan data hasil penelitian, maka digunakan kriteria sebagai berikut :

9


(55)

Tabel 3.9 Kriteria Daya Beda No. Rentang Nilai D Kriteria

1. D 0,20 Jelek

2. 0,20 D 0,40 Cukup

3. 0,40 D 0,70 Baik

4. 0,70 D 1,00 Baik sekali

Pengujian daya pembeda dalam penelitian ini menggunakan bantuan software anates versi 4.0. hasil perhitungan daya pembeda dapat dilihat pada tabel 3.10.

Tabel 3.10 Hasil Uji Daya Beda

Kategori Soal Jumlah Soal Prosentase (%)

Baik sekali 1 6,67

Baik 9 60

Cukup 3 20

Jelek 2 13,33

Jumlah 15 100

H. Teknik Analisis Data 1. Uji Normalitas

Uji normalitas data ini untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan yaitu liliefors10, dengan rumus:

Lo = F (Zi) – S (Zi)

Keterangan : Lo = Harga mutlak terbesar F (Zi) = Peluang angka baku S (Zi) = Proporsi angka baku

Adapun langkah–langkahnya adalah sebagai berikut:

10 Sudjana,


(56)

a) Urutkan data sampel dari yang terkecil hingga yang terbesar

b) Tentukan nilai dengan :

Zt = Skor Baku Xi = Skor Data

= Nilai Rata – rata S = Simpangan Baku

Tentukan besar peluang untuk masing–masing nilai Zi dan sebut dengan F (Zi) dengan aturan, jika Zi > 0, maka F (Zi) = 0,57 (nilai tabel) dan jika Zi > 0, maka F (Zi) = 1 – (0,5 + nilai tabel). c) Selanjutnya hitung proporsi Z1, Z2, Z3,…, Zn yang lebih kecil atau

sama dengan Z1, jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Z1), maka:

d) Hitunglah selisih F (Z1) – S (Z1) kemudian tentukan harga mutlaknya.

e) Ambil nilai terbesar antara harga–harga mutlak selisih tersebut ini kita namakan Lo.

f) Memberikan interpretasi Lo, dengan membandingkan dengan Lt. Lt adalah harga yang diambil dari tabel harga kritis Uji Liliefors.

g) Mengambil kesimpulan berdasarkan harga Lo dan Lt yang telah didapat. Apabila Lo < Lt, maka sampel berasal dari distribusi normal Kriteria pengujian :

Jika L hit < L tab, berarti data berdistribusi normal Jika L hit > L tab, berarti data berdistribusi tidak normal

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas data ini adalah untuk mengatahui kesamaan antara dua keadaan atau populasi. Homogenitas dilakukan dengan


(57)

melihat keadaan kehomogenan populasi. Uji homogenitas yang digunakan adalah Uji Fisher11, dengan rumus:

Keterangan : F = Uji Fisher

S12= Variansi Terbesar

S22= Variansi terkecil

Adapun langkah–langkahnya adalah sebagai berikut: a) Hipotesis

b) Bagi data menjadi kelompok

c) Cari masing–masing kelompok nilai simpangan bakunya. d) Tentukan F hitung, dengan rumus:

e) Tentukan Kriteria pengujian

 Jika F Hitung < F Tabel maka Ho diterima, berarti varians kedua populasi homogen.

 Jika F Hitung < F Tabel maka Ho ditolak, berarti varians kedua populasi tidak homogen.

3. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan perhitungan normalitas dan homogenitas maka dilakukan analisis data untuk menguji hipotesis yang telah diajukan, uji ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbandingan KPS yang menggunakan inkuiri terbimbing dengan yang menggunakan inkuiri terstruktur.

Uji hipotesis ini dilakukan dengan menggunaan rumus uji t. yaitu:12

11

Ibid., h. 249.

12 Sugiyono,


(58)

̅ ̅

Keterangan :

t = Angka atau koefisien derajat perbedaan Mean kedua kelompok ̅ = Mean kelompok eksperimen

̅ = Mean kelompok kontrol

= Jumlah siswa kelompok eksperimen = Jumlah siswa kelompok kontrol

= Varian kelompok eksperimen = Varian kelompok kontrol Kriteria Hipotesis, jika :

to ≥ t-tabel, berarti Ha diterima dan Ho ditolak

to ≤ t-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak.

Dengan db = (N1+N2-2) dan taraf signifikansi α 0,05.

4. Teknik Analisis Kemampuan Keterampilan Proses Sains

Setiap aspek keterampilan proses sains diukur dengan menggunakan jumlah butir soal tiap aspek keterampilan proses sains. Untuk mengetahui persentase ketercapaian kemampuan keterampilan proses sains, digunakan rumus sebagai berikut:

Persentase Keterampilan Proses Sains dikelompokkan dalam lima kategori. Kategori Keterampilan Proses Sains dapat dilihat pada tabel 3.11.


(59)

Tabel 3.11 Kategori Keterampilan Proses Sains

Kategori Persentase

Sangat Tinggi 90% - 100%

Tinggi 75% - 89%

Sedang 55% - 74%

Rendah 31% - 54%

Sangat Rendah < 30%

I. Hipotesis Statistik

Berdasarkan kerangka konseptual yang didukung oleh landasan teoritis, maka dapat dirumuskan hipotesis statistik. Rumus hipotesis statistik penelitian ini adalah:

H0 = µA≤ µB, maka Ho diterima, Ha ditolak

Ha = µA > µB, maka Ha diterima, Ho ditolak

Keterangan:

H0 : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing

terhadap keterampilan proses sains siswa pada materi laju reaksi (thitung

< ttabel).

Ha : Terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap

keterampilan proses sains siswa pada materi laju reaksi (thitung > ttabel).

Keterangan:

µA = Nilai rata-rata kelompok eksperimen


(60)

45

Berdasarkan data hasil pretest dan posttest kedua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Pretest diberikan sebelum proses belajar mengajar pada konsep laju reaksi, sedangkan posttest diberikan setelah pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi laju reaksi (kelas eksperimen) dan pembelajaran menggunakan metode demonstrasi pada materi laju reaksi (kelas kontrol).

Keterampilan proses sains (KPS) siswa diukur dengan menggunakan instrumen tes essai sebanyak 10 soal. Instrumen tes tersebut sebelumnya telah memenuhi kelayakan uji, meliputi uji validitas, uji reabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda. Sehingga instrumen tes tersebut layak digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains kimia siswa. Berikut ini data-data yang diperoleh dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

1. Hasil Pretest Keterampilan Proses Sains Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen

Hasil perhitungan data pretest pada kelempok kontrol dan

kelompok eksperimen sebelum diberikan perlakuan yang berbeda (Lampiran 13 dan 14) dapat dilihat pada Tabel 4.1


(61)

Tabel 4.1 Hasil Pretest Keterampilan Proses Sains Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen.

Data Pretest

Kontrol Eksperimen

Nilai Terendah 12 12

Nilai Tertinggi 24 24

Rata-rata 16,82 17,42

Median 19,25 19

Modus 18,83 18,93

Simpangan Baku 3,57 4,09

Jumlah Siswa 37 37

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pretest

pada kelompok kontrol dan eksperimen yaitu 16,82 dan 17,42. Simpangan baku hasil pretest pada kelompok kontrol dan eksperimen yaitu 3,57 dan 4,09.

Hasil persentase pretest keterampilan proses sains pada kelompok kontrol dan eksperimen dapat dilihat di bawah ini:

Tabel 4.2 Persentase (%) Ketercapaian Pretest Aspek KPS Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen

Aspek KPS Pretest

Kontrol Kategori Eksperimen Kategori

Observasi 32,43 Rendah 26,58 Sangat

rendah

Berhipotesis 8,11 Sangat

rendah 16,22

Sangat rendah Merencanakan

Percobaan 24,32

Sangat

rendah 21,62

Sangat rendah Menggunakan

Alat dan Bahan 17,12

Sangat

rendah 16,22

Sangat rendah


(62)

Interpretasi Data 6,31 Sangat

rendah 20,72

Sangat rendah Menerapkan

Konsep 15,32

Sangat

rendah 7,21

Sangat rendah

Berkomunikasi 9,12 Sangat

rendah 12,50

Sangat rendah

Rata – rata 16,10 Sangat

rendah 17,29

Sangat rendah

Tabel 4.2 menunjukkan rata-rata pretest keterampilan proses sains pada kelompok kontrol termasuk kategori sangat rendah yaitu 16,10, sedangkan untuk kelompok eksperimen termasuk kategori sangat rendah yaitu 17,29. Keterampilan proses sains yang paling tinggi pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen yaitu observasi secara berurutan masing-masing sebesar 32,43 dan 26,58. Keterampilan proses sains yang paling rendah pada kelompok kontrol yaitu interpretasi data sebesar 6,31 sedangkan keterampilan proses yang paling rendah pada kelompok eksperimen adalah menerapkan konsep sebesar 7,21. (Detail perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7)

2. Hasil Posttest Keterampilan Proses Sains Kelas Kontrol dan Eksperimen

Hasil perhitungan data posttest pada kelempok kontrol dan

kelompok eksperimen setelah diberikan perlakuan yang berbeda (Lampiran 15 dan 16) dapat dilihat pada tabel 4.3.


(63)

Tabel 4.3 Hasil Posttest Keterampilan Proses Sains Kelompok Kontrol dan Eksperimen.

Data Posttest

Kontrol Eksperimen

Nilai Terendah 45 58

Nilai Tertinggi 82 97

Rata-rata 67,30 83

Median 73 80,54

Modus 73,75 82,7

Simpangan Baku 10,33 10,17

Jumlah Siswa 37 37

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata posttest

pada kelompok kontrol dan eksperimen yaitu sebesar 67,30 dan 83. Simpangan baku hasil posttest pada kelompok kontrol dan eksperimen yaitu 10,33 dan 10,17

Tabel 4.4 Persentase (%) Ketercapaian Posttest Aspek KPS Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen

KPS Posttest

Kontrol Kategori Eksperimen Kategori

Observasi 61,71 Sedang 71,62 Sedang

Berhipotesis 70,27 Sedang 81,98 Tinggi

Merencanakan

Percobaan 76,35 Tinggi 96,62

Sangat tinggi Menggunakan

Alata dan Bahan 40,54 Rendah 84,23 Tinggi

Interpertasi Data 94,59 Sangat

tinggi 96,40

Sangat tinggi Menerapkan


(64)

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa rata-rata posttest

keterampilan proses sains pada kelompok kontrol termasuk kategori sedang (69,16), sedangkan untuk kelompok eksperimen termasuk kategori tinggi (83,57). Keterampilan proses sains yang paling tinggi pada kelompok kontrol yaitu interpretasi data (94,59), sedangkan kelompok eksperimen yaitu merencanakan percobaan (96,62). Keterampilan proses sains yang paling rendah pada kelompok kontrol yaitu menggunakan alat dan bahan (40,54) sedangkan keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen yang paling rendah yaitu observasi (71,62). (Detail perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8).

B. Analisis Data Tes Keterampilan Proses Sains 1. Uji Prasyarat Sampel

Setelah diperoleh data dari masing-masing kelompok, maka dapat dilanjutkan pengujian hipotesisnya, akan tetapi sebelum dilakukan pengujian hipotesis perlu dilakukan uji prasyarat analisis terlebih dahulu terhadap data hasil penelitian seperti uji normalitas dan uji homogenitas. Beberapa prasyarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas Pretest

Hasil uji normalitas dilakukan uji Liliefors, hasil uji normalitas pada pretest kelompok kontrol dan kelompok eksperimen disajikan pada Lampiran 9, 10 dan Tabel 4.5 sebagai berikut:

Berkomunikasi 76,69 Tinggi 82,09 Tinggi


(1)

189


(2)

190


(3)

191


(4)

192


(5)

193


(6)

194