Perbedaan Keterampilan Proses Sains Antara Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur Dengan Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Konsep Fotosintesis (Kuasi Eksperimen Di Mts. Nurul Falah Sangiang Kota Tange
TERBIMBING PADA KONSEP FOTOSINTESIS
(Kuasi Eksperimen di MTs. Nurul Falah Sangiang Kota Tangerang)Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Annis Novitsania NIM 108016100037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
i
Antara Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur Dengan Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Konsep Fotosintesis”, Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains antara siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terstruktur dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuri terbimbing pada konsep fotosintesis. Penelitian ini di MTs. Nurul Falah Tangerang pada bulan
Februari 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment
dengan desain pretest-posttest control group design. Pengambilan sampel
dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling. Sampel penelitian
masing-masing berjumlah 31 siswa untuk kelompok eksperimen I dan kelompok II. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes keterampilan proses sains dan lembar observasi. Analisis data menggunakan uji-t, data hasil perhitungan perbedaan rata-rata kedua kelompok diperoleh nilai t-hitung sebesar 3,05, sedangkan t-tabel sebesar 2,00. Sehingga hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa keterampilan proses sains pada siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terstruktur lebih tinggi dari pada siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing, diterima.
(6)
ii
Structured Inquiry Learning Model and Who Use Guided Inquiry Learning Model on Science Process Skill”, Skripsi, Program Study of Biology, Science Education Departement, Faculty of Tarbiya and Teaching Science of State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta.
The research aims to know are there any differences between students who use structured inquiry learning model and who use guided inquiry learning model on science process skill. This research has been made at MTs. Nurul Falah
Tangerang in February 2013. The writer used quasi experiment as the method
with pretest-posttest control group design. The sample was taken by using random sampling technique. The amount of the research sample was 31 students for the experiment group I and experiment group II. The writer took the data by using instrument which was science process skill test and observation sheets. The writer used t-test as data analysis, from the result of calculating differentiation mean data between the two group, obtained the value of t-count was equal to 3,05, while t-table is equal 2,00. It means that alternative hyphotesis (Ha), which told the students who use structured inquiry model learning higher than who use guided inquiry model learning on science process skill has been accepted.
Keyword : Science Process Skill, Structured Inquiry Learning Model, Guided Inquiry Learning Model
(7)
iii
kenikmatan, kesabaran dan ketabahan hingga pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan karya ilmiah berupa skripsi dengan judul “Perbedaan
Keterampilan Proses Sains Antara Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur Dengan Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Konsep Fotosintesis”. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata I (S1) pada Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan segala daya dan upaya, penulis berusaha menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Namun, penulis tidak menutup diri untuk menerima kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahawa penyusunan skripsi ini tidak mungkin terlaksana jika tidak ada bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu:
1. Nurlena Rifa’I, M.A. Ph.D., Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Zulfiani, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Biologi dan sebagai
dosen pembimbing I, serta Nengsih Juanengsih, M.Pd., sebagai dosen pembimbing II, yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran dan motivasi dalam membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Hj. Nashriyah, S.Pd.I selaku Kepala Sekolah MTs. Nurul Falah Sangiang
Kec.Priuk Kota Tangerang, Puji Astuti, S.Si selaku guru Biologi, Dini Ulfayanti, S.Pd.I, dan para guru MTs. Nurul Falah Sangiang Kec.Priuk Kota
(8)
iv
seluruh keluarga yang telah memberikan do’a dan motivasi kepada penulis.
6. Teman-teman tercinta, Lya, Oca, Eva, Tifa, Ait, Uwi, Santi, Muti, dan Aufa
yang telah memberikan motivasi dan kenangan terindah selama menjalankan perkuliahan sampai terselesainya skripsi ini..
7. Teman-teman mahasiswa Progran Studi Pendidikan Biologi 2008, irfan, tika,
affan, indar, udin, nurma, iha, dll., yang telah memberikan ide dan motivasi selama penyelesaian skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu selama penulisan
skripsi ini.
Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dalam perbendaharaan pengetahuan dan bagi para pembaca.
Jakarta, Juni 2013
(9)
v
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Kegunaan Penelitian... 5
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretik ... 6
1. Keterampilan Proses Sains ( KPS ) ... 6
2. Model Pembelajaran Inkuiri ... 14
3. Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur ... 21
4. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 24
5. Lembar Kerja Siswa ( LKS ) ... 26
6. Konsep Fotosintesis ... 32
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35
C. Kerangka Berpikir ... 36
D. Hipotesis Penelitian ... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38
B. Metode dan Desain Penelitian ... 38
(10)
vi
G. Teknik Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 53
1. Hasil Pretest Keterampilan Proses Sains ( KPS ) ... 53
2. Hasil Posttest Keterampilan Proses Sains ( KPS ) ... 54
3. Hasil N-gain Keterampilan Proses Sains (KPS) ... 56
4. Hasil Penilaian Lembar Kerja Siswa ( LKS ) ... 57
5. Hasil Observasi ... 58
B. Analisis Data ... 59
1. Uji Prasyarat Analisis Data ... 59
a. Uji Normalitas Data ... 59
b. Uji Homogenitas 60 2. Uji Hipotesis ... 60
C. Pembahasan ... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN
(11)
vii
Tabel 2.2 Tahapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 25
Tabel 3.1 Pretest-Posttest Control Group Design ... 39
Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 40
Tabel 3.3 Kisi-kisi Keterampilan Proses Sains ... 40
Tabel 3.4 Kriteria Validitas butir Soal ... 43
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Instrument ... 44
Tabel 3.6 Kriteria Reliabilitas butir Soal ... 44
Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 45
Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 46
Tabel 3.9 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 46
Tabel 3.10 Kriteria Daya Beda ... 47
Tabel 3.11 Kategori Keterampilan Proses Sains ... 52
Tabel 4.1 Hasil Pretest Keterampilan Proses Sains ... 53
Tabel 4.2 Persentase Ketercapaian Pretest Aspek KPS ... 54
Tabel 4.3 Hasil Posttest Keterampilan Proses Sains ... 54
Tabel 4.4 Persentase Keterampilan Proses Sains ... 55
Tabel 4.5 N-gain Keterampilan Proses Sains ... 56
Tabel 4.6 Penilaian Lembar Kerja Siswa ... 57
Tabel 4.7 Persentase Hasil Observasi KPS Siswa... 58
Tabel 4.8 Uji Normalitas Pretest dan Posttest ... 59
Tabel 4.9 Uji Homogenitas Pretest dan Posttest... 60
Tabel 4.10 Uji Hipotesis Prettest ... 61
(12)
viii
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen II ... 81
Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa Kelompok Eksperimen I ... 93
Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa Kelompok Eksperimen II ... 101
Lampiran 5 Lembar Observasi ... 109
Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen Tes KPS ... 113
Lampiran 7 Uji Validasi Instrumen Tes KPS ... 119
Lampiran 8 Hasil Anates Uji Validasi Instrumen Tes KPS ... 124
Lampiran 9 Instrumen Tes KPS ... 127
Lampiran 10 Jawaban dan Pedoman Penilaian Instrumen Tes KPS ... 132
Lampiran 11 Data Skor Pretest Kelompok Eksperimen I ... 143
Lampiran 12 Data Skor Pretest Kelompok Eksperimen II ... 147
Lampiran 13 Data Skor Posttest Kelompok Eksperimen I ... 151
Lampiran 14 Data Skor Posttest Kelompok Eksperimen II ... 155
Lampiran 15 Analisis Persentase KPS Pretest Kelompok Eksperimen I ... 159
Lampiran 16 Analisis Persentase KPS Pretest Kelompok Eksperimen II ... 161
Lampiran 17 Analisis Persentase KPS Posttest Kelompok Eksperimen I ... 163
Lampiran 18 Analisis Persentase KPS Posttest Kelompok Eksperimen II ... 165
Lampiran 19 Analisis N-gain ... 167
Lampiran 20 Rubrik Penilaian LKS ... 168
Lampiran 21 Hasil Penilaian Lembar Kerja Siswa ( LKS ) ... 176
Lampiran 22 Hasil Observasi ... 177
Lampiran 23 Uji Normalitas ... 179
Lampiran 24 Uji Homogenitas ... 184
Lampiran 25 Uji Hipotesis ... 186
Lampiran 26 Uji Referensi ... 190
Lampiran 27 Gambar Kegiatan Penelitian ... 197
Lampiran 27 Surat Permohonan Ijin Penelitian ... 199
(13)
1 A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan aspek yang paling penting dalam suatu negara, karena melalui pendidikan tercipta subjek-subjek (manusia) yang mampu mengembangkan negaranya, seperti berpikir kritis, kreatif, dan mampu menyelesaikan masalah. Hal ini senada dengan definisi pendidikan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan yang
menyatakan bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”1
Jika suatu negara pendidikannya lemah atau buruk dapat dikatakan bahwa negara tersebut sulit untuk berkembang bahkan dapat dikatakan negara yang lemah. Sebaliknya, jika negara tersebut memiliki pendidikan yang baik maka negara tersebut dapat berkembang dan menjadi negara yang kuat.
Hal tersebut tercermin dalam Undang-Undang Republik Indonesia yang merupakan dasar pendidikan nasional yang menyebutkan bahwa,
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”2
Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan dengan berpedoman pada suatu kurikulum.
1
Tim Penyusun, Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Indonesia), h. 2.
2
(14)
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu muatan kurikulum yang wajib dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. IPA merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya penguasaan fakta, konsep,
maupun prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.3 Pembelajaran
IPA tidak hanya menyampaikan informasi (fakta) dan pemahaman materi namun juga memeperhatikan pengembangan kemampuan lain, seperti kemampuan menggunakan peralatan dan menyelesaikan masalah, bahkan sampai pada
pengembangan sikap, apresiasi, dan minat.4
Namun, saat ini kecenderungan pembelajaran IPA hanya sebagai produk, dan siswa hanya menghapal teori-teori saja. Hal ini diperparah dengan adanya anggapan bahwa IPA merupakan pelajaran yang sulit sehingga menurunkan motivasi belajar peserta didik. Selain itu, pembelajaran IPA yang diterapkan di lapangan cenderung berorientasi pada tes/nilai, padahal hakikat IPA meliputi
empat unsur utama, yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi.5
Melalui pembelajaran IPA dapat dibangun berbagai keterampilan berpikir tingkat tinggi. Adapun kekuatan pembelajaran IPA untuk membangun kemampuan berpikir siswa terletak pada kemampuan merumuskan hipotesis, yang mengacu dikembangkannya berbagai kemampuan berpikir siswa. Kemampuan berpikir ini kurang dapat dikembangkan pada pembelajaran IPA tanpa eksperimen atau praktikum, seperti halnya pembelajaran IPA yang ditemukan di
sekolah-sekolah di Indonesia pada umumnya.6
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa masih banyak guru yang enggan melakukan praktikum karena dianggap menyita waktu dan tenaga. Siswa sekolah menengah mengalami kesulitan dalam mempelajari beberapa konsep biologi disebabkan konsep tersebut dipandang abstrak oleh siswa. Hasil penelitian tentang praktik pembelajaran IPA di beberapa kota menunjukkan bahwa kegiatan
3
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 153.
4
Amalia Sapriati, “Pengembangan Instrumen Penilaian Praktikum Fotosintesis”, Jurnal Pendidikan Lembaga Penelitian Universitas Terbuka, 2004, h. 1-2.
5
Trianto, op. cit., h. 154.
6
Susuwi, et al., Analisis Keterampilan Proses Sains SMA Pada Model Pembelajaran Praktikum D-Ei-Hd”, Jurnal Pengajaran MIPA Vol.14, 2009, h. 3.
(15)
praktikum yang telah dilaksanakan ternyata kurang menggugah proses berpikir
pada siswa.7
Dalam proses pembelajaran IPA dibutuhkan metode pembelajaran yang tepat dan mampu mengembangkan keterampilan proses sains pada siswa, salah satunya adalah metode eksperimen yang terangkum dalam model pembelajaran inkuiri. Menurut hasil penelitian Burak Feyzioglu bahwa terdapat hubungan yang
positif antara keterampilan proses sains dengan kegiatan praktikum.8 Metode
eksperimen merupakan metode mengajar yang menerapkan praktek langsung untuk menguji atau membuktikan suatu konsep. Metode eksperimen ini merupakan salah satu kegiatan pada model pembelajaran inkuiri. Inkuiri merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengkonstruks sendiri pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif. Aktivitas aktif yang dimaksud adalah peserta didik melakukan penyelidikan atau eksperimen.
Menurut Alan Colburn dikutip oleh Zulfiani, model inkuiri dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu Structured Inquiry (Inkuiri Terstruktur), Guided Inquiry
(Inkuiri Terbimbing), dan Open Inquiry (Inkuiri Terbuka).9 Berdasarkan hasil
observasi penulis terhadap penerapan model inkuiri untuk siswa tingkat SMP/MTs, inkuiri terstruktur dan inkuiri terbimbing yang banyak digunakan sebagai model pembelajaran. Selain model pembalajaran, bahan ajar juga menjadi pertimbangan yang penting untuk mengembangkan kemampuan siswa. Dalam pembelajaran konvensioanal, sering guru menentukan buku teks sebagai
satu-satunya bahan ajar.10 Model pembelajaran inkuiri membutuhkan bahan ajar untuk
memdukung tercapainya tujuan pembelajaran, yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS).
7
Nuryany Rustaman, Strategi Pembelajaran Biologi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 98.
8
Burak Feyzioglu, “An Invvestigation of the Relationship between Science Process Skill with Effienct Laboratory Use and Science Achievement in Chemistry Education”, Journal of Turkish Science Education, 2009, h. 1.
9
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 121.
10
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Disain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 146.
(16)
Perbedaan model inkuiri yang diterapkan menyebabkan perbedaan LKS yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.
Fotosintesis merupakan salah satu konsep IPA khususnya biologi yang memerlukan proses penemuan dalam mempelajarinya. Hal ini tercantum dalam standar isi, kompetensi dasar pada konsep fotosintesis ini adalah mendeskrisikan
proses perolehan nutrisi dan transformasi energi pada tumbuhan hijau.11 Namun
pada kenyataanya banyak guru yang mengabaikannya, hanya menerapkan metode ceramah. Oleh karena itu, model pembelajaran yang tepat pada materi fotosintesis ini adalah inkuiri. Praktikum fotosintesis dipandang sangat sesuai dengan kurikulum dan materi pelajaran di kelas, namun kurang layak untuk dikerjakan siswa secara perorangan karena adanya peralatan dan bahan di sekolah, kapasitas
laboratorium, guru pembimbing, dan waktu yang tersedia.12 Melalui pembelajaran
fotosintesis ini mampu melatih dan mengembangkan keterampilan proses sains siswa.
Berdasarkan alasan di atas, penulis melakukan penelitian mengenai pembelajaran fotosintesis dengan membedakan model pembelajaran yang diterapkan yaitu inkuiri terstruktur dengan inkuiri terbimbing, dengan harapan mengetahui perbedaan keterampilan proses sains yang akan muncul pada siswa.
Judul dari penelitian ini adalah “Perbedaan keterampilan proses sains antara siswa
yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terstruktur dengan siswa yang
menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasakan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut :
1. Motivasi siswa untuk belajar IPA biologi masih rendah
2. Kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran dalam pelajaran IPA
3. Kurang tepatnya pemilihan bahan ajar yang sesuai guna mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan
11
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Indonesia), h. 381
12
(17)
4. Banyak guru yang mengabaikan keterampilan proses sains siswa di dalam proses pembelajaran
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini menjadi terarah, ruang lingkup masalah yang diteliti dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :
1. Materi yang diteliti dibatasi pada konsep fotosintesis
2. Model pembelajaran yang digunakan adalah inkuiri terstruktur dengan
inkuiri terbimbing
3. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan siswa terhadap
keterampilan proses sains.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas peneliti merumuskan masalah yaitu, “Apakah keterampilan proses sains siswa yang menggunakan menggunakan model pembelajaran inkuiri terstruktur lebih tinggi dari pada siswa yang
menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing?”
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu, untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terstruktur lebih tinggi dari pada siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing.
F. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis sebagai salah satu alternatif dalam upaya perbaikan pembelajaran, antara lain :
1. Bagi siswa : mampu mengembangkan keterampilan proses sains siswa
melalui model pembelajaran inkuiri
2. Bagi guru : mendorong guru untuk mengembangkan keterampilan proses
(18)
6 A. Deskripsi Teoretik
1. Keterampilan Proses Sains ( KPS )
a. Pengertiaan Keterampilan Proses Sains
Pembelajaran IPA lebih menekankan pada siswa untuk memahami suatu konsep atau kejadian alam melalui proses mencari tahu dan berbuat. Keterampilan siswa dalam mencari tahu dan berbuat ini dikenal dengan
keterampilan proses sains atau keterampilan penyelidikan.1
Keterampilan proses sains berkembang pada saat guru memahami hakikat belajar IPA, yaitu sebagai proses dan produk. IPA merupakan ilmu yang mempelajari gejala alam yang memerlukan proses untuk
memahaminya dan menghasilkan produk ilmiah.2 Keterampilan proses
sains dapat dikembangkan melalui pengalaman belajar secara langsung atau penemuan sendiri. Penemuan merupakan kegiatan inti dari pembelajaran inkuiri. Dalam pembelajaran inkuiri siswa akan diasah keterampilan prosesnya, tetapi keterampilan proses tidak dapat dikembangkan hanya dalam satu kali pembelajaran.
Keterampilan proses melibatkan keterampilan kognitif, manual dan sosial. Keterampilan kognitif terlibat karena siswa menggunakan pikiran dalam merumuskan masalah atau menarik kesimpulan. Keterampilan manual terlibat karena siswa menggunakan alat dan bahan serta melakukan pengukuran. Keterampilan sosial terlibat karena siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan cara bekerja sama atau
berkelompok.3
1
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 48.
2
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 141.
3
Nuryani Y. Rustaman, et al. Strategi Belajar dan Mengajar Biologi,(Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang, 2005), h. 78.
(19)
Keterampilan proses sains merupakan kemampuan mendasar yang dimiliki oleh para ilmuwan yang kemudian terasah dengan adanya
berbagai penyelidikan untuk menemukan suatu fakta dan konsep.4 Senada
dengan Fathiye Karsli dan Cigdem Sahin, bahwa keterampilan proses sains merupakan bentuk adaptasi dari keterampilan yang digunakan oleh para ilmuan untuk menyusun pengetahuan, memecahkan suatu masalah,
dan menarik kesimpulan.5
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang dimiliki secara alami oleh manusia meliputi keterampilan kognitif, manual, dan sosial yang tercerminkan dalam hakikat pembeljaran IPA yaitu proses dan produk. Melalui pembelajaran IPA, keterampilan proses sains ini dapat terasah dan berkembang menjadi seorang ilmuwan.
b. Jenis-Jenis Keterampilan Proses Sains
Menurut Josephy seperti dikutip oleh Susiwi, dkk., kemampuan-kemampuan yang dikembangkan dalam kegiatan praktikum, yaitu perencanaan (menuangkan ide-ide yang dapat diuji dan mendesain penyelidikan), penampilan (memanipulasi, observasi dan pengumpulan data), interpretasi (pengolahan data, penarikan kesimpulan dan penerapan
konsep), dan komunikasi (melaporkan dan menerima informasi).6
Keterampilan proses yang dikembangkan dalam kegiatan praktikum meliputi:
a. Observasi
Observasi atau pengamatan meupakan keterampilan sains yang mendasar. Dalam observasi kita dituntut untuk menggunakan seluruh
4
Conny R Semiawan, et al., Pendekatan Keterampilan Proses, (Jakarta: PT Gramedia, 1992), h. 17
5
Fethiye Karsli dan Cigdem Sahin, “Developing Worksheet Based on Science Process Skills:Factors Affecting Solubility”, Asia-Pasific Forum on Science and Teaching Vol.10, 2009, h. 2.
6
Susiwi, et al., “Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Pada Model Pembelajaran Praktikum D-Ei-Hd”, Jurnal Pengajaran MIPA Volume 14, 2, 2009, h. 2.
(20)
indera, untuk melihat, mendengar, merasa, mengecap, dan mencium. Kegiatan yang berhubungan dengan observasi meliputi penghitungan, pengukuran, klasifikasi dan hubungan ruang waktu.
b. Pembuatan hipotesis
Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Dalam kerja ilmiah, seorang ilmuwan biasanyamembuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksperimen.
c. Perencanaan penelitian/eksperimen
Eksperimen adalah usaha menguji atau mengetes melalui penyelidikan praktis. Dalam merencanakan penelitian, kita perlu menentukan alat dan bahan yang akan digunakan, objek yang akan diteliti, factor atau variable yang perlu diperhatikan, kriteria keberhasilan, cara dan langkah kerja, serta bagaimana mencatat dan mengolah data untuk menarik kesimpulan.
d. Pengendalian variabel
Variabel adalah factor yang berpengaruh. Pengendalian variabel adalah suatu aktivitas yang dipandang sulit, namun sebenarnya tidak sesulit seperti yang dibayangkan.Yang penting adalah bagaimana guru melatih peserta didik untuk mengontrol dan memperlakukan variabel.
e. Interpretasi data
Interpretasi data artinya menafsirkan data yang sudah didapatkan. Data yang dikumpulkan melalui observasi, penghitungan, pengukuran, eksperimen, dapat dicatat atau disajikan dalah bentuk table, grafik, histogram atau diagram.
f. Inferensi
Guru melatih peserta didik dalam menyusun suatu kesimpulan sementara dalam proses penelitian yang dilakukan. Pertama-tama data dikumpulkan, kadang-kadang melalui eksperimen terlebih dahulu, lalu dibuat kesimpulan sementara berdasarkan informasi yang dimiliki
(21)
sampai suatu waktu tertentu. Kesimpulan tersebut bukan merupakan kesimpulan sementara yang dapat diterima sampai pada saat itu.
g. Peramalan
Para ilmuwan sering membuat ramalan atau prediksi berdasarkan hasil observasi, pengukuran, atau penelitian yang memperlihatkan kecenderungan gejala tertentu.
h. Aplikasi
Guru melatih siswa untuk menerapkan konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan masalah tertentu, atau menjelaskan suatu peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki.
i. Komunikasi
Setelah menemukan hasil penelitian, kita dituntut untuk menyampaikannya kepada orang lain. Bentuk komunikasinya berupa laporan penelitian, membuat paper, jurnal atau dapat dikomunikasikan
secara lisan. 7
Menurut Nuryani Rustaman, aspek-aspek keterampilan proses sains terdiri dari observasi, klasifikasi, interpretasi, prediksi, mengajukan pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat dan
bahan, menerapkan konsep, berkomunikasi, dan melaksanakan
percobaan.8
Dalam penelitian ini aspek KPS yang diamati oleh peneliti adalah observasi, membuat hipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, interpretasi, menerapkan konsep, dan berkomunikasi. Pemilihan aspek ini berdasarkan kesesuaian kemungkinan munculnya KPS dengan kegiatan praktikum.
7
Semiawan, op. cit., h. 17-33.
8
(22)
c. Peranan Keterampilan Proses Sains
Trianto menyebutkan beberapa peranan keterampilan proses
sehingga perlu dilatih dalam pengajaran IPA adalah sebagai berikut:9
1) Membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya
2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan
3) Meningkatkan daya ingat
4) Memberikan kepuasan intrinsik bila anak telah berhasil melakukan
sesuatu
5) Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains
Secara umum peran guru terutama berkaitan dengan pengalaman mereka membantu siswa mengembangkan keterampilan proses sains. Menurut Hallen seperti dikutip oleh Nuryani sedikitnya terdapat lima aspek yang perlu diperhatikan oleh guru dalam berperan mengembangkan keterampilan proses sains.
1) Memberikan kesempatan untuk menggunakan keterampilan proses
dalam melakukan eksplorasi materi dan fenomena.
2) Memberi kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompok-kelompok
kecil dan diskusi kelas.
3) Mendengarkan pembicaraan siswa dan mempelajari produk mereka
untuk menemukan proses yang diperlukan untuk membentuk gagasan mereka.
4) Mendorong siswa mengulas (review) secara kritis tentang
bagaimana kegiatan mereka telah dilakukan.
5) Memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan
keterampilan, khususnya ketepatan dalam observasi dan
pengukuran misalnya, atau teknik-teknik yang perlu rinci
dikembangkan dalam berkomunikasi. 10
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa keterampilan proses sains ini merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh para ilmuwan,
9
Trianto, op. cit., h. 148.
10
(23)
sehingga dengan melatih keterampilan proses sains ini pada siswa dapat menciptakan siswa yang kritis, terampil, kreatif dan inovatif.
d. Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya
Untuk mempermudah dalam membuat instrumen, diperlukan indikator pada setiap aspek keterampilan proses sains, yaitu:
a. Observasi
Menggunakan sebanyak mungkin indera
Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang relevan
b. Klasifikasi
Mencatat setiap pengamatan secara terpisah
Mencari perbedaan dan persamaan
Mengontraskan ciri-ciri
Membandingkan
Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan
Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
c. Menafsirkan/Interpretasi
Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan
Menyimpulkan
d. Meramalkan/Prediksi
Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang
belum diamati
e. Mengajukan Pertanyaan
Bertanya apa, bagaimana dan mengapa
Bertanya untuk meminta penjelasan
Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis
f. Berhipotesis
Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan
(24)
Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah
g. Merencanakan Percobaan
Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan
Menentukan variabel/faktor penentu
Menentukan apa yang akan diukur, diamati dan dicatat
Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja
h. Menggunakan Alat/Bahan
Memakai alat/bahan
Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan
Mengetahui bagaimana menggunakan alat/bahan
i. Menerapkan Konsep
a) Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru
b) Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan
apa yang sedang terjadi
j. Berkomunikasi
Mengubah bentuk penyajian
Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan
dengan grafik atau tabel atau diagram
Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis
Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian
Membaca grafik, tabel atau diagram
Mendiskusikan hasil kegiatan, suatu masalah atau suatu
peristiwa
11)Melaksanakan percobaan/eksperimentasi
a) Mengumpulkan data melalui percobaan
b) Membuat pola-pola berdasarkan hasil percobaan11
11
(25)
d. Pengukuran Keterampilan Proses Sains
Pengukuran keterampilan proses sains tidak seperti pengukuran pengetahuan konsep pada umumnya. Untuk mengevaluasi keterampilan proses perlu adanya kajian mengenai karakteristik butir soal keterampilan proses sains, penyusunan butir soal keterampilan proses sains, dan pemberian skor butir soal keterampilan proses sains.
Secara umum butir soal keterampilan proses harus mengandung beberapa karakteristik, yaitu konsep yang sudah dipelajari siswa, informasi yang harus diolah oleh siswa (gambar, grafik, diagram atau data dalam tabel), dan satu soal hanya mengandung satu aspek saja.
Secara khusus satiap butir soal keterampilan proses harus mengandung satu aspek keterampilan proses sains yang akan diukur.
Observasi
Soal pada keterampilan ini harus dari objek atau peristiwa sesungguhnya.
Interpretasi
Soal menyajikan sejumlah data untuk memperlihatkan pola yang harus diinterpretasikan.
Klasifikasi
Soal memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari atau menemukan persamaan dan perbedaan, atau diberikan kriteria tertentu untuk melakukan pengelompokan atau ditentukan jumlah kelompok yang harus terbentuk.
Prediksi
Soal harus jelas pola atau kecenderungan untuk dapat mengajukan dugaan atau ramalan.
Berkomunikasi
Soal harus ada suatu bentuk penyajian tertentu untuk diubah ke bentuk penyajian lainnya, misalnya bentuk tabel ke bentuk grafik.
Berhipotesis
Soal mengandung pernyataan atau cara kerja untuk menguji atau membuktikan suatu kejadian, sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan dugaan atau jawaban sementara.
Merencanakan percobaan atau penyelidikan
Soal memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengusulkan gagasan berkenaan dengan alat/bahan yang akan digunakan, urutan prosedur yang harus ditempuh dan menentukan variabel.
(26)
Menerapkan konsep atau prinsip
Soal memuat konsep/prinsip yang akan diterapkan tanpa menyebutkan nama konsepnya.
Mengajukan pertanyaan
Soal harus memunculkan sesuatu yang mengherankan, tidak
biasa atau kontradiktif agar siswa termotivasi untuk bertanya. 12
Penyusunan butir soal keterampilan proses sains menuntut penguasaan dan pengembangan masing-masing jenis keterampilan proses sainsnya. Pilih salah satu materi yang dijadikan konteks dalam mengembangkan keterampilan proses sains. Keterampilan yang akan diukur disajikan dengan sejumlah informasi yang perlu diolah. Setelah itu siapkan pertanyaan atau perintah yang dimaksudkan untuk memperoleh respon atau jawaban yang diharapkan.
Dalam penelitian ini, butir soal keterampilan sains yang digunakan dalam bentuk essay dengan skor yang berbeda-beda setiap aspeknya disesuaikan dengan tingkatan kognitif dan kesulitan dari setiap aspek keterampilan proses sains.
2. Model Pembelajaran Inkuiri a. Pengertian Model Inkuiri
Model berarti contoh, acuan atau ragam sesuatu yang akan dibuat atau yang dihasilkan. Model pembelajaran berarti acuan pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan pola-pola pembelajaran tertentu secara
sistematis.13 Model merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.14 Model pembelajaran
merupakan pilihan bagi para guru agar proses belajar mengajar di kelas lebih efektif, efisien, dan mencapai kompetensi yang diharapkan.
12
Ibid, h. 163.
13
La Iru dan La Ode Arihi, Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi dan Model-Model Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Presindo, 2012), h. 6.
14
Rusman, Model-Model Pembejaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 133.
(27)
Inkuiri merupakan proses pembelajaran didasarkan pada pencarian
dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.15 Siswa dituntut
untuk mencari dan menemukan konsep materi ajar dengan sendiri melalui kegiatan penyelidikan.
Inkuiri dapat dikatakan sebagai proses discovery yang digunakan
lebih dalam karena proses inkuiri mengandung proses-proses yang lebih
tinggi tingkatannya dan bersifat student centered.16 Proses yang lebih
tinggi tingkatanya seperti merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan.
Inkuiri merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban yang sudah pasti dari suatu masalah yang
dipertanyakan.17
Menurut Jerome Brumer dalam Trianto, bahwa siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar siswa memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen
yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.18
Belajar penemuan merupakan cara belajar yang akan memberikan hasil yang terbaik. Selain itu, dilihat dari segi kepuasan secara emosional, sesuatu hasil menemukan sendiri nilai kepuasan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pemberian. Salah satu model pembelajaran penemuan ini adalah inkuiri.
Salah satu prinsip dari model pembelajaran inkuiri adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruks sendiri
15
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 119.
16
Iru, op. cit., h. 14.
17
Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 191.
18
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Surabaya: Prestasi Pustaka, 2007), h. 26.
(28)
pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif dalam pembelajaran.19 Aktivitas aktif yang dimaksud adalah eksperimen. Eksperimen merupakan suatu metode pembelajaran yang bertujuan untuk menyelidiki dan membuktikan kebenaran suatu teori. Kegiatan eksperimen ini merupakan bentuk pelatihan bagi siswa untuk memecahkan suatu masalah. Selain itu siswa pun dilatih untuk menjadi seorang ilmuan atau sainstis, sehingga keterampilan proses sains siswa pun akan berkembang.
Hasil penelitian Schlenker dikutip oleh Trianto, bahwa latihan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berpikir kreatif, dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis
informasi.20 Keterampilan yang dikembangkan dalam pembelajaran inkuiri
yaitu merumuskan masalah atau mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan. Semua keterampilan tersebut merupakan bagian keterampilan proses sains.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model inkuiri merupakan model pembelajaran yang melibat siswa aktif menemukan pengetahuan atau pemahaman melalui kegiatan praktikum atau eksperimen, materi yang disajikan biasanya berupa pengujian suatu prinsip. Tujuan utama dari inkuiri adalah untuk mengembangkan keterampilan intelektual, berpikir kritis, mampu memecahkan masalah secara ilmiah, dan untuk mengembangkan keterampilan proses sains siswa.
b. Jenis-Jenis Model Pembelajaran Inkuiri
Menurut Rustaman, dkk. model pembelajaran inkuiri tebagi atas inkuiri terpimpin (guided inquiry), dan inkuiri bebas atau terbuka (open-ended inquiry). Perbedaan kedua jenis inkuiri ini hanyalah pada siapa yang mengajukan pertanyaan dan tujuan dari pembelajaran dan subjek yang
19
Zulfiani, op.cit., h. 119.
20
(29)
dikenakan model pembelajaran ini.21 Peran guru dalam inkuiri terpimpin adalah membimbing siswa dalam melakukan penyelidikan, sedangkan peran guru dalam inkuiri bebas hanyalah memfasilitasi siswa dalam melakukan penyelidikan.
Menurut Alan Colburn dikutip oleh Zulfiani, pendekatan inkuiri dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Structured Inquiry (Inkuiri Terstruktur)
Dalam inkuiri terstruktur, siswa akan mengadakan
penyelidikan dan penemuan yang berdasarkan pada pertanyaan dan prosedur yang disediakan guru.
2) Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing)
Meskipun siswa melakukan penyelidikan yang berdasarkan pada pertanyaan yang diajukan guru, tetapi siswa yang menentukan prosedur penyelidikannya.
3) Open Inquiry (Inkuiri Terbuka)
Dalam inkuiri terbuka, siswa melakukan penyelidikan
berdasarkan pada pertanyaan dan prosedur yang mereka bentuk. 22
Menurut La Iru dan La Ode, inkuiri dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Free inquiry
Siswa memiliki kebebasan dalam menetapkan tujuan isi dan cara belajar, guru hanya mengawasi pelaksanaannya.
2) Modified free inquiry
Siswa tidak bebas sepenuhnya menetapkan tujuan isi dan cara belajar, karena dalam beberapa hal siswa mendapatkan pengarahan dan pengawasan dari guru.
3) Guided inquiry
Kebebasan siswa semakin berkurang, dengan kata lain peran
guru semakin besar.23
21
Rustaman, Strategi Belajar Mengajar Biologi, op. cit., h. 95
22
(30)
c. Tahapan Pembelajaran Inkuiri
Terdapat lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pendekatan inkuiri, yaitu merumuskan masalah untuk dipecahkan siswa, menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis, siswa mencari informasi, data dan fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis, menarik kesimpulan atau generalisasi, dan
mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.24
d. Karakteristik Inkuiri
Menurut Hinrichsen dan Jarrett dikutip oleh Zulfiaani, terdapat
empat karakter inkuiri, yaitu:25
1) Koneksi : siswa mengajukan pertanyaan, observasi, dan diskusi
2) Desain : siswa aktif mendiskusikan prosedur, persiapan materi,
menentukan variabel dan melakukan pengukuran
3) Investigasi : siswa melakukan melakukan penelitian, dan
mempresentasikan data
4) Membangun pengetahuan : siswa mengaplikasikan pemahamannya
pada situasi baru
Terdapat beberapa kondisi umum yang merupakan syarat agar kegiatan ikuiri dapat berjalan dengan baik bagi siswa, yaitu:
1) Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa
berdiskusi
2) Inkuiri berfokus pada hipotesis
3) Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi fakta) 26
Adapun dalam sumber lain menyebutkan terdapat enam syarat yang harus dipenuhi agar pendekatan inkuiri dapat terlaksana, yaitu:
23
Iru, op. cit., h. 15.
24
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 197.
25
Zulfiani, op. cit., h. 122-123.
26
(31)
1) Guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada kelas (persoalan bersumber dari bahan pelajaran yang menantang siswa/problematik)
2) Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan
menciptakan situasi belajar yang menyenangkan
3) Adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup
4) Adanya kebebasan siswa untuk berpendapat, berkarya, dan
berdiskusi
5) Partipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar
6) Guru tidak banyak campur tangan dan intervensi terhadap kegiatan
siswa27
e. Keunggulan dan Kelemahan Inkuiri
Terdapat beberapa keunggulan dalam inkuiri atau metode eksperimen ini, diantaranya adalah:
1) Dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau
kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri dari pada
hanyamenerima kata guruatau buku saja
2) Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi
eksploratoris tentang sains dan teknologi, suatu sikap dari seseorang ilmuwan
3) Metode ini didukung oleh asas-asa didaktik modern, seperti siswa
belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian, siswa terhindar jauh dari verbalisme, memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis, mengembangkan sikap berpikir ilmiah, dan hasil belajar akan tahan
lama dan internalisasi. 28
Model inkuiri sering digunakan dalam pembelajaran IPA Biologi, hal ini didasari dengan pertimbangan sebagai berikut:
27
Sagala, loc.cit.
28
(32)
1) Model pembelajaran ini khusus dirancang hanya untuk mata pelajaran biologi dan beberapa hasil penelitian telah terbukti dapat meningkatkan hasil belajar
2) Model pembelajaran inkuiri biologi, memiliki prosedur dan
langkah-langkah yang sistematis sehingga mudah diterapkan guru
3) Model pembelajaran biologi dirancang dengan memandukan
ketepatan strategi pembelajaran dengan cara otak bekerja selam
proses pembelajaran29
Menurut Sahin Pekmez dikutip oleh Burak Feyzioglu menyebutkan alasan para guru memilih model inkuiri, yaitu:
1) Membantu siswa lebih mudah dalam memahami dan belajar
2) Meningkatkan motivasi siswa di kelas
3) Meningkatkan kemampuan manual siswa
4) Membantu mereka menemukan pengetahuannya sendiri
5) Meningkatkan kemampuan observasi siswa
6) Meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah
7) Siswa belajar bagaimana melakukan eksperimen30
Selain memiliki keunggulan tersebut, model inkuiri mengandung beberapa kelemahan sebagai berikut:
1) Pelaksanaan metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan
dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan murah
2) Setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan
karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian
3) Sangat menuntut penguasaan perkembangan materi, fasilitas
peralatan dan bahan mutakhir. 31
29
Made Weda, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 66-67.
30
Burak Feyzioglu, An Investigation of the Relationship between Science Process Skills with Efficient Laboratory Use and Science Achievement in Chemistry Education, Journal of Turkish Science Education, 3, 2009, h. 2.
31
(33)
Ada beberapa cara untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari metode ini, yaitu:
1) Hendaknya guru menerangkan sejelas-jelasnya tentang hasil yang
ingin dicapai sehingga ia mengatahui pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dengan ekspeerimen
2) Hendaknya guru untuk memecahkan masalah dalam eksperimen,
serta bahan-bahan yang diperlukan, variabel yang perlu dikontrol dan hal-hal yang perlu dicatat
3) Bila perlu, guru membantu siswa untuk memperoleh bahan-bahan
yang diperlukan
4) Guru perlu merangsang siswa agar setelah eksperimen berakhir, ia
membanding-bandingkan hasilnya dengan hasil eksperimen orang lain dan mendiskusikannya bila ada perbedaan-perbedaan atau
kekeliruan.32
3. Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur a. Pengertian Model Inkuiri Terstruktur
Inkuiri terstruktur merupakan pendekatan dimana guru melibatkan
siswa dalam kegiatan hands-on untuk melakukan penyelidikan sesuai
dengan prosedur dan konsep, akan tetapi guru tidak memberitahukan siswa alternatif hasil. Siswa menemukan hubungan antara variabel-variabel atau
disamping itu siswa menyimpulkan data yang telah dikumpulkan.33
Inkuiri terstruktur masih memegang peranan guru dalam menentukan topik, pertanyaan, bahan dan prosedur. Sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh siswa. Inkuiri terstruktur menuntut siswa mengikuti dengan seksama setiap langkah kerja dalam kegiatan
32
Ibid.
33
Alan Colburn, An Inquiry Primer, California State University.h. 42-43. (http://www. experientiallearning. ucdavis. edu/module2/el2-60-primer.pdf Diakses Rabu, 16 Juli 2012.
(34)
hands-on yang telah disusun oleh guru melalui lembar kerja siswa (LKS)
jenis guided worksheet activity.34
Inkuiri terstruktur merupakan salah satu pendekatan inkuiri dimana guru menyediakan tujuan, petunjuk dan prosedur kegiatan tetapi tidak memberitahukan ahsil. Siswa diharapkan menemukan sendiri hubungan antar variabel ataupun menggeneralisasikan data. Menurut Zulfiani dalam
tingkatan discovery/structured inquiry tindakan utama guru adalah
mengidentifikasi permasalahan dan proses, sementara siswa
mengidentifikasi alternatif hasil.35
Berdasarkan uraian diatas inkuiri terstruktur merupakan salah satu pendekatan inkuiri yang menyajikan permasalahan, pertanyaan dan prosedur percobaan untuk menyelesaikan masalah. Masalah dan pertanyaan mendorong siswa melakukan penyelidikan untuk menemukan jawabannya. Kegiatan pembelajaran ini adalah mengumpulkan data dari masalah yang diajukan oleh guru, membuat hipotesis, melakukan
penyelidikan, menganalisis hasil, membuat kesimpulan, dan
mengkomunikasikan hasil penyelidikan.
b. Tahapan Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur
Tahap pelaksanaan model pembelajaran inkuiri terstruktur terdiri
dari empat fase, yaitu penyajian masalah, berhipotesis, melakukan
percobaan, mengkomunikasikan hasil percobaan:36
34
Nengsih Juanengsih, Perbandingan Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Terstruktur terhadap peningkatan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa Kelas X pada KOnsep Bioteknologi, (Metamorfosa, Jurnal Pendidikan IPA) Vol.1, h.28.
35
Zulfiani, , h.121.
36
Sri Anggraeni, Hakikat Pembelajaran IPA.Pengajar Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UPI Bandung.
(35)
Tabel 2.1 Tahapan Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur
Fase Perilaku Guru
Menyajikan pertanyaan atau masalah
Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok.
Berhipotesis Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk
memberikan pendapat dalam bentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.
Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi
Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan
Mengkomunikasikan Hasil Percobaan
Guru memberi kesempatan kepada setiap
kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul
Membuat Kesimpulan
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
c. Kelebihan dan Kekurangan Model Inkuiri Terstruktur
Menurut Suryosubroto dalam Henik Ismawati, ada beberapa kelebihan pemebelajaran inkuiri terstruktur, antara lain:
1) Menerapkan pengetahuan dalam situasi yang berbeda
2) Mendapatkan kemampuan untuk belajar dan menerapkan
materi pengetahuan
3) Mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sehari-hari
4) Memperoleh dan menganalisa informasi menjadi lebih terampil
Model pembelajaran inkuiri terstruktur juga memiliki kelemahan, diantaranya:
1) Diharuskan adanya persiapan mental
2) Pembelajaran ini kurang berhasil dalam kelas yang besar,
misalnya sebagian waktu hilang karena membantu siswa menemukan teori-teori.
3) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin
(36)
dan pembelajaran secara tradisional jika guru tidak menguasai
pembelajaran inkuiri terstruktur ini.37
4. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing a. Pengertian Inkuiri Terbimbing
Menurut Alan pembelajaran inkuiri terbimbing adalah suatu pembelajaran bersifat investigasi dimana guru hanya memberikan bahan dan permasalahan untuk diselesaikan. Siswa memutuskan sendiri
bagaimana cara untuk menyelesaikan maslah tersebut.38
Menurut Kuhlthau, Maniotes, dan Caspari, inkuiri yang dibimbing oleh guru agar siswa mendapat pemahaman yang mendalam dan pandangan pribadi melalui berbagai seumber informasi yang luas disebut
inkuiri terbimbing (guided inquiry).39
Melalui kegiatan investigasi yang terdiri dari tahapan kegiatan ilmiah, yaitu membuat hipotesis, merumuskan masalah, melakukan eksperimen, menganalisis hasil sampai membuat kesimpulan dan mengkomunikannya, siswa dapat mengkonstruk pengetahuannya melalui kegiatan eksperimen. Hal ini sesuai dengan Zulfiani bahwa salah satu prinsip utama inkuiri adalah siswa dapat mengkonstruk sendiri pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif dalam proses
pembelajaran.40
Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa model inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran yang berfokus dalam mengkonstruk pengetahuan siswa dengan peranan guru memberikan suatu permasalahan yang kemudian diselesaikan oleh siswa melalui kegiatan eksperimen. Model inkuiri terbimbing lebih menuntut siswa untuk aktif
37
Henik Ismawati, “Meningkatkan Aktivitas dan hasil Belajar Sains-Fisika melalui Pembelajaran Inkuiri Terstruktur untuk Sub-Pokok Bahasan Pemantulan Cahaya”,Skripsi pada FMIPA Universitas Negeri Semarang, 2007.
38
Colburn, op. cit., h. 45.
39Carol C. Kuhlthau, “Guided Inquiry: School Libraries in the 21st
Century, School Libraries Worldwide Volume 16, h. 18.
40
(37)
dan kritis dari pada model inkuiri terstruktur karena pada model ini siswa merancang kegiatan sendiri dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru.
b. Tahapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Menurut Trianto, tahapan model pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri dari enam fase. Secara ringkas kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran model inkuiri terbimbing dapat dijabarkan sebagai
berikut.41
Tabel 2.2 Tahapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Fase Perilaku Guru
Menyajikan pertanyaan atau masalah
Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok.
Membuat hipotesis
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk memberikan pendapat dalam bentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan. Merancang
percobaan
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mennyusun langkah-langkah percobaan. Melakukan
percobaan untuk memperoleh informasi
Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan
Mengumpulkan dan menganalisa data
Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul
Membuat kesimpulan
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
c. Kelebihan dan Kekurangan Model Inkuiri Terbimbing
Kelebihan model pembelajaran inkuiri terbi,bing diataranya sebagai berikut:
41
(38)
1) Menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajarann lebih bermakna
2) Dapat member ruang kepada peserta didik untuk belajar sendiri
dengan cara belajar mereka
3) Model ini dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar
modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku dikarenakan adanya pengalaman
4) Model pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan kebutuhan
peserta didik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, artinya peserta didik yang memiki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh peserta didik yang mempunyai kemampuan lemah
belajar.42
Kekurangan model pembelajaran inkuiri terbimbing secara umum tidak jauh berbeda dengan kelemahan dari model pembelajaran inkuiri terstruktur. Namun, model ini membutuhkan persiapan yang lebih matang sehingga tidak semua guru dan siswa yang mampu menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing.
5. Lembar Kerja Siswa ( LKS )
a. Pengertian Lembar Kerja Siswa ( LKS )
Menurut Tim Diknas 2004, lembar kegiatan siswa (student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Tugas-tugas yang diberikan peserta didik dapat berupa teoritis maupun praktis. Tugas teoritis misalnya berupa tugas membaca artikel tertentu, sedangkan tugas praktis dapat berupa kerja laboratorium
atau kerja lapangan.43
Menurut Andi Praastowo, LKS merupakan suatu bahan ajar cetak yang berisi materi, ringkasan, dan tugas yang dikerjakan oleh peserta didik
42
Sanjaya, op. cit., h. 206.
43
Tim Diknas, Panduan Pengembangan Bahan Ajar, (Jakarta: Ditjen Dikdasmenum, 2008), h. 13.
(39)
yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai.44 LKS sebaiknya dibuat sendiri oleh guru karena LKS ini dapat lebih menarik serta lebih kontekstual dengan situasi dan kondisi sekolah maupun lingkungan social budaya peserta didik.
Senada dengan Andi Prastowo, Eli Roheti, dkk. menyatakan bahwa LKS merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat disusun dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran
yang akan dihadapi.45
Hal tersebut dipertegas dalam penelitian yang dilakukan oleh Fatihiye Karsli, “the worksheet are developed to meet needs in the learning environment and also used for different puposes according to researchers needs or aims. Worksheet are also used for teaching science concepts.”46 Lembar kerja siswa disusun menyesuaikan kebutuhan dan tujuan dari praktikum yang akan dilakukan, dan LKS dijadikan bahan ajar dalam konsep IPA.
Di dalam buku Pengembangan Perangkat Pembelajaran yang
dikeluarkan oleh PPPPTK IPA menyebutkan bahwa LKS IPA harus disesuaikan dengan pendekatan pembelajaran IPA salah satunya adalah
pendekatan keterampilan proses sains.47 Hal ini bertujuan untuk melatih
dan mengembangkan keterampilan proses sains siswa.
Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa lembar kerja siswa (LKS) merupakan bahan ajar cetak yang berisikan materi dan tugas-tugas yang bertujuan untuk mempermudah siswa dalam memahami suatu konsep tertentu dengan menyesuaikan kondisi pembelajaran baik kondisi siswa maupun lingkungan sekitar sehingga tercapai kompetensi yang diharapkan. LKS dalam pembelajaran IPA
44
Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), h. 204.
45
Eli Rohaeti, et. al., Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Mata Pelajaran Sains Kimia SMP Kelas VII, VIII, dan IX, Artikel Penelitian FMIPA UNY, h. 3.
46
Fathiye Karsli dan Cigdem Sahin, op. cit., h. 3.
47
Poppy Kamalia Devi, dkk., Pengembangan Perangkat Pembelajaran, (Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan IPA, 2009), h. 32.
(40)
sering digunakan dalam kegiatan praktikum yang berisikan petunjuk-petunjuk praktikum serta latihannya. LKS praktikum mampu melatih dan mengembangkan keterampilan proses sains siswa karena di dalamnya terdapat petunjuk praktikum yang merupakan tahapan dari pendekatan keterampilan proses sains.
b. Fungsi dan Tujuan Lembar Kerja Siswa
Menurut Andi Prastowo, LKS merupakan bahan ajar yang penting, hal ini dikarenakan LKS memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik,
namun lebih mengaktifkan siswa,
b. Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk
memahami materi yang diberikan,
c. Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih, dan
d. Memudahkan pelaksana kegiatan pengajaran kepada peserta
didik.48
Adapun tujuan dari penyusunan LKS menurut Andi Pratowo adalah sebagai berikut:
a. Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk
berinteraksi dengan materi yang diberikan,
b. Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta
didik terhadap materi yang diberikan,
c. Melatih kemandirian belajar peserta didik, dan
d. Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta
didik. 49
c. Penyusunan Lembar Kerja Siswa
Menurut Fethiye Karsli dan Cigdem Sahin, terdapat beberapa langkah dalam memnyusun lembar kerja siswa (LKS), yaitu:
48
Prastowo, op.cit., h. 205.
49
(41)
1) Menentukan topik
2) Memilih keterampilan proses sains yang ingin dikembang kepada
siswa
3) Membuat draft lembar kerja siswa (LKS) sebagai persiapan
4) Mengkonsultasikan LKS yang telah disusun kepada para ahli
5) Merevisi LKS sesuai dengan saran dari para ahli
6) Mengujicobakan LKS kepada siswa50
Adapun LKS yang disusun harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar menjadi LKS yang berkualitas baik. Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis dikutip oleh Eli Rohaeti, dkk., syarat-syarat didaktik, konstruksi dan teknis yang harus terpenuhi antara lain:
a. Syarat didaktik : mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat
universal dapat digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai. LKS lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep dan yang terpenting dalam LKS ada variasi stimulus melalui media dan kegiatan siswa.
b. Syarat konstruksi : berhubungan dengan penggunaan bahasa,
susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran dan kejelasan dalam LKS.
c. Syarat teknis : menekankan pada tulisan, gambar, dan penampilan
dalam LKS. 51
Menurut Eli, dkk., untuk menilai LKS tersebut baik atau tidak terdapat beberapa kriteria yang terbagi atas 10 aspek, yaitu:
1) Aspek pendekatan penulisan
2) Aspek kebenaran konsep biologi
3) Aspek kedalaman konsep
4) Aspek keluasan konsep
5) Aspek kejelasan kalimat
6) Aspek kebahasaan
50
Karsli, op. cit., h. 4.
51
(42)
7) Aspek penilaian hasil belajar
8) Aspek kegiatan siswa/percobaan biologi
9) Aspek keterlaksanaan
10)Aspek penampilan fisik52
d. Sistematika Penyusunan Lembar Kerja Siswa
Menurut Germann dikutip oleh Nuryani Rustaman, LKS hendaknya mencakup beberapa aspek, yaitu tujuan kegiatan, latar belakang atau dasar teori praktikum, alat dan bahan, cara kerja, cara perangkaian alat, penafsiran hasil pengamatan, analisis dan penerapan
konsep, dan pembuatan kesimpulan.53
Sistematika LKS umumnya terdiri dari judul, pengantar, tujuan, alat bahan, langkah kerja, kolom pengamatan, dan pertanyaan. Berikut penjelasan lengkapnya:
1) Pengantar : berisi uraian singkat mengenai materi pelajaran
(konsep-konsep IPA) yang dicakup dalam praktikum
2) Tujuan : memuat tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang
diungkapkan di pengantar
3) Alat dan bahan : memuat alat dan bahan yang diperlukan pada
praktikum
4) Langkah kegiatan : berisi intruksi untuk melakukan kegiatan
praktikum, dapat berupa langkah kerja yang sistematik ataupun gambar
5) Tabel pengamatan : berisi tabel-tabel untuk mencatat data hasil
pengamatan selama praktikum
6) Pertanyaan : berisikan pertanyaan yang bertujuan untuk
mengarahkan siswa memahami konsep yang dikembangkan atau
mempeoleh kesimpulan dari praktikum yang dilaksanakan54
52
Ibid., h .9.
53
Nuryani Rustaman, Strategi Pembelajaran Biologi, (Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2007), h. 28.
54
(43)
Menurut Fethiye Karsli dan Cigdem Sahin, dalam LKS berbasis keterampilan proses sains terdapat beberapa komponen penting yang harus tercantum dalam LKS tersebut, yaitu:
1) Gambar kartun untuk menarik perhatian siswa yang berisi
informasi tentang praktikum yang akan dilaksanakan
2) Alat dan bahan yang ditampilkan dalam bentuk gambar sehingga
siswa harus menuliskannya. Selain itu, pertanyaan tentang rancangan percobaan yang akan dilakukan
3) Menuliskan aktivitas siswa seperti menurumuskan hipotesis
tentang percobaannya, mengidentifikasi variabel-variabel yang digunakan dalam percobaan, mengobservasi, mencatat data dalam bentuk tabel dan grafik, menginterpretasikan grafik, dan membandingkan rumusan hipotesis dengan hasil percobaan
tersebut.55
e. Jenis-jenis Lembar Kerja Siswa (LKS)
Menurut Poppy Kamalia, dkk. membagi LKS menjadi dua jenis, yaitu LKS eksperimen dan LKS non-eksperimen. LKS untuk eksperimen berupa lembar kerja yang memuat petunjuk praktikum yang menggunakan alat-alat dan bahan-bahan. Sedangkan LKS non-eksperimen berupa lembar kegiatan yang memuat teks yang menuntun siswa melakukan kegiatan
diskusi suatu materi pembelajaran.56
Menurut Andi Prastowo, jenis-jenis LKS berkaitan dengan maksud dan tujuan dari LKS tersebut, berikut lima macam LKS yang umumnya digunakan oleh peserta didik:
1) LKS yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep
2) LKS yang membantu peserta didik menerapkan dan
mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan
3) LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar
55
Karsli, loc.cit.
56
(44)
4) LKS yang berfungsi sebagai penguatan
5) LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum57
Dikarenakan LKS ini sangat merekat dengan model pembelajaran inkuiri, sebagian berpendapat bahwa LKS ini terbagi atas LKS inkuiri terstruktur dan LKS inkuiri terbimbing.
Lembar kerja siswa (LKS) terstruktur merupakan LKS yang secara rinci menjelaskan kegiatan praktikum yang akan dilaksanakan. LKS terstruktur sudah tercantum judul dan tujuan praktikum, alat dan bahan, serta langkah kerja praktikum. Siswa hanya dituntut untuk menuliskan hasil dan kesimpulan dari kegiatan praktikum.
Isi dari lembar kerja siswa (LKS) terbimbing tidak serinci LKS terstruktur. LKS terbimbing hanya mencantumkan judul dan tujuan praktikum, serta alat dan bahan, tidak ada penjelasan mengenai langkah kerja praktikum. LKS terbimbing menuntut siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam kegiatan praktikum terutama dalam merancang percobaan dengan alat dan bahan yang sudah ditentukan, tetapi siswa berhak untuk mendapatkan bimbingan secara lisan dari guru.
6. Konsep Fotosintesis
Salah satu ciri khusus tumbuhan hijau yaitu memiliki kemampuan dalam menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta dianabolisme di dalam tubuh tumbuhan. Sebagian besar tumbuhan tinggkat tinggi tergolong organisme autotrof, yaitu makhluk hidup yang mampu mensintesis senyawa organik sendiri. Senyawa organik dibentuk
oleh tumbuhan hijau merupakan hasil dari proses fotosintesis.58
Fotosintesis merupakan proses anabolisme senyawa anorganik yaitu
karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) menjadi senyawa organik yaitu
57
Prastowo, op. cit., h. 208-211
58
Djoko Arisworo, Yusa, dan Nana Sutresna, Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama, (Bandung: Grafindo, 2007), h. 107.
(45)
karbohidrat (C6H12O6) dan oksigen (O2) dengan bantuan cahaya matahari.59 Proses fotosintesis ini hanya dapat dilakukan oleh tumbuhan yang memiliki klorofil. Hal ini dikarenakan klorofil yang berperan dalam menangkap cahaya dan tempat terjadinya proses fotolisis.
Proses fotosintesis terjadi pada kloroplas dengan dua tahap reaksi, yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Reaksi terang terjadi pada tilakoid (grana) berlangsung proses fotolisis air (penguraian air), sehingga dihasilkan oksigen
(O2), ATP, dan NADPH2. Sedangkan reaksi gelap terjadi pada stroma
berlangsung proses pembentukan amilum dari ATP dan NADH yang berasal
dari reaksi terang.60 Berikut reaksi kimia dari proses fotosintesis:
6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2
Proses fotosintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
a) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang dipengaruhi dari dalam organisme tersebut, seperti kadar klorofil, morfologi daun dan stomata. Semua faktor tersebut mempengaruhi proses penyerapan cahaya matahari oleh daun. Semakin banyak kadar klorofil maka semakin cepat proses fotosintesis berlangsung. Jika pembukaan stomata besar maka semakin cepat proses fotosintesis.
b) Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar organisme tersebut, seperti suhu, mineral, cahaya matahari, karbon dioksida dan air.
59
Istamar Syamsuri, Biologi untuk SMA Kelas XII Semester1, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 41.
60
Sumarjito, Panduan Belajar Kelas 12 SMA IPA, (Yogyakarta: Primagama, 2007), h. 10 cahaya
(46)
1) Suhu
Fotosintesis pada umumnya berlangsung pada suhu antara 6°C-50°C. Jika kurang atau lebih dari suhu tersebut fotosintesis tidak dapat berlangsung. Hal ini dikarenakan suhu mempengaruhi kerja enzim pada tumbuhan hijau tersebut.
2) Mineral
Kecepatan fotosintesis dipengaruhi oleh beberapa bahan mineral. Mineral-mineral tersebut mempengaruhi pembentukan klorofil, contoh magnesium (Mg) dan besi (Fe).
3) Cahaya matahari
Cahaya matahari komponen penting dalam proses fotosintesis, tanpa cahaya matahari proses fotosintesis tersebut tidak dapat berlangsung karena cahaya berperan dalam mengaktifkan klorofil. Selain itu, cahaya matahari berpengaruh dalam proses membuka dan menutupnya stomata, sehingga mempengaruhi kadar karbon dioksida yang tersedia.
4) Karbon dioksida
Seperti penjelasan di atas, kadar karbon dioksida dipengaruhi oleh besarnya pembukaan stomata, semakin besar pembukaan stomata maka semakin besar pula karbon dioksida yang masuk, sebaliknya semakin kecil pembukaan stomata maka semakin kecil pula karbon dioksida yang masuk. Kadar karbon dioksida yang tinggi berdampak semakin cepat proses fotosintesis.
5) Air
Turunnya kadar air di dalam tubuh tumbuhan mempengaruhi pembukaan stomata menjadi lebih kecil dan hal tersebut mempengaruhi kadar karbon dioksida yang masuk menjadi sedikit,
sehingga proses fotosintesisnya pun akan menuurun.61
Proses fotosintesis dibuktikan oleh beberapa ilmuan, yaitu Ingenhouz (1792), Engelman (1822), dan Sachs (1860).
61
(47)
a) Ingenhouz
Tujuan : membuktikan bahwa pada fotosintesis dihasilkan oksigen
Objek : tanaman air Hydrilla verticillata
Hasil : tanaman air yang ditutup dengan corong terbalik dan
ditempatkan di bawah sinar matahari, maka timbullah gelembung-gelembung gas (oksigen)
b) Engelman
Tujuan : membuktikan pada fotosintesis mutlak diperlukan klorofil
Objek : ganggang Spyrogira dan bakteri oksigen
Hasil : hanya kloroplas yang terkena sinar yang melepaskan
oksigen, hal ini terbukti dengan berkerumunnya bakteri oksigen di sekitar tempat yang terkena sinar
c) Sachs
Tujuan : membuktikan bahwa pada fotosintesis dihasilkan amilum
Objek : daun yang sebagian ditutup dan larutan iodium
Hasil : daun yang menjadi objek dimasukkan air panas,
kemudian ke alkohol dan ke larutan iodium. Hasilnya adalah daun yang tidak ditutup berwarna hitam dan yang tertutup tidak berwarna
hitam.62
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Naeli Zakiyah dengan judul pengaruh pendekatan inkuiri terstruktur tehadap keterampilan proses sains siswa pada konsep sistem pernapasan manusia menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa di MTs. Yasti 1 Cisaat, Sukabumi, hal ini dibuktikan dengan uji-t pada taraf signifikansi 5% yang diperoleh hasil thitung 14,74 dan ttabel 1,99 maka thitung > ttabel.63
62
Sumarjito, op.cit., h. 11
63
Naeli Zakiyah, “Pengaruh Pendekatan Inkuiri Terstruktur Tehadap Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Konsep Sistem Pernapasan Manusia”. Skripsi pada FITK UIN Jakarta, Jakarta, 2011, h. 60, tidak dipublikasikan.
(48)
Penelitian yang dilakukan oleh Sandra Dewi dengan judul pengaruh model pembelajaran inkuiri terstruktur terhadap keterampilan proses sains siswa pada konsep sistem pencernaan manusia yang menunjukkan adanya pengaruh model pembelajaran tersebut terhadap keterampilan proses sains siswa di MTs
Tangerang II Pamulang dengan analisis data posttest diperoleh dari hasil thitung
sebesar 24,1509 dan ttabel sebesar 2,02.64
Penelitian yang dilakuakan oleh Rulita Purnaningtyas dengan judul pengembangan lembar kerja siswa (LKS) IPA terpadu berbasis inkuiri terbimbing
(guided inquiry) dengan tema “asyiknya berolahraga dan berkeringat” guna
mengembangkan keterampilan proses sains siswa SMP N 1 Klaten menunjukkan bahwa LKS berbasis terbimbing mampu meningkatkan keterampilan proses sains pada aspek menggunakan alat-alat praktikum (15%), menyusun hipotesis (6%),
melakukan penyelidikan (5%), dan menarik kesimpulan (43%).65
Penelitian yang dilakukan oleh Nurrokhmi Latifatun dengan judul peningkatan keterampilan proses sains dalam pembelajaran IPA terpadu materi fotosintesis dengan metode percobaan di kelas VIII C SMP N 1 Seyegan menunjukkan adanya peningkatan keterampilan proses sains pada aspek observasi (28,58%), klasifikasi (42,85%), prediksi (5,72%), inferensi (2,85%), dan
komunikasi (25,71%).66
C. Kerangka Berpikir
Pendidikan IPA memiliki tujuan yang cukup kompleks, selain untuk mengembangkan pengetahuan, siswa pun dapat mengembangkan keterampilan proses sains. Keterampilan ini merupakan keterampilan yang berguna dalam kehidupan nyata, terutama dalam menyelesaikan masalah. Berpikir kritis,
64
Sandra Dewi, “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur Terhadap
Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Konsep Sistem Pencernaan Manusia“,Skripsi pada FITK UIN Jakarta, Jakarta, 2012, h. 61, tidak dipublikasikan.
65
Rulita Purnaningtyas, “Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) IPA Terpadu Berbasis Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Dengan Tema “Asyiknya Berolahraga Dan Berkeringat” Guna Mengembangkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP N 1 Klaten”, Skripsi
pada FMIPA Universitas Negeri Yogtakarta, 2012, h. 42, tidak dipublikasikan.
66
Nurrokhmi Latifatun, “Peningkatan Keterampilan Proses Sains Dalam Pembelajaran IPA Terpadu Materi Fotosintesis Dengan Metode Percobaan Di Kelas VIII C SMP N 1 Seyegan”,
(49)
sistematis, mandiri, dan interaktif. Dengan mengembangkan keterampilan ini akan meningkatkan kualitas pemikiran manusia dan manusia akan mengembangkan negara tempat berpijaknya.
Salah satu alternatif model pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan proses sains adalah inkuiri, dimana siswa diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri pengetahuan yang sedang dibangun. Pembelajaran inkuiri ini tidak hanya menghapal suatu konsep yang sudah ada, siswa memiliki pengalaman langsung dalam menemukan konsep tersebut.
Berdasarkan jenisnya, model pembelajaran inkuiri terbagi atas inkuiri terstruktur dan inkuiri terbimbing. Kedua model pembelajaran ini memiliki perbedaan dalam peranan siswa selama proses pembelajaran. Dikarenakan hal tersebut memungkinkan adanya keterampilan proses sains yang muncul pada siswa. Dalam pembelajaran inkuiri dibutuhkan suatu bahan ajar yang berfungsi sebagai alat bantu untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Media tersebut adalah lembar kerja siswa (LKS), yang kemudian LKS ini disesuaikan dengan model pembelajaran yang diterapkan.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis model inkuiri manakah yang lebih tepat untuk mengembangkan keterampilan proses sains pada siswa. Instrumen yang dirancang memuat konsep yang diajarkan oleh guru, yaitu fotosintesis. Oleh karena itu penulis hanya mengukur pengetahuan siswa terhadap keterampilan proses sains saja.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teoretis dan kerangka pikir, maka hipotesis penelitian
ini adalah “Terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa yang
menggunakan model pembelajaran inkuiri terstruktur lebih tinggi dari pada siswa
(50)
38 A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTs. Nurul Falah (Yanfa) Tangerang yang beralamat di Jl. Moh. Toha Km. 3,4 Sangiang, Priuk, Kota Tangerang, di kelas VIII Semester Genap pada bulan Februari 2013.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi Experimental Design atau Eksperimental Semu. Metode ini digunakan dengan tujuan untuk memperoleh pengaruh sebab-akibat dari perlakuan yang diberikan. Menurut Davis dikutip oleh Emzir menyatakan bahwa tujuan penelitan eksperimental adalah untuk
menetapkan hukum sebab-akibat dengan mengisolasi variabel kausal.1 Quasi
Experimental Design merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk membandingkan suatu kelompok, tetapi metode ini memiliki kelemahan yaitu
randomisasi.2
Desain penelitian yang digunakan adalah Pretest-Posttest Control Group Design.3 Dengan desain ini, baik kelompok eksperimen maupun kontrol dibandingkan, tetapi kelompok tersebut dipilih dan ditempatkan tanpa melalui randomisasi. Dalam penelitian ini, tidak ada yang berperan sebagai kelompok kontrol, kedua kelompok berperan sebagai kelompok eksperimen yang diberi perlakuan yang berbeda dan keduanya diberikan pretest dan posttest.
Meskipun desain ini memiliki sumber ketidakvalidan karena tidak adanya randomisasi, tetapi kemampuan maupun jumlah sampel yang digunakan hampir setara. Pretest-posttest yang diberikan berupa soal keterampilan proses sains, hal ini dikarenakan variabel terikatnya adalah keterampilan proses sains siswa. Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen pertama yaitu LKS inkuiri
1
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), h. 63.
2
Ibid., h. 102.
3
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 116
(51)
terstruktur, sedangkan kelompok eksperimen kedua yaitu LKS inkuiri terbimbing. Berikut design yang digunakan dalam penelitian ini:
Tabel 3.1. Pretest-Posttest Control Group Design
Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test
Eksperimen 1 T1 X1 T2
Eksperimen 2 T1 X2 T2
Keterangan : X1 : perlakuan berupa pemberian LKS terstruktur
X2 : perlakuan berupa pemberian LKS terbimbing
T1 : tes awal yang sama pada kedua kelompok (pretest)
T2 : tes akhir yang sama pada kedua kelompok (posttest)
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.4 Populasi dalam penelitian
ini adalah siswa/i MTs. Nurul Falah (Yanfa) Tangerang tahun ajaran 2012-2013 yang terdiri dari 15 kelas.
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.5 Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua kelas yaitu kelas VIII-B MTs. Nurul Falah. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random sampling
yaitu teknik penentuan sampel dengan cara diacak.6 Sehingga didapatkan kelas
VIII-B (kelompok eksperimen I) adalah sampel dengan siswa/i yang diberikan LKS terstruktur dan kelas VIII-A (kelompok eksperimen II) adalah sampel dengan siswa/i yang diberikan LKS terbimbing selama proses pembelajaran.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari penelitian berupa keterampilan proses sains
siswa yang diperoleh melalui pretest-posttest dan observasi. Pretest-posttest
berupa tes uraian untuk mengukur dan membandingkan keterampilan proses sains
4
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), h. 115.
5
Ibid, h. 117
6
(52)
siswa sebelum dan setelah pemberian perlakuan yaitu penggunaan LKS inkuiri terstruktur dan LKS inkuiri terbimbing.
Observasi dilakukan untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa pada saat proses pembelajaran. Terdapat dua observer masing-masing mengobservasi tiga kelompok dalam satu kelas. Berikut sumber data, jenis data, teknik pengumpulan data, dan instrument penelitian yang diperoleh di lapangan.
Tabel 3.2. Teknik Pengumpulan Data Sumber
Data Jenis Data
Teknik Pengumpulan Data
Instrumen Penelitian
Siswa Hasil tes KPS siswa Pretest dan posttest Butir soal uraian
Siswa Aktifitas KPS siswa Observasi Lembar observasi
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu tes keterampilan proses sains (KPS) dan lembar observasi.
1. Tes Keterampilan Proses Sains (KPS)
Tes yang digunakan berupa tes uraian yang mengacu pada beberapa apek keterampilan proses sains (KPS). Aspek KPS yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari kemampuan observasi, membuat hipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, interpretasi, penerapan konsep, dan komunikasi. Tes uraian yang diberikan sebanyak 16 soal, masing-masing soal diberi skor 1-4 disesuaikan dengan tingkat kesukaran dan ranah kognitif setiap soal. Berikut kisi-kisi instrument yang digunakan dalam penelitian ini:
Tabel 3.3. Kisi-Kisi Keterampilan Proses Sains
No. Aspek KPS Indikator RPP Indikator KPS Nomor Soal
Skor Max
1 Observasi Mengidentifikasi
reaksi pada proses fotosintesis melalui kegiatan
Menggunakan
sebanyak mungkin indera
(53)
No. Aspek KPS Indikator RPP Indikator KPS Nomor Soal
Skor Max praktikum
2 Berhipotesis Merumuskan
hipotesis melalui kegiatan praktikum Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah
2, 12 4
3 Merencanakan
percobaan Menentukan rancangan praktikum untuk menguji hipotesis Menentukan alat/bahan/sumb er yang akan digunakan
Menentukan apa
yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja Menentukan variabel/faktor penentu 3 8 15 1 1 1
4 Menggunakan
alat/bahan Melakukan kegiatan praktikum untuk memperoleh informasi Mengetahui bagaimana menggunakan alat/bahan Memakai alat/bahan 4 11 1 1
5 Interpretasi Mendiskusikan
kesimpulan dari hasil kegiatan praktikum
Menyimpulkan 5, 9, 16 3
6 Menerapkan
Konsep
Menggambarkan data empiris dari hasil kegiatan praktikum Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan yang sedang terjadi Menerapkan 6 14 3
(54)
No. Aspek KPS Indikator RPP Indikator KPS Nomor Soal
Skor Max konsep yang
telah dipelajari dalam situasi baru
7 Berkomunikasi Mengkomunikasi
kan hasil kegiatan praktikum
Mengubah
bentuk penyajian
Menggambarka
n data empiris hasil percobaan atau
pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram
7
10
4
4
2. Lembar Observasi
Observasi merupakan alat penilaian untuk mengukur tingkah laku individu/kelompok ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat
diamati.7 Lembar observasi ini berkenaan dengan sikap siswa selama
melakukan proses pembelajaran untuk mengukur KPS siswa. Keterampilan proses sains yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari kemampuan observasi, membuat hipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, interpretasi, penerapan konsep, dan komunikasi.
E. Uji Coba Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas
Uji validitas bertujuan untuk mengukur sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur atau instrument dalam melakukan fungsi ukurnya.8
7
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 84.
8
Ahmad Sofyan, et.al., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 105
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)