HUBUNGAN PEMAHAMAN KEMERDEKAAN BERAGAMA DENGAN SIKAP TOLERANSI UMAT BERAGAMA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 SIMPANG PEMATANG TAHUN 2014/2015

(1)

HUBUNGAN PEMAHAMAN KEMERDEKAAN BERAGAMA DENGAN SIKAP TOLERANSI UMAT BERAGAMA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1

SIMPANG PEMATANG 2014/2015

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemahaman kemerdekaan beragama dengan sikap toleransi umat beragama siswa kelas XI SMA Negeri 1 Simpang Pematang tahun 2014/2015. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 2 Negeri 1 Simpang Pematang yang berjumlah 27 siswa. Istrumen pokok pengumpulan data menggunakan tes dan skala sikap dengan teknik penunjang adalah teknik observasi. Teknik analisis data menggunakan rumus interval dan chi kuadrat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa cenderung kurang dapat dilihat pada data berjumlah 13 responden (48%) dengan kategori paham, kemudian sikap toleran umat beragama kurang baik, dapat dilihat pada data bahwa 11 responden (41%) dengan kategori setuju. Kesimpulan penelitian ini ada hubungan pemahaman kemerdekaan beragama dengan sikap toleransi umat beragama siswa kelas xi SMA Negeri 1 Simpang Pematang tahun 2014/2015.


(2)

TAHUN 2014/2015

Oleh

ELFINA fANDANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

Penulis dilahirkan di Pangkalan 30 N0vember 1993. Penulis adalah anak kedua, buah hati dari pasangan Bapak Elfaizi dan Ibu Arenawati.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh yaitu Taman Kanak-Kanak Darma Wanita pada tahun 1999, kemudian menyelesaikan Sekolah Dasar SD Negeri 1 Simpang Pematang pada tahun 2005, kemudian Madrasah

Tsanawiyah Negeri 1 Sri tanjung Mesuji pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Simpang Pematang pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan melalui jalur SNMPTN tertulis.


(7)

Puji Syukur kehadirat Allah SWT. dengan rasa

hormat dan sayang ku persembahkan karya ini kepada :

Kedua orang tuaku tercinta, Ibuku Arenawati S.Pd,

Ayahku Drs.Elfaizi dan yang senantiasa memberikan

rasa kasih sayang tiada henti dan selalu berjuang,

mendukung, memaafkan, serta mendoakan disetiap

langkahku.

Kakak dan Adikku tersayang, kakakku Reza Fandana

S.Pd dan Adikku Refi Fandana, yang selalu

mendukung, membantu dan mendoakanku.

Untuk almamater tercintaku

Universitas Lampung


(8)

Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah

bekerja keras (untuk urusan yang lain)

(Q.S Al-Insyirah ayat 7)

Untukmu agamau, dan untukkulah agamaku

(Q.S Al-Kafirun ayat 6)

Jika ada kemauan pasti ada jalan

(Elfina Fandana)


(9)

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pemahaman Kemerdekaan Beragama dengan Sikap Toleransi Umat Beragama Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Simpang Pematang Tahun 2014/2015”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Terselesaikaannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan yang datang, baik dari luar dan dari dalam diri penulis. Penulisan proposal ini juga dapat terselesaikan atas bimbingan dan bantuan, serta petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Yunisca Nurmalisa, S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing II, Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd., selaku Pembimbing I.


(10)

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. H. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

6. Bapak Hermi Yanzi, S.Pd, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,

7. Bapak Drs. Holilulloh, M.Si. selaku Pembahas I 8. Bapak Rohman, S.Pd., M.Pd., selaku pembahas II

9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

10. Bapak Drs. Hari Saptono Kepala SMA Negeri 1 Simpang Pematang yang telah membantu penelitian ini.


(11)

12. Sahabat-sahabat terbaikku, Dionanita, Evi, Dian,Viki, Bli Wayan, Wegi, Juanda, Leni, Aan, Desi, Elisa dan Zai.

13. Teman-teman PPKn angkatan 2011 semua tanpa terkecuali, terimakasih untuk kebersamaan, kasih sayang dan kekompakkan kita selama ini. Sampai kapanpun kita akan selalu jadi keluarga.

14. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang banyak membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Peneliti menyadari bawa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai tolak ukur dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung, April 2015

Penulis,

Elfina Fandana NPM 1113032014


(12)

Tabel Halaman

1.1. Data Tentang Agama yang di Anut Siswa di SMA Negeri……….. 5 1 Simpang Pematang

3.1. Jumlah Peserta Didik kelas XI di SMA Negeri 1 Simpang…………...45 Pematang

3.2. Jumlah agama siswa kelas XI IIS 2 SMA Negeri 1 Simpang…………..46 Pematang

4.1. Hasil uji coba tes tentang Pemahaman Kemerdekaan Beragama (x)…..55 4.2. Hasil uji coba tes tentang Pemahaman Kemerdekaan Beragama (x)... 56 4.3. Tabel Kerja antara (ganji) dan (genap)………56 4.4. Hasil uji coba tes tentang Sikap Toleransi Umat Beragama Siswa (y)... 58 4.5. Hasil uji coba tes tentang Sikap Toleransi Umat Beragama Siswa (y)... 58 4.6. Tabel Kerja antara (ganjil) dan (genap)………...59 4.7. Sarana dan Prasarana………62 4.8. Jumlah Siswa SMA Negeri 1 Simpang Pematang……...………62 4.9. Distribusi Frekuensi Indikator Pengertian Kemerdekaan Beragama…...65 4.10. Distribusi Frekuensi Indikator Landasan Kemerdekaan Beragama….. 67 4.11. Distribusi Frekuensi Indikator Ciri–Ciri Kemerdekaan Beragama…...69 4.12. Distribusi Indikator Sikap Terbuka Umat Beragama…...……….71 4.13. Distribusi Sikap Sabar Terhadap Umat Beragama………..…..73 4.14. Distribusi Toleransi Umat Beragama….………...75 4.15. Distribusi Frekuensi Indikator Pengertian Kemerdekaan Beragama….78 4.16. Distribusi Frekuensi Indikator Pengertian Kemerdekaan Beragama… 80 4.17. Daftar Tingkat Perbandingan Jumlah Responden Mengenai………… 82


(13)

Negeri 1 Kelas XI IPS 2 Simapng Pematang Tahun 2015.

4.18. Daftar Kontingensi Perolehan Data Hubungan Pemahaman…………. 83 Kemerdekaan Beragama dengan Sikap Toleransi Umat

Beragama siswa di SMA Negeri 1 Kelas XI IPS 2 Simpang Pematang Tahun 2015.


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(15)

1. Surat Pengajuan Judul 2. Surat Keterangan Dekanat

3. Surat Izin Penelitian Pendahuluan 4. Surat Izin

5. Surat Balasan Penelitian

6. Surat Balasan Telah Melakukan Penelitian 7. Kisi-kisi Angket

8. Intrumen Tes 9. Hasil Tes


(16)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang luas dan memiliki masyarakat multikultur, Indonesia memiliki banyak suku, bahasa, budaya, agama dan ras yang berbeda-beda tetapi tetap dalam satu negara yaitu Indonesia. Banyaknya perbedaan ini menyebabkan banyak masalah yang harus dihadapi dalam masyarakat, masyrakat yang plural seperti negara Indonesia identik dengan negara yang banyak konflik seperti SARA.

Negara Indonesia memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk mengakui dan memeluk agama yang diyakininya. Sejak diberlakukan UUD 1945 penduduk Indonesia mendapat kebebasan beragama sesuai keyakinannya, yaitu agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghu chu. Masing-masing agama diyakini tersebut tidak boleh mengganggu atau menistakan keberadaan agama lain, keberadaan agama yang tumbuh dan berkembang di Indonesia harus mengutamakan sikap toleransi, membina kerukunan, saling gotong royong, dan saling menghargai bagi pemeluknya untuk beribadah sesuai keyakinannya.


(17)

Kehidupan beragama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seluruh masyarakat Indonesia, begitu juga dalam dunia pendidikan. Di sekolah sebelum memulai pelajaran dimulai dengan berdoa menurut agama masing-masing. Di dalam satu kelas memiliki agama yang berbeda-beda, karena perbedan ini membuat kecenderungan adanya konflik. Masalah yang terjadi diakibatkan oleh perbedaan agama biasanya saling menghina, mencemooh berupa cibiran, perkataan langsung ataupun tidak langsung.

Toleransi merupakan sikap psikologi yang menentukan perilaku direfleksikan dalam berbagai cara berfikir keagamaan dan sampai batas tertentu cara-cara ini dapat berubah. Pemikiran keagamaan yang intoleran menanggap sasaran-sasaranya penyembahan dalam agamanya sendiri sebagai satu-satunya Tuhan yang benar, sedangkan Tuhan-tuhan (dewa-dewa) yang disembah dalam agama-agama lainnya dianggap bukan realitas atau makhluk-makhluk nyata tapi jahat.

Sikap seperti ini tidak boleh dimiliki oleh murid karena ia merendahkan keyakinan dan kepercayaan orang lain, agama merupakan kepercayaan yang tidak bisa diubah dan setiap pemilik agama merasa bahwa agama mereka yang paling benar. Tapi karena kita hidup di Indonesia dimana negara yang memberikan kemerdekaan beragama maka sikap intoleransi harus dikurangi, jika siswa masih memiliki sikap intoleransi maka dia akan kesulitan untuk menjalani kehidupan bermasyarakat.


(18)

Contoh dari sikap intoleransi kalau dilihat dari konteks agama, Poso terbagi menjadi dua kelomok agama besar, Islam dan Kristen. Sebelum pemekaran, Poso didominasi oleh agama Islam, namun setelah mengalami pemekaran menjadi Morowali dan Tojo Una Una, maka yang mendominasi adala agama Kristen. Selain itu masih banyak dijumpai penganut agama-agama yang berbasis kesukuan, terutama di daerah-daerah pedalaman. Islam dalam hal ini masuk ke Sulawesi, dan terkhusus Poso, terlebih dahulu. Baru kemudian disusul Kristen masuk ke Poso.

Toleransi beragama membuat orang terikat erat secara keagamaan dapat menerima pendapat yang menyatakan bahwa semua agama adalah jalan-jalan menuju Tuhan, meskipun dia juga bisa meyakini bahwa jalannya sendirilah yang lebih baik daripada jalan-jalan lainnya.

Pendidikan Indonesia menekankan tentang sikap bukan saja kecerdasan berfikir, didalam belajar mengajar setiap guru memiliki cara sendiri atau strategi. Yang terpenting apakah pembelajaran itu membuat murid memahami materi, tapi disekolah masih banyak guru yang hanya menerangkan tetapi tidak dimasukan contoh kehidupan sehari-hari, sehingga membuat anak-anak kurang memahami kemerdekaan beragama, biasanya anak hanya mengetahui materi tanpa mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sekolah merupakan tempat siswa belajar dalam hal pengetahuan dan cara beinteraksi dengan teman, guru dan lingkungannya, ditempat ini siswa dilatih dan


(19)

mengetahui seperti apa jati diri mereka, dan kemampuan yang dimiliki. Setiap anak memiliki bakat tersendiri ada yang dibidang pelajaran, seni, olahraga dan lain-lainya. Di dalam sekolah juga mereka dapat berinteraksi bertukar pikiran dengan orang yang berbeda seperti berbeda agama, di sekolah dapat melatih siswa untuk bersikap toleransi kerena memiliki teman-teman yang memiliki keyakinan dan kepercayaan yang berbeda.

SMA Negeri 1 Simpang Pematang tahun 2014/2015 seluruh kelas memiliki 455 siswa yang terdiri dari 5 agama yang berbeda diantaranya sebagai berikut:

Tabel 1.1 Data Tentang Agama yang dianut sisiwa siswi SMA Negeri 1 Simpang Pematang Tahun 2014/2015.

Tingk at

Islam Protesta n

Katolik Hindu Bundha L/P Jumlah L P L P L P L P L P L P

X 70 72 3 5 1 0 4 4 78 81 159 XI.IP

A

21 33 1 1 2 22 36 58

XI.IP A

58 34 1 1 2 59 37 96

XII.IP A

28 40 4 28 44 72

XII.IP S

28 37 3 2 31 39 70

Jumla h

205 216 3 9 3 2 7 1 0

0 0 21 8

23 7

455 Sumber : Bagian Tata Usaha SMA Negeri 1 Simpang Pematang

Guru seharusnya memberikan teladan kepada muridnya, jangan sampai guru menghina agama lain dan diketahui oleh siswanya, hal ini akan berdampak buruk pada psikologi anak, mereka akan berfikir guru saja melakukan penghinaan agama lain, mereka akan berfikir bahwa hal itu dibenarkan karena dilakukan oleh seorang guru.


(20)

Melalui wawancara salah satu siswa, mengatakan masih sulit untuk memahami perbedaan karena ia merasa aneh dengan kepercayaan itu dan meyakini yang dia anut adalah agama yang benar dan yang lain salah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap toleransi beragama pada siswa yaitu:

1. factor interen : a. Pemahaman siswa dengan agama yang dianutnya 2. Faktor ektren : a. Lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah

b. Budaya sekolah

c. Pendidikan agama dan PPKn di sekolah

faktor interen adalah pemahaman siswa yang dianut, setiap anak memiliki pengetahuan tersendiri tentang agama masing-masing ada yang mengatakan bahwa iman seseorang berbeda-beda sama halnya dengan pengetahuan agama mereka walaupun mereka belajar agama atau mendapat penjelasan yang sama dari guru yang sama tetapi pengetahuan yang mereka miliki berbeda, jika mereka memiliki pengetahuan yang cukup banyak mereka akan mengetahui disetiap agama mengajarkan bagaimana hidup bermasyarakat dengan baik tidak saling menghina atau menjelek-jelekan agama lain, karena diamata negara semua agama sama, dan anak akan mampu hidup bermasyarakat dengan baik.

Faktor ekstren adalah lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah. Lingkungan setiap anak berbeda-beda dalam satu keluarga ada yang sangat memperhatikan agama bagi anak-anaknya ada yang privat atau belajar diluar sekolah untuk belajar agama, ada juga keluarga yang acuh pada keagamaan anaknya dan


(21)

membiarkan mereka tidak mengetahui tentang agamanya, seperti beribadahnya, amal-amal yang baik, dan mana hal yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan. Anak yang mendapatkan perhatian dari keluarga lebih cenderung memiliki toleransi yang cukup tinggi.

Budaya sekolah setiap sekolah memiliki budaya masing-masing, ada yang sekolah memperhatikan murid dan disana biasa memiliki murid yang berbeda agama dan mereka dapat bersosialisi dan berinteraksi dengan baik.

Pendidikan agama dan PPKn di sekolah, dua mata pelajaran ini berkaitan langsung pada pemahaman tentang kemerdekaan beragama, guru yang baik seharusnya bukan hanya menyampaikan materi tetapi juga memberikan pengarahan,teladan kepada siswa bagaimana bersosialisasi dengan teman yang beda keyakinan.

Penjelasan diatas membuat peneliti mengangap perlu mengetahui bagaimana Hubungan Pemahaman Kemerdekaan Beragama dengan Sikap Toleransi Umat Beragama Siswa kelas XI SMA Negeri 1 Simpang Pematang Tahun 2014/2015”.

B. Identifikasi Masalah

Peneliti mengidentifikasi masalah adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi Kemerdekaan Beragama berhubungan dengan Sikap Toleransi umat beragama.


(22)

2. Kurangnya pembinaan guru berkaitan dengan siswa Sikap Toleransi umat beragama.

3. Faktor pengetahuan dan keterampilan dalam melatih Sikap Toleransi umat beragama.

4. Kurangnya toleransi siswa yang beragama lain saat agama muslim sedang berpuasa.

C. Pembatasan Masalah

Peneliti memberikan batasan masalah,mengenai hubungan pemahaman Kemerdekaan Beragama dengan Sikap Toleransi umat beragama.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah, maka peneliti merumuskan masalah:

Adakah hubungan pemahaman Kemerdekaan Beragama dengan siswa Sikap Toleransi umat beragama tahun ajaran 2014/2015?.

E. Tujuan dan Kegunaan 1. Tujuan Penelitian

Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemahaman Kemerdekaan Beragama dengan Kemampuan siswa Sikap Toleransi umat beragama kelas XI SMA Negeri 1 Simpang Pematang tahun ajaran 2014/2015.


(23)

2.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini secara teoritis berguna untuk memperkaya konsep ilmu pendidikan, khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dalam bidang kajian pendidikan nilai moral Pancasila.

2.2 Kegunaan Praktis

a. Bagi tenaga pengajar atau guru

sebagai bahan masukan bagi para guru tentang pentingnya pemahaman Kemerdekaan Beragama untuk membentuk sikap Toleransi dalam menyelesaikan masalah.

b. Bagi peserta didik

sebagai bahan masukan bagi siswa tentang pentingnya pemahaman Kemerdekaan Beragama untuk membentuk sikap Toleransi.

c. Bagi peneliti

mengembangkan wawasan penelitian tentang Kemerdekaan Beragama.

F. Ruang Lingkup Penelitian 1.Ruang lingkup ilmu

Ruang lingkup ilmu penelitian ini adalah ilmu pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan dengan bidang kajian pendidikan pancasila karena membahas tentang sikap toleransi.


(24)

Subjek dalam penelitian ini adalah siwa-siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Simpang Pematang.

3. Ruang lingkup objek

Objek dalam penelitian ini adalah sikap toleransi umat beragama dan pemahaman konsep kemerdekaan beragama.

4. Ruang lingkup tempat

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Simpang Pematang Kabupaten Mesuji.

5. Ruang lingkup waktu

Waktu dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sejak dikeluarkannya surat izin penelitian oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada tanggal 13 oktober 2014 dengan nomor 5754 sampai dengan selesai.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Tinjauan Tentang Pemahaman

Daryanto (2008:106) mengemukakan “Pemahaman (comprehension) kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian.”

Sudaryono (2012:44) mengemukakan “Pemahaman yaitu kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat; mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain”. Menurut Prayitno (2004 : 53), “pemahaman yang lebih mendalam terhadap kasus dilakukan untuk mengetahui lebih jauh berbagai seluk beluk kasus tersebut, tidak hanya sekedar mengerti permasalahannya atas dasar deskripsi yang telah dikemukakan pada awal pengenalan semata-mata.”


(26)

Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat diartikan pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam mengetahui masalah atau materi yang diberikan kepada siswa.

2. Tinjauan tentang Kemerdekaan Beragama 2.1 Pengertian Kemerdekaan Beragama

Pengertian agama menurut Emile Durkeim agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.

Menurut ensiklopedia agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Menurut ensiklopedia kemerdekaan adalah seseorang mendapatkan hak untuk mengendalikan dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain dan atau tidak bergantung pada orang lain lagi. Pengertian kemerdekaan beragama adalah kepercayaan yang menghubugkan manusia dengan tatanan dari kehidupan yang tidak ada campur tangan orang lain.

Menurut Nasiwan (2014 : 45), kemerdekaan beragama adalah setiap manusia bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaan, dan dalam hal ini tidak boleh dipaksa siapa pun, baik itu pemerintah, pejabat agama, masyarakat, maupun orang tua sendiri.


(27)

Menurut peneliti kemerdekaan beragama setiap orang memiliki kebebasan dalam memiliki kepercayaan sendiri dan tidak ada yang menggangu dan tidak dipaksa.

2.2 Landasan Kemerdekaan Beragama

Kemerdekaan beragama di Indonesia dijamin oleh UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam pasal 28 E ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa:

1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkan serta berhak kembali.

2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Disamping itu, dalam pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (2) disebutkan, bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Dicantumkan pula pada pasal 28 1 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa hak untuk hidup, hak untuk disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak dituntut atas dasar hokum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat


(28)

dikurangi dalam keadaan apa pun. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut diperlukan hal-hal berikut:

a. Adanya pengakuan yang sama oleh pemerintah terhadap agama-agama yang dipeluk oleh warga negara.

b. Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam negara dan pemerintahan.

c. Adanya kebebasan yang otonom bagi penganut agama dengan agamanya itu, apabila terjadi perubahan agama, yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan menentukan agama yang ia kehendaki.

d. Adanya kebebasan yang otonom bagi tiap golongan umat beragama serta perlindungan hokum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan kegiatan keagamaan lainnya yang berhubungan dengan eksistensi agama masing-masing.

2.3 Ciri-ciri kemerdekaan beragama

Ciri-ciri Kemerdekaan Beragama menurut Raka (2014), Sesuai Perundang-undangan Beserta penjelasannya sebagai berikut:

1. Kebebasan Memeluk Agama,“Setiap orang bebas memeluk agamanya masing -masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”(Pasal 22 ayat 1 UU no 39 tahun 1999). Pasal tersebut menjelaskan bahwa kemerdekaan beragama terjadi ketika setiap orang bebas dan tanpa


(29)

halangan/ancaman dari orang lain untuk beribadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.

2. Negara Menjamin Kemerdekaan Warganya untuk Beribadah, “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” (Pasal 22 ayat 2 UU no 39 tahun 1999). Pasal tersebut menjelaskan bahwa Negara harus menjamin warganya untuk tetap aman dalam melaksanakan ibadah sesuai agamanya masing-masing tanpa ada paksaan atau pelarangan dari orang lain.

3. Kebebasan untuk menetapkan agama atas pilihan sendiri,“Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.”(Pasal 18 ayat 1 UU no 12 tahun 2005). Pasal inimenjelaskan bahwa setiap orang berhak menetapkann agamanya sendiri atau pemikirannya sendiri dan kebebasan untuk beribadah di tempat umum maupun tertutup.

4. Tanpa paksaan dalam menganut agama/kepercayaan,“Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.”(Pasal 18 ayat 2 UU no


(30)

12 tahun 2005). Pasal ini menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun yang bisa memaksa seseorang sehingga kegiatan beribadah orang itu terganggu.

5. Hanya ketentuan hukum yang bisa membatasi seseorang dalam menentukan agama/kepercayaan, “Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.”(Pasal 18 ayat 3 UU no 12 tahun 2005). Pasal ini menjelaskan bahwa yang dapat membatasi seseorang untuk menjalankan dan atau menentukan agama adalah hukum. Jadi, selain hukum, tidak ada yang bisa memaksakan kehendak orang lain untuk menjalankan dan menentukan agama/kepercayaan.

6. Pendidikan agama harus sesuai dengan keyakinan masing-masing individu, “Negara Pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.”(Pasal 18 ayat 4 UU no 12 tahun 2005). Pasal ini mejelaskan bahwa Negara peserta konvenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik ini harus menghormati kebebasan orang tua untuk memastikan kesesuaian antara pendidikan agama dengan agama yang dianut.


(31)

2.4 Contoh pelanggaran kasus kemerdekaan beragama

Contohnya adalah perang agama di Poso. Kalau dilihat dari konteks agama, Poso terbagi menjadi dua kelompok agama besar, Islam dan Kristen. Sebelum pemekaran, Poso didominasi oleh agama Islam, namun setelah mengalami pemekaran menjadi Morowali dan Tojo Una Una, maka yang mendominasi adala agama Kristen. Selain itu masih banyak dijumpai penganut agama-agama yang berbasis kesukuan, terutama di daerah-daerah pedalaman. Islam dalam hal ini masuk ke Sulawesi, dan terkhusus Poso, terlebih dahulu. Baru kemudian disusul Kristen masuk ke Poso.

Keberagaman ini lah yang menjadi salah satu pemantik seringnya terjadi berbagai kerusuhan yang terjadi di Poso. Baik itu kerusuhan yang berlatar belakang sosial-budaya, ataupun kerusuhan yang berlatarbelakang agama, seperti yang diklaim saat kerusuhan Poso tahun 1998 dan kerusuhan tahun 2000. Agama seolah-olah menjadi kendaraan dan alasan tendesius untuk kepentingan masing-masing.

Awal konflik Poso terjadi setelah pemilihan bupati pada Desember 1998. Ada sentimen keagamaan yang melatar belakangi pemilihan tersebut. Dengan menangnya pasangan Piet I dan Mutholib Rimi waktu tidak lepas dari identitas agama dan suku.Untuk seterusnya agama dijadikantedeng aling-alingpada setiap konflik yang terjadi di Poso. Perseturuan kecil, semacam perkelahian antar persona pun bisa menjadi pemicu kerusuhan yang ada di sana. Semisal, ada dua pemuda terlibat perkelahian. Yang satu beragama Islam dan yang satunya lagi


(32)

beragama Kristen. Karena salah satu pihak mengalami kekalahan, maka ada perasaan tidak terima diantara keduanya. Setelah itu salah satu, atau bahkan keduanya, melaporkan masalah tersebut ke kelompok masing-masing, dan timbulah kerusuhan yang melibatkan banyak orang dan bahkan kelompok.

Sebelum meletus konflik Desember 1998 dan diikuti oleh beberapa peristiwa konflik lanjutan, sebenarnya Poso pernah mengalami ketegangan hubungan antar komunitas keagamaan (Muslim dan Kristen) yakni tahun 1992 dan 1995. Tahun 1992 terjadi akibat Rusli Lobolo (seorang mantan Muslim, yang menjadi anak bupati Poso, Soewandi yang juga mantan Muslim) dianggap menghujat Islam, dengan menyebut Muhammad nabinya orang Islam bukanlah Nabi apalagi Rasul. Sedangkan peristiwa 15 Februari 1995 terjadi akibat pelemparan masjid dan madrasah di desa Tegalrejo oleh sekelompok pemuda Kristen asal desa Mandale. Peristiwa ini mendapat perlawanan dan balasan pemuda Islam asal Tegalrejo dan Lawanga dengan melakukan pengrusakan rumah di desa Mandale. Kerusuhan-kerusuhan ”kecil” tersebut kala itu diredam oleh aparat keamanan Orde Baru, sehingga tak sampai melebar apalagi berlarut-larut.

Memang, setelah peristiwa 1992 dan 1995, masyarakat kembali hidup secara wajar. Namun seiring dengan runtuhnya Orde Baru, lengkap dengan lemahnya peran ”aparat keamanan” yang sedang digugat disemua lini melalui berbagai isu, kerusuhan Poso kembali meletus, bahkan terjadi secara beruntun dan bersifat lebih masif. Awal kerusuhan terjadi Desember 1998, konflik kedua terjadi April 2000, tidak lama setelah kerusuhan tahap dua terjadi lagi kerusuhan ketiga di


(33)

bulan Mei-Juni 2000. Konflik masih terus berlanjut dengan terjadinya kerusuhan keempat pada Juli 2001; dan kelima pada November 2001. Peristiwa-peristiwa tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan antara satu dengan yang lain, sehingga kerusuhan-kerusuhan dicermati dalam konteks jilid satu sampai lima.

Namun pola konflik Poso terlalu kompleks untuk dianalisis hanya berdasar urutan itu, mengigat intensitas dan ekstensitas wilayah dan pelaku konflik antar tahap memperlihatkan perbedaan yang sangat mendasar. Terdapat beberapa pola kerusuhan yang dapat dilihat pada kerusuhan di Poso. Pertama, kerusuhan di Poso biasanya bermula terjadi di Poso kota dan selanjurnya merembet ke daerah-daerah sekitar Poso. Wilayah Poso kota keberadaan komposisi agama relativeberimbang dan sama. Kedua, kerusuhan yang terjadi di pusat kota diikuti dengan mobilitas masa yang cukup besar, yang berasal dari luar Poso, bahkan berasal dari luar kabupaten Poso. Ketika kerusuhan pertama dan kedua meletus, massa memasuki kota Poso berdatangan dari kecamatan Ampana, kecamatan Parigi, lage, Pamona, dan bahkan dari kabupaten Donggala. Ketika kerusuhan ketiga pun meletus, mobilisasi masssa bahkan semakin banyak, dan jauh lebih besar dari massa yang datang pada kerusuhan pertama dan kedua.

Pola ketiga adalah kerusuhan selalu ditandai dengan pemakaian senjata tajam, baik itu benda tumpul, pedang, parang, bahkan senjata api. Informasi yang didapat banyak mengatakan bahwa kebanyakan korban tewas karena sabetan pedang/parang, benturan denga benda keras, dan lain sebagainya. Selain itu bukti


(34)

yang mengatakan bahwa pada kerusuhan April 2000 diinformasikan 6 korban tewas disebabkan oleh berondongan senjata api.

Pola keempat adalah kesalahpahaman informasi dari kedua belah pihak. Pada kerusuhan pertama, dimulai dengan perkelahian antara dua pemuda Islam dan Kristen, yang kemudian diblow upmenjadi konflik dua golongan agama. Konflik kedua berakar dari perkelahian dua kelompok pemuda, dan kemudian informasi mengatakan bahwa kerusuhan itu adalah kerusuhan dengan latar belakang agama.

Konflik pada Desember 1998 dan April 2000 kecenderungannya hanya tepat disebut ”tawuran”, sebab konflik hanya dipicu oleh bentrokan pemuda antar kampong, intensitas dan wilayah konflik sangat terbatas di sebagian kecil kecamatan kota. Solidaritas kelompok memang ada, tapi belum mengarah pada keinginan menihilkan kelompok lain. Bahkan, setelah tahu bahwa penyebab bentrokan adalah minuman keras, kelompok yang berbenturan justru sempat sepakat mengadakan operasi miras bersama.

Mulai Mei-Juni 2000 dilanjutkan dengan Juli 2001 dan November-Desember 2001 konflik telah mengindikasikan ciri-ciri perang saudara. Konflik sudah mengarah pada upaya menghilangkan eksistensi lawan, terlihat dari realitas pembunuhan terhadap siapa pun, termasuk perempuan dan anak-anak, yang dianggap sebagai bagian lawan. Telah terbangun solidaritas kelompok secara tegas melalui ideologisasi konflik berdasar isu agama dan etnisitas, sehingga konflik menjadi bersifat sangat intensif (kekerasan dan korban) dan ekstensif


(35)

(wilayah dan pelaku). Bahkan berbeda dengan dua konflik sebelumnya yang umumnya menggunakan batu dan senjata tajam, sejak konflik ketiga pada Mei 2000 mereka telah mempergunakan senjata api, yang terus berlanjut hingga konflik keempat dan kelima, serta beberapa kekerasan sporadis ”pasca konflik”.

Konflik Poso telah memakan korban ribuan jiwa serta meninggalkan trauma psikologis yang sulit diukur tersebut, ternyata hanya disulut dari persoalan-persoalan sepele berupa perkelahian antar pemuda. Solidaritas kelompok memang muncul dalam kerusuhan itu, namun konteksnya masih murni seputar dunia remaja, yakni: isu miras, isu tempat maksiat. Namun justru persoalan sepele ini yang akhirnya dieksploitasi oleh petualang politik melalui instrumen isu pendatang vs penduduk asli dengan dijejali oleh sejumlah komoditi konflik berupa kesenjangan sosio-kultural, ekonomi, dan jabatan-jabatan politik. Bahkan konflik diradikalisasi dengan bungkus ideologis keagamaan, sehingga konflik Poso yang semula hanya berupa tawuran berubah menjadi perang saudara antar komponen bangsa.

Akar penyebab konflik Poso sangat kompleks. Ada persoalan yang bersifat kekinian, namun ada pula yang akarnya menyambung ke problema yang bersifat historis. Dalam politik keagamaan misalnya, problemanya bisa dirunut sejak era kolonial Belanda yang dalam konteks Poso memfasilitasi penyebaran Kristen dalam bentuk dukungan finansial. Keberpihakan pemerintah kolonial itu sebenarnya bukan dilandaskan pada semangat keagamaan, tetapi lebih pada


(36)

kepentingan politik, terutama karena aksi pembangkangan pribumi umunya memang dimobilisir Islam.

Politik agama peninggalan kolonial ini akhirnya telah membangun dua image utama dalam dalam konstelasi politik Poso, yakni: Poso identik dengan komunitas Kristen, dan birokrasi di Poso secara historis didominasi umat Kristen. Namun, di era kemerdekaan fakta keagamaan itu terjadi proses pemabalikan. Jika tahun 1938 jumlah umat Kristen Poso mencapai angka 41,7 persen, lama-lama tinggal 30-an persen. Data tahun 1997 bahwa Muslim Poso mencapai angka 62,33 persen, sedangkan Kristen Protestan 34,78 persen dan Katolik hanya 0,51 persen, ditambah sisanya Budha dan Hindu.

Proses pembalikan ini bukan akibat pemurtadan, melainkan akibat migrasi kewilayahan, sehingga komposisi penduduk mengalami pergeseran. Dalam konteks Poso, konstelasi sosio ekonomi dan politik kultural terpengaruh oleh realitas perubahan komposisi komunitas ini, terutama beruapa proses pemiskinan di kalangan penduduk asli. Proses pemiskinan ini terjadi baik karena kultur kemiskinan maupun akibat kekeliruan kebijakan (kemiskinan struktural), seperti lunturnya ketaatan pada tanah ulayat. Pembangunan jalan-Sulawesi dari Palopo ke Palu lewat Tentena dan Poso ikut membawa implikasi bagi kian cepatnya proses migrasi pendatang muslim yang masuk ke wilayah basis Kristen.

Contoh lainnya adalah perang agama di Ambon. AMBON (Voa-Islam)- Peristiwa yang bertepatan dengan tanggal 1 Syawal 1420 H itu menjadi tragedi berdarah


(37)

dan memilukan bagi umat Islam Maluku pada khususnya dan seluruh kaum Muslimin pada umumnya. Peristiwa tersebut menunjukkan wajah asli kaum salibis yang secara biadab dan brutal melakukan pembantaian dan penyerangan terhadap kaum Muslimin Ambon yang tengah merayakan Hari Raya Idul Fitri. Ribuan nyawa Muslim melayang, puluhan ribu dari mereka harus eksodus atau mengungsi dari Ambon demi keselamatan mereka tanpa membawa barang apapun karena rumah-rumah atau barang-barang mereka telah hangus terbakar dan dijarah para perusuh Salibis.

Peristiwa Idul Fitri berdarah 19 Januari 1999 bukanlah satu-satunya peristiwa yang menjadi fakta kebrutalan salibis terhadap kaum Muslimin di Maluku. Bisa dikatakan, peristiwa tersebut adalah yang terbesar sekaligus awal dari berbagai peristiwa pembantaian secara masif terhadap kaum Muslimin di Maluku sejak tahun 1998.

Tragedi Idul Fitri berdarah juga telah menjadi awal letupan terjadinya “perang agama” antara kaum Muslimin dan kaum salibis secara berkepanjangan hingga perjanjian damai tahun 2002. Rangkaian peristiwa pembantaian terhadap kaum Muslimin oleh para teroris salibis yang bermula di Ambon berlanjut sampai Maluku Utara. Salah satu peristiwa paling mengenaskan, setelah Tragedi Idul Fitri berdarah adalah pembantaian kaum Muslimin yang tengah berlindung di dalam masjid di kecamatan Tobelo, Halmahera Maluku Utara. Ketika itu mereka diserang kaum salibis.


(38)

Ratusan kaum Muslimin menjadi korban dalam peristiwa pembantaian tersebut. Saking banyaknya mayat yang ada di dalam masjid, sebagian besarnya hangus terbakar. Untuk membersihkan masjid dan mengangkat jenazah yang akan dikuburkan secara massal itu, sampai-sampai diperlukan buldozer untuk mengangkutnya.

Perang besar antara kaum Muslimin dan kaum salibis yang berlangsung cukup lama akhirnya berakhir pada tahun 2002 melalui perjanjian damai yang ditandatangani oleh perwakilan dari kedua belah pihak. Perjanjian damai yang kemudian dikenal dengan istilah perjanjian Malino bukanlah perjanjian damai pertama, sebab sebelumnya telah berulang kali dilakukan perjanjian damai. Namun, selalu dilanggar oleh salibis dengan melakukan penyerangan ke wilayah Muslim.

Namun Perjanjian Malino yang ditandatangani pada tahun 2002 itu ternyata tidak menghentikan kebrutalan Salibis untuk kembali membantai kaum Muslimin. Dua tahun setelah perjanjian Malino, tepatnya pada tanggal 25 April 2004, kaum salibis dengan dikomando oleh RMS (Republik Maluku Sarani=Nasrani) kembali berulah menyerang kaum Muslimin.

Peristiwa penyerangan terhadap warga muslim Ambon terjadi setelah para salibis mengadakan upacara bendera memperingati HUT RMS yang jatuh pada tanggal 25 April 2004. Upacara HUT gerakan separatis salibis RMS yang ke lima puluh tersebut telah memicu bentrokkan antara warga Muslim dan Kristen di Ambon.


(39)

Bentrokkan tersebut kemudian berlanjut dengan penyerangan oleh kaum salibis terhadap permukiman Muslim di Kampung Waringin. Akibat serangan teroris salibis tersebut ratusan rumah milik warga Muslim habis terbakar, 28 warga muslim tewas terkena tembakan senjata api dan terkena ledakan bom dan ratusan orang terluka parah. Sampai hari ini tidak ada satupun perusuh salibis yang ditangkap oleh polisi yang dianggap sebagai pelaku dan bertanggung jawab terhadap peristiwa penyerangan kampung muslim waringin.

Ambisi salibis untuk mendirikan negara Kristen RMS telah menyebabkan mereka secara brutal mengadakan penyerangan terhadap kaum Muslimin. Dan ambisi salibis untuk mendirikan negara Kristen RMS tidak pernah mati, itu artinya sampai kapanpun potensi konflik masih terus ada di Maluku seperti halnya konflik di Palestina.

Waktu-waktu selanjutnya terjadi beberapa kali upaya salibis untuk kembali menyulut peperangan di Ambon. Di antara peristiwa-peristiwa tersebut adalah :Peristiwa penembakkan rombongan jamaah Haji pada bulan Maret 2005 oleh oknum Polisi Kristen bernama Otnil Layaba alias Otis. Peristiwa ini menewaskan seorang warga muslim bernama Ismail pellu. Peristiwa penembakkan ini pun direkayasa oleh polda Maluku sebagai peristiwa kecelakaan Lalu lintas.

Pelemparan granat kearah masjid Al Fatah oleh salibis pada tahun 2007.Peledakkan bom di pelabuhan ambon oleh salibis bernama Betus Saiya pada tahun 2007.


(40)

Peledakkan bom di Mardika oleh salibis bernama Betus Saiya pada tahun 2007. Betus saiya yang ditangkap oleh Polisi dengan tuduhan sebagai pelaku pengeboman Mardika dan pelabuhan Ambon akhirnya dibebaskan oleh hakim sebelum pengadilan selesai dilaksanakan dengan alasan tidak cukup bukti dan tidak cukup saksi.

Rangkaian peristiwa teror terhadap kaum muslimin oleh salibis pada tahun 2007 tersebut tidak berlanjut menjadi kerusuhan yang lebih besar.Peristiwa terakhir fakta kebrutalan salibis terhadap kaum Muslimin Ambon terjadi antara September sampai Desember 2011. Diantara peristiwa kebrutalan salibis pada bulan September sampai Desember 2011 diantaranya adalah:

Pembunuhan keji terhadap Darfin Saiman, seorang tukang ojek Muslim oleh salibis di perkampungan Kristen Gunung Nona. Peristiwa ini menyulut kemarahan kaum muslimin karena pembunuhan ini direkayasa oleh Polisi Polda Maluku sebagai kecelakaan lalu lintas tunggal hingga akhirnya peristiwa ini menjadi pemicu terjadinya bentrokkan besar antara warga Muslim dan Kristen di Ambon pada tanggal 11 September 2011.

Penyerangan Kampung muslim Waringin oleh salibis pada tanggal 11 September 2011. Akibat penyerangan ini 8 warga Muslim tewas terkena tembakkan, seratus orang lebih terluka terkena lemparan batu dan panah, dan ratusan rumah milik warga muslim di kampung Waringin hangus terbakar. Sampai sekarang tidak ada satupun pelaku penyerangan dari kelompok salibis yang ditangkap oleh polisi.


(41)

Penyerangan permukiman muslim di Jalan Baru ambon oleh perusuh salibis pada tanggal 20 Oktober 2011 pukul 04.00 WIT dinihari. Dalam peristiwa ini tiga bangunan milik warga Muslim habis dibakar oleh para perusuh salibis dan dua orang warga Muslim terluka parah. Hingga kini tidak satupun pelaku penyerangan yang ditangkap oleh Polisi.

Penyerangan Kampung Muslim Air Mata Cina (Amaci) Ambon pada tanggal 13 Desember 2011. Penyerangan oleh salibis terhadap kampung Amaci terjadi sejak pukul 01.00 WIT sampai pukul 05.00 WIT menjelang subuh. Keterlambatan aparat keamanan menyebabkan 5 rumah milik warga Muslim habis dibakar oleh para perusuh salibis dan 12 warga Muslim terluka parah terkena lemparan batu dan ledakkan bom. Dan lagi-lagi, seperti kasus-kasus sebelumnya sampai hari ini tidak ada satupun dari pelaku penyerangan yang ditangkap oleh polisi.

Pelemparan bom oleh salibis kearah permukiman muslim di Air mata cina pada tanggal 25 desember 2011 pukul 04.00 WIT tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Itulah serangkaian fakta kebrutalan salibis terhadap kaum muslimin Ambon yang tidak diketahui dan dilupakan oleh banyak orang. Hal itu dikarenakan peristiwa-peristiwa tersebut tidak pernah diberitakan secara jujur dan tidak terekspos oleh media-media sekuler yang menguasai pemberitaan di negeri ini. Kasus yang menimpa tersebut tidak kalah mengerikan dan sadis dibandingkan kasus-kasus lain yang terjadi di Indonesia.


(42)

Hebatnya lagi, hingga kini belum ada satupun tersangka dari para perusuh dan penggerak massa salibis yang ditangkap oleh pihak kepolisian Polda Maluku.

Dari contoh di atas bisa kita simpulkan bahwa masih kurangnya toleransi beragama di Indonesia. Secara terus menerus harus ingatkan bahwa lemahnya komitmen pemerintah dalam pemenuhan hak konstitusional khususnya kemerdekaan beragama dan berkeyakinan tidak sejalan dengan mandat pasal 28 dan 29 UUD 1945 dan pasal 4 dan 22 UU No. 39 tahun 1999 tentang hak azasi manusia.

Selain kebijakan nasional, juga harus menegaskan bahwa pemerintah Indonesia sebaiknya menunjukkan komitmennya untuk menjalankan kesepakatan– kesepakatan internasional yang berkaitan dengan kemerdekaan beragama dan berkeyakinan seperti deklarasi HAM tahun 1984 pasal 18, konvenan internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang disahkan PBB 16 Desember 1966 khususnya pasal 16, deklarasi penghapusan segala bentuk intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan yang diadopsi PBB tahun 1981.

3. Tinjauan tentang Sikap 3.1 Pengertian sikap

Pengertian sikap menurut Ahmadi (2009 :149), “sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial”. Sedangkan menurut Zimbardo dan Ebbesen dalam Ahmadi


(43)

(2009:150), sikap adalah suatu prediksi (keadaan yang muda terpengaruh) terhadap seseorang, idea tau objek yang berisi komponen-komponen kognitif, afektif dan behavior.

Menurut Gerungan (2004:161) “sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal”. Sedangkan menurut D. Krech dan RS. Crutchfield dalam Ahmadi (2009:150) “sikap adalah organisasi yang tepat dari proses motivasi, emosi, persepsi atau pengamatan atas suatu aspek dari kehidupan individu”.

Menurut peneliti sikap adalah kesadaran untuk beraksi pada kegiatan-kegiatan sosial.

3. 2 faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap

Sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial tertentu, sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap objek tertentu atau suatu objek, ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial menurut Ahmadi (2009: 157), sebagai berikut:

Faktor intern : yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.

Pilihan terhadap pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia, terutama yang menjadi minat perhatiannya


(44)

misalnya: orang yang sangat haus, akan lebih memperhatikan perangsang dapat menghilangkan hausnya itu dari perangsang-perangsang yang lain.

Faktor ekstern: yaitu faktor yang terdapat diluar pribadi manusia, faktor ini berupa interaksi sosial diluar kelompok. Misalnya: interaksi antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai padanya memalui alat-alat komunikasi seperti: surat kabar, radio, televise, majalah, dan lain sebagainya.

3.3 Ciri-ciri sikap

Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian. Dapatlah dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:

1. Sikap itu dipelajari (learnability)

Sikap merupakan hasil belajar ini perlu dibedakan dari motif-motif psikologi lainnya. Misalnya: lapar, haus adalah motif psikologi yang tidak dipelajari, sedangkan pilihan kepada makanan Eropa adalah sikap.

Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa kesadaran kepada sebagaian individu. Barangkali yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik (untuk dirinya sendiri), membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.


(45)

2. Memiliki kestabilan (stability)

Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap, dan stabil, melalui pengalaman. Misalnya: perasaan tetap, dan stabil, melalui pengalaman. Misalnya: perasaan like dan dislike terhadap warna tertentu (spesifikasi) yang sifatnya berulang-ulang atau memiliki frekuensi yang tinggi.

3.Personal societal significance

Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat berarti bagi dirinya, ia merasa bebas dan favorable.

4. Berisi kognitif dan affeksi

Komponen kognitif daripada sikap adalah berisi informasi yang fakta, misalnya: objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.

5.Approachavoidance directionality

Bila seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap sesuatu objek, mereka mendekati dan membantunya, sebaliknya bila seseorang memiliki sikap yang unfavorable, mereka akan menghindarinya.


(46)

3.4 Fungsi sikap

Fungsi (tugas) sikap dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu :

1. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyusuaikan diri. Bahwa sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Justru karena itu sesuatu golongan yang mendasarkan atas kepetingan bersama dan pengalaman bersama biasanya ditandai oleh adanya sikap anggotanya yang sama terhadap sesuatu objek. Sehingga dengan demikian sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau deng anggota kelompoknya yang lain. Oleh karena itu anggota-anggota kelompok yang mengambil sikap sama terhadap objek tertentu dapat meramalkan tingkah laku terhadap anggota-anggota lainya.

2. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tau bahwa tingkah laku anak kecil dan binatang pada umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsa dan reaksi tidak ada pertimbangan, tetapi pada anak dewasa dan yang sudah lanjut usia perangsang itu pada umumnya tidak diberi secara spotan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terdapat sesuatu yang disisikanya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri, tetapi merupakan


(47)

sesuatu yang erat hubunganya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam masyarakat, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sikap berfungsi sebagai alat ukur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak fasip, tetapi diterima secara aktif, artinya semua pengalaman yang berasal dari dunia luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih

Tentu saja pemilihan itu ditentukan atas tinjauan apakah pengalaman-pengalaman itu mempunyi arti baginya atau tidak. Jadi manusia setiap saat mengadakan pilihan pilihan, dan semua perangsang tidak semuanya dapat dilayanni. Sebab kalau tidak demikian akan menggangu manusia. Tanpa pengalaman tidak ada keputusan dan tidak dapat melakukan perbuatan. Itulah sebabnya maka apabila manusia tidak dapat memilih ketentuan ketentuan dengan pasti akan terjadilah kekacauan.

4. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek tertentu sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita aka n merubah sikap


(48)

seseorang, kita harus mengetahui keadaan yang sesunggunya dan pada sikap orang tersebut dan dengan mengetau keadaan sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidak sikap itu diubah dan bagai mana cara mengubah sikap sikap tersebu.

3.5 Sifat Sikap

Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Heri Purwanto, 1998 : 63):

1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.

2) Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

3.6 Tingkatan Sikap

Menurut Notoadmodjo (2003) dalam buku Wawan dan Dewi (2010), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi


(49)

sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang tersebut menerima ide itu.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

3.7 Komponen Sikap

Sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang yaitu: a. Komponen kognitif

Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau yang kontroversial.

b. Komponen afektif

Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.


(50)

c. Komponen konatif

Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

3.8 Cara pengukuran sikap

Sikap dapat diukur dengan metode rating yang dijumlahkan (Method of Summated Ratings). Metode ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Nilai skala setiap pernyataan tidak ditentukan oleh derajatfavourablenya masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respons setuju dan tidak setuju dari sekelompok responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba (pilot study). Prosedur penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan didasari oleh 2 asumsi yaitu:

a. Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai pernyataan yangfavorableatau pernyataan yang tidakfavourable.

b. Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai pernyataan negatif. Suatu cara untuk memberikan interpretasi terhadap skor individual dalam skala rating yang dijumlahkan adalah dengan membandingkan skor tersebut dengan harga rata-rata atau mean skor kelompok di mana responden itu termasuk (Azwar S, 2011, p.155). Salah


(51)

satu skor standar yang biasanya digunakan dalam skala model Likert adalah skor-T, yaitu:

dilakukan pada distribusi skor total keseluruhan responden, yaitu skor sikap para responden untuk keseluruhan pernyataan. Skor sikap yaitu skor X perlu diubah ke dalam skor T agar dapat interpretasikan. Skor T tidak tergantung pada banyaknya pernyataan, akan tetapi tergantung pada mean dan deviasi standar pada skor kelompok. Jika skor T yang didapat lebih besar dari nilai mean maka mempunyai sikap cenderung lebih favourable atau positif. Sebaliknya jika skor T yang didapat lebih kecil dari nilai mean maka mempunyai sikap cenderung tidakfavourableatau negatif .

4. Tinjauan tentang Toleransi Umat Beragama 4.1 Pengertian toleransi umat beragama

Pengertian Toleransi menurut loso (2008 : 42), “ Sikap membiarkan siswa-siswa mempunyai keyakinan lain dan menerima peryataan itu karena mengakui hak kebebesan setiap siswa dalam keyakinan hatinya.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” (Inggris: tolerance; Arab:tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. Sedangkan menurut istilah (terminologi), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai,


(52)

membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan) kebiasaan yang berbeda atau yang bertentangan dengan pendiriannya.

Pengertian toleransi ialah larangan dalam konteks bersosial ,beragama dan berbudaya untuk saling mendiskriminasi. Toleransi juga dapat dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama”, “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami” adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam.

Toleransi Beragama ialah larangan dalam mendiskrimasi agama lain dalam kehidupan umat beragama. Toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain.

Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya.


(53)

Demikian juga sebaliknya, toleransi antar umat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, misalnya penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.

Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih luas , misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi baik dari kaum liberal maupun konservatif. Jadi toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.

Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama juga wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang berlainan akan terbina kerukunan hidup.


(54)

Toleransi beragama dapat diwujudkan dalam segala hal :

1. Rasa saling menghormati dan menghargai antar sesama umat manusia.

2. Sikap saling tolong menolong antar sesama umat , dan tidak mengenal agama , suku, ras ataupun budaya.

3. Memahami setiap perbedaan.

4.2 Contoh pelaksanaan toleransi antara umat beragama • Kerja bakti membangun jembatan

• Memperbaiki tempat-tempat umum

• Membantu orang yang terkena musibah bencana alam • Membantu korban kecelakaan lalu-lintas.

Jadi, bentuk kerjasama ini harus kita wujudkan dalam kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan dan tidak menyinggung keyakinan agama masing-masing. Kita sebagai umat beragama berkewajiban menahan diri untuk tidak menyinggung perasaan umat beragama yang lain. Melalui toleransi ini diharapkan terwujud ketenangan, ketertiban, serta keaktifan menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing. Dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati itu, akan terbina peri kehidupan yang rukun, tertib, dan damai.


(55)

4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap toleransi beragama pada siswa

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap toleransi beragama pada siswa yaitu:

1. Faktor interen : a. Pemahaman siswa dengan agama yang dianutnya 2. Faktor ektren : a. Lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah

b. Budaya sekolah

c. Pendidikan agama dan PPKn di sekolah

Faktor interen adalah pemahaman siswa yang dianut, setiap anak memiliki pengetahuan tersendiri tentang agama masing-masing ada yang mengatakan bahwa iman seseorang berbeda-beda sama halnya dengan pengetahuan agama mereka walaupun mereka belajar agama atau mendapat penjelasan yang sama dari guru yang sama tetapi pengetahuan yang mereka miliki berbeda, jika mereka memiliki pengetahuan yang cukup banyak mereka akan mengetahui disetiap agama mengajarkan bagaimana hidup bermasyarakat dengan baik tidak saling menghina atau menjelek-jelekan agama lain, karena diamata negara semua agama sama, dan anak akan mampu hidup bermasyarakat dengan baik.

Faktor ekstren adalah lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah. Lingkungan setiap anak berbeda-beda dalam satu keluarga ada yang sangat memperhatikan agama bagi anak-anaknya ada yang privat atau belajar di luar sekolah untuk belajar agama, ada juga keluarga yang acuh pada keagamaan anaknya dan membiarkan mereka tidak mengetahui tentang agamanya, seperti beribadahnya,


(56)

amal-amal yang baik, dan mana hal yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan. Anak yang mendapatkan perhatian dari keluarga lebih cenderung memiliki toleransi yang cukup tinggi.

Budaya sekolah setiap sekolah memiliki budaya masing-masing, ada yang sekolah memperhatikan murid dan disana biasa memiliki murid yang berbeda agama dan mereka dapat bersosialisi dan berinteraksi dengan baik.

Pendidikan agama dan PPKn di sekolah, dua mata pelajaran ini berkaitan langsung pada pemahaman tentang kemerdekaan beragama, guru yang baik seharusnya bukan hanya menyampaikan materi tetapi juga memberikan pengarahan, teladan kepada siswa bagaimana bersosialisasi dengan teman yang beda keyakinan.

B. Penelitian Yang Relevan 1. Tingkat Lokal

Pengaruh Pemahaman Tentang Toleransi Beragama, Pembudayaan Kehidupan Beragama, dan Pembelajaran PKn Terhadap Sikap Toleransi Beragama Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Bandar Lampung Tahun 2011-2012 oleh Ade Aransyah, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Program Studi PPKn, Universitas Lampung.

Masalah dalam penelitian ini adalah, “Adakah Pengaruh Pemahaman Toleransi Beragama, Pembudayaan Kehidupan Beragama, dan Pembelajaran Pkn Terhadap Sikap Toleransi Beragama”. Dengan menggunakan metode kuantitatif deskripti.


(57)

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pemahaman toleransi beragama, pembudayaan kehidupan beragama dan pembelajaran PKn sangat berpengaruh terhadap sikap toleransi beragama.

Perbedaan masalah dengan yang peneliti lakukan terletak pada variable X yaitu pemahaman kemerdekaan beragama sedangkan dalam penelitian Ade Aransyah adalah pemahaman toleransi umat beragama, pembudayaan kehidupan beragama dan pembelajaran PKn.

2. Tingkat Nasional

Model Pembelajaran Toleransi Antar Umat Beragama Dalam PKN DI SMA Selamat Pagi Indonesia Kecamatan Bumiaji Kota Batu, oleh Dian Endah Susanti Universitas Negeri Malang.

Kesimpulan pada penelitian ini adalah faktor pendorong toleransi antar umat beragama adalah keberagaman agama yang dianut di SMA Selamat Pagi Indonesia sehingga memicu siswa untuk bertoleransi. Model pembelajaran toleransi antar umat beragama yang ada di SMA Selamat Pagi Indonesia guru memberi pengarahan kepada peserta didik bahwa toleransi antar umat bergama penting dilakukan agar tidak terjadi konflik. Guru memberikan contoh perilaku bertoleransi kepada siswa. Kendala yang dihadapi adalah siswa berasal dari berbagai daerah dan beragam agama namun hal ini tidak menjadi kendala yang besar karena siswa memiliki kesadaran yang tinggi akan sikap bertoleransi, dari


(58)

kesadaran itulah merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut sehingga prospek kedepan sekolah ini menjadikan sekolah yang memiliki keidahan dalam perbedaan.

Perbedaan terletak pada Variabel X yaitu Pemahaman kemerdekaan beragama Sedangkan dalam penelitian Dian Endah Susanti adalah model pembelajaran dalam PKn.

C. Kerangka Pikir

Toleransi merupakan syarat penting bagi kehidupan bersama secara damai dan rukun, toleransi bukan berarti menerima ajaran-ajarannya, bahkan sampai pada penghargaan atas unsur-unsur rohani dan pengahayatan yang terdapat pada agama-agama lain yang dapat pula membantu penghayatan keyakinan sendiri.

Toleransi penting untuk diajarkan di sekolah dimana siswa akan diajarkan bagaimana menghargai agama yang berbeda dan bersosialisasi dimasyarakat yang berbeda pula, di dalam sekolah ada mata pelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan yang di dalamnya terdapat materi kemerdekaan beragama, jika siswa memahami materi itu diharapkan siswa akan mengimplememtasikan dalam kehidupan sehari-hari. Maka peneliti menyimpulkan adanya hubungan pemahaman kemerdekaan beragama dengan sikap toleransi umat beragama siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Simpang Pematang, kabupaten Mesuji tahun 2014/2015, dengan kerangka fikir sebagai berikut:


(59)

Gambar 2.1. Kerangka pikir hubungan pemahaman kemerdekaan beragama dengan sikap toleransi umat beragama siswa SMP Negeri 1 Simpang Pematang tahun 2014/2015.

D. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini yaitu:

Ho :ρ≠o :Tidak ada hubungan pemahaman kemerdekaan beragama dengan sikap toleransi umat beragama siswa SMP Negeri 1 Simpang Pematang tahun 2014/2015.

Ha :ρ=o :Ada hubungan pemahaman kemerdekaan beragama dengan sikap toleransi umat beragama siswa SMP Negeri 1 Simpang Pematang tahun 2014/2015.

Variabel X

Pemahaman Kemerdekaan Beragama:

1. Pengertian Kemerdekaan Beragama

2. Landasan Kemerdekaan Beragama

3. Ciri-ciri Kemerdekaan Beragama

Variabel Y

Sikap Toleransi Umat Beragama : 1. Sikap Terbuka

2. Sikap Sabar


(60)

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode ini meneliti masalah-masalah yang berlangsung di lapangan khususnya mengenai hubungan pemahaman Kemerdekaan Beragama dengan Sikap Toleransi Umat Beragama, sehingga menggunakan metode deskriptif korelasional sangat tepat untuk menggambarkan serta menemukan apakah ada hubungan yang kuat antara pemahaman kemerdekaan beragama dengan sikap toleransi umat beragama.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Simpang pematang, yang berjumlah 139 siswa.


(61)

Tabel 3.1. Jumlah Peserta Didik kelas XI di SMA Negeri 1 Simpang Pematang

No. Kelas laki-laki perempuan Jumlah

1 MIA 1 10 21 31

2 MIA 2 8 21 29

3 IIS 1 19 14 33

4 IIS 2 22 10 27

5 IIS 3 23 10 33

Jumlah 63 76 134

Sumber : Bagian Tata Usaha SMA Negeri 1 Simpang Pematang 2014/2015.

2. Sampel

Purposive sampling atau judgmental sampling Penarikan sampel secara purposive merupakan cara penarikan sample yang dilakukan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti. Peneliti memberikan sampel pada kelas XI IIS 2 yang berjumlah 27 siswa.

3.2 Tabel agama siswa kelas XI IIS 2 SMA Negeri 1 Simpang Pematang

No. Agama Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Islam 10 11 23

2 Kristen 2 2

3 Katolik 1 1

4 Hindu 1 1

5 Budha _ _ _


(62)

C. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Definisi Konseptual Variabel 1. Variabel Penelitian

a. Variabel yang mempengaruhi disebut juga variabel bebas, dalam hal ini yang menjadi variable bebas adalah pemahaman kemerdekaan beragama (X).

b. Variabel yang dipengaruhi atau disebut juga variable terikat, dalam penelitian ini adalah sikap toleransi umat beragama (Y)

2. Definisi Konseptual Variabel

a. Pemahaman kemerdekaan beragama adalah pemahaman atau pengetahuan yang dimiliki siswa tentang kemerdekaan beragama (pengertian, landasan dan kebebasan kemerdekaan) .

b. Sikap toleransi umat beragama adalah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain.

3. Definisi Operasional Variabel

a. Pemahaman kemerdekaam beragama merupakan penilaian terhadap kemampuan penguasaan materi kemerdekaan beragama. Indikator dalam variable ini adalah baik, cukup, dan kurang.

b. Sikap toleransi beragama adalah penilaian yang didasari oleh keyakinan berdasarkan norma-norma yang ada didalam masyarakat.


(63)

Sikap Toleransi umat Beragama yang diteliti terdiri dari indikator yaitu:

1. sikap terbuka

2. sikap sabar

3. sikap menerima perbedaan

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pada penelitian ini yaitu:

1. Teknik Pokok

a. Tes

Teknik ini disajikan dalam bentuk soal yang akan diberikan kepada siswa. Teknik ini diberikan kepada siswa.

b. Skala sikap

Skala sikap likert metode ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap berbentuk tabel, yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Nilai skala setiap pernyataan tidak ditentukan oleh derajatfavourablenya masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respon sangat setuju, setuju dan tidak setuju, dari sekelompok responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba.


(64)

2. Teknik penunjang a. Observasi

Observasi pada penelitian ini hanya membentu melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dengan datang langsung kelapangan atau sekolah.

E. Uji Validitas dan Uji realibitas 1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pertanyaa dalam mendefinisikan suatu variable. Setelah data terkumpul maka dilakukan konsultasi tes dengan dosen ahli penelitian, khususnya dengan dosen pembimbing I dan pembimbing II. Setelah dinyatakan valid maka instrument tes tersebut dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini.

2. Uji reliabilitas

Teknik yang digunakan dalam pengujian reliabilitas angket adalah teknik belah dua yaitu ganjil dan genap. Hasil dari kelompok ganjil dan genap dijumlahkan dengan menggunakan cara korelasiproduct moment,yaitu sebagai berikut:

r

( )( )

( )²


(65)

Keterangan :

r = hubungan variable x dan y

xy = product dari gejalan x dan y

X = variable bebas

Y = variable terikat

N = jumlah responden

Selanjutnya untuk mencari reliabilitas alat ukur ini maka dilanjutkan dengan penggunaan rumus Sperman Brown agar diketahui seluruh item dengan langkah sebagai berikut:

= 2( ) 1 +

F. Analisis data

Tindak lanjut dari pengumpulan data adalah analisis data, untuk mengkalasifikasi skor dengan rumus interval, dengan rumus yaitu:


(66)

Keterangan : I = Interval NT = Nilai tertinggi NR = Nilai terendah K = Kategori

Selanjutnya disajikan dalam bentuk presentase pada setiap tabel kesimpulan. Rumus presentase yang digunakan adalah sebagai berikut:

= × 100%

Keterangan : P = Presentasi

F = Jumlah jawaban item

N = Jumlah perkalian item dengan responden

mengelola dan menganalisis data dengan menggunakan rumus chi kuadrat yaitu:

menurut sujono (2005:273) menggunakan rumus chi kuadrat:


(67)

Keterangan :

X² = Chi Kuadrat

0 = Banyaknya data yang diharapkan = Jumlah kolom

= Banyaknya data hasil pengamatan = Jumlah baris

Kriteria uji sebagai berikut :

a. Jika X² hitung lebih besar atau sama dengan X² tabel dengan tarif signifikan

0,5 % maka hipotesis diterima

b. Jika X² hitung lebih kecil atau sama dengan X² tabel dengan tarif signikan

0,5 % maka hipotesis ditolak.

Mencari keeratan maka digunakan rumus kontigensi sebagai berikut:

C =

²

²

Keterangan:

C =koefisiensi kontingensi x² = chi kuadrat


(68)

C =

Keterangan :

C = Koefisien kontigensi maksimum

M = Harga maksimum antara banyak baris dan kolom 1 = Bilangan konstanss


(69)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERYATAAN ... iv

RIWAYAT HIDUP……… v

PERSEMBAHAN………... vi

MOTO………. vii

SANWACANA………... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Kegunaan ... 7

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskriptif Teori ... 10

1. Tinjauan Tentang Pemahaman ... 10

2. Tinjauan Tentang Kemerdekaan Beragama ... 11

2.1 Pengertian Kemerdekaan Beragama ... 11

2.2 Landasan Kemerdekaan Beragama ... 12

2.3 Ciri-ciri Kemerdekaan Beragama ... 13

2.4 Contoh Pelanggaran Kasus Kemerdekaan Beragama ... 16

3. Tinjauan Tentang Sikap ... 27

3.1 Pengertian Sikap... 27

3.2 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Perubahan Sikap ... 28

3.3 Ciri-ciri Sikap ... 29

3.4 Fungsi Sikap ... 32

3.5 Sifat Sikap ... 33

3.6 Tingkatan Sikap ... 33

3.7 Komponen Sikap ... 34

3.8 Cara Pengukuran Sikap ... 35

4. Tinjauan Tentang Toleransi Umat Beragama ... 36


(70)

4.2 Contoh Pelaksanaan Toleransi Antara Umat Beragama ... 39

4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Toleransi Beragama ... 40

B. Penelitian Relevan ………... 41

1. Penelitian Lokal……… 41

2. Tingkat Nasional……….. 42

C. Kerangka Fikir ... 43

D. Hipotesis ... 44

III.METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 45

B. Populasi dan Sampel ... 45

1. Populasi ... 45

2. Sampel ... 46

C. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Definisi Konseptual Variabel ... 47

1. Variabel Penelitian ... 47

2. Definisi Konseptuan Variabel ... 47

3. Definisi Operasional Variabel ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 48

1. Teknik Pokok ... 48

2. Teknik Penunjang ... 49

E. Uji Validitas dan Uji Realibitas ... 49

1. Uji Validitas ... 49

2. Uji Reabilitas ... 50

F. Analisis Data... 50

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Langkah-Langkah Penelitian ... 54

1. Persiapan Pengajuan Judul ... 54

2. Penelitian Pendahuluan ... 55

3. Pelaksanaan Penelitian ... 55

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 63

1. Sejarah Berdirinya SMA Negeri 1 Simpang Pematang ... 63

2. Visi dan Misi SMA Negeri 1 Simpang Pematang... 64

3. Sarana dan Prasarana Sekolah ... 64

4. Kondisi Siswa ... 65

C. Deskriptif Data ... 66

1. Pengumpulan Data ... 66

2. Penyajian Data... 66

D. Pengujian Hipotesis ... 85

E. Pembahasan ... 89

1. Pembahasan Siswa Tentang Kemerdekaan Beragama ... 89


(71)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 97 B. Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA


(72)

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan ada hubungan antara pemahaman kemerdekaan beragama dengan sikap toleransi umat beragama kelas XI SMA Negeri 1 Simpang Pematang Tahun 2014/2015. Pemahaman kemerdekaan beragama siswa cenderung tidak paham karena jumlah siswa yang tidak paham dan kurang paham 52%, kecenderungan ketidakpahaman siswa menyebabkan kurangnya rasa toleransi yang dimiliki oleh siswa dapat dilihat dari 59% siswa yang tidak memiliki rasa toleransi umat beragama.

B. Saran

Setelah peneliti melakukan penelitian, maka peneliti dapat mengajukan saran sebagai berikut :

1. Siswa diharapkan dapat memecahkan masalah tentang toleransi agar lebih memahami dan belajar bagaimana kemerdekaan beragama dan meningkatkan toleransi siswa.


(73)

2. Guru diharapkan mampu memberikan tugas bersama, atau kelompok dan menyatukan siswa yang berbeda-beda agama, agar siswa saling berkomunikasi dan mampu memiliki rasa toleransi umat beragama.

3. Orang tua diharapkan memberikan contoh bersosialisasi dengan berbeda agama, suku dan lingkungan berbeda, agar siswa terbiasa dengan lingkungan yang berbeda.


(74)

Pembudayaan Kehidupan Beragama, dan Pembelajaran PKn Terhadap Sikap Toleransi Beragama Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Bandar Lampung Tahun 2011-2012.Bandar Lampung : Universitas Lampung. Skripsi.

Nasiwan, Sundawa, Dadang. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Gerungan. 2004.Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama. Ahmadi, Abu. 2009.Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta.

Thouless, Robert, H. 1995. Pengantar psikologi Agama. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Dwiyono, Agus. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta : Yudistira

Endarayanto, Poly. 2012.Statistika Untuk Penelitian. Yogyakarta : Graha Ilmu Kurnia, Yuli. 2014. Hubungan Pemahaman Konsep Adab Sopan Santun dengan

Perubahan Sikap Siswa di Lingkungan SMP Negeri 2 Kelas VIII Way Lima Tahun 2013. Lampung : Universitas Lampung. Skripsi

Widyastuti, Retno . 2010. Kebaikan Akhlak dan Budi Pekerti. Semarang : Sindur Press

Maryana. 2012. Hubungan Antara Pemahaman Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat dengan Etika Berkomunikasi Siswa SMP Negeri 2 Kalianda Tahun Pelajaran 2011/2012. Lampung : Universitas Lampung. Skripsi

Loso. 2008.Akhlak Siswa Terhadap Teman. Semarang : Chyyas Putra

Prasetyo, Raka .2014.ciri-ciri kemerdekaan beragama. http://rakaraperz. blogspot. com/2014/09/ciri-ciri-kemerdekaan-beragama.html


(75)

Adul. 2013.toleransi umat bergama http://songgone.blogspot.com/2013/08/toleransi-antar-umat-beragama.html.

Indah. Dian. 2011. Model Pembelajaran Toleransi Antar Umat Beragama Dalam PKN DI SMA Selamat Pagi Indonesia Kecamatan Bumiaji Kota Batu,. Malang:Universitas Negeri Malang.


(1)

4.2 Contoh Pelaksanaan Toleransi Antara Umat Beragama ... 39

4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Toleransi Beragama ... 40

B. Penelitian Relevan ………... 41

1. Penelitian Lokal……… 41

2. Tingkat Nasional……….. 42

C. Kerangka Fikir ... 43

D. Hipotesis ... 44

III.METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 45

B. Populasi dan Sampel ... 45

1. Populasi ... 45

2. Sampel ... 46

C. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Definisi Konseptual Variabel ... 47

1. Variabel Penelitian ... 47

2. Definisi Konseptuan Variabel ... 47

3. Definisi Operasional Variabel ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 48

1. Teknik Pokok ... 48

2. Teknik Penunjang ... 49

E. Uji Validitas dan Uji Realibitas ... 49

1. Uji Validitas ... 49

2. Uji Reabilitas ... 50

F. Analisis Data... 50

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Langkah-Langkah Penelitian ... 54

1. Persiapan Pengajuan Judul ... 54

2. Penelitian Pendahuluan ... 55

3. Pelaksanaan Penelitian ... 55

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 63

1. Sejarah Berdirinya SMA Negeri 1 Simpang Pematang ... 63

2. Visi dan Misi SMA Negeri 1 Simpang Pematang... 64

3. Sarana dan Prasarana Sekolah ... 64

4. Kondisi Siswa ... 65

C. Deskriptif Data ... 66

1. Pengumpulan Data ... 66

2. Penyajian Data... 66

D. Pengujian Hipotesis ... 85

E. Pembahasan ... 89

1. Pembahasan Siswa Tentang Kemerdekaan Beragama ... 89


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 97 B. Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA


(3)

✄ ☎

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan ada hubungan antara pemahaman kemerdekaan beragama dengan sikap toleransi umat beragama kelas XI SMA Negeri 1 Simpang Pematang Tahun 2014/2015. Pemahaman kemerdekaan beragama siswa cenderung tidak paham karena jumlah siswa yang tidak paham dan kurang paham 52%, kecenderungan ketidakpahaman siswa menyebabkan kurangnya rasa toleransi yang dimiliki oleh siswa dapat dilihat dari 59% siswa yang tidak memiliki rasa toleransi umat beragama.

B. Saran

Setelah peneliti melakukan penelitian, maka peneliti dapat mengajukan saran sebagai berikut :

1. Siswa diharapkan dapat memecahkan masalah tentang toleransi agar lebih memahami dan belajar bagaimana kemerdekaan beragama dan meningkatkan toleransi siswa.


(4)

✆8

2. Guru diharapkan mampu memberikan tugas bersama, atau kelompok dan menyatukan siswa yang berbeda-beda agama, agar siswa saling berkomunikasi dan mampu memiliki rasa toleransi umat beragama.

3. Orang tua diharapkan memberikan contoh bersosialisasi dengan berbeda agama, suku dan lingkungan berbeda, agar siswa terbiasa dengan lingkungan yang berbeda.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aransyah, ade. 2012. Pengaruh Pemahaman tentang Toleransi Beragama, Pembudayaan Kehidupan Beragama, dan Pembelajaran PKn Terhadap Sikap Toleransi Beragama Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Bandar Lampung Tahun 2011-2012.Bandar Lampung : Universitas Lampung. Skripsi.

Nasiwan, Sundawa, Dadang. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Gerungan. 2004.Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama. Ahmadi, Abu. 2009.Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta.

Thouless, Robert, H. 1995. Pengantar psikologi Agama. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Dwiyono, Agus. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta : Yudistira

Endarayanto, Poly. 2012.Statistika Untuk Penelitian. Yogyakarta : Graha Ilmu Kurnia, Yuli. 2014. Hubungan Pemahaman Konsep Adab Sopan Santun dengan

Perubahan Sikap Siswa di Lingkungan SMP Negeri 2 Kelas VIII Way Lima Tahun 2013. Lampung : Universitas Lampung. Skripsi

Widyastuti, Retno . 2010. Kebaikan Akhlak dan Budi Pekerti. Semarang : Sindur Press

Maryana. 2012. Hubungan Antara Pemahaman Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat dengan Etika Berkomunikasi Siswa SMP Negeri 2 Kalianda Tahun Pelajaran 2011/2012. Lampung : Universitas Lampung. Skripsi

Loso. 2008.Akhlak Siswa Terhadap Teman. Semarang : Chyyas Putra

Prasetyo, Raka .2014.ciri-ciri kemerdekaan beragama. http://rakaraperz. blogspot. com/2014/09/ciri-ciri-kemerdekaan-beragama.html


(6)

Riska. 2012.kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama dalam perspektif akidah islam. http://isaythisisaythat.blogspot.com/2012/03/kebebasan-beragama-dan-toleransi-antar.html.

Adul. 2013.toleransi umat bergama http://songgone.blogspot.com/2013/08/toleransi-antar-umat-beragama.html.

Indah. Dian. 2011. Model Pembelajaran Toleransi Antar Umat Beragama Dalam PKN DI SMA Selamat Pagi Indonesia Kecamatan Bumiaji Kota Batu,. Malang:Universitas Negeri Malang.