Larangan- Larangan bagi Pelaku Usaha

diatur UUPK dalam penawaran, promosi maupun periklanan dapat dijadikan sebagai acuan bagi pelaku usaha untuk tidak memberikan informasi yang dapat menyesatkan konsumen. Untuk menjamin kepastian hukum bagi konsumen dari tindakan tidak baik pelaku usaha, UUPK mengatur mengenai sanksi-sanksi yang dapat dikenakan bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Sanksi tersebut tercantum dalam Bab XIII Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 UUPK, namun terhadap pelanggaran Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 UUPK hanya dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 62 dan Pasal 63 UUPK.

I. Kerangka Pikir

Guna memperjelas pembahasan ini, maka penulis membuat kerangka pikir seperti berikut: Pengembang Brosur Konsumen Transaksi Jual Beli Cash Kredit Bentuk- Bentuk Pelanggaran Upaya Hukum Hubungan Hukum Keterangan: Untuk mempermudah dan memperjelas pembahasan dari permasalahan mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen pembeli rumah model klaster cluster, maka diuraikan secara singkat sebagai berikut: Berbagai penawaran dilakukan oleh pengembang untuk mempromosikan dan memasarkan produk-produknya. Salah satunya dengan mempergunakan sarana iklan atau brosur sebagai sarana mengkomunikasikan produk-produk yang dibuat danatau dipasarkan oleh pengembang kepada konsumennya. Kepercayaan masyarakat seringkali disalahgunakan oleh pengembang. Dalam melakukan penawaran perumahan tidak jarang informasi yang diberikan oleh pengembang tidak sesuai realisasinya, sehingga informasi yang disampaikan tersebut tidak benar dan tidak jujur. Informasi dari pengembang yang tidak benar atau tidak sesuai dengan realisasinya adalah keterlambatan penyerahan rumah dari jadwal yang sudah ditentukan, kualitas spesifikasi teknis rumah yang rendah, perjanjian jual beli yang tidak seimbang, belum dibangunnya fasilitas sosial fasos dan fasilitas umum fasum, belum adanya satpam dan CCTV 24 jam. Ketika pengembang mulai memasarkan produknya melalui iklan, brosur dan lain- lain, konsumen bisa mulai memilih unit yang mana yang sesuai dengan keinginan konsumen. Pertama kali konsumen mendatangi pengembang, dimana dalam tahap ini konsumen menentukan atau memilih tipe, lokasi, harga rumah, serta metode pembayarannya cash atau KPR. Apabila melalui KPR pembayaran melalui bank biasanya bank yang sudah ada kerjasama dengan pengambang. Biasanya ada dua macam rumah yang ditawarkan oleh masing-masing developer yaitu rumah jadi dan rumah indent, apabila membeli rumah indent maka antara konsumen dengan pengembang harus sepakat bahwa rumah yang dibeli, secara fisik belum di bangun belum ada. Apabila sepakat pada tahap ini pembeli membayar uang tanda jadi booking fee kepada pengembang. Besarnya uang muka tergantung kesepakatan. Sisa pembayaran harga rumah dibayar oleh konsumen melalui kredit pemilikan rumah. Biasanya pengembang mengarahkan konsumen untuk mengurus atau mengambil kredit pemilikan rumah dengan bank yang sudah ada perjanjian kerjasama pemberian fasilitas kredit pemilikan rumah dengan pengembang. Setelah itu konsumen harus melakukan pembayaran down payment DP dan memenuhi prosedur KPR yang telah ditetapkan. Prosedur KPR tersebut meliputi cara pengajuan KPR dan pemenuhan syarat-syarat KPR yang telah ditetapkan. Setelah KPR disetujui oleh pihak bank, dan pembayaran DP telah dilakukan, maka pembangunan unit rumah harus dilakukan. Apabila konsumen melakukan pembelian rumah secara cash, setelah melakukan pembayaran booking fee konsumen bisa melakukan pelunasan pembayaran sesuai peraturan dan ketentuan yang ditetapkan pihak pengembang. Pembangunan unit ini tergantung dari luas unit yang konsumen pilih. Setelah pembangunan unit telah selesai 100, dan sudah siap untuk melakukan serah terima ke pembeli. Pihak pengembang biasanya akan memberikan masa retensi selama enam bulan setelah serah terima dilakukan. Selama masa retensi ini apabila ada kerusakan mengenai bangunan dan kondisi rumah masih menjadi tanggung jawab pihak pengembang. Setelah adanya transaksi perjanjian jual beli sesuai dengan Pasal 1313 KUHPerdata dan Pasal 1457 KUHPerdata maka timbulah hubungan hukum antara konsumen dan developer, dan apabila terjadi bentuk-bentuk pelanggaran yang merugikan konsumen maka konsumen dapat menempuh upaya hukum untuk mempertahankan hak-haknya sesuai dengan Pasal 4 UUPK.

BAB III METODE PENELITIAN

Penilitian Hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya. 29

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Normatif-Empiris yaitu mengkaji pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan hasil wawancara yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas, dalam hal ini berkaitan dengan hubungan hukum, bentuk-bentuk pelanggaran, dan upaya hukum.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian Deskriptif yaitu, penelitian yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran deskripsi lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat. 30 29 Burhan Ashshofa. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004. hlm.3. 30 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung. PT Citra Aditya Bakti. 2004. hlm. 50. Sehingga mampu mengambarkan secara rinci jelas dan sistematis mengenai mekanisme pelaksanaan perlindungan hukum yang diberikan pelaku usaha yang dalam hal ini disebut sebagai developer pengembang perumahan ditinjau dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen.

C. Data dan Sumber Data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka. Adapun dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam penelitian ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan dalam penellitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan melalui wawancara dengan pihak developer yaitu PT Karya Dhika Mandiri selaku pengembang perumahan serta konsumen Perumahan Pesona Rajabasa. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan bahan-bahan hukum, jenis data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan ini terdiri dari: a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, terdapat dalam peraturan perundang-undangan: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata 2. Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 3. Undang-undang No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 mengenai Undang-Undang Pokok Agraria . 5. Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 09KPTS1995 mengenai Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah. 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan. 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998, tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT 9. Perjanjian Jual Beli Rumah b. Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan baku primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi, petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang lebih dikenal dengan nama acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Contohnya, abstrak perundang-undangan, bibliografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum, dan seterusnya. 31 31 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Jakarta: CV. Rajawali, 1985, hlm. 41