PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PERUMAHAN MODEL KLASTER (CLUSTER) TERHADAP PENGIKLANAN YANG TIDAK BENAR (Studi di Perumahan Pesona Rajabasa Bandar Lampung)

(1)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PERUMAHAN

MODEL KLASTER (CLUSTER) TERHADAP PENGIKLANAN

YANG TIDAK BENAR

(Studi di Perumahan Pesona Rajabasa Bandar Lampung) Oleh

Dian Anggraeni

Saat ini salah satu tipe perumahan yang sedang berkembang dan digemari oleh masyarakat di Bandar Lampung adalah perumahan dengan tipe Klaster (Cluster), PT Karya Dhika Mandiri merupakan salah satu pelaku usaha yang menciptakan perumahan model klaster dengan nama Perumahan Pesona Rajabasa. Sistem pemasarannya melalui pengiklanan atau brosur, namun nyatanya informasi yang diiklankan ternyata terdapat ketidaksesuaian. Penelitian ini akan mengkaji tentang hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen perumahan, bentuk-bentuk pelanggaran hak konsumen dan upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif-empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara Direktur PT Karya Dhika Mandiri dan konsumen perumahan, sedangkan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier serta pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Pengolahan data dilakukan dengan cara editing, klafikasi data, dan sistematisasi data, kemudian data tersebut dianalisis dengan secara kualitatif dan dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa hubungan hukum antara pengembang dan konsumen lahir saat terjadinya transaksi jual beli sesuai Pasal 1457 KUHPerdata dan berdasarkan perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata yang telah disepakati kedua belah pihak. Sementara itu bentuk-bentuk pelanggaran hak konsumen yang dilakukan PT Karya Dhika Mandiri ialah pelanggaran terhadap Pasal 17 huruf a dan c Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) yaitu mengenai pelaku usaha dilarang memprosuksi iklan yang tidak benar bahkan yang mampu menyesatkan. Upaya hukum yang dilakukan konsumen perumahan Pesona Rajabasa yang dirugikan ialah melalui


(2)

Dian Anggraeni

upaya perdamaian dengan cara perundingan secara musyawarah dan mufakat antar para pihak yang bersangkutan. Apabila tidak menemui jalan keluar maka dapat diselesaikan melalui instansi yang berwenang seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) namun jika dinyatakan tidak berhasil juga maka dapat mengajukan gugatan ke pengadilan setempat.

Kata kunci: Perlindungan Konsumen, Rumah Klaster (Cluster), Iklan yang tidak Benar.


(3)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PERUMAHAN

MODEL KLASTER (CLUSTER) TERHADAP PENGIKLANAN

YANG TIDAK BENAR

(Studi di Perumahan Pesona Rajabasa Bandar Lampung)

Oleh

Dian Anggraeni

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

1. Tim Pengtrji

'

'Ketua

,

',,, :

Dr. Hamzah,

$.[.,

FI.H.

Sekretati{Anggota

:{[

,,ZaI

ll,,$Jtr ,

[I.[.

Penguji Utama

s.[.,.![.t].

oo5

rangglf

Lulus

IIem

Slrripsi

:20{prll

?oE5

,ffia

7*?4L--Hcrrendl,

1109 198705

r


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Dian Anggraeni. Penulis dilahirkan di Rawajitu, pada tanggal 6 Mei 1993 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan bapak Suherman dan ibu Kamsiah.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal di Pringsewu pada tahun 1998, Sekolah Dasar Negeri I Wates Gadingrejo Kabupaten Pringsewu pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Karya Bhakti Pringsewu pada tahun 2005 sampai 2008, dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gadingrejo pada tahun 2011. Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada saat memasuki bangku perkuliahan, penulis mengikuti Organisasi Fakultas yaitu Organisasi Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH) dan penulis terdaftar sebagai anggota tetap UKMF PSBH tahun 2011.


(7)

PERSEMBAHAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya, sehingga saya mampu menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul: “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI

KONSUMEN PERUMAHAN MODEL KLASTER (CLUSTER)

TERHADAP PENGIKLANAN YANG TIDAK BENAR”

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan dalam menempuh Sarjana Strata 1 (S1) pada Universitas Lampung. Saya menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan tidak terlepas dari kekurangan, karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman saya. Oleh karena itu, penulis akan menerima dengan senang hati segala saran dan kritik yang bersifat membangun.

Dan dengan perasaan yang tulus dan ikhlas, sebagai tanda kenang-kenangan dan sebagai tanda cinta kasih, skripi ini penulis persembahkan kepada :

a. Bapak dan Ibuku tercinta, yang dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan telah membesarkan, mendidik, mendorong dan menghantarkan ke pintu keberhasilanku.


(8)

b. Kepada kakakku, kakak iparku dan adikku tercinta, yang telah banyak memberiku dorongan dan motivasi demi kelancaran studiku ini.

c. Kepada seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan akan kesuksesanku. d. Serta baktiku juga untuk Almamater Universitas Lampung tercinta.


(9)

MOTO

o Hope for the best but prepare for the worst

o Now or never

o Jangan mau karena bisa namun bisalah karena mau.


(10)

SANWACANA

Bismillahirrohmaanirrohim,

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Perumahan Model Klaster (Cluster) Terhadap Iklan Yang Tidak Benar (Studi di Perumahan Pesona Rajabasa Bandar Lampung)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Negeri Lampung.

Saya menyadari dalam skripsi ini masih banyak kekurangan, namun saya berharap skripsi ini dapat berguna bagi diri saya sendiri, pembaca, serta dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang perlindungan hukum bagi konsumen perumahan.

Penyelesaian penelitian ini merupakan usaha saya yang tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan terimakasih setulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M. Hum., Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(11)

3. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H., Pembimbing I yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Ahmad Zazili, S.H., M.H., Pembimbing II yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Yennie Agustin, S.H.,M.H., Pembahas I yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.

6. Bapak Depri Liber Sonata, S.H., M.H., Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.

7. Ibu Nilla Nargis, S.H., M.Hum., Pembimbing Akademik yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Unversitas Lampung yang penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan kepada penulis selama menyelesaikan studi.

9. Secara khusus penulis ingin mengucapkan beribu terimakasih kepada keluargaku tercinta ibu, bapak, kakak, kakak ipar, adikku dan keponakanku yang senantiasa memberikan dukungan, kasih sayang, perhatian, dan yang selalu mendoakan serta mengharapkan keberhasilanku sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Mas Dika, mas Agam dan om Devitra yang telah memberikan izin dan segala informasi untuk melakukan riset serta membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.


(12)

11. Bunda widya, om dicky, bang sadam, yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, semangat dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Pak T.O.C.H Simanjuntak S.H., M.Hum. Ketua Pengadilan Negeri Kalianda, Pak hakim Wungu Putro Bayu Kumoro, S.H.,M.H yang telah melimpahkan, dukungan, doa, semangat, motivasi dan dorongan untuk segera menyelesaikan tugas skripsi ini.

13. Sahabat- sahabat terbaikku dari Sekolah Menengah Atas yuli, dianku, arum, lia, yori, terimakasih atas persahabatan yang indah ini.

14. Sahabat- sahabatku tersayang desy dwi katrin, ellyzabet berliana, dian tri puspa, dwi nur aulia, fitri agista, terimakasih atas persahabatan yang tulus dan dukungannya selama ini, semoga persahabatan terjalin selamanya.

15. Teman- teman seperjuangan yola, birsye, juju, caca, yama, imam, lia, andrian, arie, eka, arsah, bayu, miranti, prisca, dan seluruh teman-teman Hukum Keperdataan’ 11 yang tidak dapat disampaikan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan kerjasama, semoga kita semua sukses.

16. Teman-teman KKN Enggal Rejo Kabupaten Pringsewu, M. sadam, mifta, risky, nanda, fitri, keket, mba mel, nabila, vera, sabrin terimakasih atas kerjasama, kekompakan dan persahabatannya dan kebahagiannya.

17. Teman- teman bang fauzan, sodik azzar, romadoni, marselyna terimakasih atas bimbingan dan motivasi sehingga saya dapat menyelesaikan tugas skripsi ini.


(13)

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, aamiin.

Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

SANWACANA ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Konsumen ... 9

1. Pengertian Konsumen, Perlindungan Konsumen, dan Pelaku Usaha ... 9

2. Asas Dan Tujuan Perlindungan Konsumen ... 10

3. Jenis- Jenis Perlindungan Hukum ... 13

4. Sengketa Konsumen dan Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 14

a. Sengketa Konsumen ... 14

b. Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 15

B. Perumahan dan Perusahaan Pengembang Perumahan (Developer) .. 17


(15)

2. Perumahan Klaster (Cluster) ... 18

3. Pemasaran Perumahan ... 21

C. Tinjauan Umum Terhadap Pengiklanan ... 22

1. Iklan dan Promosi ... 22

2. Tujuan dan Makna Iklan ... 24

3. Iklan yang Tidak Benar ... 25

D. Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha dan Konsumen ... 28

E. Akibat Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha dan Konsumen ... 29

F. Perjanjian Jual Beli Rumah ... 29

1. Pengertian Perjanjian ... 29

2. Pengertian Jual Beli ... 30

3. Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah ... 31

4. Tahap-Tahap dalam Pembelian Rumah ... 32

5. Dokumen- Dokumen Hukum yang Timbul dari Perjanjian Jual Beli Rumah ... 33

G. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ... 33

H. Larangan-larangan bagi Pelaku Usaha ... 36

I. Kerangka Pikir ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 42

B. Tipe Penelitian ... 42

C. Data dan Sumber Data ... 43

D. Lokasi Penelitian ... 45


(16)

F. Pengolahan Data ... 46 G. Analisis Data ... 46

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hubungan Hukum Perusahaan Pengembang Perumahan Dan

Konsumen sebagai Pengguna Jasa ... 47 1. Gambaran Umum Perusahaan ... 47 2. Pemasaran Perumahan ... 48 3. Prosedur Pembelian Rumah pada Pengembang/Developer

PT Karya Dhika Mandiri ... 49 4. Hubungan HukumPerusahaan Pengembang Perumahan dan

Konsumen sebagai Pengguna Jasa ... 51 B. Bentuk- Bentuk Pelanggaran Hak Konsumen oleh Pengembang

Perumahan ... 57 1. Bentuk- bentuk Pelanggaran Hak Konsumen menurut

Undang-Undang Perlindungan Konsumen ... 58 2. Prestasi dan Wanprestasi dalam Kontrak antara Pengembang

dan Konsumen ... 60 C. Upaya Hukum yang dapat ditempuh Konsumen dalam hal

terjadinya kerugian yang dilakukan oleh Pengembang Perumahan .... 71 1. Penyelesaian Sengketa Konsumen diluar Pengadilan ... 74 2. Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Pengadilan ... 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 83


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia memerlukan rumah sebagai tempat tinggal, tempat berteduh dan tempat berlindung untuk berkumpul bersama keluarga. Rumah berbentuk sebuah bangunan yang dapat menciptakan rasa aman dan nyaman bagi yang menempatinya. Tujuan pembangunan perumahan pun ditekankan pada pentingnya lingkungan yang sehat serta terpenuhinya kebutuhan akan sarana kehidupan yang memberi rasa aman, damai, tentram dan sejahtera. Tujuan ini menjadi harapan ideal dari setiap individu konsumen perumahan. Kendalanya kapasitas setiap individu sangat terbatas untuk memperoleh rumah yang sesuai dengan keinginan dan harapan, oleh karenanya ketika berbicara masalah perumahan maka tanggung jawab terhadap pemenuhan rumah yang layak bukan hanya menjadi tanggung jawab individu itu saja melainkan tanggung jawab pemerintah juga.

Memang telah ada Political Will dari Pemerintah untuk menyediakan perumahan, terutama yang ditujukan pada masyarakat berpenghasilan rendah, melalui pembangunan perumahan oleh Perum Perumnas (Developer Pemerintah). Walaupun demikian, laju kebutuhan masyarakat akan perumahan jauh melebihi kemampuan pemerintah. Selain itu tindakan nyata pemerintah dalam pengadaan


(18)

rumah adalah memberikan subsidi bunga untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dalam menyalurkan subsidi bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah menunjuk Bank sebagai penyalur kredit pemilikan rumah kepada masyarakat yang tidak mampu untuk membeli rumah secara tunai.1

Tingginya permintaan masyarakat terhadap pemilikan rumah menjadi peluang bagi perusahaan pengembang perumahan (developer) sebagai pasar potensial untuk meraih keuntungan. Namun terkadang dalam pemenuhan perumahan tidak diimbangi dengan kemampuan pengembang dalam menyediakan rumah siap huni

(ready stock), sehingga berkembang transaksi jual beli rumah dengan sistem

indent atau membeli rumah dengan cara memesan terlebih dahulu. Dalam hal ini

penggunaan istilah indent adalah untuk mengartikan memesan terlebih dahulu dengan memberi uang jadi/uang muka untuk membeli rumah yang belum ada (belum didirikan/belum di bangun). Dalam transaksi rumah dengan sistem indent melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR), para pihak yang terlibat adalah konsumen, pengembang dan bank, dimana antara satu dengan yang lain terikat di dalam hubungan perjanjian.

Apabila dalam hal jual beli rumah antara pengembang dengan konsumen yang dilakukan dengan sistem indent (membeli rumah dengan cara memesan terlebih dahulu), menempatkan konsumen pada posisi yang tidak menguntungkan atau dirugikan. Konsumen mengeluarkan uang harga pembelian tetapi belum

1

Bank Dunia, 2006, Subsidi Perumahan. Nomor 3. http://siteresources.worldbank.org / Diakses pada tanggal 14 Desember 2014 pukul 01.20 WIB


(19)

menerima rumah yang dibelinya dari pengembang dan saat ini pemasaran yang dilakukan (developer) sangat tendensius, sehingga tidak jarang informasi yang disampaikan itu ternyata menyesatkan atau tidak benar, padahal konsumen sudah terlanjur menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan pengembang atau bahkan sudah akad kredit dengan Bank pemberi kredit pemilikan Rumah (KPR).

Pada era modern seperti saat ini banyak (Developer) yang mengembangkan usahanya dengan menciptakan berbagai model atau jenis perumahan, antara lain: Rumah Susun (Flat), Rumah Kota (Town House), Maisonet (Maisonette), Rumah teras bertingkat (Terrace House), Rumah Gandeng (Row House), Rumah kopel

(Semi Detached Houses ), Rumah deret ( Row Houses ), Apartemen dan Klaster

(Cluster).2

Saat ini salah satu tipe perumahan yang sedang berkembang dan digemari adalah perumahan tipe klaster (cluster), yaitu perumahan yang mengelompokkan suatu

style arsitektur bangunan rumah tinggal yang sama diperuntukkan bagi

masyarakat yang berkecenderungan memiliki gaya hidup modern. Kelebihan dari perumahan model klaster adalah kenyamanan dan keamanan, perumahan ini menggunakan sistem satu gerbang dengan keamanan 1 x 24 jam. Perumahan yang berkelompok dalam satu lingkungan ini memiliki desain rumah yang hampir sama dan identik dengan cerminan hunian modern, dimana dinding rumah yang satu dengan yang lain menempel dan pagar yang terbuka serta memiliki gaya hidup

2

Dlan Ruslan, Jenis-Jenis Rumah. http://ruslandelan.blogspot.com/2012/10/jenis-jenis-rumah.html Diakses pada 12 November 2014 pukul 01.15 WIB.


(20)

modern yang efektif, efisien, estetis, praktis, fungsional, multiguna, dan hemat energi.3

Di Bandar Lampung banyak pelaku usaha yang mengembangkan bisnisnya dibidang perumahan, salah satunya yaitu PT Karya Dhika Mandiri yang membangun suatu perumahan model klaster dengan nama Perumahan Pesona Rajabasa yang beralamat di Jl. Komarudin Rajabasa, Kelurahan Rajabasa Raya, Kecamatan Rajabasa. PT Karya Dhika Mandiri ini dimiliki oleh Andika Eka Kurniawan yang lahir di Magelang tanggal 16-08-1985 dengan modal tunggal berdiri pada tahun 2011 dengan Akta Pendirian No. 01 Tanggal 7 Juli 2011 yang disahkan oleh Helmi,SH Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Kota Bandar Lampung. PT Karya Dhika Mandiri telah menciptakan berbagai type perumahan bergaya cluster yaitu type 48/100, 50/120, 60/100, 68/104, dan 95/126.

Sistem penawaran perumahan Pesona Rajabasa dilakukan dengan mempergunakan iklan atau brosur. Dalam iklan atau brosur tersebut penawaran perumahan mencantumkan mengenai spesifikasi bangunan, tipe bangunan, harga, cara pembayaran, lokasi, kantor pemasaran, bonus, serta kelebihan - kelebihan yang ditawarkan lainnya. Namun, dalam kenyataannya, informasi yang telah dicantumkan oleh pengembang banyak ketidaksesuaian seperti: keterlambatan penyerahan rumah dari jadwal yang sudah ditentukan, kualitas spesifikasi teknis rumah yang rendah dan tidak sesuai dengan yang ada di brosur, perjanjian jual beli

3

Http://Eprints.Undip.Ac.Id/16348/1/Alfanita_Exacty_Okterina.Pdf Mengenai Pengaruh Gaya Hidup Modern Dan Persepsi Penghuni Terhadap Karakter Fisik Perumahan Cluster Di Kota Semarang. Di akses pada tanggal 12 November 2014, pukul 01.34 WIB.


(21)

yang tidak seimbang, belum adanya satpam/security, belum adanya CCTV 24 jam,

belum dibangunnya fasilitas sosial (fasos) dan fasiltas umum (fasum).

Perkembangannya periklanan saat ini tidak jarang melampaui batas-batas etika, kewajaran, kepatutan dan rasionalitas, sehingga aspek psikologi konsumenlah yang menjadi target pelaku usaha dalam memasarkan produknya. Penyesatan informasi produk barang dan jasa melalui iklan atau brosur tidak hanya berpotensi merugikan konsumen secara materiil bahkan lebih jauh dapat membahayakan kesehatan dan mengancam jiwa konsumen, serta menghilangkan kepercayaan konsumen terhadap informasi yang disampaikan pelaku usaha. Oleh karena itu, konsumen mempunyai hak untuk melakukan upaya hukum meminta pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap penyampaian iklan atau brosur yang tidak benar atau menyesatkan tersebut sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengenai hak-hak konsumen.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu diadakan penelitian dari aspek hukum keperdataan bidang perumahan dengan judul : “PERLINDUNGAN

HUKUM BAGI KONSUMEN PERUMAHAN MODEL KLASTER (CLUSTER) TERHADAP PENGIKLANAN YANG TIDAK BENAR” (Studi di Perumahan Pesona Rajabasa Bandar Lampung)

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka ada beberapa masalah yang dapat dirumuskan, yaitu :


(22)

1. Bagaimana hubungan hukum antara perusahaan pengembang perumahan dan konsumen sebagai pengguna jasa?

2. Apakah bentuk-bentuk pelanggaran hak konsumen oleh pengembang perumahan?

3. Bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen dalam hal terjadinya kerugian yang dilakukan oleh pengembang perumahan?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun lingkup permasalahannya adalah: a. Ruang lingkup keilmuan

Ruang lingkup kajian materi penelitian ini adalah ketentuan hukum mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan di Bandar Lampung. Bidang ilmu ini adalah hukum keperdataan, khususnya hukum Perlindungan Konsumen.

b. Ruang lingkup objek kajian

Ruang lingkup objek kajian adalah mengkaji tentang penerapan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pada suatu perusahaan perumahan (developer) tentang bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen rumah model klaster di Bandar Lampung terhadap pengiklanan yang tidak benar.

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini antara lain sebagai berikut :


(23)

a) Mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana hubungan hukum antara perusahaan pengembang (developer) dengan konsumen perumahan.

b) Mengetahui dan memahami bentuk-bentuk pelanggaran hak-hak konsumen oleh pengembang perumahan (developer) .

c) Mengetahui dan memahami bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen jika terjadi suatu kerugian yang diakibatkan oleh (developer).

2. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menunjang pengembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum keperdataan lebih dalam khususnya mengenai lingkup hukum perlindungan konsumen. Serta memberi gambaran isi dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen.

2. Kegunaan Praktis

a. Secara praktis penelitian ini dapat mengkaji ketentuan dalam UndangNo.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembang sebagai

pelaku usaha dan pembeli sebagai konsumen agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran sehingga terjadi akibat hukum atau kerugian yang diderita oleh konsumen.

c. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan informasi kepada yang ingin mengetahui dan mempelajari hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yaitu antara pelaku usaha dan konsumen dalam Undang-Undang


(24)

No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Peumahan dan Kawasan Permukiman.

d. Memberikan gambaran bagaimana ketentuan dalam mengatur hukum perlindungan konsumen.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Konsumen, Perlindungan Konsumen, dan Pelaku Usaha

Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disingkat UUPK, pengertian Konsumen adalah “Setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan’’.

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang menggunakan barang, tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.4

Az.Nasution mengartikan konsumen adalah “Setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk

4

Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Penerbit: Sinar Grafika.2008). hlm. 22.


(26)

memproduksi barang/jasa lain atau memperdagangkannya kembali (konsumen akhir)”.5

Sementara pengertian Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 angka (1) UUPK adalah “Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen. 6

Menurut Az. Nasution hukum perlindungan konsumen adalah hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen.7

Pengertian Pelaku Usaha menurut pasal 1 angka 3 UUPK adalah “Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi’’.

2. Asas, dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Asas hukum adalah kecenderungan yang memberikan sesuatu penilaian susila atau memberikan suatu penilaian yang bersifat etis terhadap hukum. Menurut

5

Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen

(Bandar Lampung: Universitas lampung, 2007), hlm. 54.

6

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 1.

6


(27)

Satjipto Rahardjo asas hukum mengandung tuntutan etis, merupakan jembatan antara peraturan dan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakat. 8

Asas-asas hukum dapat dibedakan pada dua tingkatan, yaitu mengatur asas-asas atau prinsip-prinsip hukum umum (the general principles of law) dan asas-asas hukum khusus.9

Ada lima asas perlindungan konsumen dalam Pasal 2 UUPK, yaitu:

1. Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas Keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas Keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/jasa yang dikonsumsi dan digunakan.

8

Armen Yasir, Hukum Perundang-Undangan (Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2007). hlm. 60.

9

M.Sadar, Taufik Makarao, Habloel Mawardi. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Jakarta: Citra Aditya, 2012). hlm. 154-155.


(28)

5. Asas Kepastian Hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Setiap peraturan perundang-undangan yang mengatur hubungan antara pelaku usaha dan konsumen harus mengacu dan mengikuti kelima asas tersebut, karena dijunjung tinggi dalam penyelenggaran perlindungan konsumen.

Perlindungan konsumen dalam Pasal 3 UUPK bertujuan untuk:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakai barang dan/ atau jasa.

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

6. Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.


(29)

Menurut Dedi Harianto tujuan perlindungan konsumen adalah melindungi konsumen dari dampak negatif kekuatan pasar yang cenderung dapat merugikan konsumen serta untuk melindungi hak-hak konsumen.10

Tujuan perlindungan konsumen mencakup aktivitas-aktivitas penciptaan dan penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen. Tujuan perlindungan konsumen disusun secara bertahap, mulai dari penyadaran hingga pemberdayaan. Pencapaian tujuan perlindungan konsumen tidak harus melalui tahapan berdasarkan susunan tersebut, tetapi dengan melihat urgensinya. Misal, tujuan meningkatkan kualiatas barang, pencapaiannya tidak harus menunggu tujuan pertama tercapai adalah meningkatkan kesadaran konsumen. Idealnya, pencapaian tujuan perlindungan konsumen dilakukan secara serempak.11

3. Jenis-jenis Perlindungan Hukum

Jenis-jenis Perlindungan Hukum ditinjau UUPK adalah bahwa perlindungan konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum terjadi transaksi (no conflict/pre

purchase) dan/atau pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post purchase).

Perlindungan Hukum terhadap konsumen yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no conflict/pre purchase) dapat dilakukan dengan cara :

a. Legislation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilakukan

pada saat sebelum terjadinya transaksi dengan memberi perlindungan kepada konsumen, melalui peraturan perundang-undangan tersebut diharapkan konsumen memperoleh hukum sebelum terjadi transaksi, karena telah ada

10

Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010). hlm.19.

11


(30)

batasan-batasan dan ketentuan-ketentuan yang mengatur transaksi antara konsumen dan pelaku usaha.

b. Voluntary Self Regulation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen

yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi, dimana dengan cara ini konsumen diharapkan secara suka rela membuat peraturan bagi dirinya sendiri agar lebih hati-hati dan waspada sebelum melakukan transaksi dengan pelaku usaha.

Sedangkan untuk perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilakukan pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post purchase) dapat dilakukan melalui jalur Pengadilan Negeri atau di luar Pengadilan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) berdasarkan pilihan para pihak yang bersengketa.12

4. Sengketa Konsumen dan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Sengketa konsumen

Sengketa konsumen oleh Az. Nasution diartikan sebagai keadaan atau peristiwa reaksi konsumen terhadap pengusaha dengan demikian sengketa konsumen muncul dalam relasi antara konsumen dan pelaku usaha. Selama ini, penyelesaian sengketa konsumen yang terjadi dilakukan melalui penyelesaian secara damai atau melalui lembaga atau instansi yang berwenang.

Sengketa konsumen dapat dilihat dari jenis pelanggaran yang dilakukan oleh konsumen atau pelaku usaha. Walaupun konsumen juga berpotensi melakukan

12

Indra Setya Budhi , Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Perumahan Atas Konstruksi Bangunan Rumah Ditinjau Dari Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Universitas Katolik Soegijapranata, Fakultas Hukum, Semarang, <www.hukum.unika.ac.id>, diakses pada14 Desember 2014.


(31)

pelanggaran, tetapi tidak menjadi (subject matter). Pelaku usahalah yang justru menjadi pusat perhatian (focus of interst). Setidaknya ada tiga jenis pelanggaran yang potensial dilakukan oleh pelaku usaha,yaitu:

1. Perbuatan atau tindakan pelaku usaha melanggar kepentingan dan hak-hak konsumen.

2. Produk yang dipasarkan oleh pelaku usaha melanggar ketentuan larangan UU. 3. Tanggung jawab yang harus dipikul oleh pelaku usaha.

Dalam implikasinya, ketiganya saling berkaitan sehingga sulit dipisahkan meskipun dalam realisasinya dapat dibedakan.13

Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) UUPK bahwa “Penyelesaian sengketa konsumen dapat di tempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”.

2. Penyelesaian Sengketa Konsumen

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyediakan fasilitas penyelesaian sengketa konsumen melalui:

1. Penyelesaian sengketa secara damai

Yang dimaksud penyelesaian secara damai adalah apabila para pihak yang bersengketa dengan atau tanpa kuasa/ pendamping memilih cara-cara damai untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Cara damai tersebut berupa perundingan secara musyawarah dan atau mufakat antar para pihak yang bersangkutan. Dengan cara penyelesaian sengketa secara damai ini, sesungguhnya ingin diusahakan bentuk penyelesaian yang mudah, murah, dan

13


(32)

(relatif) lebih cepat. Dasar hukum penyelesaian tersebut terdapat pula dalam KUHPerdata Indonesia (Buku Ke-III, Bab 18, pasal 1851- pasal 1858 tentang perdamaian/dading) dan dalam Pasal 45 ayat (2) jo. Pasal 47 UUPK.

2. Penyelesaian melalui lembaga atau instansi yang berwenang.

a. Di luar Pengadilan (melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) Penyelesaian di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadinya kembali kerugian yang diderita konsumen (Pasal 47 UUPK). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 47 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang. Konsumen yang ingin menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara di luar pengadilan maka bisa melakukan alternative resolusi masalah ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Hal tersebut diatur dalam Pasal 49 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen.

b. Di Pengadilan

Pada prinsipnya setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan umum, apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen secara damai dan penyelesaian di luar pengadilan (melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), maka gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang


(33)

bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana di atur dalam Undang-Undang.14

B. Perumahan dan Perusahaan Pengembang Perumahan (Developer)

1. Pengertian Perumahan dan Pengembang (Developer)

Menurut Pasal 1 angka (7) UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, “Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Sedangkan, menurut Pasal 1 angka 2 UU No 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman “Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari pemukiman, baik perkotaan maupun pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni”.

Menurut penjelasan UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pengadaan pembangunan atau penyelenggaraan rumah dan perumahan tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau setiap orang untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati dan memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Penyelenggaraan perumahan meliputi: a) perencanaan perumahan, b) pembangunan perumahan, c) pemanfaatan perumahan, dan d) pengendalian perumahan.

14


(34)

Dalam rangka menjamin penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang efektif dan efisien perlu didukung oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman. Pembinaan ini dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan atau Bupati atau Walikota untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan perumahan dan kawasan perumahan. Pembinaan dilakukan dalam lingkup perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.

Istilah developer berasal dari bahasa asing yang menurut kamus bahasa Inggris artinya adalah pembangun perumahan. Sementara itu menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan, disebutkan pengertian Perusahaan Pembangunan Perumahan yang dapat pula masuk dalam pengertian developer, yaitu: “Badan usaha yang berbentuk badan hukum yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan di atas areal tanah yang merupakan suatu lingkungan pemukiman yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat penghuni lingkungan permukiman.”

2. Perumahan Klaster (Cluster)

Perumahan model klaster adalah sebuah perumahan yang berkelompok dalam satu lingkungan dengan bentuk rumah yang serasi dimana dinding rumah yang satu dengan yang lain saling menempel dan pagar yang terbuka, perumahan ini juga menggunakan system satu gerbang dengan keamanan 1 x 24 jam. Rumah model


(35)

klaster mempunyai berbagai type sesuai dengan yang sudah disediakan oleh pengembang atau developer jika membeli rumah yang sudah jadi, atau sesuai dengan keinginan konsumen jika membeli rumah secara indent. Type perumahannya ada yang 48/100, 50/120, 60/100, 95/126 dan lain sebagainya.

Klaster (cluster) merupakan konsep perumahan tertutup yang hanya menggunakan satu akses (gate) untuk keluar dan masuk sehingga perumahan ini banyak digemari oleh masyarakat Indonesia, begitu juga masyarakat Lampung khususnya Bandarlampung. Penerapan satu akses ini memungkinkan semua mobilitas yang terjadi di dalam cluster tersebut dapat dipantau oleh petugas keamanan sehingga membuat penghuninya merasa nyaman dan aman. Kekhasan dari perumahan ini adalah seluruh wilayahnya dikelilingi oleh tembok tinggi dan hanya terdapat satu gerbang.

Konsep perumahan seperti ini dinilai pengembang dan konsumen lebih aman. Terbukti pada saat kerusuhan 1998 terjadi, perumahan dengan sistem cluster nyaris tak tersentuh para perusuh dan penjarah. Inilah yang kemudian membuat sistem rumah klaster banyak diminati konsumen menengah, karena dinilai lebih memberi rasa aman15

15

http://kampuzsipil.blogspot.com/2012/10/seputar-mengenai-rumah-cluster.html diakses pada tanggal 9 Oktober 2014 pukul 7.50. WIB


(36)

Perbedaan antara Perumahan Biasa dengan Perumahan Klaster (Cluster)

No Perumahan Biasa Perumahan Klaster

1. Tingkat keamanan masih rendah karena keamanan seperti CCTV 24 jam dan

security belum tentu ada.

Tingkat keamanannya tinggi karena menggunakan CCTV 24 jam dan Security.

2. Pintu akses mobilitas atau gerbang tidak ditentukan

Single gate / satu pintu akses yaitu 1 (satu) gerbang

3. Unit atau jumlah rumah tidak terbatas Esklusif karena unitnya terbatas 4. Kurangnya sosialisasi sesama warga Sosialisasi dan keakraban sesama

warga perumahan klaster lebih terjaga 5. Memerlukan dana lebih jika ingin

membuat pagar pribadi

Hemat karena tidak perlu membangun pagar pribadi.

6. Terbuka, adanya akses bagi pengendara umum sehingga membuat hiruk pikuk, bising dan debu di komplek perumahan

Tertutup, Sehingga tidak ada hiruk pikuk pengendara umum, relatif tidak bising, dan bisa meminimalisir debu.

7. Anak-anak tidak bisa leluasa bermain karena banyaknya kendaraan umum yang berlalu lalang

Memberikan keleluasaan bagi anak-anak dari lalu lalang kendaraan umum. Sehingga bisa bermain dengan nyaman di fasilitas umum yang disediakan 8. Tipe bangunan rumah satu dengan

perumahan lainnya berbeda-beda atau tidak seragam

Rapih dan serasi, karena hampir semua bangunan di ciptakan hampir sama atau seragam


(37)

3. Pemasaran Perumahan

Pemasaran adalah suatu proses di dalam kegiatan usaha yang bertujuan untuk merencanakan, mempromosikan, menetapkan harga, mendistribusikan serta menciptakan suatu produk yang diarahkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta keinginan konsumen sesuai dengan permintaan agar dapat diminati oleh banyak konsumen.

Alat pendukung penjualan yang sering digunakan dalam pemasaran produk perumahan yang dilakukan oleh pengembang atau developer yaitu bermacam-macam, yaitu melalui:

1. Melalui Pameran Properti yang dilakukan para event organizer biasanya diadakan di mall-mall, pameran adalah sarana menarik karena bisa, mempromosikan produk properti baru, memberikan tawaran khusus, sekaligus menjadi selling poin untuk produk properti.

2. Melalui Brosur adalah promosi barang atau jasa yang dengan menjualkan sebuah perusahan yang bergerak sebagai promosi pemasaran, brosur pada umumnya lebih lengkap dan jelas keterangannya dengan mencantumkan pihak pemasar, PT, atau pihak yang berkaitan dengan brosur tersebut, media untuk brosur biasanya berupa kertas saja.

3. Melalui Iklan yaitu dapat sebagai berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak/orang ramai tentang benda atau jasa yang ditawarkan melalui media massa, seperti surat kabar / koran, majalah dan media elektronik seperti radio, televisi dan internet.16

16

Tomi Faryadi, Pemasaran Properti,http://www.rumahmax.com/ BeritaProperti/25 /pemasaran-properti-baik-perumahan-atau-apartemen-tips-&-ide-indonesia, diakses pada 10 Januari 2015 pukul 23.50 WIB.


(38)

C. Tinjauan Umum Terhadap Pengiklanan

1. Iklan dan Promosi

Iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan melalui media, baik media elektronik ataupun cetak yang ditujukan kepada sebagaian atau seluruh masyarakat. Iklan dapat dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasaran, antara penjual dan calon pembeli.Dalam proses komunikasi itu iklan menyampaikan “pesan” dengan demikian menimbulkan kesan bahwa periklanan terutama bermaksud memberikan informasi yang tujuan terpentingnya adalah memperkenalkan sebuah produk atau jasa.

Iklan di identikan sebagai media promosi dan pengenalan bagi produk yang akan di produksi atau di jual ke masyarakat. Undang-Undang Nomor 8 Tahunn 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (6) menyebutkan : “Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan”. Di dalam menentukan bentuk- bentuk iklan, terlebih dahulu membedakan iklan menjadi 2 (dua) macam iklan, yaitu iklan media elektronik (televisi, radio, internet,dsb) dan non media elektronik (surat kabar, majalah,brosur)

Yurisprudensi di Indonesia, belum memberikan batasan secara tegas mengenai apa yang dimaksud dengan iklan. Tetapi, dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Juli 1972 No. 27 K/SIP/1972, dalam kasus S.P. de Boer vs N.V. Good

Year Sumatra Plantantions Ltd. Cs. Terlihat bahwa iklan memuat unsur- unsur


(39)

a) Pengumuman

b) Memuat kata- kata dan tentang format c) Untuk (mengejar) suatu maksud atau tujuan

d) Tentang patokan (tidak melampaui) batasan- batasan dari yang diperlukan.

Secara mendasar pengertian iklan sebagaimana dimaksud dalam yurisprudensi Mahkamah Agung telah mencakup unsur - unsur periklanan pada umumnya, yaitu berupa unsur pemberian informasi, unsur bentuk dan format iklan, unsur pencapaian tujuan bisnis (memperkenalkan atau meningkatkan penjualan produk), dan iklan tidak boleh melanggar aturan - aturan hukum yang berlaku untuk mencapai tujuan bisnisnya dengan mengorbankan kepentingan konsumen akan informasi yang benar dan jujur.17

Promosi merupakan alat komunikasi dan penyampaian pesan yang dilakukan baik oleh perusahaan maupun perantara dengan tujuan memberikan informasi mengenai produk, harga dan tempat. Informasi itu bersifat memberitahukan, membujuk, mengingatkan kembali kepada konsumen, para perantara atau kombinasi keduanya. Dalam promosi juga, terdapat beberapa unsur yang mendukung jalannya sebuah promosi tersebut yang biasa disebut bauran promosi.

Periklanan merupakan bagian dari bauran promosi dan salah satu dari alat yang paling umum yang digunakan oleh perusahaan untuk mengarahkan komunikasipersuasif pada pembeli sasaran dan masyarakat, oleh karena itu periklanan harus dirancang dengan tepat agar produk yang ditawarkan bener benar

17


(40)

dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Iklan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli, hal inilah yang membedakan iklan dengan pengumuman biasa.

2. Tujuan dan Makna Iklan

Pada pokoknya semua makna iklan itu dapat dibedakan dalam lima kategori,yaitu: 1) Informasi

Semua iklan berisikan informasi sebab mengiklankan sebenarnya berarti menginformasikan. Informasi yang ada pada iklan, yaitu segala hal mengenai apa (produk) yang diiklankan itu.

2) Ajakan atau undangan

Iklan dapat juga bermakna ajakan/undangan, yaitu mengajak atau mengundang masyarakat konsumen supaya datang memenuhi maksud dari pelaku usaha.

3) Pengaruh/bujukan

Selain berisikan informasi, iklan juga dapat berupa pengaruh/bujukan, yaitu mempengaruhi/membujuk masyarakat sedemikian rupa supaya mau membeli atau memakai/mengkonsumsi produk yang diiklankan.

4) Janji/jaminan

Selain itu, iklan dapat pula mengandung janji- janji dari pelaku usaha sedemikian rupa bahwa konsumen akan mendapatkan kemanfaatan/kegunaan tertentu lebih dari produk lainnya kalau memakai/mengkonsumsi produk yang diiklankan. Atau dapat juga berisikan sejumlah jaminan yang diberikan oleh pelaku usaha akan diperoleh konsumen kalau memakai/ mengkonsumsi produk yang ditawarkan.


(41)

5) Peringatan

Di samping makna iklan yang disebut di atas, iklan juga mungkin mengandung peringatan bagi konsumen akan kegunaan, kualitas, dan hal-hal lain dari produk yang diiklankan. Juga, peringatan mengenai kemungkinan dapat diperoleh di tempat tertentu, kemungkinan adanya barang tiruan.18

3. Iklan yang Tidak Benar.

Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia kata “tidak benar” berasal dari kata “tidak” yang berarti pengingkaran, penolakan, penyangkalan, sedangkan kata “benar” mengandung arti sebagaimana adanya (seharusnya). 19

Kewajiban pelaku usaha seperti pada ketentuan Pasal 7 huruf b UUPK adalah : “Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”. Kemudian menurut Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia, memuat asas - asas umum periklanan harus memuat: 1) Iklan harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. 2) Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan merendahkan martabat negara, agama, adat budaya, hukum, dan golongan. 3) Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat

Jika dikaitkan dengan hukum perlindungan konsumen dari Iklan barang dan jasa yang tidak benar atau menyesatkan, maka makna tidak benar atau menyesatkan dapat berarti tidak sesuai dengan fakta atas produk yang diiklankan atau kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

18

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006. hlm 244- 250.

19


(42)

Menurut Yusuf Shofie, iklan termaksud salah satu dari 5 (lima) sebab potensial yang dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen, yaitu:

a) Ketidaksesuaian iklan/ informasi produk dengan kenyataan

b) Produk tidak sesuai dengan standar ketentuan/ peraturan perundang- undangan

c) Produk cacat meskipun masih dalam masa garansi d) Sikap konsumtif konsumen

e) Ketidaktahuan konsumen tentang penggunaan produk.20

Kriteria iklan tidak benar bahkan yang menyesatkan apabila merujuk pada perspektif hukum positif di Indonesia antara lain yaitu :

a) Iklan yang mengelabui konsumen (misleading) mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, harga, tarif, jaminan dan garansi barang dan/atau jasa dimana pelaku usaha tidak bisa bertanggungjawab dan memenuhi janji- janji sebagaimana dinyatakan dalam iklan.

b) Mendeskripsikan/memberikan informasi secara keliru, salah, maupun tidak tepat (deceptive) mengenai barang dan/atau jasa.

c) Memberikan gambaran secara tidak lengkap (ommision) mengenai informasi barang dan/atau jasa.

d) Hal lain yang dilarang dan melanggar ketentuan hukum oleh pelaku usaha adalah memberikan informasi yang berlebihan (puffery) mengenai kualitas, sifat, kegunaan, kemampuan barang dan/atau jasa dan membuat perbandingan barang dan/atau jasa yang menyesatkan konsumen.

20

Yusuf Shofie. Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. (Bandung, PT Citra Aditya Bakti,2008). hlm. 89.


(43)

Pada dasarnya standar kriteria periklanan di Indonesia sedikit banyaknya telah disesuaikan dengan standar kriteria yang berlaku di negara-negara maju, misalnya di Amerika Serikat, yaitu dengan telah mempergunakan unsur-unsur fakta material sebagaimana tertuang dalam Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta konsumen rasional sebagaimana terdapat dalam Pasal 17 Ayat (1) huruf a dan b UUPK.Tetapi keberadaan fakta material dan konsumen rasional tersebut belum cukup jelas diatur dalam ketentuan perlindungan konsumen di Indonesia sehingga pada prakteknya belum secara tegas dijadikan sebagai dasar penentuan iklan tidak benar bahkan menyesatkan.

Di dalam hukum pidana tentang pemberian keterangan yang tidak benar dan menyesatkan melalui media iklan, memang tidak secara tegas disebutkan. Tetapi apabila ditinjau buku kedua KUHP Bab XXV (dua puluh lima), termuat berbagai ketentuan mengenai kejahatan perbuatan curang atau yang lebih dikenal dengan istilah penipuan, yang terdiri dari dua puluh pasal. Dalam dua puluh pasal tersebut secara terperinci disebutkan perbuatan-perbuatan yang dianggap sebagai penipuan, antara lain penipuan terhadap asuransi, persaingan curang, penipuan dalam jual beli, sampai kepada penipuan di bidang kepengacaraan. Setelah itu selain dapat dikenakan sanksi pidana pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 62 UUPK, pelaku usaha sesuai ketentuan Pasal 63 UUPK dapat pula diancam dengan hukuman tambahan, berupa: Perampasan barang tertentu, Pengumuman keputusan hakim, Pembayaran ganti rugi, Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, Kewajiban penarikan barang dari peredaran, Pencabutan izin usaha. Jadi pada dasarnya komponen pelaku usaha periklanan dapat dituntut kepengadilan untuk dimintai pertanggungjawaban atas


(44)

perbuatannya apabila ternyata iklan yang dibuat merugikan konsumen dengan alasan memberikan suatu informasi yang tidak benar bahkan menyesatkan dari informasi yang sebenarnya dari keadaan nyata suatu barang dan/atau jasa.

D. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen

Hubungan antara produsen dengan konsumen dilaksanakan dalam rangka jual beli. Menurut pasal 1457 KUHPerdata Jual beli adalah suatu perjanjian sebagaimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dalam pengertian ini, terdapat unsur-unsur: perjanjian, penjual dan pembeli, harga, dan barang.

Dalam hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen terdapat hubungan kontraktual (perjanjian). Jika produk menimbulkan kerugian pada konsumen, maka konsumen dapat meminta ganti kerugian kepada produsen atas dasar tanggung jawab kontraktual (contractual liability).21

Hubungan hukum konsumen dan pelaku usaha dapat bermacam-macam, yaitu hubungan yang setara atau sederajat dan tidak setara atau tidak sederajat; hubungan yang bersifat timbal-balik dan hubungan yang searah (satu arah) dan jamak arah.22

21

Soemali, Hubungan Antara Konsumen dan Produsen,

<www.soemali.dosen.narotama.ac.id>, diakses pada 10 Desember 2014 Pukul 23:09 WIB

22

Wahyu Sasongko, Dasar- Dasar Ilmu Hukum, (Bandar Lampung: Universitas Lampung. 2007), hlm.50.


(45)

E. Akibat Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen

Akibat hukum akan muncul apabila pelaku usaha tidak menjalankan kewajibannya dengan baik dan konsumen akan melakukan keluhan (complain) apabila hasil yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian pada saat transaksi jual beli yang telah dilakukan. Dalam suatu kontrak atau perjanjian apabila pelaku usaha dapat menyelesaikan kewajibannya dengan baik maka pelaku usaha telah melakukan prestasi, tetapi jika pelaku usaha telah lalai dan tidak dapat menyelesaikan kewajibannya dengan baik maka akan timbul wanprestasi. Wanprestasi atau cidera janji adalah tidak terlaksananya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati didalam kontrak. Tindakan wanprestasi ini membawa konsekuensi timbulnya hak dari pihak yang dirugikan, menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi atau penggantian. Ada tiga macam bentuk wanprestasi yaitu: wanprestasi tidak memenuhi prestasi, wanprestasi terlambat memenuhi prestasi, dan wanprestasi tidak sempurna memenuhi prestasi.23

F. Perjanjian Jual Beli Rumah 1. Pengertian Perjanjian

KUHPerdata menyebut perjanjian dengan istilah persetujuan. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, pengertian persetujuan dapat didefinisikan sebagai berikut : “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.”

23


(46)

Menurut Subekti suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan, antara dua orang yang membuatnya. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, karena perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hak yang konkrit atau suatu peristiwa.24

2. Pengertian Jual Beli

Dalam perjanjian jual beli rumah terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu penjual sebagai pihak yang menjual rumah dan konsumen sebagai pihak yang membeli rumah. Dalam pasal 1457 KUHPerdata Jual beli adalah: “Suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Jadi jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri dari sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Dari uraian di atas terlihat bahwa barang dan harga adalah merupakan unsur pokok dalam perjanjian jual beli. Kedua unsur tersebut juga ada dalam perjanjian jual beli rumah, yaitu rumah dan harga pembelian. Jika melihat kedua unsur yang terdapat dalam perjanjian jual beli rumah, dapat dikatakan bahwa perjanjian jual beli rumah tunduk pada asas konsesualisme yang dianut oleh KUHPerdata serta masih dalam lingkup hukum tanah Nasional yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 mengenai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

24


(47)

Pengertian konsensualisme adalah perjanjian jual beli sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah, mengikat dan mempunyai kekuatan hukum pada saat tercapainya kata sepakat mengenai barang dan harga pembelian antara penjual dengan konsumen. Menurut pasal 1458 KUHPerdata “Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum diserahkan”.

3. Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/1995 tanggal 23 Juni 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah. Objek pengikatan jual beli, yaitu: (a). luas bangunan rumah disertai dengan gambar arsitektur, gambar denah, dan spesifikasi teknis bangunan; (b). luas tanah, status tanah, beserta segala perijinan yang berkaitan dengan pembangunan rumah dan hak-hak lainnya; (c). lokasi tanah; (d). harga rumah dan tanah, serta tata cara pembayarannya.

Hanya ada dua pilihan saat konsumen akan melakukan pengisian formulir pengikatan jual beli rumah yang disodorkan oleh pengembang yaitu take it (ambil dan tanda tangani ) atau leave it (tinggalkan) konsekuensi pilihan pertama adalah konsumen telah siap memenuhi semua syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh pengembang dan juga menanggung segala resiko terkait dengan kepemilikan rumah tersebut. Sedangkan konsekuensi pilihan kedua adalah konsumen tidak memperoleh rumah yang di cita-citakan selama ini.


(48)

4. Tahap-Tahap dalam Pembelian Rumah

Berikut ini tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan konsumen dalam pembelian rumah melalui pengembang/developer:

1. Pra Kontraktual: Tahap ini merupakan persiapan bagi konsumen sebelum memastikan membeli rumah yang diminati. Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan konsumen sebelum mengambil keputusan untuk membeli rumah kepada pengembang, yaitu: lokasi, identitas pengembang, perizinan, spesifikasi teknis bangunan, fasilitas, harga, dan prasarana dan sarana lingkungan.

2. Kontraktual: Adalah tahap yang ditempuh apabila proses persiapan transaksi telah dilakukan, tahap selanjutnya adalah perjanjian jual beli, yaitu setelah terjadi kata sepakat antar pengembang sebagai penjual dengan konsumen sebagai pembeli. Tahap perjanjian jual beli ini dilakukan dihadapan Pejabat pembuat Akta Tanah (PPAT), dan ditandatangani oleh pengembang dan konsumen. Kemudian dilanjutkan dengan tahap penyerahan tanah sekaligus bangunan rumah dari pengembang kepada konsumen. Pada tahap ini pengembang dan konsumen sepakat untuk menandatangani berita acara serah terima tanah dan bangunan rumah. Pada tahap transaksi jual beli rumah ada dua hal yang perlu diperjelas: Sistem Pembayaran jual beli rumah dan Materi/ isi transaksi pengikatan jual beli rumah

3. Post Kontraktual: Pada tahap ini merupakan hasil realisasi transaksi jual beli rumah yang telah diselenggarakan. Konsumen telah dapat menikmati atau menempati tanah dan bangunan rumah yang telah dibeli dari pengembang. 25

25


(49)

5. Dokumen-Dokumen Hukum Yang Timbul Dari Perjanjian Jual Beli Rumah

Perjanjian yang dilakukan dalam bidang perumahan akan melahirkan dokumen dokumen hukum (legal documents) yang penting antara lain:

1. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPBJ) atau sering pula dikenal dengan istilah Perjanjian Pendahuluan Pembelian, perjanjian akan jual beli antara developer (pelaku usaha) dan konsumen. Dokumen ini merupakan dokumen yang membuktikan adanya hubungan hukum (hubungan kontraktual) antara developer (pelaku usaha) dan konsumen.

2. Perjanjian Akta Jual Beli yang dibuat dan ditanda tangani di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

3. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, didalamnya mengatur mengenai jumlah pinjaman, jangka waktu pelunasan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan besarnya perhitungan bunga pinjaman.

Keberadaan dokumen-dokumen tersebut sangat penting sebagai salah satu bentuk pelaksanaan perlindungan konsumen di lapangan.

G. Hak dan Kewajiban Konsumen Dan Pelaku Usaha

Menurut pasal 4 UUPK, Hak konsumen adalah sebagai berikut :

a. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.


(50)

c. Hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan yang dijanjikan.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas baran/atau jasa yang digunakan.

e. Hak untuk dapat mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

UUPK menghendaki agar masyarakat menjadi konsumen yang baik. Oleh sebab itu dalam Pasal 5 UUPK mengatur mengenai kewajiban konsumen, yaitu :

1. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan, dan keselamatan.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Menurut Pasal 6 UUPK mengatur hak pelaku usaha adalah sebagai berikut:

a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.


(51)

b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dana/atau jasa yang diperdagangkan.

e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.26

Adapun kewajiban pelaku usaha yang dalam hal ini pengembang sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UUPK adalah sebagai berikut :

a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

b) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan

c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku

e) Memberi kesempatan pada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan

26


(52)

f) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

g) Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.27

H. Larangan- Larangan bagi Pelaku Usaha

Bagi developer (pelaku usaha), selain dibebani kewajiban, ternyata dikenakan larangan-larangan yang diatur dalam Pasal 8 sampai dengan 17 UUPK. Pasal 8 UUPK mengatur larangan bagi pelaku usaha yang sifatnya umum dan secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen.

b. Larangan mengenai ketersediaan informasi yag tidak benar, tidak akurat, dan yang menyesatkan konsumen.

Selanjutnya Pasal 16 UUPK melarang pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan apabila:

1. Tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan.

2. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.

27

Ahmad Zazili, Perlindungan Hukum terhadap Penumpang pada Transportrasi Udara Niaga Berjadwal Nasional, Tesis pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2008.


(53)

Pasal 17 UUPK secara khusus memberlakukan larangan bagi pelaku usaha periklanan untuk memproduksi iklan yang:

1. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga barang dan/atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa.

2. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa.

3. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa.

4. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa. 5. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang

atau persetujuan yang bersangkutan.

6. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

Secara umum informasi yang disampaikan kepada konsumen dengan cara merepresentasikan suatu produk dengan berbagai cara melalui media massa, namun dalam pelaksanaannya kadang terjadi misrepresentasi. Misrepresentasi merupakan pernyataan tidak benar yang dilakukan oleh suatu pihak untuk membujuk pihak lain dalam suatu perjanjian. Dengan demikian, masalah dasar dari misrepresentasi adalah dampak dari suatu pernyataan yang disampaikan sebelum terjadinya perjanjian.28

UUPK memang tidak mengatur secara khusus bagaimana sistem penawaran yang harus ditaati oleh pelaku usaha. Namun, dengan adanya larangan-larangan yang

28


(54)

diatur UUPK dalam penawaran, promosi maupun periklanan dapat dijadikan sebagai acuan bagi pelaku usaha untuk tidak memberikan informasi yang dapat menyesatkan konsumen. Untuk menjamin kepastian hukum bagi konsumen dari tindakan tidak baik pelaku usaha, UUPK mengatur mengenai sanksi-sanksi yang dapat dikenakan bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Sanksi tersebut tercantum dalam Bab XIII Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 UUPK, namun terhadap pelanggaran Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 UUPK hanya dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 62 dan Pasal 63 UUPK.

I. Kerangka Pikir

Guna memperjelas pembahasan ini, maka penulis membuat kerangka pikir seperti berikut:

Pengembang Brosur Konsumen

Transaksi Jual Beli

Cash / Kredit

Bentuk- Bentuk Pelanggaran

Upaya Hukum Hubungan Hukum


(55)

Keterangan:

Untuk mempermudah dan memperjelas pembahasan dari permasalahan mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen pembeli rumah model klaster (cluster), maka diuraikan secara singkat sebagai berikut:

Berbagai penawaran dilakukan oleh pengembang untuk mempromosikan dan memasarkan produk-produknya. Salah satunya dengan mempergunakan sarana iklan atau brosur sebagai sarana mengkomunikasikan produk-produk yang dibuat dan/atau dipasarkan oleh pengembang kepada konsumennya. Kepercayaan masyarakat seringkali disalahgunakan oleh pengembang. Dalam melakukan penawaran perumahan tidak jarang informasi yang diberikan oleh pengembang tidak sesuai realisasinya, sehingga informasi yang disampaikan tersebut tidak benar dan tidak jujur. Informasi dari pengembang yang tidak benar atau tidak sesuai dengan realisasinya adalah keterlambatan penyerahan rumah dari jadwal yang sudah ditentukan, kualitas spesifikasi teknis rumah yang rendah, perjanjian jual beli yang tidak seimbang, belum dibangunnya fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum), belum adanya satpam dan CCTV 24 jam.

Ketika pengembang mulai memasarkan produknya melalui iklan, brosur dan lain-lain, konsumen bisa mulai memilih unit yang mana yang sesuai dengan keinginan konsumen. Pertama kali konsumen mendatangi pengembang, dimana dalam tahap ini konsumen menentukan atau memilih tipe, lokasi, harga rumah, serta metode pembayarannya (cash atau KPR). Apabila melalui KPR pembayaran melalui bank (biasanya bank yang sudah ada kerjasama dengan pengambang). Biasanya ada dua macam rumah yang ditawarkan oleh masing-masing developer yaitu rumah jadi


(56)

dan rumah indent, apabila membeli rumah indent maka antara konsumen dengan pengembang harus sepakat bahwa rumah yang dibeli, secara fisik belum di bangun (belum ada).

Apabila sepakat pada tahap ini pembeli membayar uang tanda jadi (booking fee) kepada pengembang. Besarnya uang muka tergantung kesepakatan. Sisa pembayaran harga rumah dibayar oleh konsumen melalui kredit pemilikan rumah. Biasanya pengembang mengarahkan konsumen untuk mengurus atau mengambil kredit pemilikan rumah dengan bank yang sudah ada perjanjian kerjasama pemberian fasilitas kredit pemilikan rumah dengan pengembang. Setelah itu konsumen harus melakukan pembayaran down payment (DP) dan memenuhi prosedur KPR yang telah ditetapkan. Prosedur KPR tersebut meliputi cara pengajuan KPR dan pemenuhan syarat-syarat KPR yang telah ditetapkan. Setelah KPR disetujui oleh pihak bank, dan pembayaran DP telah dilakukan, maka pembangunan unit rumah harus dilakukan. Apabila konsumen melakukan pembelian rumah secara cash, setelah melakukan pembayaran booking fee konsumen bisa melakukan pelunasan pembayaran sesuai peraturan dan ketentuan yang ditetapkan pihak pengembang.

Pembangunan unit ini tergantung dari luas unit yang konsumen pilih. Setelah pembangunan unit telah selesai 100%, dan sudah siap untuk melakukan serah terima ke pembeli. Pihak pengembang biasanya akan memberikan masa retensi selama enam bulan setelah serah terima dilakukan. Selama masa retensi ini apabila ada kerusakan mengenai bangunan dan kondisi rumah masih menjadi tanggung jawab pihak pengembang. Setelah adanya transaksi perjanjian jual beli


(57)

sesuai dengan Pasal 1313 KUHPerdata dan Pasal 1457 KUHPerdata maka timbulah hubungan hukum antara konsumen dan developer, dan apabila terjadi bentuk-bentuk pelanggaran yang merugikan konsumen maka konsumen dapat menempuh upaya hukum untuk mempertahankan hak-haknya sesuai dengan Pasal 4 UUPK.


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penilitian Hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.29

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Normatif-Empiris yaitu mengkaji pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan hasil wawancara yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas, dalam hal ini berkaitan dengan hubungan hukum, bentuk-bentuk pelanggaran, dan upaya hukum.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian Deskriptif yaitu, penelitian yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat.30

29

Burhan Ashshofa. Metode Penelitian Hukum. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004). hlm.3.

30

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, ( Bandung. PT Citra Aditya Bakti. 2004). hlm. 50.


(59)

Sehingga mampu mengambarkan secara rinci jelas dan sistematis mengenai mekanisme pelaksanaan perlindungan hukum yang diberikan pelaku usaha yang dalam hal ini disebut sebagai developer/ pengembang perumahan ditinjau dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen.

C. Data dan Sumber Data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka. Adapun dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam penelitian ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan dalam penellitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan melalui wawancara dengan pihak developer yaitu PT Karya Dhika Mandiri selaku pengembang perumahan serta konsumen Perumahan Pesona Rajabasa.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan bahan-bahan hukum, jenis data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan ini terdiri dari: a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum

yang mengikat, terdapat dalam peraturan perundang-undangan: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

2. Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 3. Undang-undang No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan


(60)

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 mengenai Undang-Undang Pokok Agraria .

5. Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 09/KPTS/1995 mengenai Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan.

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998, tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

9. Perjanjian Jual Beli Rumah

b. Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan baku primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi,

petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang lebih dikenal dengan nama acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Contohnya, abstrak perundang-undangan, bibliografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum, dan seterusnya.31

31


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha perumahan lahir ketika konsumen dan pelaku usaha melakukan transaksi jual beli, maka akan timbul hak dan kewajiban pengembang dan konsumen. Sekurang-kurangnya 2 (dua) hubungan hukum yang terjadi pada pembelian rumah secara kredit yaitu : Antara konsumen dengan PT Karya Dhika Mandiri dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) di depan PPAT. Serta antara konsumen dengan pihak Bank yang memberikan fasilitas KPR. Jika pembelian rumah secara

cash maka hubungan hukum yang terjadi adalah antara konsumen dengan PT

Karya Dhika Mandiri dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB). Kemudian, antara konsumen dengan pihak PT Karya Dhika Mandiri akan melakukan penandatangan Akta Jual Beli di depan PPAT setempat. Kemudian, sertifikat rumah akan diberikan kepada konsumen pada saat proses balik nama ke Kantor Pertanahan selesai dilakukan. Ditandatanganinya perjanjian jual beli rumah antara PT Karya Dhika Mandiri dengan konsumen, maka terjadi hubungan hukum antara keduanya. Dasar hukumnya yaitu Pasal


(2)

1313 KUHPerdata mengenai perjanjian dan Pasal 1457 KUHPerdata mengenai jual beli.

2. Bentuk-bentuk pelanggaran hak konsumen menurut UUPK berupa larangan-larangan yang diatur dalam Pasal 8 sampai dengan 17 UUPK. Berdasarkan hasil yang diperoleh langsung dari konsumen perumahan Pesona Rajabasa, bahwa PT Karya Dhika Mandiri telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal Pasal 17 huruf a UUPK tentang larangan pelaku usaha untuk melakukan pengiklanan mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa dan huruf b UUPK tentang larangan pelaku usaha memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa.

3. Upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen atas tindakan yang telah dilakukan oleh pengembang PT Karya Dhika Mandiri terhadap konsumen perumahan Pesona Rajabasa tentu saja dapat merugikan pihak konsumen. Sebagai pihak yang dirugikan, konsumen perumahan Pesona Rajabasa dapat melakukan berbagai upaya hukum untuk memperjuangkan haknya sesuai demgan pasal 45 UUPK. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen perumahan yaitu sebagai berikut:

a. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan

1) Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak yang bersengketa. 2) Penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa


(3)

b. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Pengadilan

Konsumen Pesona Rajabasa dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri di tempat kedudukan konsumen, yaitu Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Adapun dasar gugatan yang dapat diajukan adalah perbuatan melawan hukum. Namun walaupun terdapat berbagai permasalahan yang terjadi diperumahan Pesona Rajabasa, semuanya dapat diselesaikan melalui penyelesaian secara damai.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi pengembang PT Karya Dhika Mandiri dalam memberikan informasi penawaran perumahannya atau pengiklanan baik dalam bentuk brosur maupun media lainnya, seharusnya memberikan informasi yang sebenarnya, tidak mengelabui, dan menyesatkan konsumennya, agar konsumen tidak dirugikan hak-haknya. Harus merealisasikan janji-janji yang sudah dibuat, serta diharapkan jangan terlalu lamban dalam melayani komplain dari konsumen.

2. Bercermin dari banyaknya keluhan dan kasus yang terjadi di masyarakat, bagi konsumen perumahan hendaknya berhati-hati dalam membaca dan mendengarkan iklan atau informasi dari pengembang. Informasi penawaran perumahan yang diperoleh, terutama dari brosur iklan, harus dipahami dengan sungguh-sungguh agar konsumen tidak tersesat dan menyesal di kemudian hari, karena rumah adalah salah satu kebutuhan pokok manusia.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ashshofa, Burhan. 2004. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Rineka Cipta. Celiana Tri Siwi Kristiyanti. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:

Penerbit Sinar Grafika.

Harahap Yahya, Muhammad. 2004. Hukum Acara Perdata. Jakarta: PenerbitSinar Grafika.

Harianto, Dedi. 2010. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, Bogor: Ghalia Indonesia.

Miru, Ahmadi & Yodo Sutarman. 2014 . Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muhammad, Abdulkadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra AdityaBakti.

______________. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung. PT Citra Aditya Bakti.

Nurhayati, Kurnia Tri. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: SK Media

Sadar, Muhammad, Makarao Taufik, Mawardi Habloel. 2012. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta: Citra Aditya.

Sasongko, Wahyu. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Bandar Lampung: Universitas Lampung.

______________. 2007. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan

Konsumen, Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sidabalok, Janus. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.


(5)

Shidarta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Grasindo.

Shofie, Yusuf. 2008. Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Soekanto, Soerjono. 1985. Penelitian Hukum Normatif, Jakarta:Rajawali Press.

_______________. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Subekti, Hukum Perjanjian. 2005, Jakarta: PT Intermasa.

Yasir, Armen. 2007. Hukum Perundang-Undangan, Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Perundang-undangan :

Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 mengenai Undang-Undang Pokok Agraria Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 09/KPTS/1995 mengenai

Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah

Kepmenperindag No 350/MPP/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman. Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998, tentang Peraturan Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT)

Website

http://siteresources.worldbank.org/ Bank Dunia, 2006, Subsidi Perumahan. Nomor 3. Diakses pada tanggal 14 Desember 2014


(6)

http://kampuzsipil.blogspot.com/2012/10/seputar-mengenai-rumah-cluster.html diakses pada tanggal 9 Oktober 2014

http://www.republika.co.id/berita/koran/spesial-produk/14/07/18/n8w5w733-hunian-berimbang-perintah-undangundang, Diakses pada tanggal 5 Oktober 2014

http://www.soemali.dosen.narotama.ac.id Soemali, Hubungan Antara Konsumendan Produsen. < >, diakses pada 10 Desember 2014

http://eprints.undip.ac.id/16348/1/alfanita_exacty_okterina.pdf Mengenai Pengaruh Gaya Hidup Modern Dan Persepsi Penghuni Terhadap Karakter Fisik Perumahan Cluster Di Kota Semarang.

http://www.medianotaris.com di akses pada tanggal 14 Desember 2014

Dlan Ruslan. Jenis-Jenis Rumah Http://ruslandelan.blogspot.com/2012/10/jenis jenis-rumah.html. Diakses pada 12 November 2014

Indra Setya Budhi. 2012. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Perumahan Atas Konstruksi Bangunan Rumah Ditinjau Dari Undangundang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Pada Pt.

Alamindo Trulynusa). Oleh: Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Fakultas Hukum, Semarang.

Tomi Faryadi, Pemasaran Properti, http://www.rumahmax.com/ Berita Properti/25/pemasaran-properti-baik-perumahan-atauapartemen-tips-&-ide-indonesia, diakses pada 10 Januari 2015.

Zazili Ahmad, 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional. Tesis pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang.

Sumber Lain

Brosur PT Pesona Rajabasa Surat Perjanjian Jual Beli Rumah