KEMAMPUAN MENULIS CERITA PENDEK SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 GADINGREJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

ABSTRAK

KEMAMPUAN MENULIS CERITA PENDEK SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 GADINGREJO

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

HERDA SILVIANA

Permasalahan dalam penelitian ini adalah adalah bagaimana tingkat kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan siswa dalam: (1) mengembangkan tema cerpen, (2) mengembangkan tokoh cerpen, (3) mengembangkan alur cerpen, (4) mengembangkan latar, dan (5) menggunakan gaya bahasa cerpen.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes.

Hasil penelitian terhadap kemampuan menulis cerita pendek siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015, tergolong dalam kategori cukup dengan skor rata-rata 67,75. Skor rata-rata kemampuan siswa perindikator adalah: 1) tema skor rata 79,25 kategori baik; 2 a) kelogisan tindakan tokoh skor rata-rata yaitu 76,15 kategori baik, b) penyajian watak tokoh skor rata-rata 61,65 kategori cukup; 3) latar dengan rata-rata 65,25 kategori cukup; 4 a) rangkaian peristiwa rata-rata 63,68 kategori cukup, b) permainan alur rata-rata 56,91 kategori kurang; dan 5) gaya bahasa skor rata-rata 67,37 kategori cukup.


(2)

KEMAMPUAN MENULIS CERITA PENDEK SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 GADINGREJO

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

HERDA SILVIANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Herda Silviana dan dilahirkan di Wonokarto pada 16 Oktober 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis dilahirkan dari pasangan Bapak Heri Risyanto dan Ibu Rosidah.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 8 Wonokarto Kecamatan Gadingrejo dan selesai pada tahun 2005. Kemudian masuk SMP Muhammadiyah 1 Gadingrejo pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Kemudian masuk Sekolah Menengah Atas, SMA Negeri 1 Gadingrejo Kabupaten Pringsewu pada tahun 2008 dan selesai pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa S-1 pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Universitas Lampung. Tahun 2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Sukaraja Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus. Pada tahun yang sama penulis juga melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Semaka pada tahun pelajaran 2014/2015.


(7)

vi

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi rabbil alamin, puji syukur penulis ucapakan ke pada Allah SWT atas semua anugerah yang telah diberikan kepadaku, skripsi ini ku persembahkan

kepada:

Ibu Rosidah yang tak pernah usainya menguntai doa untukku; untuk Bapak Heri Risyanto yang peluhnya tak pernah berhenti mengalir demi keberhasilanku; dan

untuk Adikku Bagas Habibulloh yang selalu mengukir tawa semringah di wajahku.

Serta seluruh keluarga, sahabat dan teman-temanku angkatan 2011 yang telah membantu & mendoakan,

Riyan Mustafa yang selalu memberikan semangat dan mengharapkan hal yang terbaik ”untukku”.

Almamater Tercinta

(

Herda Silviana

)


(8)

v

MOTTO

“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 5-6)

“Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi”

(Ernest Newman)

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang sabar”

(QS. Al-Baqarah: 153)

Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dan satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat


(9)

vii

SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subbhanahu Wataala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Kemampuan Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015” dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung. Dalam proses penulisan skripsi ini terjadi banyak hambatan baik yang datang dari luar dan dari dalam diri penulis. Penulisan skripsi ini pun tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

2. Dr. Munaris, S.Pd.,M.Pd., pembimbing I yang dengan penuh sabar telah membimbing, membantu, memberikan solusi, menjelaskan, dan mengarahkan penulis selama proses penyusunan skripsi ini;

3. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., pembimbing II sekaligus ketua Program Studi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lampung yang juga telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, membantu, memberikan solusi, mengarahkan, menjelaskan dan memberikan saran kepada penulis;


(10)

viii

4. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., penguji sekaligus ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan saran kepada penulis;

5. Dr. Iqbal Hilal, M.Pd., pembimbing akademik yang senantiasa memberikan pengarahan, nasihat, dan saran-saran;

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Lampung yang telah memberikan penulis dengan begitu banyak ilmu pengetahuan;

7. Bapak dan Ibu staf administrasi FKIP Universitas Lampung;

8. Drs. Jumani Darjo, M.Pd., kepala sekolah SMA Negeri 1 Gadingrejo yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian;

9. Bapak Marikun, S.Pd., M.Pd., guru bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Gadingrejo yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian;

10.Orang tuaku, Bapak Heri Risyanto, dan Ibu Rosidah dengan segala limpahan cinta dan kasih sayang, memberikan nasihat, dukungan, motivasi, serta untaian doa yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis;

11. Keluarga besarku yang telah memberikan dukungan, doa, dan motivasi kepada penulis;

12. Adikku tersayang, Bagas Habibulloh yang selalu memudarkan penat penulis melalui candanya;

13. Riyan Mustafa laki-laki spesial, tak henti-hentinya memberikan semangat, doa dan motivasi agar aku cepat menyelesaikan skripsiku;

14. Sahabat seperjuangan Devi Novitasari, Dewi Ayu Purnamasari, Elisa Novitasari, Qonita Afriyani, Ratih Amalia Wulandari, dan Warisem. Penulis


(11)

ix

sengaja menyebut nama kalian secara alfabetis karena sungguh tiada maksud ingin membeda-bedakan posisi kalian di hati penulis. Kalian sangat berarti dalam pendewasaan penulis, terima kasih atas persahabatan, doa, serta dukungan, motivasi, dan kebersamaan yang telah kalian berikan selama ini; 15.Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 yang penulis sayangi serta kakak

dan adik tingkat Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

16. Sahabat KKN/PPL terkasih Intania Riska Putrie, Nurhesti Santika, Rima Permatasari, Rizky Mirantika, Rita S, Riyan Mustafa, Chairul Ichwan, I Kadek Agustiawan, Muhammad Yusuf, yang telah sempat bersama-sama menggali pengalaman baru di SMP Negeri 1 Semaka Kabupaten Tanggamus dan senantiasa memberikan semangat, dukungan, dan keceriaan dalam menyelesaikan skripsi ini;

17. Almamater tercinta;

18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Semoga Allah SWT memberi sebaik-baik balasan kepada bapak, ibu dan rekan- rekan semua. Hanya ucapan terima kasih dan doa yang bisa penulis berikan. Kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat membuka wawasan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandarlampung, Desember 2015 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

PENGESAHAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Pengertian Kemampuan ... 7

2.2 Pengertian Menulis... 7

2.2.1 Pengertian Cerita Pendek ... 8

2.2.2 Pengertian Kemampuan Menulis Cerita Pendek... 10

2.2.3 Ciri-Ciri Cerita Pendek ... 11

2.3 Unsur Pembangun Cerita Pendek... 12

2.3.1 Tema ... 13

2.3.2 Tokoh dan Penokohan ... 15

2.3.3 Latar ... 17

2.3.4 Alur ... 20


(13)

3.3 Sampel ... 27

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 29

3.5 Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Hasil dan Pembahasan ... 37

4.1.1 Kemampuan Menulis Cerita Pendek pada Siswa Kelas XI IPA 4 SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015 ... 39

4.1.2 Kemampuan Menulis Cerita Pendek pada Siswa Kelas XI IPA 4 SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015 Ditinjau dari Masing- Masing Indikator ... 41

4.1.2.1 Indikator Tema ... 41

4.1.2.2 Indikator Tokoh ... 43

4.1.2.3 Indiktor Latar ... 48

4.1.2.4 Indikator Alur ... 50

4.1.2.5 Indikator Gaya Bahasa ... 54

4.2 Pembahasan Penelitian ... 56

4.2.1 Menyajikan Tema ... 56

4.2.2 Menyajikan Tokoh ... 63

4.2.3 Menyajikan Latar ... 69

4.2.4 Menyajikan Alur ... 76

4.2.5 Menyajikan Gaya Bahasa ... 83

4.3 Kemampuan Menulis Cerita Pendek pada Siswa Kelas XI IPA 4 SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015 ... 89

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 91

5.1 Simpulan ... 91

5.2 Saran ... 92 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel

3.2 Jumlah Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo ... 27 3.5 Aspek Penilaian Kemampuan Menulis Cerita Pendek... 31 3.5 Tolok Ukur Penilaian ... 36 4.1 Rata-rata Kemampuan Menulis Cerita Pendek Pada Siswa

Kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun

Pelajaran 2014/2015 Berdasarkan Lima Indikator ... 38 4.1.1 Frekuensi Kemampuan Menulis Cerita Pendek pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo

Tahun Pelajaran 2014/2015 ... 39 4.1.2.1 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita Pendek

Berdasarkan Indikator Tema (Keterkaitan Tema

dengan Isi Cerita) ... 41 4.1.2.2 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita Pendek

pada Indikator Tokoh Ditinjau Berdasarkan

Kelogisan Tindakan Tokoh ... 44 4.1.2.2 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita Pendek

pada Indikator Tokoh Ditinjau Berdasarkan

Penyajian Watak Tokoh ... 46 4.1.2.3 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita

Pendek pada Indikator Latar ... 48 4.1.2.4 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita

Pendek pada Indikator Alur Ditinjau

Berdasarkan Rangkaian Peristiwa ... 50 4.1.2.4 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita

Pendek pada Indikator Alur Ditinjau Berdasarkan

Permainan Alur ... 52 4.1.2.5 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

4.1.1 Grafik Frekuensi Kemampuan Menulis Cerita Pendek ... 40 4.1.2.1 Grafik Frekuensi Kemampuan Menulis Cerita Pendek

Ditinjau Berdasarkan Indikator Tema ... 42 4.1.2.2 Grafik Frekuensi Kemampuan Menulis Cerita Pendek

pada Indikator Tokoh Ditinjau Berdasarkan

Kelogisan Tindakan Tokoh ... 45 4.1.2.2 Grafik Frekuensi Skor Kemampuan Siswa dalam Menulis

Cerita Pendek pada Indikator Tokoh Ditinjau Berdasarkan

Penyajian Watak Tokoh ... 47 4.1.2.3 Grafik Frekuensi Skor Kemampuan Siswa dalam Menulis

Cerita Pendek pada Indikator Latar ... 49 4.1.2.4 Grafik Frekuensi Skor Kemampuan Siswa dalam Menulis

Cerita Pendek pada Indikator Alur Ditinjau dari

Rangkaian Peristiwa ... 51 4.1.2.4 Grafik Frekuensi Skor Kemampuan Siswa dalam Menulis

Cerita Pendek pada Indikator Alur Ditinjau dari

Rangkaian Permainan Alur ... 53 4.1.2.5 Grafik Frekuensi Skor Kemampuan Siswa dalam Menulis


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keterampilan berbahasa berhubungan erat dan saling melengkapi dengan pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di sekolah berkaitan dengan kesusastraan adalah agar siswa mampu menikmati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Berdasarkan tujuan tersebut, aspek bersastra akan menunjang pelajaran bahasa Indonesia dan memberikan pengalaman langsung kepada siswa tentang realitas kebahasaan. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen penting, yaitu (1) keterampilan menyimak (listening skill), (2) keterampilan berbicara (speaking skill), (3) keterampilan membaca (reading skill), (4) keterampilan menulis (writing skill) (Tarigan, 1992: 1).

Sebagai keterampilan berbahasa, menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang terpadu dan bertujuan untuk menghasilkan tulisan. Pada dasarnya kegiatan berbahasa terutama menulis sangatlah bermanfaat bagi kehidupan manusia,


(17)

khususnya para siswa. Akan tetapi, kenyataannya menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sering dikatakan sebagai kemapuan paling sulit dikuasai oleh siswa, misalnya dalam penulisan karya sastra khususnya cerpen. Keterampilan menulis tidak mungkin dapat dikuasai melalui teori saja tetapi diperlukan latihan dan praktik yang teratur.

Kesulitan menulis disebabkan oleh kompleksnya permasalahn yang adda dalam pembelajaran menulis. Seorang penulis tidak hanya dituntut untuk menguasai permasalahan yang akan ditulisnya, tetapi harus menguasai tata cara penulisa, kaidah-kaidah penggunaan bahasa tulis, dan gaya penulisan tertentu agar tulisannya menarik.

Dalam ruang lingkup mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA/MA program bahasa kelas XI, keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang ditekankan pembinaannya. Aspek menulis difokuskan agar siswa mampu mengapresiasikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat dan perasaan dalam menyusun karangan. Pada kemampuan bersastra, misalnya kemampuan menulis cerpen penting bagi siswa karena cerpen dapat dijadikan sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran. Dengan adanya keterampilan menulis cerpen ini, diharapkan siswa memperoleh pengetahuan, pengalaman, membentuk watak disiplin dan kepribadian.

Pembelajaran cerpen berada di dalam standar kompetensi menulis, yaitu mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen, dengan kompetensi dasar menulis karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam cerpen. Indikator ketercapaian hasil pembelajaran ini adalah siswa mampu menulis cerpen


(18)

3

dengan memperhatikan unsur-unsur cerpen (tema, tokoh, alur, latar, dan gaya bahasa).

Cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu peristiwa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 263). Cerita dapat diartikan kejadian yang melukiskan atau mengisahkan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa, dan kejadian. Cerita pendek yang baik harus berisi satu kesatuan cerita yang lengkap, bulat, dan singkat, semua bagian dalam sebuah cerita pendek harus menyenangkan dan menggembirakan pembacanya (Nadeak, 1989: 45).

Menulis cerpen merupakan pengungkapan ide atau gagasan dari segi tema, alur, latar, tokoh, maupun gaya bahasa. Inti kemampuan menulis cerpen terletak pada kemampuan bercerita. Untuk itu, siswa harus mampu menciptakan sesuatu yang baru berdasarkan pikiran dan daya imajinasi siswa dalam hal mengarang atau menulis. Hal yang harus diperhatikan dalam menulis cerpen yaitu, siswa dituntut untuk terampil berbahasa dan mengetahui tata cara penulisan, kaidah-kaidah penggunaan bahasa tulis, dan gaya penulisan tertentu agar tulisan menarik.

Kemampuan menulis cerpen yang dimiliki siswa tidaklah sama. Bagi sebagian siswa, mengarang atau menulis adalah hal yang sulit dan menjenuhkan. Ada sebagian siswa yang apabila ditugaskan untuk mengarang mereka mengerjakan semaunya, kadang berhenti di tengah jalan, atau dengan kata lain tidak selesai, sebagai contoh disaat guru memberikan tugas untuk menulis sebuah cerita seperti cerita pendek siswa


(19)

masih lemah dalam menentukan suatu gagasan yang akan mereka tuangkan ke dalam sebuah tulisan.

Masalah yang sering dilontarkan dalam pengajaran karang-mengarang adalah kurang mampunya siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini terlihat dari pilihan kata yang kurang tepat, kalimat yang kurang efektif, sukar mengungkapkan gagasan karena kesulitan memilih kata atau membuat kalimat, bahkan kurang mampu mengembangkan ide secara teratur dan sistematis. Di samping itu, kesalahan dalam penulisan EYD pun sering kita jumpai. Kenyataan ini tidak hanya dialami oleh siswa menengah atas (SMA), tetapi terkadang sampai mahasiswa di perguruan tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, seperti: kemauan berlatih kurang, kurang menguasai dalam penyusunan kalimat, paragraf, kemampuan bernalar yang minim, kurang menguasai ejaan yang disempurnakan (EYD), dan rendahnya penguasaan kosa kata.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kemampuan menulis cerita pendek siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat kemampuan menulis cerita pendek siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015 khususnya yang berkenaan dengan tema, tokoh, latar, alur dan gaya bahasa?


(20)

5

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015. Tujuan penulis ini difokuskan pada kemampuan siswa dalam pengungkapan tema, penyajian tokoh, penyajian latar, penyajian alur dan penggunaan gaya bahasa.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat, manfaat tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan konsep ilmu pendidikan khususnya ilmu mata pelajaran bahasa Indonesia yang berkaitan dengan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberi informasi bagi guru bidang studi bahasa Indonesia khususnya di SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015, tentang tingkat kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek.

b. Bahan masukan bagi guru bahasa Indonesia dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya menulis cerita pendek pada siswa kelas XI secara umum.


(21)

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015.

2. Objek penelitian ini adalah kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015.

Adapun materi yang diteliti terdiri atas: a. tema;

b. tokoh; c. latar; d. alur; dan e. gaya bahasa.


(22)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kemampuan

Kemampuan merupakan kapasitas seseorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam satu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 869). Dari pengertian tersebut kemampuan juga dapat diartikan sebagai kesanggupan atau kecakapan seseorang untuk melakukan suatu tindakan.

2.2 Pengertian Menulis

Menulis merupakan suatu aktivitas yang kompleks yang meliputi aktivitas jasmani dan rohani. Menulis juga dapat diartikan sebagai komunikasi dengan menggunakan pikiran, perasaan dan kehendak kepada orang lain secara tertulis. Menurut (Rosidi, 2009: 12) menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tertulis. Menulis dipergunakan, melaporkan/memberitahukan, dan memengaruhi maksud serta tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas, kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata, dan struktur kalimat Morsey (dalam Tarigan, 2008: 4).


(23)

(Dalman, 2014: 3) menyatakan bahwa menulis didefinisikan sebagai suatu kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan (informasi) secara tertulis kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Menulis adalah mengungkapkan ide atau gagasannya dalam bentuk karangan secara leluasa Marwoto (dalam Dalman, 2014: 4). Menulis adalah (1) membuat huruf dengan pena atau pensil, (2) melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan, (3) mengarang cerita (Depdiknas, 2003: 12).

Menulis merupakan suatu proses perkembangan, menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, pelatihan, keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran menjadi seorang penulis. Menuntut gagasan-gagasan yang tersusun secara logis, diekspresikan dengan jelas, dan ditata secara menarik Logan (dalam Tarigan, 2008: 9). Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang garis yang menghasilkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut dan dapat memahami bahasa dan grafis itu (Tarigan, 2008: 22).

2.2.1 Pengertian Cerita Pendek

Sesuai dengan namanya, cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita berbentuk prosa yang pendek. Menurut Edgar Allan Poe (dalam Suyanto, 2012: 46) cerpen adalah cerita pendek yang habis dibaca sekali duduk, yang kira-kira kurang dari satu jam. Yang dimaksud dengan dibaca sekali duduk adalah tidak memerlukan waktu yang lama dalam membacanya. Notosusanto (dalam Tarigan, 1985: 176) mengemukakan pengertian cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau


(24)

kira-9

kira tujuh belas halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri memiliki sifat pokok, yaitu singkat dan lengkap.

Rosidi (dalam Tarigan, 1985: 176) mengemukakan cerpen adalah cerita yang pendek dan merupakan suatu kebulatan ide. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi. (Esten, 1987: 12) mengemukakan bahwa cerita pendek merupakan pengungkapan suatu kesan yang hidup dari fragmen kehidupan manusia.

Cerpen (cerita pendek sebagai genre fiksi) adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur (Kurniawan, 2012: 59). Cerpen merupakan genre fiksi yang bentuknya ada dua, yaitu (1) cerita fiksi yang rangkaian peristiwanya panjang dan menghadirkan banyak konflik dan persoalan yang disebut dengan novel atau roman, sedangkan (2) yang rangkaian peristiwanya pendek dan menghadirkan satu konflik dalam satu persoalan yang disebut cerita pendek (cerpen).

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah suatu jenis prosa fiksi yang bentuknya pendek yang menggambarkan sebuah pengalaman, habis dibaca sekali duduk, dan memiliki jalan cerita yang lebih padat dibandingkan dengan jenis prosa fiksi lainnya.


(25)

2.2.2 Pengertian Kemampuan Menulis Cerita Pendek

Kemampuan menulis cerita pendek adalah kesanggupan atau kecakapan seseorang menggunakan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, ekspresif, enak dibaca, dan bisa dipahami orang lain (Marwoto: 1987: 12). Dalam menulis cerita pendek, penulis dituntut untuk mengkreasikan karangannya dengan tetap memperhatikan struktur cerita pendek, kemenarikan, dan keunikan dari sebuah cerita pendek.

Dari kemampuan menulis cerita pendek diharapkan siswa memiliki kompetensi untuk menyusun karangan dan menulis prosa sederhana. Setelah mengikuti pembelajaran tersebut siswa diharapkan mampu menyebutkan beberapa pengalaman yang menarik (menyenangkan, tidak menyenangkan, mengharukan, dan sebagainya), memilih salah satu, dan merinci segi-segi yang hendak diuraikan tentang satu pengalaman itu, menyusun kerangka cerita, dan mengembangkan kerangka cerita pengalaman menjadi cerita yang utuh dan padu. Dengan prosa sederhana inilah yang bisa dikembangkan menjadi bentuk cerita lainnya, salah satunya cerita pendek.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis cerita pendek adalah kesanggupan atau kemampuan untuk melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan berbetuk fiksi (cerpen), yang di dalamnya terdapat unsur-unsur tema, tokoh, alur, latar, amanat, sudut pandang dan gaya bahasa yang disampaikan kepada pembaca, yang disajikan dengan bahasa yang menarik dan sugestif.


(26)

11

2.2.3 Ciri-Ciri Cerita Pendek

Ciri-ciri cerita pendek dikemukakan (Tarigan, 2008: 46) sebagai berikut.

1. Singkat, padu, intensif.

2. Unsur utama cerita pendek adalah adegan, tokoh, dan gerak.

3. Bahasa cerita pendek haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian.

4. Cerita pendek mengandung interprestasi pengarang tentang konsepsinya

mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

5. Sebuah cerita pendek menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca.

6. Cerita pendek menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang

pertama-tama menarik perasaan dan baru kemudian menarik pikiran.

7. Cerita pendek mengandung detail-detail insiden-insiden yang dipilih dengan

sengaja dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.

8. Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan

cerita.

9. Cerita pendek harus mempunyai satu efek atau satu kesan yang menarik.

10. Cerita pendek bergantung pada satu situasi.

Sedangkan menurut Lubis (dalam Tarigan, 2008: 177) (a) cerita Pendek mengandung interprestasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung; (b) dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan cerita; (c) cerita pendek mempunyai seorang yang


(27)

menjadi pelaku atau tokoh utama; (d) cerita pendek satu efek atau kesan yang menarik.

Panjang pendeknya cerita pendek ini bervariasi. Ada cerpen yang pendek (Short Story), bahkan pendek sekali, berkisar 500-an kata, ada cerpen yang panjangnya cukup (Middle Short Story), serta ada cerpen yang panjang (Long Short Story) terdiri dari puluhan atau bahkan puluhan ribu kata. Cerita pendek yang panjangnya terdiri atas puluhan ribu kata tersebut dapat juga disebut novelet. Sebagai contoh misalnya, Sri Sumarah dan juga Bawuk serta Kimono Birubuat Istri karya Umar Kayam walaupun untuk yang kedua terakhir itu lebih banyak disebut sebagai cerpen panjang. Ciri-ciri yang diungkapkan di atas, penulis sependapat dengan teori tersebut karena menulis cerita pendek harus memenuhi kriteria atau ciri-ciri seperti yang diungkapkan di atas. Berkaitan dengan kemampuan menulis cerita pendek yang akan penulis teliti di SMA Negeri 1 Gadingrejo, penulis tidak membatasi ciri-ciri seperti yang diungkapkan di atas.

2.3 Unsur-unsur Pembangun Cerpen

Unsur-unsur pembangun cerita pendek adalah tema, tokoh (dan penokohan), alur, latar, gaya bahasa, dan sudut pandang (Suyanto, 2012: 46). Karakter utama dalam fiksi (cerpen) adalah pada peristiwa, yaitu suatu kejadian yang di dalamnya ada hubungan antar tokoh, alur dan setting. Peristiwa dalam cerita pendek menunjukkan dua pola, yaitu peristiwa monologis yang merupakan penggambaran keadaan dan kedirian yang bersifat tunggal, di mana tokoh sedang bermonolog atau penulis sedang menggambarkan keadaan dan peristiwa dialogis yang merupakan penggambaran


(28)

13

keadaan hubungan tokoh dengan tokoh dalam suatu keadaan tempat dan waktu tertentu. Baik peristiwa dialogis maupun monologis selalu ada dalam sebuah cerpen. Pada hakikatnya peristiwa monologis dan dialogis adalah sebagai pembangun cerita yang menunjukkan karakter yang sama, yaitu peristiwa sebagai pembangun cerpen selalu terbentuk atas: tokoh, setting, dan alur (Kurniawan, 2012: 59). Dengan demikian, hakikat ketiganya adalah pembangun cerita yang konkret (fact), yaitu suatu fakta-fakta konkret yang secara ekplisit membangun cerpen ataupun fiksi sehingga ketiga unsur ini (tokoh, latar dan alur) disebut dengan fakta cerita. Melalui fakta cerita inilah maka tema, pesan, amanat, tujuan, suasana, dan sudut pandang diaktualisasikan.

Belajar menulis cerpen harus diawali dengan pemahaman fakta cerita secara komprehensif, karena menulis cerpen berarti menulis unsur tersebut untuk dijalin menjadi satu kesatuan peristiwa yang indah, menghibur, dan memiliki konflik yang menarik. Ketiga aspek tersebut merupakan karakteristik cerpen yang perlu kita pahami sebelum berlatih serius menulis cerpen.

2.3.1 Tema

Tema adalah gagasan utama atau pikiran pokok. Tema dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama-sama membentuk sebuah cerita utuh. Tema yang notabene “hanya” berupa makna atau gagasan dasar umum cerita, tidak mungkin hadir tanpa unsur-unsur bentuk yang menampungnya. Dengan demikian, sebuah tema baru akan menjadi makna cerita jika ada dalam keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita lainnya.


(29)

Dalam cerita pendek yang berhasil, tema tersamar dalam seluruh elemen. Pengarang menggunakan dialog-dialog tokoh-tokohnya, jalan pikirannya, perasaannya, kejadian-kejadian, setting cerita untuk mempertegas isi tema. Seluruh cerita mempunyai satu arti, satu tujuan saja yang mempersatukan segalanya adalah tema. Tema sesuatu cerita timbul dari/pada akhir, atau lebih khusus lagi, dari cera penyelesaian klimaks (Tarigan, 2008: 169).

Tema suatu cerita umumnya mempersoalkan kehidupan manusia yang dijabarkan secara konkret oleh pengarang dalam topik-topik cerita. Tema adalah pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun gagasan utama dari suatu karya sastra Brooks, (dalam Tarigan, 1985: 125). Dalam buku prilaku tokoh cerpen Indonesia, (Suyanto, 2012: 54) berpendapat tema adalah ide/gagasan yang ingin disampaikan pengarang dalam ceritanya.

Pada fiksi modern termasuk cerpen, umumnya tema diungkapkan secara implisit. Secara implisit maksudnya jika tema tersirat dalam tingkah laku tokoh menjelang berakhirnya cerita, sedangkan eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, atau larangan. Kedudukan tema dalam cerpen sangat penting, untuk menangkap cerpen, pembaca harus terlebih dahulu menentukan unsur-unsur intrinsik dalam cerpen.

Berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan tentang kemampuan menulis cerita pendek di SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015, agar


(30)

15

kemampuan siswa dalam menulis cerpen dapat terlihat secara efektif, maka penulis memberikan tema pilihan untuk disajikan dalam cerpen yang akan mereka buat.

2.3.2 Tokoh dan Penokohan

Pada sebuah cerpen unsur tokoh tidak bisa disampingkan sebab tanpa adanya tokoh di dalam sebuah cerpen, maka cerpen tersebut tidak bisa dikatakan sebuah karya. Tokoh dalam cerita merujuk pada orang atau individu yang hadir sebagai pelaku dalam sebuah cerita, yaitu orang atau individu yang akan mengaktualisasikan ide-ide penulis. Di dalam sebuah cerpen harus ada sebagai pelaku utama dalam cerita dan ditambah beberapa tokoh lain dalam memainkan cerita.

Tokoh atau karakterisasi adalah proses yang dipergunakan oleh seseorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya. Tokoh fiksi harus dilihat sebagai yang berada pada satu masa dan tempat tertentu dan haruslah diberi motif-motif yang masuk akal bagi segala sesuatu yang dilakukannya, tugas pengarang ialah membuat tokoh sebaik mungkin Laverty (dalam Tarigan 2008: 147).

Tokoh adalah pelaku cerita dan penokohan adalah bagaimana cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan watak para tokoh dalam cerita rekaan (Suyanto, 2012: 46). Penokohan atau perwatakan adalah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh dan watak-wataknya itu dalam suatu cerita. Tokoh dan penokohan merupakan hal yang saling berkaitan. Dalam sebuah cerita fiksi didukung oleh adanya alur, perwatakan atau penokohan juga mendukung, yang melukiskan watak-watak tokoh dalam cerita tersebut.


(31)

Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero tokoh yang merupakan pengejawantahan norna-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd & Lewis, 1966: 59). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang dibenci pembaca. Menurut definisi Sudjiman (dalam Budianta, 2002: 86), tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Di samping tokoh utama (protagonis), ada jenis tokoh lain, yang terpenting adalah tokoh lawan (antagonis), yakni tokoh yang diciptakan untuk mengimbangi tokoh utama. Konflik diantara mereka itulah yang menjadi inti dan menggerakkan cerita. tokoh yang fungsinya hanya melengkapi disebut tokoh bawahan.

Selain iu, dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga merasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relative pendek. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita yang bersangkutan. Tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Di pihak lain pemunculan tokoh tambahan


(32)

17

dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung.

2.3.3 Latar

Latar yakni segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Setting adalah latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang dalam suatu cerita atau The physical background, the element of place, in a story Warren (dalam Tarigan, 1979: 82). Latar selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur lain dalam rangka membangun totalitas makna serta adanya kesatuan dari seluruh isi yang dipaparkan pengarang. Latar juga memiliki hubungan dengan penokohan, suasana cerita, alur, maupun dalam rangka mewujudkan suatu cerita dengan penahapan peristiwa berdasarkan alur cerita itu sendiri.

Deskripsi latar dapat bersifat fisik, realistis, dokumenter, dapat pula berupa deskripsi perasaan. Latar adalah lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonimia, metafora, atau ekspresi tokohnya Warren (dalam Budianta, 2002: 86). Menurut Stanton (dalam Kurniawan, 2000: 18) latar cerita adalah lingkungan, dunia cerita sebagai tempat terjadinya peristiwa.

Menurut Abrams, (dalam Suyanto 2012: 50) latar adalah tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar dalam cerita dapat diklasifikasikan menjadi: 1) latar tempat, yaitu latar yang merupakan lokasi tempat terjadinya peristiwa cerita, baik itu nama kota, jalan, gedung, rumah. 2) latar waktu, yaitu latar yang berhubungan dengan saat terjadinya


(33)

peristiwa cerita, berupa penanggalan, penyebutan peristiwa sejarah, penggambaran situasi malam, pagi, siang, sore. 3) latar sosial, yaitu keadaan yang berupa adat istiadat, budaya, nilai-nilai/norma yang ada di tempat peristiwa cerita.

Nurgiyantoro (dalam Kurniawan, 2012: 68) juga berpendapat bahwa latar dalam cerita biasanya menyangkut tiga hal.

1. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat– tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat–tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata. Penggunaan latar tempat dengan nama–nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Untuk dapat mendeskripsikan suatu tempat secara meyakinkan pengarang perlu menguasai medan. Pengarang haruslah menguasai situasi geografis lokasi yang bersangkutan lengkap dengan karakteristik dan sifat khasnya. Pengangkatan suasana kedaerahan, sesuatu yang mencerminkan unsur local color, akan menyebabkan latar tempat menjadi unsur yang dominan dalam karya yang bersangkutan.

2. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa–peristiwa

yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya


(34)

19

dengan peristiwa sejarah. Pengangkatan unsur sejarah ke dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional, sehingga tidak dapat diganti dengan waktu yang lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita. Latar waktu menjadi amat koheren dengan unsur cerita yang lain. Ketipikalan unsur waktu dapat menyebabkan unsur tempat menjadi kurang penting, khususnya waktu sejarah yang berskala nasional.

3. Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal–hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain–lain yang tergolong latar spiritual.seperti dikemukakan sebelumnya.

Latar sosial memang dapat secara meyakinkan menggambarkan suasana kedaerahan, local color, warna setempat daerah tertentu melalui kehidupan sosial masyarakat. Di samping berupa hal–hal yang telah dikemukakan, ia dapat pula berupa dan diperkuat dengan penggunaan bahasa daerah atau dialek–dialek tertentu.

Pada dasarnya pengertian latar dari beberapa pendapat di atas memiliki inti yang sama. Latar yang dimaksud dalam cerita fiksi (cerpen) adalah tempat terjadinya cerita, kapan di mana cerita itu terjadi. Berkaitan dengan kemampuan menulis cerita pendek siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo, pemilihan latar yang akan disajikan dalam cerita pendek hal yang perlu diperhatikan adalah mempertimbangkan


(35)

dua unsur cerita, yaitu tema dan watak atau karakter tokoh, supaya latar atau setting yang digunakan memiliki hubungan kausal antar tema, dan watak tokoh.

2.3.4 Alur

Dalam arti luas, alur adalah keseluruhan sekuen (bagian) peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita, yaitu rangkaian peristiwa yang terbentuk karena proses sebab akibat (klausal) dari peristiwa-peristiwa lainnya Stanton, (dalam Kurniawan, 2012: 69). Alur adalah rangkaian peristiwa yang saling berkaitan karena hubungan sebab dan akibat (Suyanto, 2012: 49). (Wiyatmi, 2006: 36) menyatakan alur merupakan rangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan hubungan sebab akibat. Sementara itu menurut (Sumardjo, 2007: 136), plot tersembunyi dalam jalan cerita, kita dapat mengetahui plot jika kita mengikuti jalan cerita. Plot atau alur merupakan bagian yang menarik dalam sebuah cerita.

Menurut (Sayuti, 2000: 32), alur dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah (klimaks), dan bagian akhir (penyelesaian). Alur memiliki beberapa kaidah, yaitu plausibilitas (kemasukakalan), surprise (kejutan), suspense, dan unity (keutuhan) (Sayuti, 2000: 47-53). Rangkaian peristiwa direka dan dijalin dengan saksama membentuk alur yang menggerakkan jalannya cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian Sudjiman (dalam Budianta, 2002: 86) .

Peristiwa-peristiwa yang menjalinnya ada yang penting untuk jalannya cerita ada yang tidak penting, namun saling melengkapi untuk menjadikan kisah itu menarik. Peristiwa-peristiwa penting adalah yang memiliki hubungan sebab-akibat (fungsi


(36)

21

utama) dan bentuk kerangka cerita. Tidak selamanya suatu kisah dijalin dengan peristiwa-peristiwa yang berlangsung dari A – Z, menurut alur kronologis.

Berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan tentang kemampuan menulis cerita pendek, diharapkan siswa dapat menyusun alur cerita pendek berdasarkan peristiwa yang terjadi, dan menyusun peristiwa atau kejadian secara logis dan memiliki hubungan kausal.

Lubis (dalam Tarigan, 2008: 156) membagi unsur-unsur alur menjadi lima bagian, yaitu.

1. Situation (pengarang mulai melukiskan sesuatu keadaan atau situasi latar, dan tokoh).

2. Generating circumstances (peristiwa yang bersangkut-paut, yang berkait-kaitan mulai bergerak), tahap pemunculan konflik. Peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal pemunculan konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

3. Rising action (keadaan mulai memuncak), tahap peningkatan konflik, konflik yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa semakin mencengkam, dan tokoh mencapai ke klimaks yang tak dapat dihindari.

4. Climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks), konflik yang terjadi dan dilakui ditimpakan kepada para tokoh untuk mencapai intensitas puncak.


(37)

5. Denouement (pengarang memberikan pemecahan sosial dari semua peristiwa) tahap penyelesaian, konfik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan.

Sementara itu menurut (Tarigan, 1979: 82) mengemukakan bahwa unsur terpenting yang terdapat di dalam suatu alur cerita adalah konflik. Konflik adalah permasalahan yang dialami oleh karakter dalam cerita dan konflik ini merupakan inti dari sebuah karya sastra yang pada akhirnya membentuk plot. Konflik tersebut terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya sebagai berikut.

a. Manusia dan manusia; b. manusia dan masyarakat; c. manusia dan alam sekitar; d. suatu ide dan ide lain; e. seseorang dan kata hatinya.

Jenis konflik (a), (b), dan (c) di atas dapat disebut physical conflict, external conflict, atau konflik jasmaniah sedangkan konflik (d) dan (e) disebut psyhological conflict, internal conflict atau konflik batiniah. Sebagaimana yang telah diungkapkan di atas, cerpen merupakan sebuah karya sastra yang bersifat imajinatif dan kreatif serta adanya unsur kebaruan dan keaslian. Masalah kreativitas, kebaruan, dan keaslian dapat juga menyangkut masalah pengembangan plot.

Sementara itu, (Nurgiyantoro, 2010: 153) membedakan plot menjadi tiga kriteria berdasarkan sudut tinjauan sebagai berikut.


(38)

23

1. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu

Urutan waktu adalah waktunya terjadi peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang bersangkutan. Secara teoritis kita dapat membedakan plot ke dalam dua kategori.

a. Plot Lurus, progresif. Dikatakan jika peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis yang diikuti penyebab terjadinya peristiwa-peristiwa yang ada dalam suatu cerita.

b. Plot sorot balik, flas-back. Urutan kejadian yang dikisahkan ke dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah bahkan tahap akhir kemudian tahap awal cerita yang dikisahkan.

2. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Jumlah

Dengan kriteria jumlah dimaksudkan sebagai banyaknya cerita yang terdapat dalam sebuah karya fiksi. Di dalam karya fiksi ada dua kriteria.

a. Plot Tunggal, mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonist sebagai hero.

b. Plot Sub-subpot, sebuah cerita memiliki lebih dari satu alur cerita yang dikisahkan dalam perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang dihadapinya. 3. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Kepadatan

Dengan criteria pemadatan dimaksudkan tidak ada pengembangan dalam cerita pada sebuah karya fiksi. Plot disini dibedakan menjadi dua yaitu plot padat dan plot longgar.


(39)

a. Plot Padat, cerita disampaikan secara cepat, peristiwa fungsional terjadi secara susul-menyusul dengan cepat, hubungannya terjalin secara erat, dan pembaca seolah-olah dipaksa untuk selalu mengikutinya.

b. Plot longgar, pergantian peristiwa demi peristiwa berlangsung lambat disamping hubungannya antar peristiwa tersebut tidaklah erat benar.

2.3.5 Gaya Bahasa

Gaya bahasa berarti cara membentuk atau menciptakan bahasa sastra dengan memilih diksi, sintaksis, ungkapan-ungkapan, majas, dan imajinasi-imajinasi yang tepat untuk memperoleh estetik (Zulfanhur, 1997: 38). Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan bahasa seorang pengarang untuk mencapai efek estetis dan kekuatan daya ungkap (Suyanto, 2012: 51). Gaya bahasa menurut Nugiantoro (dalam Suyanto, 2012: 52) adalah teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan dan efek yang diharapkan. Teknik pemilihan ungkapan ini dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan permajasan dan gaya retoris.

Unsur-unsur style menurut Nurgiantoro (dalam Suyanto, 2012: 51) yaitu dengan diksi (pemilihan kata), pencitraan (penggambaran sesuatu yang seolah-olah dapat diindra pembaca), majas dan gaya retoris.

1. Diksi. Dalam penggunaan unsur diksi, pengarang melakukan pemilihan kata (diksi). Kata-kata betul-betul pilihan agar sesuai dengan apa yang ingin diungkapkan dan ekspresi yang ingin dihasilkan. Kata-kata yang dipilih bisa dari kosa kata sehari-hari atau formal, dari bahasa Indonesia atau bahasa lain (bahasa daerah, bahasa asing, dan lain-lain), bermakna denotasi (memiliki arti tambahan,


(40)

25

yakni arti yang ditimbulkan oleh asosiasi-asosiasi gambaran, ingatan, dari perasaan) dari kata tersebut.

2. Citra/imaji adalah kata atau susunan kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan pengarang sehingga apa yang digambarkan itu dapat ditangkap oleh panca indra kita. Melalui pencitraan/pengimajian apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (citraan penglihatan) didengar (citraan pendengaran), dicium (citraan penciuman), dirasa (citraan taktil), diraba (citraan perabaan), dikecap (citraan pencecap), dan lain-lain.

3. Permajasan adalah teknik pengungkapan dengan menggunakan bahasa kias (maknanya tidak merujuk pada makna harfiah). Permajasan terbagi menjadi 3, yaitu perbandinga/perumpamaan, pertentangan, dan pertautan.

4. Gaya retoris adalah teknik pengungkapan yang menggunakan bahasa yang maknanya langsung (harfiah), tetapi diurutkan sedemikian rupa dengan menggunakan struktur, baik struktur kata maupun kalimat, untuk menimbulkan efek tertentu, misalnya dengan pengulangan, pembalikan susunan, dan lain-lain.

Berdasarkan unsur-unsur gaya bahasa menurut Nurgiantoro seperti yang dijelaskan di atas, dalam penelitian ini unsur-unsur gaya bahasa yang diteliti hanya dibatasi pada unsur diksi atau pemilihan kata yang digunakan siswa dalam menulis cerpen. Pembatasan ini bertujuan untuk mempermudah penulis mengetahui kemampuan siswa SMA Negeri 1 Gadingrejo dalam menulis cerita pendek.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena data yang terkumpul berbentuk kata-kata. Bogdan, Tylor, dan Moleong dalam Margono (2007: 36) mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode ini digunakan sesuai dengan tujuan yaitu mengkaji penelitian secara alamiah kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015.

3.2 Populasi

Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan (Margono, 2010: 118). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester genap tahun pelajaran 2014/2015 di SMA Negeri 1 Gadingrejo. Sumber data pada penelitian ini terdiri atas 8 kelas, masing-masing kelas berjumlah 32 siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.


(42)

27

Tabel 1. Jumlah Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015

No Kelas Jumlah Siswa

1 XI IPA 1 32

2 XI IPA 2 32

3 XI IPA 3 32

4 XI IPA 4 32

5 XI IPS 1 32

6 XI IPS 2 32

7 XI IPS 3 32

8 XI IPS 4 32

Jumlah 256

3.3 Sampel

Sampel adalah sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil dengan menggunakan cara tertentu (Margono, 2010: 121). Mengingat populasi yang akan diteliti yaitu 256 siswa, oleh sebab itu peneliti mengambil sampel dari populasi tersebut. Pengambilan sampel mengacu pada pendapat (Arikunto, 2010) yang menyatakan bahwa, apabila subjeknya lebih dari 100, sampel dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25%. Berdasarkan ketentuan tersebut penulis mengambil sampel 10%-15%. Jadi 10% x 32: 100 = 3,2 (4 siswa perkelas).


(43)

Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015 yang Menjadi Sampel

No Kelas Jumlah Siswa 10% dari Jumlah

Siswa

Sampel yang Ditetapkan

1 XI IPA 1 32 3,2% 4

2 XI IPA 2 32 3,2% 4

3 XI IPA 3 32 3,2% 4

4 XI IPA 4 32 3,2% 4

5 XI IPS 1 32 3,2% 4

6 XI IPS 2 32 3,2% 4

7 XI IPS 3 32 3,2% 4

8 XI IPS 4 32 3,2% 4

Jumlah 32

Dalam penentuan sampel, penulis menggunakan Random Sampling (pengambilan sampel secara acak) dengan cara diundi, dengan masing-masing kelas sebanyak 10% dari setiap kelas yang diundi melalui gulungan kertas yang dikeluarkan pada tiap-tiap kelas. Dengan demikian setiap siswa yang menjadi anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel. Mengingat banyaknya populasi, maka untuk memudahkan pengambilan anggota sampel penelitian, undian dilakukan di setiap kelas. Hal ini dimaksudkan agar anggota sampel untuk masing-masing kelas seimbang jumlahnya dan menyebar di semua kelas, sehingga cukup representatif.


(44)

29

Langkah-langkah pengambilan sampel tersebut adalah sebagai berikut.

1. mempersiapkan kertas kosong yang dipotong-potong sesuai keperluan;

2. menuliskan nama-nama anggota populasi (perkelas) kedalam masing-masing kertas yang sudah dipotong-potong, dan kemudian digulung;

3. gulungan kertas tadi dimasukan kedalam wadah (masing-masing kelas) lalu dikocok supaya acak;

4. gulungan kertas tadi dikeluarkan satu persatu sesuai dengan keperluan, dan nama yang terdapat pada gulungan tersebut dicatat;

5. nama-nama yang terpilih dari gulungan kertas yang keluar, kemudian dicatat dan selanjutnya dijadikan sampel penelitian. Hal ini dilakukan pada setiap kelas.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik tes. Jenis tes yang digunakan yaitu tes tertulis dalam bentuk pemberian tugas, yaitu siswa diberi tugas menulis cerpen. Waktu yang disediakan untuk menulis cerpen tersebut sebanyak 90 menit.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh penulis untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut.

a. Meminta siswa membaca petunjuk (soal) yang diberikan sebelum menulis cerita pendek.


(45)

b. Agar kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek dapat terlihat secara keseluruhan, maka penulis memberi kebebasan siswa untuk memilih sendiri tema yang akan disajikan dalam cerita pendek berdasarkan waktu yang ditentukan (2x45) 90 menit.

c. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya jika ada yang kurang jelas sebelum menulis cerita pendek.

d. Siswa menulis cerita pendek meliputi beberapa indikator, yakni 1) penyajian tokoh; 2) pengungkapan tema; 3) penyajian latar; 4) penyajian alur; dan 5) penggunaan gaya bahasa.

e. Mengakhiri dengan mengumpulkan hasil karangan siswa.

f. Membaca secara keseluruhan hasil kerja siswa dan memberikan skor per aspek.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data bertujuan untuk mengetahui data tingkat kemampuan menulis cerita pendek siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015. Penulis menganalisisnya menggunakan teknik analisis kualitatif, maksudnya data yang telah dipresentasikan akan ditafsirkan dengan kata-kata yang bersifat kualitatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah sebagai berikut.

1. Mengoreksi hasil tes menulis cerita pendek pada seluruh sampel terpilih.

2. Memberi skor per siswa sesuai dengan indikator penilaian dan bobot penilaian kemampuan menulis cerita pendek. Skor diberikan setelah tahap pengoreksian yang telah dilakukan oleh penelitian.


(46)

31

Tabel 3. Aspek Penilaian Kemampuan Menulis Cerita Pendek

No Indikator Subindikator Deskriptor Skor

1 Tema Keterkaitan tema dengan isi cerita

Keseluruhan isi cerita sesuai dengan tema, dan tema

mengangkat masalah-masalah kehidupan yang benar-benar bisa dirasakan dan diterima sebagai persoalan kemanusian

Keseluruhan isi cerita kurang sesuai dengan tema, dan tema mengangkat masalah-masalah kehidupan yang benar-benar bisa dirasakan dan diterima sebagai persoalan kemanusian

Keseluruhan cerita tidak sesuai dengan tema, dan tema mengangkat masalah-masalah kehidupan yang benar-benar bisa dirasakan dan diterima sebagai persoalan kemanusian

3

2

1

2 Tokoh/ Penokohan

Kelogisan tindakan tokoh

Tokoh yang dihadirkan sedikit, penggambaran tokonya jelas dan tindakan tokoh logis

Tokoh yang dihadirkan sedikit, penggambaran tokohnya kurang jelas dan tindakan tokohnya kurang

3


(47)

logis

Tokoh yang dihadirkan banyak, sehingga

penggambaran tokohnya tidak jelas dan tindakan tokohnya tidak logis

1

Penyajian watak tokoh

Pelukisan watak tokoh wajar dan nyata, dilukiskan secara menarik sehingga tokoh mampu membawa pembaca merasakan peristiwa yang terjadi

Pelukisan watak tokoh wajar dan nyata, tetapi kurang dilukiskan secarra unik ddan menarik sehingga tokoh kurang mampu membawa pembaca merasakan peristiwa yang terjadi

Pelukisan watak tokoh tidak wajar dan nyata, tidak dilukiskan secara unik dan menarik sehingga tokoh tidak mempu membawa pembaca merasakan peristiwa yang terjadi

3

2

1

3 Latar Pendeskripsian latar

Latar yang disajikan sesuai dengan peristiwa yang sedang terjadi dan jelas (tempat, suasana, dan waktu)


(48)

33

Latar yang disajikan jelas sesuai dengan tempat dan waktunya tetapi suasana yang ditampilkan kurang

mengesankan pembaca

Latar tidak jelas (tempat, waktu, dan suasana) dan latar yang disajikan tidak sesuai dengan peristiwa dalam cerita

2

1

4 Alur Rangkaian peristiwa

Rangkaian peristiwa runtun memiliki hubungan kausal, dan terdapat perkenalan tokoh, permasalahan, sampai

penyelesaiannya (akhir cerita)

Rangkaian peristiwa kurang runtun memiliki hubungan kausal, dan terdapat perkenalan tokoh, permasalahan, sampai

penyelesaiannya (akhir cerita)

Rangkaian peristiwa tidak runtun dan tidak terdapat perkenalan tokoh,

permasalahan, sampai

penyelesaiannya (akhir cerita) 3

2

1

Permainan alur Permainan alur/plot menarik, ada ketegangan dan kejutan serta pembayangan peristiwa yang akan terjadi


(49)

Permainan alur/plot kurang menarik, ada ketegangan tetapi kurang memiliki kejutan serta tidak adanya

pembayangan peristiwa yang terjadi

Permainan alur/plot tidak menarik, dan tidak ada ketegangan dan tidak memiliki kejutan serta pembayangan peristiwa yang akan terjadi

2

1

5 Gaya Bahasa

Ketepatan dan kesesuaian

Gaya bahasa sepenuhnya tepat dan sesuai. Tepat jika kata yang digunakan betul-betul mendukung gagasan yang akan diungkapkan. Sesuai jika kata yang digunakan cocok dengan kesempatan dan keadaan pembaca

Gaya bahasa kurang tepat dan sesuai. Kurang tepat jika kata yang digunakan kurang mendukung gagasan yang akan diungkapkan

Kurang sesuai jika kata yang digunakan kurang cocok dengan kesempatan dan

3


(50)

35

keadaan pembaca

Gaya bahasa yang digunakan sepenuhnya tidak tepat dan tidak sesuai. Tidak tepat jika kata yang dipergunakan tidak mendukung gagasan yang akan diungkapkan

Tidak sesuai jika kata yang digunakan tidak cocok dengan kesempatan dan keadaan pembaca

1

Skor Maksimal 21

3. Menghitung skor kemampuan menulis cerita pendek dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Rumus:

NK = Skor yang diperoleh Skor maksimal

Keterangan :

NK : Nilai Kemampuan

Contoh : Herda memperoleh skor dari keseluruhan aspek yang dinilai, yaitu 16. Untuk menghitung skor yang diperoleh Herda berdasarkan rumus penghitungan kemampuan menulis cerita pendek adalah:

NS: 16 x 100% = 76,19 dibulatkan 76% 21


(51)

Dengan demikian, jika disandingkan dengan tolok ukur penilaian, kemampuan menulis cerita pendek Herda termasuk kategori baik.

4. Menjumlah skor hasil tes kemampuan menulis cerita pendek dari penskor I dan penskor II, kemudian hasilnya dibagi dua.

5. Menghitung rata-rata kemampuan menulis cerita pendek dengan rumus seperti di bawah ini.

X = X N Keterangan :

X = Skor rata-rata

X = Jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa dalam menulis cerita pendek

N = Jumlah sampel (jumlah siswa)

6. Menentukan tingkat kemampuan siswa berdasarkan pada tolok ukur yang digunakan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4. Tolok Ukur Penilaian Kemampuan Menulis Cerita Pendek Interval Presentase Tingkat Kemampuan Keterangan

85% - 100% Baik sekali

75% - 84% Baik

60% - 74% Cukup

40% - 59% Kurang

0% - 39% Kurang sekali

(Nurgiantoro, 2001: 399)


(52)

91

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada bab empat, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015 tergolong kategori cukup dengan skor rata-rata 67,75. Adapun rincian dari hasil penelitian sebagai berikut.

1) Jumlah skor rata-rata keseluruhan hasil tes kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015 yaitu, 67,75. Jika disandingkan dengan tolok ukur penilaian, tingkat kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015 termasuk dalam kategori cukup.

2) Skor rata-rata kemampuan menulis cerita pendek siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015 per indikatornya adalah sebagai berikut.

a. Indikator tema, tingkat kemampuan baik. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata kemampuan siswa dalam penyajian tema, yaitu 79,25.

b. Skor rata-rata kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek untuk indikator tokoh, yaitu 68,96 dengan tingkat kemampuan cukup, ditinjau dari:


(53)

Kelogisan tindakan tokoh dengan skor rata-rata 76,15, tergolong berkategori baik.

Penyajian watak tokoh dengan skor rat-rata 61,65, tergolong berkategori cukup.

c. Indikator latar, tingkat kemampuan cukup dengan skor rata-rata, yaitu 65,25.

d. Skor rata-rata kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek untuk indikator alur, yaitu 60,35 dengan tingkat kemampuan cukup, ditinjau dari. Rangkaian peristiwa, tergolong berkategori cukup dengan skor rata-rata 63,68.

Permainan alur, tergolong berkategori kurang dengan skor rata-rata 56,95.

e. Indikator gaya bahasa, tingkat kemampuan cukup dengan skor rata-rata 67,37.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut.

1. Dalam proses pembelajaran, guru sebaiknya memberikan arahan, bimbingan, dan menyampaikan evaluasi terhadap pekerjaan siswa, khususnya pembelajaran menulis cerita pendek agar dapat mengevaluasi hasil tulisan yang telah dibuatnya, sehingga akan mendapatkan hasil yang baik. Sebaiknya guru dan siswa juga harus bekerja sama dalam proses pembelajaran agar apa yang akan dicapai mudah terlaksana.


(54)

93

2. Siswa SMA Negeri 1 Gadingrejo hendaknya lebih sering berlatih menulis cerita pendek karena hasil skor yang diperoleh secara keseluruhan masih tergolong cukup.

3. Siswa disarankan untuk lebih intensif dalam membaca cerpen karya para penulis cerpen yang ternama dan berkualitas. Hal tersebut penting sekali karena sebagai bahan acuan dalam menulis cerita pendek.

4. Pada aspek pengembangan tokoh dan alur supaya lebih ditingkatkan agar cerpen yang dihasilkan lebih menarik dibaca, bukan hanya daftar peristiwa. Peningkatan pengembangan karakter tokoh hendaknya dilakukan berdasarkan fungsinya sebagai tokoh protagonis dan antagonis sehingga cerpen yang dihasilkan siswa juga lebih menarik.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Budianta, Melani dkk. 2002. Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Depok.

Dalman. 2014. Keterampilan Menulis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saitifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava Media.

Esten, Mursal. 1987. Kesustraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa

Margono. S. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Mujid, Abdul. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Kajian Teoritis dan Praktis. Bandung: Interes Media.

Nadeak, Wilson. 1989. Bagaimana Munulis Cerpen. Bandung: Yayasan Kalam Gadjah Mada University Press.

Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: FPBS IKIP.

Nurgiantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Republik Indonesia. 2010. Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suyanto, Edi. 2012. Perilaku Tokoh dalam Cerpen Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.


(56)

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1979. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa Bandung: Angkasa.

Universitas Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandarlampung: Universitas Lampung.


(1)

Dengan demikian, jika disandingkan dengan tolok ukur penilaian, kemampuan menulis cerita pendek Herda termasuk kategori baik.

4. Menjumlah skor hasil tes kemampuan menulis cerita pendek dari penskor I dan penskor II, kemudian hasilnya dibagi dua.

5. Menghitung rata-rata kemampuan menulis cerita pendek dengan rumus seperti di bawah ini.

X = X N Keterangan :

X = Skor rata-rata

X = Jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa dalam menulis cerita pendek

N = Jumlah sampel (jumlah siswa)

6. Menentukan tingkat kemampuan siswa berdasarkan pada tolok ukur yang digunakan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4. Tolok Ukur Penilaian Kemampuan Menulis Cerita Pendek

Interval Presentase Tingkat Kemampuan Keterangan

85% - 100% Baik sekali

75% - 84% Baik

60% - 74% Cukup

40% - 59% Kurang

0% - 39% Kurang sekali

(Nurgiantoro, 2001: 399)


(2)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada bab empat, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015 tergolong kategori cukup dengan skor rata-rata 67,75. Adapun rincian dari hasil penelitian sebagai berikut.

1) Jumlah skor rata-rata keseluruhan hasil tes kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015 yaitu, 67,75. Jika disandingkan dengan tolok ukur penilaian, tingkat kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015 termasuk dalam kategori cukup.

2) Skor rata-rata kemampuan menulis cerita pendek siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015 per indikatornya adalah sebagai berikut.

a. Indikator tema, tingkat kemampuan baik. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata kemampuan siswa dalam penyajian tema, yaitu 79,25.

b. Skor rata-rata kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek untuk indikator tokoh, yaitu 68,96 dengan tingkat kemampuan cukup, ditinjau dari:


(3)

92

Kelogisan tindakan tokoh dengan skor rata-rata 76,15, tergolong berkategori baik.

Penyajian watak tokoh dengan skor rat-rata 61,65, tergolong berkategori cukup.

c. Indikator latar, tingkat kemampuan cukup dengan skor rata-rata, yaitu 65,25.

d. Skor rata-rata kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek untuk indikator alur, yaitu 60,35 dengan tingkat kemampuan cukup, ditinjau dari. Rangkaian peristiwa, tergolong berkategori cukup dengan skor rata-rata 63,68.

Permainan alur, tergolong berkategori kurang dengan skor rata-rata 56,95.

e. Indikator gaya bahasa, tingkat kemampuan cukup dengan skor rata-rata 67,37.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut.

1. Dalam proses pembelajaran, guru sebaiknya memberikan arahan, bimbingan, dan menyampaikan evaluasi terhadap pekerjaan siswa, khususnya pembelajaran menulis cerita pendek agar dapat mengevaluasi hasil tulisan yang telah dibuatnya, sehingga akan mendapatkan hasil yang baik. Sebaiknya guru dan siswa juga harus bekerja sama dalam proses pembelajaran agar apa yang akan dicapai mudah terlaksana.


(4)

2. Siswa SMA Negeri 1 Gadingrejo hendaknya lebih sering berlatih menulis cerita pendek karena hasil skor yang diperoleh secara keseluruhan masih tergolong cukup.

3. Siswa disarankan untuk lebih intensif dalam membaca cerpen karya para penulis cerpen yang ternama dan berkualitas. Hal tersebut penting sekali karena sebagai bahan acuan dalam menulis cerita pendek.

4. Pada aspek pengembangan tokoh dan alur supaya lebih ditingkatkan agar cerpen yang dihasilkan lebih menarik dibaca, bukan hanya daftar peristiwa. Peningkatan pengembangan karakter tokoh hendaknya dilakukan berdasarkan fungsinya sebagai tokoh protagonis dan antagonis sehingga cerpen yang dihasilkan siswa juga lebih menarik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Budianta, Melani dkk. 2002. Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Depok.

Dalman. 2014. Keterampilan Menulis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saitifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava Media.

Esten, Mursal. 1987. Kesustraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa

Margono. S. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Mujid, Abdul. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Kajian Teoritis dan Praktis. Bandung: Interes Media.

Nadeak, Wilson. 1989. Bagaimana Munulis Cerpen. Bandung: Yayasan Kalam Gadjah Mada University Press.

Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: FPBS IKIP.

Nurgiantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Republik Indonesia. 2010. Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suyanto, Edi. 2012. Perilaku Tokoh dalam Cerpen Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.


(6)

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1979. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa Bandung: Angkasa.

Universitas Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandarlampung: Universitas Lampung.